Kebijakan
Masa Demokrasi Terpimpin di Indonesia dimulai dengan berlakunya Dekrit Presiden 5
Juli1959 sampai tahun 1996. Beberapa kebijakan-kebijakan yang diambil oleh Presiden
Soekarno pada masa Demokrasi Terpimpin dalam berbagai aspek antara lain:
1. Pelaksanaan Demokrasi Terpimpin
a. Pembentukan MPRS
b. Pembubaran DPR dan pembentukan DPR GR
c. Pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS)
d. Pembentukan Front Nasional
e. Pembentukan Kabinet Kerja
2. Arah Politik Luar Negeri Indonesia pada Masa Demokrasi Terpimpin
a. Peran Aktif Indonesia pada Masa Awal Demokrasi Terpimpin
b. Konfrontasi dengan Malaysia
c. Indonesia Keluar dari Keanggotaan PBB
3. Pemasyarakatan Ajaran Nasakom dan Ajaran Resopim
a. Ajaran Nasakom
b. Ajaran Resopim
4. Kehidupan Ekonomi pada Masa Demokrasi Terpimpin
a. Pembentukan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)
b. Penurunan Nilai Mata Uang (Devaluasi)
c. Deklarasi Ekonomi (Dekon)
d. Kebijakan Lain Pemerintah ( Kotoe dan Kesop)
Kebijakan Pemerintah pada Masa Demokrasi Terpimpin tidak hanya menimbulkan dampak
Positif tetapi juga berdampak Negatif.
A. Kebijakan yang Membanggakan Indonesia
1. Pengiriman Pasukan Garuda II ke Kongo untuk bergabung dengan pasukan perdamaian PBB,
UNOC (United Nations Operation for Congo)
2. Presiden Soekarno berpidato dalam Sidang Umum PBB pada tanggal 30 September 1960.
3. Ikut memprakarsai GNB
4. Pada tanggal 24 Agustus – 4 September 1962 Indonesia berhasil menyelenggarakan Asian
Games IV di Jakarta
5. Pembentukan Front Nasional yang memperjuangkan cita-cita proklamasi dan cita-cita UUD
1945
B. Kebijakan yang Merugikan Indonesia
1. Mengumumkan ajaran NASAKOM
Nasakom merupakan ajaran yang menggabungkan antara ajaran nasionalis, agama dan
komunis. Nasakom tidak bisa berkembang karena isi ajarannya saling bertentangan. Ajaran
komunis tidak bisa disatukan dengan ajaran agama karena saling bertolak belakang. Selain itu
Nasakom juga dimanfaatkan PKI untuk menggeser kedudukan Pancasila dan UUD 1945
menjadi Komunis
2. Pembentukan MPRS
Pembentukan MPRS bertentangan dengan undang-undang karena berdasarkan UUD 1945
Presiden memiliki kedudukan di bawah MPR, namun pada kenyataannya MPRS berada dibawah
kendala Presiden selain itu MPRS juga mendukung Soekarno menjadi Presiden seumur hidup/
3. Tindakan pemerintah yang mengarah ke politik mercusuar (mengejar kemegahan di tengah
pergaulan bangsa)
4. Pemerintah Indonesia condong mengarah ke Negara Kapitalis yang bertentangan dengan
Politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif
5. Pembubaran DPR dan Pembentukan DPR-GR
Kebijakan Presiden yang membubarkan DPR bertentangan dengan UUD’45 karena Presiden
tidak mempunyai hak untuk membubarkan DPR dan pembentukan DPR-GR yang mematuhi
Presiden
6. Politik Konfrontasi dibagi menjadi dua yaitu:
a. Old Estabilished Force (Oldefo)
b. New Emerging Force (Nefo)
SOEHARTO
Pada tahun 1968 sd 1998
Kebijakan
1. Pembentukan Kabinet Pembangunan
Kabinet pertama pada masa peralihan kekuasaan adalah Kabinet Ampera dengan tugasnya Dwi
Dharma Kabinat Ampera yaitu menciptakan stabilitas politik dan stabilitas ekonomi sebagai
persyaratan untuk melaksanakan pembangunan nasional.
Program Kabinet Ampera terkenal dengan nama Catur Karya Kabinet Ampera yakni
Kabinet Pembangunan dengan tugasnya yang disebut Panca Krida yang meliputi:
Membubarkan PKI pada tanggal 12 Maret 1966 yang diperkuat dengan Ketetapan MPRS No
IX/MPRS/1966
Menyatakan PKI sebagai organisasi terlarang di Indonesia
Pada tanggal 8 Maret 1966 mengamankan 15 orang menteri yang dianggap terlibat Gerakan 30
September 1965.
Pada tahun 1973 setelah dilaksanakan pemilihan umum yang pertama pada masa Orde Baru
pemerintahan pemerintah melakukan penyederhaan dan penggabungan (fusi) partai- partai
politik menjadi tiga kekuatan social politik. Penggabungan partai-partai politik tersebut tidak
didasarkan pada kesamaan ideology, tetapi lebih atas persamaan program. Tigakekuatan social
politik itu adalah:
Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang merupakan gabungan dari NU, Parmusi, PSII, dan
PERTI
Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang merupakan gabungan dari PNI, Partai Katolik, Partai
Murba, IPKI, dan Parkindo
Golongan Karya
4. Pemilihan Umum
Selama masa Orde Baru pemerintah berhasil melaksanakan enam kali pemilihan umum, yaitu
tahun 1971, 1977, 1985, 1987, 1992, dan 1997. Dalam setiap Pemilu yang diselenggarakan
selama masa pemerintahan Orde Baru, Golkar selalu memperoleh mayoritas suara dan
memenangkan Pemilu.[ Pada Pemilu 1997 yang merupakan pemilu terakhir masa pemerintahan
Orde Baru, Golkar memperoleh 74,51 % dengan perolehan 325 kursi di DPR, dan PPP
memperoleh 5,43 %dengan peroleh 27 kursi. Dan PDI mengalami kemorosotan perolehan suara
hanya mendapat11 kursi.
Hal disebabkan adanya konflik intern di tubuh partai berkepala banteng tersebut, dan PDI pecah
menjadi PDI Suryadi dan PDI Megawati Soekarno Putri yang sekarang menjadi PDIP
.Penyelenggaraan Pemilu yang teratur selama masa pemerintahan Orde Baru telah
menimbulkan kesan bahwa demokrasi di Indonesia telah berjalan dengan baik. Apalagi Pemilu
berlangsung dengan asas LUBER (langsung, umum, bebas, dan rahasia). Namun
dalamkenyataannya Pemilu diarahkan untuk kemenangan salah satu kontrestan Pemilu yaitu
Golkar.
Kemenangan Golkar yang selalu mencolok sejak Pemilu 1971 sampai dengan Pemilu 1997
menguntungkan pemerintah di mana perimbangan suara di MPR dan DPR didominasi oleh
Golkar. Keadaan ini telah memungkinkan Soeharto menjadi Presiden Republik Indonesia selama
enam periode, karena pada masa Orde Baru presiden dipilih oleh anggota MPR. Selain itu setiap
pertanggungjawaban, rancangan Undang-undang, dan usulan lainnya dari pemerintah selalu
mendapat persetujuan MPR dan DPR tanpa catatan.
Untuk menciptakan stabilitas politik, pemerintah Orde Baru memberikan peran ganda kepada
ABRI, yaitu peran Hankam dan sosial. Peran ganda ABRI ini kemudian terkenal dengan sebutan
Dwi Fungsi ABRI. Timbulnya pemberian peran ganda pada ABRI karena adanya pemikiran
bahwa TNI adalah tentara pejuang dan pejuang tentara. Kedudukan TNI dan POLRI dalam
pemerintahan adalah sama. di MPR dan DPR mereka mendapat jatah kursi dengan cara
pengangkatan tanpa melalui Pemilu.
Pertimbangan pengangkatan anggota MPR/DPR dari ABRI didasarkan pada fungsinya sebagai
stabilitator dan dinamisator.
Peran dinamisator sebenarnya telah diperankan ABRI sejak zaman Perang Kemerdekaan.
Waktu itu Jenderal Soedirman telah melakukannya dengan meneruskan perjuangan, walaupun
pimpinan pemerintahan telah ditahan Belanda. Demikian juga halnya yang dilakukanSoeharto
ketika menyelamatkan bangsa dari perpecahan setelah G 30 S PKI, yangmelahirkankan Orde
Baru. Boleh dikatakan peran dinamisator telah menempatkan ABRI pada posisiyang terhormat
dalam percaturan politik bangsa selama ini.
Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) adalah referendum yang diadakan pada tahun 1969 di
Papua Barat yang untuk menentukan status daerah bagian barat Pulau Papua, antara milik
Belanda atau Indonesia. Pemilihan suara ini menanyakan apakah sisa populasi mau bergabung
dengan Republik Indonesia atau merdeka. Para wakil yang dipilih dari populasi dengan suara
bulat memilih persatuan dengan Indonesia dan hasilnya diterima oleh PBB, meskipun validitas
suara telah ditantang dalam retrospeksi.
Sebagai bagian dari perjanjian New York , Indonesia sebelum akhir tahun 1969 wajib
menyelenggarakan Penentuan Pendapat Rakyat di Irian Barat. Pada awal tahun 1969,
pemerintah Indonesia mulai menyelenggarakan Pepera. Penyelenggaraan Pepera dilakukan 3
tahap yakni sebagai berikut,
Tahap pertama dimulai pada tanggal 24 maret 1969. Pada tahap ini dilakukan konsultasi dengan
deewan kabupaten di Jayapura mengenai tata cara penyelenggaraan Pepera.
Tahap kedua diadakan pemilihan Dewan Musyawarah pepera yang berakhir pada bulan Juni
1969.
Tahap ketiga dilaksanakan pepera dari kabupaten Merauke dan berakhir pada tanggal 4 Agustus
1969 di Jayapura.
Pelaksanaan Pepera itu turut disaksikan oleh utusan PBB, utusan Australia dan utusan Belanda.
Ternyata hasil Pepera menunjukkan masyarakat Irian Barat menghendaki bergabung dengan
NKRI. Hasil Pepera itu dibawa ke sidang umum PBB dan pada tanggal 19 November 1969,
Sidang Umum PBB menerima dan menyetujui hasil-hasil Pepera
BJ HABIBIE
Pada tahun 1998 sd 1999
Kebijakan
Masa pemerintahan Presiden B.J Habibie - Pada tanggal 21 Mei 1998, pukul 10.00 WIB
setempat di Istana Negara, Presiden Soeharto meletakkan jabatannya sebagai presiden di
hadapan ketua dan beberapa anggota dari Mahkamah Agung. Pada tanggal itu pula, dan
berdasarkan Pasal 8 UUD 1945, Presiden Soeharto menunjuk Wakil Presiden B.J Habibie untuk
menggantikannya menjadi Presiden, serta pelantikannya dilakukan di depan Ketua Mahkamah
Agung dan para anggotanya. Maka sejak itu, Presiden Republik Indonesia dijabat oleh B.J
Habibie sebagai presiden yang ke-3 di Indonesia.
Pada tanggal 22 Mei 1998, Presiden Republik Indonesia yang ketiga B.J Habibie membentuk
kabinet baru yang dinamakan "Kabinet Reformasi Pembangunan". Kabinet itu sendiri atas 16
orang menteri, dan para menteri itu diambil dari unsur-unsur militer (ABRI), Golkar, PPP, dan
PDI. Pada tanggal 25 Mei 1998 diselenggarakan pertemuan pertama Kabinet Reformasi
Pembangunan. Pertemuan ini berhasil membentuk komite untuk merancang undang-undang
politik yang lebih longgar dalam waktu satu tahun dan menyetujui pembatasan masa jabatan
presiden, yaitu maksimal 2 periode (satu periode lamanya 5 tahun). Upaya tersebut mendapat
sambutan positif, tetapi desakan agar pemerintah Habibie dapat merealisasikan agenda
reormasi tetap muncul.
Kebijakan
Pada tanggal 20 Oktober 1999, MPR berhasil memilih Presiden Republik Indonesia yang ke-4
yaitu KH. Abdurrahman Wahid dengan wakilnya Megawati Soekarnoputri. Pada masa
pemerintahan Gus Dur, ada beberapa persoalan yang dihadapi yang merupakan warisan dari
pemerintahan Orde Baru yaitu :
Puncak jatuhnya Gus dur dari kursi kepresidenan ditandai oleh adanya Skandal Brunei Gate dan
Bulog Gate yang menyebabkan ia terlibat dalam kasus korupsi, maka pada tanggal 1 Februari
2006 DPR-RI mengeluarkan memorandum yang pertama sedangkan memorandum yang kedua
dikeluarkan pada tanggal 30 Aril 2001. Gus Dur menanggapi memorandum tersebut dengan
mengeluarkan maklumat atau yang biasa disebut Dekrit Presiden yang berisi antara lain :
Dalam kenyataan, Dekrit tersebut tidk dapat dilaksanakan karena dianggap bertentangan
dengan konstitusi dan tidak memiliki kekuaran hokum, maka MPR segera mengadakan Sidang
Istimewa pada tanggal 23 Juli 2001 dan Megawati Soekarnoputri terpilih sebagai Presiden RI
menggantikan Gus Dur berdasarkan Tap MPR No. 3 tahun 2001 dengan wakilnya Hamzah Haz.
MEGAWATI
Pada tahun 2001 sd 2004
Kebijakan
Seperti telah di ulas secara singkat pada artikel sejarah sebelumnya, sejarah negara
Indonesia telah mencatat Megawati dilantik pada tanggal 23 Juli 2001. Pada masa
pemerintahannya banyak persoalan yang harus dihadapi. Salah satunya adalah
masalah yang sangat krusial, yaitu pemulihan ekonomi dan penegakan hukum.
3 masalah utama yang dihadapi silahkan baca Masa pemerintahan Megawati Soekarnoputri
1. Soeharto telah mewariskan utang luar negeri (pemerintah dan swasta) sebesar US $
150.80 milyar. Kebijakan Presiden Megawati mencoba mengatasinya dengan meminta
penundaan pembayaran utang luar negeri pada pertemuan Paris Club ke-3 pada
tanggal 12 April 2002.
Pada tahun 2003 mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp 116.3
triliun. Melalui kebijakan tersebut, utang luar negeri Indonesia berkurang menjadi US $
134 milyar. Salah satu keputusan Presiden Megawati yang sangat penting adalah
diakhirinya hubungan kerja sama Indonesia dengan IMF.
3. Ketenangan Megawati disambut baik oleh pasar. Tidak sampai sebulan setelah
dilantik, kurs melonjak ke Rp 8.500 perdolar AS. Indeks saham gabungan juga terus
membaik hingga melejit ke angka 800.
Pada tahun 2002, dari 102 negara menduduki peringkat ke-4. Tahun 2003, Indonesia
menduduki peringkat-6 dari 113 negara. Pengangkatan MA Rachman sebagai jaksa
Agung juga tidak memberikan arti yang signifikan bagi penegakan hukum, karena tidak
ada retorika yang tegas terhadap penindakan korupsi.
Kebijakan
Susilo Bambang Yudhoyono atau sering disebut SBY adalah Presiden RI ke-5 yang menjabat
pada periode 20 Oktober 2004 hingga 20 Oktober 2014. Selama menjabat menjadi presiden
selama dua periode, SBY banyak menorehkan hasil gemilang selama menjabat baik dalam
bidang politik, ekonomi, budaya dan lain-lain. Lalu apa saja torehan gemilang selama Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono menjabat, berikut rangkumannya dalam berbagai bidang.
a. Politik
SBY telah berhasil mengubah citra Indonesia dan menarik investasi asing dengan menjalin
berbagai kerja sama dengan banyak negara pada masa pemerintahannya, antara lain dengan
Jepang. Perubahan-perubahan global pun dijadikannya sebagai peluang. Politik luar negeri
Indonesia di masa pemerintahan SBY diumpamakan dengan istilah "mengarungi lautan
bergelombang", bahkan "menjembatani dua karang". Hal tersebut dapat dilihat dengan berbagai
insiatif Indonesia untuk menjembatani pihak-pihak yang sedang bermasalah.
Ciri-ciri politik luar negeri Indonesia pada masa pemerintahan SBY antara lain, sebagai berikut.
Selain memerhatikan kebijakan luar negeri, SBY juga menempuh kebijakan luar negeri yang
relatif berhasil. Beberapa kebijakan dalam negeri yang pernah diambil oleh SBY antara lain
sebagai berikut.
b. Ekonomi
Salah satu kebijakan ekonomi pada pemerintahan SBY adalah mengurangi subsidi dengan
menaikkan harga Bahan Bahan Minyak (BBM). Untuk mengurangi beban masyarakat
pemerintahan mengeluarkan kebijakan bantuan langsung tunai kepada rakyat miskin.
Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat mencapai 5,5 - 6%
pada tahun 2010 dan meningkat menjadi 6 - 6,5% pada tahun 2011. Dengan demikian, prospek
ekonomi Indonesia akan lebih baik dari perkiraan semula. Sementara itu, pemulihan ekonomi
Global berdampak positif terhadap perkembangan sektor eksternal perekonomian Indonesia.
c. Sosial
Presiden SBY berhasil meredam berbagai konflik di Indonesia seperti Konflik di Ambon, Sampit
dan juga di Aceh. Di pemerintahan SBY juga telah dibuat undang-undang mengenai pornografi
dan pornoaksi. Namun usaha ini tidak disertai dengan penegakkan hukum yang baik sehingga
tidak terealisasi. Meski konflik di beberapa daerah telah direndam, tetapi muncul kembali
berbagai konflik lagi, seperti di Makassar.
d. Budaya
Dalam hal pelestarian budaya, di masa pemerintahan SBY mengalami kemundurannya.
Terutama dengan banyaknya warisan budaya asli Indonesia yang diklaim oleh pemerintah
negara lain.
Maka dari itu, ideologi Pancasila sebagai ideologi terbuka adalah yang paling tepat digunakan
Indonesia. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono selalu menekankan bahwa Pancasila
merupakan ideologi yang terbuka dan hidup. Dengan sifatnya yang seperti itu, ia menyakinkan
ideologi Pancasila pun akan mampu bertahan melintasi zaman.
JOKOWI
Pada tahun 2014 sd 2018
"Kita bicara juga soal efektivitas dari belanja perlindungan sosial. Rastra (Subsidi
Pangan Beras Sejahtera), misalnya, anggaran ada tapi terlambat disalurkan selama
satu bulan. Akibatnya, di bulan Maret 2017, menurut data BPS terakhir, masyarakat
miskin naik 6.900 orang. Jadi ada 6.900 orang menjadi penduduk miskin baru,"
papar Bhima.
Dalam dua kali pidato di gedung DPR/MPR pada Rabu (16/08), Presiden Joko
Widodo beberapa kali menekankan kalimat 'pemerataan ekonomi'.
"Dari 240 proyek strategis nasional, yang sudah selesai baru 9%. Kemudian 41%
masih dalam tahap perencanaan dan lelang. Artinya, rencana-rencana Pak Jokowi
harus dibuat lebih realistis. Mana infrastruktur yang prioritas dan langsung
berdampak pada penurunan angka kemiskinan atau angka ketimpangan dan
penyerapan tenaga kerja lebih besar, itu yang didahulukan," kata Bhima.