Anda di halaman 1dari 6

Nama : Khilda Audina

Kelas : PGSD 2019-C

RESUME PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

BAB III

BAGAIMANA AGAMA MENJAMIN KEBAHAGIAAN?

A. Menelusuri Konsep dan Karakteristik Agama sebagai Jalan Menuju Tuhan dan
Kebahagiaan.
Menurut Al-Alusi, Bahagia adalah perasaan senang dan gembira karena bisa mencapai
keinginan/cita-cita yang dituju dan diimpikan. Menurut Ibnul Qayyim al-Jauziyah bahwa
kebahagiaan itu adalah perasaan senang dan tenteram karena hati sehat dan berfungsi
dengan baik. Hati yang sehat dan berfungsi dengan baik bisa berhubungan dengan Tuhan
pemilik kebahagiaan. Karakteristik hati yang sehat adalah sebagai berikut:
1. Hati yang menerima makanan yang berfungsi sebagai nutrisi dan obat.
2. Selalu berorientasi ke masa depan dan akhirat.
3. Selalu mendorong pemiliknya untuk kembali kepada Allah.
4. Tidak pernah lupa dari mengingat Allah.
5. Jika sesaat saja lupa kepada Allah, segera ia sadar dan kembali mendekat dan
berzikir kepada-Nya.
6. Jika sudah masuk dalam sholat, hilanglah semua kebingungan dan kesibukan
duniawinya.
7. Perhatian terhadap waktu agar tidak hilang sia-sia.
8. Hati yang sehat selalu berorientasi kepada kualitas amal bukan kepada amal semata.

Anda dapat menyimpulkan sendiri bahwa hati yang sakit adalah hati yang tidak
memiliki kriteria sebagaimana diuraikan di atas. Hati yang sakit adalah hati yang tidak
berfungsi dengan semestinya. Fungsi hati adalah hati untuk makrifah kepada Allah,
mencintai Allah, rindu kepada Allah, dan kembali kepada Allah. Sekiranya manusia
mengetahui segala sesuatu, tetapi tidak makrifah kepada Allah sebagai Tuhannya, maka
nilainya sama saja dengan orang yang tidak mengetahui sama sekali.

Berikut adalah faktor-faktor yang menyebabkan hati manusia menjadi sakit menurut kitab
Thibb al-Qulub:

1. Banyak bergaul dengan orang-orang yang tidak baik.


2. At-Tamanni (berangan-angan).
3. Menggantungkan diri kepada selain Allah.
4. Asy-Syab’u (terlalu kenyang).
5. Terlalu banyak tidur.
6. Berlebihan melihat hal-hal yang tidak berguna.
7. Berlebihan dalam berbicara.
Dalam kitab Mizanul Amal, Al-Ghazali menyebut bahwa a-sa’adah (Bahagia)
terbagi dua, pertama Bahagia hakiki; dan kedua, Bahagia majasi. Bahagia hakiki adalah
kebahagiaan ukhrawi, sedangkan kebahagiaan majasi adalah kebahagiaan duniawi.
Kebahagiaan ukhrawi akan diperoleh dengan modal iman, ilmu, dan amal. Adapun
kebahagiaan duniawi bisa didapat oleh orang yang beriman dan bisa didapat oleh orang
yang tidak beriman. Kebahagiaan duniawi adalah kebahagiaan yang na dan tidak abadi.
Adapun kebahagiaan ukhrawi adalah kebahagiaan abadi dan rohani. Kebahagiaan duniawi
ada yang melekat pada dirinya dan manfaatnya. Di antara kebahagiaan duniawi adalah
memiliki harta, keluarga, kedudukan terhormat, dan keluarga yang mulia.
Menurut Al-Ghazali, kebahagiaan harta bukan melekat pada dirinya, namun pada
manfaatnya. Orang yang ingin menggapai kesempurnaan hidup, tetapi tidak memiliki harta
bagaikan orang yang mau pergi berperang tanpa membawa senjata, atau seperti menangkap
ikan tanpa pacing atau jarring. Itulah sebabnya, Nabi Muhammad saw.bersabda, “Harta
terbaik adalah harta yang ada pada seorang laki-laki yang baik pula (saleh).” (HR. Ibnu
Hibban). “Sebaik-baik pertolongan adalah pertolongan yang dapat membantu kita semakin
bertaqwa kepada Allah.” (HR Ad-Daruqutni).
B. Menanyakan Alasan Mengapa Manusia Harus Beragama dan Bagaimana Agama
Dapat Membahagiakan Umat Manusia?
Kunci beragama berada pada fitrah manusia, sesuatu yang melekat dalam diri
manusai dan telah menjadi karakter manusia. Kata fitrah secara kebahasaan memang asal
maknanya adalah suci. Yang dimaksud suci adalah suci dari dosa dan suci secara genetis.
Yang dimaksud fitrah Allah dalam surat Ar-Rum ayat 30, bahwa manusia
diciptakan Allah mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid. Kalau ada manusia tidak
beragama tauhid itu karena disebabkan banyak faktor antara lain pengaruh lingkungan.
Jika manusia hidup tidak sesuai dengan fitrahnya, maka manusia tidak akan
mendapatkan kesenangan, ketentraman, kenyamanan, dan keamanan, ujungnya tidak ada
kebahagiaan. Jadi hidup beragama itu adalah fitrah, dan karena itu manusia merasakan
nikmat, nyaman, aman, dan tenang. Sedangkan apabila hidup tanpa agama, manusia akan
mengalami ketidaktenangan, ketidaknyamanan, dan ketidaktentraman, yang pada
ujungnya ia hidup dalam ketidakbahagiaan. Oleh karena itu, Bahagia adalah menjalani
hidup sesuai dengan fitrah yang telah diberikan Allah kepada manusia.

C. Menggali Sumber Historis, Filosofis, Psikologis, Sosiologis, dan Pedagosis tentang


Pemikiran Agama sebagai Jalan Menuju Kebahagiaan.
Secara historis, pada sepanjang sejarah hidup manusia, beragam itu merupakan
kebutuhan dasar manusia yang paling hakiki. Banyak buku yang membicarakan atau
mengulas kisah manusia mencari Tuhan. Umpamanya buku yang ditulis oleh Ibnu Thufail.
Buku ini menguraikan bahwa kebenaran bisa ditemukan manakala ada keserasian antara
akal manusia dan wahyu. Dengan akalnya , manusia mencari Tuhan dan bisa sampai
kepada Tuhan. Namun, penemuannya itu perlu konfirmasi dari Tuhan melalu wahyu, agar
ia dapat menemukan yang hakiki dan akhirnya ia bisa berterima kasih kepada Tuhan atas
segala nikmat yang diperolehnya terutama nikmat bisa menemukan Tuhan dengan akalnya
itu.
Dari sejak Nabi Adam hingga sekarang, manusia meyakini bahwa alam dan segala
isinya serta alam dengan segala keteraturannya tidak mungkin tercipta dengan sendirinya,
pasti ada yang menciptakannya. Oleh karena itu, keberadaan alam dengan segala
keteraturannta merupakan indicator adanya pencipta. Namun siapa pencipta itu?
Datanglah wahyu untuk menjawab pertanyaan asasi manusia itu. “Katakanlah
(Muhammad)! Dialah Allah, Tuhan Yang Esa. Allahlah tempat bergantung. Tidak beranak
dan tidak diperanakkan. Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia” (Q.S. Al-
Ikhlas/112:1-4)
1. Argumen Psikologis Kebutuhan Manusia terhadap Agama
Menurut teori mistisme Islam, bahwa Tuhan Mahasuci, Mahaindah, dan
mahasegalanya. Tuhan yang mahasuci itu tidak dapat didekati kecuali oleh jiwa
yang suci. Oleh karena itu, agar jiwa bisa dekat dengan Tuhan, maka sucikanlah
hati dari segala kotoran dan sifat-sifat yang jelek. Bagaimana cara mensucikan jiwa
agar bisa dekat dengan Tuhan?
Untuk menjawab hal ini, agamalah yang mampu memberi penjelasan.
Tanpa agama, manusia akan salah jalan dalam menempuh cara untuk bisa dekat
dengan Tuhan.
2. Argumen Sosiologis Kebuuhan Manusia terhadap Agama
Di antara karakter manusia, menurut Al-Quran, manusia adalah makhluk
sosial. Artinya manusia tidak bisa hidup sendirian, dan tidak bisa mencapai tujuan
hidupnya tanpa keterlibatan orang lain. Secara horizontal, manusia butuh
berinteraksi dengan sesamanya dan lingkungannya baik flora maupun fauna. Secara
vertical, manusia lebih butuh berinteraksi dengan Zat yang menjadi sebab ada
dirinya. Jadi manusia sangat membutuhkan Allah. Allahlah yang menghidupkan,
mematikan, memuliakan, menghinakan, mengayakan, memiskinkan, dan Dialah
Allah yang Zahir yang Batin, dan Yang berkuasa atas segala sesuatu.
Dengan adanya keseimbangan hubungan, secara horizontal dengan sesama
manusia, dan secara vertical dengan pencipta, maka manusia akan mendapatkan
kebahagiaan.

D. Membangun Argumen Tentang Tauhidullah Sebagai Satu-Satunya Model Beragama


Yang Benar
Tauhidullah membebaskan manusia dari takhayul, khurafat, mitos, dan bidah.
Tauhidullah menempatkan manusia pada tempat yang bermartabat, tidak menghambakan
diri kepada makhluk yang lebih rendah derajatnya daripada manusia. Manusia adalah
makhluk yang paling mulia dan paling sempurna disbanding makhluk-makhluk Allah yang
lain. Itulah sebabnya Allah memberi amanah dan khilafah kepada manusia.
Tauhidullah adalah barometer kebenaran agama-agama sebelum Islam. Jika agama
samawi yang dibawa nabi-nabi sebelum Muhammad saw. masih tauhidullah, maka agama
itu benar, dan seandainya agama nabi-nabi sebelum Muhammad saw. itu sudah tidak
tauhidullah yakni sudah ada syirik, unsur menyekutukan Allah, maka dengan terang
benderang agama itu telah melenceng, salah, dan sesat-menyesatkan.
Setiap orang harus bersikap hati-hati bahwa tauhidullah yang merupakan satu-
satunya jalan menuju kebahagiaan itu, menurut Said Hawa, dapat rusak dengan hal-hal
sebagai berikut:
1. Sifat Al-Kibr (Sombong)
2. Sifat Azh-Zhulm (Kezaliman) dan Sifat Al-Kizb (Kebohongan)
3. Sikap Al-Ifsad (Melakukan Perusakan)
4. Sikap Al-Ghaflah (Lupa)
5. Al-Ijram (Berbuat Dosa)
6. Sikap ragu menerima kebenaran
E. Mendeskripsikan Esensi dan Urgensi Komitmen terhadap Nilai-Nilai Tauhid untuk
Mencapai Kebahagiaan
Mengapa jiwa tauhid penting? Sebab jiwa tauhid adalah modal dasar hidup yang
dapat mengantar manusia menuju keselamatan dan kesejahteraan. Sungguh, jiwa tauhid
penting, Allah sebagai rabb telah menanamkan jiwa tauhid ini kepada seluruh manusia
semenjak mereka berada di alam arwah. Supaya jiwa tauhid berkembang, maka Allah
mengutus para rasul dengan tugas utamanya yaitu menyirami jiwa tauhid agar tumbuh dan
berkembang sehingga menghasilkan buah yang lebat yaitu amal saleh.
Nilai-nilai hidup yang dibangun di atas jiwa tauhid merupakan nilai positif, nilai
kebenaran, dan nilai Ilahi yang abadi yang mengandung kebenaran mutlak dan universal.
Nilai mutlak dan universal yang didalamnya dapat menjadikan misi agama ini sebagai
rahmatan lil alamin. Komitmen terhadap nilai-nilai universal Al-Quran menjadi syarat
mutlak memperoleh kebahagiaan.
Nilai-nilai universal yang perlu ditanamkan dan dikembangkan agar menjadi roh
kehidupan itu adalah ash-shidq (kejujuran), al-amanah, al-adalah, al-hurriyah
(kemerdekaan), al-musawah (persamaan), tanggung jawab sosial, at-tasamuh (toleransi),
kasih sayang, tanggung jawab lingkungan, tabadul-ijtima’ (saling memberi manfaat), at-
tarahum (kasih sayang), dll.

F. Rangkuman tentang Kontribusi Agama dalam Mencapai Kebahagiaan


Tujuan hidup manusai adalah sejahtera di dunia dan bahagia di akhirat.
Kebahagiaan yang diimpikan adalah kebahagiaan duniawi dan ukhrawi. Untuk menggapai
kebahagiaan termaksud mustahil tanpa landasan agama. Agama yang dimaksud adalah
agama tauhidullah. Mengapa kebahagiaan tidak mungkin digapai tanpa tauhidullah?
Sebab kebahagiaan hakiki itu milik Allah, kita tak dapat meraihnya kalau tidak diberikan
Allah. Untuk meraih kebahagiaan itu, maka ikutilah cara-cara yang telah ditetapkan Allah
dalam agamanya. Jalan mencapai kebahagiaan selain yang telah digariskan Allah adalah
kesesatan dan penyimpangan. Jalan sesat itu tidak dapat mengantar anda ke tujuan akhir
yaitu kebahagiaan. Mengapa jalan selain yang telah ditetapkan Allah sebagai jalan yang
sesat? Karena di dalamnya ada unsur syirik dan syirik adalah landasan teologis yang sangat
keliru dan tidak diampuni. Jika landasannya salah, maka bangunan yang ada di atasnya
juga salah dan tidak mempunyai kekuatan alias rapuh. Oleh karena itu, hindarilah
kemusyrikan supaya pondasi kehidupan kita kokoh dan kuat. Landasan itu akan kokoh dan
kuat kalau berdiri diatas tauhidullah.

Anda mungkin juga menyukai