Anda di halaman 1dari 40

1.

Pemerintahan Orde Baru


Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di
Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era
pemerintahan Soekarno.
Orde Baru berlangsung dari tahun 1968 hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut,
ekonomi Indonesia berkembang pesat meski hal ini dibarengi praktek korupsi yang
merajalela di negara ini. Selain itu, kesenjangan antara rakyat yang kaya dan miskin
juga semakin melebar.
Pada 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun
sebagai presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada
tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan [[1998].
Melalui Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar), Soeharto mulai berkuasa
danmemperkenalkan sistem politik barunya yang disebut dengan Demokrasi
Pancasila. Pemerintahan yang sering disebut dengan orde baru ini, secara formil
berlandaskan padaPancasila, UUD 1945, dan Tap MPRS. Orde baru berencana
merubah kehidupan sosial dan politik dengan landasan ideal Pancasila dan UUD
1945. Jadi secara tidak langsung, Sukarno dan Soeharto sama-sama berpedoman
pada UUD 1945. Rancangan Pembangunan Lima Tahun(Pelita) adalah salah satu
program besarnya untuk mewujudkan itu. Tahapan yang dijalani orde baru adalah
merumuskan dan menjadikan Pancasila sebagai ideologi Negara, sehingga
pancasila membudaya di masyarakat. Ideologi pancasila bersumber pada cara
pandang integralistik yang mengutamakan gagasan tentang Negara yang bersifat
persatuan. Sehingga pancasila diformalkan menjadi satu-satunya asas bagi
organisasi kekuatan politik dan organisasi keagamaan-kemasyarakatan lainnya. Dan
kesetiaan kepada ideologi-ideologi selain pancasila disamakan dengan tindakan
subversi. Di era ini, kekuatan politik bergeser pada militer, teknokrasi dan birokrasi.
Gagasan dan ide membutuhkan langkah praktis untuk menyeimbangkan dan
keseimbangan. Dan ini tidak terjadi pada masa demokrasi pancasila. Ia hanya
menjadi sebatas konsep besar yang tidak diterapkan dengan utuh. Buktinya masih
banyak penyelewengan yangironisnya berkedok demokrasi di dalam pemerintah.
Bisa diuraikan, masa-masa ini adalah dimana Negara dan rakyat berhadap-hadapan
dan pemerintah sangat mendominasi. Selama rezim orde baru berkuasa, demokrasi
pancasila yang dicanangkan dalam pengertian normatif dan empirik tidak pernah
sejalan. Ia hanya menjadi slogan kosong. Ia tidak lebih baik dari dua model
demokrasi sebelumnya karena penerapannya yang jauh dari kenyataan berlawanan
dengan tujuan demokrasi sendiri. Orde Baru justru menghambat dan membelenggu
kebebasan rakyat. Ia tidak sejalan dengan esensi dan substansi demokrasi.
Kekuasaan menjadi sentralistis pada kepemimpinan Soeharto. Demokrasi baginya
hanyalah alat untuk mengkristalisasikan kekuasaannya. Soeharto kembali
menghadirkan demokrasi terpimpin kostitusional model barudengan melandaskan
ideologi pancasila sebagai dasar dan falsafah demokrasi.Selama tiga dasawarsa,
pemerintahannya menjadi rezim yang sangat kuat. Pemilihan Umum tidak lagi
menjadi sentral demokratisasi di Negara. Meski telah diadakan selama enam kali
dimasa Soeharto, Pemilu sama sekali tidak mencerminkan nilai-nilai demokratis.
Masih terjadi dominasi satu partai yang sebenarnya dikontrol dan dikelola oleh
Soeharto yang kekuasaannya didukung penuh oleh militer. Tidak ubahnya yang
terjadi adalah demokrasi yang membunuh demokrasi.

2.

Lahirnya Orde Baru


1). Terjadinya peristiwa Gerakan 30 September 1965
2). Keadaan perekonomian semakin memburuk dimana inflasi mencapai 600%
3). Adanya TRITURA
4). Turunnya wibawa dan kekuasaan presiden Sukarno
5). Dikeluarkannya SUPERSEMAR
Di masa orde baru,presiden sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan
(presidensiil) tapi masa jabatannya tidak jelas (sekali masa jabatan dan sesudahnya
dapat dipilih kembali tanpa kejelasan sampai berapa kali. Legislatif terdiri dari fraksi
partai, fraksi golongan non-partai, fraksi ABRI yang memiliki dua fungsi yaitu selain
sebagai alat negara juga memiliki fungsi politik-representatif. Masih terdapat DPA
yang bertugas memberi pertimbangan kepada presiden tapi presiden tidak wajib
mengikuti pertimbangan tersebut. Kekuasaan tertinggi berada di tangan MPR.

3.

Pelaksanaan Orde Baru


1). Kekuasaan dipegang penuh oleh Presiden
2). Awalnya kehidupan demokrasi di Indonesia menunjukkan kemajuan.
3). Perkembangannya, kehidupan demokrasi di Indonesia tidak berbeda dengan
masa Demokrasi Terpimpin.
4). Untuk menjalankan Demokrasi Pancasila maka Indonesia memutuskan untuk
menganut sistem pemerintahan berdasarkan Trias Politika,tetapi itupun tidak
diperhatikan atau diabaikan.
Lembaran Kelam Orde Baru
1). Diskriminasi non-pribumi ditambah adanya penganiayaan
2). Pengadilan dan penghukuman oknum-oknum G30S/PKI yang tidak relevan
3). Terjadinya tragedi-tragedi dan kerusuhan berdarah di tahun 1998
4). Separatisme mulai berkembang di Papua dan Aceh
5). Budaya bapakisme sangat berkembang

4.

Kekurangan dan Kelebihan Sistem Pemerintahan Orde Baru


Kekurangan Orde Baru
1). Semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme

2). Pembangunan Indonesia yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan


pembangunan antara pusat dan daerah, sebagian disebabkan karena kekayaan
daerah sebagian besar disedot ke pusat.
3). Pelanggaran HAM kepada masyarakat non pribumi
4). Kritik dibungkam dan oposisi diharamkan
5). Penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan,antara lain dengan
program penembaakan misterius.
6). Pelaku ekonomi yang dominan adalah lebih dari 70% aset kekayaaan Negara
7). Kecemburuan antara penduduk setempat dengan para transmigran yang
memperoleh tunjangan pemerintah yang cukup besar pada tahun-tahun pertamanya
8). Bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata
bagi si kaya dan si miskin)
9. Kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang
dibreidel
Kelebihan Orde Baru
1.

Perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968


hanya AS$70 dan pada 1996 telah mencapai AS$1.565
2.
Sukses transmigrasi
3. Sukses KB
4. Sukses memerangi butahuruf
5. Sukses swasembada pangan
6. Pengangguran minimum
7. Sukses REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun)
8. Sukses Gerakan Wajib Belajar
9. Sukses Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh
10. Sukses keamanan dalam negeri
11. Investor asing mau menanamkan modal di Indonesia
12. Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri

5.

Kebijakan dan Tindakan Soeharto dalam Memimpin Negara


di Masa Orde Baru
Politik
Presiden Soeharto memulai Orde Baru dalam dunia politik Indonesia dan secara
dramatis mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari jalan yang ditempuh
Soekarno pada akhir masa jabatannya.
Salah satu kebijakan pertama yang dilakukannya adalah mendaftarkan Indonesia
menjadi
anggota
PBB
lagi.
Indonesia
pada
tanggal 19
September 1966mengumumkan bahwa Indonesia bermaksud untuk melanjutkan
kerjasama dengan PBB dan melanjutkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB,
dan menjadi anggota PBB kembali pada tanggal 28 September 1966, tepat 16 tahun
setelah Indonesia diterima pertama kalinya.
Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya
dan menempuh kebijakannya melalui struktur Administratif yang didominasi militer
namun dengan nasehat dari ahli ekonomi didikan Barat. DPR dan MPR tidak
berfungsi secara efektif. Anggotanya bahkan seringkali dipilih dari kalangan militer,
khususnya
mereka
yang
dekat
dengan
Cendana.
Hal
ini
mengakibatkan Aspirasi rakyat sering kurang didengar oleh pusat. Pembagian PAD
juga kurang adil karena 70% dari PAD tiap provinsi tiap tahunnya harus disetor
kepada Jakarta, sehingga melebarkan jurang pembangunan antara pusat dan
daerah.
Eksploitasi sumber daya
Selama masa pemerintahannya, kebijakan-kebijakan ini, dan pengeksploitasian
sumber daya alam secara besar-besaran menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang
besar namun tidak merata di Indonesia. Contohnya, jumlah orang yang kelaparan
dikurangi dengan besar pada tahun 1970-an dan 1980-an.
Warga Tionghoa
Warga keturunan Tionghoa juga dilarang berekspresi. Sejak tahun 1967,
warga keturunan dianggap sebagai warga negara asing di Indonesia dan
kedudukannya berada di bawah warga pribumi, yang secara tidak
langsung juga menghapus hak-hak Asasi mereka.
Kesenian Barongsai secara terbuka, perayaan hari raya Imlek, dan
pemakaian Bahasa Mandarin dilarang, meski kemudian hal ini
diperjuangkan oleh komunitas china indonesia terutama dari komunitas
pengobatan china tradisional karena pelarangan sama sekali akan
berdampak pada resep obat yang mereka buat yang hanya bisa di tulis
dengan bahasa mandarin. Mereka pergi hingga ke Makhamah Agung dan
akhirnya Jaksa Agung indonesia waktu itu memberi izin dengan catatan
bahwa china indonesia bejanji tidak menghimpun kekuatan
untukmemberontak dan menggulingkan pemerintahan Indonesia. Untuk
keberhasilan ini kita mesti memberi penghormatan bagi Ikatan
Naturopatis Indonesia ( I.N.I ) yang anggota dan pengurus nya pada waktu
itu memperjuangkan hal ini demi masyarakat china indonesia dan
kesehatan rakyat indonesia. Hingga china indonesia mempunyai sedikit
kebebasan dalam menggunakan bahasa Mandarin.

Satu-satunya surat kabar berbahasa Mandarin yang diizinkan terbit adalah Harian
Indonesia yang sebagian artikelnya ditulis dalam bahasa Indonesia. Harian ini
dikelola dan diawasi oleh militer indonesia dalam hal ini adalah ABRI meski
beberapa orang china indonesia bekerja juga di sana. Agama tradisional Tionghoa
dilarang. Akibatnya agama Konghucu kehilangan pengakuan pemerintah.
Pemerintah Orde Baru berdalih bahwa warga Tionghoa yang populasinya ketika itu
mencapai kurang lebih 5 juta dari keseluruhan rakyat Indonesia dikhawatirkan akan
menyebarkan pengaruh komunisme di Tanah Air. Padahal, kenyataan berkata
bahwa kebanyakan dari mereka berprofesi sebagai pedagang, yang tentu bertolak
belakang dengan apa yang diajarkan oleh komunisme, yang sangat mengharamkan
perdagangan
dilakukan.
Orang Tionghoa dijauhkan dari kehidupan politik praktis. Sebagian lagi memilih
untuk menghindari dunia politik karena khawatir akan keselamatan dirinya.
Perpecahan Bangsa
Di masa Orde Baru pemerintah sangat mengutamakan persatuan bangsa Indonesia.
Setiap hari media massa seperti radio dan televisi mendengungkan slogan
persatuan dan kesatuan bangsa.Salah satu cara yang dilakukan oleh pemerintah
adalah meningkatkan transmigrasi dari daerah yang padat penduduknya
seperti Jawa, Bali dan Madura ke
luar
Jawa,
terutama
keKalimantan, Sulawesi, Timor Timur, dan Irian Jaya. Namun dampak negatif yang
tidak diperhitungkan dari program ini adalah terjadinya marjinalisasi terhadap
penduduk setempat dan kecemburuan terhadap penduduk pendatang yang banyak
mendapatkan bantuan pemerintah. Muncul tuduhan bahwa program transmigrasi
sama dengan jawanisasi yang disertai sentimen anti-Jawa di berbagai daerah,
meskipun tidak semua transmigran itu orang Jawa.
6.

Berakhirnya Masa Orde Baru


Pada pertengahan 1997, Indonesia diserang krisis keuangan dan ekonomi Asia
(untuk lebih jelaslihat: Krisis finansial Asia), disertai kemarau terburuk dalam 50
tahun terakhir dan hargaminyak, gas dan komoditas ekspor lainnya yang semakin
jatuh. Rupiah jatuh, inflasi meningkattajam, dan perpindahan modal dipercepat. Para
demonstran, yang awalnya dipimpin paramahasiswa, meminta pengunduran diri
Soeharto. Di tengah gejolak kemarahan massa yangmeluas, Soeharto
mengundurkan diri pada 21 Mei 1998, tiga bulan setelah MPR melantiknyauntuk
masa bakti ketujuh. Soeharto kemudian memilih sang Wakil Presiden, B. J. Habibie,
untuk menjadi presiden ketiga Indonesia.
Lembaran Kelam Orde Baru

1.
2.

Diskriminasi non-pribumi ditambah adanya penganiayaan


Pengadilan dan penghukuman oknum-oknum G30S/PKI yang tidak
relevan
3.
Terjadinya tragedi-tragedi dan kerusuhan berdarah di tahun 1998
4.
Separatisme mulai berkembang di Papua dan Aceh
5.
Budaya bapakisme sangat berkembang
Runtuhnya Orde Baru

1. Penyebab utama runtuhnya kekuasaan Orde Baru adalah adanya krisis moneter
tahun 1997. KKN semakin merajalela, sementara kemiskinan rakyat terus
meningkat. Terjadinya ketimpangan sosial yang sangat mencolok menyebabkan
munculnya kerusuhan sosial. Muncul demonstrasi besar-besaran yang digerakkan
oleh mahasiswa dengan tuntutan utama kaum demonstran adalah perbaikan
ekonomi dan reformasi total.
2. Akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto mengundurkan diri dan
menyerahkan jabatannya kepada wakil presiden B.J. Habibie. Peristiwa ini
menandai berakhirnya kekuasaan Orde Baru dan dimulainya Orde Reformasi.

Latar Belakang Lahirnya Ord Baru


Setelah G3OS / PKI berhasil ditumpas dan berbagai bukti-bukti principle
berhasil dikumpulkan Menujukan kepada Partai Komunis state (PKI ),
Akhirnya diambil sebuah kesimpulan bahwa Partai Komunis state (PKI)
melupakan dalang daring gerakang ini, Partai Komunis state (PKI) principle
melatar belakangi terjadi peristiwa G30S/PKI. Gerakan ini pun menyebabkan
rakyat marah terhadap PKI principle diikuti dengan berbagai demonstrasi
menuntut pembubaran PKI beserta organisasi massanya (ormasnya) dan
tokoh-tokohnya diberikan sebuah sanksi dengan diadili. Panglima Kostrad /
Pangkopkamtib city manager Jenderal Soeharto principle diangkat sebagai
Menteri! Panglima Angkatan Darat melakukan tindakan-tindakan pembersihan
terhadap unsur-unsur PKI dan ormasnya
Latar belakang lahirnya Orde baru juga dipelopori Masyarakat luas principle
terdiri Dari Persian berbagai unsur seperti
Dukungan Dari Berbagai Golongan Kalangan Seperti :

Berbagai Partai politik,

Berbagai Organisasi massa

Perorangan,

Berbagai Pemuda,

Berbagai mahasiswa,

Berbagai pelajar,

Berbagai kaum wanita

Berbagai kalangan-kalangan ini bersama-sama mendirikan satu kesatuan aksi


dalam bentuk Front Pancasila untuk menghancurkan para pendukung
G3OS/PKI Front Pancasila menduga bahwa PKI adalah dalang Dari Persian
semua ini dan Front Pancasila juga menuntut untuk dilakukannya
penyelesaian politis terhadap mereka principle terlibat dalam gerakan itu.
Berbagai Aksi principle datang principle menjadi Satu bertujuan menentang
G30S/PKI atau Gerakan thirty Sept 1965 itu di antaranya:

Aksi Mahasiswa state (KAMI),

Kesatuan Aksi Pelajar state (KAPI),

Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar state (KAPPI).

Kesatuan Aksi Sarjana state (KASI) dan lain-lain.

Berbagai kalangan principle menjadi sebuah kesatuan principle tergabung


dalam Fron Pancasila kemudian lebih dikenal dengan sebutan Angkatan sixty
six. Mereka principle tergabung dalam Front Pancasila mengadakan
demonstrasi di berbagai tempat terutama di Jalan yaitu jalan raya.Front
Pancasila atau Anggaktan sixty six melanjutkan aksinya diGedung Sekretariat
Negara Pada Tanggal eight Januari 1966 dengan mengajukan penyataan
bahwa kebijakan ekonomi pemeritahan tidak boleh di dilaksanakan atau
dibenarkan Lalu Pergerakan Front Pancasila Berlanjut ke Halaman Gedung
DPR-GR yakni twelve Januri 1966 untuk mengajukan Tri Tuntutan Rakyat
(Tritura) principle isinya sebagai berikut.

Isi Tri Tuntutan Rakyat (Tritura), yaitu:

Pembubaran PKI beserta organisasi massanya

Pembersihan Kabinet Dwikora

Penurunan harga-harga barang.

Pada tanggal fifteen Januari 1966 diadakan sidang paripurna Kabinet Dwikora
dalam sebuah tempat di bogor tepatnya di istana Bogor principle di hadiri oleh
wakil-wakil mahasiswa. Presiden Republik state yaitu Presiden Ir.Soekarno
berfikiran timbulnya berbagai gerakan para mahasiswa itu didalangi oleh
United States intelligence agency (Central Intelligence Agency) principle

lembaga ini bertempat di negara Amerika tepatnya Amrika serikat. Presiden


Republik state Ir. Soekarno menyatakan perombakan kabinetnya yakni pada
tanggal twenty one Februari tetapi itu tak ADA perubahan principle membuat
hati rakyat senang dikarenakan masih banyak anggota kabinetnya berada
dalam G30S/PKI, Kabinet baru tersebut atau dikenal dengan sebutan Seratus
Menteri.
Pada saat pelantikan Kabinet berbagai kalangan hadir seperti mahasiswa,
pelajar, dan pemuda mengisi jalan principle tujuan jalan tersebut menuju ke
Istana Merdeka, Aksi tersebut terjadi Pada tanggal twenty four Februani 1966,
Gerakan-Gerakan Berbagai kalangan ditahan Pasukan yaitu Pasukan
Cakrabirawa principle menyebabakan timbulanya bentrokan Dari Persian
kedua belah pihak yakni Pasukan Cakrabirawa dengan Demonstran, dalam
peristiwa itu merenggut nyawa seorang mahasiswa principle bernaung di
Universitas state yakni Arief Rahman principle gugur dalam bentrokan
tersebut.

Perkembangan Kekuasaan Orde Baru


Sejarah lahirnya orde baru (Surat perintah eleven Maret 1966 Supersemar
Dengan Surat perintah eleven Maret 1966 (Supersemar) Soeharto mengatasi
keadaan principle serba tidak menentu dan keadaan ini sangat tak terkendali.
Setelah peristiwa G3OS/ PKI, negara Republik state dilanda instabilitas politik
akibat tidak tegasnya keputusan keputusan principle diambil dalam perstiwa
itu oleh dalam Kepemimpinan Presiden Soekarno dan terpecah belahnya
berbagai partai politik menjadi sebuah kelompok-kelompok principle saling
bersiteru antara professional terhadap presiden dan kontra terhadap
kebijakan presiden atau principle mendukung presiden dan principle
menentang presiden, situasi ini semkian membahayakan persatuan bangsa
state. Melihat situasi konflik antara pendukung Orde Lama dengan Orde Baru
semakin bertambah gawat DPR-GR berpendapat bahwa situasi konflik harus
segera diselesaikan secara konstisional. Pada tanggal three Februari 1967
DPR- GR menyampaikan resolusi dan memo principle berisi anjuran kepada
Ketua commission Kabinet Ampera agar diselenggarakan Sidang Istimewa
MPRS. Pada tanggal twenty Februari 1967, Presiden Soekarno menyerahkan
kekuasaannya kepada Soeharto untuk menggantikan dalam
Pemerintahannya. Penyerahan kekuasaan dan Presiden Soekarno kepada
Soeharto dikukuhkan di dalam Sidang Istimewa MPRS. MPRS dalam
Ketetapannya No. XXXIIIIMPRS/1967 mencabut kekuasaan pemerintahan
negara dan Presiden Soekarno dan mengangkat Soeharto sebagai Pejabat
Presiden Republik state. Dengan adanya Ketetapan MPRS itu, situasi konflik
principle merupakan sumber instabilitas politik telah berakhir secara
konstitusional Sekalipun situasi konflik itu dapat tanggulangi tetapi kristalisasi
orde baru belum selesai . Untuk menjadikan state kembali traditional
dilakukan berbagai cara principle baik dan wajar sehingga mampu
mempercepat dan mendorong pembangunan, hal ini principle pertama kali

dilakukan dalam bidang politik untuk berlandaskan Pancasila UUD 1945.


Telah bergantinya kekuasaan atau kekuasaan Dari Persian Soekarno ke
Soeharto Sebagai pemegang kekuasaan dalam Pemerintahan state itu maka
muncullah babak baru dalam sejarah orde baru. Pada hakikatnya , Orde Baru
merupakan tatanan dalam kehidupan rakyat state ,bangsa dan negara
principle diletakkan sebagai mana mestinya dalam edeologi negara yaitu
Pancasila dan kembali menyacu kepada UUD 1945 untuk perbaikanperbaikan terhadap penyelewengan-penyelewengan principle telah terjadi
pada Chad lampau dan membangun kembali kekuatan bangsa state dengan
menumbuhkan kembali, mempercepat pembangunan-pembangunan bangsa
state, serta mengembalikan bangsa state ke jalan principle lurus principle
terselewengkan dengan tuntunan principle dikenal sebagai Tri Tuntutan rakyat
(Tritura). Tri Tuntutan Rakyat (Tritura). Pada hakikatnya tuntutan itu
mengungkapkan Keinginan keinginan rakyat principle mendalam untuk
melaksanakan kehidupan bernegara sesuai dengan aspirasi kehidupan dalam
situasi principle kongkret.
Jawaban dan tuntutan itu terdapat dalam ketetapan sebagai berikut:

1.

Pengukuhan tindakan Pengemban Surat Perintah Sebelas Maret


principle membubarkan PKI beserta organisasi massanya pada sidang MPRS
dengan Ketetapan MPRS No. IV/MPRS/ 1966 dan Ketetapan MPRS No.
IX/MPRS/1966.

2.

Pelarangan faham dan ajaran Komunisme / Marxisme-Lenimisme di


state dengan faucet MPRS No. XXV / MPRS /1966.

3.

Pelurusan kembali tertib konstitusional berdasarkan Pancasila dan


tertib hukum dengan faucet MPRS No. XX!MPRS/1966

Usaha penataan kembali kehidupan politik ini dimulai pada awal tahun 1968
dengan penyegaran DPR-GR. Penyegaran ini bertujuan untuk menumbuhkan
hak-hak demokrasi dan mencerminkan kekuatan kekuatan principle ADA di
dalam masyarakat. Komposisi anggota DPR terdiri dan wakil-wakil partai
politik dan golongan karya. Tahap selanjutnya adalah penyederhanaan
kehidupan kepartaian kehormatan dan kekaryaan dengan cara
Pengelompokkan partai-partai politik dan golongan karya. Usaha ini dimulai
tahun 1970 dengan mengadakan serangkaian konsultasi dengan pimpinan
Partai-partai politik.
Lahirlah tiga kelompok di DPR

1.

Kelompok Demokrasi Pembangunan principle terdiri dan partai-partai


PNI, Parkindo, Katolik IPKI, serta Murba.

2.

Kelompok Persatuan Pembangunan principle terdiri dan partai-partai


letter of the alphabet, Partai Muslimin state, Ps11 dan Perti.

3.

Sedangkan kelompok organisasi profesi seperti organisasi buruh,


organisasi pemudaorganisasitani dan nelayan organisasi seniman dan lainlain tergabung dalam kelompok Golongan Karya.

Kebijakan Pemerintah Orde Baru


Setelah berhasil memulihkan kondisi politik bangsa {indonesia|Indonesia|
Republic of state|Dutch East Indies|country|state|land} principle kini
mengambil langkah selanjutnya principle dilaksanakan dalam PembangunanPembangunan diseluruh kawasan Republik Indonesia principle atau dapat
dikatakan berskala Nasional. Dalam Pembangunan berskala Nasional
principle diharuskan terealisasi pada monkeypod orde baru melalui
Pembangunan Dalam waktu principle lama atau panjang dan pembangunan
principle singkat atau dalam jangka pendek dirancang melalui Pembangunan
Lima Tahun (Pelita). Setiap pelita memiliki misi pembangunan dalam rangka
mencapai tingkat kesejahteraan bangsa state. Untuk memberikan arah dalam
usaha mewujudkan tujuan nasional tersebut maka MPR telah menetapkan
Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) sejak tahun 1973. Pada dasarnya
GBHN merupakan pola umum pembangunan nasional dengan rangkaian
berbagai program. GBHN direncanakan dalam pembangunan Lima tahun
(Repelita) principle berisi program-program konkret principle Kwa
dilaksanakan dalam kurun waktu Lima tahun. Pelaksanaan Repelita principle
bertujuan untuk Pembangunan principle berskala nasional atau diseluruh
wilayah Republik state principle dimulai sejak tahun 1969. Pembangunan
tersebut tidak arthropod genus dalam Trilogi Pembangunan, berikut Trilogi
pembangunan.
Trilogi Pembangunan

Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya principle menuju pada

terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat.

Pertumbuhan ekonomi principle cukup tinggi.

Stabilitas Nasional principle sehat dan dinamis.

Selain itu dikumandangkan juga bahwa pertumbuhan ekonomi principle cukup


tinggi sebagai akibat pelaksanaan pembangunan tidak Kwa bermakna apabila
tidak diiringi dalam memeratakan pembangunan di state, Oleh karna itu
dicetuskanlah Pelita III principle isinya sebagai berikut.
Pelita III dalam pemerintahan Orde baru terdiri atas Delapan Jalur
Pemerataan yaitu:

Pemerataan pemenuhan kebutuhan utama rakyat yakni kebutuhan


pangan, sandang dan kebutuhan tempat tinggal atau perumahan

Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan


kesehatan.

Pemerataan pembagian pendapatan.

Pemerataan kesempatan kerja.

Pemerataan kesempatan berusaha.

Pemerataan kesempatan berpartisipasi dibidang pembangunan


terhadap generasi-generasi bangsa yakni generasi muda dan generasi kaum
wanita.

Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah tanah air.

Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.

Peristiwa Politik Penting Pada Masa Orde


Baru
Mengakhiri Konfrontasi dengan Asian country
Pada Chad pemerintahan Presiden Soekarno, dibentuk Dwikora (Dwi
Komando Rakyat) dengan alasan untuk membantu perjuangan rakyat
Kalimantan Utara. Dwikora langsung berada di bawah komando Presiden
Soekarno. Dwikora mempunyai tugas membantu rakyat serta memerangi
neokolonialisme dan neoimperialisme. Namun, gerakan itu belum berhasil
terlaksana, karena bangsa state dikejutkan dengan meletusnya peristiwa
G3OS/PKI. Peristiwa G3OS/PKI menyebabkan pusat perhatian pemerintah
state tertuju pada penyelesaian masalah dalam negeri.Ketika pemerintahan
state berada di tangan Jenderal Soeharto, monkeypod sejak itu dimulai Chad
pemerintahan Orde Baru. Pada Chad pemerintahan Soeharto sebagai
Pejabat Presiden hubungan diplomatik dengan Asian country melalui kembali
dijalin. Normalisasi hubungan IndonesiaMalaysia berhasil dicapai guna

dengan ditandatanganinya capital of Indonesia tanggal eleven Agustus 1966.


Hal ini dilanjutkan dengan penempatan perwakilan pemerintahan di masingmasing negara.

Kembalinya menjadi anggota PBB


Selama masa kekuasaan Presiden Soekarno, state menyatakan keluar Dari
Persian keanggotanan Perserikatan bangsa-bangsa akibat Dari Persian
terpilihnya Asian country sebagai calon kuat Dewan Keamanan PBB padahal
Asian country merupakan negara boneka Inggris. Maka dengan itu state
mengancam Kwa keluar jika PBB tetap mencalonkan Asian country menjadi
anggota dewan Keamanan. Setelah Chad pemerintahan berada dibawah
kendali pemerintahan Soeharto, state menyatakan kembali menjadi anggota
PBB dan melaksanakan tugas serta kewajiban principle diberikan oleh PBB
yaitu pada tanggal twenty eight Sept 1966.

Pendirian ASEAN
Negara state perlu menjalin hubungan kerja sama dengan negara lain secara
regional maupun world dengan melalu Organisasi ASEAN. Tujuan awalnya
didirikan ASEAN adalah untuk membendung paham komunis. Dan hubungan
kerja sama principle dijalin antar negara anggota ASEAN principle hampir
merambah sektor ekonomi, politik, sosial dan budaya.

Integrasi Timor Tamerlane ke dalam wilayah NKRI


Wilayah Timor Tamerlane merupakan koloni portugas sejak abad ke sixteen
namun demikian jaraknya principle cukup jauh maka wilayah Timor Tamerlane
tidak diperhatikan oleh pemerintahan portugis . dan pada tahun 1975 terjadi
kekacauan dimana tidak jelasnya pemerintahan untuk meredakan kekacauan
principle terjadi di Tmor Tamerlane sebagaian masyakarat timor-timur
menginginkan bergabung dengan idneonsia dan para partai politik di Timortimur oleh karnanya itu Timor-timor secara resmi bergabung di republic state
pada bulan juli 1976 pada Chad pemerintahan presiden soeharto Namun
demikian ADA juga partai politik principle tidak setuju yaitu fretilin principle
terus memperjuangkan hak-haknya. Dan ketika presiden habibie menjabat
sebagai presiden RI 1999, Hawkeye State mreasa bahwa Timor-timur
merupakan duri dalam daging principle memberikan a pair of pilihan yaitu
bersatu atau berpisah. Denga digelarnya ajak pendapat. Dan pada akhirnya
Timor-timur resmi menjadi keluar Dari Persian negara kesatuan republic state
dan membentuk sendiri dengan nama Republik Demokrasi Timor Lorose atau
Timor Tamerlane.

Perekonomian Indonesia Pada Zaman Soeharto Repelita 1-6

PEREKONOMIAN INDONESIA ZAMAN


SOEHARTO
Pada maret 1966 Indonesia memasuki pemerintahan orde baru
dan perhatian lebih ditujukan pada peningkatan kesejahteraan
masyarakat melalui pembangunan ekonomi dan sosial, dan
juga pertumbuhan ekonomi yang berdasarkan system ekonomi
terbuka sehingga dengan hasil yang baik membuat
kepercayaan pihak barat terhadap prospek ekonomi Indonesia.
Sebelum rencana pembangunan melalui Repelita dimulai,
terlebih dahulu dilakukan pemulihan stabilitas ekonomi, social,
dan politik serta rehabilitasi ekonomi di dalam negeri. Selain
itu, pemerintah juga menyusun Repelita secara bertahap
dengan target yang jelas, IGGI juga membantu membiayai
pembangunan ekonomi Indonesia.
Dampak Repelita terhadap perekonomian Indonesia cukup
mengagumkan, terutama pada tingkat makro, pembangunan
berjalan sangat cepat dengan laju pertumbuhan rata-rata
pertahun yang relative tinggi. Keberhasilan pembangunan
ekonomi di Indonesia pada dekade 1970-an disebabkan oleh
kemampuan kabinet yang dipimpin presiden dalam menyusun
rencana, strategi dan kebijakan ekonomi, tetapi juga berkat
penghasilan ekspor yang sangat besar dari minyak tahun 1973
atau 1974, juga pinjaman luar negeri dan peranan PMA
terhadap proses pembangunan ekonomi Indonesia semakin
besar.
Akibat peningkatan pendapatan masyarakat, perubahan
teknologi dan kebijakan Industrialisasi sejak 1980-an, ekonomi
Indonesia mengalami perubahan struktur dari Negara agrarsi
ke Negara semi industri.

1. REPELITA I
TUJUAN : Untuk meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan
dasar-dasar bagi pembangunan yang menekankan pada bidang pertanian untuk
memenuhi kebutuhan dasar dalam tahap berikutnya.
SASARAN : pangan, sandang, perbaikan prasarana, perumahan rakyat,
perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani. Titik berat Pelita I adalah
pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk mengejar
keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan bidang pertanian, karena
mayoritas penduduk Indonesia masih hidup dari hasil pertanian.
KEBIJAKAN :
1.
Memberikan bibit unggul kepada petani dan melakukan beberapa
eksperimen untuk mendapatkan bibit unggul yang tahan hama tersebut.
2.
Memperbaiki infrastuktur yang digunakan oleh sektor pertanian seperti
jalan raya, sarana irigasi sawah dan pasar yang menjadi tempat dijualnya hasil
pertanian.
3.
Melakukan transmigrasi agar lahan yang berada di kalimantan, sulawesi,
maluku dan papua dapat diolah agar menjadi lahan yang mengahasilkan bagi
perekonomian.

SEJARAH SINGKAT REPELITA 1


REPELITA I ini merupakan lam- piran dari Pidato Kenegaraan Presiden Republik
Indonesia di depan Sidang Dewan Perwakilan Rakyat pada tanggal 15 Agustus
1974.
Berdasarkan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No.
XLI/MPRS/1968 dibentuklah Kabinet Pemba- ngunan dengan tugas pokok
melaksanakan Panca Krida.
Dalam
rangka
melaksanakan
krida
ke-2
dari
Panca Krida Kabinet
Pembangunan, yaitu menyusun dan melaksanakan Rencana Pembangunan Lima
Tahun, maka Pemerintah menyusun suatu rencana pembangunan yang
dituangkan dalam Keputusan Presiden No. 319 tahun 1968 dan yang
disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun I atau Repelita I.
Pelaksanaan Repelita I dimulai pada 1 April 1969 bertepatan dengan
dimulainya tahun anggaran baru1969/70,dan dan berakhir pada 31 Maret 1974
bertepatan dengan berakhirnya tahun anggaran 1973/74 Dengan demikian
maka Repelita I meliputi tahun anggaran 1969/70 sampai dengan tahun anggaran 1973/74.

Pelaksanaan Repelita I setiap tahunnya dituangkan ke dalam Rancangan


Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, sehingga pelaksanaan tahun demi
tahun
termasuk
penyediaan
biayanya terlebih
dahulu
disetujui
oleh
Dewan Perwakilan Rakyat dalam bentuk Undang-undang.

2. REPELITA II
TUJUAN : untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan seluruh rakyat dan
meletakkan landasan yang kuat untuk tahap pembangunan berikutnya.
SASARAN : Pengembangan sektor pertanian yang merupakan dasar untuk
memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri dan merupakan dasar tumbuhnya
industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku. Selain itu sasaran
Repelita II ini juga perluasan lapangan kerja
KEBIJAKAN :
1.

Pemerataan kesempatan kerja,

2.

Pengembangan golongan
kesempatan berusaha,

3.

Pengembangan koperasi,

4.

Transmigrasi

5.

ekonomi

lemah

dalam

rangka

pemerataan

Investasi Pemerintah yang dilaksanakan melalui anggaran pembangunan


negara.

6.

Menerapkan prinsip anggaran berimbang

7.

Pengadaan program padat karya

SEJARAH SINGKAT REPELITA II


Laporan ini berisikan hasil pelaksanaan pembangunan selama
lima tahun
periode Repelita II yang berlangsung dari tanggal 1 April 1974 sampai dengan
tanggal 31 Maret 1979 dan merupakan lampiran dari Pidato Kenegaraan Presiden
Republik Indonesia di depan Sidang Dewan Perwakilan Rakyat pada tanggal 16
Agustus 1979.

Hasil pelaksanaan dari masing-masing empat tahun pertama Repelita II telah


disampaikan sebagai lampiran Pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia
setiap tanggal 16 Agustus. Laporan kali ini tidak hanya melaporkan hasil
pelaksanaan selama tahun terakhir 1978/79, tetapi juga mengenai keseluruhan
hasil pelaksanaan selama lima tahun dari tahun anggaran 1974/75 sampai
dengan tahun anggaran 1978/79.
Sesuai dengan GBHN maka tujuan Repelita II adalah meningkatkan taraf hidup
dan kesejahteraan seluruh rakyat dan meletakkan landasan yang kuat untuk
tahap pembangunan Repelita III dan selanjutnya. Di dalam mencapai tujuan
tersebut Repelita II melanjutkan usaha yang telah dijalankan selama Repelita I.
Di samping itu Repelita II juga mulai menggarap secara lebih dalam masalahmasalah yang sejak semula disadari belum terpecahkan dalam Repelita I
misalnya masalah perluasan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha,
pemerataan pendapatan dan hasil-hasil pembangunan, masalah pendidikan,
kesehatan, koperasi, transmigrasi dan lain-lain.
Segala usaha yang dijalankan selama Repelita II ke arah tujuan seperti
tersebut di atas tetap dilaksanakan secara bertahap, terpadu dan terus menerus
dan selalu berlandaskan pada Trilogi Pembangunan yaitu pemerataan
pembangunan menuju terwujudnya keadilan sosial, pertumbuhan ekonomi yang
cukup tinggi dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. Ketiga unsur Trilogi
Pembangunan ini tetap diusahakan di dalam suatu keseimbangan yang serasi
tanpa ada unsur yang dikorbankan. Usaha ini selama Repelita II ternyata
bukanlah hal yang mudah oleh karena banyaknya tantangan-tantangan yang
dihadapi baik yang bersumber dari luar negeri oleh karena berbagai krisis
ekonomi dunia maupun yang bersumber dari dalam negeri seperti krisis
keuangan Pertamina dan hambatan-hambatan dalam produksi pangan.

PRESTASI REPELITA I & II


1.

Pertumbuhan ekonomi 6 persen per tahun


Investasi meningkat dari 11 persen menjadi 24 persen dari PDB selama 10

2.

tahun
3.

Kontribusi tabungan meningkat dari 23 persen menjadi 55 persen


Sumber penghasilan utama devisa adalah ekspor minyak bumi kurang lebih 2/3
dari total penerimaan
4.
Inflasi rata-rata 17 persen
5.
Porsi pelunasan hutang 9,3 persen dan 11,8 persen dari pengeluaran
kondisi Boom minyak tahun 1973 dan 1978
6.
Kebijakan devaluasi rupiah dari Rp 415 menjadi Rp 625/$

KESIMPULAN : Dari hasil yang di torehkan oleh program Repelita 1 dan 2


pemerintah dan masyarakat Indonesia patut bangga karena hasil yang di capai
sudah lumayan memuaskan dibandingkan tahun sebelum diadakannya program
ini.

3. REPELITA III
Pada Repelita III prioritas utama pemerintahan dalam rencana
pembangunan perekonomian indonesia terletak pada sektor pertanian dimana
sektor ini ditujukan pada swasembada pangan. Selain itu juga dilakukan
peningkatan pada sektor industri yang mengelola bahan baku menjadi barang
jadi. Kebijakan pembangunan ini berorientasi pada pemenuhan kebutuhan pokok
dan penyediaan lapangan kerja . Kewenangan pengelolaan dana pembangunan
disentralisasikan oleh departemen / LPND teknis melalui dokumen DIP dan
desentralisasi oleh daerah melalui dokumen SPABP. Untuk mekanisme
penyaluran dana pembangunan melalui sentarlisasi DIP dan anggaran
didaerahkan (SPABP). adapun mekanisme perencanaan pembangunan yaitu TOP
DOWN TRANSISI BOTTOM UP . Untuk arah kebijakan program pembangunan pada
masa ini yaitu berarah ke pembangunan sektor .
Jadi dapat disimpulkan bahwa pada tahun 1979-1984 atau pada masa
Repelita III pemerintah memfokuskan rencana pembangunan perekonomian pada
sektor pertanian yang menuju swasembada pangan dan industri pengolahan
bahan baku menjadi barang jadi. Di awali pertumbuhan ekonomi amat tinggi
pada tahun 1980-1981 (1981 : 11%) dan kemudian merosot menjadi 2,2 persen
pada tahun 1982 . dan untuk mennagulangi resesi ekonomi (kondisi
ketika produk domestik bruto (GDP) menurun atau ketika pertumbuhan
ekonomi riil bernilai negatif selama dua kuartal atau lebih dalam satu tahun)
dengan program deregulasi dan liberalisasi (1983-1988).
pada awal orde baru, strategi pembangunan di Indonesia lebih diarahkan
pada tindakan pembersihan dan perbaikan kondisi ekonomi yang mendasar,
terutama usaha untuk menekan laju inflasi yang sangat tinggi. Strategi-strategi
tersebut kemudian dipertegas dengan ditetapkannya sasaran-sasaran dan titik
berat setiap Repelita (REPELITA atau Rencana Pembangunan Lima Tahun adalah
satuan perencanaan yang dibuat oleh pemerintah orde baru di Indonesia) yakni:
Repelita
III
(1
April
1979
hingga
31
Maret
1984)
Titik Berat Repelita III: Pada sektor pertanian menuju swasembada pangan dan
meningkatkan industri yang mengolah bahan baku menjadi barang selanjutnya.
Menekankan bidang industri padat karya untuk meningkatkan ekspor.
Pertumbuhan perekonomian periode ini dihambat oleh resesi dunia yang belum
juga berakhir. Sementara itu nampak ada kecendrungan harga minyak yang

semakin menurun khususnya pada tahun-tahun terakhir Repelita III. Menghadapi


ekonomi dunia yang tidak menentu, usaha pemerintah diarahkan untuk
meningkatkan penerimaan pemerintah, baik dari penggalakan ekspor mapun
pajak-pajak dalam negeri.

Dalam Repelita III unsur pemerataan lebih ditekankan dengan tetap


memperhatikan "logi" lainnya melalui kebijaksanaan delapan jalur pemerataan
yang intinya adalah:
Pemerataan kebutuhan
perumahan.

pokok

rakyat

terutama

pangan,

sandang,

dan

Pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan, pelayanan kesehatan.


Pemerataan pembagian pendapatan.
Pemerataan perluasan kesempatan kerja.
Pemerataan usaha, khususnya bagi golongan ekonomi lemah.
Pemerataan kesempatan berpartisipasi, khususnya bagi generasi muda dan
kaum wanita.
Pemerataan pembangunan antar daerah.
Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.
Pada akhir tahun Repelita III perkembangan yang terjadi di lingkup
Internasional adalah bahwa nilai dollar menguat, tingkat bunga riil di AS
menguat, dana mengalir ke AS, likuiditas Internasional meningkat dan semakin
beratnya beban utang negara-negara yang sedang erkembang.

4. REPELITA IV
Pada periode Pelita IV ini, letak titik beratnya hampir sama dengan periode Pelita III.
Hanya saja yang membedakan adalah kalau di Pelita III lebih menekankan pada industri yang
mengolah bahan baku menjadi bahan jadi. Sedangkan pada periode Pelita IV ini lebih
ditekankan pada meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri sendiri,
baik industri berat maupun ringan. Selain itu, yang ditargetkan dalam periode Pelita IV ini adalah
dilakukannya program KB dan rumah untuk keluarga.

1)
Pelita I
Pada 1 April 1969 dimulailah pelaksanaa pelita 1 yaitu pada
periode 1969-1974. Pada pelita 1 ini, orde baru menyelesaikan fase stabilitas dan

rehabilitasi sehingga dapat menciptakan keadaan yang stabil. Selama beberapa tahun,
sebelum orde baru keadaan ekonomi mengalami kemerosotan. Pada 1955-1960 laju
inflasi rata-rata 25% per tahun, dalam periode 1960-1965 harga-harga meningkat
dengan laju rata-rata 226% per tahun, dan pada 1966 laju inflasi mencapai puncaknya,
yaitu 650% setahun. Kemerosotan ekonomi tersebut terjadi di segala bidang akibat
kepentingan ekonomi dikorbankan demi kepentingan politik.
Pada masa orde
baru, kemerosotan ekonomi dapat dikendalikan. Pada 1976, laju inflasi dapat ditekan
menjadi 120%, atau seperlima dari tahun sebelumnya. Pada 1968, inflasi dapat ditekan
lagi menjadi 85%. Berdasarkan hasil-hasil yang telah dicapai, kemudian dimulailah
pelaksanaan pelita 1 pada tahun 1969. Adapun titik berat pelita 1 adalah pada sector
pertanian dan industry yang mendukung sector pertanian.
Adapun sasaran pelita
1, yaitu meningkatkan pangan, sandang, perbaikan prasarana, perumahan rakyat,
perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani. Pelaksanaan pelita 1 termasuk
pembiayaannya selalu disetujui DPR dengan membuat undang-undang sesuai
ketentuan UUD 1945. [2] 2)
Pelita II
Pelita 1 berakhir pada 31 Maret 1974,
yang telah meletakan dasar-dasar yang kuat bagi pelaksanaan pelita I. MPR hasil
pemilu 1971 secara aklamasi memilih dan mengangkat kembali jendral soeharto
sebagai presiden RI. Selain itu, MPR hasil pemilu 1971 berhasil pula menyusun GBHN
melalui Tap MPR RI No IV/MPRS/1973. Di dalam GBHN 1973 terdapat rumusan pelita
II, yaitu : a)
Tersedianya bahan pangan dan sandang yang cukup dan terjangkau oleh
daya beli
masyarakat; b)
Tersedianya bahan-bahan bangunan perumahan
terutama bagi kepentingan masyarakat; c)
Perbaikan dan peningkatan prasarana;
d)
Peningkatan kesejahteraan rakyat secara merata; e)
Memperluas kesempatan
kerja.
Untuk melaksanakan pelita II, presiden soeharto kemudian membentuk
cabinet pembangunan II. Program kerja cabinet pembangunan II, disebut Sapta Krida
Kabinet Pembangunan II, yang meliputi: a)
Meningkatkan stabilitas politik; b)
Meningkatkan stabilitas keamanan; c)
Melanjutkan pelita 1 dan melaksanakan pelita
II; d) Meningkatkan kesejahteraan rakyat; e)
Melaksanakan pemilihan umum. 3)
Pelita III
Pada 31 Maret 1979, Pelita III mulai dilaksanakan. Titik berat
pembangunan pada pelita III adalah pembangunan sector pertanian menuju
swasembada pangan yang mengolah bahan baku menjadi bahan jadi.
Sasaran
pokok pelita III diarahkan pada trilogy pembangunan dan delapan jalur pemerataan. a)
Trilogi pembangunan mencakup: 1)
Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya
menuju terwujudnya keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia; 2)
Pertumbuhan
ekonomi yang cukup tinggi; 3)
Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. b)
Delapan jalur pemerataan mencakup: 1)
Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok,
yaitu sandang, pangan, dan perumahan 2)
bagi rakyat banyak; 3)
Pemerataan
kesempatan memperoleh pelayanan pendidikan dan kesehatan; 4)
Pemerataan
pembagian pendapatan; 5)
Pemerataan memperoleh kesempatan kerja; 6)
Pemerataan mempreoleh kesempatan berusaha; 7)
Pemerataan kesempatan
berpartisipasi dalam pembangunan khusunya bagi generasi muda dan kaum wanita;
8)
Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah Indonesia; 9)
Pemerataan memperoleh keadilan. Terpilih menjadi presiden RI untuk kedua kalinya
MPR hasil pemilu membentuk cabinet pembangunan III. Kabinet ini dilantik secara resmi

pada 31 Maret 1978. Program kerja cabinet pembangunan III, disebut Sapta Krida
Pembangunan III, yang meliputi: 1.
Menciptakan keadilan social bagi seluruh rakyat
Indonesia dnegan memeratakan hasil pembangunan; 2.
Melaksanakan pertumbuhan
ekonomi yang cukup tinggi; 3.
Memelihara stabilitas keamanan yang mantap; 4.
Menciptakan aparatur Negara yang bersih dan berwibawa; 5.
Membina persatuan
dan kesatuan bangsa yang kukuh dan dilandasi oleh penghayatan dan pengamalan
pancasila; 6.
Melaksanakan pemilihan umum yang langsung, umum, bebas, dan
rahasia; 7.
Mengembangkan politik luar negri yang bebas aktif untuk diabdikan
kepada kepentingan nasional. 4)
Pelita IV
Pelita III berakhir pada 31 Maret
1989 yang dilanjutkan dengan pelaksanaan pelita IV yang dimulai 1 april 1989. Untuk
ketiga kalinya jenderal soeharto terpilih dan diangkat kembali oleh MPR hasil pemilu.
Untuk melaksanakan pelita IV, presiden seharto membentuk cabinet pembangunan IV.
Titik berat pelita IV adalah pembangunan sector pertanian untuk melanjutkan usahausaha menuju swasembada pangan dan meningkatkan industry yang dapat
menghasilkan mesin-mesin sendiri, baik untuk mesin-mesin industry ringan maupun
industry berat.
Sasaran pokok pelita IV yaitu sebagai berikut: a)
Bidang
politik, yaitu berusaha memasyarakatkan P4 (Pedoman,Penghayatan,dan Pengamalan
Pancasila). b)
Bidang pendidikan, menekankan pada pemerataan kesempatan
belajar dan meningkatkan mutu pendidikan. c)
Bidang keluarga berencana (KB),
menekankan pada pengendalian laju pertumbuhan penduduk yang dapat menimbulkan
masalah nasional. 5)
Pelita V
Pelita IV berakhir pada 31 Maret 1994 yang
dilanjutkan oleh pelaksanaan pelita V yang dimulai 1 April 1994. Pelita V ini merupakan
pelita terakhir dari keseluruhan program pembangunan jangka panjang pertama (PPJP
1). Pelita V merupakan masa tinggal landas untuk memasuki program pembangunan
jangka panjang kedua (PPJP II), yang akan dimulai pada pelita VI pada april 1999.
Titik berat pelita V adalah meningkatkan sector pertanian untuk memantapkan
swasembada pangan dan meningkatkan prduksi hasil pertanian laiinya serta sector
industri, khususnya industry yang menghasilkan barang untuk ekspor, industry yang
banyak tenaga kerja, industri pengolahan hasil pertaian, dan industri yang dapat
menghasilkan mesin-mesin industri menuju terwujudnya struktur ekonomi yang
seimbang antara industry dengan pertanian, baik dari segi nilai tambah maupun dari
segi penyeraan tenaga kerja. 6)
Pelita VI
Pelita V berakhir pada 31 Maret
1999yang dilanjutkan oleh pelaksanaan pelita VI yang dimulai pada 1 April 1999. Pada
akhir pelita V diharapkan akan mampu menciptakan landasan yang kukuh untuk
mengawali pelaksanaan pelita VI dan memasuki proses tinggal landas menuju
pelaksanaan program pembangunan jangka panjang kedua (PPJP II) . Titik berat pelita
VI diarahkan pada pembangunan sector-sektor ekonomi dengan keterkaitan antara
industri dan pertanian serta bidang pembangunan lainnya dan peningkatan kualitas
sumber daya manusia.
Sasaran pembangunan industry dalam Rencana
Pembangunan Lima Tahun VI sebagai bagian dari sasaran bidang ekonomi sesuai
amanat GBHN 1993 adalah tertata dan mantapnya industry nasional yang mengarah
pada penguatan, pendalaman, peningkatan, perluasan, dan penyebaran industry ke
seluruh wilayah Indonesia, dan makin kukuhnya struktur industry dengan peningkatan
keterkaitan antara industry hulu, industry antara, dan industry hilir serta antara industry

besar, industry menengah, industry kecil, dan industry rakyat. Serta keterkaitan antara
sector industry dengan sector ekonomi lainnya. Pelita VI yang diharapkan menjadi
proses lepas landas Indonesia kea rah yang lebih baik lagi, malah menjadi gagal landas,
Indonesia dilanda krisis ekonomi yang sulit diatasi pada akhir tahun 1997. [3]
Namun, pelaksanaan PPJP II tidak berjalan lancar akibat krisis ekonomi dan moneter
melanda Indonesia. Inflasi yang tinggi akibat krisis ekonomi menyebabkan terjadinya
gejolak social yang mengarah pada pertentangan terhadap pemerintah orde baru.
Kenaikan tariff BBM pada 1997 merupakan awal gerakan pengkoreksian rakyat
dan mahasiswa terhadap pemerintahan orde baru. Sejak saat itu terjadilah gelombang
demonstrasi, kerusuhan, penjarahan, dan pembakaran di ibu kota Jakarta yag kemudian
menyebar ke seluruh wilayah di tanah air . [4] Kesimpulan Pelita I rehabilitasi ekonomi
khususnya untuk mengangkat hasil pertanian dan penyempurnaan sistem irigasi dan
transportasi tujuan menaikkan taraf hidup masyarakat Pelita II peningkatan standard
hidup bangsa indonesia melalui sandang pangan dan papan Pelita III peningkatan
standard pertanian untuk swasembada & pemantapan industri yang mengelola bahan
baku menjadi bahan jadi Pelita IV peningkatan standard pertanian untuk swasembada
pangan dan peningkatan industri untuk memproduksi mesin ringan / berat Pelita V
peningkatan standard sektor industri dengann pertumbuhan mantap di sektor pertanian
Pelita VI proses tinggal landas menuju terwujudnya masyarakat maju adil dan mandiri
Note:
Make Money Online : http://ow.ly/KNICZ
Pada periode Pelita IV ini, swasembada pangan dalam sektor pertanian berhasil dicapai.
Terbukti dengan berhasilnya Indonesia memproduksi beras 25,8 ton pada tahun 1984 dan
mendapatkan penghargaan di FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia) pada tahun 1985.
Berikut adalah beberapa contoh kebijakan pemerintah untuk periode ini :
1.

Kebijakan INPRES no.5 tahun 1985 yaitu meningkatkan ekspor nonmigas dan pengurangan
biaya tinggi dengan :

Pemberantasan pungutan liar (pungli)

Memberantas dan menghapus biaya-biaya siluman

Mempermudah prosedur kepabeanan

2.

Paket Kebijakan 6 Mei (PAKEM), yaitu mendorong sektor swasta di bidang ekspor dan penanam
modal.

3.

Paket Devaluasi 1986, karena jatuhnya harga minyak dunia yang didukung dengan kebijakan
pinjaman luar negri.

4.

Paket Kebijakan 25 Oktober 1986, deregulasi bidang perdagagan, moneter, dan penanam
modal dengan cara :

Penurunan bea masuk impor untuk komoditi bahan penolong dan bahan baku

Proteksi produksi yang lebih efisien

Kebijakan penanam modal

5.

Paket Kebijakan 15 Januari 1987. peningkatan efisiensi,inovasi dan produktivitas beberapa


sektor industri menengah keatas untuk meningkatkan ekspor nonmigas.
Program KB dan swasembada pangan berhasil namun cenderung hanya terdapat di pulau
Jawa saja. Beban Hutang luar negeri membesar. Terjadi resesi pada awal tahun 1980 yang
berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia. Pemerintah akhirnya mengeluarkan kebijakan
moneter dan fiskal sehingga kelangsungan pembangunan ekonomi dapat dipertahankan.

Apa yang dialami pada periode Repelita III, ternyata masih dialami pada
periode Repelita IV ini. Bahkan pada periode ini harga minyak bumi turun sangat
tajam. Masalah yang semakin nampak dan dirasakan adalah masalah tenaga
kerja yang melaju pada tingkat kurang lebih 2,7% per tahun. Pada tahun 1983
jumlah tenaga kerja adalah 64 juta dan tahun 1988 diperkirakan akan menjadi
73 juta. Sementara angka pertumbuhan direncanakan hanya 5% pertahun
selama Pelita IV. Di samping ciri-ciri pokok dan pola unit produksi juga
merupakan hambatan bagi berkembangnya ekspor Indonesia, bahkan
menghambat pertumbuhan secara keseluruhan.
Suatu hal yang tidak dapat diabaikan dalam periode yang amat sulit ini
adalah pada tahun 1984 Indonesia sudah tidak lagi mengimpor beras (tahun
1980 indonesia mengimpor beras sebanyak 2 juta ton, tahun 1981 mengimpor
0,54 juta ton, tahun 1982 mengimpor 0,31 juta ton, tahun 1983 mengimpor 0,78
juta ton). Dengan demikian devisa yang sebelumnya digunakan untuk
mengimpor beras dapat digunakan untuk keperluan pembangunan. Pedoman
pembangunan pada periode ini adalah GBHN tahun 1983 yang pada intinya tidak
mengalami perubahan dibandingkan dengan GBHN sebelumnya.
Usaha-usaha untuk melanjutkan deregulasi pada periode ini semakin
ditingkatkan dengan tujuan utama meningkatkan efisiensi mekanisme pasar,
khususnya yang berkaitan dengan aspek moneter, kelancaran arus barang yang
ada pada giliran berikutnya diharapkan dapat meningkatkan produksi (Inpres
No.4/1985). namun dengan situasi Internasional yang tidak menentu pada
tahun1986/1987 Neraca Pembayaran Indonesia menghadapi tekanan berat.
Lebih-lebih karena turunnya harga minyak bumi. Untuk mengatasi ancaman itu,
sekali lagi pemerintah memberlakukan kebijaksanaan devaluasi rupiah terhadap
dollar AS sebesar 31% pada 12 September 1986. Tujuan utama devaluasi ini
pada dasarnya untuk mengamankan neraca pembayaran selain untuk
meningkatkan ekspor Indonesia, meningkatkan daya saing produk Indonesia dan
mencegah larinya rupiah ke luar negeri. Namun harus diingat bahwa dengan
devaluasi ini, jumlah hutang Indonesia semakin besar.

Untuk memperbaiki pola unit produksi yang membuat biaya ekonomi tinggi
sehingga produk Indonesia kurang dapat bersaing di luar negeri, pemerintah
memberlakukan kebijaksanaan 6 Mei 1986. Kebijaksanaan ini bertujuan untuk
meningkatkan efisiensi produksi dalam negeri dan daya saing barang ekspor
bukan migas melalui pemberian kemudahan tata niaga, fasilitas pembebasan
dan pengembalian bea masuk serta pembentukkan kawasan berikat. Kemudian
pada 30 Juni 1986 Sertifikat Ekspor dihapus. Kebijaksanaan 6 Mei ini kemudian
disempurnakan dengan kebijaksanaan 25 Oktober 1986, sekaligus sebagai
penunjang kebijaksanaan devaluasi 12 September 1986 yang intinya mendorong
ekspor non-migas melalui penggantian sistem bukan tarif menjadi sistem tarif
secara bertahap, juga penyempurnaan ketentuan bea masuk dan bea masuk
tambahan. Sejalan dengan itu bea fiskal ke luar negeri dinaikkan dari Rp
150.000,- per orang menjadi Rp 250.000,- perorang. Kemudian pada tanggal 25
Oktober 1986 ekspor dalam bentuk barang mentah (rotan, jangat, dan kulit)
dilarang.
Pada tahun-tahun terakhir Repelita IV, perekonomian Indonesia semakin
dibebani dengan meningkatnya hutang luar negeri sebagai akibat depresiasi
mata uang dollar Amerika Serikat terhadap Yen dan DM kurang lebih sebesar
35%. Namun dalam situasi sulit seperti ini, APBN tahun 1987/1988 naik kurang
lebih 6,6% di bandingkan dengan anggaran sebelumnya.

Penyebab utamanya adalah bahwa negara minyak sudah meningkat pada


tingkat rata-rata US$ 15 per barel. Yang juga sedikit menggembirakan adalah
pada tahun 1987 ekspor non-migas telah dapat melampaui ekspor migas. oleh
para pengamat naiknya ekspor non-migas ini disambut dengan dua pandangan.
Di satu pihak beranggapan bahwa meningkatnya ekspor non-migas ini
disebabkan karena deregulasi yang selama ini secara intensif dilakukan, namun
pengamat yang lain berpendapat bahwa naiknya ekspor non-migas ini
disebabkan karena depresiasi dollar Amerika terhadap Yen dan DM, karena
ternyata ekspor indonesia ke Jepang dan Jerman Barat merupakan bagian
tindakan kecil dari keseluruhan ekspor Indonesia. Pengamatan masih perlu
dilakukan untuk menyusun kebijakan.Namun yang pasti bahwa target
pertumbuhan sebesar 5% per tahun selama Repelita IV sangat sulit
dicapai.

5. REPELITA V
Pada Pelita V ini, lebih menitik beratkan pada sektor pertanian dan industri untuk
memantapakan swasembada pangan dan meningkatkan produksi pertanian
lainnya serta menghasilkan barang ekspor. Pada periode ini terjadi krisis moneter
yang melanda negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Karena krisis

moneter dan peristiwa politik dalam negeri yang mengganggu perekonomian


menyebabkan rezim Orde Baru runtuh.
Pelita V adalah akhir dari pola pembangunan jangka panjang tahap pertama.
Lalu dilanjutkan pembangunan jangka panjang ke dua, yaitu dengan
mengadakan Pelita VI yang di harapkan akan mulai memasuki proses tinggal
landas Indonesia untuk memacu pembangunan dengan kekuatan sendiri demi
menuju terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
Disamping itu Suharto sejak tahun 1970-an juga menggenjot penambangan
minyak dan pertambangan, sehingga pemasukan negara dari migas meningkat
dari $0,6 miliar pada tahun 1973 menjadi $10,6 miliar pada tahun 1980.
Puncaknya adalah penghasilan dari migas yang memiliki nilai sama dengan 80%
ekspor Indonesia. Dengan kebijakan itu, Indonesia di bawah Orde Baru, bisa
dihitung
sebagai
kasus
sukses
pembangunan
ekonomi.
Keberhasilan Pak Harto membenahi bidang ekonomi sehingga Indonesia mampu
berswasembada pangan pada tahun 1980-an diawali dengan pembenahan di
bidang politik. Kebijakan perampingan partai dan penerapan azas tunggal
ditempuh pemerintah Orde Baru, dilatari pengalaman masa Orde Lama ketika
politik multi partai menyebabkan energi terkuras untuk bertikai. Gaya
kepemimpinan tegas seperti yang dijalankan Suharto pada masa Orde Baru oleh
Kwik Kian Gie diakui memang dibutuhkan untuk membenahi perekonomian
Indonesia yang berantakan di akhir tahun 1960.
Namun, dengan menstabilkan politik demi pertumbuhan ekonomi, yang sempat
dapat dipertahankan antara 6%-7% per tahun, semua kekuatan yang
berseberangan dengan Orde Baru kemudian tidak diberi tempat.
Ekspansi kegiatan ekonomi selama tahun-tahun 1989-1991 ada sangkut pautnya
dengan kebijaksanaan deregulasi pemerintah, yang sudah mulaid ilaksanakan
secara bertahap sejak tahun 1983. Rangkaian tindakan deregulasi di atas
memberi dorongan kuat terhadap kegiatan dunia swasta, yang beberapa tahun
terakhir ini telah menjadi faktor penggerak dalam ekspansi ekonomi.
-

Ekspansi ekonomi di atas telah disertai oleh ekspansi moneter yang besar,
sebagai akibat naiknya permintaan domestik (domestic demand) yang
mencakup tingkat investasi maupun tingkat konsumsi. Ekspansi ekonomi yang
ditandai oleh laju pertumbuhan pesat selama tiga tahun berturut-turut ini
dianggap terlalu panas (overheated) dari sudut kestabilan keuangan moneter
(Soemitro Djojokusumo, 1993).

A. Masalah-masalah yang dihadapi

a.

Kecenderungan terjadinya ekspansi ekonomi berbarengan dengan ekspansi


moneter, sehingga ekonomi memanas (overheated) jika dibiarkan berlangsung
terus akan membahayakan kestabilan ahrga dalam negeri dan melemahkan
kedudukan negara kita dalam hubungan ekonomi internasional (khususnya
dibidang neraca pembayaran luar negeri).
IndikatorEkspansiEkonomi

Laju pertumbuhan ekonomi yang meningkat : 5,8% (1988), 7,5% (1989), 7,1
(1990)

Investasi dunia swasta yang meningkat : 15% (1983), 17% (1991). Pangsa
investasi asing berkisar 25% dari total nilai investasi swasta domestik.

b.

IndikatorekspansiMoneter

Jumlah uang beredar meningkat : 40% (189), 44% (1990)

Kredit perbankan meningkat : 48% (1989), menjadi 54% (1991)

Laju inflasi meningkat : 5,5% (1988), 6,0% (1989) 9,5% (1990-1991)

Defisit tahun berjalan meningkat : US$1.6 miliar (1989), US$3.7 miliar (1990)
dan US$4.5 miliar (1991). (Soemitro Djojohadikusumo, 1993)

B. Rencana dan Kebijaksanaan Pemerintah


-

Berlangsungnya proses pemulihan ekonomi sampai kegiatan ekonomi


meningkat cepat sehingga memanas (overheated) berlangsung selama tahun ke
4, ke 5 pelaksanaan PELITA IV dan tahun ke 1 PELITA V (1987/1988 1989/1990)
dan ekonomi memanas ini berlangsung terus sepanjang PELITA V (1989/1990
1993/1994)

Kondisi ekonomi yang memanas perlu didinginkan dengan kebijaksanaan uang


ketat.

Kebijaksanaan uang ketat (TMP = tight money policy)


Untuk mendinginkan kondisi ekonomi yang
kebijaksanaan fiskal dan moneter/ perbankan :

terlalu

panas

dilakukan

Meningkatnya penerimaan dalam negeri : Rp 28.73 triliun (1989/1990), Rp


39,54 triliun (1990/1991), Rp 41,58 triliun (1991/1992)
Moneter / perbankan

C. Membatasi kredit bank melalui politik diskonto (suku


bunga) didukung operasi pasar terbuka dengan
instrument SBI dan SBPU.
D. Mengawasi likuiditas bank melalui ketentuan LDR (Loan
to Deposit Ratio) dann CAR (Capital Adequacy Ratio).

Dampak TMP : pertumbuhan ekonomi menurun dari 6,6% (1991) menjadi 6,3%
(1992) dan inflasi menurun dari 9,5% (1991) menjadi 4,9% (1992). (Soemitro
Djojohadikusumo, 1993: angka-angka : Nota Keuangan dan Rancangan APBN
1994/1995).

6. PELITA VI
Pada masa ini pemerintah lebih menitikberatkan pada sektor bidang ekonomi.
Pembangunan ekonomi ini berkaitan dengan industri dan pertanian
serta pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia
sebagai pendukungnya. Namun Pelita VI yang diharapkan menjadi proses lepas
landas Indonesia ke yang lebih baik lagi, malah menjadi gagal landas dan kapal
pun rusak.Indonesia dilanda krisis ekonomi yang sulit di atasi pada akhir tahun
1997.
Semula berawal dari krisis moneter lalu berlanjut menjadi krisis ekonomi dan
akhirnya menjadi krisis kepercayaan terhadap pemerintah. Pelita VI pun kandas
ditengah jalan. Kondisi ekonomi yang kian terpuruk ditambah dengan KKN yang
merajalela, Pembagunan yang dilakukan, hanya dapat dinikmati oleh sebagian
kecil kalangan masyarakat. Karena pembangunan cenderung terpusat dan
tidak merata. Meskipun perekonomian Indonesia meningkat, tapi secara
fundamental pembangunan ekonomi sangat rapuh. Kerusakan serta pencemaran
lingkungan hidup dan sumber daya alam. Perbedaan ekonomi antar daerah,
antar golongan pekerjaan, antar kelompok dalam masyarakat terasa semakin
tajam. Terciptalah kelompok yang terpinggirkan (Marginalisasi sosial).
Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi
kehidupan politik, ekonomi, dan sosial yang demokratis dan berkeadilan.
Pembagunan tidak merata.

Tampak dengan adanya kemiskinan di sejumlah wilayah yang menjadi beban


negara seperti Riau, Kalimantan Timur, dan Irian. Faktor inilah yang selanjutnya
ikut menjadi penyebab terpuruknya perekonomian nasional Indonesia menjelang
akhir tahun 1997. Membuat perekonomian Indonesia gagal menunjukan
taringnya. Namun pembangunan ekonomi pada masa Orde Baru merupakan
pondasi bagi pembangunan ekonomi selanjutnya.

Faktor Penyebab Kegagalan Ekonomi Indonesia Pada


Masa Orde Baru
Ketika krisis moneter melanda Indonesia, semua pihak tersentak melihat
indikator ekonomi Indonesia. Hanya dalam beberapa bulan, krisis ekonomi telah
memporak-porandakan keberhasilan pertumbuhan ekonomi Indonesia (ratarata 7-8 %) selama tiga dekade menjadi minus 13 %. Ironisnya, dalam beberapa
bulan kemudian, krisis justru semakin parah dan mengarah pada potret ekonomi
Indonesia yang suram. Misalnya, selama dilanda krisis, jumlah penduduk miskin
meningkat menjadi 80 juta, angka pengangguran meroket menjadi 20 juta jiwa,
bahkan laju inflasi mendekati angka 100 % (hiperinflasi).
Sikap mental Orde Baru yang tak lagi menghargai supremasi hukum, hak
asasi manusia (HAM), demokratisasi dan lingkungan hidup memang tak sejalan
dengan gerakan reformasi. Orde Baru bukan menyangkut orang per orang,
melainkan sikap mental dan pola pikir yang mempengaruhi seseorang. Tanpa
perubahan terhadap sikap mental itu, apa pun gerakan reformasi yang dilakukan
takkan berhasil. Karena itu, mentalitas Orde Baru harus diubah. Gerakan
reformasi, lanjutnya, bisa berhasil walaupun dilakukan oleh mereka yang pernah
menjadi pejabat Orde Baru. Asalkan, mereka sudah mengubur mentalitas Orde
Baru serta mengubahnya menjadi sikap mental yang sesuai dengan gerakan
reformasi. Sebaliknya, reformasi bisa gagal walaupun dilaksanakan oleh orang
lain, yang bukan mantan pejabat Orde Baru, tetapi mereka memiliki mentalitas
Orde Baru. Mentalitas Orde Baru, muncul karena penguasa mempunyai
kedudukan lebih kuat dibanding rakyat. Akibatnya, aparat pun merasa harus
dilayani oleh rakyat, dan menempatkan rakyat bagai peminta-minta pelayanan.
Padahal, aparat sesungguhnya harus berperan melayani masyarakat.
Bahkan, dengan porsi kekuasaan pemerintah yang terlalu kuat, rakyat
sebagai pemegang kedaulatan tak bisa berbuat apa-apa. Dalam kasus
pertanahan misalnya, rakyat yang merasa haknya dirampas cuma bisa berunjuk
rasa atau membangun tenda di atas tanahnya. Namun itu tidak akan bertahan
lama. Rakyat pun pasti kalah, BPN tengah melakukan perubahan sikap mental
aparatnya. Pelayanan kepada rakyat di bidang pertanahan kini semakin
dipermudah. Orde Baru bagaikan seorang raksasa yang kini tengah menghadapi
sakratul maut. Bahkan mungkin secara medis raksasa Orde Baru itu sudah mati.
Tetapi seperti mahluk hidup, yang menghadapi ajalnya, raksasa Orde Baru kini

sedang mengge-lepar-gelepar sekarat dan beberapa bagian tubuhnya bergerak


tidak terkendali.
Dibutuhkan waktu yang panjang untuk dapat mengendalikan gerakan
bagian tubuh Orde Baru yang tidak terkendali itu. Pemerintah dapat
melakukan kekerasan untuk mempercepat kematian Orde Baru. Tetapi ini akan
menghasilkan raksasa baru yang barangkali akan dihadapi rakyat, seperti
menghadapi Orde Lama maupun Orde Baru, 10-20 tahun yang akan datang.
Sebab itu, pemerintah dan ABRI memilih pendekatan persuasif, sekalipun butuh
waktu dan kesabaran.
Pendekatan yang dilakukan pemerintah serta ABRI dalam menangani
berbagai kerusuhan, memang bukan suatu yang populer. Akibatnya, ABRI dan
pemerintah dianggap lemah. Banyak tokoh masyarakat yang menghujat
pemerintah. Pemerintah saat ini selalu dalam posisi terpojok, kalah, dan selalu
salah. Sebaliknya, kalangan humas pemerintah kurang mampu menghadapi
pendapat masyarakat yang menyudutkan pemerintah.
Keberhasilan pembangunan belumlah tentu sebuah keberhasilan.
Bahkan, keberhasilan pembangunan-khususnya selama Orde Baru, bisa menjadi
perusakan alam dan kerugian besar untuk masyarakat daerah. Ini terjadi, karena
pelaksanaan pembangunan kurang memperhatikan analisis dampak sosial. Juga
pengaruh banyaknya pejabat-pejabat yang menguasai sistem-sistem untuk
kepentingan diri mereka masing-masing sebagaimana yang telah menjadi ciri
dari pemerintahan dan masyarakat Orde Baru.

Suatu golongan yang tidak disenangi kemudian menjadi disenangi, akan


ikut membantu memperlancar perubahan. Namun suatu golongan yang telah
berada dalam situasi yang menyenangkan, menikmati banyak hak istimewa,
kekuasaan dan duit, mereka akan bertahan sekuat mungkin. Itulah keadaan yang
terjadi sekarang, golongan status quo sangat kuat.
Para pejabat Orde Baru selalu menyatakan penguasaan mereka atas
sumber-sumber ekonomi politik dan birokratik itu untuk kepentingan
pembangunan bangsa, dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi serta janji-janji
pemerataan atas hasil-hasil pembangunan. Namun pada dasawarsa 1980-an,
gerakan mahasiswa secara jitu menemukan fakta bahwa pembangunan telah
memakan korban bagi warga masyarakat yang justru tergusur dari tanah
mereka. Setiap upaya mempersoalkan nasib rakyat tak jarang diperhadapkan
dengan
tudingan
mengganggu
jalannya
pembangunan.
Jika

mempersoalkannya ke tingkat internasional, aparat Orde Baru menudingnya


sebagai menjelek-jelekkan bangsa atau menjual bangsa ke pihak asing.
Tujuan nasionalisme Orde Baru sangat jelas, yakni mempertahankan
kepentingan KKN mereka dengan dua target.:

Kekuatan-kekuatan rakyat tak dapat berkembang dan tetap lumpuh, sehingga


rakyat tak bisa bersuara atas praktik KKN Orde Baru.

Mengobarkan nasionalisme untuk mencegah dan mengacaukan upaya aktivis


hak asasi manusia untuk memperkarakan kasus-kasus pelanggaran hak asasi
manusia (human rights violation).
Hasil yang diharapkan pemimpin Orde Baru yang mengobarkan nasionalisme
sempit itu, ada dua hal. Pertama, mereka kebal dari hukum (impunity). Semua
praktik KKN yang mereka jalankan, tidak dapat dihukum, sehingga kepentingankepentingannya tetap lestari. Mereka untouchable-tidak bisa dijangkau hukum.
Kedua, mereka juga bebas bergentayangan melakukan penindasan hak asasi
manusia, memangsa korban dari bangsanya sendiri.
Nasionalisme yang digembor-gemborkan oleh Orde Baru jelas berusaha keras
mematikan gerak aktivis hak asasi manusia dengan berbagai siasat dan intrik
yang kotor. Dengan siasat dan intrik kotor itulah pengibar nasionalisme ini
mengelabui kita semua, sehingga berbagai pelanggaran hak asasi manusia tidak
diungkap dan tidak pula diperkarakan.
Otoritarianisme Orde Baru telah berulang kali menuduh para aktivis hak asasi
manusia sebagai agen asing atau agen Barat sambil terus menimbulkan
korban-korban atas bangsanya sendiri. Kita semua terus-menerus berusaha
dibenamkan dalam perangkap kesadaran untuk melupakan kekejaman yang
diperbuat
Orde
Baru
atas
bangsanya
sendiri.
Nasionalisme Orde Baru tak peduli jatuhnya korban dari bangsanya sendiri yang
terhempas menemui ajalnya sejauh kepentingan KKN tidak digugat rakyat.
Bahkan dengan praktik yang berkualifikasi kejahatan terhadap kemanusiaan
(crimes against humanity) kejahatan yang merupakan musuh seluruh umat
manusia jika perlu dilakukannya. Untuk menutupinya pejabat Orde Baru dan
pewarisnya sering menangkalnya dengan pernyataan angkuh: jangan campuri
urusan dalam negeri Indonesia.
Pembangunan yang terjadi di zaman Orde Baru pada awalnya bisa membuat
pendapatan per kapita naik empat kali, dari sekitar US$ 250 sampai sekitar US$
1.000 per kapita setahun. Namun kemudian Orde Baru ternyata hanya
menyuburkan korupsi dan memperbesar kesenjangan sosial. Di lain pihak,
secara statistik juga bisa dibuktikan bahwa tingkat kemiskinan berkurang.
Tingkat kesejahteraan, yang bisa diukur dengan konsumsi per kapita beras,
gandum, BBM, listrik, fasilitas kesehatan, pendidikan, transportasi umum, dan

sebagainya, semua naik banyak. Kalau sekarang, lima tahun sesudah digempur
krisis ekonomi yang dahsyat, tingkat konsumsi publik masih cukup dan sebagian
terbesar masyarakat tidak lapar dan merana dibandingkan dengan tahun 1966
maka semuanya ini adalah hasil perbekalan dari zaman Orde Baru.

1.

1.
Pelita
I
(1
April
1969

31
Maret
1974)
Dilaksanakan pada 1 April 1969 hingga 31 Maret 1974 yang menjadi landasan
awal
pembangunan
Orde
Baru.
*
Tujuan
Pelita
I
:
Untuk meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan dasar-dasar
bagi
pembangunan
dalam
tahap
berikutnya.
*
Sasaran
Pelita
I
:
Pangan, Sandang, Perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan lapangan
kerja,
dan
kesejahteraan
rohani.
*
Titik
Berat
Pelita
I
:
Pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk mengejar
keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan bidang pertanian, karena
mayoritas penduduk Indonesia masih hidup dari hasil pertanian.
Muncul peristiwa Marali (Malapetaka Limabelas Januari) terjadi pada tanggal
15-16 Januari 1947 bertepatan dengan kedatangan PM Jepang Tanaka ke
Indonesia. Peristiwa ini merupakan kelanjutan demonstrasi para mahasiswa
yang menuntut Jepang agar tidak melakukan dominasi ekonomi di Indonesia
sebab produk barang Jepang terlalu banyak beredar di Indonesia. Terjadilah
pengrusakan
dan
pembakaran
barang-barang
buatan
Jepang.
1.
2.
Pelita
II
(1
April
1974

31
Maret
1979)
Sasaran yang hendak di capai pada masa ini adalah pangan, sandang,
perumahan, sarana dan prasarana, mensejahterakan rakyat, dan memperluas
lapangan kerja . Pelita II berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi rata-rata
penduduk 7% setahun. Perbaikan dalam hal irigasi. Di bidang industri juga
terjadi kenaikna produksi. Lalu banyak jalan dan jembatan yang di rehabilitasi
dan
di
bangun.
1.
3.
Pelita
III
(1
April
1979

31
Maret
1984)
Pelita III lebih menekankan pada Trilogi Pembangunan yang bertujuan
terciptanya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD
1945. Arah dan kebijaksanaan ekonominya adalah pembangunan pada segala
bidang. Pedoman pembangunan nasionalnya adalah Trilogi Pembangunan dan
Delapan Jalur Pemerataan. Inti dari kedua pedoman tersebut adalah
kesejahteraan bagi semua lapisan masyarakat dalam suasana politik dan ekonomi
yang
stabil.
Isi
Trilogi
Pembagunan
adalah
sebagai
berikut.
1. Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya
keadilan
sosial
bagi
seluruh
rakyat
Indonesia.
2.
Pertumbuhan
ekonomi
yang
cukup
tinggi.
3.
Stabilitas
nasional
yang
sehat
dan
dinamis.
1.
4.
Pelita
IV
(1
April
1984

31
Maret
1989)
Pada Pelita IV lebih dititik beratkan pada sektor pertanian menuju swasembada
pangan dan meningkatkan ondustri yang dapat menghasilkan mesin industri itu
sendiri. Hasil yang dicapai pada Pelita IV antara lain swasembada pangan. Pada
tahun 1984 Indonesia berhasil memproduksi beras sebanyak 25,8 ton. Hasil-nya

Indonesia berhasil swasembada beras. kesuksesan ini mendapatkan penghargaan


dari FAO(Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia) pada tahun 1985. hal ini
merupakan prestasi besar bagi Indonesia. Selain swasembada pangan, pada
Pelita IV juga dilakukan Program KB dan Rumah untuk keluarga.
1.
5.
Pelita
V
(1
April
1989

31
Maret
1994)
Pada Pelita V ini, lebih menitik beratkan pada sektor pertanian dan industri
untuk memantapakan swasembada pangan dan meningkatkan produksi
pertanian
lainnya
serta
menghasilkan
barang
ekspor.
Pelita V adalah akhir dari pola pembangunan jangka panjang tahap pertama.
Lalu dilanjutkan pembangunan jangka panjang ke dua, yaitu dengan
mengadakan Pelita VI yang di harapkan akan mulai memasuki proses tinggal
landas Indonesia untuk memacu pembangunan dengan kekuatan sendiri demi
menuju terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
1.
6.
Pelita
VI
(1
April
1994

31
Maret
1999)
Titik beratnya masih pada pembangunan pada sektor ekonomi yang berkaitan
dengan industri dan pertanian serta pembangunan dan peningkatan kualitas
sumber daya manusia sebagai pendukungnya. Sektor ekonomi dipandang sebagai
penggerak utama pembangunan. Pada periode ini terjadi krisis moneter yang
melanda negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Karena krisis
moneter dan peristiwa politik dalam negeri yang mengganggu perekonomian
menyebabkan
rezim
Orde
Baru
runtuh.
Disamping itu Suharto sejak tahun 1970-an juga menggenjot penambangan
minyak dan pertambangan, sehingga pemasukan negara dari migas meningkat
dari $0,6 miliar pada tahun 1973 menjadi $10,6 miliar pada tahun 1980.
Puncaknya adalah penghasilan dari migas yang memiliki nilai sama dengan 80%
ekspor Indonesia.

Struktur kekuasaan sebelum amandemen

. MPR
Sebelum amandemen, MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) merupakan lembaga tertinggi negara
yang diberikan kekuasaan tak terbatas. Pada saat itu MPR memiliki wewenang untuk :
1.

Membuat putusan yang tidak dapat ditentang oleh lembaga negara lain, termasuk
menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang pelaksanaaanya dimandatkan kepada
Presiden.

2.

Mengangkat Presiden dan Wakil Presiden.

3.

Meminta dan menilai pertanggungjawaban Presiden mengenai pelaksanaan GBHN.

4.

Memberhentikan presiden bila yang bersangkutan melanggar GBHN

5.

Mengubah Undang-Undang Dasar.

6.

Menetapkan pimpinan majelis yang dipilih dari dan oleh anggota MPR.

7.

Memberikan keputusan terhadap anggota yang melanggar sumpah anggota MPR

8.

Menetapkan peraturan tata tertib Majelis


2. DPR
DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) adalah lembaga perwakilan rakyat yang tidak dapat dibubarkan oleh
Presiden. Anggota DPR adalah Anggota Partai Politik peserta pemilu yang dipilih oleh rakyat. DPR
tidak bertanggung jawab terhadap Presiden. Sebelum diadakannya amandemen, tugas dan
wewenang DPR adalah:

1.

Mengajukan rancangan undang-undang

2.

Memberikan persetujuan atas Peraturan Perundang-undangan (Perpu)

3.

Memberikan persetujuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)

4.

Meminta MPR untuk mengadakan sidang istimewa.


3. Presiden
Presiden adalah lembaga negara yang memiliki kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan. Di
Indonesia, presiden menjabat sebagai kepala negara dan juga kepala pemerintahan. Sebelum
amandemen dilakukan Presiden diangkat oleh MPR dan bertanggung jawab kepada MPR. Selain itu
sebelum amandemen juga tidak dijelaskan adanya aturan mengenai batasan periode jabatan seorang
presiden dan mekanisme yang jelas mengenai pemberhentian presiden dalam masa jabat. Selain itu
pada masa sebelum amandemen, Presiden memiliki hak prerogatif yang besar
Adapun wewenang Presiden antara lain:

1.

Memegang posisi dominan sebagai mandatori MPR

2.

Memegang kekuasaan eksekutif, kuasaan legislatif dan yudikatif.

3.

Mengangkat dan memberhentikan anggota BPK

4.

Menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang dalam situasi yang memaksa

5.

Menetapkan Peraturan Pemerintah

6.

Mengangkat dan memberhentikan meteri-menteri


4. Mahkamah Agung (MA)
Sebelum amandemen Undang-undang Dasar 1945, kekuasaan kehakiman dilakukan hanya oleh
mahkamah agung. Lembaga mahkamah agung bersifat mandiri dan tidak boleh diintervensi atau
dipengaruhi oleh cabang kekuasaan lainnya. Wewenang sebelum amandemen

1.

Berwenang mengadili pada tingkat kasasi

2.

Menguji peraturan perundang-undangan

3.

Mengajukan tiga orang hakim konstitusi

4.

Memberikan pertimbangan kepada presiden untuk memberikan grasi dan rehabilitasi.


5. BPK (Badan Pemeriksaan Keuangan)
Sebelum amandemen tidak banyak dijelaskan menenai BPK. BPK bertugas untuk memeriksa
tanggung jawab tentang keuangan negara. Hasil dari pemeriksaan keuangan tersebut kemudian
dilaporkan kepada DPR.
6. DPA (Dewan Pertimbangan Agung)
DPA memiliki kewajiban untuk memberi jawaban terhadap pertanyaan Presiden. DPA juga serta
berhak untuk mengajukan usulan kepada pemerintah. Sama Seperti BPK, UUD 1945 tidak banyak
menjelaskan tentang DPA.

Sedangkan penanaman modal asing sangat diperlukan karena divestasi


perusahaan-perusahaan yang karena krisis dikuasai oleh negara, dan juga akibat
dari skema debt-equity swap yang dilakukan perusahaan-perusahaan yang besar
beban utangnya kepada pihak luar negeri. Begitu juga kebijakan lalu lintas
devisa sudah tidak baik dipadukan dengan sistem nilai tukar mata uang tetap,
tanpa fundamental ekonomi yang kuat terhadap pengaruh globalisasi. Memang
pemerintahan yang buruk (bad governance) tercermin dalam maraknya KKN
bukan penyebab utama masuknya Indonesia ke dalam krisis, tetapi hal itu jelas
amat memperburuk keadaan.
Setting kapitalisme global terhadap Indonesia bukanlah suartu hal yang baru
dilakukan. Kenaikan rezim Soeharto dulu sedikit banyaknya mendapat dukungan
dari negara-negara maju. Setting itu juga dimainkan untuk menjatuhkan
Soeharto dari kekuasaannya karena praktek korupsi cukup parah, dukungan
yang tadinya diberikan lambat laun dicabut sampai akhirnya Soeharto terjungkal.
Pada masa krisis ekonomi sebelum kejatuhannya, Soeharto tampak setengah
hati menjalankan kebijakan Bank Dunia dan IMF. Tetapi karena Soeharto tidak
mau membubarkan anak-anak dan kroninya, renacana peminjaman dana itu
ditarik kembali. Padahal sebagaian besar Bank-bank itu sudah dalam kedaan
kacau.
Kelemahan Soeharto adalah terlalu membela anak-anak keluarga dan kroninya.
Sehingga Bank Duniapun ditentangnya. Sehingga Saoeharto tidak dapat
dukungan dan jatuh. Bahkan pengusaha dan militer sebagai penopang utama
kekuasaannyapun pada akhirnya tidak memberikan dukungan karena sudah
tidak melihat ada prospek lagi dalam kekuasaannya. Setelah Soeharto jatuh,
Bank Dunia tidak serta merta dapat langsung melakukan kontrol terhadap
penguasa baru di Indonesia.

Rezim pemerintahan Orde Baru yang pada waktu itu sudah memangalami
banyak permasalahan tidak cepat-cepat membereskan masalahnya sehingga
hanya mempersulit dan menambah beban bagi rakyat yang sudah lama merasa
tidak puas. Ketidakpuasan rakyat terhadap pemerintahan semakin di tambah
dengan naiknya harga-harga kebutuhan pokok seperti beras, lauk-pauk, BBM,
yang notabene merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi rakyat.
Rezim Orde Baru Soeharto akhirnya punya banyak cacatnya yang menjadi fatal
karena tidak terkoreksi secara dini. Seandainya Pak Harto mau mundur pada
pertengahan 1980-an dan cengkeraman sosial-politiknya bisa dikendurkan,
keadaan mungkin sekali tidak separah sekarang. Negara, dan para
pemimpinnya, yang mampu membanting setir demikian adalah RRC, yang
sistem politiknya masih dikendalikan Partai Komunis, akan tetapi ekonominya
direformasikan berdasarkan sistem pasar terbuka yang cukup bebas. Proses
otonomi daerah di RRC senantiasa bisa dikendalikan Beijing, karena semua
gubernur dan bupati diangkat dan diberhentikan pemerintah pusat.
Pembangunan politik dan ekonomi untuk negara besar seperti Indonesia selalu
memerlukan pemerintah yang kuat. Ini hanya ada selama zaman Soeharto,
tetapi dengan pengorbanan demokrasi politik dan sosial. Satu-satunya masa
pendek yang mungkin bisa kita pelajari kembali, kalau mencari percontohan,
adalah masa 1950-1957. Pada masa itu, pengaruh asing (kebanyakan memang
Belanda) masih kuat. Orientasi kebijakan ekonomi masih rasional dan terbuka
terhadap interaksi dengan dunia luar. Kehidupan politik masih cukup demokratis,
dan partai opisisi ada. Beberapa tokoh yang pragmatik berpengaruh di bidang
ekonomi, yakni Bung Hatta, Sjafruddin, Djuanda, Leimena, Sumitro, Wilopo, dan
sebagainya. Bung Karno masih ada dengan pengaruhnya yang karismatik dan
menyatukan bangsa, akan tetapi ia belum menjadi penguasa utama. Tetapi,
bibit-bibit perpecahan politik sudah ada, dan konflik dunia, demokrasi lawan
komunisme, sudah mulai masuk ke negeri ini. Indonesia memang tidak pernah
bisa mengasingkan diri dari pengaruh-pengaruh dunia, baik politik maupun
ekonomi.
Dalam membangun negara, kita harus membedakan antara state building dan
nation building. Dalam tahap pertama, kita lebih berhasil dalam hal nation
building, dan jasa Bung Karno tidak boleh dilupakan. Nation building selama 50
tahun dilakukan dan dilestarikan berdasarkan wacana melting pot, seperti di
Amerika, di mana suku-suku bangsa kaum imigran yang menyusun Amerika
harus melebur diri menjadi prototipe bangsa Amerika yang Anglosax dan
Protestan. Ikanya lebih penting daripada bhinnekanya. Setelah 50 tahun, model
nation building ini harus kita tinggalkan. Kebinekaan harus lebih ditonjolkan,
akan tetapi kesatuan bangsa dan negara harus dipelihara, kalau bisa secara
alami, atas dasar keyakinan nasional bahwa hidup sebagai warga bangsa besar
lebih sentosa daripada sebagai warga negara kecil. Tetapi, terutama elite politik

di Jakarta dan di Jawa, lagi pula TNI, harus mengubah wacana-wacananya.


Sampai
sekarang,
konsensus
yang
praktis
masih
dicari.
State building rupanya jauh lebih sulit daripada nation building. Para peninjau
asing yang kompeten (ahli ilmu politik) pada umumnya tidak terlalu
menyangsikan bahwa Indonesia kelak pecah seperti Uni Soviet dan Yugoslavia.
Semangat nasionalisme masih cukup kuat, walaupun sudah mengalami erosi.
Yang membuat risiko besar perpecahan RI adalah bahwa pemerintahnya lemah.
Indonesia is not a failed state but a weak state. Pemerintah di Jakarta lemah
oleh karena terperangkap dalam proses demokratisasi.
Lemahnya pemerintah dan negara dewasa ini oleh karena alat-alat penegak
kekuasaan tidak berfungsi: tentara, polisi, jaksa, hakim, sistem peradilan, dan
sebagainya. Moral serta perasaan tanggung jawabnya dirusak oleh KKN dan oleh
karena negara tidak bisa menjamin gaji dan balas jasa yang wajar. Maka, krisis
ekonomi memperparah efektivitas aparat pemerintah dan negara. Anggaran
belanja pemerintah terlalu digerogoti pembayaran kembali utang dan bunga.
Beban utang ini ikut menyebabkan weak state. Ini mempermasalahkan untung
dan ruginya bantuan internasional, juga peran asing (dan yang nonpribumi) di
perekonomian kita.
Perlukah kita akan mereka, atau kita harus menegakkan kedaulatan serta
kemurnian negara pribumi kita? Secara logis dan historis empiris, jawabnya:
Indonesia tidak bisa keluar dari krisis dan kelemahan tanpa bantuan dari luar dan
tanpa membuka diri terhadap unsur-unur asing dan yang nonpribumi. Ada
kalangan (politisi pribumi) yang secara bangga mengatakan, kita bisa berdiri
sendiri berdasarkan kekayaan alam kita. Pengalaman zaman Bung Karno sudah
memberi pelajaran. Tidak ada gunanya mengusir Belanda, Cina, asing Barat, dan
menolak penanaman modal asing. Bung Karno pun membuat pengecualian:
perusahaan minyak bumi asing (Caltex dan Stanvac) yang sudah ada tidak diusir
karena hasil devisa diperlukannya.

STRUKTUR KELEMBAGAAN NEGARA SEBELUM DAN SESUDAH AMANDEMEN


A. Sebelum Amandemen

1. MPR
MPR merupakan lembaga tertinggi negara yang diberi kekuasaan tak terbatas
(super power) karena kekuasaan ada di tangan rakyat dan dilakukan
sepenuhnya oleh MPR dan MPR adalah penjelmaan dari seluruh rakyat
Indonesia yang berwenang menetapkan UUD, GBHN, mengangkat presiden dan
wakil presiden[1]. Dengan kata lain MPR merupakan penjelmaan pendapat dari
seluruh warga Indonesia.Susunan keanggotaannya terdiri dari anggota DPR dan
utusan daerah serta utusan golongan yang diangkat termasuk didalamnya
TNI/Polri.
2. DPR
DPR merupakan lembaga perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagai
lembaga negara. Anggota DPR berasal dari anggota partai politik peserta pemilu
yang dipilih berdasarkan hasil pemilu. Oleh karena itu Presiden tidak dapat
membubarkan DPR yang anggota-anggotanya dipilih oleh rakyat melalui
pemilihan umum secara berkala lima tahun sekali. Meskipun demikian, Presiden
tidak bertanggung jawab kepada DPR. DPR berkedudukan di tingkat pusat,
sedangkan yang berada di tingkat provinsi disebut DPRD provinsi dan yang
berada di kabupaten/kota disebut DPRD kabupaten/kota.
3. Presiden
Presiden adalah lembaga negara yang memegang kekuasaan eksekutif.
Maksudnya, presiden mempunyai kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan.
Presiden mempunyai kedudukan sebagai kepala pemerintahan dan sekaligus
sebagai kepala negara. Sebelum adanya amandemen UUD 1945, presiden dan
wakil presiden diangkat dan diberhentikan oleh MPR dan bertanggung jawab
kepada MPR.
4. Mahkamah Agung
Mahkamah Agung merupakan lembaga negara yang memegang kekuasaan
kehakiman. Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Mahkamah
Agung adalah pengadilan tertinggi di negara kita. Perlu diketahui bahwa
peradilan di Indonesia dapat dibedakan peradilan umum, peradilan agama,
peradilan
militer,
dan
peradilan
tata
usaha
negara
(PTUN).
5.BPK dan DPA
Disamping lembaga-lembaga tinggi Negara diatas terdapat lembaga tinggi
Negara yang lain yang wewenangnya cukup minim, yaitu BPK dan DPA. tanggung
jawab tentang keuangan negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK) yang peraturannya ditetapkan dengan undang-undang.Adapun wewenang
dari Dewan Pertimbangan Agung (DPA), yaitu berkewajiban memberi jawab atas
pertanyaan Presiden dan berhak memajukan usul kepada pemerintah.

B. Setelah Amandemen

1. MPR
MPR adalah Lembaga tinggi negara sejajar kedudukannya dengan lembaga tinggi negara
lainnya seperti Presiden, DPR, DPD, MA, MK, BPK. Yang mempunyai fungsi legeslasi.
pasca perubahan UUD 1945 Keberadaan MPR telah sangat jauh berbeda dibanding
sebelumnya. Kini MPR tidak lagi melaksanakan sepenuhnya kedaulatan rakyat dan tidak lagi
berkedudukan sebagai Lembaga Tertinggi Negara dengan kekuasaan yang sangat besar,
termasuk memilih Presiden dan Wakil Presiden.
2. Preisden
Berbeda dengan sistem pemilihan Presiden dan Wapres sebelum adanya amandemen dipilih
oleh MPR , sedangkan setelah adanya amandemen UUD 1945 sekarang menentukan bahwa
mereka dipilih secara langsung oleh rakyat. Pasangan calon Presiden dan Wapres diusulkan
oleh parpol atau gabungan parpol peserta pemilu. Presiden tidak lagi bertanggung jawab
kepada MPR melainkan bertanggung jawab langsung kepada Rakyat Indonesia.
Konsekuensinya karena pasangan Presiden dan Wapres dipilih oleh rakyat, mereka
mempunyai legitimasi yang sangat kuat. Presiden dan Wakil Presiden dapat dipilih kembali
dalam masa jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatannya.
3. DPR
Melalui perubahan UUD 1945, kekuasaan DPR diperkuat dan dikukuhkan keberadaannya
terutama diberikannya kekuasaan membentuk UU yang memang merupakan karakteristik
sebuah lembaga legislatif. Hal ini membalik rumusan sebelum perubahan yang menempatan
Presiden sebagai pemegang kekuasaan membentuk UU. Dalam pengaturan ini memperkuat
kedudukan DPR terutama ketika berhubungan dengan Presiden.
4. DPD
DPD adalah Lembaga negara baru sebagai langkah akomodasi bagi keterwakilan kepentingan
daerah dalam badan perwakilan tingkat nasional setelah ditiadakannya utusan daerah dan
utusan golongan yang diangkat sebagai anggota MPR. Keberadaanya dimaksudkan untuk
memperkuat kesatuan Negara Republik Indonesia.DPD dipilih secara langsung oleh
masyarakat di daerah melalui pemilu.
5. BPK
yang memiliki wewenang memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
menurut UUD 1945, BPK merupakan lembaga yang bebas dan mandiri. Anggota BPK dipilih
oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan
Daerah, dan diresmikan oleh Presiden. BPK Berwenang mengawasi dan memeriksa

pengelolaan keuangan negara (APBN) dan daerah (APBD) serta menyampaikan hasil
pemeriksaan kepada DPR dan DPD dan ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum.
Berkedudukan di ibukota negara dan memiliki perwakilan di setiap provinsi. Mengintegrasi
peran BPKP sebagai instansi pengawas internal departemen yang bersangkutan ke dalam
BPK.
6. Mahkamah Agung
lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan yang
menyelenggarakan peradilan untuk menegakkan hukum dan keadilan. di bawah MA terdapat
badan-badan peradilan dalam lingkungan Peradilan Umum, lingkungan Peradilan Agama,
lingkungan Peradilan militer dan lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).
7. Mahkamah Konstitusi
MK Mempunyai kewenangan: Menguji UU terhadap UUD, Memutus sengketa kewenangan
antar lembaga negara, memutus pembubaran partai politik, memutus sengketa hasil pemilu
dan memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden
dan atau wakil presiden menurut UUD.
8. Komisi Yudisial
berdasarkan UU no 22 tahun 2004 Komisi Yudisial adalah lembaga negara yang bersifat
mandiri dan berfungsi mengawasi perilaku hakim dan mengusulkan nama calon Hakim
Agung.
Diposkan oleh gandi rifansyah di 19.04
1.

Krisis Ekonomi dan Moneter


Pada waktu krisis melanda Thailand, keadaan Indonesia masih baik. Inflasi rendah, ekspor masih
surplus sebesar US$ 900 juta dan cadangan devisa masih besar, lebih dari US$ 20 B. Banyak
perusahaan besar menggunakan hutang dalam US Dollar. Ini merupakan cara yang
menguntungkan ketika Rupiah masih kuat. Hutang dan bunga tidak jadi masalah karena diimbangi
kekuatan penghasilan Rupiah.
Akan tetapi, setelah Thailand melepaskan kaitan Baht pada US Dollar, Indonesia sangat merasakan
dampak paling buruk. Hal ini disebabkan oleh rapuhnya fondasi Indonesia dan banyaknya praktik
KKN serta monopoli ekonomi. Pada tanggal 1 Juli 1997 nilai tukar rupiah turun dari Rp2.575,00
menjadi Rp2.603,00 per dollar Amerika Serikat. Pada bulan Desember 1997 nilai tukar rupiah
terhadap dollar Amerika mencapai Rp5.000,00 per dollar, bahkan pada bulan Maret 1998 telah
mencapai Rp16.000,00 per dollar Amerika Serikat.
Factor lain yang menyebabkan krisis ekonomi di Indonesia adalah masalah utang luar negeri,
penyimpangan terhadap pasal 33 UUD 1945, dan pola pemerintahan yang sentralistik.
a. Utang Luar Negeri Indonesia
Utang luar negeri Indonesia tidak sepenuhnya merupakan utang negara, tetapi sebagian
merupakan utang swasta. Utang yang menjadi tanggungan negara hingga 6 Februari 1998 yang
disampaikan oleh Radius Prawira pada sidang Dewan Pemantapan Ketahanan Ekonomi yang
dipimpin oleh Presiden Soeharto di Bina Graha mencapai 63,462 milliar dollar AS, sedangkan utang
pihak swasta mencapai 73,962 milliar dollar AS.
b. Penyimpangan Pasal 33 UUD 1945

Dalam pasal 33 UUD 1945 tercantum bahwa dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh
semua untuk semua di bawah pimpinan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat.
Kemakmuran masyarakat ditafsirkan bukan merupakan kemakmuran orang per orang, melainkan
kemakmuran seluruh masyarakat dan bangsa Indonesia berdasarkan atas asas kekeluargaan.
Sistem ekonomi yang berkembang pada masa Orde Baru adalah sistem ekonomi kapitalis yang
dikuasai oleh para konglomerat dengan berbagai bentuk monopoli, oligopoly, dan diwarnai dengan
korupsi dan kolusi.
c. Pola Pemerintahan Sentralistis
Pemerintahan Orde Baru dalam melaksanakan sistem pemerintahan bersifat sentralistis, artinya
semua bidang kehidupan berbangsa dan bernegara diatur secara sentral dari pusat pemerintahan
(Jakarta), sehingga peranan pemerintah pusat sangat menentukan dalam berbagai bidang
kehidupan masyarakat.
Selain pada bidang ekonomi, politik sentralistis ini juga dapat dilihat dari pola pemeberitaan pers
yang bersifat Jakarta-sentris. Disebut Jakarta-sentris karena pemberitaan yang berasal dari Jakarta
selalu menjadi berita utama. Jakarta selalu dipandang sebagai pusat berita penting yang bernilai
berita tinggi. Berbagai peristiwa yang berlangsung di Jakarta atau yang melibatkan tokoh-tokoh
Jakarta dipandang sebagai berita penting dan berhak menempati halaman pertama.
2.

Krisis Politik

Pada dasarnya secara de jure (secara hukum) kedaulatan rakyat tersebut dilakukan oleh MPR
sebagai wakil-wakil dari rakyat, tetapi ternyata secara de facto (dalam kenyataannya) anggota
MPR sudah diatur dan direkayasa, sehingga sebagian besar anggota MPR tersebut diangkat
berdasarkan pada ikatan kekeluargaan (nepotisme).
Mengakarnya budaya KKN dalam tubuh birokrasi pemerintahan, menyebabkan proses pengawasan
dan pemberian mandataris kepemimpinan dari DPR dan MPR kepada presiden menjadi tidak
sempura. Unsure legislative yang sejatinya dilaksanakan oleh MPR dan DPR dalam membuat dasardasar hukum dan haluan negara menjadi sepenuhnya dilakukan oleh Presiden Soeharto. Karena
keadaan tersebut, mahasiswa yang didukung oleh dosen dan rektornya mengajukan tuntutan
untuk mengganti presiden, reshuffle cabinet, dan menggelar Sidang Istimewa MPR serta
melaksanakan pemilu secepatnya.
Salah satu penyebab mundurnya Soeharto adalah melemahnya dukungan politik, yan telihat dari
pernyataan politik Kosgoro yang meminta Soeharto mundur. Pernyataan Kosgoro pada tanggal 16
Mei 1998 tersebut diikuti dengan pernyataan Ketua Umum Golkar, Harmoko yang pada saat itu
juga menjabat sebagai ketua MPR/DPR Republik Indonesia meminta Soeharto untuk mundur.
3.

Krisis Kepercayaan

Dalam pemerintahan Orde Baru berkembang KKN yang dilaksanakan secara terselubung maupun
secara terang-terangan. Hal terseut mengakibatkan munculnya ketidakpercayaan rakyat terhadap
pemerintah dan ketidakpercayaan luar negeri terhadap Indonesia.
Kepercayaan masyarakt terhadap kepemimpinan Presiden Soeharto berkurang setelah bangsa
Indonesia dilanda krisis multidimensi. Kemudian muncul bderbagai aksi damai yang dilakukan oleh
para masyarakat dan mahasiswa. Para mahasiswa semakin gencar berdemonstrasi setelah
pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM dan ongkos angkutan pada tanggal 4 Mei 1998.
Puncaknya pada tanggal 12 Mei 1998 di Universitas Trisakti Jakarta. Aksi mahasiswa yang semula

damai berubah menjadi aksi kekerasan setelah tertembaknya empat mahasiswa Trisakti, yaitu
Elang Mulya Lesmana, Heri Hartanto, Hendriawan Sie, dan Hafidhin Royan.
4.

Krisis Sosial

Ada dua jenis aspirasi dalam masyarakat, yaitu mendukun Soeharto atau menuntut Seoharto turun
dari kursi kepresidenan. Kelompok yang menuntut Presiden Soeharto untuk mundur diwakili oleh
mahasiswa. Kelompok mahasiswa ini memiliki cita-cita reformasi terhadap Indonesia. Organisasi
yang mendukung mundurnya Presiden Soeharto diantaranya Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim
Indonesia (KAMMI) dan Forum Kota (Forkot).
5.

Krisis Hukum

Banyak ketidakadilan yang terjadi dalam pelaksanaan hukum pada masa pemerintahan Oede Baru.
Seperti kekuasaan kehakiman yang dinyatakan pada pasal 24 UUD 1945 bahwa kehakiman
memiliki kekuasaan yang merdeka dan terlepas dari kekuasaan pemerintah (eksekutif). Namun
pada saat itu, kekuasaan kehakiman dibawah kekuasaan eksekutif. Hakim juga sering dijadikan
sebagai alat pembenaran atas tindakan dan kebijakan pemerintah atau sering terjadi rekayasa
dalam proses peradilan, apabila peradilan itu menyangkut diri penguasa, keluarga kerabta, atau
para pejabat negara. Reformasi menghendaki penegakan hukum secara adil bagi semua pihak
sesuai dengan prinsip negara hukum.

1.

Krisis ekonomi dan moneter yang menyebabkan rapuhnya fondasi Indonesia dan
banyaknya praktik KKN dan monopoli ekonomi, melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar
AS.

2.

Krisis politik demokrasi yang tidak dilaksanakan dengan semestinya.

3.

Krisis kepercayaan, kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan Presiden Soeharto


berkurang setelah Indonesia dilanda krisis multidimensi.

4.

Krisis social, gejolak politik yang tinggi yang menimbulkan berbagai potensi perpecahan
social di masyarakat.

5.
6.

Penjarahan yang dilakukan massa yaitu memperkosa warga keturunan Cina.


Krisis hukum, pengadilan sangat sulit menwujudkan keadilan bagi seluruh rakyat karena
sering terjadinya rekayasa dalam proses peradilan oleh para penguasa dan pejabt-pejabat
negara.
4.2.

Saran

Anda mungkin juga menyukai