Anda di halaman 1dari 27

i

PANCASILA SEBAGAI DASAR NILAI PENGEMBANGAN ILMU

ILMU DALAM PERSPEKTIF HISTORIS, PENGERTIAN DAN


CIRI-CIRI ILIMU SERTA PILAR-PILAR PENYANGGA BAGI
EKSISTENSI ILMU

DISUSUN OLEH :

NUR INDAH LESTARI 201944500357


TRISKOP 201944500409
AGUNG CAHYO KURNIAWAN 201944500350
FISABIBILILAH AL BASYAR 201944500388
RIKI SANATA 201944500390
RACHMAT SUDRAHAT 201944500394
MOHAMAD ZIDAN HAIKAL 201944500391

KELOMPOK 5

DOSEN : SYAFA’ATUN, M.Pd

TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER
UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI
2019
ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat
serta salam semoga tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah
membawa kita semua ke jalan kebenaran yang diridhoi Allah SWT. Maksud penulis
membuat makalah ini adalah untuk dapat lebih memahami tentang PANCASILA
SEBAGAIDASAR NILAI PENGEMBANGAN ILMU. Mudah-mudahan makalah ini
dapat bermanfaat, khususnya bagi penulisyang membuat dan umumnya bagi yang
membaca makalah ini. Aamiin.
1

Daftar isi
Halaman ...................................................................... Error! Bookmark not defined.
KATA PENGANTAR ................................................................................................. ii
Daftar isi ...................................................................... Error! Bookmark not defined.
BAB I ............................................................................................................................ 3
PENDAHULUAN .................................................................................................... 3
1.1 Latar Belakang ..................................................................................................... 3
1.2 Indentifikasi Masalah........................................................................................... 5
1.3 Rumusan Masalah ................................................................................................ 5
1.3 Tujuan .................................................................................................................. 5
1.4 Manfaat ................................................................................................................ 5
BAB II .......................................................................................................................... 7
PEMBAHASAN ....................................................................................................... 7
2.1 Ilmu Dalam Perspektif Historis ........................................................................... 7
2.1.1 Zaman Yunani Kuno ........................................................................................ 8
2.1.2 Zaman Abad Pertengahan ................................................................................ 8
2.1.3 Zaman Renaissance .......................................................................................... 8
2.1.4 Zaman Modern ................................................................................................. 9
2.1.5 Zaman Kontemporer (abad 20 – dan seterusnya) ............................................. 9
2.2 Pengertian dan Ciri-Ciri Ilmu ................................................................... 11
2.3 Pilar- Pilar Penjaga Eksistensi Ilmu ................................................................ 15
2.3.1 Pilar Ontologi (Ontology) .............................................................................. 16
2.3.2 Pilar Epistemologi (Epistemology) ................................................................ 17
2.3.3 Pilar Aksiologi (Axiology) ............................................................................. 17
2

BAB III ....................................................................................................................... 20


PENUTUP .............................................................................................................. 20
3.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 20
3.2 Saran ................................................................................................................. 21
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 22
3

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Sejak 18 Agustus 1945, secara epistomologis, Pancasila dikaji oleh para ahli

dan juga diuji oleh berbagai peristiwa-peristiwa yang mencoba merongrong

kemerdekaan dan keutuhan Republik Indonesia. Secara empiris dan kenegaraan,

Pancasila telah menunjukkan ketangguhannya hingga pada saat ini. Pengujian secara

kognitif telah dilakukan oleh para ahli dengan berbagai pendekatan. Notonegoro

dengan analisis teori causal, Driarkara dengan pendekatan antroplogi metafisik, Eka

Darmaputra dengan etika, Suwarno dengan pendekatan historis, Filosofis dan sosio-

yuridis, Gunawan Setiardja dengan analisis yuridis ideologis (Dimyati, 2006)

dan banyak para ahli dan kalangan akademisi membuktikan Pancasila sebagai filsafat.

Sejak dulu, ilmu pengetahuan mempunyai posisi penting dalam aktifitas

berpikir manusia. Istilah ilmu pengetahuan terdiri dari dua gabungan kata berbeda

makna, ilmu dan pengetahuan. Segala sesuatu Yang kita ketahui merupakan

definisi pengetahuan, sedangkan ilmu adalah pengetahuan tentang suatu bidang

yang disusun secara sistematis menurut metode tertentu.

Sikap kritis dan cerdas manusia dalam menanggapi berbagai peristiwa

disekitarnya, berbanding lurus dengan perkembangan pesat ilmu pengetahuan. Namun

dalam perkembangannya, timbul gejala dehumanisasi atau penurunan derajat


4

manusia. Hal tersebut disebabkan karena produk yang dihasilkan oleh manusia, baik itu

suatu teori maupun materi menjadi lebih bernilai ketimbang penggagasnya. Itulah

sebabnya, peran Pancasila harus diperkuat agar bangsa Indonesia tidak

terjerumus pada pengembangan ilmu pengetahuan yang saat ini semakin jauh dari nil

ai-nilai kemanusiaan.

Nilai-nilai Pancasila sesungguhnya telah tertuang secara Filosofis-ideologis

dan konstitusional di dalam UUD 1945 baik sebelum amandemen maupun setelah

amandemen. Nilai - nilai Pancasila ini juga telah teruji dalam dinamika

kehidupan berbangsa pada berbagai periode kepemimpinan Indonesia. Hal ini

sebenarnya telah menjadi kesadaran bersama bahwa Pancasila merupakan tatanan nilai

yang digali dari nilai-nilai dasar budaya bangsa Indonesia, yaitu kelima sila yang

merupakankesatuan yang bulat dan utuh sehingga pemahaman dan pengamalannya ha

rus mencakup semua nilai yang terkandung di dalamnya. Hanya saja perlu diakui

bahwa meski telah terjadi amandemen hingga ke-4, namun dalam implementasi

Pancasilamasih banyak terjadi distorsi dan kontroversi yang menyebabkan praktek ke

pemimpinan dan pengelolaan bangsa dan negara cukup memprihatinkan.

Bukti-bukti empiris menunjukkan hampir semua inovasi teknologi merupakan

hasil dari suatu kolaborasi, apakah itu kolaborasi antar-pemerintah, antar-universitas,

antar-perusahaan, antar-ilmuwan, atau kombinasi dari semuanya. Aktivitas ini

punrelatif belum terfasilitasi dengan baik dalam beberapa kebijakan pemerintah.


5

1.2 Indentifikasi Masalah

1. Sikap kritis dan cerdas manusia dalam menanggapi berbagai peristiwa

disekitarnya, berbanding lurus dengan perkembangan pesat ilmu pengetahuan.

2. Timbul gejala dehumanisasi atau penurunan derajat manusia.

1.3 Rumusan Masalah

2. Bagaimana pengertian dari Ilmu?

3. Bagaimana Pilar - Pilar Penyangga bagi Eksistensi Ilmu Pengetahuan?

4. Bagaimana Prinsip-prinsip dalam berpikir ilmiah?

5. Bagaimana aspek penting dalam ilmu pengetahuan?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan yang ingin dicapai pada pembahasan dalam makalah ini diantaranya:

1. Mengerti pengertian dari Ilmu

2. Mengetahui pilar-pilar penyangga bagi eksistensi ilmu pengetahuan

3. Memahami prinsip-prinsip dalam berpikir ilmiah

4. Mengetahui aspek penting dalam ilmu pengetahuan

1.4 Manfaat

Manfaat dari membaca dan memahami isi makalah ini adalah pembaca

diharapkan dapat:
6

- Memahami pengertian Pancasila

- Memahami pengertian ilmu

- Memahami hubungan nilai Pancasila dengan ilmu

- Memahami implementasi Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu

- Memahami pilar penyangga bagi ekstensi ilmu


7

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Ilmu Dalam Perspektif Historis

Ilmu pengetahuan berkembang melangkah secara bertahap menurut 7ystem waktu

dan menciptakan jamannya, dimulai dari jaman Pra Yunani Kuno, Yunani Kuno, Abad

Pertengahan, Renaissance, Zaman Modern, dan Masa Kontemporer. Zaman Pra

Yunani Kuno Pada masa ini manusia masih menggunakan batu sebagai peralatan. Oleh

karena itu zaman pra Yunani Kuno disebut juga Zaman Batu yang berkisar antara

empat juta tahun sampai 20.000 tahun Pada zaman ini ditandai oleh kemampuan :

a. Know how dalam kehidupan sehari-hari yang didasarkan pada pengalaman.

b. Pengetahuan yang berdasarkan pengalaman itu diterima sebagai fakta dengan sikap

receptive mind, keterangan masih dihubungkan dengan kekuatan magis.

c. Kemampuan menemukan abjad dan 7ystem bilangan alam sudah menampakkan

perkembangan pemikiran manusia ke tingkat abstraksi.

d. Kemampuan menulis, berhitung, menyusun kalender yang didasarkan atas sintesa

terhadap hasil abstraksi yang dilakukan.

e. Kemampuan meramalkan suatu peristiwa atas dasar peristiwaperistiwa sebelumnya

yang pernah terjadi.


8

2.1.1 Zaman Yunani Kuno

Yunani pada masa itu dianggap sebagai gudang ilmu dan filsafat, karena Bangsa

Yunani pada masa itu tidak lagi mempercayai mitologi-mitologi. Bangsa Yunani juga

tidak dapat menerima pengalaman yang didasarkan pada sikap receptive attitude (sikap

menerima begitu saja), melainkan menumbuhkan sikap an inquiring attitude (suatu

sikap yang senang menyelidiki sesuatu secara kritis).

2.1.2 Zaman Abad Pertengahan

Para ilmuwan pada masa ini hampir semua adalah para theolog, sehingga

aktivitas ilmiah terkait dengan aktivitas keagamaan. Semboyan yang berlaku bagi ilmu

pada masa ini adalah Ancilla Theologia atau abdi agama. Zaman Renaissance

2.1.3 Zaman Renaissance

ditandai sebagai era kebangkitan kembali pemikiran yang bebas dari dogma-

dogma agama. Renaissance ialah zaman peralihan ketika kebudayaan Abad

Pertengahan mulai berubah menjadi suatu kebudayaan modern. Manusia pada zaman

ini adalah manusia yang merindukan pemikiran yang bebas. Manusia ingin mencapai

kemajuan atas hasil usaha sendiri, tidak didasarkan atas campur tangan ilahi.

Penemuan-penemuan ilmu pengetahuan modern sudah mulai dirintis pada Zaman

Renaissance. Ilmu pengetahuan yang berkembang maju pada masa ini adalah bidang
9

astronomi. Tokoh-tokoh yang terkenal seperti Roger Bacon, Copernicus, Johannes

Keppler, Galileo Galilei.

2.1.4 Zaman Modern

Zaman modern ditandai dengan berbagai penemuan dalam bidang ilmiah.

Perkembangan ilmu pengetahuan pada zaman modern sesungguhnya sudah dirintis

sejak Zaman Renaissance. Seperti Rene Descartes, tokoh yang terkenal sebagai bapak

filsafat modern. Rene Descartes juga seorang ahli ilmu pasti. Penemuannya dalam ilmu

pasti adalah sistem koordinat yang terdiri dari dua garis lurus X dan Y dalam bidang

datar. Isaac Newton dengan temuannya teori gravitasi. Charles Darwin dengan teorinya

struggle for life (perjuangan untuk hidup). J.J Thompson dengan temuannya electron

2.1.5 Zaman Kontemporer (abad 20 – dan seterusnya)

Fisikawan termashur abad keduapuluh adalah Albert Einstein. Ia menyatakan

bahwa alam itu tak berhingga besarnya dan tak terbatas, tetapi juga tak berubah status

totalitasnya atau bersifat statis dari waktu ke waktu. Einstein percaya akan kekekalan

materi. Ini berarti bahwa alam semesta itu bersifat kekal, atau dengan kata lain tidak

mengakui adanya penciptaan alam. Disamping teori mengenai fisika, teori alam

semesta, dan lain-lain maka Zaman Kontemporer ini ditandai dengan penemuan

berbagai teknologi canggih. Teknologi komunikasi dan informasi termasuk salah satu

yang mengalami kemajuan sangat pesat. Mulai dari penemuan komputer, berbagai

satelit komunikasi, internet, dan lain sebagainya. Bidang ilmu lain juga mengalami
10

kemajuan pesat, sehingga terjadi spesialisasi-spesialisasi ilmu yang semakin tajam.

Melalui kajian historis tersebut yang pada hakikatnya pemahaman tentang sejarah

kelahiran dan perkembangan ilmu pengetahuan, dapat dikonstatasikan bahwa ilmu

pengetahuan itu mengandung dua aspek, yaitu aspek fenomenal dan aspek struktural.

Aspek fenomenal menunjukan bahwa ilmu pengetahuan mewujud/memanifestasikan

dalam bentuk masyarakat, proses, dan produk. Sebagai masyarakat, ilmu pengetahuan

menampakkan diri sebagai suatu masyarakat atau kelompok elit yang dalam kehidupan

kesehariannya begitu mematuhi kaidah-kaidah ilmiah yang menurut paradigma Merton

disebut universalisme, komunalisme, dan skepsisme yang teratur dan terarah. Sebagai

proses, ilmu pengetahuan menampakkan diri sebagai aktivitas atau kegiatan kelompok

elit tersebut dalam upayanya untuk menggali dan mengembangkan ilmu melalui

penelitian, eksperimen, ekspedisi, seminar, konggres. Sedangkan sebagai produk, ilmu

pengetahuan menampakkan diri sebagai hasil kegiatan kelompok elit tadi berupa teori,

ajaran, paradigma, temuan-temuan lain sebagaimana disebarluaskan melalui karya-

karya publikasi yang kemudian diwariskan kepada masyarakat dunia

. Aspek struktural menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan di dalamnya terdapat

unsur-unsur sebagai berikut: 1) Sasaran yang dijadikan objek untuk diketahui

(Gegenstand) 2) Objek sasaran ini terusmenerus dipertanyakan dengan suatu cara

(metode) tertentu tanpa mengenal titik henti. Suatu paradoks bahwa ilmu pengetahuan

yang akan terus berkembang justru muncul permasalahanpermasalah baru yang

mendorong untuk terus menerus mempertanyakannya. 3) Ada alasan dan motivasi


11

mengapa gegenstand itu terusmenerus dipertanyakan. 4) Jawaban-jawaban yang

diperoleh kemudian disusun dalam suatu kesatuan sistem (Koento Wibisono, 1985)

dalam Dikti, 2013

Dengan Renaissance dan Aufklaerung ini, mentalitas manusia Barat

mempercayai akan kemampuan rasio yang menjadikan mereka optimis, bahwa segala

sesuatu dapat diketahui, diramalkan, dan dikuasai. Melalui optimisme ini, mereka

selalu berpetualang untuk melakukan penelitian secara kreatif dan inovatif.

2.2 Pengertian dan Ciri-Ciri Ilmu

Sepanjang sejarahnya manusia dalam usahanya memahami dunia sekelilingnya

mengenal dua sarana, yaitu : pengetahuan ilmiah (scientific knowledge) dan

penjelasan gaib (mystical explanations). Kini disatu pihak manusia memiliki

sekelompok pengetahuan yang sistematis dengan berbagai hipotesis yang telah

dibuktikan kebenarannya secara sah, tetapi di pihak lain sebagian mengenal pula aneka

keterangan serba gaib yang tak mungkin diuji sahnya untuk menjelaskan rangkaian

peristiwa yang masih berada di luar jangkauan pemahamannya. Di antara rentangan

pengetahuan ilmiah dan penjelasan gaib itu terdapatlah persoalan persoalan ilmiah

yang merupakan kumpulan hipotesis yang dapat diuji tetapi belum secara sah

dibuktikan kebenarannya. Menurut The Liang Gie (1987) hubungan antara

pengetahuan ilmiah, penjelasan gaib, dan persoalan ilmiah tersebut dapat diperjelan

dengan bagan :
12

I. Scientific
Knowledge

II. Scientific
Problems

III. Mystical
Explanations

Dalam bagan tersebut terdapat tiga bidang yang saling berhubungan, yaitu :

I. Bidang pengetahuan ilmiah. Ini merupakan kumpulan hipotesis yang telah

terbukti sah.

II. Bidang Persoalan Ilmiah. Ini merupakan kumpulan hipotesis yang dapat diuji,

tetapi belum dibuktikan sah.

III. Ini merupakan kumpulan hipotesis yang tak dapat diuji sahnya.

Para ilmuwan mencurahkan tenaga dan waktunya dalam bidang II yakni terus

menerus berusaha membuktikan sahnya pelbagai hipotesis sehingga bidang I

diharapkan senantiasa bertambah besar. Usaha memperbesar bidang I sehingga

kumpulan pengetahuan ilmiah itu menjadi semakin luas dapatlah dicakup dengan

sebuah istilah penelitian (research). Dalam sejarah perkembangan ilmu, dengan

meluasnya bidang I maka bidang III lalu menjadi semakin kecil. Oleh karena itu

ternyatalah bahwa ada hubungan yang sangat erat antara ilmu dengan penelitian. Pada
13

kelanjutannya terdapatlah kaitan antara pemikiran untuk memecahkan persoalan-

persoalan ilmiah dengan metode yang dipakai dalam penelitian.

Ilmu pengetahuan diambil dari kata bahasa Inggris science, yang berasal dari

bahasa latin scientia dari bentuk kata kerja scire yang berarti mempelajari, mengetahui.

Pertumbuhan selanjutnya pengertian ilmu mengalami perluasan arti sehingga

menunjuk pada segenap pengetahuan sistematik. Dalam bahasa Jerman wissenschaft.

The Liang Gie ( 1987) memberikan pengertian ilmu adalah rangkaian aktivitas

penelaahan yang mencari penjelasan suatu metode untuk memperoleh pemahaman

secara rasional empiris mengenai dunia ini dalam berbagai seginya, dan keseluruhan

pengetahuan sistematis yang menjelaskan berbagai gejala yang ingin dimengerti

manusia.

Ilmu harus diusahakan dengan aktivitas manusia, aktivitas itu harus

dilaksanakan dengan metode tertentu, dan akhirnya aktivitas metodis itu mendatangkan

pengetahuan yang sistematis.

Menurut The Liang Gie (1987) pengetahuan ilmiah mempunyai 5 ciri pokok :

1. Empiris , pengetahuan itu diperoleh berdasarkan pengamatan dan percobaan;

2. Sistematis , berbagai keterangan dan data yang tersusun sebagai kumpulan

pengetahuan itu mempunyai hubungan ketergantungan dan teratur;


14

3. Objektif , ilmu berarti pengetahuan itu bebas dari prasangka perseorangan dan

kesukaan pribadi;

4. Analitis, pengetahuan ilmiah berusaha membeda-bedakan pokok soalnya ke

dalam bagian yang terperinci untuk memahami berbagai sifat, hubungan, dan

peranan dari bagian-bagian itu;

5. Verifikatif , dapat diperiksa kebenarannya oleh siapa pun juga.

Ilmu pengetahuan sebagai proses artinya kegiatan kemasyarakatan yang

dilakukan demi penemuan dan pemahaman dunia alami sebagaimana adanya, bukan

sebagaimana yang kita kehendaki. Metode ilmiah yang khas dipakai dalam proses ini

adalah analisis-rasional, obyektif, sejauh mungkin ‘impersonal’ dari masalah-masalah

yang didasarkan pada percobaan dan data yang dapat diamati. Ilmu pengetahuan

sebagai masyarakat artinya dunia pergaulan yang tindak-tanduknya, perilaku dan sikap

serta tutur katanya diatur oleh empat ketentuan yaitu universalisme, komunalisme,

tanpa pamrih, dan skeptisisme yang teratur.

Van Melsen (1985) mengemukakan ada delapan ciri yang menadai ilmu, yaitu :

1. Ilmu pengetahuan secara metodis harus mencapai suatu keseluruhan yang secara

logis koheren. Itu berarti adanya sistem dalam penelitian (metode) maupun harus

(susunan logis).
15

2. Ilmu pengetahuan tanpa pamrih, karena hal itu erat kaitannya dengan tanggung

jawab ilmuwan.

3. Universalitas ilmu pengetahuan.

4. Obyektivitas, artinya setiap ilmu terpimpin oleh obyek dan tidak didistorsi oleh

prasangka-prasangka subyektif.

5. Ilmu pengetahuan harus dapat diverifikasi oleh semua peneliti ilmiah yang

bersangkutan, karena itu ilmu pengetahuan harus dapat dikomunikasikan.

6. Progresivitas artinya suatu jawaban ilmiah baru bersifat ilmiah sungguh-sungguh,

bila mengandung pertanyaan-pertanyaan baru dan menimbulkan problem-problem

baru lagi.

7. Kritis, artinya tidak ada teori yang difinitif, setiap teori terbuka bagi suatu

peninjauan kritis yang memanfaatkan data-data baru.

8. Ilmu pengetahuan harus dapat digunakan sebagai perwujudan kebertauan antara

teori dengan praktis.

2.3 Pilar- Pilar Penjaga Eksistensi Ilmu

Melalui teori relativitas Einstein paradigma kebenaran ilmu sekarang sudah

berubah dari paradigma lama yang dibangun oleh fisika Newton yang ingin selalu

membangun teori absolut dalam kebenaran ilmiah.Paradigma sekarang ilmu bukan

sesuatu entitas yang abadi, bahkan ilmu tidak pernah selesai meskipun ilmu itu
16

didasarkan pada kerangka objektif, rasional, metodologis, sistematis, logis dan

empiris. Dalam perkembangannyailmu tidak mungkin lepas dari mekanisme

keterbukaan terhadap koreksi. Itulah sebabnya ilmuwan dituntutmencari alternatif-

alternatif pengembangannya melaluikajian, penelitian eksperimen, baik mengenai

aspek ontologis,epistemologis, maupun aksiologis.Karena setiap pengembangan ilmu

paling tidakvaliditas (validity) dan reliabilitas (reliability)

dapatdipertanggungjawabkan, baik berdasarkan kaidah-kaidah keilmuan (context

of justification) maupun berdasarkansistem nilai masyarakat di mana ilmu itu

ditemukan/dikembangkan (context of discovery).

Kekuatan bangunan ilmu terletak pada sejumlahpilar-pilarnya, yaitu pilar

ontologi, epistemologi danaksiologi. Ketiga pilar tersebut dinamakan pilar-

pilarfilosofis keilmuan. Berfungsi sebagai penyangga, penguat,dan bersifatintegratif

serta prerequisite(salingmempersyaratkan). Pengembangan ilmu selalu

dihadapkan pada persoalan ontologi, epistemologi dan aksiologi.

2.3.1 Pilar Ontologi (Ontology)

Selalu menyangkut problematika tentang keberadaan(eksistensi), yaitu

kuantitas dan kualitas.Aspek Kuantitas berbicara tentang : Apakah yang ada itu

tunggal, dual, plural (monisme, dualisme, pluralisme. Sementara aspek kualitas


17

(mutu, sifat) membicarakan bagaimana batasan, sifat,mutu dari sesuatu

(mekanisme, teleologisme, vitalismedan organisme).

Pengalaman ontologis dapat memberikan landasan bagi penyusunan asumsi,

dasar-dasar teoritis, dan membantu terciptanya komunikasiinterdisipliner, dan

multidisipliner. Membantu pemetaan masalah, kenyataan, batas-batas ilmu dan

kemungkinan kombinasi antar ilmu.Misal masalah krisis moneter, tidak dapat hanya

ditanganioleh ilmu ekonomi saja. Ontologi menyadarkan bahwa ada kenyataan lain

yang tidak mampu dijangkau oleh ilmu ekonomi, maka perlu bantuan ilmu lain seperti

politik,sosiologi.

2.3.2 Pilar Epistemologi (Epistemology)

Selalu menyangkut problematika tentang sumberpengetahuan, sumber

kebenaran, cara memperolehkebenaran, kriteria kebenaran, proses, sarana, dasar-

dasarkebenaran, sistem, prosedur, strategi. Pengalaman epistemologis dapat

memberikan sumbangan bagi kita :

a) sarana legitimasi bagi ilmu/menentukan keabsahan disiplin ilmu tertentu

b) memberi kerangka acuan metodologis pengembangan ilmu

c) mengembangkan ketrampilan proses.

d) mengembangkan daya kreatif dan inovatif.

2.3.3 Pilar Aksiologi (Axiology)

Selalu berkaitan dengan problematika pertimbangan nilai (etis, moral, religius)

dalam setiap penemuan,penerapanatau pengembangan ilmu. Pengalaman aksiologis


18

dapat memberikan dasar dan arahpengembangan ilmu, mengembangkan etos

keilmuan.

Bagan 1. Landasan Pengembangan Ilmu

ONTOLOGY EPISTEMOLOGI AXSIOLOGI

APA BAGAIMNA KEMANA

REALITA METODOLOGI NILAI/TUJUAN

Seorang profesional dan ilmuwan (Iriyanto Widisuseno,2009). Landasan

pengembangan ilmu secara imperatif mengacu ketiga pilar filosofis keilmuan yang

tersebut bersifat integratif dan prerequisite.

Dari ketiga pilar ini telah membentuk prinsip-prinsip siklus berpikir ilmiah yang

diukur dalam lima (5) prinsip, yakni :

1) Objektif: Cara memandang masalah apa adanya terlepas dari faktor-faktor

subjektif (misal : perasaan, keinginan, emosi, sistem keyakinan, otorita).


19

2) Rasional: Menggunakan akal sehat yang dapatdipahami dan diterima oleh

orang lain. Mencoba melepaskan unsur perasaan, emosi, sistem keyakinandan

otorita.

3) Logis: Berfikir dengan menggunakan azas logika/runtut/ konsisten, implikatif.

Tidak mengandung unsur pemikiran yang kontradiktif. Setiap pemikiran

logis selalu rasional, begitu sebaliknya yang rasional pasti logis.

4) Metodologis: Selalu menggunakan caradan metodekeilmuan yang khas dalam

setiap berfikir dan bertindak (misal: induktif, dekutif, sintesis,hermeneutik,

intuitif).

5) Sistematis: Setiap cara berfikir dan bertindak menggunakan tahapan

langkah prioritas yang jelas dan saling terkait satu sama lain. Memiliki target dan

arah tujuan yang jelas.


20

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

 Ilmu (atau ilmu pengetahuan) adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki,

menemukan dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi

kenyataan dalam alam manusia.

 Kekuatan bangunan ilmu terletak pada sejumlah pilar-pilarnya, yaitu

pilar ontologi, epistemologi dan aksiologi. Ketiga pilar

tersebut dinamakan pilar- pilar filosofis keilmuan.

Berfungsi sebagai penyangga, penguat, dan bersifat integratif serta prerequisite /

saling mempersyaratkan.

 Prinsip-prinsip berpikir ilmiah diantaranya objektif, rasional, logis,metodologis

dan sistematis.

 Konsekuensi yang timbul adalah dampak positif dan negative. Positif, dalam

arti kemajuan ilmu pengetahuan telah mendorong kehidupan manusia kesuatu k

emajuan (progress, improvement) dengan teknologi yang dikembangkan dan

telah menghasilkan kemudahan-kemudahan yang semakin

canggih bagi upaya manusia untuk meningkatkan kemakmuran hidupnya secara

fisik-material. Negatif dalam arti ilmu pengetahuan telah

mendorong berkembangnya arogansi ilmiah dengan menjauhi nilai-


21

nilai agama, etika,yang akibatnya dapat menghancurkan kehidupan manusia

sendiri.

3.2 Saran

Makalah ini dibuat untuk memberikan informasi mengenai Pancasila sebagai


dasar nilai pengembangan ilmu. Untuk pengembangan lebih lanjut, penulis
menyarankan kepada pembaca agar:

A. Lebih memahami dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan


sehari-hari, terutama sebagai dasar nilai pengembangan ilmu.

B. Lebih mengkaji ilmu-ilmu dengan maksud untuk membangun kehidupan


tanah air.
22

DAFTAR PUSTAKA

Afifah, Siti.2012.Arti Defenisi Pengertian Ilmu dan Filsafat Ilmu.(online).


(http://edu.dzihni.com/2012/06/arti-defenisi-pengertian-ilmu-dalam.html, diakses
tanggal 30 September 2015).

Sebagai Orientasi Pengembangan Ilmu, Yogyakarta: PT Badan Penerbit Kedaulatan


Rakyat.

Kaelan, (2000), Pendidikan Pancasila, Edisi Reformasi, Yogyakarta: Penerbit

paradigma.

Melson, Van, AGM., (1985), Ilmu Pengetahuan Dan Tanggung Jawab Kita, Jakarta:

PT Gramedia, Terjemahan K. Bertens, Judul asli “Wetenschap en

Verantwoondelijkheid”.

Mustansyir, Rizal dan Misnal munir, (2001), Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Situmorang, Josep, ‘Ilmu Pengetahuan dan Nilai-nilai’, dalam Majalah Filsafat

Driyarkara, Th. XXII No. 4, Jakarta.

Syarbaini, Syahrial, (2003), Pendidikan Pancasila Di Perguruan Tinggi, Jakarta:

Ghalia Indonesia.

The Liang Gie, (1987), Pengantar Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Yayasan Studi Ilmu Dan

Teknologi.
23

Tim Dosen Filsafat Ilmu Fak. Filsafat UGM Yogyakarta, (1996), Filsafat Ilmu,

Yogyakarta: Liberty bekerja sama dengan Yayasan Pendidikan Fak.Filsafat UGM.

Zubair, Achmad Charris, (2002), Dimensi Etik dan Asketik Ilmu Pengetahuan

Manusia: Kajian Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Lembaga Studi Filsafat Islam (LESFI).
24

Pertanyaan Pancasila :

1. Apa point yang bisa diambil dari zaman reinessance hingga berubah menjadi
zaman modern !

2. Jelaskan & sebutkan prinsip ilmiah yg objektif, rasional, logis, metologis, &
sistematis !

3. Zaman abad pertengahan, apa contoh ancilla theologia/abdi agama !

Jawaban :

1. Dijaman reinessance era kembalinya atau kebangkitan pemikiran yang bebas dari
dogma-dogma agama, sebelum lebih jauh. Arti kata dogma-dogma itu artinya kaya
aturan agama. Nah, sebelum jaman reinessance ada aturan dari agama Kristen
dijaman romawi kuno, misalkan ada usulan-usulan yang melanggar agama tersebut
akan dihukum mati, itu sebabnya dijaman reinessance semua perlahan hilang, dan
beralih kezaman modern. Banyak penemuan-penemuan ilmiah dikarenakan saat
dizaman reinessance penemu ilmiah kaya sudah memiliki progress dan sudah
memperlihatkan hasil kinerja mereka, maka dari itu dijaman sekarang yang kita
nikmati mungkin adalah hasil dari zaman kuno.

2. Objektif : Isi karya ilmiah sesuai dengan objek yang diteliti dan apa adanya

Logis : Dapat diterima oleh akal sehat Indonesia

Sistematis : Penulisan karya ilmiah harus disusun runtut dan halus saling
berhubungan atau berkaitan.

Rasional : Semua data yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisis dengan
pemikiran logis atau bisa diterima akal sehat.

Metologis : ilmu-ilmu/cara yang digunakan untuk memperoleh kebenaran


menggunakan penelusuran dengan tata cara tertentu dalam menemukan
kebenaran, tergantung dari realitas yang sedang dikaji.
25

3. Menurut Periode zaman abad pertengahan contoh abdi agama :

 Bersatu dengan Tuhan


 Pembuktian adanya Tuhan
 Berpedoman pada Kitab suci
 Mematuhi aturan tuhan.

Anda mungkin juga menyukai