Anda di halaman 1dari 8

Makalah Husnuzan

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Hubungan baik antara manusia yang satu dengan yang lain, dan khususnya antara muslim
yang satu dengan muslim lainnya merupakan sesuatu yang harus diupayakan dengan sebaik-
baiknya. 
Hal ini karena Allah SWT telah menggariskan bahwa mu’min itu bersaudara (QS 49: 10).
Oleh sebab itulah segala bentuk sikap dan sifat yang akan memperkokoh dan memantapkan
persaudaraan harus ditumbuhkan dan dipelihara, sedangkan segala bentuk sikap dan sifat yang
dapat merusak ukhuwah harus dihilangkan. Dan agar hubungan ukhuwah islamiyah itu tetap
terjalin dengan baik, salah satu sifat positif yang harus dipenuhi adalah husnuzh zhan (berbaik
sangka). 
Oleh karena itu, apabila kita mendapatkan informasi negatif tentang sesuatu yang terkait
dengan pribadi seseorang apalagi seorang muslim, maka kita harus melakukan tabayyun
(pengecekan) terlebih dahulu sebelum mempercayai apalagi meresponnya secara negatif, Allah
SWT berfirman yang artinya: 
Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa berita, maka
periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa
mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu." (QS 49:6). 

B.     FADHILAH DAN MANFAAT 

Ada banyak nilai dan manfaat yang diperoleh seorang muslim bila dia memiliki sifat husnuzh
zhan kepada orang lain. 
Pertama 
Hubungan persahabatan dan persaudaraan menjadi lebih baik, hal ini karena berbaik sangka
dalam hubungan sesama muslim akan menghindari terjadinya keretakan hubungan. Bahkan
keharmonisan hubungan akan semakin terasa karena tidak ada kendala-kendala psikologis yang
menghambat hubungan itu. 
Kedua 
Terhindar dari penyesalan dalam hubungan dengan sesama. Karena buruk sangka akan membuat
seseorang menimpakan keburukan kepada orang lain tanpa bukti yang benar, sebagaimana
difirman Allah dalam Al-Qur'an (49: 6) di atas. 
Ketiga 
Selalu berbahagia atas segala kemajuan yang dicapai orang lain, meskipun kita sendiri belum
bisa mencapainya.

BAB II
PEMBAHASAN

HUSNUZAN
A.PENGERTIAN PERILAKU HUSNUZAN
Husnuzan artinya berbaik sangka, lawan katanya adalah suuzan yang artinya berburuk
sangka. Berbaik sangka dan berburuk sangka merupakan bisikan jiwa, yang dapat diwujudkan
melalui perilaku yakni ucapan dan perbuatan. Perilaku husnuzan termasuk akhlak terpuji karena
akan mendatangkan manfaat. Sedangkan perilaku suuzan termasuk akhlak tercela karena akan
mendatangkan kerugian.
Sungguh tepat jika Allah SWT dan rasul-Nya melarang perilaku buruk sangka. Sesuai dengan
firman-Nya padasurat Al-Hujurat ayat 49 yang artinya:
“Jauhkanlah dirimu dari berprasangka buruk, karena berprasangka buruk itu sedusta-dusta
pembicaraan (yakni jaukan dirimu dari sesorang berdasarkan sangkaan saja).” (H.R BUKHARI
DAN MUSLIM)
B. CONTOH-CONTOH PERILAKU HUSNUZAN

1. Husnuzan tehadap Allah SWT


Husnuzan terhadap Allah SWT artinya berbaik sangka pada Allah SWT, Tuhan Yang
Maha Esa, pencipta alam semesta dan segala isinya yang bersifat dengan segala sifat
kesempurnaan serta bersih dari segala sifat kekurangan.
Husnuzan terhadap Allah SWT merupakan sikap mental dan termasuk salah satu tanda beriman
kepada-Nya.
Di antara sikap perlaku terpuji, yang akan dilakukan oleh orang yang berbaik sangka pada Allah
SWT ialah syukur dan sabar.

a. Syukur
Menurut pengertian bahasa, kata syukur berasal bahasa Arab, yang artinya terima kasih.
Menurut istilah, syukur adalah berterima kasih kepada Allah SWTdan pengakuan yang tulus atas
nikmat dan karunia-Nya, melalui ucapan, sikap, dan perbuatan.
Nikmat karunia Allah SWT sangat banyak dan bermacam-macam. Ada nikmat yang
terdapat dalam diri manusia itu sendiri, dan ada pula yang berasal dai luar diri manusia, ada
nkmat yang besifat jasmani dan ada pula yang bersifat rohani.
         Nikmat karunia Allah yang bersifat jasmani dan terdapat dalam diri manusia, seperti pancaindra,
bentuk, dan susunan tubuh manusia yang lebih sempuna dari hewan sehingga manusia bisa
berlari cepat seperti kijang, memanjat seperti kera, dan berenang seperti ikan. Sungguh tepat apa
yang telah difirmankan Allah SWT dalam Al-Qur’an:
         Nikmat Allah yang bersifat rohani, sebagai anugerah Allah SWT yang tidak ternilai harganya,
antara lain roh, akal, kalbu, dan nafsu.
         Demikian juga nikmat-nikmat karunia Allah SWT yang terdapat di luar diri manusia sungguh
sangat banyak dan tidak ternilai harganya. Nikmat-nikmat misalnya air, api, berbagai jenis
makanan dan buah-buahan, aneka macam barang tambang, daratan, lautan, dan angkasa raya. Itu
semua memang disediakan Allah SWT untuk kepentingan dan kesejahteraan umat manusia.
         Jika umat manusia menghitung-hitung nikmat karunia Allah SWT, tentu tidak akan mampu
menghitungnya (lihat dan pelajari Q.S Ibrahim, 14: 34 dan Q.S Al-Baqarah, 2: 152).
         Cara bersyukur kepada Allah SWT ialah dengan menggunakan segala nikmat karunia Allah
SWT untuk hal-hal yang diridai-Nya, yaitu:
         Bersyukur dengan hati ialah mengakui dan menyadar bahwa segala nikmat yang diperoleh
manusia, merupakan karuni Allah SWT semata dan tidak ada selain Allah SWT yang dapat
memberikan nikmat-nkmat itu.
         Bersyukur dengan lidah seperti membacaAlhamdulillah (segala puji bagi Allah), mengucapkan
lafal-lafal zkir lannya, membaca Al-Qur’an, dan melaksanakan akmar makuf nahi mungkar.
         Bersyukur dengan amal perbuatan, misalnya mengerjakan salat, menunaikan ibadah haji jika
mampu, berbakti kepada kedua orang tua, dan berbuat baik pada sesama manusia.
         Bersyukur dengan harta benda, misalnya dengan jalan membelanjakan harta benda itu untuk
hal-hal yang bemanfaat bagi kehidupan dunia dan akhirat.

b. Sabar
Manusia dalam hidupnya di dunia ini silih berganti berada dalam dua situasi, yaitu situasi
yang senang karena memperoleh nikmat dan situasi sedih atau susah karena mengalami musibah.
Apabila manusia itu berada dalam situasi senang hendaknya ia bersyukur, dan bila berada dalam
situasi susah hendaklah ia bersabar.
Setiap Muslim/Muslimah yang beprasangka baik pada Allah SWT, apabila dikenai suatu
musibah seperti sakit, bencana alam dan gagal dalam suatu usaha, tentu akan bersabar. Ia tidak
akan gelisah dan berkeluh kesah apalagi beputus asa, karena ia menyadari bahwa musibah-
musibah itu merupakan ujian dari Allah SWT. (Lihat dan pelajari Q.S. Al-Baqarah, 2: 155-157
dan Q.S. Yusuf, 12: 87!)
Seseorang dianggap suuzan terhadap Allah SWT, misalnya tatkala ia mengalami kegagalan
dalam suatu usaha, ia menduga Allahlah penyebab kegagalannya, Allah mendengar doanya,
Allah itu kikir, Allah tidak adil, dan lain-lain dugaan yang negatif terhadap Allah SWT. Padahal
Allah SWT itu Maha Mendengar, Mahadermawan, Mahaadil. Allah SWT tidak menyuruh
hamba-Nya untu gagal dalam suatu usaha. Oleh karena itu, jika seseorang gagal dalam suatu
usaha, ia tidak boleh menyalahkan Allah SWT. Ia harus mengntrospeksi diri, mungkin kegagalan
itu karena usahanya belum dilakukan secara sungguh-sungguh. Kegagalan dalam suatu usaha,
hendaknya dijadikan pelajaran, agar pada masa mendatang tidak mengalami hal serupa.

2. Husnuzan terhadap Diri Sendiri


Perilaku terpuji terhadap diri sendiri yaitu percaya diri, gigih dan
berinisiatif.

a. Percaya Diri
Percaya diri termasuk sikap dan perilaku terpuji yang harus dimiliki oleh setiap
Muslim/Muslimah karena seseorang yang percaya diri tentu akan yakin terhadap kemampuan
dirinya, sehingga ia berani mengeluarkan pendapat dan berani pula melakukan suatu tindakan.
Muslim/Muslimah yang berilmu pengetahuan tinggi dan memiliki keterampilan yang bermanfaat
apabila ia percaya diri, tentu ia akan memperoleh keberhasilan dalam hidup.
Seseorang yang memiliki ilmu pengetahuan dan keterampilan apabila tidak percaya diri tentu
akan memperoleh kerugian dan mungkin bencana. Muslim/Muslimah yang percaya diri akan
melaksanakan kewajiban terhadap dirinya sendiri, misalnya menjaga kesehatan jasmani dan
rohani serta memelihara diri agar tidak dikenai suatu bencana.

b. Gigih
Dalam Kamus Bahasa Indonesia disebutkan bahwa katagigih bahasa Minangkabau yang artinya
berkeras hati, tabah, dan rajin. Gigih juga dapat diartikan bersungguh-sungguh dalam meraih
sesuatu. Sikap dan perilaku gigihdalam meraih yang positif  termasuk sikap mahmudah (sikap
terpuji) dan akhlakul karimah. Setiap muslim dan muslimah wajib memiliki sikap gigih. Sikap
gigih hendaknya diterapkan dalam kehidupan antara lain dalam hal berikut:
1) Ibadah
2) Menuntut ilmu
Ilmu pengetahuan dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu ilmu pengetahuan tentang
agama Islam (‘ilm hal) dan ilmu pengetahuan umum (‘ilm gairu hal). Ilmu pengetahuan tentang
agama Islam memberikan pedoman hidup kepada umat manusia.
Ilmu pengetahuan umum bertujuan agar umat manusia dapat memanfaatkan, menggali,
dan mengolah kekayaan alam, baik yang ada di darat dan di laut maupun yang ada di angkasa
raya.
Rasulullah SAW bersabda:
Artinya: “Kebaikan/kebahagiaan di dunia dan di akhirat beserta ilmu dan keburukan/bencana
di dunia dan di akhirat beserta kebodohan.”
(H.R Bukhari)

3) Bekerja mencari rezeki yang halal


Bekerja mencari rezeki yang halal dapat dilakukan melalui berbagai bidang usaha, misalnya
pertanian, peternakan, dan perdagangan. Bekerja dalam bidang apa pun hendaknya dilakukan
dengan gigih dan sungguh-sungguh dengan dilandasi niat ikhlas karena Allah SWT, untuk
memperoleh rida dan rahmat-Nya. Dengan cara seperti itu maka akan diperoleh hasil kerja yang
optimal. Islam melarang umat-Nya bermalas-malasan dan menjadi beban orang lain.
Rasulullah SAW bersabda:
Artinya: “Bekerja mencari rezeki yang halal itu wajib bagi setiap Muslim.”
(H.R. Tabrani)

4) Berinisiatif
Kata inisiatif berasal dari bahasa Belanda yang berarti prakarsa atau langkah
pertama. Inisiatif juga berarti berbuat yang sifatnya produktif ( memiliki etos kerja yang tinggi)
dan tidak tergantung kepada orang lain. Islam mengajarkan umatnya untuk memiliki etos kerja
yang tingi. Seseorang yang memiliki inisiatif disebut inisiator.
Inisiatif dalam hal positif merupakan sifat terpuji yang harus dimiliki oleh setiap orang muslim
dan muslimah. Muslim/Muslimah yang berprasangka baik terhadap dirinya, tentu akan
berkeyakinan bahwa dirinya mampu berinisiatif yang positif dalam bidang yang ditekuninya dan
sesuai dengan keahliannya.
Firman Allah swt:
Artinya: “Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.”
(Q.S. An Najm[53]: 39

3. Husnuzan terhadap sesama Manusia


Husnuzan merupakan sikap mental terpuji, yang mendiring pemiliknya untuk bersikap,
bertutur kata, dan berbuat yang baik dan bermanfaat.
Perwujudan dari husnuzan itu hendaknya diterapkan dalam kehidupan berkeluarga,
bertetangga dan bermasyarakat.

a. Kehidupan berkeluarga
Untuk mewujudkan rumah tangga yang memperoleh rida dan rahmat Allah swt , bahagia
dan sejahtera, baik di dunia maupun di akhirat.
Ø Pasangan suami-istri hendaknya saling berprasangka baik dan tidak saling curiga, saling
memenuhi hak dan melaksanakan kewajiban masing-masing dengan sebaik-baiknya.
Ø Hubungan anak-anak dan orang tua dilandasi dengan prasangka baik dan saling pengertian.
Ø Anak-anak berbakti dan menyenangkan hati orang tua.
Ø Orang tua memberi kepercayaan diri pada anak agar anak bisa mengembangkan diri dan
melakukan hal-hal yang bermanfaat.

b. Kehidupan bertetangga
Ø Saling menghormati dan menghargai, baik secara sikap, ucapan lisan dan perbuatan. Menghormati
tetangga merupakan tanda-tanda dari manusia beriman:
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaknya menghormati
tetangganya.”  (H.R. Muslim)
Ø Berbuat baik pada tetangga dengan cara melakukan kewajiban terhadap tetangga dan perbuatan
lainnya yang bermanfaat.
“Tidak akan masuk surga orang yang tetangganya tidak merasa aman dari gangguan-
gangguannya.”(H.R. Muslim)

c. Kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara


Tujuan dari berkehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara ialah terwujudnya
kehidupan yang aman, tenteram, adil dan makmur, dibawah ampunan dari ridha Allah SWT. Hal
ini bisa ditempuh dengan saling berprasangka baik dan berperilaku terpuji.
1) Generasi tua menyayangi generasi muda, yaitu dengan membimbing mereka agar kualitas
hidupnya dalam berbagai bidang positif melebihi generasi tua. Generasi muda hendaknya
menghormati yang tua dengan bersikap, berkata dan berperilaku yang bermanfaat.
“Bukan dari golongan kami (umat Islam) orang yang tidak menyayangi yang muda dan tidak
menghormati yang tua.” (H.R. Ahmad, Tirmidzi, dan Hakim)
2) Saling tolong-menolong dalam kebaikan serta ketakwaan dan jangan saling menolong dalam dosa
serta pelanggaran. (lihat Q.S. Al-Maidah, 5: 2)
· Pemerintah dan rakyat dari golongan mampu saling bekerja sama untuk mengetaskan kemiskinan.
· Pemerintah dan masyarakat bekerja sama dalam memberantas kejahatan dan kemungkaran yang
terjadi di lingkungan masyarakat.

C.MEMBIASAKAN DIRI BERLAKU HUSNUZAN


Setiap Muslim/Muslimah, hendaknya membiasakn diri dengan berperilaku husnuzan
terhadap Allah SWT, terhadap diri sendiri maupun terhadap sesama manusia.
Seorang Muslim/Muslimah yang berperilaku husnuzan terhadap Allah SWT, tentu akan
senantiasa bertakwa kepadanya, di mana pun dan kapan pun dia berada.Ia akan selalu bersyukur
pada Allah SWT bila berada dalam situasi yang menyenangkan dan akan senantiasa bersabar bila
berada dalam keadaan yang menyusahkan.
Seorang Muslim/Muslimah yang berperilaku husnuzan terhadap dirinya sendiri, tentu
akan membiasakan diri dengan bersikap dan berperilaku terpuji yang bermanfaat bagi dirinya,
seperti percaya diri, gigih, dan banyak berinisiatif yang positif.
Demikian juga, setiap Muslim/Muslimah hendaknya membiasakan diri untuk berperilaku
husnuzan terhadap manusia,baik dalam kehidupan berkeluarga dan bertetangga, maupun dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Insya Allah, jika setiap Muslim/Muslimah dan setiap anggota masyarakat, telag
membiasakan diri untuk berperilaku husnuzan dalam kehidupan sehari-hari, mereka akan
memperoleh kebaikan-kebaikan yang banyak.

BAB II

PENUTUP

A.    Kesimpulan
Husnuzan artinya berbaik sangka, lawan katanya adalah suuzan yang artinya berburuk
sangka. Berbaik sangka dan berburuk sangka merupakan bisikan jiwa, yang dapat diwujudkan
melalui perilaku yakni ucapan dan perbuatan. Perilaku husnuzan termasuk akhlak terpuji karena
akan mendatangkan manfaat. Sedangkan perilaku suuzan termasuk akhlak tercela karena akan
mendatangkan kerugian.
Husnuzan terhadap Allah SWT artinya berbaik sangka pada Allah SWT, Tuhan Yang Maha
Esa, pencipta alam semesta dan segala isinya yang bersifat dengan segala sifat kesempurnaan
serta bersih dari segala sifat kekurangan.
Menurut pengertian bahasa, kata syukur berasal bahasa Arab, yang artinya terima kasih.
Menurut istilah, syukur adalah berterima kasih kepada Allah SWTdan pengakuan yang tulus atas
nikmat dan karunia-Nya, melalui ucapan, sikap, dan perbuatan.
Nikmat karunia Allah SWT sangat banyak dan bermacam-macam. Ada nikmat yang terdapat
dalam diri manusia itu sendiri, dan ada pula yang berasal dai luar diri manusia, ada nkmat yang
besifat jasmani dan ada pula yang bersifat rohani.
Ilmu pengetahuan dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu ilmu pengetahuan tentang agama
Islam (‘ilm hal) dan ilmu pengetahuan umum (‘ilm gairu hal). Ilmu pengetahuan tentang agama
Islam memberikan pedoman hidup kepada umat manusia.
Kata inisiatif berasal dari bahasa Belanda yang berarti prakarsa atau langkah
pertama. Inisiatif juga berarti berbuat yang sifatnya produktif ( memiliki etos kerja yang tinggi)
dan tidak tergantung kepada orang lain. Islam mengajarkan umatnya untuk memiliki etos kerja
yang tingi. Seseorang yang memiliki inisiatif disebut inisiator.

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai