Anda di halaman 1dari 15

PEMERINTAHAN

ORDE BARU
XII IPS 2
SEJARAH

AUDINA SAKINA

GUSELA NOVIANTI

M.ENDRO WICAKSONO

M.FIERZA HAZMI

TIFANNY ELLIES
Sistem Pemerintahan Orde Baru
Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia.
Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno. Orde
Baru hadir dengan semangat "koreksi total" atas penyimpangan yang dilakukan oleh
Soekarno pada masa Orde Lama. Orde Baru berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998.
Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi Indonesia berkembang pesat meskipun hal ini terjadi
bersamaan dengan praktik korupsi yang merajalela di negara ini. Selain itu, kesenjangan
antara rakyat yang kaya dan miskin juga semakin melebar.[rujukan?]

Pada 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai
presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada tahun 1973, 1978,
1983, 1988, 1993, dan 1998. Presiden Soeharto memulai "Orde Baru" dalam dunia politik
Indonesia dan secara dramatis mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari jalan
yang ditempuh Soekarno pada akhir masa jabatannya. Salah satu kebijakan pertama yang
dilakukannya adalah mendaftarkan Indonesia menjadi anggota PBB lagi. Indonesia pada
tanggal 19 September 1966 mengumumkan bahwa Indonesia "bermaksud untuk melanjutkan
kerjasama dengan PBB dan melanjutkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB", dan
menjadi anggota PBB kembali pada tanggal 28 September 1966, tepat 16 tahun setelah
Indonesia diterima pertama kalinya.

Pada tahap awal, Soeharto menarik garis yang sangat tegas. Orde Lama atau Orde
Baru. Pengucilan politik - di Eropa Timur sering disebut lustrasi - dilakukan terhadap orang-
orang yang terkait dengan Partai Komunis Indonesia. Sanksi kriminal dilakukan dengan
menggelar Mahkamah Militer Luar Biasa untuk mengadili pihak yang dikonstruksikan
Soeharto sebagai pemberontak. Pengadilan digelar dan sebagian dari mereka yang terlibat
"dibuang" ke Pulau Buru. Sanksi nonkriminal diberlakukan dengan pengucilan politik
melalui pembuatan aturan administratif. Instrumen penelitian khusus diterapkan untuk
menyeleksi kekuatan lama ikut dalam gerbong Orde Baru. KTP ditandai ET (eks tapol).

Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya
dan menempuh kebijakannya melalui struktur administratif yang didominasi militer. DPR
dan MPR tidak berfungsi secara efektif. Anggotanya bahkan seringkali dipilih dari kalangan
militer, khususnya mereka yang dekat dengan Cendana.[rujukan?] Hal ini mengakibatkan aspirasi
rakyat sering kurang didengar oleh pusat. Pembagian PAD juga kurang adil karena 70% dari
PAD tiap provinsi tiap tahunnya harus disetor kepada Jakarta, sehingga melebarkan jurang
pembangunan antara pusat dan daerah.

Soeharto siap dengan konsep pembangunan yang diadopsi dari seminar Seskoad II
1966 dan konsep akselerasi pembangunan II yang diusung Ali Moertopo.[rujukan?] Soeharto
merestrukturisasi politik dan ekonomi dengan dwi tujuan, bisa tercapainya stabilitas politik
pada satu sisi dan pertumbuhan ekonomi di pihak lain. Dengan ditopang kekuatan Golkar,
TNI, dan lembaga pemikir serta dukungan kapital internasional, Soeharto mampu
menciptakan sistem politik dengan tingkat kestabilan politik yang tinggi.

Eksploitasi sumber daya Selama masa pemerintahannya, kebijakan-kebijakan ini, dan


pengeksploitasian sumber daya alam secara besar-besaran menghasilkan pertumbuhan
ekonomi yang besar namun tidak merata di Indonesia. Contohnya, jumlah orang yang
kelaparan dikurangi dengan besar pada tahun 1970-an dan 1980-an.

Penataan Kehidupan Politik


Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) tahun 1966 merupakan dasar legalitas
dimulainya pemerintahan Orde Baru di Indonesia. Orde Baru merupakan tatanan seluruh
kehidupan rakyat, bangsa, dan negara, yang diletakan pada kemurnian pelaksanaan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945. Dan juga dapat dikatakan bahwa Orde Baru merupakan
koreksi terhadap penyelewangan pada masa lampau, dan berusaha untuk menyusun kembali
kekuatan bangsa untuk menumbuhkan stabilitas nasional guna mempercepat proses
pembangunan bangsa. Melalui Ketetapan MPRS No. XIII/MPRS/1966, Letjen Soeharto
ditugaskan oleh MPRS untuk membentuk Kabinet Ampera. Akibatnya muncul dualisme
kepemimpinan nasional. Berdasarkan Keputusan Presiden No. 163 tanggal 25 Juli 1966
dibentuklah Kabinet Ampera.Dalam kabinet baru tersebut Soekarno tetap sebagai presiden
dan sekaligus menjabat sebagai pimpinan kabinet. Tetapi ketika kabinet Ampera dirombak
pada tanggal 11 Oktober 1966, jabatan Presiden tetap dipegang Soekarno, dan Letjen
Soeharto diangkat sebagai perdana menteri yang memiliki kekuasaan eksekutif dalam kabinet
Ampera yang disempurnakan. Sesuai dengan Ketetapan MPRS No. XIII/MPRS/1966,
menyebabkan kekuasaan pemerintahan di tangan Soeharto semakin besar sejak awal tahun
1967. Pada 10 Januari 1967 Presiden Soekarno menyerahkan Pelengkap pidato
pertanggungjawaban presiden yang disebut PelNawaksara, tidak diterima oleh MPRS
berdasarkan Keputusan Pimpinan MPRS No. 13/B/1967. Dan pada tanggal 20 Februari
diumumkan tentang penyerahan kekuasaan kepada pengemban Ketetapan MPRS No.
IX/MPRS/1966. Sebagai tindak lanjut lembaga tertinggi Negara ini mengeluarkan Ketetapan
No. XXXIII/MPRS/1967 tertanggal 12 Maret 1967, yang secara resmi mencabut seluruh
kekuasaan pemerintahan Negara dari Presiden Soekarno, dan mengangkat Soeharto sebagai
pejabat presiden Republik Indonesia. Dengan dikeluarkannya Ketetapan MPRS itu, situasi
konflik yang telah menyebabkan terjadinya instabilitas politik nasional dapat teratasi. Dan
pada tanggal 27 Maret 1968 Soeharto diangkat sebagai presiden Republik Indonesia
berdasarkan Ketetapan MPRS No. XLIV/MPRS/1968, sampai presiden lama. Langkah-
langkah yang dilakukan adalah:

Pembentukan Kabinet Pembangunan

Kabinet pertama pada masa peralihan kekuasaan adalah Kabinet Ampera dengan
tugasnya Dwi Darma Kabinat Ampera yaitu menciptakan stabilitas politik dan
stabilitasekonomi sebagai persyaratan untuk melaksanakan pembangunan nasional. Program
Kabinet Ampera terkenal dengan nama Catur Karya Kabinet Ampera yakni

 Memperbaiki kehidupan rakyat terutama di bidang sandang dan pangan


 Melaksanakan pemilihan umum dalam batas waktu yang ditetapkan, yaitu tanggal 5
Juli 1968
 Melaksanakan politik luar negeri yang bebas aktif untuk kepentingan nasional
 Melanjutkan perjuangan anti imperialisme dan kolonialisme dalam segala bentuk dan
manifestasinya
 Setelah MPRS pada tanggal 27 Maret 1968 menetapkan Soeharto sebagai presiden RI
untuk masa jabatan lima tahun, maka dibentuklah
Kabinet Pembangunan dengan tugasnya yang disebut Panca Krida yang meliputi:

1. Menciptakan stabilitas politik dan ekonomi


2. Menyusun dan melaksanakan Pemilihan Umum
3. Mengikis habis sisa-sisa Gerakan 30 September
4. Membersihkan aparatur Negara di pusat dan daerah dari pengaruh PKI.

Pembubaran PKI dan Organisasi massanya

Dalam rangka menjamin keamanan, ketenangan, serta stabilitas pemerintahan, Soeharto


sebagai pengemban Supersemar telah mengeluarkan kebijakan:

 Membubarkan PKI pada tanggal 12 Maret 1966 yang diperkuat dengan Ketetapan
MPRS No IX/MPRS/1966
 Menyatakan PKI sebagai organisasi terlarang di Indonesia
 Pada tanggal 8 Maret 1966 mengamankan 15 orang menteri yang dianggap terlibat
Gerakan 30 September 1965.

Penyederhanaan Partai Politik

Pada tahun 1973 setelah dilaksanakan pemilihan umum yang pertama pada masa Orde
Baru pemerintahan pemerintah melakukan penyederhaan dan penggabungan (fusi) partai-
partai politik menjadi tiga kekuatan social politik. Penggabungan partai-partai politik tersebut
tidak didasarkan pada kesamaan ideology, tetapi lebih atas persamaan program. Tigakekuatan
social politik itu adalah:

 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang merupakan gabungan dari NU, Parmusi,
PSII, dan PERTI
 Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang merupakan gabungan dari PNI, Partai
Katolik, Partai Murba, IPKI, dan Parkindo
 Golongan Karya

Penyederhanaan partai-partai politik ini dilakukan pemerintah Orde Baru dalam


upayamenciptakan stabilitas kehidupan berbangsa dan bernegara. Pengalaman sejarah pada
masa pemerintahan sebelumnya telah memberikan pelajaran, bahwa perpecahan yang terjadi
dimasa Orde Lama, karena adanya perbedaan ideologi politik dan ketidakseragaman
persepsiserta pemahaman Pancasila sebagai sumber hukum tertinggi di Indonesia.

Pemilihan Umum

Selama masa Orde Baru pemerintah berhasil melaksanakan enam kali pemilihan
umum, yaitu tahun 1971, 1977, 1985, 1987, 1992, dan 1997. Dalam setiap Pemilu yang
diselenggarakan selama masa pemerintahan Orde Baru, Golkar selalu memperoleh mayoritas
suara dan memenangkan Pemilu.[rujukan?] Pada Pemilu 1997 yang merupakan pemilu terakhir
masa pemerintahan Orde Baru, Golkar memperoleh 74,51 % dengan perolehan 325 kursi di
DPR, dan PPP memperoleh 5,43 %dengan peroleh 27 kursi. Dan PDI mengalami
kemorosotan perolehan suara hanya mendapat11 kursi. Hal disebabkan adanya konflik intern
di tubuh partai berkepala banteng tersebut, dan PDI pecah menjadi PDI Suryadi dan PDI
Megawati Soekarno Putri yang sekarang menjadi PDIP .Penyelenggaraan Pemilu yang teratur
selama masa pemerintahan Orde Baru telah menimbulkan kesan bahwa demokrasi di
Indonesia telah berjalan dengan baik. Apalagi Pemilu berlangsung dengan asas LUBER
(langsung, umum, bebas, dan rahasia). Namun dalamkenyataannya Pemilu diarahkan untuk
kemenangan salah satu kontrestan Pemilu yaituGolkar.Kemenangan Golkar yang selalu
mencolok sejak Pemilu 1971 sampai dengan Pemilu 1997 menguntungkan pemerintah di
mana perimbangan suara di MPR dan DPR didominasi oleh Golkar. Keadaan ini telah
memungkinkan Soeharto menjadi Presiden Republik Indonesia selama enam periode, karena
pada masa Orde Baru presiden dipilih oleh anggota MPR. Selain itu setiap
pertanggungjawaban, rancangan Undang-undang, dan usulan lainnya dari pemerintah selalu
mendapat persetujuan MPR dan DPR tanpa catatan.

Peran Ganda (Dwi Fungsi) ABRI

Untuk menciptakan stabilitas politik, pemerintah Orde Baru memberikan peran ganda kepada
ABRI, yaitu peran Hankam dan sosial. Peran ganda ABRI ini kemudian terkenal dengan
sebutan Dwi Fungsi ABRI. Timbulnya pemberian peran ganda pada ABRI karena adanya
pemikiran bahwa TNI adalah tentara pejuang dan pejuang tentara. Kedudukan TNI dan
POLRI dalam pemerintahan adalah sama. di MPR dan DPR mereka mendapat jatah kursi
dengan cara pengangkatan tanpa melalui Pemilu.[rujukan?] Pertimbangan pengangkatan anggota
MPR/DPR dari ABRI didasarkan pada fungsinya sebagai stabilitator dan dinamisator.Peran
dinamisator sebanarnya telah diperankan ABRI sejak zaman Perang Kemerdekaan. Waktu itu
Jenderal Soedirman telah melakukannya dengan meneruskan perjuangan, walaupun pimpinan
pemerintahan telah ditahan Belanda. Demikian juga halnya yang dilakukanSoeharto ketika
menyelamatkan bangsa dari perpecahan setelah G 30 S PKI, yangmelahirkankan Orde Baru.
Boleh dikatakan peran dinamisator telah menempatkan ABRI pada posisiyang terhormat
dalam percaturan politik bangsa selama ini

Pedomanan Pengahayatan dan Pengamalan Pancasila (P4)

Pada tanggal 12 April 1976 Presiden Soeharto mengemukakan gagasan mengenai pedoman
untuk menghayati dan mengamalkan Pancasila, yang terkenal dengan nama Ekaprasatya
Pancakarsa atau Pedomanan Pengahayatan dan Pengamalan Pancasila (P4).[rujukan?] Untuk
mendukung pelaksanaan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 secara murni dan
konsekuen, maka sejak tahun 1978 pemerintah menyelenggarakan penataran P4 secara
menyeluruh pada semua lapisan masyarakat. Penataran P4 ini bertujuan membentuk
pemahaman yang sama mengenai demokrasi Pancasila, sehingga dengan adanya pemahaman
yang sama terhadap Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 diharapkan persatuan dan
kesatuan nasional akan terbentuk dan terpelihara. Melalui penegasan tersebut opini rakyat
akan mengarah pada dukungan yang kuat terhadap pemerintah Orde Baru. [rujukan?] Dan sejak
tahun 1985 pemerintah menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal dan kehidupan
berorganisasi. Semua bentuk organisasi tidak boleh menggunakan asasnya selain Pancasila.
Menolak Pancasila sebagai sebagai asas tunggal merupakan pengkhianatan terhadap
kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan demikian Penataran P4 merupakan suatu bentuk
indoktrinasi ideologi, dan Pancasila menjadi bagian dari sistem kepribadian, sistem budaya,
dan sistem sosial masyarakat Indonesia. Pancasila merupakan prestasi tertinggi Orde Baru,
dan oleh karenanya maka semua prestasi lainnya dikaitkan dengan nama Pancasila. Mulai
dari sistem ekonomi Pancasila, pers Pancasila, hubungan industri Pancasila, demokrasi
Pancasila, dan sebagainya. Dan Pancasila dianggap memiliki kesakralan (kesaktian) yang
tidak boleh diperdebatkan.
Penataan Politik Luar Negeri
Pada masa Orde Baru politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif kembali dipulihkan. Dan
MPR mengeluarkan sejumlah ketetapan yang menjadi landasan politik luar negeri Indonesia.
Pelaksanaan politik luar negeri Indonesia harus didasarkan pada kepentingannasional, seperti
pembangunan nasional, kemakmuran rakyat, kebenaran, serta keadilan.

Kembali menjadi anggota PBB

Pada tanggal 28 September 1966 Indonesia kembali menjadi anggota Perserikatan Bangsa-
Bangsa (PBB). Keputusan untuk kembali menjadi anggota PBB dikarenakan pemerintah
sadar bahwa banyak manfaat yang diperoleh Indonesia selama menjadi anggota pada tahun
1955-1964. Kembalinya Indonesia menjadi anggota PBB disambut baik oleh negara-negara
Asia lainnya bahkan oleh PBB sendiri. Hal ini ditunjukkan dengan dipilihnya Adam Malik
sebagai Ketua Majelis Umum PBB untuk masa siding tahun 1974. Dan Indonesia juga
memulihkanhubungan dengan sejumlah negara seperti India, Thailand, Australia, dan negara-
negara lainnya yang sempat renggang akibat politik konfrontasi Orde Lama.

Normalisasi Hubungan dengan Negara lain

Pemulihan Hubungan dengan Singapura

Dengan perantaraan Dubes Pakistan untuk Myanmar, Habibur Rachman, hubungan Indonesia
dengan Singapura berhasil dipulihkan kembali.[rujukan?] Pada tanggal 2 Juni 1966 pemerintah
Indonesia menyampaikan nota pengakuan atas Republik Singapura kepada Perdana Menteri
Lee Kuan Yew. Dan pemerintah Singapura menyampaikan nota jawaban kesediaan untuk
mengadakan hubungan diplomatik dengan Indonesia.

Pemulihan Hubungan dengan Malaysia

Normalisasi hubungan Indonesia dengan Malaysia dimulai dengan diadakannya perundingan


di Bangkok pada 29 Mei- 1 Juni 1966 yang menghasilkan Perjanjian Bangkok. Isi perjanjian
tersebut adalah:

 Rakyat Sabah diberi kesempatan menegaskan kembali keputusan yang telah


merekaambil mengenai kedudukan mereka dalam Federasi Malaysia.
 Pemerintah kedua belah pihak menyetujui pemulihan hubungan diplomatik.
 Tindakan permusuhan antara kedua belah pihak akan dihentikan.

Dan pada tanggal 11 Agustus 1966 penandatangan persetujuan pemulihan hubungan


Indonesia-Malaysia ditandatangani di Jakarta oleh Adam Malik (Indonesia) dan Tun Abdul
Razak (Malaysia).

Pembekuan Hubungan dengan RRC


Pada tanggal 1 Oktober 1967 Pemerintantah Republik Indonesia membekukan hubungan
diplomatik dengan Republik Rakyat Cina (RRC). Keputusan tersebut dilakukan karena RRC
telah mencampuri urusan dalam negeri Indonesia dengan cara memberikan bantuan kepada G
30 S PKI baik untuk persiapan, pelaksanaan, maupun sesudah terjadinya pemberontakan
tersebut. Selain itu pemerintah Indonesia merasa kecewa dengan tindakan teror yang
dilakukan orang-orang Cina terhadap gedung, harta, dan anggota-anggota Keduataan Besar
Republik Indonesia di Peking. Pemerintah RRC juga telah memberikan perlindungan kepada
tokoh-tokoh G 30 S PKI di luar negeri, serta secara terang-terangan menyokong bangkitnya
kembali PKI. Melalui media massanya RRC telah melakukan kampanye menyerang Orde
Baru. Dan pada 30 Oktober 1967 Pemerintah Indonesia secara resmi menutup Kedutaan
Besar di Peking.

Penataan Kehidupan Ekonomi


Stabilisasi dan Rehabilitasi Ekonomi

Untuk mengatasi keadaan ekonomi yang kacau sebagai peninggalan pemerintah Orde Lama,
pemerintah Orde Baru melakukan langkah-langkah:

 Memperbaharui kebijakan ekonomi, keuangan, dan pembangunan. Kebijakan ini


didasari oleh Ketetapan MPRS No. XXIII/MPRS/1966.
 MPRS mengeluarkan garis program pembangunan, yakni program penyelamatan,
program stabilisasi dan rehabilitasi.

Program pemerintah diarahkan pada upaya penyelamatan ekonomi nasional, terutama


stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi. Yang dimaksud dengan stabilisasi ekonomi berarti
mengendalikan inflasi agar harga barang-barang tidak melonjak terus. Dan rehabilitasi
ekonomi adalah perbaikan secara fisik sarana dan prasarana ekonomi. Hakikat dari kebijakan
ini adalah pembinaan sistem ekonomi berencana yang menjamin berlangsungnya demokrasi
ekonomi ke arah terwujudnya masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Langkah-
langkah yang diambil Kabinet Ampera yang mengacu pada Ketetapan MPRS tersebut adalah:

 Mendobrak kemacetan ekonomi dan memperbaiki sektor-sektor yang menyebabkan


kemacetan. Adapun yang menyebabkan terjadinya kemacetan ekonomi tersebut
adalah:

1. Rendahnya penerimaan negara.


2. Tinggi dan tidak efisiennya pengeluaran negara.
3. Terlalu banyak dan tidak efisiennya ekspansi kredit bank.
4. Terlalu banyak tunggakan hutang luar negeri.
5. Penggunaan devisa bagi impor yang sering kurang berorientasi pada kebutuhan
prasarana.

 Debirokrasi untuk memperlancar kegiatan perekonomian


 Berorientasi pada kepentingan produsen kecil

Untuk melaksanakan langkah-langkah penyelamatan tersebut, maka pemerintah Orde Baru


menempuh cara-cara :
 Mengadakan operasi pajak
 Melaksanakan sistem pemungutan pajak baru, baik bagi pendapatan perorangan
maupun kekayaan dengan cara menghitung pajak sendiri dan menghitung pajak
orang.
 Menghemat pengeluaran pemerintah (pengeluaran konsumtif dan rutin), serta
menghapuskan subsidi bagi perusahaan Negara.
 Membatasi kredit bank dan menghapuskan kredit impor.

Program stabilsasi ini dilakukan dengan cara membentung laju inflasi. Dan pemerintah Orde
Baru berhasil membendung laju inflasi pada akhir tahun 1967-1968, tetapi harga bahan
kebutuhan pokok naik melonjak. Sesudah dibentuk Kabinet Pembangunan pada bulan Juli
1968, pemerintah mengalihkan kebijakan ekonominya pada pengendalian yang ketat terhadap
gerak harga barang khususnya sandang, pangan, dan kurs valuta asing. Sejak saat itu ekonomi
nasional relatif stabil, sebab kenaikan harga bahan-bahan pokok dan valuta asing sejak tahun
1969 dapat dikendalikan pemerintah.[rujukan?]

Program rehabilitasi dilakukan dengan berusaha memulihkan kemampuan berproduksi.


Selama sepuluh tahun terakhir masa pemerintahan Orde Lama, Indonesia mengalami
kelumpuhan dan kerusakan pada prasarana social dan ekonomi. Lembaga perkreditan desa,
gerakan koperasi, dan perbankan disalahgunakan dan dijadikan alat kekuasaan oleh golongan
dan kelompok kepentingan tertentu. Dampaknya lembaga (negara) tidak dapat melaksanakan
fungsinya sebagai penyusun perbaikan tata kehidupan rakyat.[rujukan?]

Kerjasama Luar Negeri

 Pertemuan Tokyo

Selain mewariskan keadaan ekonomi yang sangat parah, pemerintahan Orde Lama juga
mewariskan utang luar negeri yang sangat besar yakni mencapai 2,2-2,7 miliar, sehingga
pemerintah Orde Baru meminta negara-negara kreditor untuk dapat menunda pembayaran
kembali utang Indonesia. Pada tanggal 19-20 September 1966 pemerintah Indonesia
mengadakan perundingan dengan negara-negara kreditor di Tokyo.[rujukan?] Pemerintah
Indonesia akan melakukan usaha bahwa devisa ekspor yang diperoleh Indonesia akan
digunakan untuk membayar utang yang selanjutnya akan dipakai untuk mengimpor bahan-
bahan baku. Hal ini mendapat tanggapan baik dari negara-negara kreditor. Perundinganpun
dilanjutkan di Paris, Perancis dan dicapai kesepakatan sebagai berikut[rujukan?]

1. Pembayaran hutang pokok dilaksanakan selama 30 tahun, dari tahun 1970 sampai
dengan 1999.
2. Pembayaran dilaksanakan secara angsuran, dengan angsuran tahunan yang sama
besarnya.
3. Selama waktu pengangsuran tidak dikenakan bunga.
4. Pembayaran hutang dilaksanakan atas dasar prinsip nondiskriminatif, baik terhadap
negara kreditor maupun terhadap sifat atau tujuan kredit.

 Pertemuan Amsterdam

Pada tanggal 23-24 Februari 1967 diadakan perundingan di Amsterdam, Belanda yang
bertujuan membicarakan kebutuhan Indonesia akan bantuan luar negeri serta kemungkinan
pemberian bantuan dengan syarat lunas, yang selanjutnya dikenal dengan IGGI
(Intergovernmental Group for Indonesia). Pemerintah Indonesia mengambil langkah tersebut
untuk memenuhi kebutuhannya guna pelaksanaan program-program stabilisasi dan
rehabilitasi ekonomi serta persiapan-persiapan pembangunan.[rujukan?] Di samping
mengusahakan bantuan luar negeri tersebut, pemerintah juga berusaha dan telah berhasil
mengadakan penangguhan serta memperingan syarat-syarat pembayaran kembali
(rescheduling) hutang-hutang peninggalan Orde Lama. Melalui pertemuan tersebut
pemerintah Indonesia berhasil mengusahakan bantuan luar negeri.

Pembangunan Nasional

 Trilogi Pembangunan

Setelah berhasil memulihkan kondisi politik bangsa Indonesia, maka langkah selanjutnya
yang ditempuh pemerintah Orde Baru adalah melaksanakan pembangunan nasional.
Pembangunan nasional yang diupayakan pemerintah waktu itu direalisasikan melalui
Pembangunan Jangka pendek dan Pembangunan Jangka Panjang. Pambangunan Jangka
Pendek dirancang melalui Pembangunan Lima Tahun (Pelita). Setiap Pelita memiliki misi
pembangunan dalam rangka mencapai tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Sedangkan Pembangunan Jangka Panjang mencakup periode 25-30 tahun. Pembangunan
nasional adalah rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi
seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa, dan Negara. Pembangunan nasional
dilaksanakan dalam upaya mewujudkan tujuan nasional yang tertulis dalam pembukaan UUD
1945 yaitu:

1. Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah Indonesia


2. Meningkatkan kesejahteraan umum
3. Mencerdaskan kehidupan bangsa
4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial

Pelaksanaan Pembangunan Nasional yang dilaksanakan pemerintah Orde Baru berpedoman


pada Trilogi Pembangunan dan Delapan jalur Pemerataan. Inti dari kedua pedoman tersebut
adalah kesejahteraan bagi semua lapisan masyarakat dalam suasana politik dan ekonomi yang
stabil. Isi Trilogi Pembangunan adalah :

1. Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya keadilan


sosial bagi seluruh rakyat.
2. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
3. Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.

Dan Delapan Jalur Pemerataan yang dicanangkan pemerintah Orde Baru adalah

1. Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat khususnya pangan, sandang dan


perumahan.
2. Pemerataan memperoleh kesempatan pendidikan dan pelayanan kesehatan
3. Pemerataan pembagian pendapatan.
4. Pemerataan kesempatan kerja
5. Pemerataan kesempatan berusaha
6. Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan, khususnya bagi generasi
muda dan kaum wanita.
7. Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah Tanah Air
8. Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.

 Pelaksanaan Pembangunan Nasional

Seperti telah disebutkan di muka bahwa Pembangunan nasional direalisasikan melalui


Pembangunan Jangka Pendek dan Pembangunan Jangka Panjang. Dan Pembangunan Jangka
Pendek dirancang melalui program Pembangunan Lima Tahun (Pelita). Selama masa Orde
Baru, pemerintah telah melaksanakan enam Pelita yaitu:


o Pelita I

Pelita I dilaksanakan mulai 1 April 1969 sampai 31 Maret 1974, dan menjadi landasan awal
pembangunan masa Orde Baru. Tujuan Pelita I adalah meningkatkan taraf hidup rakyat dan
sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan tahap berikutnya. Sasarannya adalah
pangan, sandang, perbaikan prasarana perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan
kesejahteraan rohani. Titik beratnya adalah pembangunan bidang pertanian sesuai dengan
tujuan untuk mengejar keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan bidang
pertanian, karena mayoritas penduduk Indonesia masih hidup dari hasil pertanian.


o Pelita II

Pelita II mulai berjalan sejak tanggal 1 April 1974 sampai 31 Maret 1979. Sasaran utama
Pelita II ini adalah tersedianya pangan, sandang, perumahan, sarana prasarana,
mensejahterakan rakyat, dan memperluas kesempatan kerja. Pelaksanaan Pelita II dipandang
cukup berhasil. Pada awal pemerintahan Orde Baru inflasi mencapai 60% dan pada akhir
Pelita I inflasi berhasil ditekan menjadi 47%. Dan pada tahun keempat Pelita II inflasi turun
menjadi 9,5%.[rujukan?]


o Pelita III

Pelita III dilaksanakan pada tanggal 1 April 1979 sampai 31 Maret 1984.[rujukan?] Pelaksanaan
Pelita III masih berpedoman pada Trilogi Pembangunan, dengan titik berat pembangunan
adalah pemerataan yang dikenal dengan Delapan Jalur Pemerataan.


o Pelita IV

Pelita IV dilaksanakan tanggal 1 April 1984 sampai 31 Maret 1989. Titik berat Pelita IV ini
adalah sektor pertanian untuk menuju swasembada pangan, dan meningkatkan industri yang
dapat menghasilkan mesin industri sendiri. Dan di tengah berlangsung pembangunan pada
Pelita IV ini yaitu awal tahun 1980 terjadi resesi. Untuk mempertahankan kelangsungan
pembangunan ekonomi, pemerintah mengeluarkan kebijakan moneter dan fiskal. Dan
pembangunan nasional dapat berlangsung terus.


o Pelita V
Pelita V dimulai 1 April 1989 sampai 31 Maret 1994. Pada Pelita ini pembangunan
ditekankan pada sector pertanian dan industri. Pada masa itu kondisi ekonomi Indonesia
berada pada posisi yang baik, dengan pertumbuhan ekonomi sekitar 6,8% per tahun. Posisi
perdagangan luar negeri memperlihatkan gambaran yang menggembirakan. Peningkatan
ekspor lebih baik dibanding sebelumnya.


o Pelita VI

Pelita VI dimulai 1 April 1994 sampai 31 Maret 1999. Program pembangunan pada Pelita VI
ini ditekankan pada sektor ekonomi yang berkaitan dengan industri dan pertanian, serta
peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya. Sektor ekonomi
dipandang sebagai penggerak pembangunan.[rujukan?] Namun pada periode ini terjadi krisis
moneter yang melanda negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Karena krisis
moneter dan peristiwa politik dalam negeri yang mengganggu perekonomian telah
menyebabkan proses pembangunan terhambat, dan juga menyebabkan runtuhnya
pemerintahan Orde Baru.

Warga Tionghoa
Warga keturunan Tionghoa juga dilarang berekspresi. Sejak tahun 1967, warga keturunan
dianggap sebagai warga negara asing di Indonesia dan kedudukannya berada di bawah warga
pribumi, yang secara tidak langsung juga menghapus hak-hak asasi mereka. Kesenian
barongsai secara terbuka, perayaan hari raya Imlek, dan pemakaian Bahasa Mandarin
dilarang, meski kemudian hal ini diperjuangkan oleh komunitas Tionghoa Indonesia terutama
dari komunitas pengobatan Tionghoa tradisional karena pelarangan sama sekali akan
berdampak pada resep obat yang mereka buat yang hanya bisa ditulis dengan bahasa
Mandarin. Mereka pergi hingga ke Mahkamah Agung dan akhirnya Jaksa Agung Indonesia
waktu itu memberi izin dengan catatan bahwa Tionghoa Indonesia berjanji tidak
menghimpun kekuatan untuk memberontak dan menggulingkan pemerintahan Indonesia.

Satu-satunya surat kabar berbahasa Mandarin yang diizinkan terbit adalah Harian Indonesia
yang sebagian artikelnya ditulis dalam bahasa Indonesia. Harian ini dikelola dan diawasi oleh
militer Indonesia dalam hal ini adalah ABRI meski beberapa orang Tionghoa Indonesia
bekerja juga di sana. Agama tradisional Tionghoa dilarang. Akibatnya agama Konghucu
kehilangan pengakuan pemerintah.

Pemerintah Orde Baru berdalih bahwa warga Tionghoa yang populasinya ketika itu mencapai
kurang lebih 5 juta dari keseluruhan rakyat Indonesia dikhawatirkan akan menyebarkan
pengaruh komunisme di Tanah Air. Padahal, kenyataan berkata bahwa kebanyakan dari
mereka berprofesi sebagai pedagang, yang tentu bertolak belakang dengan apa yang diajarkan
oleh komunisme, yang sangat mengharamkan perdagangan dilakukan.

Orang Tionghoa dijauhkan dari kehidupan politik praktis. Sebagian lagi memilih untuk
menghindari dunia politik karena khawatir akan keselamatan dirinya.

Konflik Perpecahan Pasca Orde Baru


Di masa Orde Baru pemerintah sangat mengutamakan persatuan bangsa Indonesia. Setiap
hari media massa seperti radio dan televisi mendengungkan slogan "persatuan dan kesatuan
bangsa". Salah satu cara yang dilakukan oleh pemerintah adalah meningkatkan transmigrasi
dari daerah yang padat penduduknya seperti Jawa, Bali dan Madura ke luar Jawa, terutama ke
Kalimantan, Sulawesi, Timor Timur, dan Irian Jaya.[rujukan?] Namun dampak negatif yang tidak
diperhitungkan dari program ini adalah terjadinya marjinalisasi terhadap penduduk setempat
dan kecemburuan terhadap penduduk pendatang yang banyak mendapatkan bantuan
pemerintah. Muncul tuduhan bahwa program transmigrasi sama dengan jawanisasi yang
sentimen anti-Jawa di berbagai daerah, meskipun tidak semua transmigran itu orang Jawa.

Pada awal Era Reformasi konflik laten ini meledak menjadi terbuka antara lain dalam bentuk
konflik Ambon dan konflik Madura-Dayak di Kalimantan.[1] Sementara itu gejolak di Papua
yang dipicu oleh rasa diperlakukan tidak adil dalam pembagian keuntungan pengelolaan
sumber alamnya, juga diperkuat oleh ketidaksukaan terhadap para transmigran.

Kelebihan sistem Pemerintahan Orde Baru


 Perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan
pada 1996 telah mencapai lebih dari AS$1.565
 Sukses transmigrasi
 Sukses KB
 Sukses memerangi buta huruf
 Sukses swasembada pangan
 Pengangguran minimum
 Sukses REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun)
 Sukses Gerakan Wajib Belajar
 Sukses Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh
 Sukses keamanan dalam negeri
 Investor asing mau menanamkan modal di Indonesia
 Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri

Kekurangan Sistem Pemerintahan Orde Baru


1. Semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme
2. Pembangunan Indonesia yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan pembangunan
antara pusat dan daerah, sebagian disebabkan karena kekayaan daerah sebagian besar
disedot ke pusat
3. Munculnya rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah karena kesenjangan pembangunan,
terutama di Aceh dan Papua
4. Kecemburuan antara penduduk setempat dengan para transmigran yang memperoleh
tunjangan pemerintah yang cukup besar pada tahun-tahun pertamanya
5. Bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata bagi si
kaya dan si miskin)
6. Pelanggaran HAM kepada masyarakat non pribumi (terutama masyarakat Tionghoa)
7. Kritik dibungkam dan oposisi diharamkan
8. Kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang
dibredel
9. Penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara lain dengan program
"Penembakan Misterius"
10. Tidak ada rencana suksesi (penurunan kekuasaan ke pemerintah/presiden selanjutnya)
11. Menurunnya kualitas birokrasi Indonesia yang terjangkit penyakit Asal Bapak
Senang, hal ini kesalahan paling fatal Orde Baru karena tanpa birokrasi yang efektif
negara pasti hancur.
12. Menurunnya kualitas tentara karena level elit terlalu sibuk berpolitik sehingga kurang
memperhatikan kesejahteraan anak buah.
13. Pelaku ekonomi yang dominan adalah lebih dari 70% aset kekayaaan negara dipegang
oleh swasta
14. Dan Lain Sebagainja

Krisis finansial Asia


Pada pertengahan 1997, Indonesia diserang krisis keuangan dan ekonomi Asia (untuk lebih
jelas lihat: Krisis finansial Asia), disertai kemarau terburuk dalam 50 tahun terakhir dan harga
minyak, gas dan komoditas ekspor lainnya yang semakin jatuh.[rujukan?] Rupiah jatuh, inflasi
meningkat tajam, dan perpindahan modal dipercepat. Para demonstran, yang awalnya
dipimpin para mahasiswa, meminta pengunduran diri Soeharto. Di tengah gejolak kemarahan
massa yang meluas, Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998, tiga bulan setelah MPR
melantiknya untuk masa bakti ketujuh. [rujukan?] Soeharto kemudian memilih sang Wakil
Presiden, B. J. Habibie, untuk menjadi presiden ketiga Indonesia.

Pasca-Orde Baru
Mundurnya Soeharto dari jabatannya pada tahun 1998 dapat dikatakan sebagai tanda
akhirnya Orde Baru, untuk kemudian digantikan "Era Reformasi". Masih adanya tokoh-tokoh
penting pada masa Orde Baru di jajaran pemerintahan pada masa Reformasi ini sering
membuat beberapa orang mengatakan bahwa Orde Baru masih belum berakhir. Oleh karena
itu Era Reformasi atau Orde Reformasi sering disebut sebagai "Era Pasca Orde Baru".

Meski diliputi oleh kerusuhan etnis dan lepasnya Timor Timur, transformasi dari Orde Baru
ke Era Reformasi berjalan relatif lancar dibandingkan negara lain seperti Uni Soviet dan
Yugoslavia. Hal ini tak lepas dari peran Habibie yang berhasil meletakkan pondasi baru yang
terbukti lebih kokoh dan kuat menghadapi perubahan zaman.
PEMERINTAHAN ORDE BARU

Nama Anggota :

- Audina sakina
- Gusela novianti
- M.Fierza Hazmi
- M.Endro Wicaksono
- Tifanny Ellies XII IPS 2

Anda mungkin juga menyukai