Anda di halaman 1dari 21

Kondisi Politik dan Ekonomi

Indonesia Masa Orde Baru


Anggota Kelompok :

Gangsar Bima Nur Lemoucyn (13)


Miftahul Jannah (20)
M. Fathirul Haq (22)
Rachel Rosabel (28)
Sanata Mizana (31)
Tsabita Urfi Khalista (32)
Masa Transisi Menuju
Pemerintahan Orde Baru
Tahun 1966-1967
1. Aksi Tritura
Perasaan tidak puas terhadap kekacauan politik dan keamanan negara akibat G 30 S/PKI
mendorong para pemuda dan mahasiswa mencetuskan Tri Tuntutan Rakyat atau Tritura. Pada 12 Januari
1966 dipelopori oleh KAMI dan KAPPI, kesatuan kesatuan aksi yang tergabung dalam front pancasila
mendatangi DPR-GR dengan mengajukan 3 buah tuntutan, yaitu:

a. Pembubaran PKI
b. Pembersihan kabinet dari unsur unsur G 30 S/PKI
c. Penurunan harga atau perbaikan ekonomi

Karena tuntutan rakyat tidak dipenuhi oleh Presiden Soekarno, pada tanggal 24 Februari 1966
para mahasiswa berdemo di depan istana merdeka. Aksi tersebut menyebabkan dibubarkannya KAMI
pada tanggal 25 Februari 1966.
2. Surat Perintah Sebelas Maret

Presiden mengadakan rapat di Istana Bogor yang menghasilkan kesimpulan berupa surat
perintah kepada Letjen Soeharto untuk memulihkan keadaan dan kewibawaan pemerintah yang
kemudian dikenal dengan nama Surat Perintah Sebelas Maret atau Supersemar. Adapun tindakan
yang dilakukaN oleh pemegang Supersemar yaitu:
a. Membubarkan dan melarang PKI beserta organisasi massanya yang bernaung dan berlindung
ataupun seasas dengannya di seluruh Indonesia, terhitung sejak tanggal 12 Maret 1966.
b. Dikeluarkannya keputusan presiden nomor 5 tanggal 18 Maret 1966 tentang penahanan 15
menteri yang diduga terkait dengan pemberontakan G 30 S/PKI ataupun dianggap
memperlihatkan itikad tidak baik dalam penyelesaian masalah itu.
Kemudian, Letjen Soeharto mengangkat lima orang menteri koordinator ad interim yang
menjadi presidium kabinet yaitu :
a. Sultan Hamengkubuwana IX
b. Adam Malik
c. Dr. Roeslan Abdulgani
d. Dr. K. H. Idham Chalid
e. Dr. J. Leimena
3. Dualisme Kepemimpinan Nasional

Meskipun Soekarno masih memimpin sebagai pemimpin kabinet tetapi pelaksanaan


pimpinan dan tugas harian dipegang oleh Soeharto. Kondisi ini berakibat pada munculnya “dualisme
kepemimpinan nasional”, yaitu Soekarno sebagai piminan pemerintahan sedangkan Soeharto sebagai
pelaksana pemerintahan.
Sidang MPRS yang digelar sejak akhir bulan Juni sampai awal Juli 1966 membahas
beberapa hal antara lain :
a. Menjadikan Supersemar sebagai ketetapan MPRS
b. Majelis mulai membatasi hak prergatif Soekarno selaku presiden.
Pada tanggal 22 Juni 1966, Presiden Soekarno menyampaikan pidato “Nawaksara” dalam
persidangan MPRS yang berisi sembilan pokok persoalan yang dianggap penting. Namun, isi pidato
yang disampaikan tersebut tidak memuaskan anggota MPRS sehingga melalui Keputusan Nomor
5/MPRS/1966, presiden harus melengkapi laporan pertanggungjawabannya.
Pada tanggal 10 Januari 1967, Presiden Soekarno menyampaikan Pelengkap Nawaksara
(Pelnawaksara). Presiden Soekarno menolak untuk seorang diri mempertanggungjawabkan terjadinya
peristiwa Gerakan 30 September, kemerosotan ekonomi, dan akhlak.
Sementara itu, sebuah kabinet baru yang dinamakan Kabinet Ampera (Amanat
Penderitaan Rakyat). Kabinet tersebut diresmikan pada 28 Juli 1966. Program kabinet
tersebut, antara lain :
a. Memperbaiki kehidupan rakyat, terutama di bidang sandang dan pangan.
b. Melaksanakan pemilihan umum sesuai dengan Ketetapan MPR RI No.
XI/MPRS/1966.
Sesuai UUD 1945, Presiden Soekarno adalah pemimpin Kabinet. Akan tetapi,
pelaksanaan pimpinan pemerintahan dan tugas harian dilakukan oleh Presidium Kabinet
yang diketuai oleh Letnan Jenderal Soeharto. Pada 22 Februari 1967, Presiden Soekarno
mengundurkan diri. Pada tanggal 27 Maret 1968, Jenderal Soeharto dilantik menjadi
Presiden Republik Indonesia dalam Sidang Umum V MPRS. Pengukuhan tersebut
menandai berakhirnya dualisme kepemimpinan nasional dan dimulainya pemerintahan
Orde Baru.
Stabilisasi Politik dan
Rehabilitasi Ekonomi
Masa Orde Baru
1. Kebijakan Politik Masa Orde Baru
a. Stabilisasi politik dan keamanan sebagai dasar pembangunan
Pemerintah Orde Baru berupaya mengembalikan Indonesia pada politik luar negeri Indonesia yang bebas
dan aktif yang tujuannya agar dapat membangun kesejahteraan rakyat. Adapun wujud nyatanya berupa :
1. Memulihkan kembali hubungan baik dengan Malaysia termasuk Singapura yang sempat terganggu akibat
kebijakan konfrontasi Indonesia 1963-1966
2. 28 September 1966 kembali aktif dalam PBB setelah sebelumnya keluar pada tanggal 1 Januari 1965
3. Membentuk ASEAN pada tanggal 8 Agustus 1967
Melaksanakan pembangunan nasional dengan membentuk kabinet Pembangunan I dengan program :
1. Menciptakan stabilitas politik dan ekonomi sebagai syarat mutlak berhasilnya melaksanakan Repelita dan
Pemilu.
2. Menyusun dan melaksanakan Repelita.
3. Melaksanakan pemilu selambat lambatnya pada Juli 1971
4. Mengembalikan ketertiban dan keamanan masyarakat dengan mengikis habis sisa sisa G 30 S/PKI dan
setiap penyelewengan, serta pengkhianatan terhadap pancasila dan Uud 1945
5. Melanjutkan penyempurnaan dan pembersihan secara menyeluruh aparatur negara baik di pusat maupun di
daerah dari unsur unsur komunisme
Pada orde baru juga terdapat beberapa kebijakan yang dilakukan terkait dengan partai politik yang
ada, yaitu :
1. Pada akhir tahun1971, pemerintah Orde Baru melalui Sidang Umum MPR tahun 1973 melakukan
penyederhanaan politik. Sembilan partai yang ada berfusi ke dalam dua partai baru, yaitu Partai
Persatuan Pembangunan (PPP) yang merupakan gabungan NU, Parmusi, PSII, dan Perti, sedangkan
PDI, yaitu PNI, Parkindo, Partai Katolik, Partai Murba, dan IPKI. Selain itu, ada pula kelompok
Golkar yang semula bernama Sekber Golkar.
2. Pemerintah menetapkan pula konsep “massa mengambang”. Partai partai dilarang mempunyai
cabang atau rating di tingkat kecamatan sampai pedesaan. Sementara itu, jalur parpo; ke tubuh
birokrasi juga terpotong dengan adanya ketentuan agar oegawai negeri sipil menyalurkan suaranya
ke Golkar ( monoliyalitas )
Pemilihan umum pada masa orde baru dilaksanakan sebanyak 6 kali yang di selenggarakan setiap
5 tahun sekali, yaitu pada tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1987, 1992 dan 1997. semua pemilu pada masa orde
baru di menangkan oleh Golkar. Hal itu di sebabkan oleh pengarahan kekuatan kekuatan penyokong orde
baru untuk mendukung Golkar.
Pemerintah orde baru menghimpun energi semua komponen bangsa ke dalam agenda bersama
yang di formuasikan dalam bentur Trilogi Pembangunan. Suatu rencana kemandirian bangsa yang diletakkan
pada pilar stabilitas, pembangunan di segala bidang dan pemerataan pembangunan beserta hasil hasil nya
kepada seluruh rakyat. Berikut isi dari Trilogi Pembangunan :
1. Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
2. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
3. Pemerataan pembangunan dan hasil hasilnya menuju kepada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh
rakyat.
Trilogi Pembangunan merupakan suatu rencana bangsa Indonesia yang digelorakan oleh Presiden Soeharto
untuk mewujudkan tujuan negara sebagaimana amanat Pembukaan UUD 1945. dan dari semua usaha
presiden Soeharto pada masa awal pemerintahannya bertujuan untuk menjalankan kegiatan pembangunan
ekonomi. Pembangunan ekonomi bisa berjalan dengan baik jika ada stabilitas politik dan keamanan.
b. Stabilitasi penyeragaman
Depolitisasi parpol dan ormas juga dilakukan oleh pemerintahan orde baeu melalui cara penyeragaman
ideologi Pancasila. Presiden Soeharto mengajukan nama Eka Prasetya Pancakarsa dengan maksud menegaskan
bahwa penyusunan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) dipandang sebagai janji yang teguh, kuat,
konsisten, dan tulus untuk mewujudkan lima cita cita, yaitu :
1. Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan menghargai orang lain yang berlainan agama / kepercayaan.
2. Mencintai sesama manusia dengan selalu ingat kepada orang lain, tidak sewenang wenang.
3. Mencintai tanah air, menempatkan kepentingan negara di atsa kepentingan pribadi.
4. Demokratis dan patuh pada putusan rakyat yang sah.
5. Suka menolong orang lain, sehingga dapat meningkatkan kemampuan orang lain.
Akhirnya, pada 21 Maret 1978 rancangan P4 disahkan menjadi Tap MPR NO.II/MPR/1978. setelah
disahkan MPR, pemerintah membentuk komisi Penasihan Presiden mengenai P4 yang dipimpin oleh Dr. Roeslan
Abdulgani. Sebagai badan pelaksanaan nya dibentuk Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksana P4 (BP7) yang
berkedudukan di Jakarta. Tugasnya adalah untuk mengoordinasi pelaksaan program penataran P4 yang dilaksanakan
pada tingkat nasional dan regional.tujuan nya untuk membentuk pemahanan yang sama mengenai Demokrasi
Pancasila sehingga dengan pemahaman yang sama diharapkan persatuan dan kesatuan nasional akan terbentuk dan
terpelihara.
2. Penerapan Dwifungsi ABRI
Dwifungsi ABRI diartikan bahwa ABRI memiliki dua fungsi, yaitu fungsi sebagau pusat kekutan
militer Indonesia dan juga fungsinya di bidang politik. Peran Bari dalam bidang politik lebih signifikan
seiring diangkatnya Presiden Soeharto oleh MPRS pada tahun 1968. Secara umum, intevensi ABRI dalam
bidang politik pada masa orde baru yang mengatasnamakan Dwifungsi ABRI ini salah satunya adalah dengan
ditempatkannya militer di DPR, MPR, serta DPD tingkat provinsi dan kabupaten. Pada masa orde baru,
pelaksanaan negara banyak didominasi oleh ABRI dapat dilihat dari beberapa hal berikut :
1. Banyaknya jabatan pemerintahan mulai dari Bupati, Wali Kota, Gubernur, Penjabat Eselon, Menteri,
bahkan Duta Besar diisi oleh anggota ABRI yang “dikaryakan”
2. ABRI bersama sama Kopri pada waktu itu juga dijadikan sebagai salah satu tulang punggung yang
menyangga keberadaan Golkar sebagai “partai politik” yang berkuasa pada masa orde baru.
3. ABRI melalui berbagai yayasan yang dibentuk, diperkenankan mempunyai dan menjalankan
berbagai bidang usaha dan sebagainya.
3. Rehabilitasi ekonomi Orde Baru
Program rahabilitasi ekonomi prde baru dilaksanakan berdasarkan Tap MPRS No. XXII/1966.
Priotitas pertama yang dilakukan pemerintah untuk rehabilitasi ekonomi adalah memerangi atau
mengendalikan hiperinflasi antara lain menyusun APBN berimbang. Sejalan dengan kebijakan itu,
pemerintah orde baru berupaya melakukan diplomasi yang intensif dengan mengirimkan tim negosiasinya ke
Paris, Prancis ( Paris Club), untuk merundingkan utang piutang negara, dan ke London, Inggris ( London
Club) untuk merundingkan utang piutang swasta. Sejalan dengan upaya diplomasi ekonomi, Penanaman
Modal Asing (PMA). Upaya penanaman modal ke negara negara Barat dan Jepang memberikan dampak
positif, yaitu :
a. Negara berhasil mengatur perjadwalan kembali pembayaran utang negara dan swasta yang jatuh
tempo
b. Negara juga mampu meyakinkan dan menggugah negara negara tersebut untuk membantu indonesia
yang sedang terpuruk ekonominya. Hal ini terbukti antara lain dengan dibentuknya lembaga
konsorium yang bernama Inter-Governmental Group on Indonesia (IGGI).
4. Kebijakan Pembangunan Orde Baru
Tujuan pembangunan orde baru adalah menegakkan tata kehidupan bernegara yang
didasarkan atas kemurnian pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945. sejalan dengan tujuan tersebt maka
diupayakan dengan pembanungan jangka panjang dan jangka pendek. Dalam mewujudkan tujuan
nasional maka MPR sejak tahun 1973-1978-1983-1988-1993 menetapkan Garis garis Besar Hukum
Negara (GBHN), yaitu pola umum pembangunan nasional dengan rangkaian program program nya
yang kemudian dijabarkan dalam Rencana Pembangunan Lima Tahn (Repelita).
Repelita yang akan dilaksanakan dalam kurun lima tahun dan akan di mulai sejak tahun
1969 sebagai awal pelaksanaan pembangunan jangka pendek dan jangka panjang. Kemudian terkenal
dengan konsep Pembangunan Jangka Panjang Tahap I (1969-1994), dan menurut indikator
pambangunan ini di anggap berhasil memajukan segenap aspek kehidupan dan telah meletakkan
landasan yang cukup kuat bagi bangsa Indonesia untuk memasuki Pembangunan Jangka Panjang Tahap
II (1995-2020). Konsekuensi pertumbuhan ekonomi cukup tinggi akibat pembangunan tidak akan
bermakna jika tidak diimbangi dengan pemerataan.
Oleh karna itu, sejak pembangunan tahap III ( 1 April 1979 – 31 Maret 1984) maka
pemerintahan orde baru menetapkan delapan jalur pemerataan, yaitu :
1) Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, khususnya pangan, sandang, dan
perumahan;
2) Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan;
3) Pemerataan pembagian pendapatan;
4) Pemerataan kesempatan kerja;
5) Pemerataan kesempatan berusaha;
6) Pemerataan kesempatan berpatisipasi dalam pembangunan, khususnya bagi generasi muda
dan kaum wanita;
7) Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah tanah air; dan
8) Pemerataan memperoleh keadilan
Integrasi Timor - Timur
Integrasi Timor-Timur ke dalam wilayah Indonesia tidak terlepas dari situasi politik internasional
saat itu, Perang Dingin di mana kawasan Asia Tenggara saat itu terjadi perebutan pengaruh dua blok yang
sedang bersaing, yaitu Blok Barat (Amerika Serikat) dan Blok Timur (Uni Soviet).
Kemenangan komunis di Indocina (Vietnam) secara tidak langsung juga membuat khawatir para
elite Indonesia (khususnya pihak militer). Pada saat yang sama di wilayah koloni Portugis Timor-Timur
yang berbatasan dengan Indonesia terjadi krisis politik.
Di Timor-Timur muncul tiga partai politik besar yang memanfaatkan kebebasan yang diberikan
oleh pemerintah Portugal. Keterlibatan Indonesia secara langsung di Timor-Timur terjadi setelah adanya
permintaan dari para pendukung ‘Proklamasi Balibo’. Pada tanggal 31 Mei 1976 DPR Timor-Timur
mengeluarkan petisi yang isinya mendesak pemerintah Republik Indonesia. Atas keinginan bergabung
rakyat Timor-Timur dan permintaan bantuan yang diajukan, pemerintah Indonesia lalu menerapkan
‘Operasi Senja’ pada Desember 1975. Operasi militer ini diam-diam didukung oleh Amerika Serikat yang
tidak ingin pemerintahan komunis berdiri di Timor-Timur.
Bersamaan dengan operasi keamanan yang dilakukan, pemerintah Indonesia menjalankan proses
pengesahan Timor-Timur ke dalam wilayah Indonesia dengan mengeluarkan UU NO.7 TAHUN 1976
tentang pengesahan Penyatuan Timor-Timur ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dan
Pembentukan Daerah Tingkat I Timor-Timur. Timor-Timur secara resmi menjadi provinsi ke-27 di wilayah
NKRI.
Pengaruh Kebijakan
Politik dan Ekonomi
Masa Orde Baru
I. Dampak Positif
a) Pendekatan keamanan yang diterapkan oleh pemerintah Orde Baru dalam menegakkan stabilisasi
nasional secara umum berhasil menciptakan suasana aman bagi masyarakat Indonesia.
b) Pembanguan ekonomi berjalan dengan baik dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
c) Indonesia berhasil mengubah status dari negara pengimpor beras menjadi bangsa yang bisa
memenuhi kebutuhan beras sendiri (swasembada beras).
d) Penurunan angka kemiskinan yang diikuti dengan perbaikan kesejahteraan rakyat.
e) Penurunan angka keamtian bayi.
f) Angka partisipasi pendidikan dasar yang meningkat.
II. Dampak Negatif
 Dalam bidang politik
a) Pemerintahan ordo baru cenderung bersifat otoriter.
b) Presiden memiliki keuasaan yang sangat besar dalam mengatur jalannya pemerintahan.
c) Peran negara semakin kuat menimbulkan pemerintah yang sentralistis.
d) Otoritarianisme merambah segenap aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
termasuk kehidupan politik
e) Pemerintahan orde baru dinilai gagal memberikan pelajaran berdemokrasi yang baik.
f) Sistem perwakilan bersifat semu, bahkan hanya dijadikan topeng untuk melanggar kekuasaan secara
sepihak
 Dalam bidang ekonomi
dampak negatif di bidang eonomi di sebabkan kebijakan orde bgaru yang terlalu memfokuskan pada
pertumbuhan ekonomi, yang berdampak buruk bagi terbentuknya mentalitas dan budaya korupsi penjabat
di Indonesia. Beikut beberapa dampak negatif di bidang ekonomi
a. Distribusi hasil pembangunan dan pemanfaatan dana untuk pembangunan sangat rawan untuk
disalahgunakan.
b. Pertumbuhan ekonomi tidak dibarengi dengan terbukanya akses dan distribusi yang merata sumber
sumber ekonomi kepada masyarakat, berdampak pada munculnya kesenjangan sosial.
Thank you

Anda mungkin juga menyukai