2.
3.
4.
5.
Satu-satunya surat kabar berbahasa Mandarin yang diizinkan terbit adalah Harian
Indonesia yang sebagian artikelnya ditulis dalam bahasa Indonesia. Harian ini
dikelola dan diawasi oleh militer indonesia dalam hal ini adalah ABRI meski
beberapa orang china indonesia bekerja juga di sana. Agama tradisional Tionghoa
dilarang. Akibatnya agama Konghucu kehilangan pengakuan pemerintah.
Pemerintah Orde Baru berdalih bahwa warga Tionghoa yang populasinya ketika itu
mencapai kurang lebih 5 juta dari keseluruhan rakyat Indonesia dikhawatirkan akan
menyebarkan pengaruh komunisme di Tanah Air. Padahal, kenyataan berkata
bahwa kebanyakan dari mereka berprofesi sebagai pedagang, yang tentu bertolak
belakang dengan apa yang diajarkan oleh komunisme, yang sangat mengharamkan
perdagangan
dilakukan.
Orang Tionghoa dijauhkan dari kehidupan politik praktis. Sebagian lagi memilih
untuk menghindari dunia politik karena khawatir akan keselamatan dirinya.
Perpecahan Bangsa
Di masa Orde Baru pemerintah sangat mengutamakan persatuan bangsa Indonesia.
Setiap hari media massa seperti radio dan televisi mendengungkan slogan
persatuan dan kesatuan bangsa.Salah satu cara yang dilakukan oleh pemerintah
adalah meningkatkan transmigrasi dari daerah yang padat penduduknya
seperti Jawa, Bali dan Madura ke
luar
Jawa,
terutama
keKalimantan, Sulawesi, Timor Timur, dan Irian Jaya. Namun dampak negatif yang
tidak diperhitungkan dari program ini adalah terjadinya marjinalisasi terhadap
penduduk setempat dan kecemburuan terhadap penduduk pendatang yang banyak
mendapatkan bantuan pemerintah. Muncul tuduhan bahwa program transmigrasi
sama dengan jawanisasi yang disertai sentimen anti-Jawa di berbagai daerah,
meskipun tidak semua transmigran itu orang Jawa.
6.
1.
2.
1. Penyebab utama runtuhnya kekuasaan Orde Baru adalah adanya krisis moneter
tahun 1997. KKN semakin merajalela, sementara kemiskinan rakyat terus
meningkat. Terjadinya ketimpangan sosial yang sangat mencolok menyebabkan
munculnya kerusuhan sosial. Muncul demonstrasi besar-besaran yang digerakkan
oleh mahasiswa dengan tuntutan utama kaum demonstran adalah perbaikan
ekonomi dan reformasi total.
2. Akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto mengundurkan diri dan
menyerahkan jabatannya kepada wakil presiden B.J. Habibie. Peristiwa ini
menandai berakhirnya kekuasaan Orde Baru dan dimulainya Orde Reformasi.
Perorangan,
Berbagai Pemuda,
Berbagai mahasiswa,
Berbagai pelajar,
Pada tanggal fifteen Januari 1966 diadakan sidang paripurna Kabinet Dwikora
dalam sebuah tempat di bogor tepatnya di istana Bogor principle di hadiri oleh
wakil-wakil mahasiswa. Presiden Republik state yaitu Presiden Ir.Soekarno
berfikiran timbulnya berbagai gerakan para mahasiswa itu didalangi oleh
United States intelligence agency (Central Intelligence Agency) principle
1.
2.
3.
Usaha penataan kembali kehidupan politik ini dimulai pada awal tahun 1968
dengan penyegaran DPR-GR. Penyegaran ini bertujuan untuk menumbuhkan
hak-hak demokrasi dan mencerminkan kekuatan kekuatan principle ADA di
dalam masyarakat. Komposisi anggota DPR terdiri dan wakil-wakil partai
politik dan golongan karya. Tahap selanjutnya adalah penyederhanaan
kehidupan kepartaian kehormatan dan kekaryaan dengan cara
Pengelompokkan partai-partai politik dan golongan karya. Usaha ini dimulai
tahun 1970 dengan mengadakan serangkaian konsultasi dengan pimpinan
Partai-partai politik.
Lahirlah tiga kelompok di DPR
1.
2.
3.
Pendirian ASEAN
Negara state perlu menjalin hubungan kerja sama dengan negara lain secara
regional maupun world dengan melalu Organisasi ASEAN. Tujuan awalnya
didirikan ASEAN adalah untuk membendung paham komunis. Dan hubungan
kerja sama principle dijalin antar negara anggota ASEAN principle hampir
merambah sektor ekonomi, politik, sosial dan budaya.
1. REPELITA I
TUJUAN : Untuk meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan
dasar-dasar bagi pembangunan yang menekankan pada bidang pertanian untuk
memenuhi kebutuhan dasar dalam tahap berikutnya.
SASARAN : pangan, sandang, perbaikan prasarana, perumahan rakyat,
perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani. Titik berat Pelita I adalah
pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk mengejar
keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan bidang pertanian, karena
mayoritas penduduk Indonesia masih hidup dari hasil pertanian.
KEBIJAKAN :
1.
Memberikan bibit unggul kepada petani dan melakukan beberapa
eksperimen untuk mendapatkan bibit unggul yang tahan hama tersebut.
2.
Memperbaiki infrastuktur yang digunakan oleh sektor pertanian seperti
jalan raya, sarana irigasi sawah dan pasar yang menjadi tempat dijualnya hasil
pertanian.
3.
Melakukan transmigrasi agar lahan yang berada di kalimantan, sulawesi,
maluku dan papua dapat diolah agar menjadi lahan yang mengahasilkan bagi
perekonomian.
2. REPELITA II
TUJUAN : untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan seluruh rakyat dan
meletakkan landasan yang kuat untuk tahap pembangunan berikutnya.
SASARAN : Pengembangan sektor pertanian yang merupakan dasar untuk
memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri dan merupakan dasar tumbuhnya
industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku. Selain itu sasaran
Repelita II ini juga perluasan lapangan kerja
KEBIJAKAN :
1.
2.
Pengembangan golongan
kesempatan berusaha,
3.
Pengembangan koperasi,
4.
Transmigrasi
5.
ekonomi
lemah
dalam
rangka
pemerataan
6.
7.
2.
tahun
3.
3. REPELITA III
Pada Repelita III prioritas utama pemerintahan dalam rencana
pembangunan perekonomian indonesia terletak pada sektor pertanian dimana
sektor ini ditujukan pada swasembada pangan. Selain itu juga dilakukan
peningkatan pada sektor industri yang mengelola bahan baku menjadi barang
jadi. Kebijakan pembangunan ini berorientasi pada pemenuhan kebutuhan pokok
dan penyediaan lapangan kerja . Kewenangan pengelolaan dana pembangunan
disentralisasikan oleh departemen / LPND teknis melalui dokumen DIP dan
desentralisasi oleh daerah melalui dokumen SPABP. Untuk mekanisme
penyaluran dana pembangunan melalui sentarlisasi DIP dan anggaran
didaerahkan (SPABP). adapun mekanisme perencanaan pembangunan yaitu TOP
DOWN TRANSISI BOTTOM UP . Untuk arah kebijakan program pembangunan pada
masa ini yaitu berarah ke pembangunan sektor .
Jadi dapat disimpulkan bahwa pada tahun 1979-1984 atau pada masa
Repelita III pemerintah memfokuskan rencana pembangunan perekonomian pada
sektor pertanian yang menuju swasembada pangan dan industri pengolahan
bahan baku menjadi barang jadi. Di awali pertumbuhan ekonomi amat tinggi
pada tahun 1980-1981 (1981 : 11%) dan kemudian merosot menjadi 2,2 persen
pada tahun 1982 . dan untuk mennagulangi resesi ekonomi (kondisi
ketika produk domestik bruto (GDP) menurun atau ketika pertumbuhan
ekonomi riil bernilai negatif selama dua kuartal atau lebih dalam satu tahun)
dengan program deregulasi dan liberalisasi (1983-1988).
pada awal orde baru, strategi pembangunan di Indonesia lebih diarahkan
pada tindakan pembersihan dan perbaikan kondisi ekonomi yang mendasar,
terutama usaha untuk menekan laju inflasi yang sangat tinggi. Strategi-strategi
tersebut kemudian dipertegas dengan ditetapkannya sasaran-sasaran dan titik
berat setiap Repelita (REPELITA atau Rencana Pembangunan Lima Tahun adalah
satuan perencanaan yang dibuat oleh pemerintah orde baru di Indonesia) yakni:
Repelita
III
(1
April
1979
hingga
31
Maret
1984)
Titik Berat Repelita III: Pada sektor pertanian menuju swasembada pangan dan
meningkatkan industri yang mengolah bahan baku menjadi barang selanjutnya.
Menekankan bidang industri padat karya untuk meningkatkan ekspor.
Pertumbuhan perekonomian periode ini dihambat oleh resesi dunia yang belum
juga berakhir. Sementara itu nampak ada kecendrungan harga minyak yang
pokok
rakyat
terutama
pangan,
sandang,
dan
4. REPELITA IV
Pada periode Pelita IV ini, letak titik beratnya hampir sama dengan periode Pelita III.
Hanya saja yang membedakan adalah kalau di Pelita III lebih menekankan pada industri yang
mengolah bahan baku menjadi bahan jadi. Sedangkan pada periode Pelita IV ini lebih
ditekankan pada meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri sendiri,
baik industri berat maupun ringan. Selain itu, yang ditargetkan dalam periode Pelita IV ini adalah
dilakukannya program KB dan rumah untuk keluarga.
1)
Pelita I
Pada 1 April 1969 dimulailah pelaksanaa pelita 1 yaitu pada
periode 1969-1974. Pada pelita 1 ini, orde baru menyelesaikan fase stabilitas dan
rehabilitasi sehingga dapat menciptakan keadaan yang stabil. Selama beberapa tahun,
sebelum orde baru keadaan ekonomi mengalami kemerosotan. Pada 1955-1960 laju
inflasi rata-rata 25% per tahun, dalam periode 1960-1965 harga-harga meningkat
dengan laju rata-rata 226% per tahun, dan pada 1966 laju inflasi mencapai puncaknya,
yaitu 650% setahun. Kemerosotan ekonomi tersebut terjadi di segala bidang akibat
kepentingan ekonomi dikorbankan demi kepentingan politik.
Pada masa orde
baru, kemerosotan ekonomi dapat dikendalikan. Pada 1976, laju inflasi dapat ditekan
menjadi 120%, atau seperlima dari tahun sebelumnya. Pada 1968, inflasi dapat ditekan
lagi menjadi 85%. Berdasarkan hasil-hasil yang telah dicapai, kemudian dimulailah
pelaksanaan pelita 1 pada tahun 1969. Adapun titik berat pelita 1 adalah pada sector
pertanian dan industry yang mendukung sector pertanian.
Adapun sasaran pelita
1, yaitu meningkatkan pangan, sandang, perbaikan prasarana, perumahan rakyat,
perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani. Pelaksanaan pelita 1 termasuk
pembiayaannya selalu disetujui DPR dengan membuat undang-undang sesuai
ketentuan UUD 1945. [2] 2)
Pelita II
Pelita 1 berakhir pada 31 Maret 1974,
yang telah meletakan dasar-dasar yang kuat bagi pelaksanaan pelita I. MPR hasil
pemilu 1971 secara aklamasi memilih dan mengangkat kembali jendral soeharto
sebagai presiden RI. Selain itu, MPR hasil pemilu 1971 berhasil pula menyusun GBHN
melalui Tap MPR RI No IV/MPRS/1973. Di dalam GBHN 1973 terdapat rumusan pelita
II, yaitu : a)
Tersedianya bahan pangan dan sandang yang cukup dan terjangkau oleh
daya beli
masyarakat; b)
Tersedianya bahan-bahan bangunan perumahan
terutama bagi kepentingan masyarakat; c)
Perbaikan dan peningkatan prasarana;
d)
Peningkatan kesejahteraan rakyat secara merata; e)
Memperluas kesempatan
kerja.
Untuk melaksanakan pelita II, presiden soeharto kemudian membentuk
cabinet pembangunan II. Program kerja cabinet pembangunan II, disebut Sapta Krida
Kabinet Pembangunan II, yang meliputi: a)
Meningkatkan stabilitas politik; b)
Meningkatkan stabilitas keamanan; c)
Melanjutkan pelita 1 dan melaksanakan pelita
II; d) Meningkatkan kesejahteraan rakyat; e)
Melaksanakan pemilihan umum. 3)
Pelita III
Pada 31 Maret 1979, Pelita III mulai dilaksanakan. Titik berat
pembangunan pada pelita III adalah pembangunan sector pertanian menuju
swasembada pangan yang mengolah bahan baku menjadi bahan jadi.
Sasaran
pokok pelita III diarahkan pada trilogy pembangunan dan delapan jalur pemerataan. a)
Trilogi pembangunan mencakup: 1)
Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya
menuju terwujudnya keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia; 2)
Pertumbuhan
ekonomi yang cukup tinggi; 3)
Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. b)
Delapan jalur pemerataan mencakup: 1)
Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok,
yaitu sandang, pangan, dan perumahan 2)
bagi rakyat banyak; 3)
Pemerataan
kesempatan memperoleh pelayanan pendidikan dan kesehatan; 4)
Pemerataan
pembagian pendapatan; 5)
Pemerataan memperoleh kesempatan kerja; 6)
Pemerataan mempreoleh kesempatan berusaha; 7)
Pemerataan kesempatan
berpartisipasi dalam pembangunan khusunya bagi generasi muda dan kaum wanita;
8)
Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah Indonesia; 9)
Pemerataan memperoleh keadilan. Terpilih menjadi presiden RI untuk kedua kalinya
MPR hasil pemilu membentuk cabinet pembangunan III. Kabinet ini dilantik secara resmi
pada 31 Maret 1978. Program kerja cabinet pembangunan III, disebut Sapta Krida
Pembangunan III, yang meliputi: 1.
Menciptakan keadilan social bagi seluruh rakyat
Indonesia dnegan memeratakan hasil pembangunan; 2.
Melaksanakan pertumbuhan
ekonomi yang cukup tinggi; 3.
Memelihara stabilitas keamanan yang mantap; 4.
Menciptakan aparatur Negara yang bersih dan berwibawa; 5.
Membina persatuan
dan kesatuan bangsa yang kukuh dan dilandasi oleh penghayatan dan pengamalan
pancasila; 6.
Melaksanakan pemilihan umum yang langsung, umum, bebas, dan
rahasia; 7.
Mengembangkan politik luar negri yang bebas aktif untuk diabdikan
kepada kepentingan nasional. 4)
Pelita IV
Pelita III berakhir pada 31 Maret
1989 yang dilanjutkan dengan pelaksanaan pelita IV yang dimulai 1 april 1989. Untuk
ketiga kalinya jenderal soeharto terpilih dan diangkat kembali oleh MPR hasil pemilu.
Untuk melaksanakan pelita IV, presiden seharto membentuk cabinet pembangunan IV.
Titik berat pelita IV adalah pembangunan sector pertanian untuk melanjutkan usahausaha menuju swasembada pangan dan meningkatkan industry yang dapat
menghasilkan mesin-mesin sendiri, baik untuk mesin-mesin industry ringan maupun
industry berat.
Sasaran pokok pelita IV yaitu sebagai berikut: a)
Bidang
politik, yaitu berusaha memasyarakatkan P4 (Pedoman,Penghayatan,dan Pengamalan
Pancasila). b)
Bidang pendidikan, menekankan pada pemerataan kesempatan
belajar dan meningkatkan mutu pendidikan. c)
Bidang keluarga berencana (KB),
menekankan pada pengendalian laju pertumbuhan penduduk yang dapat menimbulkan
masalah nasional. 5)
Pelita V
Pelita IV berakhir pada 31 Maret 1994 yang
dilanjutkan oleh pelaksanaan pelita V yang dimulai 1 April 1994. Pelita V ini merupakan
pelita terakhir dari keseluruhan program pembangunan jangka panjang pertama (PPJP
1). Pelita V merupakan masa tinggal landas untuk memasuki program pembangunan
jangka panjang kedua (PPJP II), yang akan dimulai pada pelita VI pada april 1999.
Titik berat pelita V adalah meningkatkan sector pertanian untuk memantapkan
swasembada pangan dan meningkatkan prduksi hasil pertanian laiinya serta sector
industri, khususnya industry yang menghasilkan barang untuk ekspor, industry yang
banyak tenaga kerja, industri pengolahan hasil pertaian, dan industri yang dapat
menghasilkan mesin-mesin industri menuju terwujudnya struktur ekonomi yang
seimbang antara industry dengan pertanian, baik dari segi nilai tambah maupun dari
segi penyeraan tenaga kerja. 6)
Pelita VI
Pelita V berakhir pada 31 Maret
1999yang dilanjutkan oleh pelaksanaan pelita VI yang dimulai pada 1 April 1999. Pada
akhir pelita V diharapkan akan mampu menciptakan landasan yang kukuh untuk
mengawali pelaksanaan pelita VI dan memasuki proses tinggal landas menuju
pelaksanaan program pembangunan jangka panjang kedua (PPJP II) . Titik berat pelita
VI diarahkan pada pembangunan sector-sektor ekonomi dengan keterkaitan antara
industri dan pertanian serta bidang pembangunan lainnya dan peningkatan kualitas
sumber daya manusia.
Sasaran pembangunan industry dalam Rencana
Pembangunan Lima Tahun VI sebagai bagian dari sasaran bidang ekonomi sesuai
amanat GBHN 1993 adalah tertata dan mantapnya industry nasional yang mengarah
pada penguatan, pendalaman, peningkatan, perluasan, dan penyebaran industry ke
seluruh wilayah Indonesia, dan makin kukuhnya struktur industry dengan peningkatan
keterkaitan antara industry hulu, industry antara, dan industry hilir serta antara industry
besar, industry menengah, industry kecil, dan industry rakyat. Serta keterkaitan antara
sector industry dengan sector ekonomi lainnya. Pelita VI yang diharapkan menjadi
proses lepas landas Indonesia kea rah yang lebih baik lagi, malah menjadi gagal landas,
Indonesia dilanda krisis ekonomi yang sulit diatasi pada akhir tahun 1997. [3]
Namun, pelaksanaan PPJP II tidak berjalan lancar akibat krisis ekonomi dan moneter
melanda Indonesia. Inflasi yang tinggi akibat krisis ekonomi menyebabkan terjadinya
gejolak social yang mengarah pada pertentangan terhadap pemerintah orde baru.
Kenaikan tariff BBM pada 1997 merupakan awal gerakan pengkoreksian rakyat
dan mahasiswa terhadap pemerintahan orde baru. Sejak saat itu terjadilah gelombang
demonstrasi, kerusuhan, penjarahan, dan pembakaran di ibu kota Jakarta yag kemudian
menyebar ke seluruh wilayah di tanah air . [4] Kesimpulan Pelita I rehabilitasi ekonomi
khususnya untuk mengangkat hasil pertanian dan penyempurnaan sistem irigasi dan
transportasi tujuan menaikkan taraf hidup masyarakat Pelita II peningkatan standard
hidup bangsa indonesia melalui sandang pangan dan papan Pelita III peningkatan
standard pertanian untuk swasembada & pemantapan industri yang mengelola bahan
baku menjadi bahan jadi Pelita IV peningkatan standard pertanian untuk swasembada
pangan dan peningkatan industri untuk memproduksi mesin ringan / berat Pelita V
peningkatan standard sektor industri dengann pertumbuhan mantap di sektor pertanian
Pelita VI proses tinggal landas menuju terwujudnya masyarakat maju adil dan mandiri
Note:
Make Money Online : http://ow.ly/KNICZ
Pada periode Pelita IV ini, swasembada pangan dalam sektor pertanian berhasil dicapai.
Terbukti dengan berhasilnya Indonesia memproduksi beras 25,8 ton pada tahun 1984 dan
mendapatkan penghargaan di FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia) pada tahun 1985.
Berikut adalah beberapa contoh kebijakan pemerintah untuk periode ini :
1.
Kebijakan INPRES no.5 tahun 1985 yaitu meningkatkan ekspor nonmigas dan pengurangan
biaya tinggi dengan :
2.
Paket Kebijakan 6 Mei (PAKEM), yaitu mendorong sektor swasta di bidang ekspor dan penanam
modal.
3.
Paket Devaluasi 1986, karena jatuhnya harga minyak dunia yang didukung dengan kebijakan
pinjaman luar negri.
4.
Paket Kebijakan 25 Oktober 1986, deregulasi bidang perdagagan, moneter, dan penanam
modal dengan cara :
Penurunan bea masuk impor untuk komoditi bahan penolong dan bahan baku
5.
Apa yang dialami pada periode Repelita III, ternyata masih dialami pada
periode Repelita IV ini. Bahkan pada periode ini harga minyak bumi turun sangat
tajam. Masalah yang semakin nampak dan dirasakan adalah masalah tenaga
kerja yang melaju pada tingkat kurang lebih 2,7% per tahun. Pada tahun 1983
jumlah tenaga kerja adalah 64 juta dan tahun 1988 diperkirakan akan menjadi
73 juta. Sementara angka pertumbuhan direncanakan hanya 5% pertahun
selama Pelita IV. Di samping ciri-ciri pokok dan pola unit produksi juga
merupakan hambatan bagi berkembangnya ekspor Indonesia, bahkan
menghambat pertumbuhan secara keseluruhan.
Suatu hal yang tidak dapat diabaikan dalam periode yang amat sulit ini
adalah pada tahun 1984 Indonesia sudah tidak lagi mengimpor beras (tahun
1980 indonesia mengimpor beras sebanyak 2 juta ton, tahun 1981 mengimpor
0,54 juta ton, tahun 1982 mengimpor 0,31 juta ton, tahun 1983 mengimpor 0,78
juta ton). Dengan demikian devisa yang sebelumnya digunakan untuk
mengimpor beras dapat digunakan untuk keperluan pembangunan. Pedoman
pembangunan pada periode ini adalah GBHN tahun 1983 yang pada intinya tidak
mengalami perubahan dibandingkan dengan GBHN sebelumnya.
Usaha-usaha untuk melanjutkan deregulasi pada periode ini semakin
ditingkatkan dengan tujuan utama meningkatkan efisiensi mekanisme pasar,
khususnya yang berkaitan dengan aspek moneter, kelancaran arus barang yang
ada pada giliran berikutnya diharapkan dapat meningkatkan produksi (Inpres
No.4/1985). namun dengan situasi Internasional yang tidak menentu pada
tahun1986/1987 Neraca Pembayaran Indonesia menghadapi tekanan berat.
Lebih-lebih karena turunnya harga minyak bumi. Untuk mengatasi ancaman itu,
sekali lagi pemerintah memberlakukan kebijaksanaan devaluasi rupiah terhadap
dollar AS sebesar 31% pada 12 September 1986. Tujuan utama devaluasi ini
pada dasarnya untuk mengamankan neraca pembayaran selain untuk
meningkatkan ekspor Indonesia, meningkatkan daya saing produk Indonesia dan
mencegah larinya rupiah ke luar negeri. Namun harus diingat bahwa dengan
devaluasi ini, jumlah hutang Indonesia semakin besar.
Untuk memperbaiki pola unit produksi yang membuat biaya ekonomi tinggi
sehingga produk Indonesia kurang dapat bersaing di luar negeri, pemerintah
memberlakukan kebijaksanaan 6 Mei 1986. Kebijaksanaan ini bertujuan untuk
meningkatkan efisiensi produksi dalam negeri dan daya saing barang ekspor
bukan migas melalui pemberian kemudahan tata niaga, fasilitas pembebasan
dan pengembalian bea masuk serta pembentukkan kawasan berikat. Kemudian
pada 30 Juni 1986 Sertifikat Ekspor dihapus. Kebijaksanaan 6 Mei ini kemudian
disempurnakan dengan kebijaksanaan 25 Oktober 1986, sekaligus sebagai
penunjang kebijaksanaan devaluasi 12 September 1986 yang intinya mendorong
ekspor non-migas melalui penggantian sistem bukan tarif menjadi sistem tarif
secara bertahap, juga penyempurnaan ketentuan bea masuk dan bea masuk
tambahan. Sejalan dengan itu bea fiskal ke luar negeri dinaikkan dari Rp
150.000,- per orang menjadi Rp 250.000,- perorang. Kemudian pada tanggal 25
Oktober 1986 ekspor dalam bentuk barang mentah (rotan, jangat, dan kulit)
dilarang.
Pada tahun-tahun terakhir Repelita IV, perekonomian Indonesia semakin
dibebani dengan meningkatnya hutang luar negeri sebagai akibat depresiasi
mata uang dollar Amerika Serikat terhadap Yen dan DM kurang lebih sebesar
35%. Namun dalam situasi sulit seperti ini, APBN tahun 1987/1988 naik kurang
lebih 6,6% di bandingkan dengan anggaran sebelumnya.
5. REPELITA V
Pada Pelita V ini, lebih menitik beratkan pada sektor pertanian dan industri untuk
memantapakan swasembada pangan dan meningkatkan produksi pertanian
lainnya serta menghasilkan barang ekspor. Pada periode ini terjadi krisis moneter
yang melanda negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Karena krisis
Ekspansi ekonomi di atas telah disertai oleh ekspansi moneter yang besar,
sebagai akibat naiknya permintaan domestik (domestic demand) yang
mencakup tingkat investasi maupun tingkat konsumsi. Ekspansi ekonomi yang
ditandai oleh laju pertumbuhan pesat selama tiga tahun berturut-turut ini
dianggap terlalu panas (overheated) dari sudut kestabilan keuangan moneter
(Soemitro Djojokusumo, 1993).
a.
Laju pertumbuhan ekonomi yang meningkat : 5,8% (1988), 7,5% (1989), 7,1
(1990)
Investasi dunia swasta yang meningkat : 15% (1983), 17% (1991). Pangsa
investasi asing berkisar 25% dari total nilai investasi swasta domestik.
b.
IndikatorekspansiMoneter
Defisit tahun berjalan meningkat : US$1.6 miliar (1989), US$3.7 miliar (1990)
dan US$4.5 miliar (1991). (Soemitro Djojohadikusumo, 1993)
terlalu
panas
dilakukan
Dampak TMP : pertumbuhan ekonomi menurun dari 6,6% (1991) menjadi 6,3%
(1992) dan inflasi menurun dari 9,5% (1991) menjadi 4,9% (1992). (Soemitro
Djojohadikusumo, 1993: angka-angka : Nota Keuangan dan Rancangan APBN
1994/1995).
6. PELITA VI
Pada masa ini pemerintah lebih menitikberatkan pada sektor bidang ekonomi.
Pembangunan ekonomi ini berkaitan dengan industri dan pertanian
serta pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia
sebagai pendukungnya. Namun Pelita VI yang diharapkan menjadi proses lepas
landas Indonesia ke yang lebih baik lagi, malah menjadi gagal landas dan kapal
pun rusak.Indonesia dilanda krisis ekonomi yang sulit di atasi pada akhir tahun
1997.
Semula berawal dari krisis moneter lalu berlanjut menjadi krisis ekonomi dan
akhirnya menjadi krisis kepercayaan terhadap pemerintah. Pelita VI pun kandas
ditengah jalan. Kondisi ekonomi yang kian terpuruk ditambah dengan KKN yang
merajalela, Pembagunan yang dilakukan, hanya dapat dinikmati oleh sebagian
kecil kalangan masyarakat. Karena pembangunan cenderung terpusat dan
tidak merata. Meskipun perekonomian Indonesia meningkat, tapi secara
fundamental pembangunan ekonomi sangat rapuh. Kerusakan serta pencemaran
lingkungan hidup dan sumber daya alam. Perbedaan ekonomi antar daerah,
antar golongan pekerjaan, antar kelompok dalam masyarakat terasa semakin
tajam. Terciptalah kelompok yang terpinggirkan (Marginalisasi sosial).
Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi
kehidupan politik, ekonomi, dan sosial yang demokratis dan berkeadilan.
Pembagunan tidak merata.
sebagainya, semua naik banyak. Kalau sekarang, lima tahun sesudah digempur
krisis ekonomi yang dahsyat, tingkat konsumsi publik masih cukup dan sebagian
terbesar masyarakat tidak lapar dan merana dibandingkan dengan tahun 1966
maka semuanya ini adalah hasil perbekalan dari zaman Orde Baru.
1.
1.
Pelita
I
(1
April
1969
31
Maret
1974)
Dilaksanakan pada 1 April 1969 hingga 31 Maret 1974 yang menjadi landasan
awal
pembangunan
Orde
Baru.
*
Tujuan
Pelita
I
:
Untuk meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan dasar-dasar
bagi
pembangunan
dalam
tahap
berikutnya.
*
Sasaran
Pelita
I
:
Pangan, Sandang, Perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan lapangan
kerja,
dan
kesejahteraan
rohani.
*
Titik
Berat
Pelita
I
:
Pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk mengejar
keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan bidang pertanian, karena
mayoritas penduduk Indonesia masih hidup dari hasil pertanian.
Muncul peristiwa Marali (Malapetaka Limabelas Januari) terjadi pada tanggal
15-16 Januari 1947 bertepatan dengan kedatangan PM Jepang Tanaka ke
Indonesia. Peristiwa ini merupakan kelanjutan demonstrasi para mahasiswa
yang menuntut Jepang agar tidak melakukan dominasi ekonomi di Indonesia
sebab produk barang Jepang terlalu banyak beredar di Indonesia. Terjadilah
pengrusakan
dan
pembakaran
barang-barang
buatan
Jepang.
1.
2.
Pelita
II
(1
April
1974
31
Maret
1979)
Sasaran yang hendak di capai pada masa ini adalah pangan, sandang,
perumahan, sarana dan prasarana, mensejahterakan rakyat, dan memperluas
lapangan kerja . Pelita II berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi rata-rata
penduduk 7% setahun. Perbaikan dalam hal irigasi. Di bidang industri juga
terjadi kenaikna produksi. Lalu banyak jalan dan jembatan yang di rehabilitasi
dan
di
bangun.
1.
3.
Pelita
III
(1
April
1979
31
Maret
1984)
Pelita III lebih menekankan pada Trilogi Pembangunan yang bertujuan
terciptanya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD
1945. Arah dan kebijaksanaan ekonominya adalah pembangunan pada segala
bidang. Pedoman pembangunan nasionalnya adalah Trilogi Pembangunan dan
Delapan Jalur Pemerataan. Inti dari kedua pedoman tersebut adalah
kesejahteraan bagi semua lapisan masyarakat dalam suasana politik dan ekonomi
yang
stabil.
Isi
Trilogi
Pembagunan
adalah
sebagai
berikut.
1. Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya
keadilan
sosial
bagi
seluruh
rakyat
Indonesia.
2.
Pertumbuhan
ekonomi
yang
cukup
tinggi.
3.
Stabilitas
nasional
yang
sehat
dan
dinamis.
1.
4.
Pelita
IV
(1
April
1984
31
Maret
1989)
Pada Pelita IV lebih dititik beratkan pada sektor pertanian menuju swasembada
pangan dan meningkatkan ondustri yang dapat menghasilkan mesin industri itu
sendiri. Hasil yang dicapai pada Pelita IV antara lain swasembada pangan. Pada
tahun 1984 Indonesia berhasil memproduksi beras sebanyak 25,8 ton. Hasil-nya
31
Maret
1994)
Pada Pelita V ini, lebih menitik beratkan pada sektor pertanian dan industri
untuk memantapakan swasembada pangan dan meningkatkan produksi
pertanian
lainnya
serta
menghasilkan
barang
ekspor.
Pelita V adalah akhir dari pola pembangunan jangka panjang tahap pertama.
Lalu dilanjutkan pembangunan jangka panjang ke dua, yaitu dengan
mengadakan Pelita VI yang di harapkan akan mulai memasuki proses tinggal
landas Indonesia untuk memacu pembangunan dengan kekuatan sendiri demi
menuju terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
1.
6.
Pelita
VI
(1
April
1994
31
Maret
1999)
Titik beratnya masih pada pembangunan pada sektor ekonomi yang berkaitan
dengan industri dan pertanian serta pembangunan dan peningkatan kualitas
sumber daya manusia sebagai pendukungnya. Sektor ekonomi dipandang sebagai
penggerak utama pembangunan. Pada periode ini terjadi krisis moneter yang
melanda negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Karena krisis
moneter dan peristiwa politik dalam negeri yang mengganggu perekonomian
menyebabkan
rezim
Orde
Baru
runtuh.
Disamping itu Suharto sejak tahun 1970-an juga menggenjot penambangan
minyak dan pertambangan, sehingga pemasukan negara dari migas meningkat
dari $0,6 miliar pada tahun 1973 menjadi $10,6 miliar pada tahun 1980.
Puncaknya adalah penghasilan dari migas yang memiliki nilai sama dengan 80%
ekspor Indonesia.
. MPR
Sebelum amandemen, MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) merupakan lembaga tertinggi negara
yang diberikan kekuasaan tak terbatas. Pada saat itu MPR memiliki wewenang untuk :
1.
Membuat putusan yang tidak dapat ditentang oleh lembaga negara lain, termasuk
menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang pelaksanaaanya dimandatkan kepada
Presiden.
2.
3.
4.
5.
6.
Menetapkan pimpinan majelis yang dipilih dari dan oleh anggota MPR.
7.
8.
1.
2.
3.
4.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
1.
2.
3.
4.
Rezim pemerintahan Orde Baru yang pada waktu itu sudah memangalami
banyak permasalahan tidak cepat-cepat membereskan masalahnya sehingga
hanya mempersulit dan menambah beban bagi rakyat yang sudah lama merasa
tidak puas. Ketidakpuasan rakyat terhadap pemerintahan semakin di tambah
dengan naiknya harga-harga kebutuhan pokok seperti beras, lauk-pauk, BBM,
yang notabene merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi rakyat.
Rezim Orde Baru Soeharto akhirnya punya banyak cacatnya yang menjadi fatal
karena tidak terkoreksi secara dini. Seandainya Pak Harto mau mundur pada
pertengahan 1980-an dan cengkeraman sosial-politiknya bisa dikendurkan,
keadaan mungkin sekali tidak separah sekarang. Negara, dan para
pemimpinnya, yang mampu membanting setir demikian adalah RRC, yang
sistem politiknya masih dikendalikan Partai Komunis, akan tetapi ekonominya
direformasikan berdasarkan sistem pasar terbuka yang cukup bebas. Proses
otonomi daerah di RRC senantiasa bisa dikendalikan Beijing, karena semua
gubernur dan bupati diangkat dan diberhentikan pemerintah pusat.
Pembangunan politik dan ekonomi untuk negara besar seperti Indonesia selalu
memerlukan pemerintah yang kuat. Ini hanya ada selama zaman Soeharto,
tetapi dengan pengorbanan demokrasi politik dan sosial. Satu-satunya masa
pendek yang mungkin bisa kita pelajari kembali, kalau mencari percontohan,
adalah masa 1950-1957. Pada masa itu, pengaruh asing (kebanyakan memang
Belanda) masih kuat. Orientasi kebijakan ekonomi masih rasional dan terbuka
terhadap interaksi dengan dunia luar. Kehidupan politik masih cukup demokratis,
dan partai opisisi ada. Beberapa tokoh yang pragmatik berpengaruh di bidang
ekonomi, yakni Bung Hatta, Sjafruddin, Djuanda, Leimena, Sumitro, Wilopo, dan
sebagainya. Bung Karno masih ada dengan pengaruhnya yang karismatik dan
menyatukan bangsa, akan tetapi ia belum menjadi penguasa utama. Tetapi,
bibit-bibit perpecahan politik sudah ada, dan konflik dunia, demokrasi lawan
komunisme, sudah mulai masuk ke negeri ini. Indonesia memang tidak pernah
bisa mengasingkan diri dari pengaruh-pengaruh dunia, baik politik maupun
ekonomi.
Dalam membangun negara, kita harus membedakan antara state building dan
nation building. Dalam tahap pertama, kita lebih berhasil dalam hal nation
building, dan jasa Bung Karno tidak boleh dilupakan. Nation building selama 50
tahun dilakukan dan dilestarikan berdasarkan wacana melting pot, seperti di
Amerika, di mana suku-suku bangsa kaum imigran yang menyusun Amerika
harus melebur diri menjadi prototipe bangsa Amerika yang Anglosax dan
Protestan. Ikanya lebih penting daripada bhinnekanya. Setelah 50 tahun, model
nation building ini harus kita tinggalkan. Kebinekaan harus lebih ditonjolkan,
akan tetapi kesatuan bangsa dan negara harus dipelihara, kalau bisa secara
alami, atas dasar keyakinan nasional bahwa hidup sebagai warga bangsa besar
lebih sentosa daripada sebagai warga negara kecil. Tetapi, terutama elite politik
1. MPR
MPR merupakan lembaga tertinggi negara yang diberi kekuasaan tak terbatas
(super power) karena kekuasaan ada di tangan rakyat dan dilakukan
sepenuhnya oleh MPR dan MPR adalah penjelmaan dari seluruh rakyat
Indonesia yang berwenang menetapkan UUD, GBHN, mengangkat presiden dan
wakil presiden[1]. Dengan kata lain MPR merupakan penjelmaan pendapat dari
seluruh warga Indonesia.Susunan keanggotaannya terdiri dari anggota DPR dan
utusan daerah serta utusan golongan yang diangkat termasuk didalamnya
TNI/Polri.
2. DPR
DPR merupakan lembaga perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagai
lembaga negara. Anggota DPR berasal dari anggota partai politik peserta pemilu
yang dipilih berdasarkan hasil pemilu. Oleh karena itu Presiden tidak dapat
membubarkan DPR yang anggota-anggotanya dipilih oleh rakyat melalui
pemilihan umum secara berkala lima tahun sekali. Meskipun demikian, Presiden
tidak bertanggung jawab kepada DPR. DPR berkedudukan di tingkat pusat,
sedangkan yang berada di tingkat provinsi disebut DPRD provinsi dan yang
berada di kabupaten/kota disebut DPRD kabupaten/kota.
3. Presiden
Presiden adalah lembaga negara yang memegang kekuasaan eksekutif.
Maksudnya, presiden mempunyai kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan.
Presiden mempunyai kedudukan sebagai kepala pemerintahan dan sekaligus
sebagai kepala negara. Sebelum adanya amandemen UUD 1945, presiden dan
wakil presiden diangkat dan diberhentikan oleh MPR dan bertanggung jawab
kepada MPR.
4. Mahkamah Agung
Mahkamah Agung merupakan lembaga negara yang memegang kekuasaan
kehakiman. Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Mahkamah
Agung adalah pengadilan tertinggi di negara kita. Perlu diketahui bahwa
peradilan di Indonesia dapat dibedakan peradilan umum, peradilan agama,
peradilan
militer,
dan
peradilan
tata
usaha
negara
(PTUN).
5.BPK dan DPA
Disamping lembaga-lembaga tinggi Negara diatas terdapat lembaga tinggi
Negara yang lain yang wewenangnya cukup minim, yaitu BPK dan DPA. tanggung
jawab tentang keuangan negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK) yang peraturannya ditetapkan dengan undang-undang.Adapun wewenang
dari Dewan Pertimbangan Agung (DPA), yaitu berkewajiban memberi jawab atas
pertanyaan Presiden dan berhak memajukan usul kepada pemerintah.
B. Setelah Amandemen
1. MPR
MPR adalah Lembaga tinggi negara sejajar kedudukannya dengan lembaga tinggi negara
lainnya seperti Presiden, DPR, DPD, MA, MK, BPK. Yang mempunyai fungsi legeslasi.
pasca perubahan UUD 1945 Keberadaan MPR telah sangat jauh berbeda dibanding
sebelumnya. Kini MPR tidak lagi melaksanakan sepenuhnya kedaulatan rakyat dan tidak lagi
berkedudukan sebagai Lembaga Tertinggi Negara dengan kekuasaan yang sangat besar,
termasuk memilih Presiden dan Wakil Presiden.
2. Preisden
Berbeda dengan sistem pemilihan Presiden dan Wapres sebelum adanya amandemen dipilih
oleh MPR , sedangkan setelah adanya amandemen UUD 1945 sekarang menentukan bahwa
mereka dipilih secara langsung oleh rakyat. Pasangan calon Presiden dan Wapres diusulkan
oleh parpol atau gabungan parpol peserta pemilu. Presiden tidak lagi bertanggung jawab
kepada MPR melainkan bertanggung jawab langsung kepada Rakyat Indonesia.
Konsekuensinya karena pasangan Presiden dan Wapres dipilih oleh rakyat, mereka
mempunyai legitimasi yang sangat kuat. Presiden dan Wakil Presiden dapat dipilih kembali
dalam masa jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatannya.
3. DPR
Melalui perubahan UUD 1945, kekuasaan DPR diperkuat dan dikukuhkan keberadaannya
terutama diberikannya kekuasaan membentuk UU yang memang merupakan karakteristik
sebuah lembaga legislatif. Hal ini membalik rumusan sebelum perubahan yang menempatan
Presiden sebagai pemegang kekuasaan membentuk UU. Dalam pengaturan ini memperkuat
kedudukan DPR terutama ketika berhubungan dengan Presiden.
4. DPD
DPD adalah Lembaga negara baru sebagai langkah akomodasi bagi keterwakilan kepentingan
daerah dalam badan perwakilan tingkat nasional setelah ditiadakannya utusan daerah dan
utusan golongan yang diangkat sebagai anggota MPR. Keberadaanya dimaksudkan untuk
memperkuat kesatuan Negara Republik Indonesia.DPD dipilih secara langsung oleh
masyarakat di daerah melalui pemilu.
5. BPK
yang memiliki wewenang memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
menurut UUD 1945, BPK merupakan lembaga yang bebas dan mandiri. Anggota BPK dipilih
oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan
Daerah, dan diresmikan oleh Presiden. BPK Berwenang mengawasi dan memeriksa
pengelolaan keuangan negara (APBN) dan daerah (APBD) serta menyampaikan hasil
pemeriksaan kepada DPR dan DPD dan ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum.
Berkedudukan di ibukota negara dan memiliki perwakilan di setiap provinsi. Mengintegrasi
peran BPKP sebagai instansi pengawas internal departemen yang bersangkutan ke dalam
BPK.
6. Mahkamah Agung
lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan yang
menyelenggarakan peradilan untuk menegakkan hukum dan keadilan. di bawah MA terdapat
badan-badan peradilan dalam lingkungan Peradilan Umum, lingkungan Peradilan Agama,
lingkungan Peradilan militer dan lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).
7. Mahkamah Konstitusi
MK Mempunyai kewenangan: Menguji UU terhadap UUD, Memutus sengketa kewenangan
antar lembaga negara, memutus pembubaran partai politik, memutus sengketa hasil pemilu
dan memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden
dan atau wakil presiden menurut UUD.
8. Komisi Yudisial
berdasarkan UU no 22 tahun 2004 Komisi Yudisial adalah lembaga negara yang bersifat
mandiri dan berfungsi mengawasi perilaku hakim dan mengusulkan nama calon Hakim
Agung.
Diposkan oleh gandi rifansyah di 19.04
1.
Dalam pasal 33 UUD 1945 tercantum bahwa dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh
semua untuk semua di bawah pimpinan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat.
Kemakmuran masyarakat ditafsirkan bukan merupakan kemakmuran orang per orang, melainkan
kemakmuran seluruh masyarakat dan bangsa Indonesia berdasarkan atas asas kekeluargaan.
Sistem ekonomi yang berkembang pada masa Orde Baru adalah sistem ekonomi kapitalis yang
dikuasai oleh para konglomerat dengan berbagai bentuk monopoli, oligopoly, dan diwarnai dengan
korupsi dan kolusi.
c. Pola Pemerintahan Sentralistis
Pemerintahan Orde Baru dalam melaksanakan sistem pemerintahan bersifat sentralistis, artinya
semua bidang kehidupan berbangsa dan bernegara diatur secara sentral dari pusat pemerintahan
(Jakarta), sehingga peranan pemerintah pusat sangat menentukan dalam berbagai bidang
kehidupan masyarakat.
Selain pada bidang ekonomi, politik sentralistis ini juga dapat dilihat dari pola pemeberitaan pers
yang bersifat Jakarta-sentris. Disebut Jakarta-sentris karena pemberitaan yang berasal dari Jakarta
selalu menjadi berita utama. Jakarta selalu dipandang sebagai pusat berita penting yang bernilai
berita tinggi. Berbagai peristiwa yang berlangsung di Jakarta atau yang melibatkan tokoh-tokoh
Jakarta dipandang sebagai berita penting dan berhak menempati halaman pertama.
2.
Krisis Politik
Pada dasarnya secara de jure (secara hukum) kedaulatan rakyat tersebut dilakukan oleh MPR
sebagai wakil-wakil dari rakyat, tetapi ternyata secara de facto (dalam kenyataannya) anggota
MPR sudah diatur dan direkayasa, sehingga sebagian besar anggota MPR tersebut diangkat
berdasarkan pada ikatan kekeluargaan (nepotisme).
Mengakarnya budaya KKN dalam tubuh birokrasi pemerintahan, menyebabkan proses pengawasan
dan pemberian mandataris kepemimpinan dari DPR dan MPR kepada presiden menjadi tidak
sempura. Unsure legislative yang sejatinya dilaksanakan oleh MPR dan DPR dalam membuat dasardasar hukum dan haluan negara menjadi sepenuhnya dilakukan oleh Presiden Soeharto. Karena
keadaan tersebut, mahasiswa yang didukung oleh dosen dan rektornya mengajukan tuntutan
untuk mengganti presiden, reshuffle cabinet, dan menggelar Sidang Istimewa MPR serta
melaksanakan pemilu secepatnya.
Salah satu penyebab mundurnya Soeharto adalah melemahnya dukungan politik, yan telihat dari
pernyataan politik Kosgoro yang meminta Soeharto mundur. Pernyataan Kosgoro pada tanggal 16
Mei 1998 tersebut diikuti dengan pernyataan Ketua Umum Golkar, Harmoko yang pada saat itu
juga menjabat sebagai ketua MPR/DPR Republik Indonesia meminta Soeharto untuk mundur.
3.
Krisis Kepercayaan
Dalam pemerintahan Orde Baru berkembang KKN yang dilaksanakan secara terselubung maupun
secara terang-terangan. Hal terseut mengakibatkan munculnya ketidakpercayaan rakyat terhadap
pemerintah dan ketidakpercayaan luar negeri terhadap Indonesia.
Kepercayaan masyarakt terhadap kepemimpinan Presiden Soeharto berkurang setelah bangsa
Indonesia dilanda krisis multidimensi. Kemudian muncul bderbagai aksi damai yang dilakukan oleh
para masyarakat dan mahasiswa. Para mahasiswa semakin gencar berdemonstrasi setelah
pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM dan ongkos angkutan pada tanggal 4 Mei 1998.
Puncaknya pada tanggal 12 Mei 1998 di Universitas Trisakti Jakarta. Aksi mahasiswa yang semula
damai berubah menjadi aksi kekerasan setelah tertembaknya empat mahasiswa Trisakti, yaitu
Elang Mulya Lesmana, Heri Hartanto, Hendriawan Sie, dan Hafidhin Royan.
4.
Krisis Sosial
Ada dua jenis aspirasi dalam masyarakat, yaitu mendukun Soeharto atau menuntut Seoharto turun
dari kursi kepresidenan. Kelompok yang menuntut Presiden Soeharto untuk mundur diwakili oleh
mahasiswa. Kelompok mahasiswa ini memiliki cita-cita reformasi terhadap Indonesia. Organisasi
yang mendukung mundurnya Presiden Soeharto diantaranya Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim
Indonesia (KAMMI) dan Forum Kota (Forkot).
5.
Krisis Hukum
Banyak ketidakadilan yang terjadi dalam pelaksanaan hukum pada masa pemerintahan Oede Baru.
Seperti kekuasaan kehakiman yang dinyatakan pada pasal 24 UUD 1945 bahwa kehakiman
memiliki kekuasaan yang merdeka dan terlepas dari kekuasaan pemerintah (eksekutif). Namun
pada saat itu, kekuasaan kehakiman dibawah kekuasaan eksekutif. Hakim juga sering dijadikan
sebagai alat pembenaran atas tindakan dan kebijakan pemerintah atau sering terjadi rekayasa
dalam proses peradilan, apabila peradilan itu menyangkut diri penguasa, keluarga kerabta, atau
para pejabat negara. Reformasi menghendaki penegakan hukum secara adil bagi semua pihak
sesuai dengan prinsip negara hukum.
1.
Krisis ekonomi dan moneter yang menyebabkan rapuhnya fondasi Indonesia dan
banyaknya praktik KKN dan monopoli ekonomi, melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar
AS.
2.
3.
4.
Krisis social, gejolak politik yang tinggi yang menimbulkan berbagai potensi perpecahan
social di masyarakat.
5.
6.
Saran