Anda di halaman 1dari 8

Sejarah Ekonomi Di Indoesia

A. Kondisi Perekonomian Indonesia.

Sudah hampir 70 tahun lebih Indonesia merdeka. Namun sayangnya kondisi


perkenomian dinegara kita sekarang tidak juga membaik, bahkan untuk mencapai ketitik
normalpun rasanya sangat sulit. Sampai saat ini Masih banyak terdapat ketimpangan
ekonomi, tingkat kemiskinan dan pengangguran masih tinggi, serta pendapatan per kapita
masih rendah apalagi ditambah semakin anjloknya rupiah.
sejarah perekonomian Indonesia dari masa penjajahan, orde lama, orde baru
hingga masa reformasi kebijakan-kebijakan ekonomi apa saja yang sudah diambil
pemerintah dan bagaimana dampaknya terhadap perekonomian Indonesia serta dapat
memberikan kontribusi untuk mengatasi permasalah ekonomi yang ada.

B. Perekonomian Indonesia Pada Masa Penjajahan.


Sebelum merdeka, Indonesia mengalami masa penjajahan yang terbagi dalam
beberapa periode. Ada empat negara yang pernah menduduki Indonesia, yaitu Portugis,
Belanda, Inggris, dan Jepang. Portugis tidak meninggalkan jejak yang mendalam di
Indonesia karena diusir oleh Belanda, tapi Belanda yang kemudian berkuasa selama
sekitar 350 tahun, sudah menerapkan berbagai sistem yang masih tersisa hingga kini.
Untuk menganalisa sejarah perekonomian Indonesia pada masa penjajahan, berikut
adalah penjelasannya:

1. Pada Masa Kedudukan Belanda


Pada masa penjajahan, Indonesia menerapkan sistem perekonomian monopolis.
Dimana setiap kegiatan perekonomian dijalankan sesuai dengan penguasa perdagangan
Indonesia saat itu. VOC adalah lembaga yang menguasai perdagangan Indonesia pada
saat itu, disini VOC menerapkan peraturan dan strategi agar mereka tetap menguasai
perekonomian Indonesia. Peraturan-peraturan yang diterapkan VOC seperti kewajiban
menyerahkan hasil bumi pada VOC dan pajak hasil bumi yang dirancang untuk
mendukung monopoli tersebut. Untuk mempermudah aksinya di Hindia Belanda.
VOC diberi hak Octrooi, yang antara lain meliputi:
a. Hak mencetak uang
b. Hak mengangkat dan memberhentikan pegawai
c. Hak untuk menyatakan perang dan damai
d. Hak untuk membuat angkatan bersenjata sendiri
e. Hak untuk membuat perjanjiandengan raja-raja
Semua aturan itu pada umumnya hanya diterapkan di Maluku yang memang sudah
diisolasi VOC dari pola pelayaran niaga samudera Hindia. Dengan monopoli rempah-
rempah, diharapkan VOC akan menambah isi kas negeri Belanda, dan dengan begitu
akan meningkatkan pamor dan kekayaan Belanda melebihi ekspor cengkeh yang hanya
1.050 metrik ton. Dan pada tahun 1795, VOC bubar karena dianggap gagal dalam
mengeksplorasi kekayaan Hindia Belanda. Kegagalan itu nampak pada defisitnya kas
VOC, yang antara lain disebabkan oleh:
a. Peperangan yang terus-menerus dilakukan oleh VOC dan memakan biaya besar,
terutama perang Diponegoro
b. Penggunaan tentara sewaan memebutuhkan biaya besar
c. Korupsi yang dilakukan pegawai VOC sendiri
d. Pembagian deviden kepada para pemegang saham, walaupun kas defisit

2. Masa Pendudukan Inggris (1811-1816)

            Inggris berusaha merubah pola pajak hasil bumi yang telah hampir dua abad
diterapkan oleh Belanda, dengan menerapkan Landrent (pajak tanah). Sistem ini sudah
berhasil di India, dan Thomas Stamford Raffles mengira sistem ini akan berhasil juga di
Hindia Belanda. Selain itu, dengan menggunakan pajak tanah, maka penduduk pribumi
akan memiliki uang untuk membeli barang produk Inggris atau yang diimpor dari India.
Inilah imperialisme modern yang menjadikan tanah jajahan tidak sekedar untuk
dieksplorasi kekayaan alamnya, tapi juga menjadi daerah pemasaran produk dari negara
penjajah.
Akan tetapi, perubahan yang cukup mendasar dalam perekonomian ini sulit dilakukan,
dan bahkan mengalami kegagalan di akhir kekuasaan Inggris yang Cuma seumur jagung
di Hindia Belanda. Sebab-sebabnya antara lain:

a. Masyarakat Hindia Belanda pada umumnya buta huruf dan kurang mengenal uang
b. Pegawai pengukur tanah dari inggris jumlahnya terlalu sedikit
c. Kebijakan ini kurang didukung raja-raja dan para bangsawan, karena inggris tak
mampu mengakui suksesi jabatan secara turun temurun

3. Masa Cultuur Stelsel ( Sistem Tanam Paksa )


Cultuur stelstel (Sistem Tanam Paksa) mulai diberlakukan pada tahun 1836 atas
inisiatif Van Den Bosch. Yang bertujuan untuk memproduksi berbagai komoditi yang
permintaannya ada  di pasaran dunia. Sejak saat itu, diperintahkan pembudidayaan
produk-produk selain kopi dan rempah-rempah, yaitu gula, nila, tembakau, teh, kina,
karet  dan  kelapa sawit. Sistem ini jelas menekan penduduk pribumi, akan tetapi sangat 
menguntungkan bagi Belanda, apalagi dipadukan dengan sistem konsinyasi (monopoli
ekspor). Setelah penerapan kedua sistem ini, seluruh kerugian akibat perang dengan
Napoleon di Belanda langsung tergantikan berkali lipat. Sistem ini merupakan pengganti
sistem landrent (pajak tanah)

4. Sistem Ekonomi Pintu Terbuka (Liberal)


Dengan adanya dorongan dari kaum humanis belanda yang menginginkan perubahan
nasib warga pribumi ke arah yang lebih baik, mendorong pemerintah Hindia Belanda
untuk mengubah kebijakan ekonominya. Maka dibuatlah peraturan-peraturan agraria
yang baru, yang antara lain mengatur tentang penyewaan tanah pada pihak swasta untuk
jangka 75 tahun, dan aturan tentang tanah yang boleh disewakan dan yang tidak boleh.
Hal ini sepertinya juga masih tak lepas dari teori-teori mazhab klasik, antara lain terlihat
pada :
1. Keberadaan pemerintah Hindia Belanda sebagai tuan tanah, pihak swasta yang
mengelola perkebunan swasta sebagai golongan kapitalis, dan masyarakat pribumi
sebagai buruh penggarap tanah.
2. Prinsip keuntungan absolut : Bila di suatu tempat harga barang berada diatas ongkos
tenaga kerja yang dibutuhkan, maka pengusaha memperoleh laba yang besar dan
mendorong mengalirnya faktor produksi ke tempat tersebut.
3. Laissez faire laissez passer, ( Perekonomian diserahkan Kepada Pihak Swasta ) walau
jelas,   pemerintah Belanda masih memegang peran yang besar sebagai penjajah yang
sesungguhnya.

5. Masa Pendudukan Jepang (1942-1945)


Pemerintah militer Jepang menerapkan suatu kebijakan pengerahan sumber daya
ekonomi mendukung gerak maju pasukan Jepang dalam perang Pasifik. Sebagai
akibatnya, terjadi perombakan besar-besaran dalam struktur ekonomi masyarakat.
Kesejahteraan rakyat merosot tajam dan terjadi bencana kekurangan pangan, karena
produksi bahan makanan untuk memasok pasukan militer dan produksi minyak jarak
untuk pelumas pesawat tempur menempati prioritas utama. Impor dan ekspor macet,
sehingga terjadi kelangkaan tekstil yang sebelumnya didapat dengan jalan impor. Segala
hal diatur oleh pusat guna mencapai kesejahteraan bersama yang diharapkan akan
tercapai seusai memenangkan perang Pasifik.

C. Prekonomian Indonesia Pada Masa Orde Lama Dan Orde Baru

1. Perekonomian Indonesia Masa Orde Lama ( 1945 – 1966 )


Indonesia pernah mengalami sistem politik yang demokratis yakni pada periode
1949 sampai 1956. Pada tahun tersebut, terjadi konflik  politik yang berkepanjangan
dimana rata-rata umur kabinet hanya dua tahun sehingga pemerintah yang berkuasa tidak
fokus memikirkan masalah-masalah sosial dan ekonomi yang terjadi pada saat itu.
Selama periode 1950an struktur ekonomi Indonesia masih peninggalan jaman kolonial,
struktur ini disebut dual society dimana struktur dualisme menerapkan diskriminasi
dalam setiap kebijakannya baik yang langsung maupun tidak langsung. Keadaan ekonomi
Indonesia menjadi bertambah buruk dibandingkan pada masa penjajahan Belanda. Sejak
tahun 1955, pembangunan ekonomi mulai meramba ke proyek-proyek besar. Hal ini
dikuatkan dengan keluarnya kebijakan Rencana Pembangunan Semesta Delapan Tahun
(1961). Kebijakan ini berisi rencana pendirian proyek-proyek besar dan proyek kecil.
Namun sayangnya Rencana Pembangunan Semesta Delapan Tahun ini tidak berjalan atau
dapat dikatakan gagal karena beberapa sebab seperti adanya kekurangan devisa untuk
menyuplai modal serta kurangnya tenaga ahli. Perekonomian Indonesia pada masa ini
mengalami penurunan atau memburuk. Terjadinya pengeluaran besar-besaran yang
bukan ditujukan untuk pembangunan dan pertumbuhan ekonomi melainkan berupa
pengeluaran militer untuk biaya konfrontasi Irian Barat, Impor beras, proyek mercusuar,
dan dana bebas (dana revolusi) untuk membalas jasa teman-teman dekat dari rezim yang
berkuasa. Selain itu Indonesia mulai dikucilkan dalam pergaulan internasional dan mulai
dekat dengan negara-negara komunis.
Pemerintahan pada masa orde lama dibagi menjadi tiga yaitu :

1. Masa Pasca Kemerdekaan (1945-1950)


Pada masa awal kemerdekaan, keadaan ekonomi Indonesia sangat buruk, yang
antara lain disebabkan oleh :
a) Inflasi yang sangat tinggi, hal ini disebabkan karena beredarnya lebih dari
satu mata uang secara tidak terkendali. Pada waktu itu, untuk sementara
waktu pemerintah RI menyatakan tiga mata uang yang berlaku di wilayah
RI, yaitu mata uang De Javashe Bank, mata uang pemerintah Hindia
Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang.
b) Adanya blockade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945
untuk menutup pintu perdagangan luar negeri RI.
c) Kas Negara kosong.
d) Eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan

2. Masa Demokrasi Liberal (1950 – 1957).


Permasalah ekonomi yang dihadapi oleh bangsa Indonesia masih sama seperti
sebelumnya. Tetapi Indonesia telah melakukan usaha-usaha yang dilakukan untuk
mengatasi masalah ekonomi, usaha-usaha tersebut adalah sebagai berikut:
a) Program Benteng (Kabinet Natsir), yaitu upaya menumbuhkan
wiraswastawan pribumi dan mendorong importir nasional agar bisa
bersaing dengan perusahaan impor asing dengan membatasi impor barang
tertentu dan memberikan lisensi impornya hanya pada importir pribumi
serta memberikan kredit pada perusahaan-perusahaan pribumi agar
nantinya dapat berpartisipasi dalam perkembangan ekonomi
nasional.Namun usaha ini gagal, karena sifat pengusaha pribumi yang
cenderung konsumtif dan tak bisa bersaing dengan pengusaha non-
pribumi. Pada kabinet ini untuk pertama kalinya terumuskan suatu
perencanaan pembangunan yang disebut Rencana Urgensi Perekonomian
(RUP).
b) Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15
Desember 1951 lewat UU No. 24 th 1951 dengan fungsi sebagai bank
sentral dan bank sirkulasi.
c) Sistem ekonomi Ali (kabinet Ali Sastroamijoyo I) yang diprakarsai Mr
Iskak Cokrohadisuryo, yaitu penggalangan kerjasama antara pengusaha
Cina dan pengusaha pribumi. Pengusaha non-pribumi diwajibkan
memberikan latihan-latihan pada pengusaha pribumi, dan pemerintah
menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional.
d) Pembatalan sepihak atas hasil-hasil Konferensi Meja Bundar, termasuk
pembubaran Uni Indonesia-Belanda. Akibatnya banyak pengusaha
Belanda yang menjual perusahaannya sedangkan pengusaha-pengusaha
pribumi belum bisa mengambil alih perusahaan-perusahaan tersebut.

3. Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1967)


Sebagai akibat dari dekrit presiden 5 Juli 1959, maka Indonesia
menjalankan sistem demokrasi terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia
menjurus pada sistem etatisme (segala-galanya diatur oleh pemerintah). Dengan
sistem ini, diharapkan akan membawa pada kemakmuran bersama dan persamaan
dalam sosial, politik,dan ekonomi. Akan tetapi, kebijakan-kebijakan ekonomi
yang diambil pemerintah di masa ini belum mampu memperbaiki keadaan
ekonomi Indonesia.

2.) Perekonomian Indonesia Pada Masa Orde Baru (1966-1997)

Pada awal orde baru, stabilisasi ekonomi dan stabilisasi politik menjadi prioritas
utama. Program pemerintah berorientasi pada usaha pengendalian inflasi, penyelamatan
keuangan negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat. Pengendalian inflasi mutlak
dibutuhkan, karena pada awal 1966 tingkat inflasi kurang lebih 650 % per tahun

Kebijakan ekonominya diarahkan pada pembangunan di segala bidang, tercermin dalam


8 jalur pemerataan : kebutuhan pokok, pendidikan dan kesehatan, pembagian pendapatan,
kesempatan kerja, kesempatan berusaha, partisipasi wanita dan generasi muda,
penyebaran pembangunan, dan peradilan. Maka sejak tahun 1969, Indonesia dapat
memulai membentuk rancangan pembangunan yang disebut Rencana Pembangunan Lima
Tahun (REPELITA).

3.) Perekonomian Pada Masa “ Reformasi

Pemerintahan reformasi diawali pada tahun 1998. Peristiwa ini dipelopori oleh
ribuan mahasiswa yang berdemo menuntut presiden Soeharto untuk turun dari jabatannya
dikarenakan pemerintahan Bapak Soerhato dianggap telah banyak merugikan Negara dan
banyak yang melakukan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Tahun 1998 merupakan
tahun terberat bagi pembangunan ekonomi di Indonesia sebagai akibat krisis moneter di
Asia yang dampaknya sangat terasa di Indonesia.
Nilai rupiah yang semula 1 US$ senilai Rp. 2.000,- menjadi sekitar Rp. 10.000,-
bahkan mencapai Rp. 12.000,- (5 kali lipat penurunan nilai rupiah terhadap dolar).
Artinya, nilai Rp. 1.000.000,- sebelum tahun 1998 senilai dengan 500 US$ namun setelah
tahun 1998 menjadi hanya 100 US$. Hutang Negara Indonesia yang jatuh tempo saat itu
dan harus dibayar dalam bentuk dolar, membengkak menjadi lima kali lipatnya karena
uang yang dimiliki berbentuk rupiah dan harus dibayar dalam bentuk dolar Amerika.
Ditambah lagi dengan hutang swasta yang kemudian harus dibayar Negara Indonesia
sebagai syarat untuk mendapat pinjaman dari International Monetary Fund (IMF).
Tercatat hutang Indonesia membengkak menjadi US$ 70,9 milyar (US$20 milyar adalah
hutang komersial swasta).
Pemerintahan reformasi dari tahun 1998 sampai sekarang sudah mengalami beberapa
pergantian presiden, antara lain yaitu :

1) Bapak B.J Habibie (21 Mei 1998 – 20 Oktober 1999).


Pada saat pemerintahan presdiden B.J Habibie yang mengawali masa reformasi
belum melakukan perubahan-perubahan yang cukup berarti di bidang ekonomi.
Kebijakan-kebijakannya diutamakan untuk menstabilkan keadaan politik di Indonesia.
Presiden B.J Habibie jatuh dari pemerintahannya karena melepaskan wilayah Timor-
timor dari Wilayah Indonesia melalui jejak pendapat

2) Bapak Abdurrahman Wahid (20 Oktober 1999 – 23 Juli 2001).

Pada masa kepemimpinan presiden Abdurrahman wahid pun belum ada tindakan
yang cukup berati untuk menyelamatkan Indonesia dari keterpurukan. Kepemimpinan
Abdurraman Wahid berakhir karena pemerintahannya mengahadapi masalah konflik
antar etnis dan antar agama.
3) Ibu Megawati Soekarno Puteri (23 Juli 2001 – 20 Oktober 2004).

Masa kepemimpinan Megawati mengalami masalah-masalah yang mendesak


yang harus diselesaikan yaitu pemulihan ekonomi dan penegakan hokum. Kebijakan-
kebijakan yang ditempuh untuk mengatasai persoalan-persoalan ekonomi antara lain:
a. Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemuan Paris
Club ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp 116.3
triliun.
b. Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di dalam
periode krisis dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi kekuatan-
kekuatan politik dan mengurangi beban negara. Hasil penjualan itu berhasil
menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,1 %. Namun kebijakan ini
memicu banyak kontroversi, karena BUMN yang diprivatisasi dijual ke perusahaan
asing. Megawati bermaksud mengambil jalan tengah dengan menjual beberapa asset
Negara untuk membayar hutang luar negeri. Akan tetapi, hutang Negara tetap saja
menggelembung karena pemasukan Negara dari berbagai asset telah hilang dan
pendapatan Negara menjadi sangat berkurang.

4) Bapak Susilo Bambang Yudhoyono (20 Oktober 2004-sekarang).


Masa kepemimpinan SBY terdapat kebijakan yang sikapnya kontroversial yaitu :

a. Mengurangi subsidi BBM atau dengan kata lain menaikkan harga BBM. Kebijakan
ini dilatarbelakangi oleh naiknya harga minyak dunia. Anggaran subsidi BBM
dialihkan ke sektor pendidikan dan kesehatan, serta bidang-bidang yang mendukung
kesejahteraan masyarakat.
b. Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan kontroversial kedua,
yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT
tidak sampai ke tangan yang berhak, dan pembagiannya menimbulkan berbagai
masalah sosial.
c. Mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi serta mengundang investor asing dengan janji memperbaiki iklim investasi.
Salah satunya adalah diadakannya Indonesian Infrastructure Summit pada bulan
November 2006 lalu, yang mempertemukan para investor dengan kepala-
kepaladaerah. Investasi merupakan faktor utama untuk menentukan kesempatan kerja.
Mungkin ini mendasari kebijakan pemerintah yang selalu ditujukan untuk memberi
kemudahan bagi investor, terutama investor asing, yang salah satunya adalah revisi
undang-undang ketenagakerjaan. Jika semakin banyak investasi asing di Indonesia,
diharapkan jumlah kesempatan kerja juga akan bertambah.

d. Lembaga kenegaraan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang dijalankan pada


pemerintahan SBY mampu memberantas para koruptor tetapi masih tertinggal jauh
dari jangkauan sebelumnya karena SBY menerapkan sistem Soft Law bukan Hard
Law. Artinya SBY tidak menindak tegas orang-orang yang melakukan KKN sehingga
banyak terjadi money politic dan koruptor-koruptor tidak akan jera dan banyak yang
mengulanginya. Dilihat dari semua itu Negara dapat dirugikan secara besar-besaran
dan sampai saat ini perekonomian Negara tidak stabil.
e. Program konversi bahan bakar minyak ke bahan bakar gas dikarenakan persediaan
bahan bakar minyak semakin menipis dan harga di pasaran tinggi.
f. Kebijakan impor beras, tetapi kebijakan ini membuat para petani menjerit karena
harga gabah menjadi anjlok atau turun drastic.

Pada tahun 2006 Indonesia melunasi seluruh sisa hutang pada IMF (International Monetary
Fund). Dengan ini, maka diharapkan Indonesia tak lagi mengikuti agenda-agenda IMF dalam
menentukan kebijakan dalam negeri. Namun wacana untuk berhutang lagi pada luar negri
kembali mencuat, setelah keluarnya laporan bahwa kesenjangan ekonomi antara penduduk kaya
dan miskin menajam, dan jumlah penduduk miskin meningkat dari 35,10 jiwa di bulan Februari
2005 menjadi 39,05 juta jiwa pada bulan Maret 2006.
Hal ini disebabkan karena beberapa hal, antara lain karena pengucuran kredit perbankan ke
sektor riil masih sangat kurang (perbankan lebih suka menyimpan dana di SBI), sehingga kinerja
sektor riil kurang dan berimbas pada turunnya investasi. Pengeluaran Negara pun juga semakin
membengkak dikarenakan sering terjadinya bencana alam yang menimpa negeri ini.

Anda mungkin juga menyukai