Anda di halaman 1dari 16

1.

Sejarah Perkembangan Sistem Ekonomi di Indonesia

v 1950 – 1959 : sistem ekonomi liberal (masa demokrasi liberal)


v 1959 – 1966 : sitem ekonomi etatisme (masa demokrasi terpimpin)
v 1966 – 1998 : sistem ekonomi pancasila (demokrasi ekonomi)
v 1998 – sekarang : sistem ekonomi pancasila (demokrasi terpimpin)

Sebelum merdeka, Indonesia mengalami masa penjajahan yang terbagi dalam beberapa
periode. Ada empat Negara yang pernah menduduki Indonesia, yaitu Portugis, Belanda, Inggris
dan Jepang. Portugis tidak meninggalkan jejak yang mendalam di Indonesia karena keburu di usir
oleh Belanda, lalu Belanda yang berkuasa selama sekitar 350 tahun, sudah menerapkan berbagai
sistem yang masih tersisa hingga kini. Untuk menganalisa sejarah perekonomian Indonesia,
rasanya perlu membagi masa pendudukan Belanda menjadi beberapa periode, berdasarkan
perubahan – perubahan kebijakan yang mereka berlakukan di Hindia Belanda (sebutan untuk
Indonesia pada saat itu).
Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC), belanda yang saat itu menganut paham
merkantilis benar – benar menancapkan kukunya di Hindia Belanda. Belanda melimpahkan
wewenang untuk mengatur Hindia Belanda kepada VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie),
sebuah perusahan yang didirikan dengan tujuan untuk menghindari persaingan antar sesame
pedagang Belanda, sekaligus untuk menyaingi perusahaan imprialis lain seperti EIC (inggris).

Untuk memudahkan aksinya di Hindia Belanda, VOC diberi hak Octrooi, yang antara lain
meliputi :
a) Hak mencetak uang
b) Hak mengangkat dan memberhentikan pegawai
c) Hak menyatakan perang dan damai
d) Hak untuk membuat angkatan bersenjata sendiri
e) Hak untuk membuat perjanjian dengan raja – raja

Orde Lama

Masa pasca kemerdekaan (1945 – 1950). Keadaan ekonomi keuangan pada masa awal
kemerdekaan amat buruk, antara lain disebabkan oleh :
Inflasi yang sangat tinggi, disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang secara
tidak terkendali. Pada waktu itu, untuk sementara waktu pemerinta RI menyatakan tiga mata uang
yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De Javasche Bank, mata uang pemerintah Hindia
Belanda dan mata uang penduduk jepang. Kemudian pada tanggal 6 maret 1946, panglima AFNEI
(Allied Forces For Netherlands East Indies / pasukan sekutu) mengumumkan berlakunya uang
NICA di daerah – daerah yang dikuasai sekutu. Pada bulan oktober 1946, pemerintah RI juga
mengeluarkan uang kertas baru, yaitu ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai pengganti uang
jepang. Berdasarkan teori moneter, banyaknya jumlah uang yang beredar mempengaruhi kenaikan
tingkat harga.
Adanya blockade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutup pintu
perdagangan luar negri RI yang menyebak kas Negara kosong dan eksploitasi besar – besaran
dimasa penjajahan.
Usaha – usaha yang dilakukan untuk mengatasi kesulita – kesulitan ekonomi, antara lain :
1. Program pinjaman nasional dilaksanakan oleh menteri keuangan Ir. Surachman dengan
persetujuan BP-KNIP, dilakukan pada juli 1946.
2. Upaya menembus blockade dengan diplomasi beras ke India, mengadakan kontak dengan
perusahaan swasta Amerika dan menembus blockade belanda di sumatera dengan tujuan
ke Singapura dan Malaysia.
3. Konferensi ekonomi, februari 1946 dengan tujuan untuk memperoleh kesepakatan yang
bulat dalam menggulangi masalah – masalah ekonom yang mendesak, yaitu : masalah
produksi dan distribusi makanan, masalah sandang, serta status dan administrasi
perkebunan – perkebunan.
4. Rekontruksi dan rasionalisasi Angkatan perang (RERA) 1948, mengalihkan tenaga bekas
angkatan perang ke bidang – bidang produktif.

Masa Demokrasi Liberal (1950 – 1957)

Masa ini disebut masa liberal, karena dalam politik maupun sistem ekonominya
menggunakan prinsip – prinsip liberal. Perekonomian diserahkan pada pasar sesuai dengan teori –
teori mazhab klasik yang menyatakan laissez faire laissez passer. Padahal pengusaha pribumi
masih lemah dan belum bisa bersaing dengan pengusaha nonpribumi, terutama pengusaha Cina.
Pada akhirnya sistem ini hanya memperburuk kondisi perekonomian Indonesia yang baru
merdeka.

Masa Demokrasi Terpimpin (1959 – 1967)

Sebagai akibat dari dekrit presiden 5 juli 1959, maka Indonesia menjalankan sistem
demokrasi terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem etatisme (segala –
galanya diatur oleh pemerintah). Dengan sistem ini, diharapkan akan membawa pada kemakmuran
bersama dan persamaan dalam sosial, politik dan ekonomi. akan tetapi, kebijakan – kebijakan
ekonomi yang diambil pemerintah dimasa ini belum mampu memperbaiki keadaan ekonomi
Indonesia, antara lain :
a) Devaluasi yang diumukan pada pada 25 agustus 1959 menurunkan nilai uang sebagai
berikut : uang kertas pecahan Rp500 menjadi Rp50, uang kertas pecahan Rp1000 menjadi
Rp100, dan semua simpanan di Bank yang melebihi Rp25.000 dibekukan.
b) Pembentukan Deklarasi Ekonomi (DEKON) untuk mencapai tahap ekonomi sosialis
Indonesia dengan cara terpimpin. Dalam pelaksanaannya justru mengakibatkan stagnasi
bagi perekonomian Indonesia. Bahkan pada 1961 – 1962 harga barang naik 400% .
c) Devaluasi yang dilakukan pada 13 Desember 1965 menjadikan uang senilai Rp1000
menjadi Rp1, Sehingga uang rupiah baru mestinya dihargai 1000 kali lipat uang rupiah
lama, tapi di masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai 10 kali lipat lebih tinggi. Maka
tindakan pemerintah untuk menekan angka inflasi ini malah meningkatkan angka inflasi.

Orde Baru

Pada awal orde baru, stabilisasi ekonomi dan stabilitas politik menjadi prioritas utama.
Program pemerintah berorientasi pada usaha pengendalian inflasi, penyelamatan keuangan Negara
dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat. Pengendalian inflasi mutlak dibutuhkan, karena pada
awal tahun 1966 tingkat inflasi kurang lrbih 650% per tahun. Setelah melihat pengalaman masa
lalu, dimana masalah sistem ekonomi liberal ternyata pengusaha pribumi kalah bersaing dengan
pengusaha non pribumi dan sistem etatisme tidak memperbaiki keadaan, maka dipilahlah sistem
ekonomi campuran dalam kerangka sistem ekonomi demokrasi pancasila. Ini merupakan praktek
dari salah satu teori Keynes tentang campur tangan pemerintah dalam perekonomian secara
terbatas. Jadi, dalam kondisi – kondisi dan masalah – masalah tertentu, pasar tidak dibiarkan
menentukan sendiri. Misalnya dalam penentuan UMR dan perluasan kesempatan kerja. Ini adalah
era Keynes di Indonesia.

Orde Reformasi

Pemerintahan Presiden BJ.Habibie yang mengawali masa reformasi belum melakukan


maneuver – maneuver yang cukup tajam dalam bidang ekonomi. Kebijakan – kebijakannya
diutamakan untuk mengendalikan stabilitas politik. Pada masa kepemimpinan presiden
Abdurrahman Wahid pun, belum ada tindakan yang cukup berarti untuk menyelamatkan Negara
dari keterpurukan. Padahal, ada berbagai persoalan ekonomi yang di wariskan orde baru harus
dihadapi, antara lain masalah KKN(Korupsi, Kolisi dan Nepotisme), pemulihan ekonomi, kinerja
BUMN, pengendalian inflasi dan mempertahankan kurs rupiah. Malah presiden terlibat skandal
bruneigate yang menjatuhkan kredibilitasnya di mata masyarakat. Akibatnya, kedudukannya
digantikan oleh presiden Megawati.
Masa kepemimpinan Megawati Soekarnoputri, masalah – masalah yang mendesak untuk
di pecahkan adalah pemulihan ekonomi dan penegak hukum. Kebijakan – kebijakan yang
ditempuh untuk mengatasi persoalan – persoalan ekonomi antara lain :
a) Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$5,8 milyar pada pertemuan paris club ke
-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar negri sebesar 116,3 triliun.
b) Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan Negara didalam periode
krisis dengan tujuan melindungi perusahaan Negara intervensi kekuatan – kekuatan politik
dan mengurangi beban Negara. Hasil penjualan itu berhasil menaikan pertumbuhan ekonomi
Indonesia menjadi 4,1% . Namun kebijakan yang memicu banyak kontrovensi, karena BUMN
yang diprivatisasikan dijual ke perusahaan asing.
Dimasa ini juga direalisasikan berdirinya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), akan
tetapi belum ada gebrakan konkrit dalam pemberatasan korupsi. Padahal keberadaan korupsi
membuat banyak investor berpikir 2 kali menanamkan modal di Indonesia, dan mengganggu
jalannya pembangunan nasional.
Masa Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
Kebijakan controversial pertama presiden SBY adalah mengurangi subsidi BBM, atau
dengan kata lain menaikan harga BBM. Kebijakan ini di latar belakangi oleh naiknya harga minyak
dunia. Anggaran subsidi BBM dialihkan ke subsidi sector pendidikan dan kesehatan, serta bidang
– bidang yang mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kebijakan controversial
pertama menimbulkan kebijakan controversial yang ke dua, yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT)
bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak sampai ketangan yang berhak, dan pembagiannya
banyak menimbulkan berbagai masalah sosial. Kebijakan yang ditempuh untuk meningkatkan
pendapatan perkapita adalah mengandalkan pembangunan infrastruktur masal untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi serta mengundang investor asing dengan janji memperbaiki iklim investasi.
Salah satunya adalah diadakannya Indonesian Infrastructur Summit pada bulan November 2006
lalu, yang mempertemukan para investor dengan kepala – kepala daerah.(Sejarah Perkembangan
Ekonomi di Indonesia.htm).
2. Pelaku dan Model - Model Ekonomi

1) Produsen atau pengusaha : kegiatan pelaku ini dalam rangka memenuhi kebutuhan
konsumen dan kepentingan produsen yang utama adalah meraih laba.
2) Konsumen : kegiatan pelaku konsumen ini disebut dengan konsumsi. Kepentingan
konsumen adalah memenuhi kebutuhannya dengan menperhitungkan keterjangkauan daya
belinya.
3) Lembaga Perbankan dan Keuangan : kepentingan lembaga perbankan adalah memfasilitasi
proses transaksi dan menyediakan sumber pembelanjaan.
4) Badan Publik dan Pemerintah : dalam sistem perekonomian suatu Negara lembaga public
dan pemerintah berfungsi untuk menjaga kepentingan masyarakat secara umum, menjadi
wasit dalam sistem perekonomian pasar, dan mungkin juga memberikan pelayanan public
yang tidak ditangani oleh sector swasta.
Sedangkan model – model dalam perekonomian pasar, dan mungkin juga memberikan
pelayanan public yang tidak ditangani oleh factor swasta.
Sedangkan model – model dalam perekonomian, kita mengenal model perekonomian
tertutup (3 sektor) dan model perekonomian terbuka (4 sektor). Untuk lebih jelasnya model kedua
tersebut sebagai berikut :

Model Perekonomian Tertutup

Produsen dan konsumen, secara sederhana akan melakukan kegiatan penjualan dan
pembelian dipasar yang saling mendukung untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingannya
masing – masing. Untuk menfasilitasi kegiatan produksi dan kegiatan konsumsi ini secara efektif
maka sistem perekonomian memerlukan lembaga perbankan dan lembaga keuangan lainnya
seperti pasar modal, lembaga asuransi, lembaga penjamin, pegadaian atau lembaga keuangan
mikro yang terdapat di daerah perdesaan.
Pergerakan sector ekonomi dari produsen perkembangannya dapat diketahui secara tidak
langsung dengan memonitor antara lain data perkembangan pemberian fasilitas kredit baru oleh
perbankan nasional dan data perkembangan produksi dari berbagai kegiatan sector ekonomi.
dalam sistem perekonomian sederhana tersebut dalam keadaan normal dan biasanya akan berjalan
dengan sendirinya, tanpa perlu pengaturan yang ketat dari pemerintah. Pasar dapat mengatur
segalanya dengan baik dan sempurna. Pasar se olah – olah dalam sistem perekonomian ini akan
bekerja secara otomatis melalui tangan kuat yang mengaturnya dari luar, bisa disebut dengan the
invisible hand.
Kenyataan dilapangan , mekanisme pasar tidak dapat memberikan jaminan bahwa model
sistem perekonomian sederhana ini dapat berjalan dengan sempurna, tanpa distorsi atau kerugian
bagi kepentingan masyarakat yang lebih luas. di banyak Negara berkembang umumnya,
terdapatnya kenyataan mekanisme pasar bebas yang tetap menghasilkan banyak kekurangan,
kejanggalan, maupun kecurangan atau kerugian di pihak konsumen. Dalam hangka panjang sering
terjadi kecenderungan pengelompokan produsen tertentu yang menguasai pangsa pasar secara
dominan. Guna menetralisir atau mengurangi kemungkinan kerugian tersebut, maka diperlukan
peran pemerintah atau lembaga public yang berfungsi melakukan koreksi – koreksi atas sistem
pasar yang tidak efisien dan tidak adil.
Model Perekonomian Terbuka

Dalam sistem perekonomian yang terbuka, kita melihat kemungkinan dari produsen untuk
melakukan kegiatan ekspor barang dan produk dagangannya ke Negara lain atau sebaliknya
melakukan kegiatan impor keperluan bahan mentah dan bahan penolong maupun komponen mesin
atau barang jadi dari luar Negara kita.
Dalam model ini jasa perbankan dan lembaga keuangan dapat juga berasal dari sector luar
negeri, seperti halnya kreditor – kreditor swasta luar negeri dan lembaga keuangan internasional,
seperti Asia Development Bank (ADB), world Bank International Monetary Fund (IMF). Saat ini
kita dihadapi pada sistem perekonomian yang semakin menyatu (the Boderless Economy), yang
biasa disebut dengan the global economy. Isu globalisasi dan perekonomian ini. Kegiatan para
pelaku ekonomi dari luar negeri ini dapat diketahui dan dimonitor perubahannya melalui analisis
pendapatan nasional, laporan neraca APBN dan laporan secara transaksi berjalan.

3. Kapitalisme dan Tragedi Ekonomi

Di era kapitalisme seperti saat ini. Setiap manusia yang tinggal di atas muka bumi ini sudah
bisa melihat, memahami dan merasakan bagaimana dampak yang ditimbulkan oleh kapitalisme
global. Mereka akan langsung bisa menjawab ketika ditanya tentang wajah ekonomi yang
berlangsung saat ini, walaupun tidak bisa memberikan istilah yang tepat untuknya. Setiap orang
langsung dapat mendeteksi bahwa ketidak beresan dari tata ekonomi yang berlangsung saat ini.
Wajah ekonomi saat ini terus berjalan menuju kepada dua kutub yang sangat berlawanan. Satu
kutub telah membawa mereka yang kaya menjadi semakin kaya, sedangkan kutub lain terus
menyeret mereka yang miskin semakin menjadi miskin dengan jumlah kebutuhan yang semakin
membengkak. Untuk menunjukan keterkaitan ajaran kapitalisme dengan tragedy ekonomi yang
saat ini berkembang, analisis yang pernah dilakukan Karl Marx sesungguhnya sudah cukup ampuh
untuk dapat memahami fenomena tersebut. Ada dua teori penting dari Karl Marx yang perlu kita
fahami bersama, yaitu:

Surplus Labor and Value Theory

Marx berangkat dari pandangan nilai (Value) terhadap barang dan jasa, Marx melihat
bahwa dengan adanya perubahan pola produksi dari sistem yang primitive kepada sistem yang
modern, maka muncul ketidak adilan dalam ekonomi.
Pada produksi yang primitive, ditandai dengan :
1) Kepemilikan bersifat individual.
2) Produksi bersifat individual.
3) Penjual bersifat individual.
4) Pembagian keuntungan juga bersifat individual.
Sedangkan pada produksi yang modern, ditandai :
1) Kepemilikan bersifat individual
2) Produksi bersifat kolektif
3) Penjualan bersifat kolektif
4) Pembagian keuntungan bersifat individual.
Dalam pola produksi modern, yang bekerja adalah buruh-buruh perusahaan. Majikan
sebagai pemilik perusahaan yang menikmati seluruh keuntungan yang di hasilkan oleh perusahaan.
Sementara itu tenaga para buruh hanya dianggap sebagai bagian dari komponen biaya produksi.
Dalam teori ekonomi kapitalisme, untuk memperoleh keuntungan yang maksimum, maka caranya
adalah dengan menekan biaya produksi. Dengan demikian, ekonomi kapitalisme adlah ekonomi
yang sangat dzalim terhadap kaum buruh dan menjadi surge bagi kapitalis.

The Law Of Capital Accumulations

Dalam persaingan bebas, menurut Marx, perusahaan yang besar akan senantiasa memakan
perusahaan kecil. Oleh karena itu, jumlah majikan akan semakin berkurang, sebaliknya jumlah
kaum buruh akan semakin banyak. Demikian juga, jumlah perusahaan yang besar juga akan
semakin sedikit, namun akumulasi kapitalnya akan semakin besar. Jika jumlah buruh semakin
banyak, maka akan berlaku hukum upah besi (the iro wages law). Dengan demikian, nasib kaum
buruh akan semakin tertindas sedangkan para kapitalis akan semakin ganas dan serakah.
Perkembangan kapitalisme global di abad ini sudah semakin canggih dan kompleks.
Keserakahan kaum kapitalis tidak hanya sampai pada pemerasan kaum buruh dan pencaplokan
pengusaha kelas teri, namun keserakahan mereka sudah menerobos dan dan menjarah kebanyak
sector, terlebih lagi didukuh oleh banyak fasilitas dan lembaga yang mereka cipatakan sendiri.
Menurut Triono(2007) berbagai sector maupun lembaga itu diantaranya adalah.

1. Sector Keuangan

Kaum kapitalis tidak hanya ingin membesar, tatapi mereka juga ingin membesar dengan
cepat. Caranya ialah dengan menciptakan lembaga perbankan dan pasar saham. Fungsi utamanya
adalah untuk mengeruk dana masyarakat dengan cepat, sehingga dapat segera mereka
memanfaatkan untuk menammbah modal perusahaannya agar bisa cepat besar dan menggurita.

2. Sector Kepemilikan Umum

Kaum kapitalis tidak hanya ingin berhenti untuk bermain diwilayah pasar hilir saja, tetapi
mereka terus merangsek untuk mencaplok sumber – sumber ekonomi di wilayah hulu. Mereka
ingin menguasai wilayah – wilayah ekonomi yang seharusnya menjadi milik umum yang
menyangkut hajat hidup orang banyak. Wilayah ekonomi yang ingin terus mereka kuasai tersebut
misalnya adalah berbagai macam sector pertambangan, sumber daya hutan, sumber daya air,
minyak bumi, gas, jalan raya, plabuhan, bandara dan lain sebagainya. (Terkait Baca: UU No 22
Tahun 2001 tentang migas).

3. Sector Kepemilikan Negara

Kaum kapitalis juga melirik kepada perusahaan – perusahan yang banyak dimiliki oleh
Negara. Dengan dalih demi efektivitas dan efisiensi perusahaan, mereka akan mendorong
perusahaan milik Negara tersebut untuk go public, dengan jalan me lego sahamnya kepasar,
dengan harga yang murah.

4. Sector Kekuasaan
Kaum kapitalis juga ingin memiliki rasa aman terhadap keberadaan perusahaan –
perusahaan mereka. Jaminan rasa aman hanya dapat diperoleh jika mereka bisa merambah ke
wilayah kekuasaan (pengusaha jadi penguasa). Sebab, disektor inilah berbagai produk hukum akan
dibuat. Jika mereka mamasuki sector ini, maka mereka akan dengan mudah untuk dapat
melahirkan berbagai produk hukum dan kebijakan yang dapat menggantungkan dan menjamin
kelestarian kerajaan bisnis mereka (penjajahan ekonomi sudah masuk tataran dilgalkan melalui
berbagai produk hukum, seperti perpu, Undang – undang dll yang sering tidak menguntungkan
/memihak rakyat).

5. Sector Moneter

Nafsu serakah untuk terus menerus melakukan penjarahan kekayaan di berbagai sector dan
ke berbagai negeri ternyata ingin terus mereka lakukan. Kaum kapitalis menciptakan sebuah
mekanisme ekonomi yang dapat memperlicin seluruh sepak terjang mereka, yaitu dengan
mewujudkan sebuah sistem moneter dengan menggunakan basis utama uang kertas. Dengan
berbasiskan pada uang kertas, mereka akan mendapatkan 3 keuntungan sekaligus, yaitu:
keuntungan dari seignorage, keuntungan dari suku bunga dan keuntungan dengan mempermainkan
kurs bebas (sejak 14 agustus 1997)

6. Sektor Pendidikan

Sector pendidikan, sector ini harus terseret ke dalam lingkaran kaptitalisme, kepentingan
kaum kapitalis, yaitu kebutuhan untuk memperoleh tenaga kerja yang sangat professional,
memiliki skill yang tinggi dan mau di gaji dengan sangat murah. Caranya adalah melemparkan
dunia pendidikan ke pasar bebas. Peran Negara untuk mengurus pendidikan harus di kurangi,
subsidinya biaya pendidikan harus dihabisi, sehingga biaya pendidikan bisa menjadi mahal dan
produk yang dihasilkan benar – benar sesuai dengan tuntunan pasar. Model pendidikan seperti ini
hanya mengasilkan manusia – manusia yang pragmatis, opurtunis dan hanya bermental kuli.
Pendidikan seperti ini sangat sulit dapat menghasilkan manusia – manusia yang idealis dan yang
mau berfikir untuk bangsa. (Jurnal Ekonomi & Pendidika, Volume 6 Nomor 2, November 2009
Supriyanto)

4. Faktor yang memperngaruhi karakteristik Perekonomian Indonesia

Ada beberapa factor yang sangat mempengaruhi karakteristik perekonomian Indonesia,


antara lain :

Faktor Geografi

Seperti yang kita ketahui bersama, Indonesia adalah Negara kepulauan terbesar di dunia
disebut juga Negara Nusantara.
Menurut Sutjipto (1975) Indonesia terdiri dari 13.677 pulau besar dan kecil : terbentang dari 6 LU
sampai 11 LS sepanjang 61. 146 km. maka dari itu, Indonesia memiliki potensi ekonomi yang
berbeda – beda karena perbedaan SDA, SDm, kesuburan tanah, curah hujan. Selain itu Indonesia
juga banyak perairan (menjadi Negara bahari) letaknya strategis karena, memilik posisi silang
(antara benua asia dan benua Australia), menjadi jalur lalulintas dunia (antara laut atlantik dan laut
pasifik) dan menjadi paru – paru dunia (memiliki hutan tropis terbesar).
Indonesia menhadapi kesulitan komunikasi dan transportasi antar pulau baik untuk
angkutan barang, maupun penumpang. Arus barang yang tidak lancer, perbedaan harga barang
yang sangat tajam di masing – masing daerah, perbedaan kesempatan pendidikan dan lapangan
pekerjaan semuanya itu merupakan potensi kesenjangan.

Factor Demografi

Adanya permasalahan tentang penyebaran penduduk tidak merata, upah yang sangat
randah untuk mata pencaharian tertentu (seperti petani, dan buruh tani) , kualitas SDm yang
rendah, produktivitas rendah karena taraf hidup yang rendah. Padahal Indonesia berpenduduk lebih
dari 210 juta orang membutuhkan berbagai barang, jasa dan fasilitas hidup dalam ukuran serba
besar (pangan, sandang, perumahan dan lain – lain). Namun di lain pihak, kemampuan kita untuk
berproduksi (produktivitasnya) rendah. Hal ini akan menciptakan kondisi munculnya rawan
kemiskinan.

Faktor Sosial

Dengan beragam budaya, adat isitiadat, tata nilai, agama dan kepercayaan yang berbeda –
beda. Karena perbedaan latar belakang, pengetahuan dan kemampuan yang tidak sama, maka visi,
presepsi, interpretasi dan reaksi mereka terhadap isu – isu yang bisa berbeda – beda yang sering
kali menimbulkan konflik sosial.
Factor budaya yang masih juga terpengaruh oleh budaya timur dikarenakan Indonesia
merupakan salah satu bangsa timur yaitu bangsa yang merdeka dan membangun ekonomi sejak
akhir perang dunia 2. Budaya timur atau yang disebut status Orientation berciri-ciri semangat
hidupnya mengejar pangkat, kedudukan, status, (dengan symbol – symbol sosial). Etos kerjanya
lemah, senang dengan bersantai-santai tetapi mempunyai tingkat di siplinnya rendah dan kurang
menghargai waktu.
Politik juga mempengaruhi karekteristik perekenomian Indonesia. Ratusan tahun bangsa
Indonesia hidup dibawah pengaruh feodalisme dan kolonialisme. Cirri utama feodalisme antara
lain adalah kutus individu (raja selalu diagungkan).

5. Ilmu Ekonomi dan Studi-Studi Pembangunan

Studi pembangunan ekonomi adalah suatu cabang yang paling baru dari disiplin ilmu yang lebih
luas yaitu ilmu ekonomi dan ekonomi politik. Pembahasan yang sistematis tentang masalah dan
proses pembangunan ekonomi di afrika,asia dan amerika latin baru muncul sekitar 4 dasawarsa
yang lalu. Namun, ada sementara kalangan yang tetap menyatakan bahwasanya ilmu ekonomi
pembangunan (development economics) itu bukan merupakan cabang khusus dari ilmu ekonomi
yang jelas-jelas memiliki cirri-ciri khas seperti hal nya ilmu makro ekonomi,ilmu ekonomi
ketenagakerjaan (labor economics), ilmu keuangan Negara (public finance),atau ilmu ekonomi
moneter (monetary economics).mereka menyatakan bahwa ilmu ekonomi pembangunan itu hanya
merupakan campuran dari cabangcabang ilmu tersebut diatasdengan pemusatan perhatian secara
khusus pada perekonomian pada masing-masing Negara-nagara di Afrika,Asia dan amerika latin.
6. Hakikat Ilmu Ekonomi Pembangunan

Ekonomi tradisional (traditional economics), Adapun upaya untuk memanfaatkan sumber-sumber


daya tersebut secara optimal agar dapat menghasilkan sebanyak mungkin barang dan jasa. Yang
dimaksudkan dengan ilmu ekonomi tradisional adalah ilmu ekonomi klasik dan neo klasik yang
banyak di ajarkan, terutama, dalam buku teks pengantar ekonomi di Amerika dan Inggris. Ilmu
ekonomi neo klasik tradisional menitik beratkan pembahasannya pada aspek-aspek ekonomi dunia
kapitalis yakni memulai dari pasar sempurna, kedaulatan konsumen penyesuaian harga secara
otomatis serta pentingnya keseimbangan atau ekuilebrium atau segenap pasar output ( penawaran
dan permintaan produk-produk berupa barang dan jasa ) dan pasar input ( penawaran dan
permintaan sumber-sumber daya atau factor-faktor produksi, yakni tenaga kerja, modal, teknologi
).
Ilmu ekonomi politik ( political economy) lebih luas dari jangkauan ilmu ekonomi tradisional.
Fokus khususnya antara lain adalah proses-proses social dan institusional yang memungkinkan
kelompok-kelompok elit ekonomi dan politik mempengaruhi alokasi sumber-sumber daya
produksi yang persediaannya selalu terbatas. Ilmu ekonomi politik itu intinya membahas kaitan
antara ilmu politik dan ilmu ekonomi, dengan perhatian utama pada peranan kekuasaan dalam
pembuatan keputusan-keputusan ekonomi.
Ilmu ekonomi pembangunan (development economycs), selain mengupas cara-cara alokasi
sumber daya produktif langka seefisien mungkin serta kesinambungan pertumbuhannya dari
waktu ke waktu, ilmu ekonomi pembangunan juga memberi perhatian pada mekanisme ekonomi,
social, politik dan kelembagaan, baik sector swasta maupun yang terdapat di sector pemerintah/
public.

7. Hakikat Pembangunan Nasional

Hakikat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia indonesia seutuhnya dan


pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya. Hal Ini berarti dalam pelaksanaan pembangunan
nasional adalah sebagai berikut:
1. Ada keselarasan, keserasian, keseimbangan, dan kebulatan yang utuh dalam seluruh
kegiatan pembangunan. Unsur yang harus di perhatikan yang seimbang seperti halnya
unsure manusia, unsur social budaya.
2. Pembangunan adalah merata untuk seluruh masyarakat dan seluruh wilayah tanah air.
3. Subyek dan obyek pembangunan adalah manusia dan masyarakat Indonesia, sehingga
pembangunan harus bekepribadian Indonesia dan menghasilkan manusia dan masyarakat
yang tetap berkepribadian Indonesia.
4. Pembangunan dilaksanakan bersama oleh masyarakat dan pemerintah. Masyakat adalah
pelaku utama pembangunan dan pemerintah berkewajiban untuk mengarahkan,
membimbing serta menciptakan suasana yang menunjang. Kegiatan pemerintah saling
mendukung, saling mengisi, dan saling melengkapi dalam satu kesatuan langkah menuju
tercapainya tujuan pembangunan nasional.

8. Tujuan Pembangunan Nasional

Pembangunan nasional dilaksanakan untuk mewujudkan tujuan nasional seperti dalam


pembukaan undang-undang dasar 1945 alinea ke IV, yaitu …melindungi sejenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi, dan keadilan social serta mewujudkan cita-cita bangsa sebagai mana terdapat di alinea 2
pembukaan UUD 1945.

9. Pertumbuhan Ekonomi, Kemiskinan, dan Keterbukaan

Persoalan kemiskinan menjadi sebuah topik yang sering di perbincangkan. Menurut pandangan
Sumitro Djojohadikusumo yang di ungkapkan pada siding pleno ISEI ( Ikatan Sarjana Ekonomi
Indonesia) di bukittinggi mendapatkan tanggapan hangat dari ahli ilmu ekonomi dan ilmu social
lainya.
Sebenarnya kurang tepat bila pandangan itu di sebut sebagai Pleidoi Orde Baru. Berbagai
kemajuan yang menunjukan perbaikan pada pembagian pendapatan mesyarakat serta pengurangan
kemiskinan absolute. Selanjutnya dengan data SUSENAS dan patokan bank dunia di hitung
tingkat ketimpangan masyarakat yang menunjuk pada posisi Indonesia yaitu low inequality, atau
ketimpangan yang lebih rendah. Untuk kemiskinan absolute di gunakan tahun 1976-1986, untuk
distribusi pendapatan dari 1980-1987 dan indeks nilai tukar dari 1984-1989 ( Januari ).
Tetapi sumitro tidak semata-mata melihat kecederungan-kecenderungan di atas saja. Ia juga
mengungkapkan masalah kesempatan kerja dan pengangguran, dan di sini keadaannya tidak
menggembirakan. Persoalan penting dari hubungan pertumbuhan ekonomi, Kemiskinan dan
pembagian pendapatan nasional adalah pertumbuhan mengurangi kemiskinan.

10. Ciri-ciri Sistem Ekonomi

Ciri-ciri system ekonomi antara lain :


1. System ekonomi tradisional
- Belum adanya pembagian kerja yang jelas
- Ketergantungan pada sector pertanian/agraris
- Ikatan tradisi bersifat kekeluargaan sehingga kurang dinamis
- Teknologi produksi sederhana
2. System ekonomi terpusat/ komando ( sosialis )
- Kegiatan perekonomian dari produksi distribusi dan konsumsi serta harga di tetapkan
pemerintah dengan peraturan Negara
- Hak milik perorangan atau swasta tidak di akui sehingga kebebasan individu dalam berusaha
tidak ada
- Alat-alat produksi di kuasai oleh Negara
3. System ekonomi liberal ( kapitalis )
- Diakuinya kebebasan pihak swasta/masyarakat untuk melakukan tindakan ekonomi
- Diakuinya kebebasan memiliki barang modal ( barang capital )
- Dalam melakukan tindakan ekonomi di landasi semangat untuk mencari keuntungan sendiri
4. System ekonomi campuran
- Adanya pembatasan pihak swasta oleh Negara pada bidang-bidang yang menguasai hajat
hidup orang banyak di kuasai oleh Negara
- Mekanisme kegiatan ekonomi yang terjadi di pasar adalah campur tangan pemeritah
dengan berbagai kebijakan ekonomi
- Hak milik perorangan di akui tetapi penggunaannya tidak boleh merugikan kepentingan
umum
5. System ekonomi pancasila
Pasal 33 setelah amandemen 2002
- Perekonomian di susun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan
- Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hidup orang
banyak dikuasai oleh Negara
- Bumi dan air dan kekayaan alamyang terkandung di dalamnya di kuasai oleh Negara
dan di pergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat
- Perekonomian nasional di selenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi denga prinsip
kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan linkungan, kemandirian, serta
menjaga keseimbangan dan kemajuan kesatuan ekonomi nasional.

2. Identitas kebangsaan menjadi hal yang wajib dimiliki oleh setiap negara berdaulat dalam
upayanya untuk mensejahterakan rakyatnya. Melalui identitas kebangsaan inilah, dapat diuraikan
mengenai aspek-aspek ekonomi yang tepat dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi
masyarakatnya.

Hubungan sistem ekonomi ini terjadi karena upaya peningkatan kesejahteraan umumnya
dilakukan melalui upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi, sementara upaya untuk menjamin
terpeliharanya identitas bangsa dilakukan melalui proses pembangunan.

Indonesia melandasi sistem ekonomi negaranya dengan ideologi falsafah yang telah disepakati
bersama, yakni Pancasila. Melalui Pancasila, Indonesia menjadi lebih mudah dalam menata serta
mengarahkan berjalannya sistem ekonomi, serta menghadapi kemungkinan-kemungkinan
permasalahan ekonomi yang muncul.

Sistem Ekonomi Pancasila, di dalamnya terkandung demokrasi ekonomi sehingga dikenal juga
dengan Sistem Demokrasi Indonesia di mana peran pemerintah dan masyarakat saling
berkesinambungan. Misalnya, dalam pembangunan ekonomi masyarakat berperang aktif.
Sementara pemerintah berkewajiban memberikan arahan kepada rakyat guna mewujudkan
masyarakat sejahtera.

Jika sistem ekonomi pancasila dijalankan dengan benar akan menjadi sistem perekonomian yang
paling baik untuk diterapkan di Indonesia. Karena Indonesia merupakan negara yang menganut
ideologi pancasila, sehingga sistem ekonomi pancasila tidak akan bertentangan dengan ideologi
Negara Kesatuan Republik Indonesia.

3. Indonesia merupakan salah satu negara agraris yang berada di Kawasan Asia Tenggara. Sebagai
negara yang dikenal sebagai penghasil produk pertanian tentunya diharapkan dapat memenuhi
kebutuhan pangan dalam negeri. Kebutuhan pangan merupakan salah satu kebutuhan primer bagi
kehidupan suatu masyarakat. Akan tetapi, dewasa ini ketahanan pangan menjadi suatu masalah
yang dapat dikatakan serius bagi Indonesia.
Sebelum melangkah lebih jauh dalam membahas hal terkait ketahanan pangan, hal yang perlu
diketahui adalah sistem ketahanan pangan yang di terapkan Indonesia. Sebagaimana diketahui
bahwa Indonesia dewasa ini mengadopsi sistem pangan berbasis WTO. Hal ini dilakukan
mengingat pendapatan negara menurun akibat krisis minyak dunia yang terjadi pada tahun 1971-
1974 dan 1978-1980. Oleh karena itu, pemerintah menerapkan berbagai bentuk liberalisasi di
berbagai bidang, salah satunya liberalisasi pada sektor pertanian di Indonesia.

Indonesia meratifikasi perjanjian dengan WTO melalui Undang-Undang No. 7 Tahun 1994 yang
berisi tentang persetujuan pembentukan organisasi perdagangan dunia.. Hal tersebut menjadi
pertanda bahwa Indonesia telah ikut dalam lingkaran liberalisasi perdagangan Internasional.
Dengan demikian WTO akan menerapkan aturan-aturan perdagangan internasional terhadap
anggota-anggotanya. Jadi negara yang terlibat dalam perjanjian dengan WTO tentu saja dipaksa
untuk mematuhi aturan-aturan perdagangan internasional.

Sejatinya WTO sendiri dibentuk dengan tujuan agar dapat menciptakan suatu sistem perdagangan
yang bebas dan juga adil dalam sistem internasional. Termasuk didalamnya terdapat liberalisasi
perdagangan di sektor pertanian yang seyogyanya menimbulkan berbagai permasalahan-
permasalahan. Beberapa diantaranya seperti produk pangan lokal kalah bersaing dengan produk
impor, disinyalir dapat menciptakan ketergantungan impor yang justru menjauhkan Indonesia
dalam memenuhi ketahanan pangannya.

Indonesia melakukan perjanjian dengan WTO pada tahun 1995 yang menandai awal mula
liberalisasi di sektor pertanian. Liberalisasi sektor pertanian disinyalir memengaruhi komoditi
utama Indonesia yaitu beras, jagung, gula dan kedelai. Hal ini tentu semakin memperkokoh impor
pangan dari luar dan semakin menyengsarakan petani dalam negeri. Hal tersebut dikarenakan
liberalisasi memberikan kebebasan kepada pasar dalam menjalankan mekanisme yang ada.

Adapun bentuk-bentuk kebijakan yang ditempuh Indonesia setelah masuk dalam sistem
perdagangan internasioanl tersebut adalah mengurangi monopoli impor BULOG atas gandum,
tepung gandum, gula, kedelai, bawang putih, serta beras. Kemudian menghapuskan tingkat tarif
untuk semua makanan maksimal 5 % dan menghapus peraturan tentang muatan lokal. Selanjutnya
menghapuskan tata perdagangan dan pemasaran restriktif untuk sejumlah komoditi termasuk
persyaratan muatan lokal. Serta mengatur perdagangan produk pertanian antar wilayah termasuk
cengkeh, jeruk dan ternak.

Liberalisasi sektor pertanian tersebut memberikan peranan terhadap WTO dalam mengatur serta
mengendalikan sistem pangan pada negara-negara anggotanya seperti Indonesia. Indonesia yang
kemudian terjebak dalam lingkaran tersebut harus menanggung konsekuensi yang ada. Pemerintah
yang melakukan pengurangan subsidi maupun menghapus subsidi tentunya dapat merugikan
petani dalam negeri. Hal tersebut membuat petani Indonesia kalah bersaing dengan produk pangan
yang dihasilkan dari luar negeri yang kemudian di impor di Indonesia.

Liberalisasi sektor pertanian tersebut mengakibatkan perubahan-perubahan terhadap kebijakan-


kebijakan yang ada di dalam negeri. Indonesia melakukan swasembada pangan seperti beras,
pemerintah dalam negeri melakukan intervensi terhadap pasar, investasi untuk irigasi, serta
mendorong segala bentuk aktivitas pasar beras. Selain itu kebijakan yang diambil oleh pemerintah
adalah mengurangi serta menghapus subsidi, seperti pada tahun 1989 subsidi pestisida dihapuskan
serta subsidi pupuk yang sempat dihilangkan. Bahkan pemerintah mengakhiri monopoli BULOG
untuk perdagangan komoditas pertanian kemudian menggantinya dengan stabilisasi harga beras
melalui intervensi pasar dengan program distribusi beras untuk keluarga yang kurang mampu.

Liberalisasi sektor pertanian tersebut tentunya dapat memberikan implikasi-implikasi terhadap


Indonesia. Seperti halnya semakin meningkatnya impor produk pertanian di Indonesia. Biasa kita
temui di tempat-tempat perbelanjaan banyak buah-buahan maupun sayur-sayuran yang di impor
dari luar negeri, padahal Indonesia sendiri juga memproduksi buah-buahan maupun sayur-sayuran.
Indonesia sendiri sempat mengalami krisis pangan pada tahun 1990-an. Hal tersebut tentunya
memengaruhi ketahanan pangan di Indonesia.

Hal yang cukup berdampak sebagai akibat dari liberalisasi sektor pertanian adalah menurunnya
pendapatan petani. Hal ini diperparah dengan dikuranginya subsidi terhadap pestisida serta sempat
dihilangkan subsidi pupuk. Ketika subsidi pupuk dan pestisida dikurangi bahkan sampai dengan
dihilangkan tentu hal tersebut berimbas pada petani. Petani akan kesulitan untuk mendapatkan
akses terhadap produk-produk yang diperlukan dalam pertanian. Dengan demikian, penghasilan
petani kian menurun sebagai akibat dari peraturan yang diterapkan tersebut.

Liberalisasi sektor pertanian sejatinya bertujuan untuk mengatasi kekurangan produk pangan yang
ada di dalam negeri. Akan tetapi hal tersebut menyebabkan biaya produksi pertanian dalam negeri
menjadi meningkat. Hal ini diperparah dengan dikuranginya serta dihilangkannya subsidi sesuai
dengan peraturan WTO. Kemudian produk pertanian impor lebih murah dibandingkan dengan
produk pertanian dalam negeri. Produk dari luar dipaksa bersaing dengan produk dalam negeri
tentunya petani dalam negeri akan kesulitan dalam hal tersebut.

Liberalisasi sektor pertanian yang dilakukan pemerintah Indonesia pada dasarnya bertujuan untuk
memperbaiki sistem pertanian yang ada. Akan tetapi, hal tersebut justru memberikan masalah yang
cukup serius pada sistem yang ada di Indonesia. Karena mekanisme yang diterapkan oleh WTO
tersebut justru memberikan dampak seperti ketergantungan pada produk pangan impor,
kesejahteraan petani dalam negeri menurun, produk dalam negeri kalah bersaing dengan produk
pertanian dari luar negeri. Indonesia yang menerapkan sistem ketahanan pangan justru kurang
berhasil dalam menerapkan program yang ditawarkan dari WTO tersebut.

4. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan penduduk miskin pada Maret 2015 sebanyak
28,59 juta orang (11,22 persen). Sementara ketimpangan yang diukur dengan Gini Rasio pada
Maret 2015 tercatat sebesar 0,41. Karena kemiskinan adalah masalah struktural, maka strategi
pengentasannya pun harus sistematis, komprehensif dan instutusional. Pemerintah telah
mengeluarkan berbagai regulasi untuk pengentasan kemiskinan. Lembaga Keuangan Mikro
(Micro Finance/Micro Credit) adalah lembaga yang telah terbukti efektif mengatasi kemiskinan di
semua Negara berkembang, termasuk di Indonesia. Pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan
ummat yang sebagian besar hidup melalui UMKM selama ini tersekat oleh sebuah hal mendasar
dari dunia perbankan yaitu ―bankabe‖, karena perbankan harus menjalankan azas kehati-hatian
(prudential banking) dalam melepas kredit pada nasabahnya. UMKM yang secara umum tidak
bankable, mengalami kesulitan dalam mengakses kredit/pembiayaan dan jasa layanan lainnya dari
perbankan. Maka sebuah pola harus dibangun untuk menghapus sekat antara dunia perbankan yang
menerapkan prudential banking dengan dunia UMKM yang membutuhkan suntikan permodalan.
Penghapusan sekat itu dapat dijembatani dengan menerapkan keuangan inklusif syariah (Sharia
Financial Inclusion). Metode yang digunakan dalam penulisan paper ini adalah analisis deskriptif.
Penggunaan metode analisis deskriptif memungkinkan penulis menggambarkan secara sistematis
fakta dan karakteristik pemberdayaan ummat melalui inklusi keuangan syariah (sharia financial
inclusion) dalam pengentasan kemiskinan dan kebodohan

5. Shortfall pajak, adalah kondisi di mana realisasi lebih rendah dibandingkan dengan target yang
ditetapkan dalam APBN atau APBN-Perubahan. Dalam konteks penerimaan pajak, shortfall sering
terjadi ketika realisasi penerimaan pajak dalam satu tahun kurang dari target penerimaan pajak
Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan Pajak DJP Kemenkeu Yon Arsal menjelaskan
pelambatan pertumbuhan penerimaan pajak pada 2019 dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu
(1) kebijakan restitusi,
(2) pelemahan kinerja ekspor dan impor, serta
(3) penurunan harga komoditas di pasar global
Dari uraian di atas, tulisan ini bertujuan untuk membahas upaya yang perlu/dapat ditempuh
pemerintah untuk meningkatkan angka penerimaan pajak dan mengatasi masalah shortfall pajak
yang akan terjadi pada akhir tahun 2019 dan tahun selanjutnya. Upaya Memaksimalkan
Penerimaan Pajak Saat ini, telah terlihat upaya mendorong daya saing investasi melalui berbagai
kebijakan keringanan pajak serta rancangan dari omnibus law terkait ketentuan pajak untuk
penguatan perekonomian. Pemerintah menetapkan tujuh poin kebijakan perpajakan yang akan
dicakup dalam RUU Omnibus Law perpajakan.
Pertama, penyesuaian tarif pajak penghasilan (PPh) untuk Badan dari 25% menjadi 22%
pada tahun 2020, 22% untuk periode 2021-2022, dan 20% untuk pada tahun 2023. Selain itu,
penurunan PPh Badan bagi perusahaan yang melakukan aksi penawaran umum perdana saham
(IPO) sebesar 3% dalam 5 tahun setelah go-public. Jika tarif PPh ini diturunkan, maka akan
mendorong perusahaan melakukan ekspansi usaha dari sebagian laba yang tidak dipajaki.
Kedua, pembebasan pajak dividen. Kebijakan ini merupakan insentif bagi investor pasar
modal terkait dengan dividen yang didapatkan dari laba bersih emiten, baik bagi wajib pajak (WP)
orang pribadi maupun badan. Pemerintah akan membuat penurunan tarif atau pembebasan tarif
PPh dividen dalam negeri. Dalam hal ini dividen yang diterima WP Badan maupun wajib pajak
perorangan akan dibebaskan.
Ketiga, penyesuaian (penurunan) tarif final PPh Pasal 25 atas bunga. Pasal 25 PPh (UU
PPh) atas penghasilan bunga dari dalam negeri yang selama
ini diterima oleh subjek pajak luar negeri akan diturunkan lebih rendah dari tarif PPh bunga 20%
yang selama ini berlaku.

Keempat, rezim pajak teritorial. Kebijakan ini akan mengatur sistem teritori dalam rangka
untuk penghasilan yang diperoleh dari luar negeri, yaitu wajib pajak yang penghasilannya berasal
dari luar negeri baik dalam bentuk dividen maupun penghasilan dari usahanya. Badan Usaha
Tetapnya yang tercatat di luar negeri tapi beroperasi di Indonesia, namun selama ini dividen atau
penghasilan lainnya tidak dikenakan pajak di Indonesia.

Kelima, subjek pajak pribadi. Omnibus Law khusus perpajakan ini, juga akan mengatur
subjek pajak orang pribadi terutama yang selama ini cut-off harinya adalah 183 hari, baik yang
tinggal di dalam maupun di luar negeri. Subjek pajak bagi WNI yang tinggal di luar Indonesia
selama lebih dari 183 hari, akan dikecualikan apabila mereka memenuhi syarat tertentu.
Sebelumnya, dalam kasus yang sama, WNI yang tinggal lebih dari 183 hari dianggap sebagai
subjek pajak.

Keenam, ekstensifikasi pajak. Upaya ekstensifikasi wajib pajak juga sedang diupayakan
oleh Ditjen Pajak dengan cara menelisik pemilik saldo tabungan orang pribadi dengan nilai
minimal Rp1 miliar. Hal ini dilakukan dengan menyamakan data-data yang dimiliki otoritas pajak
dan perbankan. Apabila ditemukan ketidakcocokan Ditjen Pajak akan memberikan pemberitahuan
kepada WP untuk melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan (SPT) dan membayar jika ada
kekurangan pajak. Hal ini merupakan salah satu upaya ekstra yang dilakukan Ditjen Pajak hingga
akhir tahun 2019 untuk mengejar target realisasi pajak akhir tahun 2019.

Ketujuh, pajak dari perusahaan Over The Top (OTT) yang beroperasi di Indonesia.
Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, cara untuk memajaki perusahaan yang tidak
memiliki Badan Usaha Tetap (BUT) di Indonesia ini seperti Google, Spotify, Facebook dan Netflix
adalah dengan RUU Omnibus Law perpajakan yang saat ini tengah disusun pemerintah. Sebelum
ada aturan ini pemerintah hanya bisa memajaki perusahaan yang memiliki kantor fisik di
Indonesia. Namun dengan perkembangan teknologi digital atau informasi saat ini, pajak akan sulit
dipungut karena banyak perusahaan tersebut yang tidak memiliki kantor cabang di Indonesia.
Dalam RUU Omnibus Law khusus perpajakan nantinya, akan diatur mengenai pemungutan pajak
e-commerce terutama terhadap perusahaan digital yang telah beroperasi di Indonesia meski tanpa
kehadiran kantor fisik. Hal ini menjadi salah satu strategi yang harus segera diimplementasikan,
karena konsumennya adalah WNA dan WNI yang berdomisili di Indonesia. Strategi Relaksasi-
Partisipasi Strategi relaksasi pajak melalui sistem pajak seperti tax holiday juga bertujuan
meningkatkan penerimaan pajak guna mendorong partisipasi masyarakat dalam kegiatan ekonomi
(bisnis). Artinya relaksasi pajak harus dilakukan secara bersyarat dan mengharapkan timbal balik
berupa partisipasi masyarakat dalam sistem pajak yang self assessment. Strategi relaksasi pajak
juga mencakup aspek hukum, kebijakan, dan administrasi perpajakan yang cepat dan
mudah.Strategi relaksasi-artisipasi pajak ini, adalah: pertama, relaksasi ditukarkan dengan
partisipasi masyarakat dalam menggerakkan perekonomian. Relaksasi pajak diberikan selama
wajib pajak melakukan kegiatan yang disyaratkan pemerintah baik pada sektor, jenis, lokasi,
dan/atau nilai ekonomi tertentu. Salah satu fasilitas pajak tersebut, adalah super tax deduction
untuk kegiatan vokasi. Hal lain yang dapat dipertimbangkan misalnya prasyarat reinvestasi di
Indonesia atas pembebasan pajak dividen luar negeri atau ekspansi usaha atas membaiknya arus
kas (cash flow) dari restitusi pajak yang dipercepat.Kedua, relaksasi dipertukarkan dengan data
dan informasi. Dengan penerapan cooperative compliance, transparansi data dan informasi wajib
dipertukarkan dengan kepastian. Keberhasilan strategi ini harus didukung dengan adanya format
data dan informasi yang seragam dan dipersyaratkan oleh Ditjen Pajak Ketiga, relaksasi berbasis
kepatuhan. Penerapan strategi ini dapat dilakukan dengan pemberlakuan alternative minimum tax
atas indikasi penghindaran pajak korporasi, sanksi pajak yang lebih proporsional berdasarkan
profil kepatuhan dari wajib pajak. Strategi ini membutuhkan adanya pengelompokan wajib pajak
dalam skema compliance risk management. Keempat, relaksasi yang diimbangi kepastian
kontribusi pajak. Strategi ini diprioritaskan bagi kelompok yang memperoleh benefit fiskal yang
tinggi, namun kontribusi pajaknya masih minim. Terdapat beberapa opsi yang bisa
dipertimbangkan seperti pajak berbasis kekayaan bersih dari kelompok pemilik modal yang
diuntungkan dari omnibus law dan safe harbour dalam transaksi afiliasi bisnis, pemberlakuan pajak
bagi kelompok profesi tertentu Shortfall pajak perlu diwaspadai karena akan berpengaruh pada
belanja negara dalam APBN 2019. Dalam kondisi perekonomian domestik dan global yang relatif
stagnan, shortfall pajak harus diminimalkan sampai akhir tahun ini agar defisit APBN Tahun
Anggaran 2019 tidak mencapai 3% dari PDB. Shortfall pajak tahun 2019 diperkirakan jauh lebih
besar dari tahun sebelumnya, dan diperkirakan akan terjadi pada tahun-tahun berikutnya. Jika
shortfall pajak terjadi maka tax ratio (perbandingan penerimaan pajak dengan PDB) cenderung
turun dan diprediksi target pertumbuhan ekonomi dalam APBN 2019 juga sulit dicapai.
Pemerintah diproyeksikan tidak dapat mencapai target tax ratio 2019 sebesar 11% dari PDB.
Sebagai perbandingan angka tax ratio 2018 lalu sebesar 8,85% Untuk meningkatkan penerimaan
pajak, pemerintah perlu mendorong sektor-sektor
usaha yang mendatangkan penerimaan pajak besar seperti industri makanan-minuman,
UKM/IKM, industri otomotif yang berorientasi ekspor, dan industri pengolahan sumber daya alam
untuk mendapatkan nilai tambah dalam negeri. Pemerintah juga perlu menambah objek pajak baru
di masa mendatang, tetapi dengan kajian dan kehati-hatian. Objek pajak baru antara lain adalah
harta warisan, harta hibah, laba ditahan yang tidak dibagikan dalam bentuk dividen laba yang tidak
diinvestasikan ke dalam sektor riil dalam waktu dua tahun pembayaran premi asuransi kesehatan
dan iuran jaminan kesehatan. Selain itu, sebagai upaya intensifikasi, pemerintah perlu
meningkatkan kepatuhan (compliance) atas perpajakan yang telah mengakibatkan target
penerimaan pajak tahun ini tidak tercapai, antara lain pajak penghasilan dan pembelian barang
mewah yang telah diturunkan pada pertengahan tahun 2019 melalui Peraturan Menteri Keuangan
No. 92 Tahun 2019.

Anda mungkin juga menyukai