Anda di halaman 1dari 7

1

BAB III
AGAMA MENJAMIN KEBAHAGIAAN

Kebahagiaan dan kesuksesan sering dihubungkan dengan pencapaian manusia di dunia.


Pencapaian akan jabatan, kehormatan, kekayaan, status sosial, dan bahkan popularitas.
Hakikatnya kebahagiaan yang terlihat hanyalah kepalsuan belaka. Mengapa demikian? Karena
tidak sedikit dari manusia yang berkedudukan dan berharta mereka stress dan mengakhiri
hidupnya. Hal ini membuktikan bahwa kebahagiaan berada pada suasana hati, yakni hati yang
sehat (Qalbun Salim). Hati yang sehat tercipta dari keimanan dan petunjuk al- Qur’an. Agamalah
yang menjadi pondasinya.

A. KONSEP DAN KARAKTERISTIK AGAMA SEBAGAI JALAN MENUJU


KEBAHAGIAAN
Menurut Ibnu Qoyyim al- Jauziyah kebahagiaan itu adalah perasaan senang dan
hati tentram disebabkan hati yang sehat dan berfungsi dengan baik. Hati yang sehat dan
berfungsi dengan baik dapat berhubungan dengan Tuhan sang pemilik kebahagiaan,
kekayaan, kemuliaan, ilmu dan hikmah. Kebahagiaan dapat diraih jika kita dekat dengan
sang pemiliknya yaitu Allah Swt.
Dalam kitab Mizanul Amal, Al- Ghazali menyebutkan as- sa’adah terbagi
menjadi dua yaitu: bahagia haqiqi dan bahagia majasi. Bahagia haqiqi adalah
kebahagiaan ukhrawi sedangkan bahagia majasi adalah kebahagiaan duniawi.
Kebahagiaan ukhrawi dapat diperoleh dengan iman, ilmu dan amal. Adapun kebahagiaan
duniawi dapat diperoleh orang yang beriman dan orang yang tidak beriman. Kebahagiaan
duniawi adalah kebahagiaan yang fana dan tidak abadi, ada yang melekat pada dirinya
dan ada yang melekat pada manfaatnya seperti: memiliki harta, keluarga kedudukan
terhormat, dan keluarga yang mulia. Sedangkan kebahagiaan ukhrawi adalah
kebahagiaan abadi dan rohani (Ristekdikti 2016, 61).
Menurut al- Ghazali kebahagiaan harta bukan melekat pada dirinya, melaikan
pada manfaatnya. Orang yang ingin menggaai kesempurnaan hidup, tetapi tidak memiliki
harta begaikan orang yang mau pergi berperang tanpa membawa senjata. Itulah sebabnya
2

Nabi Muhammad SAW bersabda, “Harta yang terbaik adalah harta yang ada pada laki-
laki yang baik pula (shaleh)”. (HR Ibnu Hubban).
1. Keluarga Menjadi Sumber Kebahagiaan

Diantara kebahagiaan duniawi adalah memiliki keluarga, anak- anak yang


shaleh, dan istri yang shalihah pula. Istri yang shalihah begaikan kebun yang dapat
mengikat pemiliknya, yaitu suami untuk tidak terjerumus ada hal- hal yang
diharamkan Allah SWT Nabi Muhammad menyatakan, “Sebaik- baik penolong untuk
keutuhan beragama adalah istri yang shalihah”. Menyangkut keutamaan anak, Nabi
SAW bersabda, “Jika anak adam meninggal dunia, maka putuslah segala amal
kecuali tiga perkara; sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang
mendoakan orang tuanya”. (HR Thabrani).

Nilai setiap orang adalah tergantung kepada banyak/ sedikit kebaikannya


kepada orang lain. Jika leluhur mulia, tetai orang yang bersangkutan tidak baik, maka
ia teta dalam kondisi hina. Namun, jika keduanya berhimpun leluhur mula dan orang
itu mulia, maka tidak ada seorangpun yang mengingkari keutamaan orang itu.
Kemuliaan leluhur itu penting (Ristekdikti 2016, 62).

2. Pondasi Keimanan (Qalbun Salim)

Menurut Ibnu Qayyim al- Jauziyah bahwa menggapai kebahagiaan itu


diharuskan adanya kondisi hati yang sehat (qalbun salim) diantaranya:

a. Hati yang menerima makanan yang berfungsi sebagai nutrisi dan obat,
seperti makanan “iman”, dan Al- Quran.
b. Berorientasi ke masa depan dan akhirat.
c. Mendorong pemiliknya untuk kembali kepada Allah.
d. Tidak pernah lupa dari mengingat Allah (dzikir).
e. Jika sudah masuk waktu shalat, maka hilanglah semua kebngungan dan
kesibukan urusan duniawinya.
f. Perhatian terhadap waktu agar tdak hilang sia- sia.
g. Berorientasi kepada kualitas amal.
3

Berikutnya adalah faktor- faktor yang menyebabkan hati manusia menjadi


sakit/ rusak diantaranya adalah sebagai berikut: (Ristekdikti 2016, 65)

a. Banyak bergaul dengan orang- orang tidak baik. Tidak ada yang merusak
manusia, kecuali manusia artinya pergaulan lingkungan sangat
berpengaruh terhadap sikap dan kebiasaan manusia. Jika kita bergaul
dengan orang- orang yang shalih maka kita akan terbawa lingkungan
tersebut, namun sebaliknya jika kita bergaul dengan teman- teman yang
malas, sering bolos kuliah, atau sering bergadang semalaman tanpa adanya
tujuan, maka kita akan terbawa.
b. At- Tamanni (berangan- angan). Berangan- angan identik dengan
menghayal, yaitu impian tanpa usaha dan ikhtiar, bagaikan lautan tanpa
tepi.
c. Menggantungan diri selain kepada Allah. Menggantungkan diri selain
kepada Allah adalah perkara yang paling merusak manusia.
d. Asy- Syab’u (terlalu kenyang). Kekenyangan dibagi dua, pertama,
kenyang dengan barang haram “li dzatihi” seperti: kenyang makan
bangkai, darah, daging babi, dan anjing. Kedua, kenyang makan perkara
yang haram “li ghairihi” seperti hasil curian.
e. Terlalu Banyak tidur. Banyak tidur dapat mematikan hati, memberatkan
badan, menyia- nyiakan waktu, dapat menimbulkan kelupaan dan
kemalasan.
f. Berlebihan melihat hal- hal yang tidak berguna. Peristiwa besar biasanya
berawal dari kelebihan pandangan, betapa banyak pandangan yang
berakibat kerugian besar.
g. Berlebihan dalam bicara. Berbicara berlebih dapat membuka pintu- pintu
kejelekan dan tempat masuknya setan.
3. Memiliki Penguasa adil dan tidak Dzalim

Apabila seseorang di bawah penguasa yang adil, maka masyarakat akan


menikmati kemudahan dalam aktivitas beribadah dan kehidupan yang sejahtera tanpa
adanya tekanan.
4

B. MENGAPA MANUSIA HARUS BERAGAMA ISLAM

Fitrah manusia dalam surat ar- Rum ayat 30 bahwa ada potensi fitrah beragama
yang terdapat pada manusia. Dalam hal ini dapat ditegaskan bahwa insan adalah manusia
yang menerima pelajaran dan Tuhan tentang apa yang tidak diketahuinya. Manusia
diciptakan sebagai makhluk paing sempurna dengan kemampuan mengenal dan
memahami kebenaran dan kebaikan melalui akalnya sehingga mewujudkan pengetahuan
konseptualnya dalam kehidupan konkret.

Fitrah Allah pada ayat di atas adalah bahwa manusia diciptakan Allah mempunyai
naluri beragama yaitu agama tauhid. Inti agama Islam adalah tauhidullah. Jadi ketika
orang lahir telah dibekali tauhidullah, maka ketia ia hidup di alam ini dan kembal kepada
sang Pencipta harus tetap pada fitrahnya yakni tauhidullah. Dalam hadist yang
diriwayatkan Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, “Setiap manusia lahir dalam
keadaan fitrah, orang tuanyalah yang menyebabkan ia menjadi Yahudi, Nasrani atau
Majusi”. Artinya lingkunganlah yang mempengaruhi manuia beralih dari jalan yang
semestinya ke jalan yang tidak diridhai-Nya.

Manusia dilahirkan ke dunia dalam keadaan sempurna, dilengkapi dengan


pancaindera yang sempurna dan hati yang secara rohani beragama Islam. Kelima
pancaindera itu memiliki tugas masing- masing yang tidak sama namun saling
mendukung. Mata untuk melihat, telinga untuk mendengar, hidung untuk membau, lidah
untuk merasakan, dan kulit untuk perabaan. Semua itu merupakan fungsi- fungsi sesuai
dengan fitrah Allah. Seandainya pancaindera difungsikan tidak sesuai dengan fttrahnya,
tentu hal ini akan menimbulkan ketidakenakan, ketidaknyamanan yang ujungnya
ketidaksenangan dan ketidakbahagiaan.

Demikian dengan manusia, jika tidak sesuai dengan fitrahnya maka manusia tidak
akan mendapatkan kesenangan, ketentraman, kenyamanan, dan keamanan, ujungnya
tidak ada kebahagiaan. Kesimpulannya hidup beragama adalah fitrah, dan dengan itu
5

manusia akan merasakan nikmat, nyaman, aman, dan tenang. Sedangkan hidup tanpa
agama, maka manusia akan mengalami ketidaktenangan, ketidaknyamanan,
ketidaktentraman yang pada ujungnya ia hidup dalam ketidakbahagiaan. Oleh karena itu,
bahagia adalah menjalani kehidupan sesuai dengan fitrahnya yang telah diberikan Allah
kepada manusia. (Ristekdikti 2016, 73).

La ilaha illallah adalah kalimah thayyibah, yang digambarkan al- Qur’an laksana
sebuah pohon yang akarnya tertancap ke dalam tanah, batangnya berdiri tegak dengan
kokoh, dan dahan rantingnya mengeluarkan buah- buahan, yang lebat dan manfaat untuk
manusia. Tahidullah adalah barometer kebenaran agama- agama sebelum Islam. Agama
yang dibawa ara nabi pun namanya Islam. Hal ini disampaikan sebagai berikut:

1. “Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, Maka sekali-kali tidaklah


akan diterima (agama itu)daripadanya, dan Dia di akhirat Termasuk orang-
orang yang rugi”. (QS Al- Imran: 85).

2. “Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. tiada


berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang
pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara
mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah Maka
Sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya”. (QS Al- Imran: 19).

3. “Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, Padahal
kepada-Nya-lah menyerahkan diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik
dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allahlah mereka
dikembalikan”. (QS al Imran: 83).

Tauhidullah yang membawa kepada jalan kehabagiaan menurut Said Hawa dapat
di rusak oleh hal- hal berikut ini yaitu: Sifat al- Kibr (sombong) (QS al- A’raaf: 146),
sifat azh- Zhulm (kezaliman) (QS as- Shaff: 7), sifat al- kizb (kebohongan) (QS Az-
Zumar 3), sifat al- Ifsad (melakukan perusakan) (QS al- baqarah 26-27), sifat al- ghaflah
(lupa) (al- Anbiya’ 1-2), sifat al- ijram (berbuat dosa) (QS al- Hijr 12-13), dan siap ragu
menerima kebenaran (QS al- An’am: 110).

C. BAGAIMANA ISLAM MEMBAHAGIAKAN MANUSIA


6

Nilai- nilai hidup dibangun di atas jiwa tauhid merupakan nilai positif, nilai
kebenaran dan nilai ilahi yang abadi yang mengandung kebenaran mutlak dan universal.
Nilai mutlak dan universal yang terdapat di dalamnya dapat menjadikan misi agama ini
sebagai rahmatan lil alamin, agama yang membawa kedamaian, keselamatan,
kesejahteraan, dan kebahagiaan umat manusia lahir dan bathin. Komitmen terhadap nilai-
nilai universal al- Qur’an menjadi syarat mutlak untuk meperoleh kebahagiaan. Nilai-
nilai universal yang perlu ditanamkan dan dikembangkan agar menjadi roh kehidupan
adalah sebagai berikut: Ristekdikti 2016, 85)

1. Ash- Shidiq (kejujuran) kunci segala kebaikan dan keberhasilan.


2. Al- Amanah (terpercaya) sifat yang dipercaya, segala bentuk titipan harus
dipertanggungjawabkan baik di dunia maupun di akhirat.
3. Al- Adalah (keadilan)
4. Al- Huriyyah (kemerdekaan)
5. Al- Musawah (persamaan)
6. Tanggung jawab sosial
7. At- Tasamuh (toleransi)
8. Tanggung Jawab Lingkungan
9. Tabadul-ijtima’
10. At- Tarahum (kasih sayang)

DAFTAR PUSTAKA
Ristekdikti, 2016. Pendidikan Agama Islam. Cet. Pertama. Direktorat Jendral
Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Kementrian Riset, Teknologi, dan Pendidikan
Tinggi Republik Indonesia.
7

Anda mungkin juga menyukai