Anda di halaman 1dari 14

TUGAS PPKN MATERI 6

Nama Kelompok SGD A-10:


- Ni Wayan Bunga Pandansari (1602511208)
- Gede Agus Indra Pramana (1602511209)
- Aprillia Tamitha Hoata (1602511215)
- I Gst Ngr Md Cesar V.S (1602511226)
- I Gst Ngr Pratama Yuda.A (1602511214)
- Phebe Indriani (1602511213)
- Adinda Ratih Savitri (1602511207)
- A.A. Sg Karinia Jaya (1602511218)
- I Gusti Bagus Lulut Premana (1602511221)
- Ida Bagus Satrya Wibawa (1602511216)
- Agus Arya Mahottama (1602511219)
- Ni Made Sarah Manacika N (1602511223)

1. Jelaskan Program Soekarno Secara Ringkas!


Orde Lama adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soekarno di
Indonesia. Orde Lama berlangsung dari tahun 1945 hingga 1968. Dalam
jangka waktu tersebut, Indonesia menggunakan bergantian sistem ekonomi
liberal dan sistem ekonomi komando. Di saat menggunakan sistem ekonomi
liberal, Indonesia menggunakan sistem pemerintahan parlementer. Presiaden
Soekarno di gulingkan waktu Indonesia menggunakan sistem ekonomi
komando. Orde lama (Demokrasi Terpimpin), terdiri dari beberapa kejadian
penting..
1. Masa Pasca Kemerdekaan (1945-1950)
Keadaan ekonomi keuangan pada masa awal kemerdekaan amat buruk, antara
lain disebabkan oleh :
Inflasi yang sangat tinggi, disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata
uang secara tidak terkendali. Pada waktu itu, untuk sementara waktu
pemerintah RI menyatakan tiga mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu
mata uang De Javasche Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda, dan
mata uang pendudukan Jepang. Kemudian pada tanggal 6 Maret 1946,
Panglima AFNEI (Allied Forces for Netherlands East Indies/pasukan sekutu)
mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah-daerah yang dikuasai
sekutu. Pada bulan Oktober 1946, pemerintah RI juga mengeluarkan uang
kertas baru, yaitu ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai pengganti uang
Jepang. Berdasarkan teori moneter, banyaknya jumlah uang yang beredar
mempengaruhi kenaikan tingkat harga.
Adanya blokade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk
menutup pintu perdagangan luar negeri RI.
Kas negara kosong.
Eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan.

Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ekonomi,


antara lain :
Program Pinjaman Nasional dilaksanakan oleh menteri keuangan Ir.
Surachman dengan persetujuan BP-KNIP, dilakukan pada bulan Juli 1946.
Upaya menembus blokade dengan diplomasi beras ke India, mangadakan
kontak dengan perusahaan swasta Amerika, dan menembus blokade Belanda
di Sumatera dengan tujuan ke Singapura dan Malaysia.
Konferensi Ekonomi Februari 1946 dengan tujuan untuk memperoleh
kesepakatan yang bulat dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi
yang mendesak, yaitu : masalah produksi dan distribusi makanan, masalah
sandang, serta status dan administrasi perkebunan-perkebunan.
Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947
Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948, mengalihkan
tenaga bekas angkatan perang ke bidang-bidang produktif.
Kasimo Plan yang intinya mengenai usaha swasembada pangan dengan
beberapa petunjuk pelaksanaan yang praktis. Dengan swasembada pangan,
diharapkan perekonomian akan membaik (mengikuti Mazhab Fisiokrat :
sektor pertanian merupakan sumber kekayaan).
2. Masa Demokrasi Liberal (1950-1957)
Masa ini disebut masa liberal, karena dalam politik maupun sistem
ekonominya menggunakan prinsip-prinsip liberal. Perekonomian diserahkan
pada pasar sesuai teori-teori mazhab klasik yang menyatakan laissez faire
laissez passer. Padahal pengusaha pribumi masih lemah dan belum bisa
bersaing dengan pengusaha nonpribumi, terutama pengusaha Cina. Pada
akhirnya sistem ini hanya memperburuk kondisi perekonomian Indonesia
yang baru merdeka.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah ekonomi, antara lain :
Gunting Syarifuddin, yaitu pemotongan nilai uang (sanering) 20 Maret 1950,
untuk mengurangi jumlah uang yang beredar agar tingkat harga turun.
Program Benteng (Kabinet Natsir), yaitu upaya menumbuhkan
wiraswastawan pribumi dan mendorong importir nasional agar bisa bersaing
dengan perusahaan impor asing dengan membatasi impor barang tertentu dan
memberikan lisensi impornya hanya pada importir pribumi serta memberikan
kredit pada perusahaan-perusahaan pribumi agar nantinya dapat berpartisipasi
dalam perkembangan ekonomi nasional. Namun usaha ini gagal, karena sifat
pengusaha pribumi yang cenderung konsumtif dan tak bisa bersaing dengan
pengusaha non-pribumi.
Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember
1951 lewat UU no.24 th 1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan bank
sirkulasi.
Sistem ekonomi Ali-Baba (kabinet Ali Sastroamijoyo I) yang diprakarsai Mr
Iskak Cokrohadisuryo, yaitu penggalangan kerjasama antara pengusaha cina
dan pengusaha pribumi. Pengusaha non-pribumi diwajibkan memberikan
latihan-latihan pada pengusaha pribumi, dan pemerintah menyediakan kredit
dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional. Program ini tidak berjalan
dengan baik, karena pengusaha pribumi kurang berpengalaman, sehingga
hanya dijadikan alat untuk mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah.
Pembatalan sepihak atas hasil-hasil Konferensi Meja Bundar, termasuk
pembubaran Uni Indonesia-Belanda. Akibatnya banyak pengusaha Belanda
yang menjual perusahaannya sedangkan pengusaha-pengusaha pribumi belum
bisa mengambil alih perusahaan-perusahaan tersebut.
3. Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1967)
Sebagai akibat dari dekrit presiden 5 Juli 1959, maka Indonesia menjalankan
sistem demokrasi terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia menjurus pada
sistem etatisme (segala-galanya diatur oleh pemerintah). Dengan sistem ini,
diharapkan akan membawa pada kemakmuran bersama dan persamaan dalam
sosial, politik,dan ekonomi (mengikuti Mazhab Sosialisme). Akan tetapi,
kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah di masa ini belum
mampu memperbaiki keadaan ekonomi Indonesia, antara lain :
Devaluasi yang diumumkan pada 25 Agustus 1959 menurunkan nilai uang
sebagai berikut :Uang kertas pecahan Rp 500 menjadi Rp 50, uang kertas
pecahan Rp 1000 menjadi Rp 100, dan semua simpanan di bank yang
melebihi 25.000 dibekukan.
Pembentukan Deklarasi Ekonomi (Dekon) untuk mencapai tahap ekonomi
sosialis Indonesia dengan cara terpimpin. Dalam pelaksanaannya justru
mengakibatkan stagnasi bagi perekonomian Indonesia. Bahkan pada 1961-
1962 harga barang-baranga naik 400%.
Devaluasi yang dilakukan pada 13 Desember 1965 menjadikan uang senilai
Rp 1000 menjadi Rp 1. Sehingga uang rupiah baru mestinya dihargai 1000
kali lipat uang rupiah lama, tapi di masyarakat uang rupiah baru hanya
dihargai 10 kali lipat lebih tinggi. Maka tindakan pemerintah untuk menekan
angka inflasi ini malah meningkatkan angka inflasi.
Kegagalan-kegagalan dalam berbagai tindakan moneter itu diperparah karena
pemerintah tidak menghemat pengeluaran-pengeluarannya. Pada masa ini
banyak proyek-proyek mercusuar yang dilaksanakan pemerintah, dan juga
sebagai akibat politik konfrontasi dengan Malaysia dan negara-negara Barat.
Sekali lagi, ini juga salah satu konsekuensi dari pilihan menggunakan sistem
demokrasi terpimpin yang bisa diartikan bahwa Indonesia berkiblat ke Timur
(sosialis) baik dalam politik, eonomi, maupun bidang-bidang lain.
Masalah pemanfaatan kekayaan alam.
Pada masa orde lama : Konsep Bung Karno tentang kekayaan alam sangat
jelas. Jika Bangsa Indonesia belum mampu atau belum punya iptek untuk
menambang minyak bumi dsb biarlah SDA tetap berada di dalam perut bumi
Indonesia. Kekayaan alam itu akan menjadi tabungan anak cucu di masa
depan. Biarlah anak cucu yang menikmati jika mereka sudah mampu dan bisa.
Jadi saat dipimpin Bung Karno, meski RI hidup miskin, tapi Bung Karno
tidak pernah menggadaikan (konsesi) tambang-tambang milik bangsa ke
perusahaan asing. Penebangan hutan pada masa Bung Karno juga amat
minim.
Sistem pemerintahan
Orde lama : kebijakan pada pemerintah, berorientasi pada politik,semua
proyek diserahkan kepada pemerintah, sentralistik,demokrasi Terpimpin,
sekularisme.
Berakhirnya Orde Lama
Setelah turunnya presiden soekarno dari tumpuk kepresidenan maka
berakhirlah orde lama. kepemimpinan disahkan kepada jendral soeharto mulai
memegang kendali. pemerintahan dan menanamkan era kepemimpinanya
sebagai orde baru konsefrasi penyelenggaraan sistem pemerintahan dan
kehidupan demokrasi menitipberatkan pada aspek kestabilan politik dalam
rangka menunjang pembangunan nasional.untuk mencapai titik-titik tersebut
dilakukanlah upaya pembenahan sistem keanekaragaman dan format politik
yang pada prinsipnya mempunyai sejumlah sisi yang menonjol yaitu;
1]adanya konsep difungsi ABRI
2]pengutamaan golonga karya
3]manifikasi kekuasaan di tangan eksekutif
4]diteruskannya sistem pengangkatan dalam lembaga-lembaga pendidikan
pejabat
5]kejaksaan depolitisan khususnya masyarakat pedesaan melalui konsep
masca mengembang [flating mass]
6]karal kehidupan pers
konsep diafungsi ABRI pada masa itu secara inplisit sebelumnya sudah
ditempatkan oleh kepala staf angkatan darat. Mayjen A.H.NASUTION tahun
1958 yaitu dengan konsep jalan tengah prinsipnya menegaskan bahwa peran
tentara tidak terbatas pada tugas profesional militer belaka melainkan juga
mempunyai tugas-tugas di bidang sosial politik dengan konsep seperti inilah
dimungkinkan dan bahkan menjadi semacam kewajiban jikalau militer
berpatisipasi dan bidang politik penerapan konjungsi ini menurut pennafsiran
militer dan penguasa orde baru memperoleh landasan yuridi konstitusional di
dalam pasal 2 ayat 1 UUD 1945 yang menegaskan majelis permusyawaratan
rakyat.
Jelaskan Tentang Perubahan Konstitusi pada Masa Soekarno dan
Damapaknya

Orde baru ditandai dengan lengsernya Soekarno sebagai presiden seumur


hidup karena peristiwa Gerakan 30 September yang dilakukan oleh PKI
sehingga terjadinya pembunuhan besar-besaran terhadap anggota PKI
diberbagai daerah di Indonesia. Sehingga Soekarno dituntut untuk
menandatangani Surat Perintah Sebelas Maret atau yang lebih kita kenal
dengan sebutan Supersemar yang berisikan tentang perintah kepada Jendral
Soeharto untuk mengambil segala tindakan yang perlu untuk keselamatan
negara dan melindungi Soekarno sebagai Presiden. Kemudia surat itu
diartikan sebagai media pemberian wewenang kepada Soeharto secara penuh.
Selanjutnya orba dikukuhkan dengan sebuah sidang MPRS yang berlangsung
pada Juni-Juli 1966. diantara ketetapan yang dihasilkan sidang tersebut adalah
mengukuhkan Supersemar dan melarang PKI beserta ideologinya tumbuh dan
berkembang di Indonesia.

Pada permulaan pemerintahan orba banyak hal-hal yang dilakukan untuk


menyelamatkan kondisi ekonomi Indonesia. Tindakan pemerintah ini
dilakukan karena adanya kenaikan harga pada awal tahun 1966 yang
menunjukkan tingkat inflasi kurang lebih 650 % setahun. Hal itu menjadi
penyebab kurang lancarnya program pembangunan yang telah direncanakan
pemerintah.

Pada pemerintahan orba juga banyak pembangunan-pembangunan yang


dilakukan pemerintah seperti pembangunan jangka panjang maupun jangka
pendek yang lebih dikenal dengan sebutan Pelita (pembangunan lima tahun).
Itulah sebabnya pemerintahan orba sering disebut masa pembangunan.
Dari pembangunan-pembangunan yang dilakukan pemerintah itu tidak sedikit
yang berhasil. Diantaranya adalah :
Pelita I : pembanguan bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk mengejar
keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan bidang pertanian,
karena mayoritas penduduk Indonesia masih hidup dari hasil pertanian.
Pelita II : Sasaran Utamanya adalah tersedianya pangan, sandang, perumahan,
sarana dan prasarana, mensejahterakan rakyat dan memperluas kesempatan
kerja.
Pelita III: pembangunan masih berdasarkan pada Trilogi Pembangunan
dengan penekanan lebih menonjol pada segi pemerataan yang dikenal dengan
Delapan Jalur Pemerataan

Pelita IV: titik beratnya adalah sektor pertanian menuju swasembada pangan
dan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin industri sendiri.
Pelita V : Titik beratnya pada sektor pertnian dan industri.
Pelita VI : Titik beratnya pada pembangunan pada sektor ekonomi yang
berkaitan dengan industri dan pertanian serta pembanguan dan peningkatan
kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya.

Dari uraikan diatas terbukti bahwa pembangunan-pembangunan banyak yang


berhasil. Tapi dalam suatu pemerintahan mustahil bila tidak ada kegagalan
atau hambatan dalam melakukan pembangunan-pembangunan jangka panjang
maupun jangka pendek tersebut.

Dampak positif dan negatif dalam pemerintahan orde baru

Dampak positif
Pemerintah mampu membangun pondasi yang kuat bagi kekuasaan lembaga
kepresidenan yang membuat semakin kuatnya peran Negara dalam
masyarakat.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi karena setiap program pembangunan
pemerintah terencana dengan baik dan hasilnya dapat dilihat secara nyata.
Indonesia mengubah status dari Negara pengimpor beras terbesar menjadi
bangsa yang memenuhi kebutuhan beras sendiri (swasembada beras).
Penurunan angka kemiskinan yang diikuti dengan perbaikan kesejahteraan
rakyat.
Penurunan angka kematian bayi dan angka partisipasi pendidikan dasar yang
semakin meningkat.

Dampak negatif

Terbentuk pemerintahan orde baru yang bersifat otoriter, dominatif, dan


sentralis.
Otoritarianisme merambah segenap aspek kehidupan masyarakat, berbangsa
dan bernegara termasuk kehidupan politik yang sangat merugikan rakyat.
Pemerintah Orde Baru gagal memberikan pelajaran berdemokrasi yang baik
dan benar kepada rakyat Indonesia. Golkar menjadi alat politik untuk
mencapai stabilitas yang diinginkan, sementara 2 paratai lainnya hanya
sebagai boneka agar tercipta citra sebagai Negara demokrasi.
Sistem perwakilan bersifat semu bahkan hanya dijadikan topeng untuk
melanggengkan sebuah kekuasaan secara sepihak. Dalam setiap pemilihan
presiden melalui MPR Suharto selalu terpilih.
Demokratisasi yang terbentuk didasarkan pada KKN (Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme) sehingga banyak wakil rakyat yang duduk di MPR/DPR yang
tidak mengenal rakyat dan daerah yang diwakilinya.
Kebijakn politik teramat birokratis, tidak demokratis, dan cenderung KKN.
Dwifungsi ABRI terlalu mengakar masuk ke sendi-sendi kehidupan bebangsa
dan benegara bahkan pada bidang-bidang yang seharusnya masyarakat yang
berperan besar terisi oleh personel TNI dan Polri. Dunia bisnis tidak luput dari
intervensi TNI/Polri.
Kondisi politik lebih payah dengan adanya upaya penegakan hukum yang
sangat lemah. Dimana hukum hanya diciptakan untuk keuntungan
pemerimtah yang berkuasa sehingga tidak mampu mengadili para
konglomerat yang telah menghabisi uang rakyat.
Kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan sumber daya alam.
Perbedaan ekonomi antar daerah, antar golongan pekerjaan, antar kelompok
dalam masyarakat tersa semakin tajam.
Terciptalah kelompok yang terpinggirkan (marginalisasi sosial)
Menimbulkan konglomerasi dan bisnis yang erat dengan KKN (Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme).
Pembangunan yang dilakukan hasilnya hanya dapat dinikmati oleh sebagian
kecil kalangan masyarakat, pembangunan cenderung terpusat dan tidak
merata.
Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi
kehidupan politik, ekonomi, dam sosial yang demokratis dan berkeadilan.
Meskipun pertumbuhan ekonomi meningkat tapi secara fundamental
pembangunan ekonomi sangat rapuh.
Pembangunan tidak merata, tampak dengan adanya kemiskinan disejumlah
wilayah yang justru menjadi peny umbang devisa terbesar seperti Riau,
Kalimantan Timur, dan Irian. Faktor inilah yang selanjutnya ikut menjadi
penyebab terpuruknya perekonomian nasional Indonesia menkelang akhir
tahun 1997.

Jelaskan isi dekrit dan dampaknya

Isi Dekrit Presiden (5 Juli 1959)


Isi Dekrit Presiden (5 Juli 1959) Sebagai berikut.....

Pembubaran konstituante
Berlakunya kembali UUD1945,
Tidak berlakunya lagi UUD S 1950
Pemakluman bahwa pembentukan MPRS dan DPAS akan dilakukan dalam
waktu sesingkat-singkatnya

Dampak Dekrit Presiden 5 Juli 1959


Dampak Dekrit Presiden 5 juli 1959 terbagi dua yaitu Dampak negatif dan
dampak positif, berikut Urainnya.
A. Dampak Positif
Adapun dampak positif Dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 Ialah....
1. Memberikan pedoman yang jelas, yaitu UUD 1945 bagi kelangsungan
negara.
2. Menyelamatkan negara dari perpecahan dan krisis politik berkepanjangan.
3. Merintis pembentukan lembaga tertinggi negara, yaitu MPRS dan lembaga
tinggi negara berupa DPAS yang selama masa Demokrasi Parlemen
tertertunda pembentukannya.

B. Dampak Negatif
Dari dampak positif dekrit Presiden , terdapat pula dampak negatif
dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 juli 1959 Seperti berikut ini....
1.Memberi kekeuasaan yang besar pada presiden, MPR,dan lembaga tinggi
negara. Hal itu terlihat pada masa Demokrasi terpimpin dan berlanjut sampai
Orde Baru.
2. Memberi peluang bagi militer untuk terjun dalam bidang politik. Sejak
Dekrit, militer terutama Angkatan Darat menjadi kekuatan politik yang
disegani. Hal itu semakin terlihat pada masa Orde Baru dan tetap terasa
sampai sekarang.
3. Ternyata UUD 1945 tidak dilaksanakan secara murni dan konsekuen. UUD
45 yang harusnya menjadi dasar hukum konstitusional penyelenggaraan
pemerintahan pelaksanaannya hanya menjadi slogan-slogan kosong belaka

Jelaskan tentang peristiwa G30S PKI

Peristiwa G30S/PKI atau biasa disebut dengan Gerakan 30 September


merupakan salah satu peristiwa pemberontakan komunis yang terjadi pada
bulan september sesudah beberapa tahun Indonesia merdeka. Peristiwa G 30 S
PKI terjadi di malam hari tepatnya pada tanggal 30 September tahun 1965.
Dalam sebuah kudeta, setidaknya ada 7 perwira tinggi militer yang terbunuh
dalam peristiwa tersebut.

Partai Komunis saat itu sedang dalam kondisi yang amat kuat karena
mendapatkan sokongan dari Presiden Indonesia Pertama, Ir. H Soekarno.
Tidak heran jika usaha yang dilakukan oleh segelintir masyarakat demi
menjatuhkan Partai Komunis berakhir dengan kegagalan berkat bantuan
Presiden kala itu.
Hingga sampai saat ini, peristiwa 30S PKI tetap menjadi perdebatan antara
benar atau tidaknya PartaiKomunis Indonesia yang bertanggung jawab dalam
peristiwa tersebut

Kronologi G30 SPKI


Peristiwa G30S PKI bermula pada tanggal 1 Oktober. Dimulai dengan kasus
penculikan 7 jendral yang terdiri dari anggota staff tentara oleh sekelompok
pasukan yang bergerak dari Lapangan Udara menuju Jakarta daerah selatan.
Tiga dari tujuh jenderal tersebut diantaranya telah dibunuh di rumah mereka
masing-masing, yakni Ahmad Yani, M.T. Haryono dan D.I. Panjaitan.

Sementara itu ketiga target lainya yaitu Soeprapto, S.Parman dan Sutoyo
ditangkap secara hidup-hidup. Abdul Harris Nasution yang menjadi target
utama kelompok pasukan tersebut, berhasil kabur setelah berusaha untuk
melompati dinding batas kedubes Irak.
Meskipun begitu, Pierre Tendean beserta anak gadisnya. Ade Irma S.
Nasution ditangkap tertembak tewas pada 6 Oktober oleh regu sergap. Korban
tewas semakin bertambah disaat regu penculik menembak serta membunuh
seorang polisi penjaga rumah tetangga Nasution. Abert Naiborhu menjadi
korban terakhir dalam kejadian ini. Mayat Jenderal yang masih hidup dibunuh
dan dibuang di Lubang Buaya tepat sebelah markas tersebut.

Sekitar 2.000 pasukan diterjunkan untuk menduduki sebuah tempat yang kini
dikenal dengan nama Lapangan Merdeka, Monas. Walaupun mereka belum
berhasil mengamankan bagian timur dari area ini. Sebab saat itu merupakan
daerah dari Markas KOSTRAD pimpinan Soeharto.

Jam 7 pagi, Radio Republik Indonesia (RRI) menyiarkan sebuah pesan yang
berasal dari Untung Syamsuri, Komandan Cakrabiwa bahwa G30 S PKI telah
berhasil diambil alih di beberapa lokasi stratergis Jakarta beserta anggota
militer lainnya. Mereka bersikeras bahwa gerakan tersebut sebenarnya
didukung oleh CIA yang bertujuan untuk melengserkan Soekarno dari
posisinya.

Tinta kegagalan tertulis dalam sejarah peristiwa G30S/PKI karena mereka


melewatkan Soeharto yang mereka kira bujan seorang tokoh politik. Salah
seorang tentangga beliau memberi tahu pada Soeharto tentang hilangnya para
Jenderal serta penembakan yang terjadi pada jam setengah 6 pagi. Mendengar
berita tersebut, Soeharto pun segera bergerak ke Markas KOSTRAD dan
menghubungi anggota angkatan laut dan polisi.
Soeharto juga berhasil membujuk dua dari batalion pasukan kudeta untuk
menyerah. Dimulai dari pasukan Brawijaya yang masuk ke dalam area markas
KOSTRAD. Kemudian disusul dengan pasukan Diponegoro yang kabur
menuju Halim Perdana Kusuma.

Kudeta ini juga gagal dikarenakan perencanaan yang kirang matang. Sehingga
kondisi ini menyebabkan para tentara yang berada di Lapangan Merdeka
kehausan akan impresi mereka untuk melindungi Presiden di Istana.

Jelaskan tentang supersemar dan dampaknya


Peristiwa lahirnya Surat Perintah 11 Maret atau yang biasa dikenal dengan
sebutan Supersemar hingga kini masih menjadi masalah tersendiri di kalangan
para sejarawan atau siapapun yang tertarik untuk melakukan studi mengenai
surat perintah tersebut karena sejarah dan keberadaan naskah asli dari surat
tersebut masih kontroversial. Salah satu hal yang menyebabkan Supersemar
menjadi kontroversial adalah tidak adanya keterangan yang pasti dari para
pelaku dan saksi sejarah yang terlibat dalam peristiwa lahirnya surat perintah
tersebut. Padahal, Supersemar memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap
perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Penting sekali untuk mengkaji mengenai
masalah Supersemar karena surat perintah tersebut telah menjadi suatu titik
awal proses peralihan kekuasaan dari Presiden Soekarno ke Letnan Jenderal
Soeharto. Supersemar juga menjadi batu loncatan Soeharto dalam merebut
kekuasaan dari Soekarno.

Setelah terjadinya peristiwa Gerakan 30 September 1965, Indonesia


mengalami krisis di bidang politik, sosial dan ekonomi. Sekitar lima ratus ribu
rakyat Indonesia yang dituduh sebagai anggota PKI tewas akibat pembantaian
massal yang dilakukan oleh dua gabungan kekuatan, yaitu sipil dan militer.
Pembantaian tersebut terjadi di Jawa Tengah dan meluas hingga ke Jawa
Timur dan Bali. Peristiwa ini berlangsung pada pekan ketiga bulan Oktober
hingga bulan Desember 1965. Rakyat yang menjadi korban tersebut dibunuh
tanpa melalui proses pengadilan yang sah. Hal tersebut dikarenakan tuduhan
angkatan darat yang menyebutkan bahwa PKI-lah dalang dari peristiwa G30S.
Selain itu, pada Januari 1966 telah terjadi demonstrasi besar-besaran di
Jakarta yang menuntut pemerintah untuk membubarkan PKI, menurunkan
harga dan membersihkan kabinet dari unsur-unsur G30S. Tuntutan rakyat
tersebut dikenal dengan sebutan Tritura (Tri Tuntutan Rakyat).

Kembali kepada Supersemar. Peristiwa lahirnya Supersemar terjadi pada


tanggal 11 Maret 1966, tepatnya di pagi hari, yaitu ketika Bung Karno sedang
memimpin sidang Kabinet Dwikora yang disempurnakan di Istana Merdeka.
Ketika Bung Karno sedang berbicara, Brigadir Jenderal M. Sabur, Komandan
Resimen Cakrabirawa, masuk ke ruang sidang, ingin memberitahu Brigadir
Jenderal Amirmachmud, Pangdam V/ Jaya yang juga hadir dalam sidang itu,
bahwa di luar sedang ada sejumlah pasukan tak dikenal dan ini menimbulkan
kekhawatiran(1). Namun, Brigjen Sabur tidak berhasil menemui Brgjen
Amirmachmud. Brigjen Sabur lalu menyampaikan sebuah nota kepada Bung
Karno yang memberitahu perihal sejumlah pasukan tak dkenal yang berada di
luar istana.
Setelah membaca nota yang disampaikan oleh Brigjen Sabur, Bung Karno
menjadi gugup seketika dan segera bergegas meninggalkan Istana Merdeka
bersama Dr. Soebandrio menuju Istana Bogor dengan menggunakan
helikopter. Sebelum pergi, pimpinan sidang diserahkan Bung Karno kepada
Wakil Perdana Menteri II, Leimena.

Di lain tempat, Letnan Jenderal Soeharto yang tidak hadir dalam sidang
tersebut karena sakit, kemudian mendengar berita tentang apa yang terjadi di
Istana Merdeka pada hari itu. Soeharto yang merupakan satu-satunya menteri
yang tidak hadir dalam sidang tersebut akhirnya mengutus Brigjen M. Jusuf,
Brigjen Basuki Rahmat, dan Brigjen Amirmachmud ke Istana Bogor untuk
menemui Bung Karno.

Brigjen M. Jusuf, Brigjen Basuki Rahmat, dan Brigjen Amirmachmud


akhirnya berhasil menemui Bung Karno di Istana Bogor dan pertemuan
tersebut ternyata melahirkan Supersemar dimana surat yang ditandatangani
oleh Presiden Soekarno tersebut berisi perintah Presiden Soekarno kepada
Letnan Jenderal Soeharto. Beberapa perintah yang tertera di dalam surat
tersebut diantaranya adalah supaya Letjen Soeharto mengambil segala
tindakan yang dianggap perlu untuk terjaminnya keamanan dan ketenangan
serta kestabilan jalannya pemerintahan, serta menjamin keselamatan pribadi
dan wibawa Presiden Soekarno yang juga berperan sebagai Panglima
Tertinggi ABRI dan Pemimpin Besar Revolusi. Selanjutnya, Letjen Soeharto
juga diminta untuk melaporkan dan bertanggung jawab terhadap tugas yang
diembannya dalam Supersemar.

Beberapa pertanyaan pun muncul sehubungan dengan lahirnya Supersemar.


Pertama, apakah surat tersebut diketik oleh Soekarno dan ditandatangani
secara sukarela? Atau apakah surat tersebut telah disiapkan oleh Soeharto dan
selanjutnya Soekarno hanya tinggal menandatanganinya mengingat kop surat
tersebut adalah kop surat Markas Besar Angkatan Darat? Kemudian, apakah
surat dan salinan-salinan yang sempat beredar di kalangan elit politik dan
militer saat itu tidak diubah-ubah isinya? Dan, dimanakah keberadaan naskah
asli Surat Perintah 11 Maret? Seperti yang telah disebutkan di atas, pertanyaan
ini tak pernah terjawab dengan pasti mengingat tidak ada atau tidak jelasnya
keterangan dari para pihak yang terkait mengenai Supersemar.

Setelah keluarnya surat tersebut, Letnan Jenderal Soeharto langsung


menggunakan Supersemar untuk membubarkan PKI, menangkap 15 menteri
yang setia kepada Bung Karno, memulangkan beberapa pasukan Cakrabirawa
yang setia kepada Bung Karno, mengawasi berita ekonomi dan politik yang
disiarkan oleh RRI, TVRI, dan media lainnya(2). Tindakan yang dilakukan
oleh Letjen Soeharto ini tidak begitu sesuai dengan apa yang diperintahkan
oleh Bung Karno.

Ternyata setelah keluarnya Supersemar, posisi Soekarno sebagai Presiden RI


semakin tergerus akibat terjadinya dualisme kekuasaan di dalam tubuh
pemerintahan RI dimana Soekarno sebagai Presiden dan Soeharto sebagai
pelaksana segala tindakan pemerintah dengan bermodalkan Supersemar.
Dalam dokumen Amerika Serikat yang dikutip oleh Baskara T. Wardaya
dalam bukunya yang berjudul Membongkar Supersemar, disebutkan bahwa
Supersemar adalah suatu kudeta khas Indonesia. Dalam bukunya tersebut,
Baskara T. Wardaya menggunakan beberapa dokumen penting dari Amerika
Serikat yang menunjukkan bagaimana sikap Amerika Serikat yang sangat
aktif memantau kondisi politik Indonesia serta keterlibatan AS dalam
perjalanan politik bangsa Indonesia saat itu.

Supersemar memiliki pengaruh yang cukup kuat dalam menentukan kebijakan


dalam dan luar negeri. Di dalam negeri, posisi Letjen Soeharto semakin
menguat dan posisi Presiden Soekarno semakin melemah akibat keluarnya
Supersemar. PKI yang merupakan partai yang sangat dekat dengan Bung
Karno akhirnya dibubarkan oleh Soeharto dalam waktu kurang dari 24 jam
setelah Supersemar keluar. Soeharto juga melakukan penangkapan terhadap
belasan menteri yang dianggap pro Bung Karno dan terlibat G30S. Rekayasa
terhadap keanggataan MPRS juga dilakukan dan penetapan Supersemar
sebagai Ketetapan MPRS.

Status Presiden Soekarno sebagai pesiden seumur hidup pun dicabut oleh
MPRS karena pengaruh dari Soeharto. Tidak hanya itu, MPRS yang sudah
diatur oleh Soeharto ini nantinya akhirnya berani menolak pidato
pertanggungjawaban Presiden Soekarno (Pidato Nawaksara) berikut
perbaikannya, dan akhirnya memberhentikan Presiden Soekarno sebagai
Presiden Indonesia(3).
Sementara itu, kebijakan luar negeri Indonesia juga berubah tajam setalah
keluarnya Supersemar. Indonesia menjadi pro Barat. Hal tersebut terlihat dari
menguatnya hubungan Indonesia dengan Amerika Serikat dan normalisasi
hubungan dengan Malaysia dimana sebelumnya Bung Karno menganggap
Malaysia sebagai antek-antek dari Nekolim (Neo Kolonialisme dan
Imperialisme). Selain itu, Indonesia juga kembali bergabung bersama PBB.
Semua hal tersebut sungguh bertentangan sekali dengan kebijakan pada masa
pemerintahan Soekarno, khususnya pada masa Demokrasi Terpimpin.

Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa sejarah lahirnya Supersemar


yang kontroversial ternyata menimbulkan dampak yang sangat panjang
terhadap perjalanan politik Indonesia. Supersemar yang hingga kini belum
diketahui keberadaan naskah aslinya telah menjadi suatu senjata ampuh yang
digunakan oleh Soeharto untuk menggerus kepemimpinan Soekarno dan
berkat Supersemar, Soeharto berhasil menjadi Pejabat Presiden RI pada tahun
1967 dan Soeharto mulai mendirikan rezim Orde Baru. Lahirnya orde baru ini
diiringi dengan perjuangan yang sengit untuk menata kembali seluruh tatanan
kehidupan rakyat, bangsa, dan negara sesuai dengan kemurnian pelaksanaan
Pancasila dan UUD 1945(4). Selanjutnya rezim Orde Baru pun mulai
berkuasa sepenuhnya dibawah kendali Soeharto hingga tiga puluhan tahun
lamanya.

Anda mungkin juga menyukai