Anda di halaman 1dari 3

WALI SONGOH DAN SUNAN GIRI

Sunan Giri adalah salah satu anggota Wali Songo yang berasal dari Blambangan, Jawa
Timur.

Ia lahir dengan nama Muhammad Ainul Yaqin, dan memiliki nama lain Joko Samudro,
Raden Paku, atau Prabu Satmata.

Sebagai salah satu anggota Wali Songo sekaligus murid Sunan Ampel, daerah dakwah Sunan
Giri masih di sekitaran Jawa Timur, tepatnya di Desa Giri, Kebomas, Gresik.

Kendati demikian, pengaruh dakwah Sunan Giri tidak berhenti di Jawa saja, tetapi
menjangkau Banjar, Martapura, Pasir, Kutai, Nusa Tenggara, hingga Maluku.

Dalam penyebaran Islam, metode dakwah Sunan Giri meliputi tiga bidang utama, yakni
pendidikan, budaya, dan politik. Berikut penjelasannya.

Dakwah melalui pendidikan

Upaya Sunan Giri dalam berdakwah melalui pendidikan dilakukan dengan mendirikan
pesantren.

Aktivitas dakwahnya dimulai di daerah Giri, Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik, Jawa
Timur.

Di tempat ini, ia mendirikan pondok pesantren pertama di Gresik, yang kemudian


berkembang menjadi salah satu pusat kekuasaan atau kerajaan yang disebut Giri Kedaton.

Sejak didirikan pada akhir abad ke-15, Pesantren Giri menjadi pusat penyebaran agama
Islam yang terkenal di Jawa dan pengaruhnya sangat kuat di wilayah Indonesia bagian
timur.

Bahkan santri-santrinya datang dari Madura, Lombok, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku.

Sunan Giri adalah seorang wali yang ikut menyebarkan agama Islam di Nusantara. Namanya
tercatat sebagai salah satu walisongo yang ikut menyebarkan Islam di tanah Jawa.

Sunan Giri merupakan sosok wali keturunan dari Kerajaan Blambangan. Ia adalah putra dari
Syekh Maulana Ishaq dan Dewi Sekardadu yang lahir di Blambangan pada tahun 1442 M.
Banyak pihak yang tidak menyukai pernikahan Maulana Ishaq dengan Dewi Sekardadu.
Maka ketika putra dari mereka lahir, para patih memasukkan Sunan Giri ke dalam peti kayu
lalu dihanyutkan ke laut (Selat Bali).

Peti kayu ditemukan oleh awak kapal bernama Sobir dan Sabar. Awak kapal itu membawa
peti kayu berisi bayi itu ke majikannya di Gresik. Kemudian majikannya yang merupakan
seorang saudagar perempuan bernama Nyai Gede Patih mengadopsi anak tersebut.

Tidak mengetahui nama bayi tersebut, Nyai Gede Patih lantas memberi namanya Joko
Samudro. Nama ini diambil karena bayi tersebut ditemukan di lautan lepas atau samudra.

Sunan Giri belajar agama Islam di Ampeldenta ke Sunan Ampel bersama Maulana Makdum
Ibrahim (Sunan Bonang) yang merupakan putra dari Sunan Ampel. Semangat mempelajari
Islam Sunan Giri tak pernah padam.

Selama belajar di Ampeldenta, Sunan Giri mendapat pengetahuan baru tentang Islam.
Kegigihannya mendalami agama Islam akhirnya berbuah hasil. Ia dan Sunan Bonang
akhirnya menjadi seorang wali yang turut menyebarkan agama Islam.

Sunan Giri mendapat nama baru lagi saat belajar di Ampeldenta yakni Raden Ainul Yaqin.
Nama tersebut diberikan langsung oleh Sunan Ampel.

Bertahun-tahun mendalami Islam di Ampeldenta, akhirnya Sunan Ampel mengetahui jika


Joko Samudro merupakan anak dari Maulana Ishaq.

Sunan Giri pun bertemu dengan ayahnya, Maulana Ishaq. Barulah dia mengetahui asal
usulnya termasuk alasan dimasukkan ke dalam peti kayu dan dihanyutkannya ke laut.

Sunan Giri menikah dengan putri Sunan Ampel bernama Dewi Murtasiah. Kemudian
keduanya bermukim di Giri dan mendirikan pondok pesantren sebagai pusat pendidikan
agama Islam dan pemerintahan.

Pesantren Giri terkenal sebagai salah satu pusat penyebaran agama Islam di Jawa.
Pengaruh pesantren ini sampai ke Madura, Lombok, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku.
Pengaruh pesantren Giri terus berkembang hingga akhirnya menjadi kerajaan bernama Giri
Kedaton. Sunan Giri kemudian mendapat gelar baru yakni Prabu Satmata.

Berdasarkan babad Gresik, bangunan di Giri Kedaton bertingkat tujuh (tunda pitu). Hal ini
ditandai dengan sengkala yang menunjukkan angka tahun 1408 Saka atau 1486 M.

Giri Kedaton menguasai wilayah Gresik dan sekitarnya selama beberapa generasi. Kerajaan
ini akhirnya ditumbangkan oleh Sultan Agung.

Strategi Dakwah dan Makam Sunan Giri Setiap Wali Songo dalam melakukan dakwahnya
mempunyai cara atau strategi yang berbeda-beda. Sunan Giri dikenal sebagai wali yang
berdakwah lewat permainan anak-anak.

Bahkan, Sunan Giri juga menciptakan permainan seperti jamuran, jelungan, hingga cublak-
cublak suweng. Permainan tradisional tersebut hingga saat ini masih dimainkan.

Permainan yang dibuat Sunan Giri ada nyanyiannya. Nyanyian dalam permainan tersebut
mengandung nilai-nilai dakwah. Misalnya, ada salah satu nyanyian yang mengandung
makna jangan menuruti hawa nafsu.

Tidak hanya melalui permainan anak-anak, Sunan Giri juga memanfaatkan seni sebagai
strategi dalam berdakwahnya. Misalnya dengan wayang hingga tembang-tembang Jawa.

Selain itu, jalur politik juga dijadikan Sunan Giri sebagai sarana untuk berdakwah dalam
rangka menyebarkan agama Islam.

Sunan Giri wafat pada tahun 1506 M dan dimakamkan di atas bukit berarsitektur khas Jawa
yang terletak di Dusun Giri Gajah, Desa Giri, Kecamatan Kebomas. Lokasi makam Sunan Giri
berjarak 4 km dari pusat kota Gresik.

Makam Sunan Giri hingga kini sering dikunjungi oleh penziarah dari berbagai daerah.
Bahkan, makam Sunan Giri sudah menjadi salah satu wisata religi di Gresik.

Anda mungkin juga menyukai