Anda di halaman 1dari 8

Mata Kuliah Dosen Pembimbing

Kajian Kitab Tauhid Arab Melayu Ahmad, M.H

Disusun Oleh Kelompok 3:


Amir Hadi : 200103020058
M. isnaini : 200103020006
Nur Rizqi Wahiddunin Sallam : 200103020067

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI


Fakultas Ushuluddin dan Humaniora
Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
2020
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada zaman modern ini banyak krisis yang harus dihadapi manusia, seperti krisis moneter, krisis
pangan, krisis bahan bakar, dan yang patut kita renungkan adalah krisis iman.
Krisis iman dikarenakan kurangnya nutrisi rohani serta kurangnya fungsi tauhid dalam kehidupan
sehari-hari manusia saat ini. Kebanyakan manusia hanya mementingkan kepentingan dunia dibanding
kepentingan akhirat. Sehingga yang terealisasi hanyalah  sifat-sifat manusia yang berbau duniawi,
seperti hedonism, fashionism, kepuasan hawa nafsu, dan lain-lain.
Hanya sedikit manusia yang dapat memanfaatkan fungsi dan menempatkan perantauhid  secara
benar dan sesuai dengan keadaan zaman manusia sekarang ini.
Padahal, jika, masyarakat modern saat ini menempatkan tauhid dalam kehidupan sehari-
harinya, insya allah, akan tercipta masyarakat yang damai, aman, dan terjauh dari sifat-sifat tercela,
seperti korupsi, kolusi, nepotisme, penipuan, dan tindakan-tindakan yang melanggar hukum agama,
maupun hukum perdata dan pidana Negara.
Ada sebuah potensi dalam diri manusia, sebagai unsur dominan yang sangat berpengaruh bagi
kehidupan manusia dalam menjalankan tugas dan kedudukannya sebagai ‘abdullahdan Khalifatullah di
muka bumi ini. Potensi tersebut secara sederhana disebut dengan fitrah.
Dan sesuai dengan fitrahnya itu, Allah menciptakan manusia, yang dilengkapi  dengan naluri
beragama yaitu agama tauhid. Kalau ada seseorang yang tidak beragama atau ingkar adanya Allah, berarti
dia mengingkari fitrahnya atau nalurinya. Yang kemudian hal tersebutlah yang disebut dengan Fitrah
tauhid.
PEMBAHASAN

B. Fitrah Bertauhid

Dari segi bahasa, kata fitrah diambil dari akar kata al Fathr yang berarti belahan dan dari makna ini
lahir makna-makna lain, diantaranya “penc iptaan” atau “kejadian “. Di dalam fitrah bertauhid manusia
merupakan suatu perkara yang tidak bisa disangkal, bahwa alam semesta ini pasti ada penciptanya. Yang
mengingkari hal tersebut hanyalah segelintir orang. Itupun karena mereka tidak mengunakan akal sesuai
dengan fungsinya. Sebab akal yang sehat akan mengetahui bahwa setiap yang tampak di alam ini pasti
ada yang mewujudkan. Alam yang demikian teratur dengan rapi tentu memiliki pemcipta, penguasa, dan
pengatu.

Orang kafirpun mengakui adanya Allah Maha pencipta dzat yang menciptakan, menguasi, dan
mengatur alam semesta ini adalah Allah. Inilah yang di sebut dengan Rububiyyah Allah. Tauhid
rububiyyah Allah adalah sebuah keyakinan yang di akui bahkan oleh kaum musryrikin. Allah Swt
berfirman :

“ katakanlah: siapak yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa
(menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarakan yang hidup dari yang
mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan siapakah yang mengatur segala urusan? Maka
mereka akan menjawab “Allah”. Maka katakanlah: mengapa kamu tidak bertakwa( kepada-Nya)?”
(yunus:31).

1 Istilah Fitrah
Al-Qurtubi mengatakan bahwa fitrah bermakna kesucian jiwa dan rohani. Fitrah di sini
adalah firman Allah SWT yang ditetapkan kepada manusia, yaitu bahwa manusia sejak
lahir dalam keadaan suci dalam artian tidak memiliki dosa. (al-Qurtubi, 1996: 5106)
Sementara Ibnu Katsir mengartikan fitrah dengan mengakui ke-Esaan Allah SWT atau
tauhid. Bahwasannya manusia sejak lahir membawa tauhid, atau paling tidak ia
berkecenderungan untuk meng-Esakan Tuhannya dan berusaha terus mencari untuk
mencapai ketauhidan tersebut (Katsir, 2004: 432).
2 Fitrah dalam Penciptaan Manusia
Al-Qur’an mendorong manusia untuk merenungkan perihal dirinya, keajaiban
penciptaannya, serta keakuratan pembentukannya. Sebab, pengenalan manusia terhadap
dirinya dapat mengantarkannya pada ma’rifatullah (mengenal Allah Swt), sebagaimana
tersirat dalam Surat at-Târiq ayat 5-7. “Maka hendaklah manusia memperhatikan dari
apakah dia diciptakan? dia diciptakan dari air yang dipancarkan, yang keluar dari antara
tulang sulbi dan tulang dada”. Secara
komprehensif, Umar Shihab. (Shihab, 2005: 105-106) memaparkan bahwa proses
penciptaan manusia terbagi ke dalam beberapa fase kehidupan sebagai berikut.
Fase awal kehidupan manusia berupa tanah. Manusia berasal dari tanah
disebabkan oleh dua hal yaitu manusia adalah keturunan Adam a.s. yang diciptakan dari
tanah dan sperma atau ovum yang menjadi cikal bakal manusia bersumber dari saripati
makanan yang berasal dari tanah. Saripati makanan yang berasal dari tanah tersebut
menjadi sperma atau ovum, yang disebut oleh al-Qur’an dengan istilah nutfah. Kemudian
sperma dan ovum tersebut menyatu dan menetap di rahim sehingga berubah menjadi
embrio (‘alaqah). Proses selanjutnya, embrio tersebut berubah menjadi segumpal daging
(mudgah). Proses ini merupakan kelanjutan dari mudghah. Dalam hal ini, bentuk embrio
sudah mengeras dan menguat sampai berubah menjadi tulang belulang (‘izâm). Proses
penciptaan manusia selanjutnya adalah menjadi daging (lahmah). Proses peniupan ruh.
Pada fase ini, embrio sudah berubah menjadi bayi dan mulai bergerak, dan Setelah
sempurna kejadiannya, akhirnya lahirlah bayi tersebut ke atas dunia
3 Sifat-sifat Manusia Menurut Fitrahnya
Secara garis besar, sifat-sifat manusia dibagi menjadi dua yaitu sifat mahmudah (sifat terpuji) dan
sifat madzmumah (sifat tercela). (al-Jauziyah, 2005: 231) Contoh dari sifat mahmudah (sifat terpuji)
adalah:
 Taubat artinya meninggalkan segala perbuatan tercela yang telah dikerjakannya dengan niat
karena membesarkan Allah Swt.
 Khauf artinya reaksi atas munculnya kekhawatiran akan terjadi sesuatu yang membahayakan,
menghancurkan atau menyakitkan.
 Zuhudartinya bersih atau suci hati dari kehendak lebih dari keperluannya serta tidak bergantung
kepada makhluk lain. Hatinya senantiasa mengingat bahwa harta yang dimilikinya adalah
sebagai amanah dari Allah Swt. (QS.al-Hadīd: 20).
 Sabar artinya tabah terhadap suatu ujian yang mendukacitakan, (QS.al-Baqarah: 153).
 Syukur artinya menyadari bahwa semua nikmat yang diperolehnya baik yang lahir maupun
yang batin semuanya adalah dari Allah Swt dan merasa gembira dengan nikmat itu,
(QS.Ibrâhīm: 5)
 Ikhlas artinya mengerjakan amal dengan penuh ketaatan serta semua perbuatan yang dilakukan
sematamata mengharapkan keridhaan Allah Swt, bukan karena tujuan lain, (QS.al-An'âm: 162-
163).
 Tawakkal artinya berserah diri kepada Allah Swt dalam melakukan sesuaturancangan, (QS.al-
Mâidah: 23).
 Mahabbah artinya perasaan cinta dalam hatinya sentiasa cenderung untuk berkhidmat dan
beribadat kepada Allah Swt serta bersungguhsungguh menjaga diri dan menjauhkan diri dari
maksiat, (QS. Ali Imrân:31).
 Tawadhu’artinya ketundukan kepada kebenaran dan menerimanya dari siapapun datangnya
baik ketika suka atau dalam keadaan marah. Tidak memandang dirinya berada di atas semua
orang atau menganggap semua orang membutuhkan dirinya.(QS. al-Isra':37).
 Qana’ah artinya rela menerima dan merasa cukup dengan apa yang dimiliki, serta menjauhkan
diri dari sifat tidak puas dan merasa kurang yang berlebihan, (QS.Ibrâhīm:7)
 Taat artinya senantiasa tunduk dan patuh, baik terhadap Allah Swt, Rasul maupun ulilamri
(pemimpin), (QS.an-Nisa':59).
 Kerja Keras artinya bekerja dengan sungguh-sungguh untuk mencapai tujuan atau prestasi
kemudian disertai dengan berserah diri (tawakkal) kepada Allah Swt baik untuk kepentingan
dunia maupun akhirat,(QS.at.Taubah:105).
4 Macam-Macam Fitrah Manusia
Manusia yang telah telahir kedunia ini telah membawa beberapa fitrah (potensi). Beberapa
fitrah (potensi) tersebut dengan berdasarkan ayat-ayat yang ditemukan adalah : Fitrah
beragama. Menurut al-Qur’an, tabiat manusia adalah homo religious (makhluk beragama)
yang sejak lahirnya membawa suatu kecenderungan beragama. Dalam hal ini, pada QS.
Al Rum ayat 30 Allah SWT berfirman yang artinya: "Maka hadapkanlah wajahmu dengan
lurus kepada agama (Allah); (tetaplah di atas) fitrah Allah yang telah menciptakan
manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang
lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui". Fitrah dalam ayat di atas,
mengandung interpretasi bahwa manusia diciptakan oleh Allah SWT mempunyai naluri
beragama, yakni agama tauhid. Dalam hal ini, al-Qur’an maupun hadits secara eksplisit
membicarakan tentang konsep dasar keberagamaan yang dimaksud.
Fitrah suci. Allah SWT berfirman dalam surat al-Muthaffifin ayat 14 bahwa
hakikatnya manusia itu hati yang suci. Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang
selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka. “ َ‫ ّك ال‬,”artinya sekali-kali bukan seperti
apa yang mereka sangka bahwa al-Qur’an adalah kumpulan dongeng orang-orang
terdahulu. Tetapi, sebenarnya hati mereka telah tertutup dengan dosa-dosa yang mereka
perbuat. “ َ‫” ك ّ ال‬juga bisa diartikan: “Sungguh benar“ (bahwa hati mereka telah tertutup
dengan dosa-dosa yang mereka perbuat).
Fitrah Intelektual (Aqliyah). Potensi Aqliyah terdiri dari panca indera dan akal
pikiran (pendengaran, penglihatan dan hati). Dengan potensi ini, manusia dapat
membuktikan dengan daya nalar dan ilmiah tentang ‘kekuasaan’ Allah SWT. Serta dengan
potensi ini ia dapat mempelajari dan memahami dengan benar seluruh hal yang dapat
bermanfaat baginya dan hal yang mudharat baginya. Potensi Aqliyah juga merupakan
potensi yang dianugerahkan Allah SWT kepada manusia agar manusia dapat membedakan
mana yang benar dan mana yang salah, bersih dan kotor, bermanfaat dan bermadharat,
baik dan buruk.
5 Faktor Penyebab Manusia Berpaling dari Fitrahnya
Dengan melihat perjalanan manusia yang begitu panjang dan dikaitkan dengan firman
Allah SWT dalam surat al-A’raf ayat 172, maka faktor yang menyebabkan manusia
berpaling dari fitrahnya adalah Tidak mengingat perjanjiannya dengan Allah SWT. Setiap
manusia sebelum lahir ke muka bumi ini pernah dimintai kesaksiannya atas wujud Allah
SWT dan mereka menyaksikan atau mengenal-Nya dengan baik. Kemudian, hal itu mereka
bawa terus hingga lahir ke dunia. Oleh karena itu, manusia betapapun besarnya dia, kuat
dan kaya, namun dia tetap tidak dapat mengingkari bahwa dirinya tidak memiliki wujud
dirinya sendiri dan tidak dapat berdiri sendiri dalam mengurus segala urusannya.
Bermaksiat kepada Allah SWT. Kemaksiatan yang yang terus menerus dilakukan
oleh manusia dapat menyebar dan menutupi hati yang suci, maka solusi terbaik untuk
membersihkan hati adalah dengan cara menjahui kemaksiatan. Allah SWT berfirman
dalam surat As-Syams ayat 9-10 yang artinya “Sesungguhnya beruntunglah orang yang
mensucikan jiwa itu, dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya”. (QS.
As.Syams:9-10). Berdasarkan firman Allah SWt tersebut ternyata ada dua sikap manusia
dalam memperlakukan dirinya; pertama adalah mereka yang memperlakukan dirinya
dengan sikap mahmudah (akhak yang baik), sedang kedua bersikap madzmumah (akhlak
yang jelek).
Tidak menggunakan akalnya dengan baik. Selain menegaskan bahwa masalah
tauhid adalah fitrah, Al-Qur’an juga berusaha mengajak manusia berpikir dengan akalnya
bahwa di balik terciptanya alam raya dan perubahan-perubahan yang terjadi di dalamnya
(membuktikan) adanya Sang Pencipta. Ayat-ayat al-Qur’an yang mengajak untuk
merenungkan fenomena alam dan keunikankeunikan makhluk yang ada di dalamnya,
sangatlah banyak.
6 Cara Memelihara Fitrah Menurut Al-Qur’an
Fitrah (potensi) yang telah Allah SWT berikan kepada setiap manusia sejak yang ia terlahir
kedunia perlu untuk dijaga dan dipelihara agar jangan sampai terjerumus kejalan yang
salah. Untuk mengetahui cara memelihara fitrah manusia maka perlu mengetahui faktorfaktor yang
menyebabkan manusia berpaling dari fitrahnya. Dengan demikian menurut
hemat penulis bahwa cara untuk memelihara fitrah adalah.
 Kembali kepada Agama Allah SWT
 Menyucikan jiwa
 Memikirkan ayat-ayat Allah SWT

C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tauhid Manusia

1 Faktor Internal

Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam, yaitu berasal dari al-Qur’an dan al-Hadist.
Faktor-faktor internal yang mempengaruhi munculnya ilmu kalam tersebut antara lain :

a) Dorongan dan pemahaman Al- Qur’an.

Al- Qur’an dalam konteks ayat-ayat yang menjelaskan bahwa orang orang-orang yang beriman
kepada Allah adalah orang-orang yang berakal yang selalu merenungi ayat-ayatNya. Dengan
demikian, orang-orang yang sesat adalah mereka yang tidak menggunakan akalnya. Harun Nasuton
memberikan beberapa contoh dari rincian ayat-ayat yang menganjurkan manusia untuk menggunakan
akalnya, sebagaimana berikut ini:

 Nadhara, melihat secara abstrak dalam arti berpikir dan merenungkan.Kata ini digunakan antara
lain : Surat Qaf ayat 6 dan Surat al-Thariq ayat 5.
 Tadzakkara yang berarti mengingat, memperhatikan, atau mempelajari. Terdapat pada Surat al-
Nahl ayat 17 dan surat al-Dzariyat ayar 49.
 Fahima yang artinya memahami, dalam bentuk ”fahama”. Terdapat pada surat al- Anbiya ayat
79.
 Tadabbara (merenungkan), sebagaimana terdapat dalam beberapa ayat, antara lain surat Shad,
ayat 29 dan surat Muhammad ayat 24.
 Tafakkara (berpikir), Terdapat pada Surat al-Nahl ayat 69 dan suratal- Jatsiah ayat 13.
 Faqiha (mengerti atau paham), terdapat pada Surat al-Isra’ ayat 44
 Selain itu al-Qur’an pun banyak menyinggung dan membantah golongan-golongan ateis,
musyrikin, dan mereka yang tidak mengakui keputusan Nabi. Adapun ayat-ayat yang
menjelaskan masalah itu antara lain Surat At-Jatsiyah ayat 24, Surat al-An’am ayat 76-74 dan
Surat al-Isra ayat 94.
b) Persoalan Politik

Perselisihan dalam masalah politik menjadi sebab di dalam perselisihan mereka mengenai soal-
soal keagamaan. partai-partai politik tersebut menjadi sebagai satu aliran keagamaan yang
mempunyai pandangannya sendiri. Partai (kelompok) Imam Ali r.a. membentuk golongan Syiah, dan
mereka yang tidak bersetuju dengan Tahkim dari kalangan Syiah telam membentuk kelompok
Khawarij. Dan mereka yang membenci perselisihan yang berlaku di kalangan umat Islam telah
membentuk golongan Murji'ah.
c) Pemikiran para cendekiawan

Pada masa pemerintahan bani Umaiyah, Setelah kaum muslimin dapatmenaklukkan negeri-
negeri baru di sekitar jazirah arab dan keadaan mulai stabil serta melimpah ruah rezekinya ,disinilah
akal pikiran mereka mulai memfilsafatkan agama, sehingga menyebabkan berlaku perselisihan
pendapat di kalangan mereka.

2 Faktor Eksternal
Yaitu faktor luar yang menyebabkan munculnya berbagai pembahasan ilmu tauhid. Antara
lain:.

 Pada daerah-daerah yang didatangi oleh kaum muslimin terutama di Irak pada pertengahan abad
hijriah terdapat bermacam-macam agama dan peradaban, antara lain agama Zoroaster, Brahmana,
Sabiah, Atheisme, peradaban Persia dan India yang kemudian masuk islam, peradaban Yunani
yang dibawa oleh orang-orang Suriani dan buku-buku Yunani yang telah diterjemahkan dalam
bahasa Arab, peradaban yang dibawa oleh orang-orang Masehi yang telah memfilsafatkan
agamanya dan memakai filsafat Yunani sebagai alat untuk memperkuat kepercayaan mereka.
Sebagai akibat pertemuan agama islam dengan peradaban-peradaban tersebut, maka sebagian
kaum muslimin mulai mencetuskan fikiran-fikiran yang bercorak filsafat dalam soal-soal agama
yang tidak dikenal sebelumnya, serta mereka mulai memberikan pembuktian pembenarannya
dengan alasan-alasan logika.
 Kelompok-kelompok Islam yang pertama, khususnya Mu’tazilah, perkara utama yang mereka
tekankan ialah mempertahankan Islam dan menolak hujjah mereka yang menentangnya. Negeri-
negeri Islam tertadah dengan semua pemikiran-pemikiran ini dan setiap kelompok berusaha untuk
membenarkan pendapatnya dan menyalahkan pendapat kelompok lain. Orang-orang Yahudi dan
Nasrani telah melengkapkan diri mereka dengan senjata ilmu Falsafah, lalu Mu’tazilah telah
mempelajarinya agar mereka dapat mempertahankan Islam dengan senjata yang telah digunakan
oleh pihak yang menyerang.
 Kebutuhan para mutakallimin terhadap filsafat itu adalah untuk mengalahkan ataumengimbangi
musuh-musuhnya, mendebat mereka dengan mempergunakan alasan-alasan yang sama, maka
mereka terpaksa mempelajari filsafat Yunani dalam mengambil manfaat logika terutama dari segi
ketuhanan. seperti al-Nadhami (tokohMu’tazilah) mempelajari filsafat Aristoteles dan menolak
beberapa pendapatnya.
PENUTUP

Kesimpulan

1 Fitrah Bertauhid Dari segi bahasa, kata fitrah diambil dari akar kata al Fathr yang berarti belahan
dan dari makna ini lahir makna-makna lain, diantaranya “penc iptaan” atau “kejadian “. Di dalam
fitrah bertauhid manusia merupakan suatu perkara yang tidak bisa disangkal, bahwa alam semesta ini
pasti ada penciptanya. Yang mengingkari hal tersebut hanyalah segelintir orang. Itupun karena
mereka tidak mengunakan akal sesuai dengan fungsinya.

2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tauhid Manusia

Faktor internal

a) Dorongan dan pemahaman Al- Qur’an.

Faktor eksternal

Yaitu faktor luar yang menyebabkan munculnya berbagai pembahasan ilmu tauhid.

Anda mungkin juga menyukai