1. Aksi-Aksi Tritura
Upaya untuk menuntut keadilan bagi para pembunuh G-30-S/PKI tahun 1965
sedang meningkat. Banyak organisasi kemahasiswaan, mahasiswa, dan
masyarakat lainnya, antara lain KAPPI, KAMI, KAPI, KABI (PNS), KASI (lulusan),
KAWI (perempuan), dan KAGI (pendidik), yang menuntut solusi politik. Selain itu,
organisasi ini menghimpun kelompoknya menjadi sebuah front, Front Pancasila,
pada tanggal 25 Oktober 1965. Pada tanggal 10 Januari 1966, kelompok kerja
tersebut dimasukkan ke dalam Front Pancasila. Protes yang dipimpin KAMI
mendapat dukungan luas di kota tersebut. Para pendukung Presiden mendahului
tindakan Tritura. Sukarno, khususnya Soebandrio, membentuk Front Sukarno.
Februari 1966 Ir. Sukarno melaksanakan kesepakatan reformasi kabinet Dwikora
I. Kabinet baru tersebut diberi nama Kabinet Dwikora II atau Kabinet Dwikora
Ditingkatkan. Kabinet ini tampaknya semakin meningkatkan ketidakpuasan
masyarakat terhadap Presiden Sukarno. Sebab, orang yang diduga bergabung
dalam G-30-S/PKI masih masuk dalam kabinet. Oleh karena itu, mahasiswa
menyebut kabinet ini sebagai Kabinet Gestafa atau Kabinet 100.
2. Stabilitas Penyeragaman
3. Pemilihan Umum
Partai Kristen Indonesia , dan Golongan Karya . “ Pada akhir tahun 1971,
pemerintah Orde Baru melemparkan gagasan penyederhanaan partai politik
dengan alasan-alasan tertentu, seperti kasus pada masa “Demokrasi Parle-
menter. Realisasi penyederhanaan partai tersebut dilaksanakan melalui Sidang
Umum MPR tahun 1973. Sembilan partai yang ada berfusi ke dalam dua partai
baru, yaitu Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Demokrasi Indonesia .
ABRI memiliki dua fungsi utama, yaitu sebagai pusat kekuatan militer Indonesia dan
peran sosial politik. Pada masa Orde Baru, Dwifungsi ABRI melibatkan anggota ABRI
dalam berbagai posisi pemerintahan, BUMN, legislatif, Golkar, dan gerakan teritorial
seperti AMD (ABRI Masuk Desa).
6. Kebijakan Pembangunan:
Pada era Orde Baru, kebijakan pembangunan nasional mencakup Trilogi Pembangunan:
pemerataan pembangunan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional. Bidang
pendidikan melibatkan program Wajib Belajar 9 tahun dan Gerakan Nasional-Orang Tua
Asuh. Di sektor pertanian, fokus pada swasembada pangan dengan pembentukan BULOG,
Bimas, KUD, dan program peningkatan produksi beras.
UDT melancarkan Gerakan Revolusi Antikomunis pada 11 Agustus 1975. Fretilin tidak terima
dan menghancurkan semua yang dianggap memusuhinya. Fretilin yang secara de facto
menguasai Timor Timur kemudian memproklamasikan berdirinya Republik Demokratik
Timor Timur atau Republic Demokratic Timor Leste (RDTL) pada 28 November 1975.
Francisco Xavier do Amaral sebagai Presiden RDTL, sedangkan Nicolau Lobato sebagai
Perdana Menteri. Deklarasi yang dilakukan Fretilin tidak diterima oleh partai lain yang
prointegrasi (DT. APODETI, KOTA, dan TRABHILSTA) sehingga mereka membuat
“proklamasi” tandingan pada tanggal 30 November 1975 di Balibo, Kabupaten Bobonaro.
Mereka memuat pernyataan bahwa rakyat Timor Timur berkeinginan berintegrasi dengan
NKRI dan meminta agar Indonesia mengambil alih Timor Timur dari kekuasaan Fretilin yang
berhaluan marxis komunis
2. Ekonomi
Kebijakan Orde Baru yang terlalu memfokuskan/mengejar pada pertumbuhan
ekonomi, yang berdampak buruk bagi terbentuknya mentalitas dan budaya
korupsi para pejabat di Indonesia. Distribusi hasil pembangunan dan
pemanfaatan dana untuk pembangunan tidak dibarengi pengawasan yang efektif
dari pemerintah terhadap aliran dana tersebut sehingga rawan untuk
disalahgunakan.
3. Sosial
Presiden mempunyai kekuasaan yang sangat besar dalam mengatur jalannya
pemerintahan. Peran negara menjadi semakin kuat yang menyebabkan
timbulnya pemerintahan yang sentralistis. Human Development Report 1991
yang disusun oleh United Nations Development Program juga menempatkan
Indonesia pada urutan ke-77 dari 88 negara pelanggar HAM.