Anda di halaman 1dari 9

AKLAK DAN PEMIKIRAN ISLAMI

Nama :

SELFIAN HAMDIR (23TIA090)

SHERLY NOVITA ELISKA (23TIA091)

Kelas: 1C

Dosen Pengampu : Abdul salam, S.HI, MH

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI AGRO

FAKULTAS TEKNIK

POLITEKNIK ATIM

MAKASSAR

2023
BAB I

PENDAHULUAN

a. Latar belakang

Kata akhlak berasal dari dari bahasa arab khuluq yang jamaknya akhlak yang artinya perangi
atau budi pekerti. Ukuran akhlak itu baik atau buruk adalah motif yang mendasari perbuatan
dan tindakan dan adanya petunjuk yang mengatakan itu baik berdasarkan firman Allah dan
sabda Rasul saw. Jadi pemahaman akhlak adalah seseorang yang mengerti benar tentang
segala sesuatu tindakannya hanya mengharap ridha Allah SWT.

Akhlak merupakan masalah yang sangat penting dalam islam. Seseorang dapat dikatakan
berakhlak ketika dia menerapakan nilai-nilai islam dalam aktifitas hidupnya. Jika aktifitas itu
terus dilakukan berulang-ulang dengan kesadaran hati maka akan menghasilkan kebiasaan
hidup yang baik. Akhlak merupakan perpaduan antara hati, pikiran, perasaan, kebiasaan yang
membentuk satu kesatuan tindakan dalam kehidupan. Sehingga bisa membedakan mana yang
baik dan tidak baik, mana yang jelek dan mana yang cantik dan hal ini timbul dari fitrahnya
sebagai manusia.Hati nurani manusia selalu mendambakan dan merindukan kebenaran, ingin
mengikuti ajaran-ajaran Allah Swt. Oleh kerena itu perlu di buatkan makalah mengenai
akhlak dan pemikiran Islami guna memenuhi tugas Pendidikan agama islam.

b. Rumusan masalah

1. Apa pengertian dari akhlak terpuji dan bagaimana penerapannya?


2. Bagaimana sumber pemikiran metodologi islam (wahyu, akal, dan alam)?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Akhlak

Akhlak menurut bahasa yaitu berasal dari bahasa arab (‫ )اخالق‬jamak dari kata ‫ خلق‬yang berarti
tingkah laku, perangai atau tabiat.

Sedangkan menurut istilah akhlak didefenisikan oleh beberapa ahli sebagai berikut:

1. Menurut Al-Ghazali, segala sifat yang tertanam dalam hati yang menimbulkan
kegiatan-kegiatan dengan ringan dan mudah tanpa memerlukan pemikiran tanpa
pertimbangan.
2. Menurut Ibnu Maskawaih, akhlah adalah perilaku jiwa seseorang yang mendorong
untuk melakukan kegiatan-kegiatan tanpa melalui pertimbangan (sebelumnya).

Jadi menurut saya ilmu akhlak ialah ilmu yang berusaha untuk mengenal tingkah laku
manusia kemudian memberi hukum/nilai kepada perbuatan itu bahwa ia baik atau buruk
sesuai dengan norma-norma akhlak dan tata susila.

a. Pengertian Akhlak Terpuji

Akhlak terpuji disebut juga akhlakul kharimah atau akhlakul mahmudah, artinya segala
macam perilaku atau perbuatan baik yang tampak dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut ajaran Islam penentuan baik dan buruk harus didasarkan pada petunjuk al-qur’an da
al-hadis. Diantara istilah yang mengacu kepada yang baik misalnya al-Hasanah, Thayyibah,
Khairah, Karimah, Mahmudah, Azizah dan al-Birr.

Keutamaan akhlak terpuji disebutkan dalam hadist salah satunya adalah hadis yang
diriwayatkan oleh Abu dzar dari Nabi Muhammad saw, yang artinya:

“ wahai abu dzar! ‘maukah aku tunjukan dua hal yang sangat ringan dipunggung, tetapi
sagat berat ditimbangan (pada hari kiamat kelak?)’, Abu dzar menjawab, ‘hendaklah kamu
melakukan akhlak terpuji dan banyak diam. Demi Allah yang tanganku berada
digenggamannya, tidak ada makhluk lain yang dapat bersolek dengan dua hal tersebut”
(H.R Al-baihaqi)
b. Husnuzan

Husnuzan secara bahasa berarti “berbaik sangka” lawan katanya adalah su’uzan yang berarti
berburuk sangka. Husnuzan adalah cara pandang seseorang yang membuatnya melihat segala
sesuatu secara positif, seorang yang memiliki sikap husnuzan akan
mempertimbangkan segala sesuatu dengan pikiran jernih, pikiran dan hatinya bersih dari
prasangka yang belum tentu kebenaranya. Husnuzan secara garis besar dapat dibagi menjadi
tiga macam, yaitu :

1. Husnuzan kepada Allah, ini dapat ditunjukan dengan sifat tawakal, sabar dan ikhlas
dalam menjalani hidup.
2. Husnuzan kepada diri sendiri, ditunjukan dengan sikap percaya diri dan optimis serta
inisiatif
3. Husnuzan kepada sesama manusia, ditunjukan dengan cara senang, berpikir positif
dan sikap hormat kepada orang lain tanpa ada rasa curiga.

1. Macam-Macam Husnuzan
2. Husnuzan Kepada Allah

Salah satu sifat terpuji yang harus tertanam pada diri adalah adalah sifat husnuzan kepada
Allah, sikap ini ditunjukan dengan selalu berbaik sangka atas segala kehendak Allah terhadap
hamba-Nya. Karena banyak hal yang terjadi pada kita seperti musibah membuat kita secara
tidak langsung menganggap Allah telah tidak adil, padahal sebagai seorang mukmin sejati
semestinya kita harus senantiasa menganggap apa yang ditakdirkan Allah kepada kita adalah
yang terbaik. Seseorang boleh saja sedih, cemas dan gundah bila terkena musibah, akan tetapi
jangan sampai berlarut-larut sehingga membuat dirinya menyalahkan Allah sebagai Penguasa
Takdir. Sikap terbaik yang dapat dilakukan adalah dengan cara segera menata hati dan
perasaan kemudian meneguhkan sikap bahwa setiap yang ditakdirkan Allah kepada hamba-
Nya mengandung hikmah. Inilah yang disebut sikap husnuzan kepada Allah.

Sebagai seseorang mukmin yang meyakini bahwa Allah Maha Tahu atas apa yang terjadi
terhadap hamba-Nya, karena itu kita semestinya berpikir optimis, yakin bahwa rahmat dan
karunia yang diberikan Allah kepada manusia tidak akan pernah putus. Sebagaimana Firman
Allah Swt :

‫َو َر ْح َم ِتي َو ِسَعْت ُك َّل َش ْي ٍء‬

“Dan rahnat ku meliputi segala sesuatu” (Q.S.Al-A’raf : 156).

2. Husnuzan terhadap Diri Sendiri

Perilaku husnuzan terhadap diri sendiri artinya adalah berperasangka baik terhadap
kemampuan yang dimilki oleh diri sendiri. Dengan kata lain, senantiasa percaya diri dan
tidak merasa rendah diri di hadapan orang lain. Orang yang memiliki sikap husnuzan
terhadap diri sendiri akan senantiasa memiliki semangat yang tinggi untuk meraih sukses
dalam setiap langkahnya.
3. Husnuzan terhadap Sesama Manusia

Husnuzan terhadap sesama manusia artinya adalah berprasangka baik terhadap sesama dan
tidak meragukan kemampuan sesama muslim. Semua orang dipandang baik sebelum terbukti
kesalahan atau kekeliruannya, sehingga tidak menimbulkan kekacauan dalam pergaulan.
Orang yang ber-husnuzan terhadap sesama manusia dalam hidupnya akan memiliki banyak
teman, disukai kawan dan disegani lawan. Husnuzan terhadap sesama manusia juga
merupakan kunci sukses dalam pergaulan, baik pergaulan di Sekolah, keluarga, maupun di
lingkungan masyarkat

Contoh Perilaku Husnuzan

1. Husnuzan kepada Allah dan Sabar Menghadapi Cobaan-Nya

Berprasangka baik kepada Allah Swt. artinya menganggap qada dan qadar yang diberikan
Allah adalah hal yang terbaik untuk hamba-Nya, karena Allah Swt. bertindak terhadap
hamba-Nya seperti yang disangkakan kepada-Nya dll.

Cara menunjukkan sikap husnuzan kepada Allah swt adalah :

1. Senantiasa taat kepada Allah.


2. Bersyukur apabila mendapatkan kenikmatan
3. Bersabar dan ikhlas apabila mendapatkan ujian serta cobaan.
4. Yakin bahwa terdapat hikmah di balik segala penderitaan dan kegagalan.
5. Husnuzan kepada Diri Sendiri.

2. Husnuzan kepada diri sendiri adalah sikap baik sangka kepada diri sendiri dan
meyakini akan kemampuan dan potensi yang dimiliki. Husnuzan kepada diri sendiri
dapat ditunjukkan dengan sikap gigih dan optimis. Gigih berarti sikap teguh
pendirian, tabah dan ulet atau berkemauan kuat dalam usaha mencapai sesuatu cita-
cita. Sedangkan optimis adalah sikap yang selalu memiliki harapan baik dan positif
dalam segala hal. Manfaat sikap gigih adalah :

1. Membentuk pribadi yang tangguh


2. Menjadikan seseorang teguh pendirian dan tidak mudah terpengaruh
3. Menjadikan seseorang kreatif.
4. Menyebabkan tidak gampang putus asa dan menyerah terhadap keadaan

3. Husnuzan kepada Sesama Manusia

Husnuzan kepada sesama manusia adalah sikap yang selalu berpikir dan berprasangka baik
kepada sesama manusia. sikap Husnuzan kepada manusia mengandung nilai dan manfaat
sebagai berikut :
1. Hubungan persahabatan dan persaudaraan menjadi lebih baik.
2. Terhindar dari penyesalan dalam hubungan dengan sesama.
3. Selalu senang dan bahagia atas kebahagiaan orang lain.

B. Sumber Pemikiran Metodologi Islam (Wahyu, Akal dan Indra)

1) Wahyu
Ilmu pengetahuan Islam menempatkan wahyu Tuhan di tempat tertinggi, bahkan rasio
berada di bawahnya. Wahyu merupakan sumber dari segala sumber sehingga ia
ditempatkan pada posisi tertinggi. Kebenaran mutlak wahyu Tuhan merpakan status
abadi dalam upaya mengembangkan ilmu pengetahuan.10 Hal ini memberikan
konsekuensi bahwa menurut pandangan Islam indera dan akal harus tunduk kepada
petunjuk wahyu. Islam memandang bahwa kecerdasan manusia tidak sebanding
dengan petunjuk wahyu yang berasal dari sisi Tuhan. Akan tetapi dalam hal ini Islam
tidak berarti meremehkan atau tidak menghormati keberadaan pikiran manusia
sebagai karunia dari Allah swt. Terdapat hubungan sifat dalam pandangan yang harus
kita terima kenyataannya meskipun masih banyak sekali kontroversi yang rumit:
a. Wahyu Tuhan diterima jika akal menunjukkan pada keyaninan yang benar.
b. Wahyu Tuhan berupa pembicaraan eksternal yang dibungkus ke dalam makna
sehingga masuk dalam perasaan dan pendengaran pembaca sebelum mereka percaya
dan mengimani.
c. Wahyu memberikan petunjuk dan arahan yang benar menurut Tuhan tentang alam
dan manusia, manusia dengan akalnya pun berusaha mencari petunjuk tersebut.

Untuk mempertemukan kebenaran wahyu, kini telah banyak kajian dan penelitian
tentang alam semesta dan manusia yang mana hasil penelitian tersebut sesuai dengan
petunjuk-petunjuk baik yang tersirat maupun yang tidak tersirat dalam al-Qur’an.
Pernyataan-pertanyaan mendasar dalam filsafat Islam, tentang adanya gunung
misalnya, telah tercantum di dalam al-Qur’an bahwa ia berfungsi sebagai
penyeimbang bumi, selain sebagai pasak yang ditancapkan ke dalam perut bumi. Hal-
hal demikian baru ditemukan oleh peneliti pada akhir-akhir zaman ini

Sedangkan pendekatan terhadap wahyu bertitik tolak dari keyakinan terhadap


kebenaran wahyu itu sendiri.19 Mencari kebenaran baru sebagai sebuah alternative
adalah tidak tepat namun dengan memahami terhadap kebenaran mutlak yang
terkandung dalam wahyu adalah suatu kebenaran. Dengan mengoptimalkan potensi
nalar manusia, manusia diseru untuk mendapatkan kebenaran yang diharapkan dapat
mencapai kebenaran mutlak tersebut.Dengan demikian, al-Qur’an yang berisikan
wahyu ilahi sebagai sumber filsafat Islam tidak dapat diragukan kebenarannya. Hal ini
dikarenakan sifat kandungan al-qur’an yang tidak terbatas. Ia akan terus melahirkan
pemikiran-pemikiran baru bagi siapapun yang mempelajarinya dan mengkajinya.
Dengan menempatkan wahyu sebagai posisi tertinggi sebagai sumber filsafat,
membuktikan adanya pengakuan suatuenergi tak terbatas dan Maha Sempurna yang
berada diluar kemampuan manusia.

2) Akal
Secara bahasa, akal merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab,‘aqala yang berarti
mengikat dan menahan. Namun, kata akal sebagai kata benda (mashdar) dari ‘aqala
tidak terdapat dalam al-Qur’ân, akan tetapi kata akal sendiri terdapat dalam bentuk
lain yaitu kata kerja (fi’il mudhari’).
Kata ‘aqala bermakna mengikat dan menahan. Kata ‘iqal berarti tali yang digunakan
orang Arab untuk mengikat surban sedangkan i‘taqala sebutan bagi orang yang
ditahan dalam penjara dan mu‘taqal adalah tempat penjara untuk para tahanan.al-
Ghazali berpendapat bahwa akal memiliki beberapa definisi, diantanya: akal
merupakan pembeda antara manusia dan hewan, dengan akal manusia dapat
memahami dan menguasai berbagai pengetahuan. Makna selanjutnya, ilmu
pengetahuan yang dimiliki manusia akan memengaruhi akhlak/sikapnya. Terakhir,
dengan akal dan pengetahuannya manusia mampu mengontrol hawa nafsunya.

Kesempurnaan dan keistimewaan manusia terdapat pada akalnya, hal ini pula yang
membedakan manusia dengan makluk lain baik jin dan malaikat. Kebahagiaan
manusia bersumber dari pengelolaan akalnya sehingga melahirkan sikap dan akhlak
mulia. Sehingga melahirkan perdamaian dan ketentraman. Nikmat besar dari Tuhan
ini merupakan anugerah yang sangat istimewa, dengannya manusia akan diantarkan
pada kebahagiaan abadi.

Akal memberikan solusi kehidupan manusia baik bersifat formal maupun tidak.
Kekholifahan manusia di bumi karena Allah siapkan pula akal baginya. Namun
demikian tidak semua hal dapat diakses oleh akal, seperti kehidupan setelah kematian,
alam ghaib, hari kiamat dan sebagainya.Salah satu kelemahan akal adalah
ketidakmampuannya memutuskan kebaikan dan keburukan sebelum memahami
hakekat sesuatu. Akal akan menilai baik dan buruk sesuai dengan pengalaman dan
pengetahuannya saja. Adapun petunjuk Allah akan baik dan buruk telah ditentukan
untuk kebaikan manusia sebelum akal mampu mengenal dan memahaminya.

Bagi Thuufayl, akal dan wahyu merupakan dua hal yang dapat mengantarkan manusia
pada pengethuan kepada Tuhan. Seseornag dapat sampai kepada Tuhan dengan daya
akal yang dimilikinya. Selain itu, melalui perantara wahyu seseorang juga dapat
sampai pada pengethuan Tuhannya. Keduanya adalah dua cara yang tidak
bertentanga. Baginya kepercayaan kepada Allah merupakan sebuah fitrah yang tidak
dapat dilawan, apalagi dengan menggunakan akal sehatnya untuk merenung dan
memikirkkan alam sekitarnya tentu ia akan sampai kepada Tuhan.

Dalam hal ini, Al-Kindi mengemukakan bahwa untuk mengetahui adanya Tuhan,
sebagaimana kita memahami adanya jiwa dengan memerhatikan munculnya gerak
dan efek-efek yang dapat diamati dari tubuh maka begitu pula dengan Tuhan.
Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas dapat diketahui bahwa akal sebagai
sumber dan dasar filsafat Islam dapat diarahkan dan digunakan untuk berpikir jernih
menuju kebenaran, yang sebelumnya telah ditetapkan oleh wahyu. Meskipun
posisinya berada dibawah wahyu, namun manusia dengan karakternya yang
currioussity tidak dapat dikungkung untuk kemudian benar-benar tunduk dan patuh
terhadap wahyu tanpa memikirkan dan melogikakan sesuatu yang abstrak. Rasa ingin
tahu tersebut membuat manusia berhipotesa dan kemudian dilanjutkan dengan
penemuan-penemuan empiric dan non empirik sehingga dia dengan sendirinya akan
sampai pada Tuhan (kebenaran hakiki).

3) Indera
Indera yang dalam Bahasa Arab disebut dengan Hawas merupakan salah satu sumber
filsafat Islam yang tidak dapat dihindari. Indera sebagai sarana sekaligus sumber
filsafat ilmu sangat berperan sebagai penunjang wahyu dan akal. Melalui Indera
sebuah pertanyaan tentang objek kajian filsafat muncul. Kadang kala ia merupakan
proses awal yang merangsang akal manusia untuk berpikir. Menurut al-Farabi
terdapat beberapa jenis indera yang ada dalam diri manusia diantaranya: indera
eksternal, Indera internal.

Pertama, Indera Eksternal merupakan bagian-bagian luar indera yang mana organnya
dapat dilihat dengan kasat mata. Indera eksternal atau yang disebut dengan al-hawas
al-zhahiriyah terdiri atas lima unsur: penglihatan, penciuman, pendengaran, peraba
dan pengecap. Demikian hawas mempunyai kesalahan-kesalahan dalam memaknai
objek yang ditangkap. Sebagaimana yang diungkapkan Ibnu Maskwaih:
‫ من خطاء‬،‫وأيضا فإن الحواستدرك المحسسات (االشياء المادية التي تتكون من مادة و شيئ) فقط‬
‫ من ذلك ان البصر يخطئ في مايراه من قرب و من‬.‫الحواس في مبادئ افعالها و ترد عليها احكامها‬
29‫بعد‬.
Karena demikian maka sesuailah dengan pendapat al-Farabi dan Gazali, mereka
menempatkan indera eksternal pada posisi yang paling rendah di antara indera-indera
manusia.Lebih lanjut al-Farabi menyatakan bahwa pusat indera primer adalah didalam
hati. Dengan demikian, indera eksternal ini merupakan sebuah modal awal untuk
menangkap dan memaknai segala sesuatu yang bersifat kasar. Untuk selanjutnya
ditrasfer dan diterjemahkna oleh hati. Naquib al-Attas, menyatakan bahwa objek
pengetahuan bukanlah ada-nya, melainkan makna-nya atau makna dari realitas
objek.Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa untuk mengetahui makna dari
suatu objek tidak cukup diketahui dari indera eksternal saja. Penangkapan informasi
melalui indera eksternal perlu diproses kembali untuk mengetahui suatu makna dari
objek yang diamati. Dalam hal ini, bersebrangan dengan epistimologi barat yang
positivistik, materialistik dan empiris
.
Kedua, indera internal disebut juga dengan al-hawas al-bathiniyah. Indera ini
memiliki kemampuan yang tidak dimiliki oleh indera eksternal. Terdapat beberapa
unsur indera eksternal: daya representasi, daya estimasi, daya memori, daya imajinasi
rasional, dan daya imajinasi.Daya representasi adalah kemampuan untuk menyimpan
bentuk-bentuk objek meski objek tersebut sudah tidak lagi berada dalam jangkauan
indera. Indera estimasi (tawahhum) tidak dapat ditangkap oleh indera eksternal
meskipun dapat ditangkap melalui indera, seperti perkara indah dan tidak indah. Yang
ketiga, daya ingat adalah kemampuan untuk menyimpan pesan-pesan yang ditangkap
oleh wahm. Daya imajinasi adalah kemampuan untuk menyusun atau menggabung
satu hal dengan hal lain dengan kreatif.

Alkindi menyebutkan untuk mengetahui hakekat segala sesuatu tidak diperoleh


melalui alat indera, tetapi dapat dilalui dari emanasi Allah SWT. Cara
mendapatkannya melalui penyucian jiwa dari berbagai noda kehidupan yang
materealistik dan syahwat duniawi serta menyibukkan dari dengan menganalisis dan
meneliti hakekat segala sesuatu sehingga siap menerima emanasi pengetahuan dari
Sang Pencipta.Selanjutnya, indera yang digunakan untuk menjadi sumber filsafat
Islam adalah indera eksternal dan indera internal. Keduanya harus berjalan seimbang,
sehingga kebenaran nalar tidak terhalangi oleh suatu kekurangan apapun. Sumber
filsafat Islam melalui indera ini sebagai pengantar/pendukung menuju sumber wahyu
dan akal. Jika sumber indera kurang atau tidak memberikan dukungannya dengan
sempurna maka hasil dari kajian filsafat Islam pun menjadi kurang maksimal.

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN

Akhlak merupakan lambang kualitas seorang manusia, masyarakat, umat


karena itulah akhlak pulalah yang menentukan eksistensi seorang muslim
sebagai makhluk Allah SWT. “Sesungguhnya termasuk insan pilihan di antara
kalian adalah yang terbaik akhlaknya”. Dengan memiliki akhlak yang baik,
tentu seseorang tidak akan berani berbuat kerusakan. Akhlak yang baik akan
menjadi benteng, akan menjadi perisai atau pelindung dalam setiap langkah
kehidupan. Sehingga, manusia tidak akan berbuat dosa. Hasilnya,
pembangunan disemua bidang akan stabil.

B. SARAN

Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan dan jauh dari
kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman
pada banyak sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Maka dari itu penulis
mengharapkan kritik dan saran mengenai pembahasan makalah dalam kesimpulan
di atas.

Anda mungkin juga menyukai