Anda di halaman 1dari 7

.

3 Sumber Teologis, Historis, dan Filosofis tentang Iman, Islam, dan


Ihsan sebagai pilar agama islam membentuk insan kamil

.3.1 Menggali Sumber Teologis, Historis, dan Filosofis tentang


Iman,
Islam dan Ihsan sebagai pilar Agama Islam

Berdasarkan hadist yang diriwayatkan oleh sahabat Rasulullah


yaitu Umar bin Khattab bahwa di atas kaum muslikin ditetapkan
adanya tiga unsur penting dalam agama islam yaitu iman, islam
dan ihsan sebagai suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Kemudian para ulama mengembangkan ilmu – ilmu islam untuk
memahami ketiga unsur ini.
Di Indonesia ketiga unsur ini lebih dikenal dengan istilah Akidah,
Syariat, dan Akhlak. Akidah adalah cabang ilmu untuk memahami
pilar iman, Syariat merupakan cabang ilmu agama untuk
memahami pilar islam sementara Akhlak adalah cabang ilmu
agama untuk memahami pilar ihsan. Masalah keimanan merupakan
masalah yang fundamental dalam islam sehingga sebagai hamba
janganlah kita merasa sudah beriman padahal iman yang kita
yakini itu keliru.
Untuk itu kita wahib untuk mengkaji dan memahami secara
keseluruhan rukun iman untuk memahami tentang keimanan dalam
diri kita, dan rukun islam untuk mengetahui apakah ibadah-ibadah
yang kita lakukan selama ini sudah benar, jika sudah dapat
memahami makna iman dan beriman dengan benar maka akan
lebih mudah untuk memahami makna ihsan sehingga dapat
mencapai derajat ihsan dan meningkatkan kualitas iman dan islam
dalam diri kita.

Makna ihsan, seperti yang dijelaskan dalam hadist riwayat Imam


Bukhari yang berbunyi “ Engkau sembah Allah seolah-olah
engkau melihatNya, Apabila engkau tidak melihatNya maka Dia
yang akan melihat engkau.”
Makna ihsan menurut hadist di atas adalah manusia harus
menyembah Allah secara bersungguh-sungguh, penuh totalitas dan
keikhlasan. Tanpa memandang situasi dan kondisi yang sedang
dihadapi baik di waktu senang,duka, sempit maupun lapang.
Seolah-olah kita melihat langsung diriNya dan merasa selalu di
awasiNya. Maka keadaan seperti ini akan menumbuhkan rasa
khusyuk dan tawadlu.

2.3.2 Menggali Sumber Teologis, Historis, dan Filosofis Konsep Insan Kamil

Istilah manusia sempurna ( insan kamil ) pertama kali diperkenalkan pada


abad ke-14 oleh Syekh Ibn Araby. Beliau menyebutkan bahwa ada dua
jenis manusia yaitu insan kamil dan monster setengah manusia. Jika tidak
menjadi seorang insan kamil maka menjadi monster setengah manusia.
Insan kamil menurutnya adalah manusia yang telah meninggalkan jejak
kemonsterannya, diluar dari kedua jenis manusia ini adalah seseorang
yang sedang berproses dan meninggalkan jejak kemonsterannya.

Para sufi dan filsuf mempunyai istilah berbeda-beda untuk menafsirkan


insan kamil. Ada yang menafsirkan dengan manusia sufi, manusia
multidimensi, citra adam dan lain sebagainya, namun subtansi
pembicaraannya sama yaitu tentang manusia sempurna ( insan kamil)

A. Konsep Manusia dalam Al-quran

Secara umum, pembicaraan tentang konsep manusia selalu berkisar


dalam dua dimensi, yaitu dimensi jasmani dan rohani atau dimensi
lahir dan batin. Namun, dimensi rohani merupakan yang paling rumit
sehingga terjadi perbedaan pendapat dan pandangan diantara pada sufi
dan filsuf yang terkadang muncul kontradiktif.
Ada tiga term yang menjelaskan tentang manusia dalam Al-Quran
yaitu basyar, Al- insan, dan An-nas. Jika dikaji lebih seksama
menggunakan metode Al – Qarafi yaitu sebagai berikut:

 Term Basyar lebih memperingatkan manusia yang cenderung


dikuasi oleh hawa nafsunya yang berwujud jiwa-raga
sebagaimana iblis yang sombong karena merasa dirinya lebih
baik dari Adam AS.
 Term Al-insan merupakan peringatan Allah bahwa manusia
cenderung kafir, yaitu saat diberi amanat oleh Allah lalu
mereka berbuat zalim dan bodoh.
 Term An-nas yaitu peringatan kepada manusia yang cenderung
mengikuti agama leluhur, agama mayoritas dan agama yang
menarik perhatiannya bukan kepada agama yang Man anaba
ilayya ( orang yang kembali kepadaKu ) yakni para nabi, para
rasul dan para khalifahNya.

B. Unsur – unsur Manusia Pembentuk Insan Kamil

Al-Ghazali ( dalam Othman, 1987: 31-33) menyebut beberapa


instrumen untuk mencari “ pengetahuan yang benar” serta kapasitas
untuk mencapainya. Instrumen-instrumen tersebut terdiri dari :

i. Pancaindra
Pancaindra memiliki keterbatasan dan tidak mampu mencapai
“pengetahuan yang benar” setelah dinilai oleh akal. Contohnya
saat mata kita melihat tongkat menjadi bengkok di dalam air
padahal menurut akal kita memasukkan tongkat yang benar-
benar lurus dan tidak bengkok.mata meilhat bintang-bintang
sangat kecil di langit lalu akal kita memberikan penilaian
bintang-bintang tersebut lebih besar dari bumi yang kita
tinggali.
ii. Akal
Dengan metode ini , dengan cara yang sama seharusnya
menilai tingkat kebenaran akal dan menggunakan cara yang
sama seperti ketika akal menilai kekeliruan pancaindra. Akan
tetapi kebenaran akal disalahkan oleh kebenaran sufi yang
menyaksikan suasana yang tidak dapat direkam oleh prinsip
intelektual semata. Atau secara ringkas bahwa kebenaran hidup
di dunia disalahkan oleh kebenaran yang disaksikan saat
menjelang kematian tiba, orang beriman harus mencari
kebenaran yang dibenarkan oleh kesadaran saat kematian.

iii. Nur Ilahi


Ketika Al-Ghazali sembuh dari sakit ia mejelaskan
kesembuhan sakitnya karena adanya nur ilahi yang menembus
dirinya. Kemudian ia mengungkapkan pandangan tentang nur
ilahi yaitu kapan saja Allah menghendaki untuk memimpin
seseorang maka terjadilah demikian, dialah yang melapangkan
dada orang itu untuk berislam. Berislam diri artinya ditujukan
kepada ikatan pribadi yang mendalam dari seseorang kepada
Allah.

2.4 Membangun Argumen tentang Karakteristik Insan Kamil dan


Metode Pencapaiannya

2.4.1 Karakteristik Insan Kamil


Insan Kamil berbeda dengan manusia pada umumnya. Menurut Ibn
Araby seperti yang dijelaskan sebelumnya manusia ada dua jenis
yaitu insan kamil dan monster bertubuh manusia. Yang mungkin
didasarkan kepada atas Al-Quran yang memvonis manusia sebagai
makhluk rendah dan negatif yang lebih memanjakan hawa
nafsunya, padahal manusia diciptakan dalam bentuk yang sebaik-
baiknya. Dengan merujuk kepada seluruh ayat Al-Quran tentang
tentang term manusia yang untuk dapat selamat kembali ke Tuha
harus mencapai derajat insan kamil. Untuk itu kita perlu mengenali
strujtur manusia agar dapat mengembangkan diri untuk mencapai
derajat insan kamil. Merujuk dari filsuf dan sufi, unsur untuk
mencapai derajat insan yaitu diantaranya:
a. Jasad, wujud jasad adalah wujud yang sengaja diciptakan
oleh Allah untuk diuji maka dari itu jasad dilengkapi
dengan hati sanubari. kewajiban jasad adalah menjalankan
syariat, yaitu adalah ibadah badan dan ibadah harta.
b. Hati nurani, terletak di tengah0tengah dada dan oleh
tercipta dari cahaya, watak hati seperti malaikat yang patuh
kepadaNya di muka bumi. Bukti adanya hati yaitu adanya
cinta dan benci. Kewajiban hati adalah menjalankan
Tarekat, yaitu mencintai Allah dengan jalan zikir dan taat
kepada Rasul.
c. Roh, teletak dalam hati nurani. Roh adalah daya dan
kekuatan Tuhan yag dimasukkan dalam jasad manusia
ditandai dengan keluar masuknya nafas dan menjadi hidup
seperti sekarang. Kewajiban roh adalah menjalankan
Hakikat, yaitu merasakan daya Tuhan, dan mempercayai
bahwa kekuatan diri adalah berasal dari Tuhan yang sedang
kita pinjami. Oleh karena itu kita tidak boleh berlaku
sombong.
d. Sirr ( rasa ), terletak di tengah-tengah roh yang paling
dalam. Sirr inilah yang akan kembali ke akhirat. Bukti
adanya rasa adalah kita dapat merasakan berbagai hal dan
segala macam seperti asin, manis, gembira, sedih, senang
dan lain-lain. Kewajiban dari rasa adalah mencapai ma’rifat
billah, yakni merasakan kehadiran Tuhan,, bahwa Tuhan
sangat dekat dengan kita bahkan lebih dekat dari urat nadi.

Untuk mencapai derajat insan kamil, kita harus dapat mengontrol


dan menundukkan hawa nafsu juga syahwat sampai mencapai
tangga nafsu muthama’inah.

Hal ini telah dijelaskan dalam quran surah Al-Fajr ayat 27-30 yang
berbunyi “ Hai jiwa yang tenang kembalilah kepada Tuhanmu
dengan hati yang puas lagi diridhoinya. Maka masuklah kedalam
jamaah hamba-hambaku, masuklah ke dalam surgaku”. Ayat ini
menjelaskan tentang bahwa hawa nafsu muthma’inah merupakan
titik untuk kembali ke Tuhan. Akan tetapi nafsu ini harus menaiki
tangga nafsu di atasnya lagi sesuai perintah Tuhan.

Menurut imam Ghazali ada 7 macam nafsu dalam proses taraqqi,


yaitu:

a. Nafsu Ammarah, dengan ciri-ciri iri,sombong,dengki,


serakah, menuruti nafsu, serakah,suka marah, akhirnya
tidak mengenali Tuhan.
b. Nafsu Lawwamah, dengan ciri-ciri enggan, cuek, pamer,
dusta
c. Nafsu Mulhimah, dengan ciri-ciri suka sedekah,sederhana,
lemah-lembut, belas kasih, tobat, sabar
d. Nafsu Muthma-innah, dengan ciri -ciri suka
beribadah,suka bersedekah, mensyukuri nikmat dengan
beramal salih
e. Nafsu Radhiyah, dengan ciri-ciri pribadi mulia, zuhud,
ikhlas, menepati janji
f. Nafsu Mardhiyyah, dengan ciri-ciri bagusnya budi pekerti,
bersih dari segala dosa ,akhluk, rela menghilangkan
kegelapannya, senang mengajak roh ke arah terang
g. Nafsu Kamilah, dengan ciri-ciri dianugerahi Ilmul Yaqin,
Ainul Yaqin, dan Haqqul Yaqin.
.4.2 Metode Mencapai Insan Kamil
Dalam pandangan tassawuf, jalan untuk mencapai insan kamil
haruslah mengikuti jalan yang dilewati oleh para sufi ( jalan
yang lurus tidak menyimpang). Syarat pertama yaitu harusnya
beriman secara benar dan berniat berproses diri menuju martabat
mulia insan kamil. Contohnya mengerjakan ibadah dengan
syariat dan hakikat, menghadirkan Allah dalam sholat dalam
hati disertai niat karena Allah, berpuasa di bulan ramadhan,
menunaikan ibadah hajim berzakat dan bersedekah.
Adapaun hakikatnya adalah ketika menjalankan ibadah syariat
disertai dengan keadaaan hati yang selalu mengingat-ingat
Allah.
Jalan utama yang dilakukan untuk mencapai derajat insan kamil
mulia yaitu jihad akbar dalam proses taraqqi terhadap ketujuh
nafsu yang telah dijelaskan sebelumnya.

Anda mungkin juga menyukai