PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam agama Islam terdapat dua ajaran yang sangat ditekankan oleh Allah
dan Rasul-Nya, yang harus diamalkan dan dibenarkan dalam hati. Yaitu iman
(akidah) dan ihsan (akhlak). Tetapi sekarang-sekarang ini ada yang mengabaikan
salah satu dari dua hal ini. Sehingga kehidupannya menjadi jauh dari agama.
Akidah dan akhlak pada dasarnya merupakan satu kesatuan dalam ajaran islam.
Kedua unsur tersebut dapat dibedakan tetapi tidak bisa dipisahkan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana metode pencapaian Akidah dan Akhlak
2. Bagaimana Prinsip-prinsip Akidah dan Akhlak
C. Tujuan
1. Mengetahui metode pencapaian Akidah dan akhlak
2. Mengetahui Prinsip-prinsip Akidah dan Akhlak
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Akidah
Akidah adalah bentuk masdar dari kata “aqada, ya’qidu, ‘aqdan, ‘aqidatun”
yang berarti simpulan, ikatan, sangkutan, perjanjian, dan kokoh. Sedangkan secara
teknis akidah berarti iman, kepercayaan, dan keyakinan. Dan tumbuhnya tentunya
didalan hati, sehingga yang di maksud dengan akidah adalah kepercayaan yang
menghujam atau simpul di dalam hati. Sedangkan Akidah menurut istilah adalah
urusan-urusan yang harus dibenarkan oleh hati dan diterima dengan rasa puas
serta terhujam kuat dalam lubuk jiwa yang tidak dapat digoncangkan oleh badai
subhat (keragu-raguan). Dalam definisi yang lain disebutkan bahwa akidah adalah
sesuatu yang mengharapkan hati membenarkannya, yang membuat jiwa tenang
tentram kepadanya dan yang menjadi kepercayaan yang bersih dari kebimbangan
dan keraguan.
1
Kasmali,”Sinergi Implementasi antara akidah dan akhlak Menurut hamka,” (jurnal
THEOLOGIA 26, 2015),hlm.276
2
Ciri-ciri Akidah dalam Islam :
1. Akidah didasarkan pada keyakinan hati, tidak menuntut yang serba rasional,
sebab ada masalah tertentu yang tidak rasional dalam akidah.
2. Akidah Islam sesuai dengan fitrah manusia sehingga pelaksanaan akidah
menimbulkan ketentraman dan ketenangan.
3. Akidah Isal diasumsikan sebagai perjanjian yang kokoh, maka dalam
pelaksanaan akidah harus penuh keyakinan tanpa disertai kebimbangan dan
keraguan.
4. Akidah dalam Islam tidak hanya diyakini, lebih lanjut perlu pengucapan
dengan kalimah”thayyibah” dan diamalkan dengan perbuatan yang shaleh.
5. Keyakinan dalam Akidah Islam merupakan masalah yang supraempiris maka
dalil yang diperguanakan dalam pencarian kebenaran tidak hanya didasarkan
atas inra yang dibawa oleh para Rasul Allah Swt.
Akidah Islam terbagi menjadi 4 bagian pokok yaitu :
1. Al Illahiyyat (ketuhanan)
2. An Nubuwwat (Kenabian)
3. Ar Ruhaniyyat (Kerohanian)
4. As sam’iyyat (Masalah-masalah yang hanya di fengar dari syara’)
B. Pengertian Akhlak
Secara etimologi, kata akhlak berasal dari bahasa arab yang merupakan jamak
dari kata khulq, yang bearti adat kebiasaan, perangai, tabi’at, dan muru’ah.2
Akhlak merupakan sifat yang tertanam dalam jiwa seseorang yang berakibat
timbulnya berbagai perbuatan secara spontan tanpa desertai pertimbangan.3
2
M. Idris Abd. Rauf Al-Marbawi, Kamus Marbawi, (Beirut : Darul Fikri,tt), hlm.186
3
Subahri,”Aktualisasi Akhlak dalam Pendidikan,(Islamuna : Jurnal studi Islam, 2015), hlm.
169
3
Menurut Al-Faidh Al-Kasyani, Akhlak adalah ungkapan untuk menujukan
kondisi yang mandiri dalam jiwa, darinya muncul perbuatan-perbuatan dengan
mudah tanpa didahului perenungan dan pemikiran.4
Dalam Alquran, kata khulq yang merujuk pada pengertian perangai, disebut
sebanyak dua kali, yaitu :
“(Agama kami) ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan orang-orang terdahulu”
Ciri-ciri Akhlak :
1. Akhlak sebagai ekspresi sifat dasar seseorang yang konstan dan tetap.
2. Akhlak selalu dibiasakan seseorang sehingga ekspresiakhlak tersebut
dilakukan berulang-ulang, sehingga dalam pelaksanaan itu tanpa disertai
pertimbangan pikiran terlebih dahulu.
3. Apa yang diekspresikan dari Akhlak merupakan keyakian seseorang dalam
menempuh keinginan sesuatu, sehingga pelaksanaannya tidak ragu-ragu.
Akidah dan akhlak sangat erat kaitannya. Akidah yan kuat dan benar tercermin
dari akhlak terpuji yang ia miliki, dan sebaliknya. Dalam konsepsi Islam, Akidah
akhlak tidak hanya sebagai media yang mencakup hubungan manusia dengan
Allah swt tetapi juga mencakup hubungan manusia dengan sesamanya ataupun
dengan alam sekitarnya karena sejatinya Islam adalah Rahmatan lil ‘aalamin. Jika
hubungan tersebut dapat diterapkan secara selaras maka itulah yang dimaksud
implementasi sejati Akidah akhlak dalam kehidupan yang membuat bahagia dunia
maupun akhirat.
4
Syekh Nashir Makarim Asy-Syirazi, Al-Akhlak fi Al-Quran, (Qumm: Madrasah Al-Imam
Ali bin Abi Thalib,1386), hlm. 14
4
C. Urgensi Akhlak Dalam Kehidupan
"Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali agar menyembah
((beribadah ) kepada-Ku"
5
D. Akhlak Mahmudah dan Akhlak Mazmumah
Secara garis besar, akhlak dibagi dua dalam dua kategori, yaitu akhlak
mahmudah dan akhlak mazmumah. Yang dimaksud dengan akhlak mahmudah
adalah segala macam sikap dan tingkah laku yang baik ( terpuji), sedangkan
akhlak mazmumah adalah segala macam sikap dan tingkah laku yang buruk (
tercela).
1. Ikhlas
2. Tawakal
3. Syukur
Syukur ialah merasa senang dan berterima kasih atas nikmat yang Allah
berikan. Imannya bertambah teguh dan lidahnya semakin banyak berzikir kepada
Allah swt. Syukur itu tidak cukup dengan hanya memuji - muji Tuhan dengan
ucapan "alhamdulillah" saja, melainkan harus sejalan dan serirama dengan
pengakuan di dalam hati, diiringi pula dengan perbuatan - perbuatan nyata
mentaati Allah dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Orang yang berakhlak amanah adalah orang yang selalu memelihara hak -
hak Allah dan hak - hak manusia yang ada pada dirinya. Dengan begitu dia tidak
6
akan menyia - nyiakan atau berkhianat terhadap tugas yang diembankan
kepadanya baik tugas ibadah maupun tugas muamalah.
5. Sabar
Yang dimaksud dengan sabar adalah tahan menderita pada sesuatu yang tidak
disenangi, dengan disertai sikap rida, ikhlas, dan berserah diri kepada Allah.
1. Dusta
Dusta atau bohong adalah pernyataan tentang sesuatu hal yang tidak sesuai
dengan keadaan yang sebenarnya. Dusta ini tidak hanya berkaitan dengan
perkataan saja, tetapi juga dengan perbuatan.
2. Zalim
Zalim berarti berbuat aniaya, tidak adil dalam memustuskan sebuah perkara,
berat sebelah dalam berbuat suatu tindakan, atau mengambil hak orang lain.
3. Takabur
Takabur berarti merasa dan mengaku dirinya lebih ( mulia, pandai, cakap, dan
lain sebagainya ) dari orang lain. Pendek kata, takabur merupakanperasaan bahwa
dirinya serba hebat, atau dengan kata lain sombong. Sifat ini akan memunculkan
anggapan bahwa orang lain lebih rendah dari dirinya, dan dia tidak peduli apakah
anggapan itu berdasarkan pada kenyataan atau tidak. Orang yang memiliki sifat
ini akan terlihat dalam sikap, tindak tanduk ( gerak gerik), dan penampilannya
yang tidak menyenangkan orang lain.
4. Putus asa
7
5. Pengecut
Sifat ini selalu membuat orang ragu - ragu dalam memulai suatu langkah,
maka ia akan menyerah sebelum berjuang. Perasaan takut memang pada dasarnya
ada pada setiap manusia normal. Takut yang wajar akan membuat orang berhati -
hati dalam melakukan suatu tindakan. Akan tetapi, takut yang berlebihan tanpa
alasan bersumber pada sifat pengecut yang menyebabkan orang bersikap pasif,
seperti tidak mau berdagang karena takut rugi, dan lain sebagainya.
Metode Pencapaian Akidah islam dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu :
1. Doktriner, yang bersumber pada wahyu ilahi yang disampikan melalui Rosul-
Nya dan pesan Allah tersebut telah diabadikan dalam satu kitab Al-Quran
yang secara operasional dijelaskan sabda Nabi-Nya.
Dengan metode ini, maka akidah islam mampu mencapai kepercayaan yang
bersifat “sam’iyat”, yaitu kejadian-kejadian tetrtentu yang harus diyakini
kebenarannya yang hanya didapat dari sumber wahyu Ilahi. Misalnya hari kiamat,
surga, neraka hisab malaikat, dan sebagainya. Bagi orang yang tidak percaya
memandang metode ini dinyatakan tidak signifikasi dan tidak kognitif dengan
alasan tidak dapat diverifikasikan dan tidak empiris. Untuk itu, metode ini harus
didasarkan atas kepercayaan (iman) yang apabila akal manusia tidak mampu
mengungkapkan sesuatu, maka tidak perlu dibahas dan diperdebatkan.5
5
CA. Qodir, Filsafat dan Ilmu Pengetahuan dalam Islam, (Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia,1998), hlm. 10-11
8
Psikologi, Zoologi, Botani, Kimia, Ontologi, Meteorologi, dan lain
sebagainya.
4. Irfani’ah, yakni metode yang menekankan pada intuisi dan perasaan hati
seseorang setelah melalui upaya suluk (perbuatan yang biasa dilakukan untuk
mencapai tujuan tetrentu). Metodi ini membagi alam dalam dua katagori,
pertama, alam nyata yang dapat diobservasi. Kedua, alam intuisi yang
berkaitan dengan jiwa yang tidak mungkin ditundukkan dengan pengalaman
atau analogi. Alam kudua inilah yang hanya mampu ditempuh dengan
melalui metode intuisi.6
Sedangkan metode yang dipergunakan dalam Pencapaian Akhlak terdapat 3
cara yaitu :
1. Takhalli, yakini mengosongkan diri dari sifat-sifat yang tercela dan maksiat
lahir batin. Para ahli menyatakan dengan “al-takhalli bi al-akhlak al-sayyaih”
(mengosongkan diri dari sifat Tercela).
2. Tahalli, yaitu mengisi diri dengan sifat-sifat mahmudah (terpuji secara lahir
barin. Para ahli menyatakan “al-tahalli bi al-akhlak al-hasanah” (mengisi
dari sifat-sifat baik).
3. Tajalli, yaitu merasa akan keagungan Allah Swt. Para ahli menyatakan
dengan “al-tajalli ila Rabb al-bariyyah” (merasa akan keagungan allah Tuhan
manusia).
Dalam islam akidah merupakan masalah asasi yang merupakan misi pokok
yang dibantu oleh para Nabi, baik tidaknya seseorang ditentukan dari akidahnya,
mengingat amal saleh merupakan pancaran ari akidah yang sempurna karena
akidah merupakan masalah asasi maka dalam kehudupan manusai perlu
ditetapkan prinsip-prinsip dasar akidah islamiah agar dapat menyelamatkan
kehidupan manusia di dunia dan akhirat.
6
Jalaludi Rahmad, dalam Ali Abdul Aziz, Epistimologi dan Aksiologi Ilmu Perspektif Al-
Quran, (Bandung : Rosda Karya,1989), hlm. 16
9
Prinsip akidah yang dimaksud adalah :
1. Akidah yang didasarkan atas tauhid yakni mengesakan Allah dari segala
dominasi yang lain. Prinsip al-tauhid pun tidak mempertentangkan antara
dunia dan akhirat, antara yang alami dan yang dialami, antara yang imanen
dan transendental, antara jiwa dan raga dan sebagainya, karena itu merupakan
kesatuan yang harus ditopang dengan :
1) Memiliki komitmen utuh kepada Tuhan dan menjalankan pesan-Nya.
2) Menolak pedoman hidup yang tidak berasal dari Tuhan.
3) Bersikap progresif dengan selalu menekankan penilaian kualitas hidup,
adat-istiadat, trasisi, paham hidup.
4) Mempunyai visi keharmonisan antara makhluk sesama manusia lain,
sehingga terjalin keharmonisan antar manusia dan Tuhan-Nya, dengan
lingkungan sekitarnya.7
2. Akidah harus dipelajari terus-menerus dan diamalkan sampai akhir hayat
kemudian selanjutnya diturunkan atau diajarkan kepada yang lain. Sumber
akidah adalah Allah Swt. Dzat yang Maha benar, oleh karena itu cara
mempelajari akidah harus melalui wahyu-Nya, bukan hnya sekedar bertaklid
(mengikuti tanpa suatu argumen) kepada orang lain.
Dalam kaitan ini Allah berfirman dalam QS. Al-isra :36 yang artinya:
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempercayai pengetahuan
tentangnya, sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan
dimintai pertanggungjawaban.”
3. Scope pembahasan Akidah tentang Tuhan dibatasi dengan larangan
merperbincangkan atau memperdebatkan tentang eksistenti Dzat tuhan, sebab
dalam satu hal ini manusia tidak akan mampu menguasainya.
4. Akal dipergunakan manusia untuk memperkuat Akidah, bukan untuk mencari
Akidah, karena Akidah Islamiyah sudah jelas tertuang dalam Al-Quran dan
Al-Sunnah.
7
M. Amin Rais, Cakrawala Islam, Antara Cita dan Fakta, (Bandung : Mizan,1992), hlm. 18-
30
10
Dalam pendekatan filsafat, sebagian filsof menggunakan teori keraguan
(academic dobt) dalam menemukan suatu kebenaran. Dengan berpangkal dari
keraguan sebagai jembatan perantara menuju sebuah kepastian, dengan proses
dari keraguan itu dijadikan sebagai objek analisis lalu diadukan penyajian
sehingga kenenaran dapat dibuktikan dengan dalil. Pendekatan ini tidak boleh
dipergunakan dalam mencari akidah, sebab jika manusia tidak mampu
menjangkaunya berarti ia telah ilhad (atheis). Yakni meniadakan adanya Tuhan
pencipta, hal ini terjadi karena sarana dan kemampuan seseorang sangat terbatas
sehingga sulit menjangkau Dzat yang serba sempurna.
1. Akhlak yang baik dan benar harus didasarkan atas Al-Quran atau Al-Sunnah,
bukan dari tradisi atau aliran-aliran tetentu yang sudah tampak tersesat.
2. Adanya keseimbangan antara berakhlak kepada allah, kepada sesama
manusia, dan kepada Allah.
3. Pelaksanaan akhlak harus bersamaan dengan Akidah dan syariah, karena
ketiga unsur di atas merupakan bagian dari syariah Allah Swt.
4. Akhlak dilakukan semata-mata karena Allah, walaupun objek akhlak adalah
pada makhluk. Sedangkan akhlak kepada Allah harus lebih diutamakan
daripada akhlak kepada makhluk.
5. Akhlak dilakukan menurut proporsinya, misalnya seseorang anak harus lebih
hormat kepada orang tuanya daripada orang lain.
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Akidah adalah sesuatu yang mengharapkan hati membenarkannya, yang
membuat jiwa tenang tentram kepadanya dan yang menjadi kepercayaan yang
bersih dari kebimbangan dan keraguan. Sedangkan Akhlak merupakan sifat yang
tertanam dalam jiwa seseorang yang berakibat timbulnya berbagai perbuatan
secara spontan tanpa desertai pertimbangan. Akidah dan akhlak sangat erat
kaitannya. Akidah yan kuat dan benar tercermin dari akhlak terpuji yang ia miliki,
dan sebaliknya. Jika hubungan tersebut dapat diterapkan secara selaras maka
itulah yang dimaksud implementasi sejati Akidah akhlak dalam kehidupan yang
membuat bahagia dunia maupun akhirat.
12
DAFTAR PUSTAKA
13