Anda di halaman 1dari 8

Orde Lama Dan Orde Baru

Orde lama adalah masa dimana Negara Indonesia dipimpin oleh presiden Soekarno, masa
pemerintahan Indonesia orde lama berjalan sekitar 23 tahun yaitu dari tahun 1945-1968. Masa
ini adalah masa dimana Indonesia menjadi Negara merdeka dan masih melakukan peperangan
dengan Negara Belanda. Sedangkan orde baru adalah sebuah masa dimana Indonesia dipimpin
oleh presiden Soeharto. Pada masa ini Indonesia mulai melakukan pembangunan dan
meningkatkan perekonomian Negara. Hal ini dikarenakan Negara Indonesia sudah kokoh berdiri.
Pemerintahan masa orde lama dan orde baru terdapat beberapa perbedaan baik dari segi
kebijakan ekonomi, sistem pemerintahan dan kualitas sumber daya manusia (SDM).

Perbedaan masa orde lama dan orde baru yang pertama akan dibahas adalah kebijakan
ekonomi. Pada periode Bung Karno atau masa orde lama (1945-1965), kebijakan ekonomi yang
dijalankan berbentuk ekonomi yang tertutup sosialis atau komunis. Perekonomian tertutup
(closed economy) adalah sebuah perekonomian tanpa transaksi dengan Negara lain. Untuk
menumbuhkan perekonomian sebuah Negara mengandalkan konsumsi rumah tangga, infestasi
bisnis dan belanja pemerintah. Karakteristik penting dari periode Bung Karno ini adalah
tendensi anti barat dalam kebijakan-kebijakanya. Beliau memperkuat usaha-usaha untuk
mengambil alih bagian barat pulau papua dari Belanda. Mungkin karena itulah kondisi
perekonomian Indonesia pada periode ini cukup buruk yang diantaranya juga dipicu oleh
kosongnya kas Negara, eksploitasi waktu penjajahan, pihak Belanda yang menerapkan blockade
ekonomi, dan inflasi. Keadaan ekonomi dan keuangan pada masa orde lama amat buruk, yang
disebabkan oleh inflasi yang sangat tinggi dikarenakan beredarnya lebih dari satu mata uang
secara tidak terkendali. Saat itu memang terdapat tiga mata uang yang beredar, diantaranya mata
uang Jepang, mata uang pemerintahan Hindia Belanda, dan mata uang De Javasche Bank.
Pemerintah saat itu mencoba banyak upaya. Pada tahun 1959, devaluasi atau penurunan mata
uang dikerahkan. Selain itu pemerintah juga memutuskan untuk merilis Oeang Republik
Indonesia atau ORI sebagai pengganti mata uang Jepang untuk memperbaiki kondisi
perekonomian dalam negri. Di penghujung 1950-an, Republik Indonesia kembali diguncang
krisis keuangan, presiden Soekarno beserta perangkat pemerintahannya pun memberlakukan
kebijakan-kebijakan darurat. Senering (pemotongan nilai mata uang) hingga redenominasi
(penyederhanaan nilai mata uang tanpa mengurangi nilai tukar) diterapkan. Namun, sebagian
kalangan ternyata belum siap dengan kebijakkan ini, senering menyebabkan daya beli
masyarakat menurun karena pemotongan nilai uang tidak diikuti dengan penurunan harga-harga
barang, artinya nilai uang terhadap barang berubah menjadi lebih kecil. Pada 1961, kondisi
moneter nasional semakin parah, situasi ini bertambah pelik karena saat itu Indonesia sedang
dilanda keguncangan setelah peristiwa G30SPKI (1965).

Sedangkan pada masa orde baru, kebijakan ekonomi yang dijalankan berbentuk ekonomi
terbuka yang menganut paham orientasi kapitalis. Kondisi ekonomi Indonesia pada masa orde
baru jauh lebih baik dibanding saat orde lama. Hal ini dilatarbelakangi keberhasilan pemerintah
membangun stabilitas politik yang memberi efek secara signifikan pada pertumbuhan ekonomi.
Pemerintahan orde baru memiliki slogan yang menunjukkan fokus utama dalam memberlakukan
kebijakkan ekonomi, yaitu Triologi Pembangunan. Bukan tanpa dasar Triologi Pembangunan
dibuat karena Indonesia mengalami inflasi yang sangat tinggi pada awal tahun 1966. Beberapa
kebijakan ekonomi yang dikelurkan pada masa orde baru antara lain; yang pertama Rencana
Pembangunan Lima Tahun (Repelita). Pada April 1969, pemerintah menyusun Rencana
Pembangunan Lima Tahun (Repelita) yang bertujuan untuk meningkatkan sarana ekonomi,
kegiatan ekonomi serta kebutuhan sandang dan pangan. Repelita ini akan dievaluasi selama
lima tahun sekali. Yang ke-dua, yaitu Revolusi Hijau, pada dasarnya Revolusi Hijau adalah suatu
perubahan cara bercocok tanam dari cara tradisional (peasant) ke cara modern (farmars).

Perbedaan antara orde lama dan orde baru yang ke dua adalah sistem pemerintahan. Pada
masa orde lama terjadi dua pergantian sistem pemerintahan dan konsitusi, mulai dari
presidensial, parlementer, demokrasi liberal hingga demokrasi terpimpim. Sistem pemerintahan
yang pertama adalah sistem presidensial. Era ini berlangsung dari tahun 1945-1966 dibawah
kepemimpinan presiden Soekarno. Sistem pemerintahan presidensial adalah suatu pemerintahan
dimana kedudukan eksekutif tidak bertanggung jawab kepada badan perwakilan rakyat, dengan
kata lain kekuasaan eksekutif berada diluar pengawasan langsung parlementer. Mentri dalam
kabinet pada pemerintahan presidensial diangkat oleh presiden dan bertanggung jawab kepada
presiden. Pada sistem presidensial, seorang presiden menjadi kepala Negara dan kepala
pemerintahan. Sistem pemerintahan presidensial diubah menjadi sistem parlementer terjadi pada
tahun 1945-1950. Pada sistem ini presiden memiliki fungsi ganda, yakni sebagai badan eksekutif
merangkap badan legislatif. Kemudian sistem parlementer diganti oleh sistem liberal yang
berlangsung pada tahun1950-1959. Pada masa itu politik dan perekonomian menggunakan
prinsip liberal. Ini terlihat dari presiden dan wakil presiden yang tidak dapat diganggu gugat.
Kemudian mentri bertanggung jawab atas kebijakkan pemerintah. Presiden berhak membubarkan
DPR. Pada 17 Agustus 1950 hingga 5 Juli 1959, presiden memerintahkan menggunakan
konsitusi Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS). Sistem liberal kemudian digantikan oleh
sistem demokrasi terpimpin, yang berlangsung pada tahun 1959-1968. Sistem ini pertama kali
diumumkan oleh presiden Soekarno dalam pembukaan sidang konstituante 10 November 1956.
Pada masa demokrasi terpimpin ini banyak terjadi penyimpangan yang menimbulkan beberapa
peristiwa besar di Indonesia. Penyimpangan itu seperti, presiden membubarkan DPR hasil
pemilu 1955, serta MPRS mengangkat Soekarno sebagai presiden seumur hidup.

Sedangkan sistem pemerintahan pada masa orde baru sistem pemerintahan yang digunakan
adalah sistem presidensial dengan bentuk pemerintahnya republik, UUD 1945 sebagai dasar
konstitusi. Pada masa orde baru pemerintah menekankan pada stabilitas nasional dalam program
politiknya dan rehabilitas ekonomi serta berkepribadian dalam bidang sosial budaya. Pada era ini
demokrasi di Indonesia mengalami kemajuan yang cukup signifikan, hasil kebijakkan ekonomi
terlihat, inflasi menurun dan mata uang nasional stabil.

Masa orde lama dan orde baru juga mempunyai perbedaan dari segi kualitas sumber daya
manusia (SDM). Selama masa orde lama berlangsung, sumberdaya manusia masih dikatakan
sangat terbatas. Setelah berhasil memperoleh kemerdekaan, pemerintah masih terus berusaha
untuk mempertahankan kemerdekaannya sehingga belum terdapat program untuk
mengembangkan kualitas sumber daya manusia baik melalui pekerjaan atau pendidikan.. Hal ini
mulai mengalami perubahan sesudah memasuki masa orde baru, kualitas sumber daya manusia
semakin meningkat dan pemerintah sudah banyak melakukan usaha seperti meningkatkan jumlah
masyarakat yang memperoleh pendidikan formal. Pendidikan merata karena presiden Soeharto
mengeluarkan peraturan wajib belajar 9 tahun.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa masa orde lama dan orde baru memiliki
beberapa perbedaan, baik dari segi kebijakan ekonomi, sistem pemerintahan dan kualitas sumber
daya manusia (SDM). Masing-masing perbedaan tersebut memiliki dampak positif dan negatif.
Pancasila Dan Sejarah Bangsa

Pancasila adalah pilar ideologis Negara Indonesia. Nama ini terdiri dari dua kata dari bahasa
sansekerta yaitu “panca” yang berarti lima dan “sila’ yang berarti prinsip atau asas. Hal itu
berarti ada lima pedoman penting rakyat Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Ke lima sila tersebut ialah Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab,
Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pancasila
merupakan rumusan dan pedoman yang kuat untuk mencapai tujuan Negara Indonesia.
Terbentuknya pancasila tidak terlepas dari sejarah, dalam upaya merumuskan pancasila sebagai
dasar Negara yang resmi, terdapat usulan-usulan pribadi yang dikemukakan oleh beberapa tokoh
nasional dalam BPUPKI.

Sejarah pancasila sebagai dasar Negara diawali dengan sidang pertama BPUPKI pada 28 Mei
1945. Upacara peresmian Badan Penyelidikan Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI) di gedung Chou Sangi In (kini gedung pancasila). Upacara dihadiri oleh Jendral
Itagaki dan Letnan Jendral Nagano. Upacara juga diisi dengan pengibaran bendera Hinomaru
oleh Mr.AG.Pringgodigodo yang disusul dengan pengibaran bendera Merah Putih oleh Toyohiti
Masuda. Pada 29 Mei 1945, sidang pertama BPUPKI diselenggarakan untuk membahas Undang-
Undang Dasar (UUD) dan persoalan mendasar tentang Indonesia Merdeka. Ketua BPUPKI, dr.
Radjiman Wedyodiningrat dalam pidatonya meminta pandangan para anggota mengenai dasar
Negara Indonesia. Terdapat tiga anggota yang menjawab pertanyaan dasar Negara, yakni Muh.
Yamin, Prof.Dr.Mr. Soepomo, dan Ir. Soekarno. Muh Yamin yang prtama menyampaikan
usulannya tentang dasar Negara. Dalam pidatonya Muh Yamin mengemukakan lima “Asas
Negara Republik Indinesia” yaitu; Peri Kebangsaan, Peri Kemanusiaan, Peri Ke-Tuhanan, dan
Kesejahteraan Rakyat. Pada 31 Mei 1945, Prof.Dr.Mr. Soepomo mengajukan dasar-dasar Negara
untuk Indonesia Merdeka, yaitu; Kekeluargaan, Keseimbangan Lahir dan Batin, Musyawarah,
dan Keadilan Rakyat. Pada 1 Juni 1945 Ir. Soekarno menyampaikan pidatonya yang berisi
rumusan lima prinsip dasar Negara Indonesia Merdeka, yaitu; Kebangsaan Indonesia,
Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan, Mufakat atau Demokrasi, Kesejahteraan Sosial, dan
Ketuhanan Yang Maha Esa . Ke lima prinsip dasar Negara tersebut disebut dengan pancasila,
yang kemudian tanggal 1 Juni diperingati sebagai hari lahirnya pancasila. Pidato Soekarno
menutup persidangan pertama BPUPKI. Persidangan ini tidak menghasilkan suatu rumusan atau
kesimpulan apapun. Namun, dari beberapa rumusan yang disampaikan, rumusan Soekarno yang
paling diterima oleh semua anggota.

Setelah persidanagn pertama selesai diadakan reses selama satu bulan lebih. Pada masa reses
tanggal 22 Juni 1945, pukul 10.00 WIB panitia delapan mengadakan rapat di gedung Kantor
Besar Jawa Hokokai, Lapangan Banteng untuk membahas rancangan pembukaan (preambule)
undang-undang dasar (UUD), mengelompokkan susunan anggota dan menyepakati
pembentukkan panitia sembilan untuk menyusun rumusan dasar Negara. Anggota panitia
Sembilan diantaranya Ir. Soekarno, Moh. Hatta, Moh. Yamin, Ahmad Soebarjo, A.A. Maramis,
Abdul Kahar Muzakir, K.H. Wahid Hasyim, H. Agus Salim dan Abikoesno Tjokrosoejoso.
Pukul 20.00 WIB, panitia Sembilan mengadakan pertemuan dirumah Ir. Soekarno, jalan
Pegangsaan Timur, Jakarta. Pertemuan tersebut menghasilkan rumusan pembukaan Undang-
Undang Dasar yang dikenal dengan Piagam Jakarta (Jakarta Charter) yang didalamnya termuat
rumusan kolektif dasar Negara Indonesia Merdeka, yaitu; Ketuhanan, dengan kewajiban
menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya, Kemanusiaan yang adil dan beradab,
persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan, serta Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Masa persidangan ke dua BPUPKI tanggal 10 Juli 1945 diselenggarakan, Ir. Soekarno
menyampaikan laporan hasil kerja selama masa reses. Sidang ini membahas bentuk Negara bagi
Indonesia dan perumusan akhir dasar Negara. Pada 11 Juli 1945, diadakan sidang hari kedua,
pada sidang ini J. Latuharhary menyampaikan keberatannya terhadap sila pertama “Ketuhanan
dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya” karena berakibat besar
terhadap pemeluk agama lain. Tanggal 16 juli 1945, rapat menghasilkan kesepakatan untuk
menerima rancangan undang-undang dasar yang didalamnya termuat rumusan dasar Negara
Indonesia. BPUPKI dianggap bubar pada 7 Agustus 1945 dan diganti dengan Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau Dokuritsu Junbi Inkai dengan Ir. Soekarno sebagai ketua
dan Moh. Hatta sebagai wakil. Masa proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 upacara
proklamasi kemerdekaan RI dirumah Soekarno jalan Pegangsaan Timur, No. 56 Jakarta
dilaksanakan pada pukul 10.00 WIB. Sore hari, Moh. Hatta mengetahui adanya keberatan
pemeluk agama lain diwilayah Indonesia Timur terhadap sila pertama dasar Negara yang termuat
dalam rancangan pembukaan UUD,”Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at islam
bagi pemeluk-pemeluknya” dari seorang perwira Kaigun (angkatan laut Jepang). Pada 18
Agustus 1945, dilaksanakan sidang pertama PPKI dibekas gedung Volksraad, Pejambon, Jakarta
Pusat. Sebelum sidang dimulai, Soekarno-Hatta meminta Ki Bagus Hadikusumo, K.H. Wahid
Hasyim, Mr. Kasman Singodimedjo Dan Mr. Teuku Mohammad Hasan untuk membahas
kalimat “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya”
dalam dasar Negara. Akhirnya dicapai kespakatan mengganti kalimat tersebut dengan
“Ketuhanan Yang Maha Esa”. Pukul 11.30 WIB sidang PPKI dibuka dengan dihadiri 27
anggota. Sidang ini menetapkan Piagam Jakarta sebagai pembukaan UUD 1945 yang
didalamnya termuat pancasila sebagai dasar Negara dengan rumusan yang disepakati, yaitu;
Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia,
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pancasila memiliki banyak nilai kehidupan, diantaranya adalah kedamaian, keimanan,


ketaqwaan, keadilan, kesetaraan, keselarasan, peradaban, kesatuan dan persatuan, mufakat,
kebijaksanaan, dan kesejakteraan. Pancasila bersifat realistis, idealist dan fleksibel. Pancasila
dapat diimplementasikan di kehidupan masyarakat, dengan mewujudkan nilai moral yang
terkandung didalam pancasila sebagai norma etik di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara. Implementasi pancasila dalam pembuatan kebijakan Negara dalam bidang politik
ditulis dalam pasal 26 ayat (1), 27 ayat (1), dan pasal 28, ketiga pasal ini adalah penjabaran dari
pokok-pokok pikiran kedaulatan rakyat dan kemanusiaan yang adil dan beradab, yang dijadikan
landasan bagi kehidupan nasional bidang politik di Indonesia. Pancasila pada hakikatnya besifat
humanistic, artinya nilai-nilai pancasila mendasarkan pada nilai yang bersumber pada harkat dan
martabat manusia sebagai makhluk yang berbudaya. Implementasi pancasila dalam pembuatan
kebijakan Negara dalam bidang social dan budaya dituangkan dalam pasal 29 ayat (1), pasal 31
ayat (1), dan pasal 32 ayat (1).

Jadi, pancasila merupakan pedoman hidup masyarakat Indonesia untuk menghadapi


permasalahan yang terjadi. Pancasila juga sebagai jiwa dan kepribadian bangsa, hal ini untuk
menunjukkan bahwa bangsa Indonesia memiliki kepribadian yang berbeda dengan bangsa
lainnya. Pancasila digunakan sebagai salah satu sumber hukum bangsa Indonesia dan pancasila
merupakan cita-cita bangsa. Sejarah terbentuknya pancasila sebagai dasar Negara tidak terlepas
dari hasil pemikiran para tokoh dan pahlawan nasional.

Anda mungkin juga menyukai