Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH PSIKOLOGI KOMUNIKASI DAN TABLIGH

“KONSEP JIWA MANUSIA DALAM ISLAM”


Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Komunikasi dan Tabligh
Dosen Pengampu Dr. Suhaimi M.Si.

Disusun Oleh Kelompok 5

Yasyifa Pramesti 11210511000008


Siti Laela Malhikmah 11210511000011
Syifa Tria Nurani 11210511000154

PRODI JURNALISTIK 4A

FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

TAHUN AJARAN 2023/2024


PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia sebagai makhluk Tuhan yang mempunyai unsur jasmani dan rohani,
saling membutuhkan antara satu dengan yang lain, jasmani dapat bergerak apabila
disertai gerak rohani begitupun sebaliknya rohani tidak dapat terwujud tanpa adanya
tubuh yang ditempati. Dengan bersatunya jasmani dan rohani ini terbentuklah
kepribadian manusia, sebagai makhluk yang sempurna dari semua makhluk Tuhan,
tentunya punya tujuan yang harus dicapai.

Kemuliaan dan keutamaan manusia adalah hati. Dengan hatinya manusia


mengungguli mahluk-mahluk lain. Dengan hatinya ia siap untuk makrifatullah
(mengenal Allah). Di dunia ini makrifat merupakan keindahan, kesempurnaan, dan
kebanggaannya, dan di akhirat merupakan perlengkapan dan simpanannya. Manusia
mampu mengenal Allah dengan hatinya, bukan dengan organ-organ tubuhnya.
Hatilah yang mengetahui Allah, yang beramal untuk Allah, yang berjalan menuju
Allah, yang mendekat kepada Allah. Sementara organ-organ tubuh hanya mengikuti
dan menjadi organ pembantu, alat-alat yang diperbantukan oleh hati, hati yang
mempekerjakannya seperti tuan mempekerjakan budak. Dalam rangka mencapai
tujuan hidup manusia perlu selalu mendekatkan diri kepada Allah swt., melalui
penyucian diri, hati yang merupakan kunci hidayah, yang mana jiwa manusia
mengandung potensi kebaikan dan potensi kejahatan, apabila Allah telah
memberikan taufiq kepada manusia untuk meningkatkan kebaikan pada jiwanya
tanpa disadari manusia telah mengurangi potensi buruk yang terdapat pada jiwanya.
Dengan tazkiyatun nafs inilah yang merupakan kunci untuk meluruskan perilaku.

Salah satu contohnya adalah bekerja sebagai bentuk aktivitas manusia selama
ini dipahami sebatas kewajiban untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang
meletakkannya sebagai tujuan, bukan sebagai alat, dan melepaskannya dari nilai
spiritualnya. Oleh karena itu, dibutuhkan pelurusan terhadap konsep yang telah
menyimpang tersebut, dan dibawa pada kaidah yang semestinya, yakni
mengembalikan makna Kerja sebagai sesuatu yang suci, bahkan sebagai salah satu
bentuk dari tazkiyatun nafs.
Upaya yang dilakukan ketika manusia mengharapkan terhindar dari perilaku
keji dan mungkar, umat Islam sangat disarankan untuk melakukan shalat, namun
situasi yang ada, manusia malah tidak berjalan sesuai dengan apa yang sebaiknya.
Contohnya: ketika seseorang melaksanakan shalat masih terdapat diantara mereka
yang sulit untuk mengartikan setiap bacaan- bacaan shalat, dikarenakan hati dan
pikirannya masih terbagi-bagi dalam hal- hal selain bacaan shalat, sehingga
menjadikan shalat seseorang tidak khusyu.
Berdasarkan pendapat di atas dapat dipahami bahwa, cara yang perlu
dilakukan agar shalat seorang khusyuk adalah dengan proses tazkiyatun nafs.
Tazkiyatun nafs dimaksudkan sebagai proses penyucian jiwa dari sifat tercela
sehingga, menjadikan shalat seseorang menjadi khusyuk, sebab tazkiyatun nafs
melalui ibadah shalat akan lebih efektif dipraktekkan sejak usia dini.
Konsep tazkiyatun nafs melalui ibadah shalat yang akan mendatangkan akhlak
yang mulia menurut Al-Ghazali adalah terletak pada kekhusyukan dalam
melaksanakan ibadah shalat, karena khusyuk inilah yang membuat shalat
mempunyai fungsi yang lebih besar dalam penyucian jiwa. Hilangnya khusyu
merupakan tanda hilangnya kehidupan dan dinamika hati sehingga membuatnya
tidak bisa menerima nasihat dan didominasi oleh hawa nafsu. Disinilah perlunya
pembiasaan hati untuk khusyuk dalam melaksanakan ibadah shalat, karena dengan
khusyuk maka akan terciptanya jiwa yang bersih dan terhindar dari akhlak tercela.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian jiwa dan fithrah?

2. Bagaimana hubungan antara jiwa, akal dan roh?

3. Apa saja macam-macam kondisi jiwa?


PEMBAHASAN

A. Jiwa dan Fitrah

Jiwa dan Fithrah merupakan hikmah Allah Ta'ala bahwa saat menciptakan
manusia, Dia memperkenalkan dirinya, bahwa hanya Dia lah yang berhak untuk
disembah. Firman Allah, dalam surat Al-A'raaf ayat 7 “Saat Tuhanmu mengambil
janji pada keturunan Adam di awal kemunculan mereka, 'Bukankah Aku Tuhan
kalian?' Mereka menjawab, 'Benar, kami bersaksi." (QS. al-A'raaf [07]: 172)

Dari sini, iman kepada Sang Pencipta merupakan fithrah dalam setiap jiwa
manusia, yang diberikan oleh Allah kepada mereka1. Allah mengambil perjanjian
dari mereka saat mereka masih berada di alam dzur. Ini merupakan fithrah yang
berorientasi pada pengenalan Allah dan iman kepada-Nya, serta mentauhiidkan-Nya.
Untuk hal ini, ter- dapat beberapa dalil dalam Al-Qur'an dan as-Sunnah.

Firman Allah Ta'ala, dalam surat Ar-arum ayat 30 "Maka hadapkanlah


wajahmu dengan lurus kepada agama yang hanif, yang merupakan fithrah Allah
yang diberikan-Nya kepada manusia. Tidak pernah ada perubahan pado penciptaan
Allah. Inilah agama yang bernilai, tetapi sebagian besar manusia tidak mengeta-
huinya." (QS. ar-Ruum [30]: 30)

Allah swt menyuruh manusia untuk ikhlas beribadah kepada-Nya. Masalah ini
merupakan Fithrah Allah kepada manusia. la menjadikannya sebagai kecenderungan
pada hati seluruh manusia. Inilah hakikat fithrah. Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah
saw bersabda,

"Tiap manusia lahir dalam keadaan fithrah. Kedua orang fuanya yang
menjadikan mereka (memeluk agama) Yahudi atau Nasrani atau Majusi. Seperti
makhluk yang sempurna (tanpa cacat di telinga), biasanya ia tidak akan melahirkan
jenis yang cacat telinganya." (HR Bukhari dan Muslim)

Kemudian Abu Hurairah r.a, ia berkata, "Fithrah Allah yang diberikan Allah
kepada manusia” Hadits ini merupakan bukti yang jelas bahwa Allah Ta'ala
menciptakan manusia dengan kecenderungan pada agama yang benar. Meskipun
manusia meninggalkan fithrah tersebut saat terjadi penyimpangan iman, namun
fithrah itu tetap merupakan ta- biat di dalam jiwa. Penyimpangan itu sendi- ri terjadi
akibat kesalahan kedua orang tua dalam mendidiknya serta lingkungan buruk ada di
sekitarnya. Di dalam hadits diatas Rasulullah saw telah memberikan perumpamaan
nyata me- ngenai pengaruh buruk terhadap penyimpangan fithrah dengan hewan
ternak yang utuh telinganya. Seandainya bukan manusia yang memotong telinganya,
maka keturunannya akan lahir utuh seperti induknya. Demikian juga suatu
lingkungan dengan pengaruhnya yang buruk yang berperan dalam penyim- pangan
fithrah. Begitulah godaan setan yang seringkali membuat jiwa cenderung meng-

1
Al-Akhlaaq Al-Islamiyyah Wa Ususuha, Syaikh Abdurrahman Habanakah. hal. 245
ikutinya, hingga kemudian berakhir pada penyimpangan fithrah, lalu terjerumus
pada jalan yang sesat.2

Diriwayatkan oleh Muslim dari Iyadh al-Majasyi'i ra, bahwa suatu hari
Rasulullah saw berkhutbah "Tuhanku telah menyuruhku untuk mengajarkan kalian
sesuatu yang kalian tidak ketahui, yangla ajarkan kepadaku pada hari ini, "Sungguh,
telah Kuciptakan hamba-Ku seluruh. nya sebagai orang-orang yang hanif. Kemudian
setan datang kepada mereka dan menyimpangkan mereka dari agama mereka.
Kemudian mengharamkan sesuatu yang Dihalalkan bagi mereka, dan menyuruh
mereka menyekutukan-Ku dengan sesuatu yang tidak Kuberi wewenang sama
sekali." (HR Muslim)

Demikianlah, sebenarnya seorang manusia tidak bisa selamat dari


penyimpangan fithrahnya, meskipun ia hidup terasing dari masyarakatnya. Ia tetap
akan digoda oleh se tan, karena setan dapat masuk melalui jalan darahnya. Allah swt
tidak meninggalkan manusia hanya dengan fithrahnya saja. Ia telah meng- utus para
nabi dan rasul kepada mereka, untuk mengajak mereka kepada petunjuk dan
membimbing mereka kepada sistem yang dapat menjaga fithrah mereka dari
penyim- pangan dan kesesatan. Terkadang mereka menolak dan menentang, hingga
kufur kepada Allah dan menyembah selain Nya, seperti pada manusia, batu, dan
sapi. Itu semua merupakan pengaruh dari lingkungan yang menyimpang, taklid buta,
dan godaan setan.3

Jika fithrah sudah menyimpang, maka selanjutnya indera mereka akan


menyimpang dari tugas yang telah diciptakan oleh Allah untuk membantu manusia
mengenali kebenaran. Allah swt telah mengungkapkan keadaan orang-orang yang
menyimpang tersebut, "Dan telah kami jadikan bagi mereka penden garan,
penglihatan, dan batin. Maka tidak berguna bagi mereka pendengaran, penglihat- an,
dan batin mereka sama sekali, saat mereka menentang ayat-ayat Allah. Maka mereka
mendapat siksa akibat penghinaan mereka." (QS. al-Ahqaaf [46]: 26)

"Sungguh, kami jadikan isi Neraka Jahanam itu kebanyakan jin dan manusia.
Mereka memi- liki hati, tapi tidak digunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah).
Mereka memiliki mata yang tidak digunakan untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan
Allah). Mereka memiliki telinga, tapi tidak digunakan untuk mendengar (ayat- ayat
Allah). Mereka itu seperti ternak, bahkan lebih sesat. Mereka itu adalah orang-orang
lalai." (QS. al-A'raaf [07]: 179)

Indikasi tetap adanya fithrah dan orientasi pada Sang Pencipta itu misalnya
bisa dilihat di kala seseorang yang telah menyimpang dari kebenaran tersebut
menderita suatu musibah atau sakit, maka ia akan segera memohon kepada
Tuhannya, merintih kepada-Nya, dan mengarahkan diri dengan merendah kepada
2
Al-Akhlaaq Al-Islamiyyah Wa Ususuha, Syaikh Abdurrahman Habanakah. I/263
3
Ihyaa’ Uluum ad-Din, Imam Al-Ghazali. III/2
keagungan Allah Ta'ala. Ini merupakan bukti bangkitnya fithrah, di mana di saat
sulit itu rasa congkak runtuh, dan ia kembali kepada sikap lurusnya. Hal ini sudah
dinyatakan di dalam Al-Qur’an.

"Jika manusia ditimpa bahaya ia akan ber- doa kepada Kami dalam keadaan
berbaring, duduk, atau berdiri. Namun saat bahaya terse- but Kami singirkan, ia
berlalu begitu saja se- olah tidak pernah berdoa kepada Kami seperti saat bahaya
menimpanya. Demikianlah orang- orang yang melampaui batas itu memandang baik
apa yang selalu mereka kerjakan." (QS. Yunus [10]: 12)

Dalam ayat yang lain Allah menggam barkan kepada kita suatu gambaran
yang hidup mengenai kondisi manusia yang diliputi bencana dari segala penjuru.
Saat itu runtuhlah segala noda pada fithrahnya dan kembali beribadah kepada Allah
dengan ikhlas yang sempurna. Ia memohon kepada Allah setelah musibah terjadi.
Firman Allah, "Dialah yang memperjalankan kalian di darat dan laut. Hingga di saat
kalian berada dalam sebuah kapal yang berjalan dengan tiupan angin yang bagus,
mereka gembira dengan keadaan itu. Tiba-tiba datanglah angin badai dan muncul
gelombang dari segala penjuru. Saat mereka mengira telah dikepung bahaya, lalu
mereka memohon kepada Allah dengan mengikhlaskan diri ketaatan kepada-Nya se-
mata, seraya berkata, Jika Engkau menye- lamatkan kami, maka kami akan menjadi
orang yang bersyukur. Namun saat telah kami selamatkan mereka, mereka menjadi
congkak di muka bumi." (QS. Yuunus [10]: 22-23)

Demikianlah, banyak manusia terbimbing kepada fithrah disaat tertimpa


bencana. Namun sebagian manusia menyimpang dari fithrah saat hidup makmur dan
mengikuti hawa nafsu, yang menggiring mereka pada kebimbangan dan
keguncangan karena jiwanya terpecah. Rasulullah saw telah menyifatkan kondisi
jiwa manusia saat terjadi kebingungan dan keguncangan karena mengerjakan
sesuatu yang bertentangan dengan fithrah. Dari Nuwas bin Sam'an ra, dari Nabi saw,
beliau bersabda, "Kebaikan adalah akhlak yang baik, sedang- kan kejahatan adalah
yang membuat jiwamu gundah dan engkau tidak senang apabila dike- tahui oleh
orang lain." (HR Muslim)

Diriwayatkan oleh Ahmad dan ad-Darimi dari Wabishah bin Ma'bad, ia


berkata,, "Aku datang kepada Rasulullah saw, kemu- dian beliau bertanya, "Apakah
kamu datang kepadaku untuk bertanya mengenai kebaikan (al-birr)?" Aku
menjawab, "Ya." Beliau bersabda, "Mintalah pendapat (fatwa) pada hatimu.
Kebaikan itu adalah segala sesuatu yang menenangkan jiwa dan hatimu, sedangkan
dosa adalah yang membuat gundah jiwamu dan mengguncang dadamu."

Hadits ini kian memastikan adanya fithrah yang membimbing pemiliknya


pada kebenaran dan mengarahkan inderanya pada kebaikan, agar dengannya ia dapat
membe- dakan antara kebaikan dan keburukan jika fithrahnya itu bersih dan sadar.
Jika manusia melakukan salah satu per- buatan dosa, maka akan terjadi keguncang-
an, kegundahan, dan kekalutan pada hati- nya yang akan menyusahkannya dan bisa
menghalanginya dari melakukan perbuatan tersebut. Demikianlah fithrah dapat
menjadi penasihat, pemimpin, dan hakim yang mem- bimbing pada kebaikan dan
menjauhkannya dari kehinaan, dan menjaga manusia dari keburukan jiwanya.

Sabda Rasulullah saw, "Kebaikan itu adalah sesuatu yang dapat menenangkan
jiwa dan hatimu," merupakan dalil bahwa Allah Ta'ala telah menciptakan manusia
un tuk mengenal kebenaran, dan bahwasanya jiwa akan selalu merasa kalut dan
guncang manakala menyimpang dari Allah, sampai ia kembali mengarahkan diri
kepada Sang Pencipta dan ikhlas beribadah kepada-Nya. Dengan demikian, ia akan
dapat terhindar dari depresi dan rasa takut.

B. Tentang Jiwa, Akal, dan Roh

Ada empat kata yang digunakan dalam membahas manusia, itu merupakan karakter
dan sifat manusia, serta segala sesuatu yang bersumber darinya berupa pengetahuan,
kemauan, dan usaha. Keempat kata tersebut adalah, Jiwa' (an-nafs), Hati (al qalb),
akal (aql), dan 'roh'.

a. Hati (al-qalb)

Kata hati (al-qolb) di dalam Al-Quran Al-Karim terdapat dalam banyak ayat. Dari
ayat ayat tersebut dapat dilihat bahwa memiliki satu peranan di dalam jiwa manusia,
yang memiliki sifat-sifat sebagai berikut, yaitu;

1. Hati tempat menetapnya ilmu pengetahuan dan menancapnya akidah. Karenanya,


hati merupakan tempat bagi iman yang benar. Firman Allah Ta'ala dalam Al-Quran
"Orang-orang Arab Badui mengatakan, "Kami telah beriman', katakan, "Kalian
belum beriman, tetapi katakan saja kami sudah Islam', karena iman itu belum masuk
ke dalam hati kalian." (QS. Al-Hujuraat 49:14)

2. Hati tempat perenungan, pemahaman,dan petunjuk, hati itu hidup dan sadar.
Karena hati lah maka peringatan jadi bermanfaat dan nasihat jadi berpengaruh. Hati
juga yang membuka pintu-pintunya untuk mendengarkan kebenaran, atau
menutupnya. Dan hati juga diselubungi oleh berbagai selubung, hingga tidak mampu
merespon seruan iman.

Noda merupakan penutup pada hati yang disebabkan oleh maksiat dan dosa.
sehingga hati terselubung dan gelap. Pada ayat yang lain disebutkan mengenai
makna penutup, sumbat, segel, selubung, dan stempel pada hati. Semuanya
merupakan kondisi sakit yang menimpa hati, yang diakibatkan oleh berpalingnya
manusia dari kebenaran dan cenderung kepada kemaksiatan. Hati tempat berbagai
perasaan.

Hati merupakan tempat bagi rasahormat dan kasih sayang, namun hati juga
merupakan tempat bagi kekerasan dan berbagai macam luapan emosi, seperti takut,
cemas, iri, cinta, benci, berani, dan pengecut.

B. Akal

Sebagian orang berpendapat bahwa akal merupakan kemauan, sedang hati


merupa-kan perasaan. Jadi, jika hati bergerak maka aktifitas akal akan terhenti.
Pendapat ini sebenarnya tidak didukung oleh ayat-ayat Al- Qur'an yang di dalamnya
terkandung banyak pembahasan mengenai hati, termasuk karakteristik dan
sifat-sifatnya. Kadang kita merasakan ayat ayat tersebut menggambarkan tentang
akal itu sendiri. Tapi kadang kita merasa bahwa kita berada dihadapan emosi dan
perasaan. Dan di lain waktu kita menemukan jiwa kita berada dalam satu tempat,
yang meliputi seluruh aspek akal dan perasaan, yang membuat keduanya bertambah
dalam Maka cukup penting untuk memaparkan sebagian ayat Al Quran yang
menjelaskan hubungan antara akal dan hati, dan selanjutnya hubungan antara akal
dan jiwa manusia. Dengan anggapan bahwa hati merupakan salah satu fungsi jiwa.

Kebutaan disandarkan kepada hati. Dari sini terdapat istilah penglihatan mata
(bashar) dan pandangan batin (bashiirah), ada juga penglihatan mata dan
penglihatan hati. Bashiirah adalah pandangan iman yang menerangi hati dengan
cahaya iman, sehingga ia dapat melihat sesuatu bentuk dengan pandangan batin,
tidak dengan pandangan mata secara fisik. 4Hati memiliki kekhususan pada aspek
intuisi (perasaan), sedangkan akal pada aspek pembelajaran, pemahaman, dan
pengetahuan. Dengan mengetahui hubungan antara akal dan hati, kita dapat
mengetahui hubungan antara akal dan jiwa, dengan asumsi bahwa hati memiliki satu
salah fungsi jiwa manusia.

4
Mafhuum Al-Aql Wa al-Qalb fii Al-Qur’aan dan As-Sunnah, DR. Muhammad Ali al-Juzu,
hal. 185
C. Roh

Menurut Imam Ibnu Qayyim dalam bukunya Ar-Ruuh. Dalam buku itu beliau
memaparkan makna jiwa dan roh yang terkandung di dalam Al-Qur'an. Roh
merupakan jiwa dimana manusia dapat hidup, dan bila roh itu keluar berakibat
kematian. Singkatnya, jiwa dan ruh itu satu. Jika dikatakan "jiwanya keluar", maka
sama saja dengan mengatakan "Rohnya keluar”. Ada juga yang berpendapat bahwa
roh bukanlah jiwa, akan tetapi jiwa menjadi tegak jiwa dengan adanya roh, Jiwa
lebih cenderung kepada dunia karena memiliki berbagai insting, sedangkan roh
mengajak dan memprioritaskan kepada akhirat. Roh merupakan asal dan materi
jiwa. Jiwa terbentuk dari roh dan terhubung dengan badan, dan itu hanya dari satu
sisi, bukan dari semua sisi.5

C. Macam-Macam Kondisi Jiwa

Psikologi sejak kemunculannya adalah satu proses dimana manusia mencoba


mengenal manusia itu sendiri melalui gejala kejiwaannya dan bukan pada jiwa itu
sendiri. Gejala-gejala itu muncul karena adanya bias antara satu komponen kejiwaan
satu dengan lainnya. Secara implisit menginformasikan bahwa manusia memiliki
tiga aspek pembentuk totalitas yang secara tegas dapat dibedakan, namun secara
pasti tidak dapat dipisahkan. Ketiga aspek itu adalah jismiyah (fisik, biologis),
nafsiyah (psikis, psikologis), dan ruhaniyah (spiritual, transendental).

Jasad dan ruh merupakan dimensi manusia yang berlawanan sifatnya. Jasad
sifatnya kasar dan indrawi atau empiris serta kecenderungannya ingin mengejar
kenikmatan duniawi dan material. Sedangkan ruh sifatnya halus dan gaib yang
memiliki kecenderungan mengejar kenikmatan samawi, ruhaniyah dan ukhrawiyah.
Esensi yang berlawanan ini pada prinsipnya saling membutuhkan. Jasad tanpa ruh
merupakan substansi yang mati, sedangkan ruh tanpa jasad tidak dapat
teraktualisasi. Oleh karena itu, mensinergikan antara kedua esensi inilah fungsinya
jiwa. Dengan keberadaan jiwa masing-masing keinginan jasad dan ruh dalam diri

5
Tafsir Al-Qur’aan Al-Azhiim, Ibn Katsir, III/61
manusia bisa terpenuhi. Sinergi psikofisik inilah yang akan melahirkan perilaku baik
lahir maupun batin, dengan kemampuan berfikir untuk membedakan mana yang
benar dan mana yang salah, sebab dalam jiwa terdapat akal yang dapat dibentuk oleh
pemiliknya. Dalam Islam pembinaan jiwa dan pendidikan akhlak sangat diutamakan,
ada beberapa metode yang ditempuh dalam melaksanakan pembinaan jiwa untuk
menciptakan kesehatan jiwa. Salah satu diantaranya adalah metode adalah tazkiyah
al-nafs, pembentukan jiwa Islam. Metode ini banyak dikaji oleh Al-Ghazali dalam
ajaran akhlak dan tasawufnya, khususnya dalam buku Ihya' 'Ulumud-Din yang
menggambarkan masalah spiritualitas dalam Islam.6Sejarah telah membuktikan,
bahwa kaum sufi adalah orang-orang yang memiliki akhlak dan kesehatan jiwa
(sihhiyah al-nafs) yang tinggi. Hal tersebut karena ajaran tasawuf adalah fitrah
manusia yang mengarahkan jiwanya kepada amal yang baik dan pendekatan diri
kepada Allah subhanahu wa ta'ala. Dilihat dari uraian diatas, Al-Qur'an memiliki
hubungan yang sangat erat dan mendalam dengan ilmu jiwa, pendidikan akhlak dan
pembinaan kesehatan jiwa. Semua misi dan ajaran di dalamnya (aqidah, ibadah,
syariat, dan akhlak) pada dasarnya mengacu kepada pendidikan akhlak dan
pembinaan jiwa.

Itulah sebabnya terdapat hubungan yang erat serta mendalam antara al-Qur'an,
Ilmu Jiwa dan kesehatan jiwa. Hal ini dikarenakan, al-Qur'an sebagai petunjuk
(huda), obat (syifa), rahmat, dan pengajaran (mau'izah) bagi manusia dalam
membangun kehidupan yang berbahagia di dunia dan akhirat. Secara umum, jiwa
berbicara tentang sisi dalam manusia yang berpotensi baik dan buruk. Pergolakan
antara mempertahankan fitrah (baik) dan mengikuti kecenderungan buruk inilah
yang diproses dalam jiwa melalui seluruh komponen jiwa yang akhirnya
memunculkan sikap atas kecenderungan dan kenikmatan yang datang dengan diikuti
tau dikendalikan dengan baik. Dengan demikian dapat dipahami, bahwa tema sentral
dalam kesehatan jiwa adalah pembentukan jiwa yang taat, yang memiliki keserasian
hubungan dengan Allah, sesama manusia, dengan alam lingkungan, dan dirinya
sendiri.

Dalam ilmu jiwa, tema ini dapat berarti sebagai pembentukan pribadi yang
sempurna dan akhlak mulia. Tujuannya adalah mendapatkan kebahagiaan hidup
6
Muhammad Ali, “Hakekat Kepribadian dalam Psikologi Islam”, Tarbawiyah, Vol. 13, No.1,
Edisi Januari - Juni 2016, h. 38
yang di dalamnya memuat ketenangan, kedamaian, ketentraman dalam menjalani
kehidupan, yang merupakan bingkai kebahagiaan dalam hidup manusia. Bagi
seorang muslim, hal ini secara otomatis menuntut untuk kembali merujuk kepada
dua hal pokok yakni al-Qur'an dan al-Hadits sebagai dasar agama Islam. Dan untuk
mencapai hal tersebut sudah seharusnya manusia mengoptimalkan potensi yang
diberikan Allah. Potensi tersebut adalah panca indra, akal, kalbu, dan nafsu yang
merupakan bagian dari substansi jiwa yang bisa dioptimalkan dengan cara meraih
sebanyak mungkin ilmu yang bermanfaat.

Penyucian (at-tazkiyah), dalam bahasa arab berasal dari kata zakaa-


yazkuu-zakaa’an,yang berarti suci, At- tazkiyah berarti tumbuh, suci, dan berkah.

Sedangkan secara etimologi, “tazkiyatun nafs” berarti berbagai amal


perbuatan yang mempengaruhi jiwa seseorang secara langsung maupun tidak
langsung yang bertujuan menyembuhkan diri dari berbagai “tawanan” penyakit,
dengan merealisasikan berbagai akhlakul karimah. Dengan demikian, tazkiyatun nafs
bukan sekedar berprinsip pada pembersihan jiwa dari segala penyakit hati semata
melainkan juga pembinaan dan pengembangan jiwa positif. Sedangkan kebalikan
“tazkiyatun nafs” adalah lafadz tafsiatun nafs (menjatuhkan jiwa dan
merendahkannya), mengakibatkan terhambatnya jiwa individu berma’rifat kepada
Allah SWT.

Pada prinsipnya tazkiyatun nafs sangat berarti bagi kelangsungan manusia.


Di samping dapat membentuk pribadi yang bersih dari gangguan jiwa, kesehatan
mental juga dapat mengantarkan seseorang menuju kebahagiaan dunia maupun
akhirat. Dengan tazkiyah, manusia akan memperoleh kesadaran diri dan selanjutnya
akan memperoleh pula kesabaran. Nilai-nilai itu sama dengan konsep dan cita-cita
yang mengarahkan perilaku individual dan kolektif manusia dalam kehidupan mereka.
Nilai-nilai Islam menyatu dengan sifat manusia dan mengakibatkan evolusi spiritual
dan moralnya.

Menurut Khursid Ahmad, tazkiyah merupakan konsep Islam mengenai


karakter manusia. Tazkiyah adalah suatu konsep dinamis dan multidimensional yang
menyangkut beberapa aspek diri. Tujuan tazkiyah adalah memurnikan dan
membentuk diri. Ada enam komponen yang merupakan sarana tazkiyah, yaitu zikir,
ibadah, taubah, sabar, muhasabah, dan do’a.

Setelah dijelaskan pengertian dan klasifikasi Nafs selanjutnya dijelaskan


beberapa fungsi nafs. Nafs dalam diri manusia ibarat listrik. Jasad ibarat sebuah
rumah yang belum memiliki listrik, maka ia akan gelap gulita mati dan tidak ada
kehidupan yang dapat dilihat. Ketika Nafs mengalir kedalam jasad, maka hidup dan
bergeraklah jasad dengan segala aktivitas kehidupannya.

Begitulah dengan dengan sebuah Nafs yang telah dialiri tenaga listrik, maka
ia akan terang benderang dan di dalamnya pun akan tampak tanda-tanda kehidupan.
Begitu pula dengan jasad manusia, apabila Nafs yang ada dalam jasad itu hanya
sedikit menampung daya ketuhanan, maka jasad itupun tidak dapat melaksanakan
aktivitasnya dengan benar. Ia tidak dapat lagi membedakan mana yang halal dan mana
yang haram dan seterusnya.

Pada hakikatnya, Nafs memiliki fungsi menggerakkan dan mendorong diri


manusia untuk melahirkan beberapa hal, yakni :

a. Mendorong dan menggerakkan otak manusia agar berpikir dan


merenungkan apa-apa yang telah Allah ilhamkan berupa kebaikan dan keburukan.
Sehingga dapat menemukan hikmah-hikmah dari keduanya.

b. Mendorong dan menggerakkan, qalbu (hati yang lembut) yang ada dalam
dada agar merasakan dua perasaan, yaitu perasaan ketuhanan dan perasaan
kemakhlukan, agar menerima ilham dan penampakan isyarat-isyarat ketuhanan yang
abstrak dan tersembunyi.

c. Mendorong dan menggerakkan panca indera kepada obyek-obyek


ayat-ayat Allah yang membumi dan kongkrit, rasa halal dan haram, hak dan bathil.
Agar kedua mata dapat melihat pemandangan yang indah dan jelek, agar kedua
telinga dapat mendengar suara yang merdu dan tidak merdu (sumbang), suara yang
halal dan haram, suara haq dan bathil, agar kulit meraba benda yang halus dan kasar,
benda yang halal dan haram, benda yang haq dan bathil.
d. Mendorong dan menggerakkan organ-organ tubuh dalam kerja
sunnatullah, seperti: gerak jantung, kerja paru-paru, limpa, hati, ginjal, dan yang
lain-lainnya.

e. Mendorong dan menggerakkan diri agar melahirkan perbuatan- perbuatan,


sikap-sikap, tindakan-tindakan, gerak gerik dan penampilan yang fitrah.

Berpikir positif dan bersikap realistis terhadap kenyataan hidup, baik yang
menyenangkan maupun yang menyedihkan, ditandai oleh mekanisme syukur-sabar.
Banyak di antara manusia yang tidak mampu mengontrol dirinya ketika menghadapi
kenyataan hidup, baik yang menyenangkan maupun yang menyedihkan.. Berwudhu,
shalat dan dzikrullah merupakan kategori pengalihan emosi (replacement) kepada
objek lain yang memungkinkan meredam efek negatifnya. Dalam kondisi ini
manusia akan merasa susah untuk menolak segala dorongan hawa nafsu kecuali
dengan berbagai upaya dan latihan dengan taqwa. Taqwa adalah gabungan dari
sifat-sifat yang menahan hawa nafs, tidak terperdaya pada fatamorgana, melepaskan
segala ikatan yang merintang di dalam menuju keridhoan Allah SWT.

Kedua, Nafsu Lawwamah adalah jiwa yang selalu menyesali diri, dalam
kondisi ini ia tidak ridha pada keburukan sehingga cenderung padanya dan tidak
mampu mencapai ketenangan, sehingga merasa tenteram dalam kebaikan, yakni zikir
kepada Allah. Nafsu ini tidak konsisten atau stabil di atas satu keadaan. Ia sering
berubah-ubah baik perilaku, pendirian.

Ketiga, Nafsu Muthmainnah adalah nafsu dengan derajat tertinggi, dimana


kondisi yang membedakan hakikat manusia dari seluruh hewan, nafsu yang bersih dan
dihiasi dengan zikir kepada Allah, maka nafsu akan bersih dari syahwat dan sifat-sifat
tercela.

Ketiga komponen diatas amarah, lawwamah, dan muthmainnah sangat penting


dalam konteks psikologi keislaman. Karena dalam perspektif Islam, manusia
merupakan pelaku utama dari ketiga komponen tersebut dan menyatu dalam jiwa
manusia. Untuk itu, sebagai makhluk yang unik. Hakikat manusia merupakan salah
satu misteri terbesar yang belum terpecahkan oleh ilmu pengetahuan, termasuk dalam
psikologi dan teknologi hingga saat ini.
Konsep manusia menurut al-Quran dan hadis adalah makhluk jasmani dan
rohani, atau materi dan immateri dalam arti luas. Unsur jasmani yang berasal dari
tanah di bumi, dan unsur ruh yang berasal dari substansi immateri di alam gaib.

Nafsu Amarah, Lawwamah dan Muthmainnah merupakan masalah kejiwaan


seseorang. Oleh karena itu, kesehatan jiwa tersebut menjadi keharusan fundamental.
Kesehatan jiwa adalah terwujudnya keserasian yang sungguh-sungguh antara dirinya
dan lingkungannya, berdasarkan keimanan dan ketakwaan, serta bertujuan untuk
mencapai hidup yang bermakna bahagia di dunia dan akhirat. Maka dalam Islam,
kesehatan jiwa adalah bentuk personifikasi dari iman dan takwa seseorang.

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Jiwa dan Fitrah merupakan hikmah Allah Ta'ala bahwa saat


menciptakan manusia, Jika fithrah sudah menyimpang, maka selanjutnya indera
mereka akan menyimpang dari tugas yang telah diciptakan oleh Allah untuk
membantu manusia mengenali kebenaran.

2. Hati tempat menetapnya ilmu pengetahuan dan menancapnya akidah.


Karenanya, hati merupakan tempat bagi iman yang benar. Kebutaan
disandarkan kepada hati. Dari sini terdapat istilah penglihatan mata (bashar) dan
pandangan batin (bashiirah), ada juga penglihatan mata dan penglihatan hati.
Bashiirah adalah pandangan iman yang menerangi hati dengan cahaya iman,
sehingga ia dapat melihat sesuatu bentuk dengan pandangan batin, tidak
dengan pandangan mata secara fisik.

3. Amarah, lawwamah, dan muthmainnah merupakan konteks psikologi


keislaman. Karena dalam perspektif Islam, manusia merupakan pelaku utama
dari ketiga komponen tersebut dan menyatu dalam jiwa manusia. Untuk itu,
sebagai makhluk yang unik. Hakikat manusia merupakan salah satu misteri
terbesar yang belum terpecahkan oleh ilmu pengetahuan, termasuk dalam
psikologi dan teknologi hingga saat ini.
4. Roh merupakan jiwa dimana manusia dapat hidup, dan bila roh itu
keluar berakibat kematian. Singkatnya, jiwa dan ruh itu satu. Jika dikatakan
"jiwanya keluar", maka sama saja dengan mengatakan "Rohnya keluar”.

Nama : Siti Laela Malhikmah


NIM : 1121051100011
Pengalaman saya, ketika saya menghadiri ulang tahun teman dekat saya seorang
perempuan. Saat itu acara diadakan dengan meriah. Lantunan ucapan serta hadiah
terus bergulir bergantian. Hingga larut malam sampailah di acara puncak dimana
pemotongan kue dan acara bersenang senang. Saat itu saya tidak mengetahui apa
maksud dari acara bersenang senang, saya pikir acara puncak seperti diadakan games.
Namun ternyata saya salah, dia menawarkan satu botol minuman alkohol kepada
teman teman kampusnya sambil memegang sebuah rokok. Saya kaget ketika dia
melakukan hal itu, pasalnya framing dia ketika sekolah tidak seperti itu. Saya dan dia
kenal dalam satu organisasi rohis sekolah, Saya juga mengenal orang tuanya, orang
tuanya merupakan guru serta pemilik salah satu sekolah yang notabene nya sekolah
islam. Saya juga belajar mengaji murotal dengan orangtuanya. Sayangnya, ketika saya
melihat hal itu dia berpesan jangan berkata sepatah kata apapun ke orang tuanya.
Waktupun berjalan, saya kembali berjumpa dengan dia. Ketika itu kita bertemu di
sebuah kafe di daerah PIK (Pantai Indah Kapuk), daerah tersebut mayoritas adalah
non muslim, kafe kafe halal pun disana sulit adanya musholla. Tidak terasa ketika
berbincang waktu ashar tinggal 30 menit lagi. Handphone saya tidak berdering
dikarenakan lokasi saya melewati laut. Akhirnya setelah bertanya tanya musholla ada
di tempat lain yang memang cukup jauh harus menyeberang laut kembali. Saat itu, dia
yang membawa kendaraan, saya pun memaksa dia untuk mengantarkan kesana.
Karena kita berdua juga harus sholat. Dengan lantang dia pun, menjawab “ribet
banget, ga liat parkiran sudah penuh”. Akhirnya kami pun berdebat dan saya
memutuskan untuk mengqodho sholat saya. Berkaca dari kejadian ashar, saya pun
memaksa dia untuk berpindah tempat ke tempat yang memang akses sholatnya
mudah. Akhirnya kami pun memutuskan pindah tempat. Ketika itu dia kembali
merokok di depan saya sambil membuka hijabnya, Saya mencoba menasehati dia
dengan kata yang tidak menyinggung saya coba mencari tahu alasan kenapa dia
seperti itu.
Ternyata faktor lingkungan pertemanan kampus sangat mempengaruhi hal itu,
dia juga menceritakan dirinya seperti itu karena pacarnya. Dia sering mendapat
perlakuan kasar, Mental abusive. Namun, dia bingung bagaimana keluar dari
hubungan toxic seperti itu. Akhirnya, saya mengajak bersilaturahmi sekaligus
meminta saran kepada ustadz pembimbing rohis kita dulu. Setelah mendengar nasehat
dari ustadz teman saya mau menerima saran dan masukan. Saya pun dipesan untuk
selalu mengingati dia juga mengajak dia dalam hal kebaikan. Alhamdulillah, saat ini
teman saya kembali seperti dulu lagi, walaupun masih ada hal- hal yang belum bisa
dihindari. Saya percaya hidup ini pilihan, tergantung bagaimana manusia tersebut
menghadapi ego nya dan id, ego serta superego manusia haruslah seimbang agar
mental tetap terjaga. Saya juga percaya seiring berjalannya waktu manusia bisa
berubah sepenuhnya.

Pengalaman Konsep Jiwa Dalam Islam


yasyifa pramesti-1121051100008

Pada setahun yang lalu, saya memiliki teman perempuan bernama aisyah,
sebetulnya saya masi berteman dengan dia hingga sekarang, aisyah ini tinggal di
tempat tinggal yang bisa di bilang kurang baik, tepat di jl.kenari Jakarta pusat, di
daerah dia banyak teman sebayanya yang mengkonsumsi obat terlarang, hingga
saudaranya sendiri pun mengkonsumsi obat tersebut, dan sekarang kabarnya
saudaranya yang bernama ucup itu telah diringkus oleh polisi.

Pada tahun lalu saya menginap di rumahnya selama seminggu, di rumah


tersebut dia tinggal bersama kakak serta pamannya, semasa saya menginap saya heran
kenapa aisyah setelah makan selalu keluar ternyata dia merokok, saya sontak kaget,
dan berbicara bahwa perempuan tidak baik jika meroko, lalu dia langsung mamatikan
bara apinya dan masuk hingga berkesipu malu.

Keesokan harinya dia melakukan hal sama berulang kali, dan saya menegur
lagi, hingga hari ke empat tepat di sore hari, dia tidak melakukan hal tersebut ,
katanya dia malu, dan merasa menjadi teman yang sangat buruk bagi saya karena suka
meroko, saya merasa hadirnya saya dalam kehidupan aisyah adalah sesuatu yang
sangat positif sebab bisa membuat aisyah berhenti merokok hingga sekarang.
Begitupun dengan Ketika saya shalat dirumahnya, saya lihat lihat aisyah
jarang melakukan shalat, lalu seminggu dirumahnya tersebut saya selalu mangajak dia
shalat, dia yang merasa malu dan merasa bersalah kepada saya dan Allah, dia
langsung melaksanakan shalat hingga sekarang walaupun terkadang jam shalatnya
tidak selalu tepat waktu.

Pada hari dimana saya mau pulang, saya mendapat kabar dari aisyah, bahwa
pamannya kepergok subuh-subuh sedang bertransaksi sabu-sabu dikenari, saya kaget
saya pun menuduh aisyah mengkonsumsi obat juga, tapi aisyah menyangkalnya,
karena saya sering terlihat shalat di depan pamannya aisyah, saat saya ingin pulang,
pamannya meminta maaf atas kelakuan buruk yang sedang dia hadapi, dia berkata
kalau saya kerumah aisyah lagi saya tidak akan mendengar atau merasakan hal yang
risih lagi.

Esoknya aisyah selalu mengajak saya menginap dirumahnya terkadang


seminggu, hitungannya bisa jadi sebulan selang seling saya selalu berkunjung untuk
menginap dirumahnya, dan pamannya sudah tidak terlihat lagi dirumahnya, saya rasa
dia sangat malu jika melihat saya ketika saya shalat sangat santun dan lain lain,
mungkin dia merasa tertampar hingga tidak mau melihat saya, saya merasa bahwa
lingkungan sangat mempengaruhi jiwa manusia, dengan adanya saya, jiwa aisyah
telah berubah, dari yang sangat jauh dari Allah.

Syifa Tria Nurani


NIM : 11210511000154
Pengalaman saya, ketika saya menjadi murid ngaji di Taman Pendidikan
Al-qur’an mushola darul huda dekat rumah saya . Saat itu, di sore hari seperti biasa
saya melakukan kegiatan mengaji di mushola darul huda dan bertemu teman rumah,
Namanya Nadira. Lalu sampai lah kita di musolah darul huda untuk maju satu persatu
untuk setoran hafalan dan mengerjakan tugas, dan juga mengaji.
Waktu bagian Nadira, ustadzah saya kebingungan melihat Nadira yang tidak mau
maju saat gilirannya. Sudah dicoba dengan cara membujuk pelan-pelan oleh ustadzah
lainnya, namun tidak berhasil. Nadira tetap pada posisinya duduk menyendiri. Saya
melihat Nadira kala itu pun aneh. Tidak biasanya ia seperti itu.
Setelah selesai mengaji, kami pulang ke rumah masing-masing. Kemudian, tak lama
setelah bersih-bersih saya mengunjungi Nadira di rumahnya. Saya bertemu ibunya di
jalan dan bertanya apakah Nadira ada di rumah. Ibunya menjawab ada di kamarnya
dari sehabis mengaji. Ibunya minta tolong kepada saya untuk membujuk Nadira untuk
keluar dari kamar.
Sesampainya saya di rumah Nadira, saya bertemu bapaknya. Lalu, saya menuju
kamarnya untuk menanyakan apa yang sedang terjadi dengan dia. Ketika saya tanya
apa yang terjadi, dia tiba-tiba tidak menjawab dan masih saja menangis dan memeluk
saya. Kemudian setelah itu ia bercerita tentang kondisi yang sedang ia alami.
Ternyata, ia mengalami perundungan di kelasnya. Ia dicemooh ketika pelajaran
agama, ada soal dari gurunya dan ia berhasil menjawab hampir semua soal yang
diberikan. Teman-temannya ada yang tidak terima Nadira mendapat nilai bagus.
Padahal Nadira suka membantu teman-teman nya untuk mengerjakan tugas tersebut
tapi mereka menjauhi Nadira dan menjelek-jelekan ia karna
Sifat iri hati dan cemburu yang dimiliki teman-teman Nadira dapat menimbulkan
pengaruh buruk dalam kehidupannya sendiri. Jadi, rasa iri hati bisa diibaratkan seperti
penyakit yang bisa menggerogoti tubuh si penderitanya. Jika tidak diobati,
orang-orang tersebut akan terus hidup di lingkaran kebencian dan tak pernah bisa
melangkah dengan baik.
Bukan karena Nadira menyombongkan itu, memang karena Nadira merupakan orang
yang rajin solat dan rajin setoran mengaji, serta menghafal al-qur’an. Sehingga,
pertanyaan yang diberikan gurunya berhasil ia jawab dengan mudah karena ia
mempelajari dan mengamalkannya di kehidupan sehari-hari. Teman-temannya
mungkin melihat Nadira menyombongkan itu, tetapi sebenarnya merekalah yang
kurang belajar tentang agama dan kurang mendekatkan diri kepada Allah SWT., lalu
saya melakukan pendekatan dengan menasihati ia dengan berkata berbuat baik
memang penting, tapi tak sedikit orang yang merasa lelah ketika berbuat baik karena
kebaikannya tidak mendapatkan balasan atau justru kebaikannya dimanfaatkan orang
lain. Meskipun demikian, kamu tak boleh putus asa dan harus tetap berbuat baik demi
kebaikan dirimu sendiri. Tidak apa apa kamu tidak salah untuk berbuat kebaikan
untuk membantu teman-teman kamu, kembali lagi saya berkata kalo kita ingin
melakukan kebaikan karena memang kita baik bukan ingin di bilang baik sama
orang-orang. Lalu saya kasih saran terhadap Nadira untuk selalu terus berbuat
kebaikan dan memperat tali silaturahmi dan jangan pernah dendam terhadap
teman-teman nya.
Selang beberapa hari, teman-teman Nadira menyadari kalau yang mereka lakukan
terhadap Nadira itu salah. Setelah itu mereka semua minta maaf ke Nadira dan
berteman kembali. Dan Nadira selalu mengingat nasihat saya dan selalu mengamalkan
kebaikan-kebaikan yang sudah ia pelajari di dalam Al-Quran.
Dari kehidupan itu, saya mempelajari bahwa ada dua jenis perbuatan baik, yaitu
perbuatan baik yang dilakukan untuk Tuhan dan perbuatan baik yang dilakukan
kepada makhluk hidup. Perbuatan baik yang dilakukan untuk Tuhan disebut dengan
ibadah, sedangkan perbuatan baik kepada makhluk hidup ada yang bernilai ibadah dan
ada yang tidak. Akan tetapi, dalam agama Islam kita mengenal perbuatan baik dan
perbuatan buruk yang setiap tindakannya akan selalu dicatat oleh malaikat.
Setiap perbuatan yang kita lakukan di dunia ini akan diketahui oleh tuhan, baik
perbuatan yang dilakukan secara terang-terangan atau yang dilakukan
sembunyi-sembunyi. Allah SWT memiliki dua malaikat pencatat amal baik dan amal
buruk yang akan selalu mengikuti manusia ke mana pun mereka pergi.

DAFTAR PUSTAKA

Amir al-Najjar, al-‘Ilm al-Nafsi al-Sufiyyah, diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia


oleh Hasan Abrori dengan Judul Ilmu Jiwa dalam Tasawuf (Jakarta: Pustaka
Azzam, 2001), h. 36-37.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Balai
Pustaka, 1990), h. 364.
Enung Asmaya, “Hakikat Manusia dalam Tasawuf Al-Ghazali”, Komunika: Jurnal
Dakwah dan Komunikasi, Vol. 12, No. 1, Januari-Juni 2018, h. 130. DOI.
https://doi.org/10.24090/komunika.v12i1.1377
Karzon, DR. Anas Ahmad. 2017. TAZKIYATUN NAFS. Indonesia: Akbarmedia.
Muhammad, Ali. “Hakekat Kepribadian dalam Psikologi Islam”, Tarbawiyah, Vol. 13,
No.1, Edisi Januari - Juni 2016, h. 38.

Anda mungkin juga menyukai