Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejarah Agama menunjukkan bahwa kebehagiaan yang ingin dicapai dengan
menjalankan syariah agama itu hanya dapat terlaksana dengan adanya akhlak yang baik.
Kepercayaan yang hanya berbentuk pengetahuan tentang keesaan Tuhan, ibadah yang
dilakukan hanya sebagai formalitas belaka, muamalah yang hanya merupakan peraturan yang
tertuang dalam kitab saja, semua itu bukanlah merupakan jaminan untuk tercapainya
kebahagiaan tersebut.

Timbulnya kesadaran akhlak dan pendirian manusia terhadap-Nya adalah pangkalan


yang menetukan corak hidup manusia. Akhlak, atau moral, atau susila adalah pola tindakan
yang didasarkan atas nilai mutlak kebaikan. Hidup susila dan tiap-tiap perbuatan susila
adalah jawaban yang tepat terhadap kesadaran akhlak, sebaliknya hidup yang tidak bersusila
dan tiap-tiap pelanggaran kesusilaan adalah menentang kesadaran itu.

Kesadaran akhlak adalah kesadaran manusia tentang dirinya sendiri, dimana manusia
melihat atau merasakan diri sendiri sebagai berhadapan dengan baik dan buruk. Disitulah
membedakan halal dan haram, hak dan bathil, boleh dan tidak boleh dilakukan, meskipun dia
bisa melakukan. Itulah hal yang khusus manusiawi. Dalam dunia hewan tidak ada hal yang
baik dan buruk atau patut tidak patut, karena hanya manusialah yang mengerti dirinya sendiri,
hanya manusialah yang sebagai subjek menginsafi bahwa dia berhadapan pada perbuatannya
itu, sebelum, selama dan sesudah pekerjaan itu dilakukan. Sehingga sebagai subjek yang
mengalami perbuatannya dia bisa dimintai pertanggung jawaban atas perbuatannya itu.

B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi fokus permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini
dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan Akhlakul Kharimah ?
2. Apa yang dimaksud dengan dari Akhlak/Etika ?
3. Bagaimana Akhlak Seorang Bidan?
4. Bagaimana tugas seorang Bidan ?

1
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Akhlakul Kharimah
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Akhlak/Etika
3. Untuk mengetahui bagaimana Akhlak seorang Bidan dalam Akhlak Islam
4. Untuk mengetahui bagaimana tugas seorang bidan dalam Akhlak Islam

D. Manfaat
Manfaat penulisan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Agar dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran oleh para mahasiswa untuk
menambah pengertahuan mereka tentang Akhlakuk Kharimah dalam kebidanan.
2. Agar para pembaca dapat mengetahui pengertian, akhlak seorang bidan, dan tugas
seorang bidan dalam akhlak islam.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Akhlakul Kharimah


Akhlakul karimah adalah akhlak yang baik atau terpuji. Semua manusia harus
memiliki sifat akhlakul karimah ketika hidup di dunia. Akhlakul karimah atau Akhlak
mulia atau sikap terpuji yaitu suatu sikap yang baik sesuai dengan ajaran agama islam .
bagi seseorang yang memiliki akhlakul karimah maka akan selalu disenangi oleh sesama
manusia, bahkan tidak hanya itu jika seesorang berperilaku sesuai ajaran agama islam
maka sudah pasti baik dimata Allah. Dan kelak nanti akan masuk dalam surga bersama
Nabi Muhammad saw, seperti yang terkandung dalam Hadist Nabi Muhammad sebagai
berikut:
“Sesungguhnya orang yang paling aku cintai di antara kalian dan orang yang paling
dekat tempatnya dariku pada hari kiamat adalah orang yang paling baik budi pekertinya
di antara kalian”
Hal tersebut juga tercermin dalam kondisi kita sekarang. Dengan melihat kondisi
suatu bangsa atau suatu Negara bisa menjadi jaya bila warga negaranya terdiri dari
orang-orang yang berakhlak mulia atau berbudi luhur. Sebaliknya, bila warganya
berakhlak buruk maka rusak pulalah bangsa dan Negara itu. Karena suatu bangsa dikenal
karena akhlaknya (budi pekertinya) jika budi pekertinya telah runtuh maka runtuh
pulalah bangsa itu.
Akhlak ialah suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang
seharusnya dilakukan oleh manusia, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia
dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus
diperbuat. “Prof. Dr. Ahmad Amin Dan rumusan pengertian tersebut, secara garis besar,
akhlak itu dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu akhlakul karimah/mahmudah dan
akhlakul mazmumah.
Akhlakul karimah adalah akhlak terpuji atau akhlak mulia. Ruang lingkup akhlak
terpuji itu meliputi akhlak terhadap Allah SWT, terhadap sesama manusia, dan akhlak
terhadap makhluk-makhluk Allah SWT lainnya.
B. Pengertian Akhlak dan Etika
1. Pengertian Akhlak
Akhlak secara terminologi berarti tingkah laku seseorang yang didorong oleh
suatu keinginan secara sadar untuk melakukan suatu perbuatan yang baik. Akhlak

3
merupakan bentuk jamak dari kata khalaqa, yang kata asalnya khuluqun berasal dari
bahasa Arab yang berarti perangai, tingkah laku, tabiat,adat atau khalqun kejadian
buatan,ciptaan.
Karenanya akhlak secara kebahasaan bisa baik atau buruk tergantung pada tata
nilai yang dipakai sebagai landasannya, meskipun secara sosiologis di Indonesia kata
akhlak sudah mengandung konotasi baik, jadi orang yang berakhlak berarti orang
yang berakhlak baik. Untuk menjelaskan pengertian akhlak dari segi istilah, kita dapat
merujuk kepada berbagai pendapat para pakar di bidang ini. Ibnu Miskawaih (w. 421
H/1030 M) yang selanjutnya dikenal sebagai pakar bidang akhlak terkemuka dan
terdahulu misalnya secara singkat mengatakan bahwa akhlak adalah sifat yang
tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa
memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
2. Ciri-ciri Perbuatan Akhlak
a. Dilakukan dengan mudah tanpa pemikiran.
b. Tertanam kuat dalam jiwa seseorang sehingga telah menjadi kepribadiannya
c. Timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya tanpa ada paksaan atau tekanan
dari luar.
d. Dilakukan dengan sungguh-sungguh.
e. Dilakukan dengan ikhlas.
3. Macam-macam Akhlak
a. Akhlak Kepada Allah
 Tawaduk kepada Allah, yaitu rendah hati di hadapan Allah. Mengakui bahwa
dirinya rendah dan hina di hadapan Allah Yang Maha Kuasa, oleh karena itu
tidak layak kalau hidup dengan angkuh dan sombong, tidak mau memaafkan
orang lain, dan pamrih dalam melaksanakan ibadah kepada Allah.
 Beribadah kepada Allah, yaitu melaksanakan perintah Allah untuk
menyembahNya sesuai dengan perintah-Nya. Seorang muslim beribadah
membuktikanketundukkan terhadap perintah Allah.
 Berdo’a kepada Allah, yaitu memohon apa saja kepada Allah. Do’a
merupakan inti ibadah, karena ia merupakan pengakuan akan keterbatasan dan
ketidakmampuan manusia, sekaligus pengakuan akan kemahakuasaan Allah
terhadap segala sesuatu

4
 Berzikir kepada Allah, yaitu mengingat Allah dalam berbagai situasi dan
kondisi,baik diucapkan dengan mulut maupun dalam hati. Berzikir kepada
Allah melahirkan ketenangan dan ketentraman hati.
 Tawakal kepada Allah, yaitu berserah diri sepenuhnya kepada Allah dan
menunggu hasil pekerjaan atau menanti akibat dari suatu keadaan.
b. Akhlak Pada Diri Sendiri
 Syukur, yaitu sikap berterima kasih atas pemberian nikmat Allah yang tidak
bisa terhitung banyaknya. Syukur diungkapkan dalam bentuk ucapan dan
perbuatan. Syukur dengan ucapan adalah memuji Allah dengan bacaan
alhamdulillah, sedangkan syukur dengan perbuatan dilakukan dengan
menggunakan dan memanfaatkan nikmat Allah sesuai dengan aturan-Nya.
 Sabar, yaitu prilaku seseorang terhadap dirinya sendiri sebagai hasil
daripengendalian nafsu dan penerimaan terhadap apa yang menimpanya.Sabar
diungkapkan ketika melaksanakan perintah, menjauhi larangan dan ketika
ditimpa musibah.
 Tawaduk, yaitu rendah hati, selalu menghargai siapa saja yang dihadapinya,
orang tua, muda, kaya atau miskin. Sikap tawaduk melahirkan ketenangan
jiwa, menjauhkan dari sifat iri dan dengki yang menyiksa diri sendiri dan tidak
menyenangkan orang lain.
c. Akhlak kepada Keluarga
Akhlak terhadap keluarga adalah mengembangkann kasih sayang di antara
anggota keluarga yang diungkapkan dalam bentuk komunikasi. Akhlak kepada ibu
bapak adalah berbuat baik kepada keduanya dengan ucapan dan perbuatan.
Berbuat baik kepada ibu bapak dibuktikan dalam bentuk-bentuk perbuatan antara
lain :
 Menyayangi dan mencintai ibu bapak sebagai bentuk terima kasih dengan cara
bertutur kata sopan dan lemah lembut
 Mentaati perintah
 Meringankan beban, serta
 Menyantuni mereka jika sudah tua dan tidak mampu lagi berusaha.
d. Akhlak Kepada Sesama Manusia
1. Akhlak Terpuji (Mahmudah)

5
 Husnuzan,berasal dari lafal husnun (baik) dan Adhamu (Prasangka). Husnuzan
berarti prasangka, perkiraan, dugaan baik. Lawan kata husnuzan adalah suuzan
yakni berprasangka buruk terhadap seseorang .
 Tawaduk,Tawaduk berarti rendah hati. Orang yang tawaduk berarti orang yang
merendahkan diri dalam pergaulan. Lawan kata tawaduk adalah takabur.
 Tasamu,Artinya sikap tenggang rasa, saling menghormati dan saling
menghargai sesama manusia.
 Ta’awun,Ta’awun berarti tolong menolong, gotong royong, bantu membantu
dengan sesama manusia.
2. Akhlak Tercela (Mazmumah)
 Hasad,artinya iri hati, dengki. Iri berarti merasa kurang senang atau cemburu
melihat orang lain beruntung.
 Dendam,dendam yaitu keinginan keras yang terkandung dalam hati untuk
membalas kejahatan.
 Gibah dan Fitnah,membicarakan kejelekan orang lain dengan tujuan untuk
menjatuhkannama baiknya. Apabila kejelekan yang dibicarakan tersebut
memangdilakukan orangnya dinamakan gibah. Sedangkan apabila kejelekan
yang dibicarakan itu tidak benar, berarti pembicaraan itu disebut fitnah.
 Namimah,adu domba atau namimah, yakni menceritakan sikap atau perbuatan
seseorang yang belum tentu benar kepada orang lain dengan maksud terjadi
perselisihan antara keduanya.
4. Pengertian Etika
Etika adalah aturan atau pola tingkah laku yang dihasilkan oleh akal manusia,
Secara etimologi, etika berasal dari bahasa Yunani, ethos yang berarti watak
kesusilaan atau adat,dalam KBBI etika diartikan ilmupengetahuan tentang asas-asas
akhlaq (moral). Menurut para ahli etika sebagai ilmu yang menjelaskanarti baik dan
buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan olehmanusia di dalam perbuatan
mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat
(Ahmad Amin).
a. Etika deskriptif
Etika yang berbicara mengenai suatu fakta yaitu tentang nilai dan pola perilaku
manusia terkait dengan situasi dan realitas yang membudaya dalam kehidupan
masyarakat.

6
b. Etika Normatif
Etika yang memberikan penilaian serta himbauan kepada manusia tentang
bagaimana harus bertindak sesuai norma yang berlaku. Mengenai norma norma
yang menuntun tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari hari.
Dalam kehidupan sehari-hari, Etika memiliki peranan atau fungsi diantaranya.
Diantara fungsi dan peranannya yaitu :
1. Dengan etika seseorang atau kelompok dapat menegemukakan penilaian
tentang perilaku manusia
2. Menjadi alat kontrol atau menjadi rambu-rambu bagi seseorang atau kelompok
dalam melakukan suatu tindakan atau aktivitasnya sebagai mahasiswa
3. Etika dapat memberikan prospek untuk mengatasi kesulitan moral yang kita
hadapi sekarang.
4. Etika dapat menjadi prinsip yang mendasar bagi mahasiswa dalam
menjalankan aktivitas kemahasiswaanya.
5. Etika menjadi penuntun agar dapat bersikap sopan, santun, dan dengan etika
kita bisa di cap sebagai orang baik di dalam masyarakat.

C. Akhlak Seorang Bidan


1. Bidan Sebagai Seorang `Abd (Hamba) Allah swt
Salah satu tujuan penciptaan manusia adalah untuk menyembah Allah,
sebagaimana firman-Nya “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka menyembah-Ku” (Q.s. al-Zariyat/51: 56). Dalam kapasitas manusia
sebagai hamba-Nya tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Keduanya
memiliki potensi dan peluang yang sama untuk menjadikan dirinya sebagai hamba
yang ideal atau Muttaqun. Dalam konsep Muttaqun ini tidak dikenal adanya
diskriminasi antara jenis kelamin, suku, etnik, atau bangsa. Sebagaimana yang
ditegaskan Allah dalam Alquran surah al-Hujurat/49:13 “Hai manusia, sesungguhnya
Kami menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan
menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kalian saling
mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah ialah
orang yang paling bertaqwa di antara kalian. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
lagi Maha Mengenal”.
Kekhususan-kekhususan yang diperuntukkan kepada kaum laki-laki seperti
seorang suami setingkat lebih tinggi di atas istrinya (Q.s. al-Baqarah/2: 228); laki-

7
laki pelindung bagi perempuan (Q.s. al-Nisa/4: 34), memperoleh bagian warisan
yang lebih banyak; menjadi saksi yang efektif (Q.s, al-Baqarah/2: 282) dan
diperkenankan berpoligami bagi mereka yang memenuhi syarat (Q.s. al-Nisa/4: 3).
Tetapi, itu tidaklah berarti menjadikan seorang laki-laki menjadi hamba yang utama
di hadapan-Nya, melainkan kapasitas itu diberikan sebagai anggota masyarakat yang
memiliki peran publik dan sosial lebih ketika kitab suci Alquran diturunkan. Oleh
sebab itu, sebagai seorang hamba Allah, laki-laki dan perempuan masing-masing
akan memperoleh penghargaan atau imbalan pahala sesuai dengan kadar kualitas
pengabdiannya, sebagaimana Allah swt berfirman: “Barangsiapa yang mengerjakan
amal shalih baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka
sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya
akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang
telah mereka kerjakan”. (Q.s. al-Nisa/4: 124)
Selain itu, memang Nabi saw pernah bersabda sebagai yang diriwayatkan
oleh `Abdullah ibn `Umar r.a. yang menggambarkan bahwa seolah-olah laki-laki
mempunyai kelebihan dalam hal ibadah sehingga wanita dikatakan memiliki
“kekurangan akal” dan “kekurangan agama”. Maksud dari kata-kata “kekurangan
akal” itu adalah persaksian dua perempuan sama kualitasnya dengan seorang laki-laki
dan maksud dari “kekurangan agama” itu adalah karena hanya kaum perempuanlah
yang mengalami menstruasi. Di samping itu, yang menyebabkan seolah-olah ada
perbedaan adalah faktor budaya yang ada dalam kehidupan masyarakat setempat.
2. Bidan Sebagai Seorang Khalifah fi al-Ardl
Ada dua fungsi utama diciptakannya manusia di dunia ini, yakni (1) sebagai
`abid (hamba), dan (2) sebagai khalifah fi al-Ardl (penguasa atau pemimpin di bumi).
Hal ini termaktub dalam Q.s. al-An`am16: 165 sebagai berikut: “Dan Dialah yang
menjadikan kalian penguasa penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian
kalian alas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa
yang diberikan-Nya kepada kalian. Sesungguhnya Tuhan kalian amat cepat siksaan-
Nya, dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Pada ayat yang lain dan senada juga Allah swt berfirman: Ingatlah ketika
Tuhanmu berfrman kepada para malaikat “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan
seorang khalifah di muka bumi “. Mereka (malaikat) berkata “Mengapa Engkau
hendak menjadikan khalifah di bumi itu sedangkan orang itu akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih

8
dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?”. Tuhan berfirman:
“Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui” (Q,s. al-Baqarah/2:
30).
Kedua ayat suci di atas tidak menunjukkan sama sekali adanya hukum Tuhan,
apakah kekuasaan itu berada pada laki-laki atau perempuan? Sehingga dari sinilah
saya bisa menarik satu kesimpulan bahwa seorang perempuan – termasuk di
dalamnya kita para profesional di bidang kebidanan – dalam menjalankan profesi
atau keahliannya adalah sama dan atau setara dengan kaum laki-laki.
Dalam menjalankan profesinya – sebagai bentuk kekhalifahannya – seorang
bidan haruslah mendasari tugasnya itu sebagai satu ibadah sehingga profesi itu
adalah bagian dari kewajiban agama juga. Hal ini memang berhubungan erat sekali
dengan kekuasaan Allah yang dibentangkan secara luas untuk dikerjakan,
sebagaimana arti firman-Nya: “Dialah yang memperlihatkan kepadamu tanda-tanda
(kekuasaan)-Nya dan menurunkan untukmu rezeqi dari langit. Dan tiadalah mendapat
pelajaran kecuali orang-orang yang kembali kepada Nya” (Q.s. al-Mu’min/40: 13).
3. Bidan Sebagai Seorang Ibu
Ada beberapa term yang bisa kita jumpai di dalam kitab suci Alquran, jika
bidan itu dihubungkan dengan dirinya sebagai seorang ibu atau kaum perempuan.
Terdapat kata al-Nisa, misalnya, pada ayat 7 surah al-Nisa/4: “Bagi laki-laki ada hak
bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi perempuan ada
hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau
banyak menurut bagian yang telah ditetapkan”.
Dengan ayat ini, maka kata al-Nisa menunjukkan jender perempuan, di mana
porsi pembagian hak tidaklah semata-mata ditentukan oleh realitas biologis sebagai
perempuan atau laki-laki melainkan berhubungan erat dengan faktor realitas jender
yang ditentukan oleh budaya di mana orang itu berdiam. Tetapi, kata al-Nisa dalam
surah al-Bagarah/2: 222 menunjukkan bahwa yang dimaksudkan adalah istri-istri.
Selain itu kita menjumpai kata al-Mar-ah. Antara kata al-Nisa dan al-Mar-ah lebih
cenderung kepada maksud tugas reproduksi kaum perempuan, sedangkan satu lagi
kata yaitu Untsa yang mana kata ini lebih menekankan pada aspek biologis atau seks
(kelamin).
Berkenaan dengan perannya sebagai seorang ibu, seorang bidan semakin
terhormat di hadapan Allah karena ada dua alasan: Pertama, menjalankan tugasnya
sebagai pihak yang antara lain membantu seorang perempuan yang akan melahirkan

9
seorang manusia di dunia ini. Kedua, menjadi ibu dari anak-anaknya yang lahir dari
rahim (kasih sayang)-nya. Dengan itu, maka pantas jika Nabi Muhammad memberi
jawaban yang meyakinkan sang penanya ketika dia berkata: “Kepada siapa aku
berbuat baik ya Rasulullah?”, Rasulullah menjawab: Ibumu! Kata ini diulangi oleh
beliau tiga kali, baru setelah itu beliau menambahkan: Bapakmu!
4. Profesi Bidan Dalam Pandangan Islam
Setiap manusia diberi kemampuan dan kebebasan oleh Allah swt untuk
menentukan apa pilihan pekerjaannya kelak di dunia setelah ia dewasa. Karena bidan
dan profesi kebidanan telah diakui dan dirasakan eksistensinya oleh publik, maka
saya berkesimpulan bahwa bidan dan profesi kebidanannya adalah suatu profesi yang
sejalan dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Apalagi ketika profesi bidan
ditunjang oleh organisasi yang telah mandiri, profesional, dan lengkap dengan kode
etik profesinya. Kode etik itu antara lain memuat tugas mulia seorang bidan yang
berlandaskan nilai-nilai kemanusiaan yang luhur.
Nah, yang menarik kita pelajari bersama sebenarnya adalah mengapa bidan
dan profesi kebidanannya itu harus dari pihak perempuan. Ini tidak mustahil ide
dasar awalnya adalah karena faktor biologis, etik-moral dan akhlaq itu sendiri yang
sejalan dengan nilai-nilai agama mana pun, terutama Islam. Terutama sekali ketika
seorang bidan dalam membantu atau menolong persalinan seorang perempuan yang
berasal dari jenisnya sendiri, misalnya, di mana pada saat itu aurat seorang wanita
semuanya terbuka tanpa tutup apa-apa.
Tetapi, dilematisnya sekarang ialah adanya kaum pria yang mengambil
spesialisasi kebidanan dan kandungan, di mana dari segi akhlaq melihat aurat yang
bukan muhrimnya dengan profesi dan keahlian yang tidak tertutup kemungkinan di
kalangan dokter-dokter dari kaum pria itu terkadang menimbulkan gejala dan fakta
yang melahirkan perilaku menyimpang. Padahal terhadap etika dilarang melihat aurat
yang bukan muhrimnya itu tertera di dalam Alquran surah al-Nur/24: 30-31.
5. Profil Akhlaq Seorang Bidan
Disini akan mengartikan secara lebih “bebas” atau fleksibel mengenai akhlaq
ini dengan masalah kepribadian. Hal ini dihubungkan dengan kepribadian kita yang
sesungguhnya sebagai seorang bidan sehingga sehari-harinya di dalam menjalankan
profesi menampakkan kemusliman kita dan bahwa kita adalah bidan yang muslimah
dan beda dengan yang lainnya.

10
a. Sebagai seorang muslimah, seorang bidan harus menunjukkan dirinya sebagai
yang menjalankan tugasnya secara profesional, penuh tanggung jawab dan di atas
segalanya adalah niat ibadah semata kepada Allah.
b. Seorang bidan harus dan wajib mensyukuri nikmat ilmu dan profesinya. Lewat
itulah seorang bidan bisa beramal seluas-luasnya baik dalam konteks hablun min
Allah wa hablun min al-Nas (hubungan jalinan kepada Allah dan manusia).
c. Karena profesi seorang bidan banyak berhubungan dengan manusia dalam arti
individu dan keluarga, maka lewat profesinya memungkinkan hal itu dijadikan
sebagai sarana perluasan hubungan ukhuwah Islamiyah.
d. Setiap bidan hendaknya meningkatkan kualitas intelektual, memperluas wawasan
keilmuan dan referensi untuk menunjang karier terutama dalam memenuhi
tuntutan perkembangan ilmu, teknologi dan informasi.
e. Seorang bidan senantiasa menanamkan keyakinan pada diri sendiri bahwa apa
yang dilakukannya itu mampu ia pertanggungjawabkan konsekuensinya di
akhirat kelak. Oleh karena itu, berbuat yang ahsan (terbaik) dalam menjalankan
profesi dari waktu ke waktu adalah filosofi akhlaq Islam yang harus diwujudkan
pada semua lapisan masyarakat.
6. Peran Bidan Dalam Pandangan Islam
Agama dapat memberikan petunjuk/pedoman pada umat manusia dalam
menjalani hidup meliputi seluruh aspek kehidupan. Selain itu agama juga dapat
membantu umat manusia dalam memecahkan berbagai masalah hidup yang sedang
dihadapi. Adapun aspek-aspek pendekatan melalui agama dalam memberikan
pelayanan kebidanan dan kesehatan diantaranya :
a. Agama memberikan petunjuk kepada manusia untuk selalu menjaga
kesehatannya
b. Agama memberikan dorongan batin dan moral yang mendasar dan melandasi
cita-cita dan perilaku manusia dalam menjalani kehidupan yang bermanfaat baik
bagi dirinya, keluarga, masyarakat serta bangsa.
c. Agama mengharuskan umat manusia untuk beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa dalam segala aktivitasnya
d. Agama dapat menghindarkan umat manusia dari segala hal-hal/perbuatan yang
bertentangan dengan ajarannya.

11
7. Upaaya Pelayanan Kebidanan
a. Upaya pemeliharaan kesehatan
Upaya dini yang dilakukan dalam pemeliharaan kesehatan dimulai sejak ibu
hamil yaitu sejak janin di dalam kandungan. Hal tersebut bertujuan agar bayi
yang dilahirkan dalam keadaan sehat begitu juga dengan ibunya. Kesehatan
merupakan faktor utama bagi umat manusia untuk dapat melakukan/menjalani
hidup dengan baik sehingga dapat terhindari dari berbagai penyakit dan
kecacatan. Ada beberapa langkah yang dapat memberikan tuntunan bagi umat
manusia untuk memelihara kesehatan yang dianjurkan oleh agama antara lain :
1. Makan makanan yang bergizi
2. Menjaga kebersihan
3. Berolah raga
4. Pengobatan diwaktu sakit
b. Upaya pencegahan penyakit
Dalam ajaran agama pencegahan penyakit lebih baik dari pada pengobatan
diwaktu sakit. Adapun upaya-upaya pencegahan penyakit antara lain:
1. Dengan pemberian imunisasi Imunisasi dapat diberikan kepada bayi dan
balita, ibu hamil, WUS, murid SD kelas 1 sampai kelas 3.
2. Pemberian ASI pada anak sampai berusia 2 tahun
3. Memberikan penyuluhan kesehatan. Dapat dilakukan pada kelompok
pengajian, atau kelompok-kelompok kegiatan keagamaan lainnya.
c. Upaya pengobatan penyakit
Nabi saw bersabda : ” Bagi setiap penyakit yang diturunkan Allah, ada obat yang
diturunkan-Nya.” Dalam hati ini umat manusia dinjurkan untuk berobat jika sakit.
8. Pemakaian Kontrasepsi
Pandangan agama terhadap pelayanan Keluarga Berencana. Ada dua pendapat
mengenai hal tersebui yaitu memperbolehkan dan melarang penggunaan alat
kontrasepsi. Karena ada beberapa ulama yang .mengatakan penggunaan alat
kontrasepsi itu adalah sesuatu/hal yang sangat bertentangan dengan ajaran agama
karena berlawanan dengan takdir/kehendak Allah. Pendapat/pandangan agama
dalam pemakaian IUD. Ada dua pendapat yaitu memperbolehkan / menghalalkan dan
melarang / mengharamkan.
a. Pemakaian IUD bertujuan menjarangkan kehamilan.

12
Dengan menggunakan kontrasepsi tersebut keluarga dapat merencanakan jarak
kehamilan sehingga ibu tersebut dapat menjaga kesehatan ibu, anak dan keluarga
dengan baik.
b. Pemakaian IUD bertujuan menghentikan kehamilan.
Jika didalam suatu keluarga memiliki jumlah anak yang banyak, tentunya sangat
merepotkan dan membebani perekonomian keluarga. Selain itu bertujuan
memberikan rasa aman kepada ibu. Karena persalinan dengan factor resiko/resiko
tinggi dapat mengancam keselamatan jiwa ibu. Agar ibu dapat beristirahat waktu
keseharian ibu tidak hanya digunakan untuk mengurusi anak dan keluarga.
c. Pendapat/pandangan agama yang melarang/mengharamkan pemakaian
kontrasepsi IUD :
1. Pemakaian IUD bersifat aborsi, bukan kontrasepsi
2. Mekanisme IUD belum jelas, karena IUD dalam rahim tidak menghalangi
pembuahan sel telur bahkan adanya IUD sel mani masih dapat masuk dan
dapat membuahi sel telur (masih ada kegagalan).
3. Pemakaian IUD dan sejenisnya tidak dibenarkan selama masih ada obat-
obatan dan alat lainnya. Selain itu pada waktu pemasangan dan pengontrolan
IUD harus dilakukan dengan melihat aura wanita.
d. Pelayanan kotrasepsi system operasi yaitu MOP dan MOW juga mempunyai dua
pendapat/pandangan yaitu memperbolehkan dan melarang. Pendapat/pandangan
yang memperbolehkan:
1. Apabila pasangan suami istri dalam keadaan yang sangat terpaksa dalam
kaedah hukum mengatakan ” Keadaan darurat memperbolehkan hal-hal yang
dilarang dengan alasan kesehatan/keselamatan jiwa “.
2. Begitu juga halnya mengenai melihat aura orang lain apabila diperlukan untuk
kepentingan pemeriksaan dan tindakan hal tersebut dapat dibenarkan.
Pandangan/pendapat yang melarang :
a. Sterilisasi berakhir dengan kemandulan. Hal ini bertentangan dengan
tujuan utama perkawinan yang mengatakan bahwa perkawinan bertujuan
untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat juga untuk
mendapatkan keturunan.
b. Mengubah ciptaan Tuhan dengan cara memotong atau mengikat sebagian
tubuh yang sehat dan berfungsi (saluran mani/tuba).
c. Dengan melihat aura orang lain.

13
D. Contoh Etika
1. Ikhlas
Kata ikhlas mempunyai beberapa pengertian. Menurut al-Qurtubi, ikhlas pada
dasarnya berarti memurnikan perbuatan dari pengaruh-pengaruh makhluk. Ikhlas
adalah inti dari setiap ibadah dan perbuatan seorang muslim. Allah SWT berfirman
dalam QS. Al Bayyinah: 5),
”Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan
ketaatan –keikhlasan— kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan
supaya mereka mendirikan sholat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah
agama yang lurus.”
Keikhlasan seseorang ini, akan menghasilkan kemenangan dan kejayaan.
Anggota masyarakat yang mengamalkan sifat ikhlas, akan mencapai kebaikan lahir-
bathin dan dunia-akhirat, bersih dari sifat kerendahan dan mencapai perpaduan,
persaudaraan, perdamaian serta kesejahteraan.
2. Amanah
Secara bahasa amanah bermakna al-wafa’ (memenuhi) dan wadi’ah (titipan)
sedangkan secara definisi amanah berarti memenuhi apa yang dititipkankan
kepadanya. Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT:
“Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian untuk mengembalikan titipan-titipan
kepada yang memilikinya, dan jika menghukumi diantara manusia agar menghukumi
dengan adil…” (QS 4:58).
Amanah yang diberikan Allah kepda manusia meliputi :
a. Amanah Fitrah:
Yaitu amanah yang diberikan oleh Sang Pencipta SWT sejak manusia dalam
rahim ibunya, bahkan jauh sejak dimasa alam azali, yaitu mengakui bahwa AllaH
SWT sebagai Pencipta, Pemelihara dan Pembimbing (QS 7:172)
b. Amanah Syari’ah/Din:
Yaitu untuk tunduk patuh pada aturan AllaH SWT dan memenuhi perintah-NYA
dan menjauhi larangan-NYA, barangsiapa yang tidak mematuhi amanah ini maka
ia zhalim pada dirinya sendiri, dan bodoh terhadap dirinya, maka jika ia bodoh
terhadap dirinya maka ia akan bodoh terhadap Rabb-nya (QS. 33:72).
c. Amanah Hukum/Keadilan:
Amanah ini merupakan amanah untuk menegakkan hukum Allah SWT secara
adil baik dalam kehidupan pribadi, masyarakat maupun bernegara (QS 4/58).

14
Makna adil adalah jauh dari sifat ifrath (ekstrem/berlebihan) maupun tafrith
(longgar/berkurangan).
d. Amanah Ekonomi:
Yaitu bermu’amalah dan menegakkan sistem ekonomi yang sesuai dengan aturan
syariat Islam, dan menggantikan ekonomi yang bertentangan dengan syariat serta
memperbaiki kurang sesuai dengan syariat (QS. 2: 283).
e. Amanah Sosial:
Yaitu bergaul dengan menegakkan sistem kemasyarakatan yang Islami, jauh dari
tradisi yang bertentangan dengan nilai Islam, menegakkan amar ma’ruf dan nahi
munkar, menepati janji serta saling menasihati dalam kebenaran, kesabaran dan
kasih-sayang (QS 23: 8).
f. Amanah Pertahanan dan Kemanan:
Yaitu membina fisik dan mental, dan mempersiapkan kekuatan yang dimiliki
agar bangsa, negara dan ummat tidak dijajah oleh imperialisme kapitalis maupun
komunis dan berbagai musuh Islam lainnya (QS. 8:27).
3. Adil
Adil berarti menempatkan/meletakan sesuatu pada tempatnya. Adil juga tidak
lain ialah berupa perbuatan yang tidak berat sebelah. Para Ulama menempatkan adil
kepada beberapa peringkat, yaitu adil terhadap diri sendiri, bawahan, atasan/
pimpinan dan sesama saudara.
Nabi Saw bersabda, “Tiga perkara yang menyelamatkan yaitu takut kepada
Allah ketika bersendiriaan dan di khalayak ramai, berlaku adil pada ketika suka dan
marah, dan berjimat cermat ketika susah dan senang; dan tiga perkara yang
membinasakan yaitu mengikuti hawa nafsu, terlampau bakhil, dan kagum seseorang
dengan dirinya sendiri.” (HR. AbuSyeikh).
4. Bersyukur
Syukur menurut kamus “Al-mu’jamu al-wasith” adalah mengakui adanya
kenikmatan dan menampakkannya serta memuji (atas) pemberian nikmat
tersebut.Sedangkan makna syukur secara syar’i adalah : Menggunakan nikmat
AllahSWT dalam (ruang lingkup) hal-hal yang dicintainya. Lawannya syukur adalah
kufur.Yaitu dengan cara tidak memanfaatkan nikmat tersebut, atau menggunakannya
pada hal-hal yang dibenci oleh Allah SWT.
Definisi ini ditulis oleh Ibnu Quddamah dalam bukunya “minhajul qashidin”.
Bersyukur pada tataran menjadi pribadi unggul berlaku pada dua keadaan yaitu

15
sebagai tanda kerendahan hati terhadap segala nikmat yang diberikan oleh Sang
Pencipta adalah sama, baik sedikit atau banyak dan sebagai ketetapan daripada Allah,
supaya kebajikan senantiasa dibalas dengan kebajikan.
5. Sabar
Sabar yaitu sifat tahan menderita sesuatu (tidak lekas marah; tidak lekas patah
hati; tidak lepas putus asa, tenang dsb). Di dalam menghadapi cobaan hidup, ternyata
kesabaran ini sangat penting untuk membentuk individu/ pribadi unggul. Manusia
diciptakan dengan disertai sifat tidak sabar dan karenanya ia banyak berbuat
kesalahan. Akan tetapi, agama meminta setiap orang agar bersabar karena Allah.
Orang beriman harus bersabar menunggu keselamatan yang besar yang Allah
janjikan.
Al Qur`an juga menyatakan hal ini, “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai
penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi
orang-orang yang khusyuk.” (Al-Baqarah: 45). Ayat lain dari surah yang sama
menekankan bahwa kegembiraan diberikan kepada orang-orang yang bersabar dalam
menghadapi rintangan atau kesusahan.
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira
kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah,
mereka mengucapkan, ‘Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun.’” (al-Baqarah: 155-
156).
6. Jujur
Shiddiq (jujur, benar) adalah lawan kata dari kidzib (bohong atau dusta).
Secara morfologi, akar kata shidq berasal dari kata shadaqa, yashduqu, shadqun,
shidqun. Ungkapan shaddaqahu mengandung arti qabila qauluhu ‘pembicarannya
diterima’.
Imam al-Ghazali membagi sikap benar atau jujur (shiddiq) ke dalam enam
jenis:
1. Jujur dalam lisan atau bertutur kata.
Setiap orang harus dapat memelihara perkataannya. Menepati janji termasuk
kategori kejujuran jenis ini.
2. Jujur dalam berniat dan berkehendak.
Kejujuran seperti ini mengacu kepada konsep ikhlas, yaitu tiada dorongan bagi
seseorang dalam segala tindakan dan gerakannya selain dorongan karena Allah.

16
3. Jujur dalam berobsesi atau bercita-cita (azam).
Jujur dalam menepati obsesi. Jujur dalam beramal atau bekerja. Jujur dalam
maqam-maqam beragama. Merupakan kejujuran paling tinggi.
Contohnya adalah kejujuran dalam khauf (rasa takut akan siksaan Allah), raja’
(mengharapkan rahmat Allah), ta’dzim (mengagungkan Allah), ridha (rela
terhadap segala keputusan Allah), tawwakal (mempercayakan diri kepada Allah
dalam segala totalitas urusan), dan mencintai Allah.

E. Sikap Seorang Bidan


Pengertian Bidan adalah seorang perempuan lulus pendidikan bidan yang
terakreditasi, memenuhi kualifikasi untuk didaftarkan disertifikasi dan secara sah
mendapat lisensi untuk praktek kebidanan. Islam yaitu agama yang diturunkan oleh
Allah untuk umat manusia melalui Nabi Muhammad SAW. Masyarakat yaitu
sekelompok individu yang menetap di suatu daerah yang mempunyai tujuan dan sistem
nilai. Bidan yang islami yaitu ditengah-tengah masyarakat yaitu bidan yang bekerja
menurut agama Islam, tidak melakukan hal-hal yang dilarang dalam agama ditengah-
tengah masyarakat serta menjaga perkataan dan perbuatan dalam kehidupan
bermasyarakat.
Setiap profesi mutlak harus mempunyai kode etik. Kode etik adalah suatu profesi
yang merupakan norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap bidan yang
bersangkutan dalam melakukan tugas profesinya dan dalam hidupnya dimasyarakat.
Damai kepada Allah yaitu ibadah. Damai kepada manusia yaitu bergaul. Damai
kepada alam yaitu berbuat baik.
Tujuan kode etik bidan yaitu pada dasarnya tujuan menciptakan atau merumuskan
kode etik secara umum antara lain:
1. Untuk menjunjung tinggi martabat dan citra profesi
2. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota kesehatan
3. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi.
4. Untuk meningkatkan mutu profesi.

Sifat Islam yang harus dimiliki bidan antara lain :

1. Kejujuran serta keikhlasan kepada Allah SWT.


2. Adil dan jujur dalam menjalankan tugasnya di dalam masyarakat, sebagaimana
firman Allah SWT surat Al Maidah: 8

17
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang
selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan
janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk
Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan
bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan.” (QS Al-Maidah: 8)
3. Tauhid yaitu mengesakan Allah sebagai Maha diperintahkan dalam ayat Al Quran
supaya mentaati Allah dan Rasul-Nya.
4. Bidan harus berpengetahuan luas, tidak hanya dalam bidang kesehatan tetapi juga
dalam bidang agama.
5. Kifayah, artinya suatu perbuatan jika dikerjakan oleh seseorang maka dosa untuk satu
desa akan terhapuskan.

Selain sifat, bidan harus memiliki keterampilan dan keahlian dalam menjalankan
tugasnya. Tugas dan kewajiban bidan antara lain:
1. Melakukan tindakan yang benar.
2. Menjaga privasi/kerahasiaan.
3. Menjaga agar tidak dapat merugikan masyarakat.
4. Menjaga nama baik masyarakat dalam profesinya sebagai bidan.
5. Memberikan pelayanan yang bisa diterima oleh masyarakat.
6.
Ciri bidan yang Islami yaitu:
1. Lemah lembut dalam berucap.
2. Sopan santun dalam bersikap.
3. Selalu menyerahkan diri kepada Allah dan memulai sesuatu dengan bacaan
basmallah.

Ciri-ciri sikap terpuji yang harus dimiliki bidan adalah:


1. Sifat inovatif : bersifat memperkembangkan sesuatu yang baru. Orang yang bersifat
inovatif mempunyai ciri-ciri:
a. Gemar bersifat teliti.
b. Memiliki kesadaran dan kecakapan yang tinggi.
c. Tidak mudah putus asa.

18
2. Sifat kreatif yaitu memiliki kemampuan menciptakan sesuatu yang baru.
Anak yang kreatif mempunyai sifat kreatif. Ia selalu berusaha agar hidupnya
dapat menciptakan sesuatu yang bermanfaat bagi lingkungannya. Anak yang kreatif
adalah anak yang selalu berusaha menggunakan dan memanfaatkan lingkungannya
dengan baik.

3. Sifat produktif : Banyak mendatangkan hasil. Ciri-cirinya:


a. Tidak ada waktu terbuang bagi dirinya.
b. Tidak melakukan pekerjaan yang dirasa menghasilkan semata-mata bagi diri
atau orang lain.

4. Sifat Kooperatif: Bersifat kerjasama bersedia membantu. Ciri-cirinya:


Orang yang bersifat kooperatif yaitu seseorang yang kooperatif dalam kehidupan
sehari-hari selalu peka dan tanggap serta peduli terhadap keadaan.

5. Bersifat percaya diri : percaya akan diri sendiri.


Ciri-cirinya :
a. Bekerja dengan tekun
b. Langkahnya mantap
c. Tidak mudah putus asa.

F. Larangan Seorang Bidan


Pembunuhan banyak macamnya, tetapi ulama fikih menyepakati dua macam
pembunuhan, yaitu pembunuhan sengaja dan pembunuhan tak sengaja, karena keduanya
disebutkan di dalam Al Quran dan Al Karim.
1. Bidan di larang melakukan Aborsi
2. Bidan di larang memakai perhiasan saat menolong persalinan
3. Bidan di larang berkuku panjang karena berbahaya bagi keselamatan ibu dan bayi
4. Bidan di larang menceritakan apapun yang terjadi saat menolong persalinan kecuali di
mintai keterangan oleh pihak pengadilan.
5. Menganjurkan ibu untuk memberikan ASI pada situasi yang tidak
diperbolehkan,seperti:
a. Sekalipun upaya untuk memberikan ASI digalakkan tetapi pada beberapa kasus
pemberian ASI tidak dibenarkan:

19
b. Tidak mau bekerja sama dengan Dukun beranak
c. Melaksanakan tugasnya yang bertentangan dengan UU kebidanan dan tidak sesuai
dengan kode etik kebidanan
Pembunuhan dengan sengaja terdapat di dalam banyak ayat, antara lain firman Allah.
“Dan barangsiapa yang mebunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya
ialah jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya
serta menyediakan azab yang besar baginya.” (Qs. An-Nisaa’ (4): 93).
Sedangkan pembunuhan dengan tidak sengaja ditunjukkan oleh firman Allah,
“Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali
karena tersalah (tidak sengaja), dan barangsiapa membunuh seorang mukmin karena
tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta
membayar diat yang diserahkkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika
mereka (keluarga terbunuh) bersedekah…”(Qs. An-Nisaa’ (4) 92)
Sebagian ulama fikih madzhab Hanafi, berpendapat bahwa pembunuhan memiliki
lima jenis, tiga jenis diantaranya telah disebutkan yaitu
d. Sengaja,
e. Tidak sengaja,
f. Menyerupai kesengajaan.
g. Pembunuhan yang terjadi karena suatu kesalahan yang tidak disengaja, yaitu
pembunuhan yang mencangkup alasan syar’i yang diterima, seperti orang tiidur
berbalik menimpa orang lain hingga membunuhnya.
h. kelima yaitu pembunuhan dengan sebab, yakni pembunuhan yang terjadi dengan
perantara, seperti orang menggali lubang atau sumur di tanah yang bukan
miliknnya, atau dijalan umum lalu ada seseorang jatuh kedalam nya dan mati.
dalam hal ini, saksi-saksi qishash (hukuman) saat menarik kesaksian mereka
setelah si terdakwa dihukum mati akibat kesaksian mereka, berarti mereka
membunuhnya karena sebab.

Adapun tindakan medis kebidanan sebagai berikut:


1. Aborsi atau Abortus
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi secara prematur dari uterus dimana embrio
tidak dapat tumbuh di luar kandungan. Majelis Ulama Indonesia memfatwakan bahwa :
a. Aborsi haram hukumnya sejak terjadinya implantasi blastosis pada dinding rahim
ibu (nidasi).

20
b. Aborsi dibolehkan karena adanya uzur, baik yang bersifat darurat ataupun hajat.
Keadaan darurat yang berkaitan dengan kehamilah yang membolehkan aborsi
adalah:
 Perempuan hamil menderita sakit fisik berat seperti kanker stadium lanjut, TBC
dengan caverna dan penyakit-penyakit fisik berat lainnya yang harus ditetapkan
oleh Tim Dokter.
 Dalam keadaan di mana kehamilan mengancam nyawa si ibu.
 Janin yang dikandung dideteksi menderita cacat genetic yang kalau lahir kelak
sulit disembuhkan.
 Kebolehan aborsi sebagaimana dimaksud harus dilakukan sebelum janin berusia
40 hari.
 Aborsi haram hukumnya dilakukan pada kehamilan yang terjadi akibat zina.

Dr. Abdurrahman Al Baghdadi (1998) dalam bukunya Emansipasi Adakah Dalam


Islam halaman 127-128 menyebutkan bahwa aborsi dapat dilakukan sebelum atau sesudah
ruh (nyawa) ditiupkan. Jika dilakukan setelah setelah ditiupkannya ruh, yaitu setelah 4
(empat) bulan masa kehamilan, maka semua ulama ahli fiqih (fuqoha) sepakat akan
keharamannya. Tetapi para ulama fiqih berbeda pendapat jika aborsi dilakukan sebelum
ditiupkannya ruh. Sebagian memperbolehkan dan sebagaimana mengharamkan nya.Yang
memperbolehkan aborsi sebelum peniupan ruh, antara lain Muhammad Ramli (w. 1596 M)
dalam kitabnya An Nihayah dengan alasan karena belum ada makhluk yang bernyawa. Ada
pula yang memandangnya makruh, denganalasan karena janin sedang mengalami
pertumbuhan. Yang mengharamkan aborsi sebelum peniupan ruh antara lain Ibnu Hajar (w.
1567 M) dalam kitabnya At Tuhfahdan Al Ghazali dalam kitabnya Ihya` Ulumiddin.

2. Euthanasia
Euthanasia berasal dari bahasa Yunani, yaitu eu yang berarti indah, bagus, terhormat
atau gracefully and with dignity, dan thanatos yang berarti mati. Jadi secara etimologis,
euthanasia dapat diartikan sebagai mati dengan baik. Jadi sebenarnya secara harfiah,
euthanasia tidak bisa diartikan sebagai suatu pembunuhan atau upaya menghilangkan
nyawa seseorang.
Euthanasia merupakan tindakan penghentian kehidupan manusia baik dengan cara
menyuntikkan zat tertentu atau dengan meminum pil atau dengan cara lainnya.

21
Tindakan ini muncul akibat terjadinya penderitaan yang berkepanjangan dari pasien.
Pada dasarnya “euthanasia” dibedakan menjadi dua, ialah:
a. Euthanasia aktif
yaitu berupa tindakan “mengakhiri kehidupan”, misalnnya dengan memberikan obat
dengan dosis lethal kepada pasien.
b. Euthanasia pasif
yaitu tindakan atau perbuatan “membiarkan pasien meninggal”, dengan cara
misalnya tidak melakukan intervensi medik atau menghentikannya seperti
pemberian infus, makanan lewat sonde, alat bantu pernafasan, tidak melakukan
resusitasi, penundaan operasi dan lain sebagainya.

Kode etik kedokteran Islami yang disahkan oleh Konferensi Internasional Pengobatan
Islam yang pertama (The First International Conference of Islamic Medical) menyatakan:
bahwa euthanasia aktif sama halnya dengan bunuh diri (tidak dibenarkan) sesuai dengan
frman Allah: “Dan janganlahkamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah maha
penyayang kepadamu”.
Euthanasia dalam keadaan aktif maupun dalam keadaan pasif, menurut fatwa MUI,
tidak diperkenankan karena berarti melakukan pembunuhan atau menghilangkan nyawa
orang lain. Lebih lanjut, KH Ma’ruf Amin ( Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia )
mengatakan, euthanasia boleh dilakukan dalam kondisi pasif yang sangat khusus.
Kondisi pasif tersebut, dimana seseorang yang tergantung oleh alat penunjang
kehidupan tetapi ternyata alat tersebut lebih dibutuhkan oleh orang lain atau pasien lain yang
memiliki tingkat peluang hidupnya lebih besar, dan pasien tersebut keberadaannya sangat
dibutuhkan oleh masyarakat. Mengenai dalil atau dasar fatwa MUI tentang pelarangan
“euthanasia”, dia menjelaskan dalilnya secara umum yaitu tindakan membunuh orang dan
karena faktor keputusasaan yang tidak diperbolehkan dalam Islam. Dia mengungkapkan,
dasar pelarangan euthanasia memang tidak terdapat secara spesifik dalam Al Quran maupun
Sunnah Nabi. “Hak untuk mematikan seseorang ada pada Allah SWT,”

3. Keluarga Berencana
Pengertian KB (Keluarga Berencana) secara umum ialah upaya peningkatkan
kepedulian masyarakat dalam mewujudkan keluarga kecil yang bahagia sejahtera
(Undang-undang No. 10/1992). Keluarga Berencana (Family Planning, Planned

22
Parenthood) adalah suatu usaha untuk menjarangkan atau merencanakan jumlah dan
jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi.
Sedangkan menurut WHO (Expert Committe, 1970), tindakan yang membantu
individu pasutri untuk mendapatkan objektif-obketif tertentu, menghindari kelahiran
yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang diinginkan, mengatur interval
diantara kehamilan dan menentukan jumlah anak dalam keluarga. KB secara prinsipil
dapat diterima oleh Islam, bahkan KB dengan maksud menciptakan keluarga sejahtera
yang berkualitas dan melahirkan keturunan yang tangguh sangat sejalan dengan tujuan
syari`at Islam yaitu mewujudkan kemashlahatan bagi umatnya.
Selain itu, Kb juga memiliki sejumlah manfaat yang dapat mencegah timbulnya
kemudlaratan. Bila dilihat dari fungsi dan manfaat KB yang dapat melahirkan
kemaslahatan dan mencegah kemudlaratan maka tidak diragukan lagi kebolehan KB
dalam Islam.
a. Halal Kalau Motivasinya Benar
Motivasi yang melatar-belakanginya bukan karena takut tidak mendapat rezeki.
Karena bila motivasinya seperti ini, berarti kita telah kufur kepada salah satu sifat
Allah, yaitu Ar-Razzaq.
Sifat Allah SWT yang satu ini harus kita imani dalam bentuk kita yakin sepenuhnya
bahwa tidak ada satu pun bayi lahir kecuali Allah telah menjamin rezeki untuknya.
Karena itu membunuh bayi karena takut kelaparan dianggap sebagai dosa besar di
dalam Al-Quran.
 Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami
akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka. (QS. Al-An’am: 151)
 Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah
yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya
membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar. (QS. A1-Isra’:31)
Motivasi yang dibenarkan adalah mencegah sementara kehamilan untuk mengatur
jarak kelahiran itu sendiri. Atau karena alasan medis berdasarkan penelitian para
ahli berkaitan dengan keselamatan nyawa manusia bila harus mengandung anak.
Dalam kasus tertentu, seorang wanita bila hamil bisa membahayakan nyawanya
sendiri atau nyawa anak yang dikandungnya. Dengan demikian maka dharar itu
harus ditolak.

23
b. Halal Kalau Metodenya Dibenarkan Syariah
Metode pencegah kehamilan serta alat-alat yang digunakan haruslah yang sejalan
dengan syariat Islam. Ada metode yang secara langsung pernah dicontohkan
langsung oleh Rasulullah SAW dan para shahabat dan ada juga yang memang
diserahkan kepada dunia medis dengan syarat tidak melanggar norma dan etika
serta prinsip umum ketentuan Islam.
Contoh metode pencegah kehamilan yang pernah dilakukan di zaman Rasulullah
SAW adalah ‘azl (coitus interruptus). Dari Jabir berkata:` Kami melakukan `azl di
masa Nabi saw sedang Al-Qur`an turun (HR Bukhari dan Muslim) Dari Jabir
berkata: `Kami melakukan `azl di masa Rasulullah saw, dan Rasul mendengarnya
tetapi tidak melarangnya` (HR muslim).
Sedangkan metode di zaman ini yang tentunya belum pernah dilakukan di zaman
Rasulullah SAW membutuhkan kajian yang mendalam dan melibat para ahli
medis dalam menentukan kebolehan atau keharamannya.

Pandangan Hukum Islam tentang Keluarga Berencana, secara prinsipil dapat diterima
oleh Islam, bahkan KB dengan maksud menciptakan keluarga sejahtera yang berkualitas dan
melahirkan keturunan yang tangguh sangat sejalan dengan tujuan syari`at Islam yaitu
mewujudkan kemaslahatan bagi umatnya. Selain itu, KB juga memiliki sejumlah manfaat
yang dapat mencegah timbulnya kemudlaratan. Bila dilihat dari fungsi dan manfaat KB yang
dapat melahirkan kemaslahatan dan mencegah kemudlaratan maka tidak diragukan lagi
kebolehan KB dalam Islam.
Para ulama yang membolehkan KB sepakat bahwa Keluarga Berencan (KB) yang
dibolehkan syari`at adalah suatu usaha pengaturan/penjarangan kelahiran atau usaha
pencegahan kehamilan sementara atas kesepakatan suami-isteri karena situasi dan kondisi
tertentu untuk kepentingan (maslahat) keluarga. Dengan demikian KB disini mempunyai arti
sama dengan tanzim al nasl (pengaturan keturunan). Sejauh pengertiannya adalah tanzim al
nasl (pengaturan keturunan), bukan tahdid al nasl (pembatasan keturunan) dalam arti
pemandulan (taqim) dan aborsi (isqot al-haml), maka KB tidak dilarang.
Kebolehan KB dalam batas pengertian diatas sudah banyak difatwakan , baik oleh
individu ulama maupun lembaga-lembaga ke Islaman tingkat nasional dan internasional,
sehingga dapat disimpulkan bahwa kebolehan KB dengan pengertian batasan ini sudah
hampir menjadi Ijma`Ulama.

24
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Akhlak adalah hal yang terpenting dalam kehidupan manusia karena akhlak
mencakup segala pengertian tingkah laku, tabi'at, perangai, karakter manusia yang baik
maupun yang buruk dalam hubungannya dengan Khaliq atau dengan sesama makhluk.
Moral adalah penetuan baik buruk terhadap perbuatan dan kelakuan. Istilah moral
biasanya dipergunakan untuk menentukan batas-batas suatu perbuatan, kelakuan, sifat
dan perangkai dinyatakan benar, salah, baik, buruk,layak atau tidak layak,patut maupun
tidak patut. Sedangkan Etika menurut filasafat dapat disebut sebagai ilmu yang
menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal
perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran.
Tugas seorang bidan dalam pembahasan makalah ini yaitu sesuai dengan wewenang
bidan untuk perluasannya harus mencapai kemampuan kompetensi yang sesuai dengan
jenis pelayanan yang akan dilakukan oleh seorang bidan yang Islami dalam kehidupan
bermasyarakat.
B. Saran
Dengan selesai nya makalah “ Etika/Akhlak Dalam Kebidanan yang Berkaitan dengan
Akhlak Islam ” kami selaku penyusun berharap bagi siapapun yang membaca agar dapat
mengambil hikmah serta menerapkannya baik dalam keluarga maupun dalam
masyarakat.

25

Anda mungkin juga menyukai