Disusun Oleh
Kelompok 5
Muhammad Hasbi Wildani 1121135
Muhammad Farhan Putra 1121138
Ilham 1121139
Dosen Pembimbing :
H. Fahmil Samiran, Lc, M.A
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengertian dan Sumber Hukum Kaidah Al - Yaqinu la yuzalu
bi al – Syakk?
2. Bagaimana Kaidah Al- Yaqinu La Yuzalu Bi Al - Syakk Beserta
Cabangnya?
3. Bagaimana Penerapan Kaidah Al- Yaqinu La Yuzalu Bi Al - Syakk Dalam
Bidang Muamalah?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Pengertian dan Sumber Hukum Kaidah Al - Yaqinu la
yuzalu bi al – Syakk
2. Untuk Mengetahui Kaidah Al- Yaqinu La Yuzalu Bi Al - Syakk Beserta
Cabangnya
3. Untuk Mengetahui Penerapan Kaidah Al- Yaqinu La Yuzalu Bi Al -
Syakk Dalam Bidang Muamalah
BAB II
PEMBAHASAN
ِّ َو َما يَتَّبِ ُع َأ ْكثَ ُرهُ ْم ِإال ظَنّا ً ِإ َّن الظَّ َّن اَل يُ ْغنِي ِمنَ ْال َح
ق َش ْيًئا ِإ َّن هَّللا َ َعلِي ٌم بِ َما يَ ْف َعلُون
a. Hadis riwayat Muslim dari Abi Hurairah ra. Rasulullah SAW. bersabda:
إذا وجد أحدكم في بطنه شيئا ً فأشكل عليه أخرج منه شيء أم ال فال يخرجن من المسجد حتى يسمع
صوتا ً أو يجد ريحا
ْ
ح ال َّشكَ َوليَ ْي ِن َعلَى َما ا ْستَ ْيقَنِ صلَّى ثالثًا َأ ْم َأرْ بَعًا فَ ْليَط َر َ ك َأ َح ُد ُك ْم فِي
َ فَلَ ْم يَ ْد ِر َك ْم، صاَل تِ ِه ُ ِإ َذا َش
صلَّى تَ َما َم اَأْلرْ بَ ِع
َ َوِإ ْن، َو ْليَ ْس ُج ْد سجدتين وهو جالس قبل أن يُ َسلَّ َم فَِإن َكانَ فِي َخ ْمسًا َكانَتَا َش ْفعًا
ِ ََكانَتَا تَرْ ِغي ًما لِل َّش ْيط
ان
Pada qaidah ini ada beberapa cabang qaidah yang harus diperhatikan:
a. االصل بقاء ماكان على ما كانPokok yang asli memberlakukan keadaan semula atas
keadaan yang ada sekarang). Oleh karena itu, seseorang merasa yakin bahwa
ia telah berwudhu, tiba-tiba ia merasa ragu apakah ia sudah batal atau masih
bersuci. Dalam hal ini ia ditetapkan bersuci seperti keadaan semula, karena itu
yang telah diyakini. Bukan keadaan berhadats yang ia ragukan. Begitu pula,
Seseorang makan sahur di akhir malam dengan dicekam rasa ragu-ragu,
jangan-jangan waktu fajar telah terbit, maka puasa orang tersebut pada pagi
harinya dihukumkan sah, karena waktu yang ditetapkan berlaku sebelumnya
adalah waktu malam, bukan waktu fajar. Dalam kasus muamalah misalnya,
seseorang pembeli sebuah televisi menggugat kepada penjualnya, karena
televisi yang dibelinya setiba di rumah tidak dapat dimanfaatkan, maka
gugatan pembeli dikalahkan, karena menurut asalnya televisi yang dijual
ditetapkan dalam keadaan baik. Dalam kasus munakahat misalnya, seorang
suami lama meninggalkan isterinya dan tidak diketahui ke mana perginya,
maka isteri tidak dapat kawin dengan laki-laki lain, karena dipandang, bahwa
hukum yang berlaku adalah wanita yang masih terikat tali perkawinan, sebab
ketika suaminya pergi tidak ada menjatuhkan thalaq (atau ta'liq thalaq) kepada
isterinya.
b. ( األص››ل ب››راءة الذمةPokok yang asli tidak ada tanggung jawab). Misalnya,
terdakwa yang menolak diangkat sumpah tidak dapat diterapkan hukuman.
Karena menurut asalnya ia bebas dari tangggungan dan yang harus diangkat
sumpah adalah pendakwa. Jika seseorang menghadiahkan sesuatu barang
kepada orang lain dengan syarat memberikan gantinya dan kemudian mereka
berdua berselisih tentang wujud penggantiannya, maka yang dimenangkan
adalah perkataan orang yang menerima hadiah, karena menurut asalnya ia
bebas dari tanggungan memberikan gantinya.
c. ( األصل العدمPokok yang asli ketiadaan sesuatu). Misalnya, Seseorang mengaku
telah berutang kepada orang lain berdasarkan atas pengakuannya atau adanya
data otentik, tiba-tiba orang yang berutang mengaku telah membayar
utangnya, sehingga ia telah merasa bebas dari tanggungannya. Sedangkan
orang yang memberi utang mengingkarinya atas pengakuan orang yang
berutang. Dalam hal ini sesuai dengan qaidah, maka yang dimenangkan
adalah pernyataan orang yang memberi utang, karena menurut asalnya belum
adanya pembayaran utang, sedangkan pengakuan orang yang berutang atas
bayarnya adalah perkataan yang meragukan. Jika seseorang yang menjalankan
modal orang lain (mudharabah) mengatakan kepada pemilik modal bahwa ia
tidak memperoleh keuntungan, maka perkataannya itu dibenarkan. Karena
memang sejak semula diadakan perikatan mudharabah belum ada keuntungan.
Belum memperoleh keuntungan adalah hal yang telah nyata karena belum
bertindak, sedangkan memperleh keuntungan yang diharapkan merupakan hal
yang tidak pasti.
d. ( االصل في االشياء االباحةPokok yang asli pada sesuatu adalah boleh), Misalnya,
Segala macam binatang yang sukar untuk ditentukan keharamannya
disebabkan tidak didapat sifat-sifat atau ciri-ciri yang dapat digolongkan
kepada binatang haram, maka binatang itu halal dimakan.
e. ( األص››ل في ك››ل ح››ادث تق››ديره ب››أقرب زمنهPokok yang asli pada setiap kejadian
penetapannya menurut masa yang terdekat dengan kejadiannya). Misalnya:
Seseorang berwudhu dengan air yang diambil dari sumur. Beberapa hari
kemudian diketahuinya bahwa di dalam sumur tersebut ada bangkai, sehingga
menimbulkan keragu-raguannya perihal wudhu dan sembahyang yang
dikerjakan beberapa hari lalu. Dalam hal ini ia tidak wajib mngqadha shalat
yang sudah dikerjakannya. Karena masa yang terdekat sejak dari kejadian
diketahuinya bangkai itulah yang dijadikan titik tolak untuk penetapan
kenajisan air sumur yang mengakibatkan tidak sahnya shalat
f. ( األصل في الكالم الحقيقةPokok yang asli dalam pembicaraan adalah yang hakiki).
Misalnya, Seseorang mewaqafkan harta miliknya kepada anak-anaknya. Maka
jika terjadi gugatan dari cucu-cucunya untuk menuntut bagian, maka gugatan
itu tidak digubris. Karena menurut arti hakikat perkataan anak itu adalah
hanya terbatas kepada anak kandung yang dilahirkan secara langsung oleh
orang yang berwaqaf.
Jadi maksud qaidah itu ialah apabila seseorang telah meyakini
terhadap suatu perkara, maka yang telah diyakini itu tidak dapat dihilangkan
dengan keragu-raguan.
A. Kesimpulan
Kaidah Al-Yaqinu La Yuzalu Bi Al-Syakk adalah kaidah yang
digunakan dalam ilmu ushul fiqh yang berarti keyakinan tidak hilang karena
keraguan. Kaidah ini mengatakan bahwa keyakinan yang sudah ada tidak akan
hilang karena adanya keraguan. Kaidah ini memiliki beberapa cabang yang
menjelaskan lebih lanjut tentang pengaplikasiannya.
Cabang pertama dari kaidah ini adalah bahwa keraguan tidak merusak
keyakinan. Artinya, meskipun seseorang meragukan keyakinannya,
keyakinannya tetap ada dan tidak hilang. Hal ini karena keyakinan tersebut
sudah ada sebelum adanya keraguan dan hal itu tidak akan berubah hanya
karena adanya keraguan.
Abdul Qadir al-Audah, Syaikh. (2019). Al-Madkhal Al-Fiqhi Al-Amm. Dar al-Qur'an al-Karim.
Al-Suyuthi, Imam Jalaluddin. (2017). Al-Ashbah wa al-Naza'ir fi Qawa'id wa Furu' al-Fiqh al-
Shafi'iyyah. Dar al-Kutub al-Ilmiyyah.
Al-Zarkashi, Muhammad ibn Abdullah. (2015). Al-Manthur fi al-Qawa'id wa al-Furu'. Dar al-
Kutub al-Ilmiyyah.