Nim:410521062
Matakuliah: Qowaid Fiqiyah (UTS)
Q.S. Yunus: 36
Artinya: Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja.
Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikit pun berguna untuk mencapai
kebenaran...”(Q.S. Yunus 36)
Q.S. Al-Hujurat: 12
Artinya: Hai orang-orang yang beriman jauhilah kebanyakan dari
persangkaan, sesungguhnya kebanyakan dari persangkaan itu adalah dosa...” (Q.S.
Al-Hujurat: 12)
Hadis Rasulullah
Apabila seseorang di antara kamu merasakan sesuatu dalam perutnya
kemudian dia ragu-ragu apakah dia mengeluarkan sesuatu (kentut) atau tidak
maka janganlah sekali-kali ia keluar darimasjid kecuali ia mendengar suara atau
mencium baunya.”
Hadits ini menjelaskan tentang seorang yang semula dalam keadaan
berwudhu lalu ia ragu apakah telah mengeluarkan angin atau belum, maka dalam hal
ini ia harus dianggap masih keadaan berwudhu. Sebab, keadaan berwudhu inilah
yang sejak semula sudah menjadi keyakinan (al-yaqin) sedangkan keraguan (al-
syak) baru muncul kemudian. Keyakinan yang ada itu tidak dapat dihapus dengan
keraguan.3
2
A. Djazuli, Kaidah-Kaidah Fikih : Kaidah-kaidah hujum Islam Dalam Menyelesaikan Masalah-masalah yang Praktis
(Jakarta: Pranamedia grup, 2019), h. 42.
3
Duski Ibrahim Al-Qowaid al-fiqiiyah (Kaidah-kaidah Fikih), (Palembang ; C.V. Amanah, 2019), h.56.
Tidak hanya dalil-dalil dari al-Qur’an dan Sunnah saja yangmelandasi kaidah
ini, akan tetapi para ulama pun telah sepakat tentang penerapan kaidah ini. Imam al-
Qarafi berkata: “Kaidah ini telah disepakati oleh para ulama, dan bahwasanya setiap
hal yang diragukan dianggap seperti tidak ada.4
4
Syihab al-Din al-Qarafi, Al-Furuq, juz 1 (Kuwaid: Dar al-nawadir, t.t.), h.222
5
A. Djazilu, Kaidah-Kaidah Fiqih ….,h.48
6
Toha Abdiko,”Pemberdayaan Qowaid Fiqiiah dalam penyelesaian Masalah-masalah Fiqih Siyasah modern,”Al-
adalah, Vol, XII, No.1 (2014); 70
hadits pokok dari ajaran, dankaidah yang besar dari kaidah-kaidah fikih, yaitu sesuatu
dihukuM berdasarkan ketetapan pada asalnya hingga diaYakinlah kebalikannya, dan
keraguan yang datang tidak mungkin bahaya.7
7
Yahya ibnu Syaraf al-Nawawi, Shahih Muslim Bin Syarh al-Nawawi, Juz 4, (Bairut: Darul Marifah Beirut), h.51.