Anda di halaman 1dari 13

1.

1 latar belakang masalah

Sesungguhnya pembentukan kepribadian yang lurus, tidak akan sempurna tanda-tandanya, kecuali
dengan pembersihan jiwa. Yaitu penyucian lubuk hati manusia paling dalam. Seseorang yang tidak kuasa
membetulkan jiwa serta diri sendiri, niscaya tidak mampu melakukan hal yang sama pada orang lain.
Bagaimanapun jiwa manusia itu mempunyai pengaruh serta dorogan-dorongan yang bisa mempengaruhi
tingkah laku pembawaan seseorang. Jiwa tersebut mempunyai godaan-godaan yang senantiasa
bergerak, serta gangguan-gangguan yang mengarah kepada kebimbangan, yang mengakibatkan
seseorang melakukan penyimpangan, kejahatan, kekejian, dan kemungkaran.

Sehingga bersuci dalam agama islam tidak hanya meliputi jasmani tetapi juga rohani. Mensucikan hati
dari segala macam kotoran hati disebut Tazkiah. Seseorang dikaruniai hati yang bersih dan suci saat
dilahirkan ke dunia. Karena bebarapa faktor dan pengaruh membuat hati seseorang menjadi kotor,
seperti; pergaulan, dan lingkungan sekitar. Selain itu bahwasannya setan selalu hadir dan membisikan
keburukan pada hati manusia seperti, iri, dengki, hasud, fitnah, kufur, tamak,dll. Oleh sebab itulah kita di
wajibkan bertaubat kepada allah dengan berbagai macam cara. Selain dengan proses pembersihan dari
segala macam kotoran hati, alangkah lebih baiknya di imbang dengan menanamkan sifat-sifat terpuji ke
dalam hati kita agar dapat terbentu pribadi yang berakhlakul karimah.

Tazkiyyatun Nafs termasuk hal terpenting yang dibawa oleh para Rasul as. Hal ini sebagaimana yang
Allah ingatkan dalam firman-Nya berikut ini: Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari
kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada
mereka Al Kitab (Al Qur’an) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya
Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Baqarah [2] : 129).

Oleh karena itu, kita sebagai umat muslim sudah sepatutnya meniru apa yang di ajarkan oleh baginda
nabi besar Muhammad saw agar hidup kita menjadi lebih baik di dunia maupun di akhirat.

1.2. Rumusan Masalah

a. Apa yang dimaksud dengan Tazkiyatun nafs?

b. Bagaimana tazkiyatun nafs menurut Al Quran dan As Sunnah?

c. Apa tujuan dari tazkiyatun nafs

d. Bagaimana cara penyucian an nafs dan cara penyuciannya?

1.3. Tujuan

Tujuan pembuatan makalah ini adalah memahami taskiyatun nafs serta masalah-masalah yang terkait
dengan Tazkiatun Nafs dan dalilnya serta mengetahui cara-cara menyucikan diri dari sifat-sifat jelek dan
kotoran-kotoran dalam diri manusia. Selain itu untuk menambah wawasan, pengetahuan tentang
fenomena-fenomena nyata yang terjadi di sekitar kita.

1.4. Metode Pembuatan Makalah

Kami membaca bahan-bahan berupa buku-buku, karya tulis, dan penelusuran melalui internet sesuai
dengan materi-materi yang terkait yang akan kami sajikan pada makalah ini.

Pembahasan

1. Pengertian Tazkiyatun Nafs

Secara etimologis (bahasa), Tazkiyatun nafs berasal dari dua buah kata yaitu Tazkiyat dan Nafs. Tazkiyah
berasal dari akar kata Zakka yang berarti penyucian[1]. Kata ini hampir sama dengan Zakaa yang berarti
Solaha (baik) dan ia juga berarti Barokah (banyak kebaikannya), disamping itu juga berarti Thaharoh /
Suci bersih. Sedang bentuk kata Tazkiyah dari kata Zaka yang diberi tambahan huruf kaf, sehingga
menjadi Zakka-Yuzakki-Tazkiyatan yang berarti menumbuhkan, mengembangkan, memperbaiki,
membersihkan, mensucikan dan menjadikannya jadi baik serta bertambah baik. Sedangkan an-nafs
adalah jiwa yang dalam arti psikis berupa akal, hati, nafsu dan roh yang keempat hal tersebut adalah
esensi dari manusia.[2]

Dengan demikian istilah tazkiyatun nafs memiliki makna mensucikan, menguatkan dan mengembangkan
jiwa sesuai dengan potensi dasarnya (fitrah) takni potensi iman, islam, dan ihsan kepada Allah.

Sedangkan menurut istilah, suatu upaya pengkondisian spiritual agar jiwa merasa tenang, tentram
dan senang berdekatan dengan Allah (ibadah)[3]. Sedangkan menurut imam al-ghazali adalah upaya
penyucian jiwa seorang hamba agar terhindar dari sifat tercela.[4]Akan tetapi beberapa ulama
berpendapat: Menurut Abul Qasim Husain bin Muhammad, beliau lebih populer dikenal dengan Ragib
Al-isfahani (wafat 502 H), beliau mengatakan bahwa Tazkiyatun Nafs adalah upaya manusia untuk
mensucikan jiwa dan dirinya, sehingga ia mempunyai sifat terpuji pada dirinya di dunia tentunya dan
kelak di akhirat mendapatkan pahala dan balasan yang besar. Syeikh Sa’id Hawwa menjelaskan bahwa
Taziyatun nafs adalah salah satu tugas utama para rasul, ia merupakan tujuan yang dicapai oleh orang-
orang bertaqwa. Dan selamat atau celakanya manusia tergantung sikapnya terhadap Tazkiyatun nafs,
apakah ia konsen terhadap permasalahan yang satu ini, atau acuh tak acuh dengan hal ini.

Adapun dalam buku tasawuf tematik di sebutkan bahwa, tazkiyatun nafs esensinya cenderung
pada pembicaraan soal jiwa (an-nafs). ada empat istilah yang berkaitan dengan an-nafs yaitu al-qalb, ar-
roh, an-nafs, dan al-aql. Al-Ghazali mengartikan tazkiyatun nafs yaitu suatu proses penyucian jiwa
manusia dari kotoran-kotoran, baik kotoran lahir maupun batin.[5]

Berdasarkan makna itu pula tazkiyatun nafsi bertujuan untuk mengembalikan manusia kepada fitrahnya,
yaitu fitrah tauhid, fitrah iman, islam, dan ihsan, disertai dengan upaya menguatkan dan
mengembangkan potensi tersebut agar setiap orang selalu dekat kepada Allah, menjalaknkan segal
ajaran dan kehendak-Nya, dan menegakkan tugas dan misinya seagai hamba dan khalifah-Nya di bumi.

Karena Tazkiyatun Nafs adalah proses pembersihan jiwa dari akhbas (kotoran) serta memperbaiki jiwa,
maka tazkiyatun nafs dapat dilakukan dengan berbagai bentuk ibadah, perbuatan baik dan berbagai
amalan shalih serta langkah-langkah mujahadah.

Apabila semuanya itu dilakukan, maka akan menjadi bersih yang selanjutnya mempuyai pengaruh,
dampak positif hasilnya pada prilaku, tingkah laku dan perkataan, pengaruh itu akan membekas pada
lidah, mata, telinga dan anggota tubuh lainnya. Buahnya yang paling nyata adalah perlakuanya yang baik
terhadap Allah dan terhadap manusia juga makhluk lain serta makluk di muka bumi ini. Adabnya kepada
Allah berupa komitmen melakukan seluruh kewajibannya kepada Allah dan menjahui segala bentuk
prilaku dan perbuatan yang menyebabkan murka Allah, termasuk mengorbankan harta, jiwa dan raganya
berjihad dijalan Allah.(Al-Mustakhlas fii Tazkiyatul Anfus, hal. 5-6)

Kalau kita mengingat Rosululloh SAW, betapa tepat dan bijaksananya. Beliau telah memberikan
peringatan kepada kita dengan sabdanya:

“Sesungguhnya di dalam jasad manusia itu ada segumpal daging; apabila segumpal daging itu baik,
menjadi baik pulalah seluruh jasad, dan apabila rusak atau kotor, menjadi rusak pula seluruh jasad.
Ketahuilah, yaitu hati.” (Hadits riwayat Imam Bukhori dan Muslim dari Nu’man bin Basyir ra)

Atas dasar hadits terssebut di atas maka kemudian para Ulama Shufi mengatakan, antara lain sebagai
berikut:

“Membersihkan jiwa (hati) dari kotoran-kotoran (nafsu) adalah wajib.” (Kitab Kifayatul Atqiya)

Wajib disini dalam arti harus diusahakan oleh setiap orang dalam rangka upaya mencapai hidup selamat
sejahtera dan bahagia lahir dan batin, dunia dan akhirat. Tazkiyatun-nafs atau membersihkan hati,
maksudnya membebaskan hati dari pengaruh-pengaruh nafsu yang senantiasa berusaha dan bertipu
daya untuk menguasai hati manusia. Di dalam Kitab Suci Al Qur’an diterangkan pernyataan Nabi Yusuf as.
tentang tekad beliau yang senantiasa waspada terhadap tipu daya nafsu, sebagai berikut:

“Dan tidaklah aku membiarkan diriku (dikuasai nafsu), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh
kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rohmat oleh Tuhanku.” (QS. 12 – Yusuf: 53)

Membersihkan hati, istilah yang populer sekarang operasi mental. “Operasi Mental” yang dialami oleh
Rosulullah SAW, ketika akan menjalani Isro’-Mi’roj merupakan tuntunan nyata yang harus diikuti oleh
para umat. Bahkan oleh setiap insan yang hidup di dunia ini. Berkat adanya operasi tesebut, dimana
kotoran-kotoran yang terdapat di dalam hati Rosululloh SAW dikeluarkan dan kemudian dimasukkannya
iman, islam, ihsan, amanah dan kejujuran, maka segala gangguan dan godaan yang dialami dalam
perjalanan Isro’ dan Mi’roj, semua dapat diatasi dengan sempurna dan sukses menghadap ke Hadlrot
Alloh SWT untuk menerima tugas-tugas yang harus dilaksanakan para umat, termasuk sholat lima waktu
dalam sehari semalam.

Bermacam-macam cara telah banyak ditempuh oleh umat masyarakat dalam melaksanakan operasi
mental. Melalui pengajaran dan pendidikan, lewat sistem dakwah dan penerangan-penerangan agama,
menggunakan media massa, surat-surat kabar dan majalah, radio, televisi dan buku-buku, melalui
perkumpulan, organisasi-organisasi sosial dan bermacam-macam bentuk pergaulan hidup lainnya.
Bahkan ada yang menempuh dengan riyadloh-riyadloh badaniyah dan latihan-latihan kejiwaaan atau
kerohanian. Masing-masing dengan metode dan sistematika yang berbeda-beda.

Secara umum operasi mental tesebut di atas dalam garis besarnya dititik beratkan pada prinsip
penanaman pengertian dan ilmu pengetahuan sehingga diharapkan bisa tumbuh suatu kesadaran. Akan
tetapi kenyataan di dalam prakteknya tidak semudah itu. Pengertian dan ilmu pengetahuan masih belum
memberi jaminan akan tercapainya kondisi hati yang bersih dan jernih terbebas dari pengaruh-pengaruh
nafsu yang menjadi sarang yang subur bagi bercokolnya Dewan Perancang Kejahatan seperti tersebut di
atas.

Jadi Tazkiyatun nafs pada hakikatnya adalah proses pembersihan jiwa dan hati dari berbagai dosa dan
sifat-sifat tercela yang mengotorinya, dan selanjutnya peningkatan kwalitas jiwa dan hati tersebut
dengan mengembangkan sifat-sifat terpuji yang diridhai Allah Swt, serta potensi-potensi positifnya
dengan mujahadah, ibadah dan berbagai perbuatan baik lainnya, sehingga hati dan jiwa menjadi bersih
dan baik serta berkwalitas. Yang selanjutnya menjadikannya mempuyai sifat-sifat dan prilaku yang baik
dan terpuji. Bukan Cuma itu saja Allah berfirman dalam Al-Qur’an.

(Allah) yang mengutus untuk seluruh bangsa seorang Rasul dari antara mereka untuk membacakan ayat-
ayat kepada mereka, mentazkiyah mereka, dan mengajarkan Kitab dan Hikmah" (QS. Al-Jum'ah: 2)

Ayat di atas menunjukkan bahwa tazkiyatun nafs, merupaka salah satu missi semua Nabi dan Rasul,
khusus Rasulullah Muhammad SAW, di samping menyampaikan ajaran-ajaran Allah. Islam mengakui
bahwa pada dasarnya manusia lahir dalam keadaan suci, yakni suci dari segala kotoran dan dosa. Yang
ada pada bayi yang lahir itu adalah fitrah, yakni potensi beriman, berislam dan berihsan kepada Allah
dengan mentauhidkan-Nya.

Dengan tazkiyatun nafs, seseorang dibawa kepada kualitas jiwa yang prima sebagai hamba Allah,
sekaligus prima sebagai khalifah Allah. Artinya dengan tazkiyatun nafs, seseorang menjadi Ahlul Ibadah,
yakni orang yang selalu taat beribadah kepada Allah dengan cara-cara yang sesuai dengan tuntunan Allah
dan Rasul-Nya serta menjadi Khalifah, yakni kecerdasan dalam missi memimpin, mengelola dan
memakmurkan bumi dan seisinya sesuai dengan ketentuan-ketentuan agama Allah untuk kerahmatan
bagi semua makhluk

2. Tazkiyatun Nafs menurut Al-Quran dan Sunnah

Dengan makna sebagaimana diuraikan di atas, tazkiyatun nafs tidak sekadar bermakna penyucian jiwa
dan sembarang penyucian jiwa menurut kehendak setiap orang. Tetapi tazkiyatun nafs harus dilakukan
sesuai dengan cara-cara yang telah dituntunkan oleh agama Allah sebagaimana disampaikan oleh Rasul-
Nya, Muhammad SAW.

Mengapa demikian? Karena tazkiyatun nafs adalah penyucian jiwa dalam rangka taqarrub (mendekatkan
diri) kepada Allah Yang Maha Suci dengan sifat Subbuh (Maha Suci dengan Segala Sifat Kesempurnaan-
Nya) dan Quddus (Maha Suci dengan terhindarnya dari segala sifat kekurangan-Nya). Maka cara-cara
melakukan tazkiyah pun harus memenuhi apa yang telah dituntunkan oleh Allah dan Rasulullah.
Tazkiyatun Nafs, meliputi aspek-aspek sebagai berikut:

1. Tazkiyatud Din (mensucikan agama), yakni mensucikan jiwa dengan menegakkan aqidah shahihah
(aqidah yang benar), al-tauhid al-khalish (tauihid yang murni dan bersih), ibadah yang benar, muamalah
yang memuliakan kemanusiaan, dan akhlak yang karimah. Aqidah Shahihah dan al-Tauhidul Khalish
adalah keyakinan dan keimanan yang kokoh, bersih dan lurus kepada Allah terhindar dari segal takhayul
dan khurafat.

Ibadah shahihah adalah ibadah yang sesuai betul dengan ketentuan Al-Quran dan al-Sunnah, bebas dari
segala bid'ah dhalalah. Yakni ibadah yang dilakukan selalu merujuk dan menggali dalil-dalilnya dari Al-
Quran dan Al-Sunnah sesuai dengan pemahaman Salafush shalih, yakni pemahaman Rasul, shahabat dan
tabiin, serta generasi berikutnya yang setia kepada Al-Quran dan Al-Sunnah.

Muamalah yang benar adalah menjalankan pergaulan, prilaku dalam berhubungan dengan sesama
manusia, seperti dalam jual beli, pinjam meminjam, hutang piutang, saling tolong menolong semuanya
dilakukan sesuai dengan rambu-rambu Al-Quran dan Al-Sunnah, yakni bebas dari saling mendhalimi,
bebas dari riba, eksploitasi sesama manusia dan sebagainya.

Akhlak Karimah adalah prilaku dalam berhubungan kepada Allah, sesama manusia dan kepada alam
sekitar dengan nilai-nilai yang memuliakan manusia menurut ajaran Al-Quran dan Sunnah, yang di
dalamnya terkandung sikap sopan dan santun, sikap hormat dan menghargai orang lain, sikap kasih
sayang, sikap malu, sikap menjaga diri, dan sebagainya yang diajarkan oleh Allah dan Rasulullah.

2. Tazkiyatul Mal (mensucikan harta), yakni mensucikan jiwa dengan membersihkan harta yang
diperoleh, dengan memberikan sebagian kepada orang yang membutuhkan. Bahkan meyakini
sebagaimana dituntunkan Allah dan Rasul-Nya, bahwa harta yang diperoleh dari usahanya adalah
merupakan amanah dan titipan dari Allah, bukan miliknya secara hakiki. Karena keberhasilan usaha yang
dilakukan atau pun kegagalan yang dialami adalah ketentuan dari Allah setelah menjalan perintah-Nya
untuk bekerja keras. Maka Allah pun mengatakan bahwa pada sebagian harta yang diamanahkan kepada
seseorang terdapat hak orang lain yang harus diberikan. (QS. Al-Maarij: 24-25) Penyaluran harta yang
menjadi hak orang lain dalam Islam dapat melalui pembayaran zakat, infaq dan shadaqah, semuanya
diberikan kepada orang yang berhak dan membutuhkan serta untuk keperluan kemasalahatan umum,
seperti pembangunan tempat ibadah, tempat pendidikan dan penyantunan anak yatim dan orang-orang
miskin.
3. Tazkiyatul 'Amal wal Akhlak. Penyucian amal perbuatan dan akhlak (prilaku dan budi pekerti) yakni
dengan menjaga segala pikiran, perkataan dan perbuatan kita dengan acuan Al-Quran dan Al-Sunnah,
dan menjaganya dari hal-hal yang tidak sejalan dengan nilai-nilai Al-Quran dan Al-Sunnah.

Dengan demikian tazkiyatun Nafs adalah penyucian hati, penyucian jiwa agar seseorang menjadi dekat
kepada Allah, berada dalam bimbingan dan tuntunan-Nya, yang dilaksanakan dengan merujuk kepada
ajaran agama-Nya yang bersumber dari Al-Quran dan Al-Sunnah. Tazkiyatun Nafs tidak bisa dilakukan
dengan cara-cara semau gue, dan mengabaikan petunjuk Ilahi. Tazkyatun Nafs tidak dapat dilakukan
dengan keyakinan yang dipenuh khurafat, amal ibadah yang dipenuh kebid'ahan dan akhlak yang
menyimpang dari akhlak karimah.

Karena semua telah ditetap tata cara dan rambu-rambunya dalam risalah para Nabi dan Rasul Allah,
maka tazkiyatun nafs adalah merupakan salah satu missi kenabian dan kerasulah setiap Nabi dan Rasul,
termasuk dan terutama Rasulullah Muhammad SAW

2. Tujuan Tazkiyatun Nafs

Hal ini seagaimana yang Allah ingatkan dalam firman-Nya berikut ini:

“Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan
kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Qur’an) dan Al-Hikmah
(As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.”
(surah al-Baqarah; 2:129).

Di dalam beberapa ayat juga dijelaskan, antara lain pada surat Al-Baqarah [2] ayat 151, surat Ali Imran [3]
ayat 164, surat Al-Jumu’a [62] ayat 2, dan surat An-Nazi’at [79] ayat 17 hingga 19.

Tazkiyyatun Nafs yang dibawa oleh para Rasul ini adalah melalui:

Ø Tadzkiir : Terhadap ayat-ayat Allah di setiap ufuk dan dalam diri manusia, terhadap perbuatan Allah
atas ciptaan-Nya dan terhadap hukuman dan siksaan-Nya.

Ø Ta’lim : Mempelajari Kitab dan Sunnah.

Ø Tazkiyyah : Membersihkan hati dan memperbaiki tingkah-laku.

Dan tujuan Tazkiyatun Nafs adalah ketakwaan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sesungguhnya, takwa
hanya dapat terwujud melalui pembersihan serta penyucian jiwa. Sementara, kebersihan jiwa juga tidak
dapat terjadi tanpa takwa. Jadi keduanya saling terkait dan saling membutuhkan. Itulah mengapa Allah
‘Azza wa Jalla berfirman:

‫ نوقنفد نخاَ ن‬. َ‫ قنفد أنففلننح نمنَ نزوكاَنها‬. َ‫ فنأ نفلهننمنهاَ فجججونرنهاَ نوتنفقنواَّنها‬. َ‫س نونماَنسوواَّنها‬
َ‫ب نمنَ ندوساَنها‬ ‫نوننفف س‬
Demi jiwa serta penyempurnaan (ciptaan)nya, maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (perilaku)
kejahatan dan ketakwaannya. Sungguh beruntung orang yang menyucikannya, dan sungguh merugi
orang yang mengotorinya. (QS. Asy-Syams 91 : 7-10)

Ayat-ayat ini menjelaskan bahwa seseorang dapat membersihkan jiwanya melalui ketakwaan kepada
Allah ‘Azza wa Jalla.

Begitu pula firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

َ‫فنلن تجنزككواَّ نأنفجنسجكفم هجنو أنفعلنجم بننمننَ اَّتونقى‬

Maka janganlah kamu menganggap dirimu suci.Allah lebih mengetahui tentang siapa yang bertakwa.
(QS. An-Najm 53: 32)

Serta firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

َ‫ اَّلونذيِ يجفؤنتيِ نماَلنهج ينتننزوكى‬. َ‫نونسيجنجنوبجنهاَ فاَّلنفتنقى‬

Dan orang yang paling bertakwa akan dijauhkan dari api neraka, yaitu orang yang menginfakkan hartanya
serta menyucikan dirinya. (QS. Al-Lail 92: 17-18).

Kedua ayat ini menjelaskan bahwa pembersihan jiwa pada hakikatnya adalah ketakwaan kepada
Allah.Dan memang tujuannya adalah ketakwaan kepada Allah.

Di sini perlu juga difahami dengan baik sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berikut:

‫ أنفن ن‬،َ‫ت نخفيجر نمفنَ نزوكاَنها‬


‫ رواَّه مسلم‬.َ‫ت نولنكينهاَ نونمفولننها‬ ‫ نونزككنهاَ أنفن ن‬،َ‫ت ننففنسيِ تنفقنواَّنها‬
‫ناَّللوهجوم آ ن‬

Ya Allah! Anugerahkanlah ketakwaan pada jiwaku, bersihkanlah ia, Engkau adalah sebaik-baik yang
membersihkan jiwa. Engkaulah Penguasa dan Pemiliknya. (HR. Muslim.)

Dengan qalbu serta jiwa yang bersih dan bertakwa, akan tercapailah maksud diciptakannya manusia.
Yaitu hanya beribadah dan menyembah kepada Allah saja.

Allah berfirman:

‫ت اَّفلنجونَ نوفاَّنلن ن‬
‫س إنلولنينفعبججدونن‬ ‫نونماَنخلنفق ج‬

Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk beribadah kepadaKu saja. (QS. Adz-
Dzaariyaat 51 : 56)

Tujuan tazkiyatun nafs tidak lepas dari tujuan hidup manusia itu sendiri, yakni untuk mendapatkan
kebahagiaan jasmani maupun rohani, material maupun spiritual, dan duniawi maupun ukhrawi.
Kesempurnaan itu akan diperoleh manusia jika berbagai sarana yang menuju ke arah itu dapat dipenuhi.
berbagai hambatan yang menghalangi tujuan kesempurnaan jiwa itu harus disingkirkan. Adapun yang
menghalangi kesempurnaan jiwa itu adalah kotoran atau noda yang ditorehkan oleh sifat-sifat jelek yang
melekat pada jiwa manusia. Tujuan khusus tazkiyatun nafs dijabarkan oleh Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulum
Ad-Din.

a. pembentukan manusia yang bersih akidahnya, suci jiwanya, luas ilmunya, dan seluruh aktivitas
hidupnya bernilai ibadah.

b. membentuk manusia yang berjiwa suci dan beakhlak mulia dalam pergaulan dengan sesamanya,
yang sadar akan hak dan kewajiban, tugas seta tanggung jawabnya.

c. membentuk manusia yang berjiwa sehat dengan terbebasnya jiwa dari perilaku tercela yang
membahayakan jiwa itu sendiri.

d. memebentuk manusia yang berjiwa suci dan berakhlak mulia, baik terhadap Allah, diri sendiri
maupun manusia sekitarnya.[6]

4. Cara Penyucian An-Nafs

Tazkiyatun Nafs , baik dalam artian mensucikan hati membersihkan diri serta prilaku dari sifat
negatif atas dalam artian meningkatkan kualitas diri yang dihiasi dengan ahlak-ahlak mulia dan terpuji
dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai sarana (wasail). Agar sarana / proses penyucian berjalan
dengan sempurna, kita bisa melakukannya dengan 2 macam cara, yaitu proses takhalli dan proses tahalli.
[7] :

1. Dengan proses Takhalli (pembersihan dari penyakit hati)

yaitu membersihkan dan membebaskan diri dari berbagai kotoran hati dari berbagai dosa dengan
bertaubat dan beristigfar. Dan menjauhkan diri serta membebaskannya dari perbuatan dan sifat-sifat
negatif atau tercela. Dengan meninggalkan dan menajahui perbuatan tersebut seperti bohong, khianat,
dengki, fasik, nifak, takabur, ghibah , namimah, dan berbagai sifat tercela lainnya.

2. Dengan Proses Tahalli (pengisian sifat terpuji)

yaitu membekali, membiasakan, dan menghiasi diri dengan berbagai perbuatan baik dan positif,
seperti taubat, sabar, Al-Raja’, faqr, zuhud, wara’, peningkatan ilmu, iman, takwa, ibadah, zikir, do'a,
tilawah, tadabur Al-Quran dan lain sebagainya. Juga dapat dilakukan dengan menumbuhkan
membiasakan sifat-sifat terpuji seperti siddiq, jujur, amanah, tawadhu, kidmah dan seterusnya. Sehingga
kelak sifat-sifat tersebut menjadi kebiasaan dari ahklaknya dalam kehidupan sehari-hari.

Dan setelah kita mengetahui proses dari tazkiyatun nafs, selanjutnya kita gunakan metode (cara) untuk
menyempurnakan tazkiyat yang kita lakukan. Yaitu dengan cara mujahadah dan riyadahDan beberapa
tokoh lain memberikan istilah lain, tentang cara kita menyucikan diri atau jiwa. Dan istilah tersebut yaitu:

1. Mujahadhah

Istilah mujahadat berasal dari kata “jahada”, satu rumpun dengan “ijtahada”, yang berarti berusaha
keras, atau penuh kesungguhan hati dan perilaku dengan penuh ketekunan. menurut Al-Ghazali,
mujahadat berada dibawah norma-norma syariat dan akal. Sebagai contoh untuk mujahadat ini misalnya
seseorang yang terbiasa ghibah, maka mulutnya seolah-olah gatal bila tidak melakukannya. Mujahadat
yang dilakukan disini adalah dengan menahan dengan sekuat hati untuk tidak membicarakan kejelekan
orang lain. Apalagi membicarakan orang lain itu dalam syariat dilarang, dan menurut akal itu juga tidak
baik. Bahkan, logis kalau dibukakan aibnya di depan orang lain.

2. Riyadhoh

Adapun riyadhat disini adalah pembebanan diri dengan membiasakan melatih suatu perbuatan yang
pada fase awal yang merupakan beban yang sangat berat dan pada fase akhir menjadi sebuah karakter
menjadi sebuah karakter atau kebiasaan. Kebiasaan-kebiasaan itu menjadi tertanam kuat. Sebagai
contoh dari riyadhat ini, misalnya seseorang yang telah terbiasa dengan sifat kikir, dapat menghilangkan
sifat kikir itu dengan melatih diri untuk menyumbang kepentingan sarana-sarana ibadah, sarana umum,
dan fasilitas sosial lainnya. Pada mulanya dia akan merasa berat mengeluarkan atau menginfakkan harat
itu, karena memang sudah terbiasa denagtn kekikirannya, tetapi setelah dilatih atau dibiasakan, sedikit
demi sedikit ia akan menjadi seorang pemurah atau dermawan.

Dapat dipahami bahwa mujahadat dan riyadhat merupakan cara tazkyatun nafs dalam upaya
meningkatkan akhlak. Dalam upaya menyucikan jiwa dan membuatnya bersinar, keduanya saling
bergandengan. misalnya ketika seorang terbiasa dengan bohong, mujahadat yang dilakukan adalah
berjuang secara sungguh-sungguh untuk meninggalkan sifat bohong, sedangkan riyadhat yang dilakukan
adalah selalu berkata benar disertai kejujuran.[8]

Yang paling tahu tentang hati manusia adalah penciptaNya, yaitu Allah SWT. Oleh karena itu,
Dia pulalah yang paling tahu tentang bagaimana cara yang paling efektif untuk mensucikan hati manusia.
Berikut ini dikemukakan beberapa sample atau contoh tazkiyatun nafs yang diambil dari Al-Qur'an dan
sunnah Rasulullah SAW :

2. Tazkiyatun nafs dengan ilmu, baik dengan cara mempelajarinya, mengamalkannya, dan
mengajarkannya kepada orang lain. Dengan peningkatan ilmu tentang ma'rifatullah akan mendorong
manusia memohon ampunan atas dosanya, kelalaian. Dan kesalahannya, dan dengan ampunan atas
dosa-dosanya maka hatinya menjadi bersih. Nabi bersabda, Barang siapa yang menempuh jalan untuk
mencari ilmu, Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga. Dan sesungguhnya malaikat-
malaikat meletakan sayap-sayapnya karena senang kepada orang yang menuntut ilmu, dan
sesungguhnya orang-orang yang berilmu akan dimohonkan ampunan untuknya oleh penghuni langit dan
bumi sampai ikan yang ada di dalam air. (HR.Abu Daud dan Tirmizi'). Perhatikan sekali lagi hadist diatas,
bahwa seluruh penghuni langit dan bumi, bahkan ikan didalam air semuanya memohonkan ampunan
kepada Allah bagi orang yang berilmu. Jadi ilmu akan mengatarkan manusia untuk mendapatkan
ampunan, yang sekaligus merupakan tazkiyah dari Allah SWT.

3)

Iman, taqwa, siddiqul kalam, dan amal sholeh Iman, taqwa, siddiqul kalam, dan amal sholeh
merupakan sarana tazkiyah yang paling efektif. Allah berfirman :'Hai orang-orang yang beriman,
bertaqwa kepada Allah, niscaya Allah akan memperbaiki amal-amal perbuatanmu dan mengampuni
dosa-dosamu.' ( QS.33:70)

'sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik-baik akan mengahapus kesalahan-kesalahan'


(QS.11:114)

4)

Iman dan jihad dangan harta jiwa 'hai orang-orang yang beriman, maukah kamu aku tunjukan
perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang sangat pedih ? yaitu kamu beriman kepada
Allah dengan harta dan dirimu itulah yang lebih baik jika kamu mengetahuinya. Niscaya Allah Akan
mengampuni dosa-dosamu dan memasukan kemu kedalam syurga.' ( QS.61:10). Rasulullah SAW
bersabda 'keberadaan seseorang kamu di jalan Allah lebih afdhol dari pada sholatnya dirumah selama
tujuh puluh tahun. Apakah kamu tidak ingin Allah mengampuni dosamu dan memasukan kamu ke dalam
surga/ berperang atau berjihad di jalan Allah. Barang siapa yang berjihad di jalan Allah sejenak saja pasti
masuk surga.(HR.Tirmizi)

5)

Zakat, infak dan shdaqoh' Ambillah sebagian sari harta mereka (zakatnya) untuk membersihkan dan
mensucikan mereka dengan zakat tersebut.' (QS.9:103)

'shadaqoh dapat menghapus dosa-dosa seperti air memadamkan api. Orang yang bertawkwa akan
dijauhkan dari api neraka. Yaitu orang yang menjadi bersih.' (QS.62:16-17).

6)

Taubat, Istigfar dan do'a. 'Dan beristigfarlah kepada Rob-mu sesungguhnya Dia Maha Pengampun.
Sesungguhnya Allah membentangkan tengannya pada malam hari untuk menerima taubat orang yang
berbuat salah disiang hari. Dan dia membentangkan tangannya disiang hari untuk menerima taubat
orang-orang yang berbuat salah dimalam hari hingga matahari terbenam dari sebelah barat.'
(HR.Muslim).

Sesungguhnya rangkaian ibadah yang diajarkan Allah dan RasulNya telah memuat asas-asas
tazkiyatun nafs dengan sendirinya. Bahkan bisa dikatakan bahwa inti dari ibadah-ibadah seperti tauhid,
shalat, wudlu, shaum, zakat, haji dan lain-lain itu tidak lain adalah aspek-aspek tazkiyah.

Al- Ghazali menyatakan bahwa daya kalbu mampu mencapai pengetahuan melalui daya cita rasa dan
kasyf.Sedangkan Ibn Khaldun menyatakan dalam muqadimat bahwa ruh kalbu itu di singgahi oleh ruh
akal. Ruh akal secara substansi mampu mengetahui apa saja di alam amr, sebab ia berpotensi demikian.

Ada beberapa indikator yang bisa dijadikan acuan, sebagai bahan evaluasi apakah proses Tazkiyatun Nafs
yang kita lakukan sudah berhasil atau belum. Indikator tersebut adalah sebagai berikut:

1. Iman bertambah kuat, bagus, dan kokoh. Tahan atas godaan syetan untuk menegakkan kebatilan.
2. Tumbuh semangat beramal shaleh di tengah masyarakat.

3. Mampu menahan hawa nafsu, yangmendoronguntukmenghalalkan segala cara dan merampas hak
orang lain.

4. Mampu menghindarkan diri dari maksiat kepada Alloh. Sebaliknya melaksanakan ketaatan dalam
segala bentuk persoalan.

5. Menerima takdir Alloh dan tidak membencinya, diawali dengan usaha terbaik.

6. Tidak pernah bosan beribadah kepada Alloh. Ber-dzikir saat bekerja, belajar dan lain sebagainya.

7. Tidak pernah jenuh menghadapi godaan syetan. Dalam dirinya takut jatuh saat melangkah hidup,
baik di tengah maupun akhir hidupnya.

8. Kerjanya hanya berusaha mencari ridho Alloh. Kekayaan dan jabatan hanya sebagai sarana untuk
mencapai rido Alloh, bukan sebagai tujuan utama hidup.

9. Mudah diberi nasehat, saat melakukan kesalahan.

10. Tidak pernah berhenti berdoa, dan menyadari atas kelemahaan diri atas-Nya.

11. Selalu bertaubat kepada Alloh atas kesalahan yang dilakukan selama beramal.

12. Mampu menghindari diri dari pekerjaan sia-sia.

13. Mengubah kejahatan dengan kebaikan.

Bagaimana cara untuk mewujudkan indikator di atas?, caranya adalah sebagai berikut:

1. Memperkuat keimanan secara terus menerus

2. Berusahan tidak melanggar perintah Alloh

3. Memelihara dan waspada diri terhadap adzab Alloh

4. Memelihara keikhlasan dan beribadah dan beramal

5. Mengutamakan / konsentrasi akhirat

6. Mengutamakan keridhoan Alloh atas segala-galanya.

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Ø Secara etimologis, Tazkiyatun nafs berasal dari dua buah kata yaitu Tazkiyatun dan An-nafs. Tazkiyah
berasal dari akar kata (Zakaa Yazku-Zakaa & Zakatan) yang berarti Nama (baca; Tumbuh) dan Zada
(baca;Bertambah). Zakaa juga bisa berarti Solaha (baca;baik) dan ia juga berarti Barokah (baca;banyak
kebaikannya), disamping itu juga berarti Thaharoh / Suci bersih. Sedang bentuk kata Tazkiyah dari kata
Zaka yang diberi tambahan huruf kaf, sehingga menjadi Zakka-Yuzakki-Tazkiyatan yang berarti
menumbuhkan, mengembangkan, memperbaiki, membersihkan, mensucikan dan menjadikannya jadi
baik serta bertambah baik.

Ø tujuan Tazkiyatun Nafs adalah ketakwaan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Ø Dan tujuan khusus Tazkiyatun Nafs yaitu:

ü pembentukan manusia yang bersih akidahnya, suci jiwanya, luas ilmunya, dan seluruh aktivitas
hidupnya bernilai ibadah.

ü membentuk manusia yang berjiwa suci dan beakhlak mulia dalam pergaulan dengan sesamanya, yang
sadar akan hak dan kewajiban, tugas seta tanggung jawabnya.

ü membentuk manusia yang berjiwa sehat dengan terbebasnya jiwa dari perilaku tercela yang
membahayakan jiwa itu sendiri.

ü memebentuk manusia yang berjiwa suci dan berakhlak mulia, baik terhadap Allah, diri sendiri maupun
manusia sekitarnya.

Ø Metode penyucian diri bias dilakukan dengan Dengan proses Takhalli dan dengan proses tahalli

3.2. Saran

Mari kita menyucikan jiwa dan hati kita dari segala macam kejelekan dan sifat tercela agar hati kita selalu
menjadi hati yang tenang dan tentram serta senantiasa taqwa dan dekat pada Allah karena Allah senang
pada orang-orang yang taqwa dan senantiasa menyucikan hatinya.

DAFTAR PUSTAKA

Taufik. H. M. Pd.I. 2012. Tazkiyatun Nafs. Lumajang.

M. Solihin. 2003. Tasawuf Tematik. Bandung: CV Pustaka Setia.

Al-Hambali, Ibnu Rajab, dkk. 2001. Tazkiyatun Nafs. Solo: Pustaka Arafah.
Nasution, Lahnuddin.1998.Fiqh 1. Jakarta: Logos Wacana Ilmu

Ibnu Taimiyah, Islam, Syaikhul. 2010. Tazkiyatun Nafs: Darus Sunnah Press.

[1] H. taufik, tazkiyatun nafs. Hlm. 14.

[2] Ibid. hlm.15.

[3] Ibid. hlm. 15.

[4] Ibid. hlm. 15.

[5] Solihin, Tasawuf Tematik, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2003)Hlm. 125-135.

[6] Solihin, Tasawuf Tematik, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2003)Hlm. 145.

[7] H. taufik. Tazkiyatun nafs, hlm. 34-41.

[8] Ibid,. hlm. 190-191.

[9] Ibnu Rajab Al-Hambali, dkk , Tazkiyatun Nafs, (Solo: Pustaka Arafah,2001) Hlm. 84-85.

Anda mungkin juga menyukai