Puji syukur kehadirat Allah SWT yang karena anugerah dari-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah tentang kaidah asasiah kedua “ ” اليقين ال يزال بشكKeyakinan tidak dapat
dihilangkan dengan keraguan.
Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar kita, yaitu
Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran
agama Islam yang sempurna dan menjadi anugerah serta rahmat bagi seluruh alam semesta.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik
itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga kami mampu untuk menyelesaikan makalah
sebagai tugas dari dosen pembimbing mata kuliah Manajemen Lembaga Ekonomi Syariah.
Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami mengharapkan kritik
serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah
yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini kami mohon
maaf yang sebesar-besarnya.
Pancor, 06 Desember2020
Kelompok III
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia sendiri memiliki perasaan senang-sedih, optimis-pesimis, dan yang
berkaitan dengan masalah ini adalah keyakinan dan keraguan. Karenanya, keraguan yang
menganggu pikiran sebagaimana pesan substansial kaidah ini tidak akan mampu
menggoyahkan status hukum yang telah dimiliki oleh keyakinan.
Kaidah ini melandaskan bahwa hukum yang sudah berlandaskan keyakinan tidak
dapat dipengaruhi oleh keraguan yang timbul kemudian. Rasa ragu yang merupakan
unsur eksternal dan muncul setelah keyakinan tidak akan menghilangkan hukum yakin
yang telah ada sebelumnya. Seseorang yang sebelumnya telah yakin bahwa dia berada
dalam kondisi suci dengan berwudlu misalnya tidak akan hilang hukum kesucianya di
sebabkan munculnya keraguan setelah itu. Karena sebelum keraguan itu timbul, dia telah
menyakini keabsahan thaharah yang telah dilakukan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud denga kaidah “ ” اليقين ال ي>>>زال بشكKeyakinan tidak dapat
dihilangkan dengan keraguan?
2. Apa dasar hukum tentang kaidah “ ” اليقين ال يزال بشكKeyakinan tidak bisa dihilangkan
dengan keraguan?
3. Apa saja kaidah turunan yang timbul dari kaidah “ ” اليقين ال يزال بشكKeyakinan tidak
bisa dihilangkan dengan keraguan?
4. Bagaimana penerapan Kaidah “ ” اليقين ال يزال بشكKeyakinan tidak bisa dihilangkan
dengan keraguan dalam muamalah?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui maksud dari kaidah “ ” اليقين ال ي>>زال بشكKeyakinan tidak bisa
dihilangkan dengan keraguan.
2. Untuk mengetahui dasar hukum kaidah “ ” اليقين ال ي>>زال بشكKeyakinan tidak bisa
dihilangkan dengan keraguan.
3. Untuk mengetahui yang termasuk kaidah turunan dari kaidah “ ” اليقين ال ي>>زال بشك
Keyakinan tidak bisa dihilangkan dengan keraguan.
3
4. Mengetahui penerapan kaidah “ ” اليقين ال يزال بشكKeyakinan tidak bisa dihilangkan
dengan keraguan. dalam muamalah
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
secara bahasa adalah kemantapan hati atas sesuatu. Al-yaqin juga bisa dikatakan
pengetahuan dan tidak ada kearguan didalamnya. Ulama sepakat dalam mengartikan Al-
Yaqin yang artinya pengetahuan dan merupakan antonym dari Asy-Syakk. Perlu
dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan al-yaqin (yakin) dalam kaidah di atas adalah:
Sesuatu yang pasti, berdasarkan pemikiran mendalam atau berdasarkan dalil. Sedangkan
yang dimaksud dengan asy-syakk (ragu): Sesuatu yang keadaannya belum pasti
(mutaraddid), antara kemungkinan adanya dan tidak adanya, sulit dipastikan mana yang
lebih kuat dari salah satu kedua kemungkinan tersebut.
Mengenai keragu-raguan ini, menurut asy-Syaikh al-Imam Abu Hamid al-
Asfirayniy, itu ada tiga macam, yaitu:
1. Keragu-raguan yang berasal dari haram.
2. Keragu-raguan yang berasal dari mubah.
3. Keragu-raguan yang tidak diketahui pangkal asalnya atau syubhat.
Dari uraian diatas maka dapat diperoleh pengertian secara jelas bahwa sesuatu
yang bersifat tetap dan pasti tidak dapat dihapus kedudukannya oleh keraguan. Sebagai
penjelasan lebih lanjut (األصل براءة الذمةhukum asal sesuatu itu adalah terbebas seseorang
dari beban tanggung jawab) sehingga al-yaqin bukan termasuk sesuatu yang
terbebankan.
B. Dasar hukum
1. Dasar Qaidah Al-Qur’an pada surah Yunus ayat 36:
ا ۚ إِ َّن ٱللَّهَ َعلِي ۢ ٌم مِب َا َي ْف َعلُو َن$َو َما َيتَّبِ ُع أَ ْكَثُر ُه ْم إِاَّل ظَنًّا ۚ إِ َّن ٱلظَّ َّن اَل يُ ْغىِن ِم َن ٱحْلَ ِّق َشْي ًٔٔـ
5
“Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya
persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan”.
2. Dasar Qaidah Hadis Rasulullah SAW
Kaidah ini memiliki makna yang mirip dengan kaidah pokoknya, bahwa sesuatu
yang diyakini (sebagaimana kriteria ”yakin” pada kaidah pokok) tetap berada pada posisi
”yakin”, kecuali ada sesuatu yang juga berada pada posisi ”yakin” yang merubah ”yakin”
yang pertama . Meskipun ada ulama yang memasukan kriteria ”zhan ghalib” sama
dengan ”yakin”. Zhan Ghalib . القلب الذى تسكن اليه النفس ويطمئن به
Sebagai didefinisikan Bila ada seseorang yang mengadakan perjalanan
menggunakan kapal laut, lalu kapal itu tenggelam dan telah dipastikan hal itu,
6
penumpang yang ada didalmnya dihukum telah mati berdasarkan dugaan kuat (zhan
ghalib)9 . Oleh karena itu, segala hal yang terkait dengan mayit tersebut dapat
diselesaikan seperti kedudukan isteri/suaminya dan harta waris serta warisannya. Contoh
lain dari kaidah ini adalah seseorang yang mengerjakan sholat, namun ragu terhadap
jumlah rakaat. Yang dipandang yakin adalah jumlah terkecil. Barangsiapa ragu terhadap
jumlah hutang yang telah dibayarnya, maka tetapkan jumlah yang meyakinkannya.
3. األصل العدم
“Menurut dasar yang asli ketiadaan sesuatu”.
Misalnya, Seseorang mengaku telah berutang kepada orang lain berdasarkan
atas pengakuannya atau adanya data otentik, tiba-tiba orang yang berutang mengaku
telah membayar utangnya, sehingga ia telah merasa bebas dari tanggungannya.
Sedangkan orang yang memberi utang mengingkarinya atas pengakuan orang yang
berutang.
7
Dalam hal ini sesuai dengan qaidah, maka yang dimenangkan adalah
pernyataan orang yang memberi utang, karena menurut asalnya belum adanya
pembayaran utang, sedangkan pengakuan orang yang berutang atas bayarnya adalah
perkataan yang meragukan.
Jika seseorang yang menjalankan modal orang lain (mudharabah) mengatakan
kepada pemilik modal bahwa ia tidak memperoleh keuntungan, maka perkataannya
itu dibenarkan. Karena memang sejak semula diadakan perikatan mudharabah belum
ada keuntungan. Belum memperoleh keuntungan adalah hal yang telah nyata karena
belum bertindak, sedangkan memperleh keuntungan yang diharapkan merupakan hal
yang tidak pasti.
8
األصل ىف املعا مال ت اإلباحة حت يدل الدليل على التحرمي
Artinya: “Hukum asal semua mu‟amalat adalah boleh, hingga ada dalil
yang menunjukkan kebolehanya.”
9
5. Seorang yang menjalankan modal melaporkan tentang perkembangannya kepada
pemilik modal, sudah mendapatkan keuntungan tetapi sedikit, maka laporannya itu
dibenarkan. Karena dari awal adanya ikatan mudharabah memang belum diperoleh
laba dan keadaan ini yang sudah nyata, sedangkan keuntungan yang diharap-harapkan
itu hal yang belum terjadi (belum ada).
10
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Kesimpulan Keyakinan dan keraguan merupakan dua hal yang berbeda,
bahkan bisa dikatakan saling berlawanan. Hanya saja, besarnya keyakinan dan
keraguan akan bervariasi tergantung lemah-kuatnya tarikan yang satu dangan
yang lain. Dalil ‘aqli (akal) bagi kaidah keyakinan dan keraguan adalah bahwa
keyakinan lebih kuat dari pada keraguan, karena dalam keyakinan terdapat hukum
qath’i yang meyakinkan. Atas dasar petimbangan itulah bisa dikatakan bahwa
keyakinan tidak boleh dirusak oleh keraguan.
Dari pembahasan tentang kaidah keyakinan tidak bisa hilang dengan
adanya keraguan ini, oleh karenanya pemakalah mengambil kesimpulan bahwa
apabila kita telah yakin terhadap sesuatu dalam hati, maka hal itu lah yang
berlaku, kecuali memang ada dalil atau bukti lain yang lebih kuat atau
meyakinkan sehingga dapat membatalkan keyakinan kita itu. Karena sesuai
dengan maknanya yakin itu adalah kemantapan hati atas sesuatu. Intinya rasa ragu
itu tidak bisa menghapuskan keyakinan kita.
B. Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok
bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan
kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan. Kami berharap para pembaca
dapat memberikan kritik dan saran yang membangun.
11
DAFTAR PUSTAKA
http://dealfinews.blogspot.com/2018/10/makalah-qowaidul-fiqhiyah-al-yaqinu-la.html
12