Anda di halaman 1dari 20

Diagnosis Prenatal dan Konseling Genetik Ibu Hamil dengan Risiko

Sindrom Down
Magdalena/ 102013248/ A5
Email: magdalenasimanjuntak4@gmail.com
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara no. 6, Jakarta Barat
No. Telp : (021)56942061

Pendahuluan
Kelainan genetic merupakan penyakit yang disebabkan oleh kelainan pada gen atau kromosom.
Jumlah kromosom pada individu normal adalah 46 kromosom atau 23 pasang kromosom.
Kromosom itu sendiri adalah struktur terorganisir dari DNA dan protein yang ditemukan dalam
sel.
Kelainan kromosom dapat berupa kelainan dalam jumlah ataupun kelainan dalam struktur itu
sendiri. Setiap perubahan dalam jumlah kromosom normal manusia yang berjumlam 46 disebut
aneuploidy. Seorang yang hanya mempunyai satu dan tidak sepasang kromosom disebut
monosomi, sedangkan penambahan satu kromosom sehingga jumlah kromosom menjadi 47
disebut trisomy.
Sindrom Down merupakan kelainan dari jumlah kromosom, yaitu trisomy pada kromosom 21.
Kelainan ini ditemukan oleh JLH Down pada tahun 1866 dengan insidensi 1 dalam 800 sampai
1000 kelahiran hidup. Dalam makalah ini dijelaskan bagaimana cara diagnosis prenatal untuk
sindrom Down, serta menjelaskan etiologi, epidemiologi, patofisiologi, gejala klinis,
penatalaksanaan, komplikasi, pencegahan, serta edukasi dari sindrom Down.

Pembahasan
1

Anamnesis
Kasus 1
Seorang ibu A, berusia 42 tahun; gestasi 6 minggu; datang untuk konseling genetic. Ibu A pernah
melahirkan bayi perempuan dengan Sindrom Down. Ibu A ini ingin melakukan Amniocentesis
pada kehamilan yang sekarang ini.
Anamnesis yang dapat dilakukan jika menghadapi kasus seperti ini adalah:

Menanyakan apakah ada yang bisa dibantu dan keluhan-keluhan pasien.


Menanyakan identitas suami (umur, pekerjaan, dan lain-lain)
Menanyakan riwayat pernikahan (consanguity, berapa lama menikah, berapa kali

menikah)
Menanyakan apakah sebelumnya pernah hamil
Menanyakan apakah ada riwayat keguguran.
Menanyakan bagaimana keadaan anak sebelumnya.
Menanyakan apakah ada kesulitan pada kehamilan sebelumnya.
Menanyakan apakah ada riwayat dari pihak keluarga istri dan suami yang terkena

penyakit genetic seperti sindrom Down.


Menanyakan apakah ibu tersebut pernah menderita penyakit infeksi sebelum atau terkena
paparan radiasi sebelumnya.

Pemeriksaan Fisik
Umum. Pemeriksaan umum meliputi pemeriksaan jantung dan paru-paru, reflex, serta tandatanda vital seperti tekanan darah, denyut nadi, suhu, dan pernapasan. Pemeriksaan umum pada
ibu hamil bertujuan untuk menilai keadaan umum ibu, status gizi, tingkat kesadaran, serta ada
tidaknya kelainan bentuk badan.1
Pemeriksaan Kehamilan. Pemeriksaan kehamilan sebelum umur 20 minggu tidak sepenuhnya
dapat dilakukan menurut metode yang lazim sebagai berikut:2
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan dengan inspeksi
c. Pemeriksaan dengan palpasi
d. Pemeriksaan dengan auskultasi2

Ini disebabkan oleh tanda kehamilan yang pasti belum seluruhnya dapat ditetapkan. Dengan
demikian, hasil pada pemeriksaan kehamilan muda masih merupakan dugaan hamil.2
Pemeriksaan inspeksi meliputi hal-hal berikut:
Inspeksi dilakukan untuk menilai keadaan ada tidaknya cloasma gravidarum pada muka/wajah,
pucat atau tidak pada selaput mata, dan ada tidaknya edema. Pemeriksaan selanjutnya adalah
pemeriksaan leher untuk menilai ada tidaknya pembesaran kelenjar gondok atau kelenjar limfe.
Pemeriksaan dada untuk menilai bentuk buah dada dan pigmentasi putting susu. Pemeriksaan
perut untuk menilai apakah perut membesar ke depan atau ke samping, keadaan pusat,
pegmentasi linea alba, serta ada tidaknya striae gravidarum. Pemeriksaan vulva untuk menilai
keadaan perineum, ada tidaknya tanda Chadwick, dan adanya fluor. Kemudian pemeriksaan
ekstremitas untuk menilai ada tidaknya varises.1
Pemeriksaan Palpasi. Melakukan pemeriksaan dengan jalan melakukan perabaan pada organ
yang terkait dengan perubahan kehamilan tersebut. Palpasi abdomen khususnya: tinggi fundus
uteri dan palpasi janin intrauteri. Hal-hal yang dapat ditemukan pada pemeriksaan palpasi
adalah:2

Uterus membesar
Tinggi fundus mencerminkan umur kehamilan
Tanda piscacek teraba
Balotemen seluruhnya terjadi pada abdomen
Gerak janin teraba
Tanda Hegar teraba
Balotemen vaginal dapat dibuktikan2

Pemeriksaan Auskultasi untuk mendengarkan detik jantung janin, pada umur kehamilan kurang
dari 16-20 minggu masih sulit dengan menggunakan stetoskop Laenek. Pemeriksaan auskultasi
dengan mempergunakan Dopton sudah dapat didengar pada akhir minggu ke-12-14, sedangkan
stetoskop Laenek baru dapat didengar pada akhir minggu ke-20.2
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis prenatal dimaksudkan untuk menentukan apakah janin yang berisiko besar terhadap
beberapa penyakit genetic benar terkena. Hasil uji akan negative untuk lebih dari 95% keluarga,
3

sehingga mengurangi kecemasan pasangan yang terlibat sampai beberapa bulan. Diagnosis
positif memungkinkan orang tua memilih langkah tindakan mereka selanjutnya. 3
Indikasi paling lazim untuk diagnosis prenatal adalah usia ibu yang lanjut. Meningginya risiko
trisomi pada anak dengan meningkatnya usia ibu bersifat relative, dan tidak ada usia khusus ibu
yang harus dianggap sebagai lanjut; sebagian besar RS menggunakan criteria 35 tahun. Risiko
yang spesifik-usia pada janin pengidap trisomi autosomal yang dideteksi setelah amniosentesis
meningkat dari 0,9% pada usia 35-36 tahun, sampai 7,8% pada usia 43-44 tahun. Bila anak yang
lahir sebelumnya terkena trisomi, risiko rekurensi kira-kira 0,5% bagi perempuan di bawah usia
35 tahun, dan setara dengan risiko spesifik-usia pada perempuan yang lebih dari 35 tahun. Orang
tua menampakkan kecemasan besar tentang kesejahteraan janin, dan dianggap perlu melakukan
diagnosis prenatal pada kehamilan berikutnya.3
Perangkat Diagnostik
1. Uji genetic prenatal (amniosentesis atau pengambilan sampel vilus korion) dapat
mengidentifikasi janin pengidap sindrom Down.4
Amniosentesis. Cara untuk mengetes kemungkinan adanya kelainan kromosom pada bayi yang
masih terdapat di dalam kandungan ibunya dinamakan amniosentesis. Cairan amnion berikut selsel bebas dari fetus (bayi dalam kandungan) diambil sebanyak 10-20 cc dengan menggunakan
jarum injeksi. Waktu yang paling baik untuk melakukan amniosentesis ialah pada kehamilan 1416 minggu. Jika terlalu awal dilakukan,
cairan amnion belum cukup banyak,
sedang jika terlambat melakukannya
maka akan lebih sulit untuk membuat
kultur dari sel-sel fetus yang ikut
terbawa cairan amnion.5
Amniosentesis hampir selalu dikerjakan
secara transabdomen karena besarnya
resiko infeksi jika dilakukan secara
transvaginal. Kadang-kadang amniosentesis digunakan untuk terapi (missal, hidramnion).
Lakukan pemeriksaan USG segera sebelum amniosentesis untuk memandu jarum aspirasi.
4

Gambar 1. Amniosentesis
Sumber: www.sogi.net.au

Keterangan minimal yang didapat dari USG harus meliputi jumlah janin, aktivitas jantung janin,
diameter biparietal janin (dan kadang-kadang panjang femur atau lingkar perut), letak plasenta
dan lokasi terbaik untuk penempatan jarum.6
Siapkan abdomen dengan memberikan bahan bakterisidal dan suntikan obat anestesi local
(elektif). Gunakan jarum terkecil yang cukup untuk mengambil sampel (biasanya nomor 22) dan
tusukkan jarum sedikit saja ke dalam ruang amnion. Ambilah kira-kira 15 ml cairan untuk
diagnostic. Rekamlah keadaan janin dengan USG pada akhir tindakan. Berikan immunoglobulinRh untuk pasien dengan Rh-negatif yang belum tersensitisasi yang menjalani amniosentesis. 6
Cairan amnion normal jernih hingga sedikit kekuningan. Pada kehamilan lanjut, cairan amnion
dapat mengandung bintik-bintik (flek) verniks atau rambut lanugo. Jika mengandung darah,
mungkin darah ibu ikut teraspirasi. Namun, sel darah merah tidak mempengaruhi analisis
pertumbuhan sel di janin atau analisis lainnya. Periksalah cairan berwarna hijau hingga coklat
kehijauan di bawah mikroskop. Jika terlihat bahan tertentu (mekonium) dan bukan darah lama
(perdarahan janin), kemungkinan kematian janin adalah sekitar 50%.6
Sel-sel fetus setelah melalui suatu prosedur tertentu lalu dibiakkan dan 2-3 minggu kemudian
diperiksa kromosomnya untuk dibuat karyotipenya. Apabila terlihat adanya 3 buah autosom
no.21, maka secara prenatal sindrom Down sudah dapat dipastikan pada bayi itu.5
Amniosentesis merupakan suatu prosedur yang cukup aman dengan kemungkinan penyulit pasca
tindakan berupa abortus, setinggi kira-kira 0,5-1% dari seluruh tindakan. Risiko infeksi
diperkirakan terjadi pada 1-2 kejadian per 3000 tindakan. Ditengarai 10-50% kasus abortus
spontan pascaamniosentesis disebabkan oleh adanya infeksi subklinik. Penyulit lain yang
mungkin

terjadi

adalah

kebocoran

cairan

ketuban, perdarahan, dan kontraksi uterus yang


berlanjut yang diperkirakan terjadi pada 1-5%
dari seluruh prosedur.7
Pengambilan

Sampel

Vilus

Korion.

Pengambilan sampel vilus korion mencakup


pengambilan sel-sel korion, yaitu sel-sel yang
terdapat pada batas luar membrane jann. Sel-sel
5

Gambar 2. Chorion Villus Sampling


Sumber: www.mayoclinic.com

tersebut diperoleh dengan menempatkan jarum melalui abdomen terbawah atau serviks wanita
pada kehamilan antara 8 sampai 12 minggu. Sel-sel ini tidak perlu dibiak, sehingga analisis
kromosom korion dapat dilakukan lebih dini dari 8-12 minggu gestasi. Walaupun demikian,
karena telah dilaporkan adanya kasus sporadic kelainan tungkai congenital atau kelainan lain
setelah prosedur ini, prosedur ini akhirnya dihentikan.4
Keuntungannya adalah diagnosis yang lebih awal. Kerugiannya mencakup angka kehilangan
janin terkait prosedur yang tinggi (1-2%), potensi kontaminasi sel ibu dan pengambilan sel yang
terkait plasenta bukan janin. CVS yang dilakukan pada usia 9 minggu berhubungan dengan
peningkatan defek reduksi ekstremitas sebanyak 3 kali lipat.8
2. Pemeriksaan darah ibu dapat mengidentifikasi janin yang berisiko tinggi mengidap sindrom
Down. Dalam sebuah uji yang disebut uji quad, empat bahan maternal yang bersirkulasi
ditubuh diukur selama trimester kedua kehamilan. Setelah didapatkan hasilnya, kasus
sindrom Down pada ibu adalah 75% pada ibu berusia kurang dari 35 tahun dan 85-90% pada
ibu berusia 35 tahun atau lebih. Bahan maternal ini meliputi:4
a. Estrio tak-terkonjugasi (uE3). uE3 diproduksi oleh plasenta. Kadarnya menurun sekitar
25% dalam serum ibu yang kehamilannya disertai sindrom Down dibandingkan
kehamilan tanpa sindrom Down
b. Alfafetoprotein (AFP). AFP adalah protein serum utama dari janin. AFP berpindah dari
sirkulasi janin ke sirkulai maternal. Kadar AFP menurun pada serutm maternal ibu yang
mengandung janin sindrom Down. Kadar AFP juga digunakan untuk mendeteksi defek
tuba neural janin dan anensefali, dan kadar AFP meningkat pada kedua defek ini.
c. Human Chorionic Gonadotropin (hCG). hCG diproduksi selama kehamilan, awalnya oleh
trofoblas dan kemudian oleh plasenta. Kadarnya dalam serum maternal lebih tinggi pada
kehamilan dengan sindrom Down dibandingkan tanpa sindrom Down.
d. Inhibin A. Inhibin A adalah suatu glikoprotein yang dibentuk selama kehamilan terutama
oleh plasenta. Inhibin A meningkat pada ibu yang mengandung janin sindroma Down.
3. Skrining ultrasound prenatal menunjukkan adanya tanda-tanda fisik janin sindrom Down,
terutama kelainan dalam ketebalan nuchal (bagian belakang leher)
4. Karyotyping genetic setelah lahir dapat memastikan diagnosis klinis sindrom Down.4
Diagnosis Banding
Dari sudut sitologi dapat dibedakan dua tipe sindroma Down:
6

Sindroma Down Triple-21 atau trisomi 21, sehingga penderita memiliki 47 kromosom. Penderita
laki-laki = 47, XY, +21 sedang penderita perempuan = 47, XX, +21. Kira-kira 92,5% dari semua
kasus sindroma Down tergolong dalam tipe ini.5
Sindroma Down Translokasi. Translokasi ialah peristiwa terjadinya perubahan struktur
kromosom, disebabkan karena suatu potongan kromosom bersambungan dengan potongan
kromosom lainnya yang bukan homolognya. Pada sindroma Down translokasi, lengan panjang
dari autosom nomor 21 melekat pada autosom lain, kadang-kadang dengan autosom nomor 15
tetapi yang lebih sering dengan autosom nomor 14. Dengan demikian individu yang menerita
sindroma Down translokasi memiliki 46 kromosom. Kromosom yang mengalami translokasi
dinyatakan dengan tulisan: t(14q21q) yang dapat diartikan t = translokasi; 14q = lengan panjang
dari autosom 14; 21q = lengan panjang dari autosom 21 (lengan pendek dari sebuah kromosom
dinyatakan dengan huruf p). penderita dari kedua tipe sindroma Down itu identik.5
Ada fusi bagian kromosom 21 dan bagian kromosom 15, tetapi individu yang membawa
abnormalitas ini tidak akan terkena karena meskipun ia memiliki kromosom abnormal dalam hal
ini dia memiliki bagian-bagian dua kromosom yang melekat, ia masih tidak memiliki kelebihan
material kromosom. Tetapi dari anak-anaknya yang menerima kromosom abnormalnya dan juga
menerima kromosom 21 normalnya akan secara efekif trisomi, karena mereka akan menerima
kromosom 21 normal dari orangtua mereka lainnya.9
Sindrom Down tipe ini terjadi pada anak-anak dari ibu yang lebih muda dan dapat dipahami
bahwa ini tidak tergantung pada kecelakaan kromosom yang sebagian diakibatkan oleh umur ibu,
tapi disebabkan oleh pewarisan langsung kromosom abnormal. Bilamana ada riwayat keluarga
dengan sindroma Down pada kerabat, atau bilamana ada seorang ibu muda telah melahirkan satu
sindroma Down dan tampaknya akan memiliki anak-anak lagi adalah bermanfaat untuk
memeriksa kromosomnya dan kromosom suaminya. Adalah tugas dokter untuk melaksanakan
penyelidikan ini. Jika ditemukan suatu translokasi pada salah satu dari orangtuanya, akan tampak
bahwa ada peluang anak untuk mewarisi translokasi. Jika mewarisi kedua translokasi dan satu
kromosom 21 dari orangtua pengembannya, maka ia akan memiliki sindroma Down karena
memiliki kromatin ekstra, kromatin 21 lainnya berasal dari orangtua normalnya. Tetapi, gamet
abnormal terbentuk lebih jarang daripada yang normal, khususnya pada laki-laki, sehingga jika
7

ayahnya pengemban translokasi ramalannya tidak akan begitu suram daripada yang diduga di
atas.9
Etiologi
Sekitar 95% dari semua kasus sindrom Down dikaitkan dengan kelebihan kromosom 21
(kelompok G), sehingga disebut trisomi 21. Walaupun anak yang memiliki trisomi 21 dilahirkan
dari orang tua semua usia, secara statistic terdapat risiko yang lebih besar pada wanita lebih tua,
terutama mereka yang berusia lebih dari 35 tahun. Misalnya, pada wanita berusia 30 tahun
insidens sindrom Down sekitar 1 dalam 1500 kelahiran hidup, tetapi pada wanita berumur 40
tahun insiden sekitar 1 dalam 100. Namun, mayoritas (80%) bayiyang menderita sindrom Down
dilahirkan oleh wanita berusia kurang dari 35 tahun. Pada kurang dari 5% kasus, usia ayah juga
merupakan factor, terutama pada pria berusia 55 tahun atau lebih.10
Sekitar 3% sampai 4% kasus mungkin disebabkan oleh translokasi kromosom 15 dan 21 atau 22.
Tipe aberasi genetic ini biasanya diturunkan dan tidak berhubungan dengan usia orang tia yang
lanjut. Dari 1% sampai 2% individu yang menderita menunjukkan mosaisisme, yaitu sel yang
memiliki kromosom normal dan abnormal. Tingkat kerusakan fisik dan kognitif berhubungan
dengan persentase sel yang tersusun dari kromosom abnormal.10
Semenjak ditemukan adanya kelainan kromosom pada sindrom Down pada tahun 1959, maka
sekarang perhatian lebih dipusatkan pada kejadian nondisjunctional sebagai penyebabnya,
yaitu:11
1. Genetik
Diperkirakan terdapat predisposisi genetic terhadap non-disjunctional. Bukti yang
mendukung teori ini adalah berdasarkan atas hasil penelitian epidemiologi yang
menyatakan adanya peningkatan risiko berulang bila dalam keluarga terdapat anak
dengan sindrom Down.
2. Radiasi
Radiasi dikatakan merupakan salah satu penyebab terjadinya non-disjunctional pada
sindrom Down ini. Uchida 1981 menyatakan bahwa sekitar 30% ibu yang melahirkan
anak dengan sindrom Down, pernah mengalami radiasi didaerah perut sebelim terjadinya
konsepsi. Sedangkan peneliti lain tidak mendapatkan adanya hubungan antara radiasi
dengan penyimpangan kromosom.
8

3. Infeksi
Infeksi juga dikatakan sebagai salah satu penyebab terjadinya sindrom Down. Sampai
saat ini belum ada peneliti yang mampu memastikan bahwa virus dapat mengakibatkan
terjadinya non-disjunction
4. Autoimun
Factor lain yang juga diperkiraan sebagai etiologi sindrom Down adalah autoimun.
Terutama autoimun tiroid atau penyakit yang dikaitkan dengan tiroid. Penelitian Fialkow
1966 secara konsisten mendapatkan adanya perbedaan autoantibody tiroid pada ibu yang
melahirkan anak dengan sindrom Down dengan ibu control yang umurnya sama.
5. Umur Ibu
Apabila umur ibu diatas 35 tahun, diperkirakan terdapat perubahan hormonal yang dapat
menyebablan

non-disjunction

pada

kromosom.

Perubahan

endokrin,

seperti

meningkatnya sekresi androgen, menurunnya kadar hidroepiandrosteron, menurunnya


konsentrasi estradiol sistemik, perubahan konsentrasi reseptor hormone, dan peningkatan
secara tajam kadar LH (Luteinizing hormone) dan FSH (Follicular Stimulating Hormon)
secara tiba-tiba sebelum dan selama menopause, dapat meningkatkan kemungkinan
terjadinya non-disjunction.
6. Umur ayah
Selain pengaruh umur ibu terhadap sindrom Down, juga dilaporkan adanya pengaruh dari
umur ayah. Penelitian sitogenik pada orang tua dari anak dengan sindrom Down
mendapatkan bahwa 20-30% kasus ekstra kromosom 21 bersumber dari ayahnya. Tetapi
korelasinya tidak setinggi dengan umur ibu.11
Faktor lain seperti gangguan intragametik, organisasi nucleolus, bahan kimia dan frekuensi
koitus masih didiskusikan kemungkinan sebagai penyebab dari sindrom Down.11
Epidemiologi
Trisomi 21 terjadi pada semua daerah di dunia dan pada semua kelompok ras. Prevalensinya
adalah 1 dalam 700 kelahiran hidup. Insidensi ini dan aneuploidi kromosom lain meningkat
seiring dengan meningkatnya usia ibu; insidensinya adalah 1:2000 pada usia 20 tahun dan 2-5%
sesudah usia 40 tahun. Pada banyak konsepsi, trisomi 21 menyebabkan aborsi spontan. Pada
kehamilan 20 minggu, janin dengan trisomi 21 hanya mempunyai sedikit temuan-temuan fenotip
yang mendukung diagnosis; namun pada bayi cukup bulan, kebanyakan bayi yang terkena
mempunyai manifestasi klinis yang member kesan diagnosis.12
9

Sindrom Down dapat terjadi pada semua ras. Dikatakan bahwa angka kejadiannya pada bangsa
kulit putih lebih tinggi daripada kulit hitam, tetapi perbedaan ini tidak bermakna. Sedangkan
angka kejadian pada berbagai golongan social ekonomi adalah sama.11
Patofisiologi
Lahirnya anak sindrom Down itu berhubungan erat dengan umur ibu. Tidak ada korelasi yang
konsisten dengan umur ayah. Seorang perempuan lahir dengan semua oosit yang pernah
dibentuknya, yaitu berjumlah hampir tujuh juta. Semua oosit tadi berada dalam keadaan istirahat
pada profase I dari meiosis sejak sebelum ia lahir sampai mengadakan ovulasi. Dengan demikian
maka suatu oosit dapat tinggal dalam keadaaan istirahat untuk 12-45 tahun. Selama waktu yang
panjang itu, oosit dapat mengalami nondisjunction. Berhubung dengan itu penderita sindroma
Down biasanya lahir sebagai anak terakhir dari suatu keluarga besar atau dari seorang ibu yang
melahirkan pada usia agak lanjut.5
Sebaliknya, testis mengahasilkan kira-kira 200 juta spermatozoa sehari dan meiosis di dalam
spermatosit keseluruhannya membutuhkan waktu 48 jam atau kurang. Berhubung dengan itu
nondisjuction boleh dikata tidak pernah berlangsung selama spermatogenesis.5
Pada sindroma Down trisomi 21, nondisjunction dalam meiosis I menghasilkan ovum yang
mengandung dua buah autosom nomor 21 dan bila ovum ini dibuahi oleh spermatozoa normal
yang membawa autosom 21, maka terbentuklah zigot trisomi 21.5
Ada beberapa pendapat tentang mengapa terjadi nondisjunction, yaitu:
a. Mungkin disebabkan adanya virus atau karena ada kerusakan akibat radiasi. Gangguan
ini makin mudah berpengaruh pada wanita yang berumur tua.
b. Mungkin disebabkan adanya pengandungan antibody tiroid yang tinggi
c. Sel telur akan mengalami kemunduran apabila setelah satu jam berada di dalam saluran
fallopi tidak dibuahi. Oleh karena itu para ibu yang berusia agak lanjut (melebihi umur 35
tahun) biasanya akan menghadapi risiko lebih besar untuk mendapatkan anak sindroma
Down Triple 21.5
Akan tetapi seperti diketahui, kadang-kadang dijumpai penderita sindroma Down yang hanya
memiliki 46 kromosom. Individu ini ialah penderita sindroma Down translokasi 46, t(14q21q).
10

setelah kromosom dari orangtuanya diselidiki terbukti bahwa ayahnya normal, tetapi ibunya
hanya memiliki 45 kromosom, termasuk satu autosom 21, satu autosom 14 dan satu autosom
translokasi 14q21q. jelaslah bahwa ibu itu merupakan carrier yang walaupun memiliki
45kromosom 45, XX, t(14q21q) ia adalah normal. Sebaliknya, laki-laki carrier sindroma
Down translokasi tidak dikenal dan apa sebabnya demikian, sampai sekarang tidak diketahui.5
Ibu yang menjadi carrier tadi, yaitu 45, XX, t(14q21q) akan membentuk sel telur dengan
berbagai kemungkinan, seperti:5
1.
2.
3.
4.
5.

Sel telur yang membawa autosom 14, 21


Sel telur yang membawa autosom translokasi 14q21q
Sel telur yang membawa autosom t(14q21q), +21
Sel telur yang membawa autosom 14
Sel telur yang membawa autosom t(14q21q), +14
6. Sel telur yang membawa autosom 215
Jadi perkawinan orang laki-laki normal (46, XY) dengan perempuan carrier sindroma Down
translokasi yang tampak normal, yaitu 45, XX, t(14q21q) seperti kasus di muka ini diharapkan
menghasilkan keturunan dengan perbandingan fenotip 2 normal: 1 sindroma Down. Tambahan
atay hilangnya kromosom besar (baik trisomi atau monosomi) bersifat letal.5
Hipotesis lain mengusulkan bahwa perubahan structural, hormonal, dan imunologis yang terjadi
di uterus seiring dengan pertambahan usia menghasilkan lingkungan yang tidak mampu menolak
pertumbuhan mudigah yang cacat. Karena itu, uterus yang tua lebih besar kemungkinannya
menunjang konseptus trisomi 21 hingga aterm tanpa bergantung pada siapa (ibu atau ayah) yang
member tambahan kromosom. Hipotesis ini dapat menjelaskan mengapa kesalahan
nondisjunction ayah meningkat seiring dengan peningkatan usia ibu. Namun, hipotesis ini tidak
menjelaskan mengapa insidens sindrom Down akibat tata-ulang kromosom tidak meningkat
seiring dengan pertambahan usia ibu.13
Gejala Klinis
Pola gambaran fisik bersifat khas dan memungkinkan pengenalan bahkan dalam periode
neonatal. Sebagian besar temuan wajah dan anggota gerak yang terlihat pada orang dengan
sindrom Down tidak abnormal secara sendiri-sendiri, tetapi konstelasi total gambaran itu khas.
Tabel memuat daftar frekuensi temuan fenotipik lazim yang terdapat pada bayi baru lahir.
11

Brakisefali, telinga kecil, fisura palpebra


miring ke atas, pangkal hidung rendah,
bagian tengah wajah datar, pipi penuh, dan
wajah meringis saat menangis adalah ciri
kraniofasial yang paling konsisten dan
bersama-sama menghasilkan penampilan
yang khas. Walaupun lipatan epikantus dan
linea

simian

sering

dicari

dalam

menentukan sindrom ini, masing-masing


hanya mempunyai frekuensi sekitar 50%.
Brakidaktili merupakan temuan tangan yang
Gambar 3. Gambaran Klinis Sindrom Down
Sumber: www.doctortipster.com

lebih konsisten disbanding perubahan pada


garis palmar. Garis fleksi tunggal pada jari
kelima, walaupun tidak tampak pada semua

bayi, tidak lazim terdapat pada populasi umum dan merupakan ciri penting. Telinga kecil (kurang
dari 3,2 centimeter pada bayi baru lahir) dan hipotonia terlihat pada 90% bayi baru lahir.3
Defek penyakit jantung congenital terjadi pada 30-50% anak dengan sindrom Down: sekitar
sepertiga lesi berupa defek bantalan endokardium; sekitar sepertiga adalah defek septum
ventrikel; terjadi defek septum atrium tipe sekundum dan juga terdapat tetralogi Fallot.
Malformasi gastrointestinal terjadi 5-7%, biasanya atresia duodenalis. Penderita sindrom Down
mempunyai peningkatan mortalitas pada usia 10 tahun pertama kehidupannya, bahkan bila
mereka yang dengan penyakit jantung tidak dimasukkan dalam analisis ini. Namun, sebanyak
90% anak tanpa defek jantung congenital hidup sampai masa remaja. Mortalitas yang lebih besar
pada masa kanak-kanak lebih banyak akibat infeksi, terutama pneumonia. Alasan atas kerentanan
ini tidak semuanya diketahui, tetapi terdapat bukti abnormalitas fungsi limfosit T. abnormalitas
anatomi system respirasi, seperti refluks gastroesofageal, hipertensi pulmonal primer dan apnea
obstruktif saat tidur, terjadi dalam frekuensi meningkat pada sindrom Down dan mungkin
sebagian bertanggung jawab terhadap meningkatnya insiden infeksi.3

Tabel 1. Gejala Klinis Sindroma Down3


12

Ciri
Kraniofasial

Frekuensi (%)

Mikrosefali

50

Oksiput datar

60-80

Pusaran rambut posterior di sentral

50

Telinga kecil (3,2 cm)

95

Kelebihan kulit tengkuk leher

80

Fisura palpebra miring ke atas

70-90

Lipatan epikantus

50-70

Bercak brushfield

30-80

Jembatan hidung datar

60-80

Menyeringai saat menangis

Sering

Palatum pendek dan sempit

60-90

Lidah menjulur

40-60

Garis vertical bibir bawah

50

Pipi penuh

Sering

Anggota gerak
Tangan lebar dan pendek

70

Kinodaktili, jari ke-5

60

Linea Simian

40-60

Dermatoglifik khas

99

Jarak antara jari kaki 1 dan 2 lebar

50-90

Garis telapak kaki banyak

65

Neurologik
Hipotonia

40-80

Riwayat alami sindrom Down pada masa kanak-kanak terutama ditandai oleh keterlambatan
perkembangan, retardasi pertumbuhan , dan imunodefisiensi. Keterlambatan perkembangan
biasanya sudah tampak pada usia 3-6 bulan sebagai kegagalan mencapai tahapan-tahapan
penting perkembangan sesuai-usia dan memengaruhi semua aspek fungsi motorik dan kognitif.
IQ rerata antara 30 dan 70 dan menurun seiring dengan pertambahan usia. Namun, derajat
13

retardasi mental pada orang dewasa dengan sindrom Down cukup bervariasi, dan banyak
pengidap dapat hidup semi-independen. Secara umum, keterampilan kognitif lebih terbatas
daripada kemampuan afektif, dan hanya sebagian kecil pengidap yang mengalami retardasi
berat.13
Penatalaksanaan
Anak dengan sindrom Down diperlukan penanganan secara multidisiplin. Selain penanganan
secara medis, pendidikan anak juga perlu mendapat perhatian disamping partisipasi dari
keluarganya.11
Penanganan secara medis
Anak dengan kelainan ini memerlukan perhatian dan penanganan medis yang sama dengan anak
normal. Mereka memerlukan pemeliharaan kesehatan, imunisasi, kedaruratan medis, serta
dukungan dan bimbingan dari keluarganya. Tetapi terdapat beberapa keadaan dimana anak
dengan sindrom Down memerlukan perhatian khusus, yaitu dalam hal:11
1. Pendengarannya
70-80% anak dengan sindrom Down dilaporkan terdapat gangguan pendengaran. Oleh
karenanya diperlukan pemeriksaan telinga sejak awal kehidupannya, serta dilakukan tes
pendengaran secara berkala oleh ahli THT.
2. Penyakit Jantung Bawaan
30-40% anak dengan sindrom Down disertai dengan penyakit jantung bawaab. Mereka
memerlukan penanganan jangka panjang oleh seorang ahli jantung anak.
3. Penglihatannya
Anak dengan kelainan ini sering mengalami gangguan penglihatan atau katarak.
Sehingga perlu evaluasi secara rutin oleh ahli mata.
4. Nutrisi
Beberapa kasus, terutama yang disertai kelainan congenital yang berat lainnya, akan
terjadi gangguan pertumbuhan pada masa bayi/prasekolah. Sebaliknya ada juga kasus
justru terjadi obesitas pada masa remaja atau setelah dewasa. Sehingga diperlukan kerja
sama dengan ahli gizi.
5. Kelainan tulang
Kelainan tulang juga dapat terjadi pada sindrom Down, yang mencakup dislokasi patella,
subluksasio pangkal paha atau ketidakstabilan atlantoaksial. Bila keadaan yang terakhir
ini sampai menimbulkan depresi medulla spinalis, aau apabula anak memegang
14

kepalanya dalam posisi seperti tortikolis, maka diperlukan pemeriksaan radiologis untuk
memeriksa spina servikalis dan diperlukan konsultasi neurologis.
6. Lain-lain
Aspek medis lainnya yang memerlukan konsultasi dengan ahlinya, meliputi masalah
imunologi, gangguan fungsi metabolism atau kekacauan biokimiawi.11
Pada akhir-akhir ini dengan kemajuan dalam bidang biologi molekuler, maka memungkinkan
dilakukan pemeriksaan secara langsung kelainan genetic yang mendasari sindrom Down.11
Pendidikan
Ternyata anak dengan sindrom Down mampu berpartisipasi dalam belajar melalui program
intervensi dini, taman kanak-kanak dan melalui pendidikan khusus yang positif akan
berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak secara menyeluruh.11
Dengan intervensi dini yang dilakukan pada bayi dengan sindrom Down dan keluarganya,
menyebabkan kemajuan yang tidak mungkin dicapai oleh mereka yang tidak mengikuti program
tersebut. Pada akhir-akhir ini, terdapat sejumlah program intervensi dini yang dipakai sebagai
pedoman bagi orang tua untuk memberikan lingkungan yang memadai bagi anak dengan
sindrom Down makin meningkat. Anak akan mendapat manfaat dari stimulasi sensoris dini,
latihan khusus yang mencakup aktivitas motorik kasar dan halus, dan petunjuk agar anak mampu
berbahasa. Demikian pula dengan mengajari anak agar mampu menolong diri sendiri, seperti
belajar makan, buang air besar/kecil, mandi, berpakaian, akan member kesempatan anak untuk
belajar mandiri. Telah disepakati secara umum bahwa kualitas rangsangan lebih penting daripada
jumlah rangsangan, dalam membentuk perkembangan fisik maupun mental anak. Oleh karena itu
perlu dipergunakan stimuli-stimuli yang spesifik.11
Komplikasi
Defek congenital jantung atau organ lain sering terjadi berkaitan dengan sindrom Down.4
Risiko leukemia di masa kanak-kanak dapat meningkat pada anak pengidap sindrom Down. Hal
ini berkaitan dengan pengamatan bahwa sebagian bentuk leukemia dapat berhubungan dengan
defek pada kromosom 21. Pengidap sindrom Down juga biasanya menderita Alzheimer selama

15

empat atau lema decade kehidupannya. Hal ini berkaitan dengan hasil pengamatan bahwa
penyakit Alzheimer dapat muncul sebagian karena defek pada kromosom 21.4
Sebagian 20% janin sindrom Down mengalami abortus spontan antara masa kehamilan 10 dan
16 minggu. Banyak janin tidak berimplantasi pada endometrium atau ibu mengalami keguguran
sebelum masa kehamilan 6 sampai 8 minggu.4
Pencegahan
Konseling genetic, maupun amniosentesis pada kehamilan yang dicurigai, akan sangat
membantu mengurangi angka kejadian sindrom Down. Saat ini dengan kemajuan biologi
molecular, misalnya dengan gene targeting atau yang dikenal juga sebagai homologous
recombination sebuah gene dapat di non-aktifkan. Tidak terkecuali suatu saat nanti, gen-gen
yang terdapat di ujung lengan panjang kromosom 21 yang bertanggung jawab terhadap
munculnya fenotip sindrom Down dapat dinonaktifkan.11
Edukasi
Konseling genetic adalah proses pendidikan keluarga mengenai keadaan yang diwariskan atau
keadaan yang dapat memengaruhi masa depan anak. Konseling dimulai begitu seseorang mulai
dievaluasi, dan berlanjut terus selama dokter berkontak dengan keluarga. Tanggung jawab
komunikasi juga dapat meluas sampai masa akan datang yang tidak terhingga jika penanganan
baru ditemukan atau jika metode baru untuk skrining atau diagnosis prenatal tersedia. Cacat lahir
baik genetic atau bukan, dan keadaan-keadaan genetic mempunyai potensi dampak emosional
yang berarti pada keluarga, sering karena kemungkinan perasaan bersalah dari orangtua. Karena
gangguan ini sering kali terjadi tanpa riwayat keluarga, keluarga mungkin tidak memahami sifat
keadaan tersebut sehingga berkembang mekanisme penanganan maladaptive, yang akan
berpengaruh buruk pada hasil jangka panjang anak. Konseling genetic dapat membantu keluarga
memahami keadaan tersebut, mengatasi rasa takut mitos dan tersembunyi, serta lanjut proses
mengatasi secara konstruktif masalah tersebut. Konseling genetic harus meliputi pembahasan
dengan istilah yang dapat dimengerti mengenai sifat keadaan dan cara pewarisannya; jika
keadaan tersebut tidak diwariskan, hal ini harus dinyatakan secara tegas. Perkiraan risiko
rekurensi, kemungkinan diagnosis prenatal, prognosis, dan alternative penanganan juga harus
dibahas pada konseling.12
16

Begitu diagnosis sindrom Down ditegakkan, para dokter harus menyampaikan hal ini secara
bijaksana dan jujur. Penjelasan pertama sangat menentukan adaptasi dan sikap orangtua
selanjutnya. Dokter harus menyadari bahwa pada waktu member pejelasan yang pertama kali,
reaksi orang tia sangat bervariasi. Penjelasan pertama sebaiknya singkat, oleh karena pada waktu
itu mungkin orang tua masih belum mampu berpikir secara nalar. Mungkin pada waktu itu
mereka masih dikuasai oleh perasaan kecewa, sedih ataupun sebagai mekanisme pembelaan
dapat saja mereka bereaksi berupa harapan, tidak mau menerima atau menolak. Dokter
hendaknya memberi cukup waktu, sehingga orang tua telah lebih beradaptasi dengan kenyataan
yang dihadapi. Akan lebih baik apabila kedua orang tua hadir pada waktu kita member
penjelasan yang pertama kali, agar mereka dapat saling memberikan dukungan. Dokter harus
menjelaskan bahwa anak dengan sindrom Down adalah individu yang mempunyai hak yang
sama dengan anak normal, serta pentingnya makna kasih sayang dan pengasuhan orang tua.11
Pertemuan lanjutan diperlukan untuk memberikan penjelasan yang lebih lengkap. Waktu yang
diluangkan dokter untuk membicarakan berbagai pokok masalah, akan menyadarkan orangtua
tentang ketulusan hati dokter dalam menolong mereka dan anaknya. Orangtua harus diberi
penjelasan apa itu sindrom Down, karakteristik fisik yang diketemukan dan antisipasi masalah
tumbuh kembangnya. Orangtua harus diberitahu bahwa fungsi motorik, perkembangan mental
dan bahasa biasanya terlambat pada sindrom Down. Demikian pula kalau ada hasil analisa
kromosom, harus dijelaskan dengan berikutnya. Hal yang penting lainnya adalah menekankan
bahwa bukan ibu ataupun ayah yang dapat dipersalahkan tentang kasus ini. Akibat terhadap
kehidupan keluarga ataupun dampak pada saudara-saudaranya mungkin pula akan muncul dalam
diskusi. Mungkin orangtua tidak mau untuk menceritakan keadaan anaknya ini pada anggota
keluarga lainnua. Untuk itu mereka harus dibesarkan hatinya agar mau terbuka tentang masalah
ini.11
Walaupun menyampaikan masalah sindrom Down akan menyakitkan bagi orang tua penderita,
tetapi ketidakterbukaan justru akan dapat meningkatkan isolasi atau harapan-harapan yang tidak
mungkin dari orangtuanya.11
Akan lebih baik, kalau kita dapat melibatkan orang tua lain yang juga mempunyai anak dengan
sindrom Down, agar berbincang-bincang dengan orang tua yang baru punya anak dengan
kelainan yang sama tersebut. Mendengar sendiri tentang pengaaman dari orang yang senasib
17

biasanya lebih menyentuh perasaannya dan lebih dapat menolong secara efektif. Sehingga orang
tua akan lebih tegar dalam menghadapi kenyataan yang dihadapinya dan menerima anaknya
sebagaimana adanya.11
Prognosis
44% kasus dengan sindrom Down hidup sampai 60 tahun, dan 14% sampai umur 68 tahun.
Berbagai factor berpengaruh terhadap harapan hidup penderita sindrom Down ini. Yang
terpenting adalah tingginya angka kejadian penyakit jantung bawaan pada penderita ini, yang
mengakibatkan 80% kematian. Kematian akibat dari penyakit jantung bawaan pada satu tahun
pertama kehidupan.11
Keadaan lain yang lebih sedikit pengaruhnya terhadap harapan hidup penderita ini adalah
meningkatnya angka kejadian leukemia pada sindrom Down, sekitar 15 kali dari populasi yang
normal. Timbulnya penyakit Alzeimer yang lebih dini pada kasus ini, akan menurunkan harapan
hidup setelah umur 44 tahun. Juga anak dengan sindrom Down ini rentan terhadap penyakit
infeksi, yang sebabnya belum diketahui.11
Sering timbul pertanyaan, apakah cacat sindroma Down itu keturunan (herediter)? Setelah dua
tipe sindroma Down dipelajari pembahasannya maka dapat diambil kesimpulan bahwa trisomi21 yang disebabkan karena adanya nondisjunction autosom no. 21 itu bukan keturunan,
melainkan semata-mata tergantung dari umur ibu diwaktu hamil. Sedangkan sindroma Down
yang disebabkan oleh translokasi autosom 14 atau 15 dengan autosom 21 dapat diturunkan,
sebab seorang perempuan (yaitu si ibu) dapat normal nampaknya tetapi sesungguhnya carrier
sindroma translokasi.5

Penutup
Sindrom Down merupakan suatu kelainan jumlah kromosom. Sekitar 95% dari semua kasus
sindrom Down dikaitkan dengan kelebihan kromosom 21 (kelompok G), sehingga disebut
trisomi 21. Sekitar 3% sampai 4% kasus mungkin disebabkan oleh translokasi kromosom 15 dan
21 atau 22. Prevalensinya adalah 1 dalam 700 kelahiran hidup. Lahirnya anak sindrom Down itu
berhubungan erat dengan umur ibu. Risiko melahirkan anak dengan sindrom Down meningkat
sesuai dengan bertambahnya umur ibu. Hal tersebut terjadi karena adanya kejadian
18

nondisjunction, yaitu gagalnya segregrasi kromosom pada saat meiosis I atau meiosis II. Anak
yang terkena sindrom Down mempunyai ciri-ciri wajah yang khas, tubuh pendek, cacat jantung,
kerentanan terhadap infeksi pernapasan, dan retardasi mental.
Konseling genetic, maupun amniosentesis pada kehamilan yang dicurigai, akan sangat
membantu mengurangi angka kejadian sindrom Down. . Konseling genetic dapat membantu
keluarga memahami keadaan tersebut, mengatasi rasa takut mitos dan tersembunyi, serta lanjut
proses mengatasi secara konstruktif masalah tersebut. Orangtua harus diberi penjelasan apa itu
sindrom Down, karakteristik fisik yang diketemukan dan antisipasi masalah tumbuh
kembangnya. Orangtua harus diberitahu bahwa fungsi motorik, perkembangan mental dan
bahasa biasanya terlambat pada sindrom Down.
Diagnosis prenatal dapat dilakukan pada ibu hamil yang memiliki risiko melahirkan bayi
sindrom Down, seperti hamil pada umur ibu 35 tahun. Dengan dilakukannya diagnosis prenatal
maka dapat diketahui diagnosis sindrom Down yang lebih dini. Perangkat diagnostiknya dapat
meliputi uji genetic jaringan fetus dengan cara pengambilan secara amnionsentesis atau CVS,
pemeriksaan darah ibu, maupun ultrasound.

Daftar Pustaka
1. Hidayat AAA. Keterampilan dasar praktik klinik untuk kebidanan. Edisi ke-2. Jakarta:
Salemba Medika; 2008: 142.
2. Manuaba IBG, Manuaba IAC, Manuaba IBGF. Pengantar kuliah obstetric. Jakarta: EGC;
2007: 215-9.
3. Rudolph AM, Hoffman JIE, Rudolph CD. Buku ajar pediatric Rudolph voume 1. Edisi
ke-20. Jakarta: EGC; 2006: 319-42.s
4. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Edisi ke-3. Jakarta: EGC; 2009: 47-63
5. Suryo. Genetika manusia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press; 2003: 259-71.
19

6. Bensom RC, Pernoll ML. Buku saku obstetri & ginekologi. Edisi ke-9. Jakarta: EGC;
2009: 224-5.
7. Prawirohardjo S. Ilmu kebidanan. Edisi ke-4. Jakarta: PT Bina Pustaka; 2010: 737-43.
8. Norwitz E, Schorge J. At a glance obstetri & ginekologi. Edisi ke-2. Jakarta: Erlangga;
2007: 81.
9. Clarke CA. Genetika manusia dan kedokteran. Edisi ke-3. Jakarta: Widya Medika; 1996:
74-116.
10. Wong DL, Eaton MH, Wilson D, Winkelstein ML, Schwartz P. Wong buku ajar
keperawatan pediatric volume 1. Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 2009: 713-4.
11. Soetjiningsih. Tumbuh kembang anak. Jakarta: EGC; 1995: 211-20.
12. Behrman RE, Kliegman RM. Nelson esensi pediatric. Edisi ke-4. Jakarta: EGC; 2010:
155-9.
13. McPhee SJ, Ganong WF.Patofiologi penyakit: pengantar menuju kdokteran klinis. Edisi
ke-5. Jakarta: EGC; 2011:25-31.

20

Anda mungkin juga menyukai