Anda di halaman 1dari 39

SUNAN GIRI

Penyebaran agama Islam di Indonesia, khususnya Pulau Jawa dilakukan oleh


Walisongo

Walisongo merupakan tokoh agama yang disegani dan dihormati oleh


masyarakat karena jasanya dalam menyebarkan ajaran Agama Islam. Salah satu
tokoh dari Walisongo adalah Sunan Giri atau Raden Paku.

Beliau adalah putra dari seorang ulama dari Gujarat yang menikah dengan Dewi
Sekardadu. Ibu Sunan merupakan anak dari Kerajaan Hindu yang terletak di
Blambangan.

Beliau merupakan pendiri kerajaan Giri Kedathon di Gresik. Beliau memilki


peranan penting dalam penyebaran agama islam di Jawa dan di Nusantara
dengan memanfaatkan kekuasannya dan melalui jalur perdagangan.

Sunan Giri mengembangkan pendidikan dakwah islam dengan menerima murid


dari berbagai wilayah di Indonesia.

Sejarah mencatat jejak dakwah beliau beserta keturunannya mencapai daerah


Banjar, Martapura, Pasir, Nusa Tenggara, Kepulauan maluku, Buton, Gowa di
Sulawesi serta Kutai di Kalimantan.

Bagi Anda yang ingin mengetahui penjelasan mengenai biografi Sunan


Giri secara detail, silahkan simak artikel berikut ini.

Biografi Sunan Giri


Sunan Giri memilki perjalanan kisah yang sangat mengharukan ketika
dilahirkan. Simak asal usul sunan Giri berikut.
Asal usul Sunan Giri

Ayahnya yang bernama Syekh Maulana Ishaq, memiliki ketertarikan untuk


melakukan penyebaran ajaran Agama Islam di daerah Jawa Timur.

Kemudian beliau bertemu dengan Sunan Ampel yang masih terikat hubungan
darah dengannya.

Sunan Ampel memberikan saran kepada Maulana Ishaq untuk menyebarkan


ajaran Agama Islam ke daerah Blambangan, Banyuwangi. Saat itulah Maulana
Ishaq berangkat menuju Blambangan.

Saat Syekh Maulana Ishaq sampai di Blambangan, ternyata masyarakat sekitar


terjangkit wabah penyakit yang tak kunjung sembuh.

Hal yang sama juga dirasakan oleh putri Raja Blambangan yang tengah
berkuasa di daerah Banyuwangi.

Kemudian raja membuat sayembara yang berisi bagi seorang pria yang dapat
menyembuhkan putrinya akan dinikahkan dengannya. Namun bila peremuan,
akan diangkat sebagai anak seorang Raja Blambangan.

Akhirnya raja memerintahkan pasukannya untuk mencari orang sakti yang dapat
menyembuhkan wabah penyakit tersebut. Para pasukan raja bertemu dengan
Resi Kandayana yang merupakan seorang pertapa sakti.

Kemudian Resi memberitahu para pasukan raja mengenai informasi tentang


keahlian yang dimiliki Syekh Maulana Ishaq. Saat itulah Raja Blambangan
bertemu dengan Syekh Maulana Ishaq.

Syekh Maulana Ishaq akan menyembuhkan wabah penyakit sang putri yaitu
dewi Sekardadu, dengan syarat semua keluarga harus mau berpindah
kepercayaan ke Agama Islam.

Dan setelah Syekh Maulana Ishaq mengobati wabah penyakit sang putri raja,
akhirnya penyakitnya dapat disembuhkan. Alhasil beliau akan dinikahkan
dengan sang putri dan semua keluarga raja berpindah kepercayaan ke Agama
Islam.

Namun sang raja merasa berat hati untuk masuk Islam, dia merasa iri hati
dengan keberhasilan Syekh Maulana Ishaq untuk membuat masyarakatnya
memeluk Islam.

Akhirnya sang raja mengutus pasukannya untuk menghalangi dakwah Syekh


Maulana Ishaq dan juga mengutus untuk membunuhnya.

Alhasil beliau tidak nyaman dan terganggu saat berada di Blambangan dan
memilih kembali ke Pasai, Aceh.
Setelah kepergian beliau kembali ke Pasai, ternyata istrinya dewi Sekardadu
sedang mengandung bayinya.

Dan setelah bayi tersebut lahir, raja Blambangan memerintahkan untuk


membunu bayi tersebut dengan menghanyutkannya di selat Bali.

Setelah lama terkatung-katung di samudra luas, bayi tersebut ditemukan oleh


kapal saudagar kaya dari Gresik yaitu Nyai Ageng Pinatih.

Nyai Ageng Pinatih adalah seorang saudagar wanita yang tidak mempunyai
anak. Dan akhirnya bayi tersebut diangkat menjadi anaknya dan diberi nama
Joko Samudro.
Biografi Sunan Giri

Silahkan simak biografi sunan Giri berikut ini :

Biografi Keterangan

Nama Asli Raden Paku

Joko Samudro, Prabu Satmata, Sultan Abdul Faqih, Raden Ainul


Nama Lain
Yaqin

Nama Ibu Dewi Sekardadu

Nama Ayah Syekh Maulana Ishaq

Tahun Lahir 1443 Masehi

Tahun Wafat 1506 Masehi

Tempat Syiar Giridento Gresik

Tempat
Desa Giri, Kecamatan Kebomas, Gresik
Makam

Silsilah Sunan Giri

Sunan Giri memilki silsilah dari garis keturunan ayahnya yang masih


merupakan keturunan Nabi Muhammad.

Berikut silsilah sunan Giri yang masih keturunan Rasulullah generasi ke-16.
Dari garis keturunan diatas, jarak antara Rasulullah dengan sunan Giri adalah
sekitar 16 generasi. Kalau dihitung dari tahunnya yaitu antara 671 Masehi –
1440 Masehi yang ada rentang sekitar 770 tahun.

Perjuangan Sunan Giri Menyebarkan Islam


1. Sunan Giri Berguru ke Ampel Denta

Saat Joko Samudro berumur 7 tahun, Nyai Ageng Pinatih menitipkan beliau di
pesantren Sunan Ampel yang ada di Kota Surabaya.

Hal ini bertujuan agar beliau dapat melajar tentang ajaran Agama Islam. Selama
bertahun-tahun, beliau belajar Agama Islam di Pesantren Sunan Ampel.
Bagi Sunan Ampel, Joko Samudro adalah murid yang cerdas. Bahkan beliau
diberi gelar Maulana Ainul Yaqin oleh Sunan Ampel.

Suatu hari ketika sunan Ampel habis mengerjakan sholat Tahajud, ia melihat
cahaya yang keluar sangat terang dari salah satu muridnya. Karena tidak bisa
melihat wajahnya dengan jelas, maka diikatnya sarung muridnya tersebut.

Keesokan harinya, sunan Ampel bertanya kepada semua muridnya tentang siapa
yang mempunayai ikatan kecil di sarungnya. Joko Samudro kemudian maju dan
menunjukkan ikatan di sarungnya tersebut.

Dengan melihat ikatan sarungnya tersebut, maka sunan Ampel tahu kalau Joko
Samudro adalah bukan anak sembarangan. Maka Joko Samudro diajak menemui
ibu angkatnya di Gresik oleh sunan Ampel.

Sesampai di Gresik, sunan Ampel menanyakan siapa sebenarnya Joko Samudro


kepada ibunya yaitu Nyai Ageng Pinateh.

Akhirnya ibunya menjelaskan semuanya mulai ditemukannya bayi yang


terapung-apung di selat Bali dan ditemukan oleh kapal dagang miliknya yang
sedang berlabuh di selat bali tersebut.

Dari cerita itu, sunan Ampel yakin kalau Joko Samudro adalah keponakannya
sendiri. Dia adalah anak dari pamannya Syekh Maulana Ishaq yang dari Pasai.

Karena pamannya pernah berpesan kepadanya, “Jika nanti ada bayi laki-laki


yang terapung-apung di selat Bali, dia adalah anakku, jika dia laki-laki maka
berilah dia nama Raden Paku, biar menjadi Paku Islam di tanah Jawa.”

Akhirnya nama Joko Samudro diganti dengan Raden Paku, dan sejak itulah ia
dipanggil Raden Paku.
2. Sunan Giri Belajar ke Pasai

Setelah selama 3 tahun belajar agama islam di Ampel, akhirnya beliau mendapat
tugas dari gurunya untuk berguru ke Pasai.

Raden Paku dan anak Sunan Ampel yang bernama Raden Maulana Makdsum
Ibrahim (yang kelak menjadi sunan Bonang), diutus untuk menimba ajaran
Islam secara lebih dalam di Mekah.

Namun sebelum berangkat, Sunan Ampel mengutusnya untuk menemui


ayahnya di Pasai Aceh. Hal ini karena Sunan Ampel ingin mempertemukan
anak dengan ayah yang sudah lama terpisah.

Raden Paku dan Raden Maulana Makhdum Ibrahim belajar selama 3 tahun di
Pasai. Setelah dianggap lulus, mereka akan melanjutkan keberangkatan mereka
ke Mekah.
Namun Syekh Maulana Ishaq menyuruh mereka kembali ke Jawa karena
kemampuan dan tenaga mereka sangat dibutuhkan untuk menyebarkan agama
Islam di Jawa yang sedang berkembang.
3. Sunan Giri Mendirikan Pesantren

Pada waktu Raden Paku mau pulang ke Jawa, beliau diberi nama Maulana
Ainul Yaqin oleh ayahnya. Kemudian Raden Paku diberi segenggam tanah oleh
ayahnya untuk dibangun pesantren.

Kemudian ayahnya memberinya segenggam tanah yang nantinya Raden Paku


disuruh menemukan jenis tanah yang sama di jawa sebagai tempat mendirikan
pesantren.

Tanah tersebut harus sama dengan bau dan jenis yang diberikan oleh ayahnya.
Raden Paku berjalan jauh untuk menemukan tanah tersebut.

Alhasil beliau menemukannya dan membangun pesantren di Desa Sidomukti


dekat kota Gresik yang terletak di dataran tinggi. Itulah mengapa beliau diberi
nama Giri dan kahirnya dikenal dengan sunan Giri.

Selama 3 bulan, pesantren Raden Paku sudah banyak dikenal masyarakat luas.
Bahkan banyak anak-anak yang menimba ilmu disana. Hal ini sangat
mempermudah beliau dalam menyebarkan Agama Islam.

Saat itu, Raden Paku memiliki pengaruh besar pada Kerajaan yanga di Pulau
Jawa dan juga di luar Jawa. Bahkan beliau mendirikan Kerajaan yang bernama
Giri Kedaton.

Metode Dakwah Sunan Giri


Raden Paku melakukan penyebaran ajaran Agama Islam di daerah Giri
Kedathon. Beliau mendirikan sebuah pesantren sebagai tempat untuk
menyebarkan ajaran Agama Islam.

Beliau juga menciptakan lagu anak-anak yang disematkan di dalamnya berupa


unsur religius, hingga kini masih dikenal.

Lagu tersebut berjudul “Lir ilir” dan juga “Dolanan Bocah”. Dari situlah


pendidikan Agama Islam mulai dikenal oleh masyarakat sekitar mulai dari anak
anak hingga dewasa.

Raden Paku juga menciptakan permainan anak yang banyak dikenal oleh
masyarakat Jawa Timur yang bernama Jelungan.

Dalam permainan tersebut dimaksud untuk mengajarkan seseorang dalam


menyelamatkan hidup. Caranya adalah dengan berpegang teguh dengan ajaran
Agama Islam.
Peran Sunan Giri Ketika Menyebarkan Islam
Raden Paku memiliki peran penting dalam menyebarkan ajaran Agama Islam.
Berikut adalah penjelasan mengenai peran beliau.
1. Peran di Blambangan, Jawa Timur

Setelah Raden Paku pergi melaksanakan ibadah haji, beliau ditugaskan oleh
Sunan Ampel untuk berdakwah di daerah Blambangan.

Ternyata beliau melakukan dakwah Agama Islam di tempat Prabu Minak


Sembayu yang merupakan kakek kandungnya sendiri. Kakek beliau sangatlah
senang bisa bertemu dengan cucunya lagi.

Bahkan dia tidak melarang Sunan Giri dalam melakukan dakwah. Dengan


begitu Islam mulai berkembang di sana dan membuat Hindu Budha terdesak.
2. Peran di Kota Gresik, Jawa Timur

Sunan Ampel pernah mengutus Raden Paku untuk mengunjungi Nyai Ageng
Pinatih selaku ibu angkat beliau.

Setelah sampai di Gresik, beliau membantu ibunya untuk berdagang. Di


samping berdagang, beliau juga turut menyebarkan ajaran Islam.

Suatu ketika, Raden Paku menyulap karung yang berisi pasir dan batu menjadi
emas, rotan, damar, dan barang mewah lainnya. Hal ini dilakukan karena beliau
mengetahui bahwa ibu angkatnya tidak pernah bersedekah.

Sejak saat itu, Nyai Ageng Pinatih mulai senang bersedekah dan juga berzakat
kepada masyarakat yang membutuhkan. Akhirnya ajaran Islam mulai
bekembang pesat di Kota Gresik dan berlangsung hingga sekarang.
3. Peran Pada Peresmian Masjid Demak

Raden Paku memiliki peran dalam peresmian Masjid Demak bersama


dengan Sunan Kalijaga. Saat kegiatan peresmian, akan dilangsungkan
pertunjukan wayang beber.

Wayang beber merupakan salah satu jenis wayang yang memiliki rupa mirip
dengan wajah manusia. Raden Paku sangat menentang adanya wayang tersebut.

Hal ini karena dalam hukum Agama Islam, dilarang menggunakan wayang yang
memiliki wajah seperti manusia. Akhirnya pertunjukan wayang yang
berlangsung menggunakan wayang kulit oleh sunan Kalijaga.

Bagi masyarakat sekitar yang ingin menikmati pertunjukan tersebut, harus


mengucapkan dua kalimat syahadat sebagai tiket masuk. Alhasil lebih banyak
lagi masyarakat yang memeluk Agama Islam.
Karomah Sunan Giri
Sebagai seorang wali Allah, Sunan Giri memiki banyak karomah yang sangat
luar biasa. Simak beberapa karomah Sunan Giri berikut :
1. Mengubah Pasir Menjadi Barang Dagangan

Raden Paku sering membantu ibunya berdagang. Suatu ketia beliau ikut
berlayar ke Kalimantan untuk berdagang bersama rombongannya.

Sesampai di Kalimantan, Raden Paku menjual barang dagannya tidak secara


kontan, akan tetapi boleh dihutang atau dicicil oleh pembelinya. Bahkan
sebagian dagangannya dinagikan ke fakir miskin.

Melihat hal ini Abu Hurairah selaku orang kepercayaan Nyai Ageng Pinatih
memprotesnya. Karena bisa-bisa nanti pulang ke Jawa dengan tangan hampa.

Dan benar adanya setelah 10 hari dan sampai waktunya pulang ke Jawa, orang-
orang yang berhutang membei barang dagangan belum pada membayarnya.

Dengan demikian kapal yang dipimpin oleh Abu Hurairah akan pulang ke Jawa
tanpa membawa hasil apa-apa.

Selain itu kapal akan pulang tanpa muatan barang dagangan akan
membahayakan proses pelayaran. Karena dengan tanpa muatan akan mudah
terombang-ambing oleh angin di lautan nanti.

Adanya alasan inilah, maka Raden Paku memerintahkan untuk mengisi karung
dengan pasir dan batu agar kapal memilki muatan.

Sesampainya di Gresik, Abu Hurairah menyampaikan kejadian selama di


Kalimantan kepada Nyai Ageng Pinatih. Otomatis ibu Raden Paku tersebut
marah besar kepadanya.

Namun Raden Paku tetap tenang dan meminta ibunya dan Abu Hurairah untuk
mengecek ke kapal. Dan betapa terekjutnya Nyai Ageng Pinatih dan Abu
Hurairah setelah mengecek kapal dan melihat apa yang ada di kapal.

Bawaan kapal yang sebelumnya di bawa dari Kalimantan adalah Batu dan pasir,
telah berubah menjadi barang dagangan dari Kalimantan, seperti damar dan
rotan.

Dengan kejadian ini Nyai Ageng Pinatih semakin sadar kalau anak angkatnya
ini memilki karomah yang sangat luar biasa dan sejak itu ia semakin rajin
belajar agama Islam.
2. Adu Kesaktian Dengan Begawan Minto Semeru

Kisah para wali yang diajak adu kesktian hampir terjadi kepada para anggota
walisongo. Seperti sunan Kudus yang ditantang kesaktian oleh Ki Ageng Kedu
atau sunan Bonang yang ditantang oleh Brahmana dari India.

Sunan Giri yang menyebarkan agama Islam juga mendapat perlawanan dari para
tokoh Hindu yang sudah terkenal sebelumnya. Salah satu tokoh yang iri
adalah Begawan Mintu Semeru.

Begawan Mintu Semeru yang memiliki padepokan di lereng gunung Lawu,


disekitar Jogorogo, Ngawi.

Dia mempunyai kesaktian yang sangat tinggi, maka dengan adanya sunan Giri
yang berdakwah membuat dia naik pitam dan menantang sunan Giri untuk adu
kesaktian.

Dia datang ke Gresik untuk beradu kesaktian dengan sunan Giri, dan siapa yang
akan menyerahkan dirinya kepada yang menang.

Dalam adu kesaktian itu terjadi 4 pertarungan diantaranya adalah :

 Merubah angsa menjadi seekor naga


 Tempayang melayang-layang di udara
 Adu kesaktian jubah dan ikat kepala
 Menumpuk ribuan telur

Dari semua adu kesaktian itu, semua bisa dimenangkan oleh sunan Giri, dan
begawan Minto Semeru mengaku kalah.

Akhirnya begawan Minto Semeru menjadi santri di pesantren milik sunan Giri.
Dan setelah beberapa bulan menjadi santri, akhirnya dia kembali ke
padepokannya di gunung Lawu dan murid-muridnya diajak masuk islam.

Makam Sunan Giri


Makam sunan Giri berada di di desa Giri, kecamatan Kebomas, Gresik.

Letak makam beliau berada berjarak sekitar 10 menit dari makam Maulana
Malik Ibrahim (Sunan Gresik). Makam tersebut berada di dtaran tinggi,
otomatis jika akan me makam beliau harus menaiki banyak anak tangga.

Sebelum masuk ke makam sunan Giri, akan diawali dengan sambutan pintu
gapura yang bentuknya seperti candi Bentar. Terdapat 2 patung kepala naga
yang memilki simbol tanggal wafatnya beliau.

Pada pelantaran makam terdapat banyak makam yang ada disana. Makam-
makam ini merupakan makam para Bupati atau pemimpin-peminpin Gresik
tempo dulu.

Itulah penjelasan mengenai sejarah Sunan Giri secara detail. Anda harus


menerapkan amalan yang pernah dilakukan oleh beliau kepada keluarga dan
juga diri Anda sendiri. Hal ini karena amalan beliau yang sangatlah mulia.

Sumber : https://wisatanabawi.com/sunan-giri/

dicetak pada hari rabu 10 November 2021


Sunan Drajat

Gambar Ilustrasi Sunan Drajat

Perkembangan islam di Indonesia mulai terlihat sekitar awal tahun 1400


Masehi. Ajaran islam dibawa oleh para pedagang dari Arab, Gujarat, Turki dan
India.

Untuk itu agama islam masuk ke Indonesia kebanyakan terjadi di daerah sekitar
pesisir pantai Sowan. Untuk di Jawa sendiri, agama islam mulai disyiarkan di
kota-kota pesisir seperti Tuban, Gresik, Demak, Lamongan dan Surabaya.

Kemudian islam mulai diajarkan oleh para ulama yang tergabung


dalam walisongo. Mereka mulai menyebarkan islam dengan membangun
pesantren-pesantren yang menerima santri dari semua penjuru nusantara.

Salah satu orang berpengaruh dan dikenal sebagai tokoh penyebar agama Islam
di tanah Jawa yakni Sunan Drajat atau sunan Derajat.

Beliau termasuk seorang wali yang namanya juga populer sebagai bagian dari
anggota walisongo.

Keberhasilannya dalam mengembangkan agama Islam dibuktikan dengan


adanya bangunan sejarah serta hasil karya akulturasi yang membuat Islam
diterima masyarakat Jawa.

Untuk mengetahui lebih detail tentang ulasannya, silahkan simak ulasna berikut
yang mengulas tentang biografi sunan Drajat dan Ajarannya.

Biografi Sunan Drajat


Nama populernya lebih dikenal sebagai Sunan Drajat, namun nama asilnya
yakni Raden Qosim atau Raden Syarifuddin putra dari seorang wali yang
terkenal juga, yakni Sunan Ampel.
Belum ada kepastian mengenai waktu kelahirannya, diperkirakan sekitar tahun
1470 M. Sunan Drajat juga bersaudara dengan anggota walisongo lainnya,
yakni Sunan Bonang.

Simak ringkasan biografi sunan Drajat berikut :

Biografi Keterangan

Nama Asli Raden Qosim

Raden Syarifuddin
Sunan Mayang Madu
Sunan Mahmud
Nama Lain Sunan Muryapada
Maulana Hasyim
Syekh Masakeh
Raden Imam

Nama Ibu Nyai Ageng Manila

Raden Rahmat
Nama Ayah
(Sunan Ampel)

Tahun Lahir 1470 Masehi

Tahun Wafat 1530 Masehi

Desa Drajat,
Tempat Syiar
Lamongan

Tempat Makam Lamongan

Sejak kecil Sunan Drajat memiliki kecerdasan luar biasa sehingga mampu


menguasai materi tentang agama Islam.

Julukannya sebagai Sunan Drajat karena telah berhasil menyebarkan Islam di


Desa Drajat, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan.

Gelar lain yang diberikan oleh Raden Patah kepada Sunan Drajat yakni Sunan


Mayang Madu karena keberhasilannya tersebut.

Jika dilihar dari susunan silsilah keluarga, Sunan Drajat termasuk anak yang
kedua berasal dari lima bersaudara.

Beliau juga merupakan cucu dari Syekh Maulana Malik Ibrahim yang


menjadi satu-satunya pelopor yang pertama kali mengembangkan Islam di Jawa.

Jika silsilahnya ditarik lebih jauh lagi, Syekh Maulana Malik Ibrahim adalah
seorang anak dari Syekh Jamaludin Akbar, atau yang dikenal Jumadil
Kubro.

Silsilah tersebut berasal dari keturunan kesepuluh cucu Nabi Muhammad,


yakni Sayyidina Husein.
Sunan Drajat memiliki jiwa sosial tinggi selain kegiatannya untuk menyebarkan
Islam, Ia juga sangat peduli dengan kaum fakir dan miskin.

Pertama kali yang diupayakannya sebelum menyebarkan Islam adalah


mengentaskan kemiskinan agar rakyat bisa bangkit dan makmur.

Perjalanan Dakwah Sunan Drajat


Sunan Drajat mengenyam pendidikan pesantren Ampel Denta di Surabaya
bersama-sama dengan kakaknya sunan Bonang, kerabatnya sunan Giri.

Pesantren di Ampel Denta yang waktu itu berada di bawah pimpinan Sunan
Ampel, ayahnya sendiri.

Beliau mendapatkan perintah untuk menyebarkan agama Islam di wilayah barat


Surabaya, terutama berada di pesisir Gresik. Tetapi selama perjalannya
menyebrangi lautan, Sunan Drajat mengalami musibah yang tak terduga.

Perahu yang ditumpanginya terhantam badai ombak raksasa yang


menyebabkannya tenggelam. dan akhirnya beliau terdampar di desa yang berada
di pesisir Lamongan.

Saat berada di desa tersebut, Beliau mendapatkan sambutan hangat tak terduga
dari tokoh tetua kampung yang bernama Mbah Mayang Madu serta Mbah
Banjar.

Mereka sebelumnya telah diyakini memeluk agama Islam karena adanya


bantuan dari beberapa pendakwah lain di Surabaya.

Akhirnya Sunan Drajat memutuskan untuk menetap di Desa Jelak dengan


menikahi Nyai Kemuning, yakni putri dari Mbah Mayang Madu.

Beliau mendirikan sebuah surau kecil yang kemudian berkembang menjadi


pesantren sebagai tempat para penduduk mengaji.

Desa Jelak yang semula terpencil mulai dikembangkan semakin maju dan juga
ramai, nama desa pun akhirnya diubah menjadi Banjaranyar.

Setelah merasa bahwa dakwahnya di Desa Jelak berhasil, Sunan Drajat


memutuskan untuk berkelana mencari tujuan dakwah di tempat lain. Beliau
melakukan perjalanan dengan jarak 1 kilometer dari desa ke arah selatan.

Di situ terdapat hutan belantara sehingga Sunan Drajat melakukan babad alas
untuk pertama kalinya. Sebelumnya, beliau meminta izin terlebih dahulu kepada
Sultan Demak 1 untuk memperoleh penetapan tanah di tahun 1486 M.

Sunan Drajat beserta para pengikutnya mulai membangun pemukiman di lahan


yang baru dibuka dengan luas sekitar 9 hektar.
Sebelumnya beliau memperoleh sebuah mimpi berupa petunjuk untuk
memanfaatkan lahan di sisi selatan perbukitan. Wilayah tersebut diberi nama
Ndalem Duwur yang kini berfungsi sebagai kompleks pemakaman.

Beliau juga mendirikan sebuah masjid untuk dijadikan sebagai tempat dakwah
sepanjang hidupnya.

Ajaran dan Filosofi dari Sunan Drajat


Ajaran Islam yang diberikan oleh Sunan Drajat tidak dilakukan dengan cara
memaksa, beliau melakukan metode dakwah bil hikmah, yakni cara yang bijak.

Pendekatannya melalui pengajian yang dilakukan di masjid, memberikan


pendidikan pesantren, serta memberikan nasihat atau solusi terhadap berbagai
masalah.

Beliau termasuk salah satu pendakwah yang juga menyebarkan Islam melalui
kesenian yang kini dilestarikan di Museum Sunan Drajat.

Kesenian itu antara lain berupa tembang-tembang Jawa, yakni tembang pangkur
diiringi gending, serta keahliannya dalam memainkan seperangkat alat music
gamelan yang disebut Singo Mengkok.
Ajaran Catur Piwulang

Filosofi kehidupan atau pitutur yang diberikan oleh Sunan Drajat dikenal
sebagai “Catur Piwulang”, yang kini masih tercatat pada artegak di kompleks
pemakaman.

Catur berarti “Empat” dan Piwulang artinya “Ajaran” , jadi Catur Piwulang


adalah 4 ajaran untuk membantu sesama.

Isi dari ajaran Catur Piwulang adalah sebagai berikut :

1. Wenehono teken marang wong kan wuto


2. Wenehono pangan marang wong kang keluwen
3. Wenehono payung marang wong kang kaudanan
4. Wenehono sandang marang wong kang kawudan
Artinya dalam bahasa Indonesia :

1. Berilah tongkat kepada orang buta


2. Berilah sedekah makanan bagi orang kelaparan
3. Berilah payung atau tempat berteduh bagi orang kehujanan
4. Berilah pakaian untuk orang yang tidak berpakaian
Ajaran Tujuh Sap Tangga

Selain catur Piwulang, Sunan Drajat juga mengajarkan makna filosofi


kehidupan yang dinamakan “tujuh sap tangga”, yang dilukis pada kompleks
pemakamannya.

Berikut makna dari filosofi tujuh sap tangga :


1. Memangun resep tyasing Sasoma

“Memangun resep tyasing Sasoma” bermakna keharusan bagi kita untuk


membuat hati semua orang senang.
2. Jroning suka kudu eling lan waspada

“Jroning suka kudu eling lan waspada” memiliki makna saat kita bahagia kita
tidak boleh lupa dan selalu bersyukur kepada Tuhan dan tetap waspada.
3. Laksmitaning subrata tan nyipta marang pringgabayaning lampah

“Laksmitaning subrata tan nyipta marang pringgabayaning lampah” yakni


ajaran untuk tetap teguh, berusaha keras, dan tidak putus asa untuk mencapai
cita-cita luhur.
4. Meper hardening pancadriya

“Meper hardening pancadriya” yakni anjuran untuk menahan besarnya nafsu.


5. Heneng-Hening-Henung

“Heneng-Hening-Henung” berarti saat kita terdiam, maka akan menghadapi


suasana hening, dan di situ kita dapat berusaha berdoa untuk mencapai cita-cita
mulia.
6. Mulya guna panca waktu

“Mulya guna panca waktu” yakni kebahagiaan yang selalu bisa diperoleh


ketika melaksanakan shalat lima waktu teratur.
7. Catur Piwulang

Ajaran yang ke tujuh ini adalah ajaran utama untuk bersosialisasi yang tertuang
dalam catur piwulang seperti yang dijelaskan sebelumnya.
Makna dari catur piwulang, yakni anjuran untuk berbagi ilmu kepada seorang
yang masih belum memahami segala sesuatu.

Seperti ajaran untuk bersedekah, ajaran tentang kesusilaan kepada semua orang
yang kurang memiliki rasa malu, serta melindungi dan memberikan bantuan
kepada setiap orang menderita.

Karomah Sunan Drajat


Setiap wali memiki karomah yang menjadi anugerah dari Allah. Simak ulasan
berikut tentang karomah sunan Drajat.
1. Di Tolong Ikan Cucut dan Ikan Talang

Ketika kapal yang ditumpaginya karan atau tenggelam di lautan, sang sunan
berpegangan pada kayuh atau dayung perahunya.

Sunan Drajat dapat bertahan karena pertolongan Allah. Karena kemudian


muncul ikan cucut serta ikan talang atau cakalang yang akhirnya
menyelamatkannya.

Kemudian setelah terombang-ambing ombak di lautan luas dan ditolong oleh


ikan cucut atau ikan talang ini akhirnya beliau terdampar di desa di pesisir kota
Lamongan.
2. Memancarkan Air dari Lubang Bekas Umbi

Ketika sunan Drajat mengadakan perjalalan dakwahnya, beliau dan pengikutnya


merasa kehausan. Maka beliau meminta semua untuk istirahat dan mencari air
untuk diminum.

Beberapa santrinya mencabut umbi hutan atau wilus untuk diambil airnya.
Ketika itu sunan Drajat berdoa kepada Allah agar diberikan air, maka saat itu
juga keluar air memancar deras dari bekas cabutan umbi hutan tersebut.

Hingga saat ini air keluaran dari bekas cabutan umbi hutan tersebut masih ada,
bahkan dijadikan sumur oleh warga sekitar. Sumur ini menjadi sumur abadi
yang ada di daerah itu.
3. Memindahkan Masjid Dalam Waktu Semalam

Ketika sunan sendang Dhuwur meminta masjid kepada Ratu Kalinyamat atau
mbok Rondo Mantingan, ia diijinkan membawa masjid bangsawan yang ada di
Jepara.

Ratu Kalinyamat mengijinkan untuk memindahkan masjid yang berada di


Jepara tersebut unuk dibawa ke desa Sendang Dhuwur.
Namun dengan syarat, ketika nanti memindahkan tidak boleh ada bekas
pindahan atau puing-puing pemindahannya. Selain itu juga syaratnya harus
dipindahkan dalam satu malam.

Sunan Sendang Dhuwur kemudian meminta bantuan sunan Drajat untuk


memindahkan masjid tersebut ke desa Sendang Dhuwur.

Akhirnya dalam waktu semalam masjid yang berada di Jepara bisa dipindahkan
oleh sunan Drajat tanpa meninggalkan secuil potongan atau serpihan di
tempatnya yang lama,

Esok harinya, warga desa Sendang Dhuwur merasa kaget karena muncul masjid
bagus di desanya. Padahal kemarin tidak ada masjid di desanya. Mere ka sangat
senang dengan adanya masjid dadakan tersebut.

Kemudian oleh masyarakat desa Sendang Dhuwur digunakan sebagai tempat


sholat dan berbagai kegiatan keagamaan lainnya.

Makam Sunan Drajat


Keberhasilan Raden Syarifuddin dalam mengembangkan Islam
menyebabkannya dijuluki sebagai Kadrajat yang berarti seseorang yang
diangkat drajatnya.

Dari situlah muncul sebutan Sunan Drajat, sekaligus bergelar Sunan Mayang
Madu karena telah berhasil mensejahterakan rakyat.

Beliau dimakamkan di area pesantrennya yaitu di desa Drajat, kecamatan


Paciran, kabupaten Lamongan, Jawa Timur.

Komplek makam sunan Drajat memiliki pintu seperti gapura yang


berbentuk “Paduraksa” yang terbuat dari kayu. Pagar kayu tersebut disebut
dengan “pacak suci” yang berbentuk seperti mahkota.

Jika Anda ingin memahami lebih dekat lagi dengan sejarah beliau, silahkan
berkunjung ke museum yang berisi tentang sejarah dan barang-barang
peninggalannya.

Di belakang gapura ini terdapat pendopo yang berbentuk limasan yang menjadi
tempat para peziarah. Terdapat tulisan isi dari Catur Piwulang di area pendopo
tersebut.

Karena berbagai bukti tentang kisah keberhasilan dakwah beliau telah


diabadikan di sebuah museum yang dinamakan Museum Sunan Drajat.

Museum ini diresmikan pada 1 Maret 1992 oleh Gubernur Jawa Timur kala itu.
Letaknya tepat di samping makam beliau dan keluarganya di Kabupaten
Lamongan.
Demikian ulasan tentang sejarah sunan Drajat yang menjadi salah satu anggota
walisongo yang memilki peran penting dalam penyebaran islam di Lamongan.
Semoga artikel ini bermanfaat untuk menambah wawasan Anda.

sumber : https://wisatanabawi.com/sunan-drajat/

dicetak pada hari rabu 10 November 2021


Sunan Bonang
Agama Islam telah menjadi agama mayoritas di Negara Indonesia. Hal ini tidak
lepas dari perjuangan para anggota Walisongo dalam menyebarkan ajaran
Agama Islam.

Walisongo adalah tokoh agama yang disegani dan dihormati oleh masyarakat


karena jasanya dalam menyebarkan Agama Islam.

Walisongo terdiri dari 9 Sunan di dalamnya, yaitu :

1. Sunan Gresik
2. Sunan Ampel
3. Sunan Bonang
4. Sunan Giri
5. Sunan Derajat
6. Sunan Kalijaga
7. Sunan Kudus
8. Sunan Muria
9. Sunan Gunung Jati

Dalam kenaggotaan diatas salah satunya adalah Sunan Bonang atau Raden


Makhdum Ibrahim. Beliau adalah kakak dari sunan Drajat dan putra dari
Raden Rahmat atau Sunan Ampel.

Raden Makhdum Ibrahim dikenal sebagai imam besar dan juga guru di Pulau
Jawa yang sangat dihormati serta dikenal oleh masyarakat sekitar. Beliau
dianugerahi oleh Allah SWT berupa ilmu dan pengetahuan luas.

Sehingga tidak heran jika beliau merupakan guru besar di Pulau Jawa. Untuk
mengetahui penjelasan mengenai Raden Makhdum Ibrahim secara detail, Anda
dapat menyimak artikel berikut ini.
Biografi Sunan Bonang
Raden Makhdum Ibrahim merupakan anak dari pasangan Raden Rahmat
atau Sunan Ampel dengan Nyai Ageng Manila, yang lahir pada 1465 Masehi.

Beliau adalah cucu dari Sunan Gresik atau Syekh Maulana Malik Ibrahim.

Sehingga dapat ditarik silsilah merupakan keturunan Nabi Muhammad SAW.


Beliau juga merupakan seorang kakak dari Sunan Drajad atau Raden Qosim.

Berikut Ringkasan Biografi Sunan Bonang :

Biografi Keterangan

Nama Asli Raden Makhdum Ibrahim

Nama Lain Liem Bong Ang

Nama Ibu Nyai Ageng Manila

Nama Ayah Raden Rahmat

Tahun Lahir 1465 Masehi

Tahun Wafat 1525 Masehi

Tempat Syiar Desa Bonang Kabupaten Rembang

– Sebelah Masjid Agung Tuban, Jawa Timur


Tempat Makam
– Kampung Tegal Gubug, Pulau Bawean, Jawa Timur

Pengetahuannya tentang Agama Islam sudah tidak perlu diragukan lagi.

Hal ini karena sejak kecil, Raden Makhdum Ibrahim telah diajarkan tentang
ajaran Agama Islam dengan disiplin dan juga tekun oleh Sunan Ampel yang
merupakan ayah beliau.

Untuk riyadhoh atau berlatih menjadi seorang Walisongo, beliau harus


melakukan perjalanan jauh ketika masih berusia muda.

Ketika usia Raden Makhdum Ibrahim menginjak remaja, beliau melakukan


penyeberangan ke Pasai, Aceh.

Perjalanan ini untuk mendapatkan ajaran Agama Islam dari Syekh Maulana
Ishak dengan ditemani oleh Sunan Giri atau Raden Paku.
Kemudian setelah dirasa cukup, beliau kembali ke Pulau Jawa dan tinggal di
Pantai Utara sekitar pantai Remen atau di daerah Bonang.

Menurut kabar yang berkembang di masyarakat, Raden Makhdum Ibrahim tidak


menikah.

Hal ini karena beliau ingin mengabdikan hidupnya untuk dapat melakukan
penyebaran Agama Islam ke masyarak Indonesia, khususnya di Pulau Jawa.

Dalam versi Cina menurut naskah dari klenteng Talang menyebutkan bahwa
nama kecil sunan Bonang Adalah Liem Bong Ang. Dengan nama ini dalam
pengucapan menjadi Bonang.

Beliau adalah putra Bong Swi Ho yang dikenal dengan sunan Ampel. Dengan
demikian beliau adalah cucu buyut dari Bong Tak Keng yaitu kakek Bong Swi
Hwo.

Dari informasi ini, menyebutkan bahwa sunan Bonang adalah keturunan Cina
yang memperoleh ajaran dan pendidikan Jawa.

Metode Dakwah Sunan Bonang Melalui Kebudayaan Jawa


Raden Makhdum Ibrahim menggunakan kebudayaan jawa yang sudah lama ada,
untuk menarik perhatian masyarakat sekitar.

Hal ini bertujuan untuk menanamkan ajaran Agama Islam tanpa harus
mengubah kebiasaan dan juga unsur budaya yang telah ada sebelumnya.

Beliau memanfaatkan kesenian rakyat berupa permainan gamelan bonang dan


juga pertunjukan wayang.

Gamelan bonang adalah salah satu alat kesenian daerah berbentuk bulat lengkap
dengan benjolan di tengah yang terbuat dari kuningan.
Alat kesenian ini dibunyikan dengan menggunakan kayu kecil yang kemudian
akan menghasilkan suara merdu.

Bila Sunan memainkan gamelan bonang ini, akan menghasilkan suara merdu
yang enak untuk didengarkan. Sehingga masyarakat akan sangat senang jika
beliau memainkan gamelan tersebut.

Raden Makhdum Ibrahim memiliki bakat dalam bidang seni yang tergolong
tinggi. Beliau menciptakan berbagai lagu sebagai pengiring dalam pertunjukan
wayang.

Dalam lagu tersebut selalu diselipkan ajaran Agama Islam dan juga “Dua


Kalimat Syahadat”.

Dengan cara ini akan memudahkan masyarakat sekitar dalam menerima ajaran
Agama Islam dengan mudah dan tidak adanya paksaan sedikitpun. Setelah itu,
beliau akan mengajarkan Islam lebih mendalam lagi.

Pada pertunjukan wayang yang beliau mainkan, selalu disematkan ajaran Islam
dan juga kalimat dzikir untuk membuat masyarakat sekitar selalu ingat dengan
dunia akhirat.

Beliau sangat mahir dalam memainkan wayang hingga membuat masyarakat


terbius dengan pertunjukannya. Saat itu, beliau memainkan wayang dengan
kisah Pandawa dan Kurawa yang terkenal dengan ajaran Hindu.

Metode Dakwah Sunan Bonang Melalui Karya Sastra


Raden Makhdum Ibrahim juga melakukan metode dakwah melalui karya sastra
yang berupa suluk atau tembang tamsil.

Karya beliau yang masih dikenal hingga sekarang salah satunya adalah lagu
Tombo Ati.

Berikut adalah karya sastra yang digunakan beliau dalam melakukan dakwah.
1. Suluk Wujil

Raden Makhdum Ibrahim menggunakan Suluk Wujil dalam metode dakwah.


Dalam Suluk Wujil terkandung dua makna yang ingin disampaikan beliau.

Makna pertama adalah beliau ingin menggambarkan keadaan peraliharan ajaran


Agama Hindu berubah menjadi Islam.

Peralihan ajaran tersebut mencakup semua aspek antara lain politik, budaya,
sastra, kepercayaan, dan juga intelektual. Hal ini terjadi pada runtuhnya
Kerajaan Majapahit diganti Kesultanan Demak.
Kemudian makna kedua adalah perenungan Ilmu Ketuhanan serta apa saja yang
dimiliki-Nya atau biasa dikenal dengan Ilmu Sufi.

Munculnya Suluk Wujil dilatar belakangi oleh adanya keingintahuan seorang


murid yang bernama Wujil Kinasih tentang ajaran agama hingga bagian
terdalam.

Alhasil muncullah Suluk Wujil yang memiliki makna tersirat berupa tujuan
melakukan ibadah, pengenalan diri sendiri, dan juga hakikat dari adanya sebuah
niat.
2. Gita Suluk Latri

Raden Makhdum Ibrahim menggunakan Gita Suluk Latri dalam metode


dakwah. Suluk ini berada di Universitas Laiden hingga saat ini.

Makna dalam suluk tersebut adalah seseorang yang menunggu Sang Kekasih
hingga merasa gelisah.

Hingga malam menjadi larut, perasaan gelisahnya menjadi semakin bertambah.


Kemudian Sang Kekasih datang yang membuat dia lupa dengan segalanya.
Alhasil dia terbawa ombak dan hanyut ke lautan tanpa berwujud.
3. Suluk Jebeng

Raden Makhdum Ibrahim menggunakan Suluk Jebeng dalam metode dakwah.


Dalam suluk ini terdapat Tembang Dandanggula yang terkenal.

Lahirnya Suluk Jebeng karena ada percakapan mengenai pengenalan diri sendiri
agar berada di jalan yang benar dan juga tentang pembentukan khalifah yang
ada di bumi.

Selain itu, Suluk Jebeng juga menggambarkan hubungan kuat dan saling
mengenal antara Tuhan dengan manusianya.
4. Suluk Khalifah

Raden Makhdum Ibrahim menggunakan Suluk Khalifah dalam metode dakwah.


Suluk ini berisi tentang perjalanan Walisongo dalam menyebarkan ajaran
Agama Islam di Indonesia.

Dalam syair Suluk Khalifah juga, menjelaskan perjuangan Walisongo dalam


mengajarkan masyarakat tentang Islam, hingga memeluk Agama Islam.

Ada juga penjelasan mengenai Kisah Raden Makhdum Ibrahim dalam


menjalankan riyadhoh ke Pasai dan juga perjalanan beliau ibadah haji.

Beliau mengajarkan ilmu melalui dzikir dan sholat atau cara sujud kepada murid
muridnya.
Sunan Bonang juga mengajarkan dzikir dengan gerakan fisik yang diajarkan
oleh Rasullah SAW lengkap dengan keseimbangan pernafasan yang dikenal
dengan Alif Lam Mim.

Raden Makhdum Ibrahim mengajarkan ilmu yang diambil dari seni huruf
Hijaiyyah dengan gerakan fisik yang penuh makna dan tujuan tertentu.

Dengan kata lain, beliau ingin mengajarkan untuk menghafal huruf hijaiyyah
sebanyak 28 untuk dapat membaca Al Quran. Hingga kini ilmu yang diajarkan
beliau masih diterapkan di Silat Tauhid Indonesia.

Simak dan baca juga : Biografi Sunan Giri

Tembang Tombo Ati


“Tembang Tombo Ati” atau “Lagu Obat Hati” adalah tembang ciptaan sunan
Bonang yang terkenal sampai sekarang dan dapat Anda dengarkan.

Berikut lirik dari tembang Tombo Ati :

Tombo Ati iku limo sakwarnane

Moco Quran angen-angen sak maknane

Kaping pindho sholat wengi lakonono

Kaping telu wong kang sholeh kanconono

Kaping papat kudu weteng ingkang luwe

Kaping limo dzikir ingkang suwe

Artinya :

Obat Hati itu ada lima perkara

Bacalah Quran beserta isinya

Yang Kedua Sholat malam dirikanlah

Yang ketiga bertemanlah dengan orang-orang sholeh

Yang keempat jalankanlah puasa

Yang kelima berdzikirlah di malam hari

Tembang ini mempunyai makna dengan memberikan nasehat kepada setiap


umat muslim untuk selalu tenang dan selalau dekat dengan Allah dengan
melaksankan 5 perkara.
Jika 5 perkara diatas kita kerjakan, maka hidup kita sebagai hamba Allah akan
bahagia. Dengan demikian hati kita akan damai dan tenteram dalam menjalani
kehidupan ini.

Kelima perkara itu adalah membaca Al Quran dan artinya, mendirikan sholat
sunnah malam seperti sholat tahajud dan sholat witir, berteman dengan orang
yang sholeh, menjalankan puasa dan berdzikir di malam hari.

Karomah Sunan Bonang


Sunan Bonang dikenal dengan penguasaan ilmu yang tinggi. Beliau memiliki
ilmu berupa tasawuf, sastra, arsitektur, ilmu fiqih, ushuludin, seni, ilmu
kebatinan, ilmu sakti lainnya, dan kedigdayaan tinggi.

Simak beberapa karomah sunan Bonang berikut ini.


1. Mengubah Buah Kolang-Kaling Menjadi Emas

Buah Aren atau disebut juga dengan kolang-kaling disebut-sebut sebagai buah
yang mendapatkan karomah dari sunan Bonang.

Kepercayaan atau kegenda ini muncul dari kisah sunan Bonang yang di hadang
oleh kawanan perampok yang dipimpin oleh Lokajaya. Lokajaya adalah
perampok yang menguasai hutan Jatisari saat itu.

Lokajaya adalah Raden Mas Said yang waktu itu belum menjadi seorang wali
dan menjadi perampok yang kejam untuk mermapok para pedagang yang
melewati hutan Jatisari.

Ketika sunan Bonang melewati hutan Jatisari, beliau dicegat oleh Lokajaya.
Melihat tongkat sunan Bonang yang berlapis emas, Lokajaya berkeinginan
untuk mengambilnya secara paksa.

Namun ketika Lokajaya mendekat untuk merebut tongkatnya, sunan Bonang


menunjukkan tongkatnya ke arah buah aren sambil berkata, “Lihat itu lebih
banyak emas disana”.

Dan benar-benar nyata, buah aren atau kolang-kalng yang ditunjuk berubah
menjadi emas. Melihat hal itu, Lokajaya menjadi sadar, dan ingin berguru
kepada sunan Bonang.

Dan akhirnya berandal Lokajaya atau raden mas Said diterima sebagai muridnya
dengan syarat menjaga tongkatnya yang ditancapkan dipinggir kali.

Hingga 3 tahun berselang, sunan Bonang baru ingat dan akhirnya menghampiri
raden Mas Said yang bertapa menunggu tongkat sunan Bonang di pinggir kali.
Karena itulah, maka setelah belajar dengan beliau, dan diangkat menjadi
seorang wali, maka raden Mas Said dikenal dengan nama sunan Kalijaga
(Penjaga kali atau sungai).
2. Sunan Bonang Didatangi Brahmana Dari India

Ketenaran sunan Bonang bukan hanya terkenal di Nusantara, namun juga


terkenal hingga luar negeri. Nama sunan Bonang terkenal hingga negeri India.

Untuk itu ada seorang brahmana dari India yang ingin bertemu dengan beliau
untuk beradu kesaktian dan wawasan.

Brahmana dari India ini kemudian berlayar ke Jawa untuk menemui sunan
Bonang. Namun dalam pelayarannya ini, kapal yang ditumpanginya karam dan
tenggelam beserta buku-buku atau kitab-kitab yang dibawanya.

Sang Brahmana selamat, dan terdampar di pantai Tuban dalam keadaan pingsan.
Ketika siuman, dari kejauhan terlihat ada orang berjubah putih dan bertongkat
mendekatinya.

Sang Brahmana memperhatikan orang tersebut dan bertanya, “Tempat apakah


ini namanya?”

Sebelum memberi jawaban, orang berjubah putih itu kemudian menancapkan


tongkatnya di depan sang Brahmana. kemudian bertanya tentang maksud dari
perjalanan Brahmana hingga karam dilautan.

Sang Brahmana bercerita kalau niatnya adalah menemui sunan Bonang untuk
mengadu ilmu pengetahuan dan kesaktian. Namun karena kapal yang
ditumpanginya karam, buku-buku dan kitab-kitab yang ia bawa ikut tenggelam.

Mendengar cerita Brahmana, orang berjubah putih tersebutt mencabut


tongkatnya.

Seketika itu sang Brahmana terkejut, karena dari lubang bekas tongkat itu keluar
air dan memancar dengan deras. Selain itu juga muncul buku-buku dan kitab-
kitab sang Brahmana yang tenggelam di laut.

Orang berjubah putih itu berkata, “Bukankah ini buku-buku dan kitab-kitab


yang engkau maksudkan?”

Dengan peristiwa ini sang Brahmana tidak ragu lagi bahwa yang dihadapannya
adalah sunan Bonang.

Kemudian sang Brahmana berjongkok dan bersujud di hadapan sunan Bonang


dan memohon maaf serta meminta agar dijadikan sebagai muridnya.
Dan air yang memancar keluar dari lubang itu, sampai sekarang masih
mengalirkan air tawar. Oleh masyarakat Tuban, disebut sebagai sumur
Brumbung atau Boom.
3. Mengubah Aliran Sungai Brantas

Dengan kesaktian dan kemampuan sunan Bonang, beliau dapat mengubah aliran
sungai Brantas di Jawa Timur.

Hal ini dilakukan karena banyak yang enggan menerima dakwah beliau di aliran
sungai Brantas. Maka beliau memindahkan aliran sungai Brantas agar tidak
melalui wilayah tersebut.

Maka wilayah-wilayah yang enggan menerima dakwah beliau menjadi


kekeringan atau kekurangan air. Dengan kejadian ini akhirnya orang-orang
sadar dan mulai ingin belajar lebih jauh tentang ajaran Islam.

Dan akhirnya ajaran sunan Bonang banyak diterima oleh kalangan masyarakat
di sekitar sungai Brantas tersebut.
4. Mengalahkan Tokoh Buta Lokaya dan Nyai Pluncing

Sunan Bonang Juga sering bedebat tentang beberapa tokoh Hindu seperti tokoh
Buta Lokaya yang selalu mengecam tindakan dakwahnya.

Namun dengan kesaktian dan pengetahuan beliau yang sangat luas, Buta
Lokaya tidak kuasa menghadapi kesaktiannya.

Beliau juga berhadapan dengan tokoh Nyai Pluncing yang sakti mandraguna
sebagai penerus ajaran sesat Calon Arang dari Bali.

Dan lagi-lagi sunan Bonang dapat mengalahkan kesaktian Nyai Pluncing


tersebut.
5. Anak Ayam Menang Melawan Ayam Jago Dalam Sabung Ayam

Bagi umat muslim, sabung ayam sangat dilarang karena bertentangan dengan
ajaran agama islam.

Namun karena mendapat tantangan dari Ajar Bacak Ngilo dengan taruhan kalau
yang kalah akan menjadi pengikutnya.

Maka sunan Bonang mengutus muridnya yaitu santri Mujil untuk beradu ayam
dengan Ajar Bacak Ngilo.

Namun disini yang dipilih oleh beliau bukan ayam jago yang biasa untuk
sabung ayam. Ayam yang dipilih adalah anak ayam (dalam bahasa jawa
disbut khutuk) yang masih kecil.
Dikisahkan, jika khutuk ini setiap kali terjatuh, maka tubuhnya akan bertambah
besar setiap ditiup oleh santri Mujil.

Sampai akhirnya anak ayam milik santri Mujil ini bisa mengalahkan ayam jago
milik Balacak Ngilo.

Itulah beberapa karomah sunan Bonang yang sangat luar biasa, dan hanya
seorang wali Allah yang memilikinya.

Makam Sunan Bonang

Beberapa wali atau sunan biasanya dimakamkan di belakang masjid tempat dia
berdakwah.

Untuk makam sunan Bonang terdapat suatu kisah yang menyebabkan adanya 2
makam untuknya.

Makam sunan Bonang ada 2 yaitu :

1. Makam sunan Bonang di kampung Tegal Gubug, Pulau Bawean (Pulau di


laut Jawa sebelah utara Tuban)
2. Makan sunan Bonang di Masjid Agung Tuban

Hal ini dikisahkan ketika beliau mengadakan dakwah ke Bawean, beliau


mendadak sakit dan wafat pada tahun 1525 Masehi.

Murid-muris yang di Bawean menghendaki beliau dimakamkan di Bawean.


Namun murid-muridnya yang dari Tuban tidak setuju, mereka menginginkan
sunan Bonang dimakamkan di Tuban.

Karena diminta secara sukarela tidak boleh, santri-satri dari Bawean tetap ingin
memakamkan beliau di Bawean.
Maka pada malam harinya santri-santri dari Tuban me-nyirep atau menidurkan
santri-santri Bawean yang menunggu jenazah sunan Bonang.

Dan akhirnya jenazah sunan Bonang bisa dibawa berlayar ke Tuban dan
dimakamkan dekat Masjid Agung Tuban.

Namun anehnya, jenazah yang di Bawean ternyata juga masih ada, tetapi
kafannya tinggal satu, demikian juga kafan jenazah yang dibawa ke Tuban.

Akhirnya pagi harinya jenazah yang di Bawean dimakamkan di Bawean


tepatnya di desa Tegal Gubug Bawean.

Dan sampai sekarang terdapat 2 makam sunan Bonang yangmasih terjaga


sampai sekarang.

Demikian penjelasan mengenai Sejarah Sunan Bonang atau Raden Makhdum


Ibrahim. Anda dapat mempelajari berbagai ilmu yang diajarkan oleh beliau
selama menyebarkan ajaran Agama Islam. Anda juga dapat mengajarkan ilmu
yang diwariskan beliau kepada keluarga anda.

sumber : https://wisatanabawi.com/sunan-bonang/

dicetak pada hari rabu 10 November 2021


SUNAN AMPEL
Ajaran Agama Islam yang berkembang pesat hingga saat ini di Nusantara tidak
lepas dari perjuangan Walisongo.

Walisongo adalah orang-orang yang memiliki ilmu Agama Islam luas yang


berjuang dalam menyebarkan ilmunya kepada masyarakat Indonesia, khususnya
Pulau Jawa.

Salah satu Sunan Walisongo adalah Sunan Ampel. Beliau menyebarkan Islam
melalui dakwah untuk memperbaiki moral yang terjadi di masyarakat kala itu.

Sebelum terjadinya penyebaran Agama Islam, masyarakat sekitar suka dengan


kegiatan yang tergolong buruk. Kegiatan tesebut antara lain sabung ayam, judi,
hingga menganut ajaran animisme.

Dengan begitu beliau secara perlahan melakukan penyebaran Agama Islam


kepada masyarakat sekitar. Alhasil masyarakat sedikit demi sedikit mulai
menganut kepercayaan Agama Islam.

Bagi Anda yang ingin mengetahui lebih jauh tentang biodata, sejarah, karomah
sunan Ampel, silahkan simak penjelasannya berikut ini.

Biografi Sunan Ampel


Silahkan simak asal usul dan Biografi singkat sunan Ampel berikut ini :

Walisongo adalah orang-orang yang memiliki ilmu Agama Islam luas yang


berjuang dalam menyebarkan ilmunya kepada masyarakat Indonesia, khususnya
Pulau Jawa.

Salah satu Sunan Walisongo adalah Sunan Ampel. Beliau menyebarkan Islam
melalui dakwah untuk memperbaiki moral yang terjadi di masyarakat kala itu.
Sebelum terjadinya penyebaran Agama Islam, masyarakat sekitar suka dengan
kegiatan yang tergolong buruk. Kegiatan tesebut antara lain sabung ayam, judi,
hingga menganut ajaran animisme.

Dengan begitu beliau secara perlahan melakukan penyebaran Agama Islam


kepada masyarakat sekitar. Alhasil masyarakat sedikit demi sedikit mulai
menganut kepercayaan Agama Islam.

Bagi Anda yang ingin mengetahui lebih jauh tentang biodata, sejarah, karomah
sunan Ampel, silahkan simak penjelasannya berikut ini.
Asal usul Sunan Ampel

Ayah sunan Ampel yang bernama Ibrahim Asmarakandi berasal dari negeri


Samarkand. Beliau ditugaskan oleh kerajaan Turki untuk menyebarkan  agama
Islam ke Asia.

Dan akhirnya beliau sampai ke negara Champa untuk menjalankan tugasnya


dalam dakwah agama islam agar agama islam bisa diterima disana.

Dan beliau akhirnya menikah dengan Dewi Candrawulan. Dewi Candrawulan


adalah putri raja Champa Prabu Singhawarman.

Dari hasil pernikahan antara Ibrahim Asmarakandi dan dewi Candrawulan


inilah akhirnya terlahir Raden Rahmat dan Raden Santri Ali.

Keduanya kelak menjadi orang tersohor di tanah Jawa sebagai sunan yang
menyebarkan agama Islam di Jawa.
Biografi Sunan Ampel

Sunan Ampel memiliki nama ketika masih kecil adalah Sayyid Muhammad Ali
Rahmatullah. Saat beliau memilih pindah ke daerah Jawa Timur, masyarakat
sekitar memanggilnya Raden Rahmat.

Simak tabel biografi sunan Ampel berikut ini :

Biografi Keterangan

Nama Asli Raden Rahmat

Nama Lain Sayyid Muhammad Ali Rahmatullah

Nama Ibu Dewi Candrawulan

Maulana Ibrahim Al-Ghazi (Ibrahim


Nama Ayah
Asmarakandi)
Tahun Lahir 1401 Masehi

Tahun Wafat 1481 Masehi

Tempat Syiar Ampel Surabaya

Tempat
Ampel Denta Surabaya
Makam

Beliau lahir di Champa pada tahun 1401 Masehi. Hingga kini banyak yang
berpendapat mengenai letak lokasi Champa tersebut.

Sebagian orang menyebutkan bahwa lokasi tersebut berada di Kamboja. Ada


lagi yang berpendapat bahwa lokasi tersebut berada di Aceh.

Selain banyaknya pendapat mengenai lokasi lahirnya sang Sunan, masyarakat


banyak mengira bahwa nama Ampel diberikan dengan alasan beliau tinggal
lama di daerah Ampel Denta.

Daerah tersebut kini berada di daerah Wonokromo, Kota Surabaya. Namun


hingga kini belum ada pernyataan mengenai kebenaran dari Sunan.

Raden Rahmat memiliki dua orang istri dan 11 orang anak. Istri pertama beliau
bernama Dewi Condrowati atau biasa dikenal dengan Nyai Ageng Manila.

Dari istri pertama ini, beliau memiliki 5 orang anak yang bernama :

1. Maulana Mahdum Ibrahim (Sunan Bonang)


2. Syarifuddin (Sunan Drajat)
3. Siti Syarifah (Istri Sunan Kudus)
4. Siti Muthmainnah
5. Siti Hafsah

Sedangkan Istri keduanya bernama Dewi Karimah.

Dengan istri keduanya ini beliau memiliki 6 orang anak yang bernama :

1. Dewi Murtasiyah
2. Dewi Murtasimah
3. Raden Husamuddin
4. Raden Zainal Abidin
5. Pangeran Tumapel
6. Raden Faqih

Metode Dakwah yang Dilakukan Sunan Ampel


Raden Rahmat membagi metode dakwah dengan beberapa cara kepada
masyarakat menengah kebawah dan juga pada masyarakat cendikia yang
memiliki pemikiran luas.

Metode penyebaran Islam beliau dinilai berbeda dari metode dakwah Sunan
lainnya.

Hampir semua Sunan menggunakan metode berupa pendekatan seni budaya,


namun Raden Rahmat menggunakan pembauran dan juga pendekatan
intelektual dengan diskusi kritis dan cerdas di dalamnya.

Metode pertama beliau adalah dengan membaur dalam pergaulan dengan


masyarakat menengah ke bawah. Dalam proses pembauran tersebut diselipkan
sedikit demi sedikit tentang ajaran Agama Islam.

Saat proses penyebaran, pengetahuannya tentang Agama Islam sangatlah diuji


oleh masyarakat sekitar. Masyarakat tersebut memiliki banyak pertanyaan
mengenai Agama Islam.

Proses penyebaran Agama Islam terbilang cukup sulit. Hal ini karena keadaan
masyarakat sekitar yang pada saat itu tergolong jumud, sangat asing, dan juga
kolot.

Dengan begitu Raden Rahmat dengan segala kemampuan dan ilmunya mencoba
beradaptasi dengan keadaan sosial budaya yang ada di daerah sekitar. Akhirnya
kala itu beliau dapat mensejajarkan kalangan elite dengan kaum muslim.

Pada saat penyebaran Agama Islam, pemerintahan berada di bawah Kerajaan


Majapahit. Meski demikian Pemerintah kerajaan tidak melarang adanya
penyebaran Agama Islam tersebut.

Bahkan mereka sangat menghargai dan menghormati hak dan kewajiban yang
telah diajarkan oleh sunan Ampel. Sehingga lambat laun punggawa kerajaan
memilih untuk memegang teguh kepercayaanya pada Agama Islam.

Metode kedua yang dilakukan Raden Rahmat adalah dengan pendekatan


intelektual dengan diskusi kritis dan cerdas di dalamnya yang dapat diterima
oleh akal manusia.

Metode pendekatakan ini digunakan untuk menyebarkan Agama Islam kepada


masyarakat yang tergolong cendekia atau cerdik.

Ajaran Moh Limo Oleh Sunan Ampel


Sunan Ampel memiliki falsafah dakwah yang bertujuan untuk memperbaiki
moral buruk pada masyarakat sekitar.

Dalam dakwah yang dilakukan, beliau mengajarkan “Moh Limo” kepada


masyarakat sekitar.
Kata “Moh” berasal dari bahasa Jawa yang artinya tidak, dan “Limo” artinya
Lima. Jadi Moh Limo adalah “Tidak melakukan lima hal atau perbuatan yang
dilarang oleh Allah”.

Isi dari ajaran Moh Limo adalah:

1. Moh Mabuk (Tidak mabuk atau minum-minuman).


2. Moh Main (Tidak main atau tidak berjudi).
3. Moh Madon (Tidak main perempuan).
4. Moh Madat (Tidak memakai obat-obatan).
5. Moh Maling ( Tidak Mencuri).

Bahkan ajaran Moh Limo ini sampai sekarang masih menjadi ajaran yang
dipegang umat muslim hingga saat ini. Dalam masyarakat sekarang dikenal
dengan istilah 5M.

Adanya ajaran yang dilakukan oleh Raden Rahmat, disambut baik oleh Prabu
Brawijaya. Bahkan dia menganggap ajaran Agama Islam adalah yang mulia.

Akan tetapi Prabu Brawijaya tidak mau mamemluk Agama Islam karena ingin
menjadi Raja Majapahit terakhir yang memeluk Agama Budha.

Pada saat itu juga raja memberikan izin untuk menyebarkan Agama Islam di
sekitar Kerajaan Majapahit dan juga di Surabaya, namun dengan catatan tidak
boleh di paksa.

Karomah Sunan Ampel


Hampir semua aggota Walisongo memiliki karomah yang luar biasa, begitu juga
dengan sunan Ampel.

Simak karomah sunan Ampel berikut ini :


1. Sunan Ampel Bisa Berjalan di Atas Air

Dalam perjalanan dakwahnya beliau bertemu dengan pertapa di pinggir sungai.


Pertapa tersebut sedang berusaha untuk menyeberangi sungai tanpa
menggunakan media apapun alias hanya berjalan di permukaan air.

Akan tetapi ia selalau gagal dan jatuh ke air. Melihat hal ini sunan Ampel
memberitahukan kalau usaha pertapa ini sia-sia. Namun sang pertapa tidak
mengindahkan kata-kata sunan Ampel dan meminta beliau pergi untuk tidak
mengganggunya.

Kemudian sunan Ampel pergi meninggalkan sang pertapa dengan berjalan di


atas air untuk menyeberangi sungai tersebut.
Melihat hal ini sang pertapa sangat terkejut dan mengejar sang sunan untuk
memohon agar diajari bagaimana cranya agar bisa berjalan di atas air seperti
kanjeng sunan.

Setelah sunan mengajarinya akhirnya sang pertapa dapat berjalan diatas air juga.
Namun sunan berpesan agar kemampuannya dipergunakan dengan baik. Selalu
mensyukuri nikmat-Nya dalam rangka ibadah kepada-Nya.
2. Mbah Sholeh yang Hidup 9 Kali

Ada salah satu murid beliau yang banyak dikenal masyarakat yaitu Mbah
Sholeh. Mbah Sholeh merupakan marbot Masjid Ampel yang selalu bersih
dalam menyapu lantai tanpa ada debu sedikitpun.

Mbah Sholeh memiliki keistimewaan yang tergolong luar biasa. Sehingga tidak
heran bila dia banyak disayangi oleh orang orang.

Pernah suatu ketika Raden Rahmat tidak sengaja berbicara bahwa Mbah Sholeh
akan hidup sebanyak 9 kali.

Dari pernyataan tersebut ternyata terjadi di kemudian hari. Saat dia wafat tidak
ada orang satupun yang bisa membersihkan masjid hingga bersih tanpa ada
debu sedikitpun.

Saat itu juga Raden Rahmat mengatakan bahwa bila Mbah Sholeh masih hidup,
pasti masjid menjadi sangat bersih.

Kemudian Mbah Sholeh berada di dalam masjid sedang bersih bersih. Alhasil
masjid menjadi bersih kembali.

Bahkan banyak orang yang bertanya tanya alasan Mbah Sholeh hidup kembali.
Setelah beberapa bulan, Mbah Sholeh wafat kembali. Lalu Sunan kembali
mengatakan hal serupa yang membuat Mbah Sholeh hidup kembali.

Kejadian Mbah Sholeh berlangsung terus menerus. Untuk yang ke 8 kalinya,


Raden Rahmat wafat. Kemudian beberapa hari setelah beliau wafat, disusul oleh
Mbah Sholeh.

Alhasil dia memiliki 9 makam yang letaknya berada di samping Raden Rahmat.
Dengan adanya hal tersebut membuat kisah Mbah Sholeh banyak dikenal oleh
masyarakat luas.

Bahkan hingga kini cerita tersebut masih banyak diceritakan oleh warga sekitar
ketika berkunjung ke masjid sunan Ampel di Surabaya tersebut.

Penerus Dakwah Sunan Ampel


Setelah berjuang untuk menyebarkan Agama Islam, kini Raden Rahmat
memiliki murid. Murid murid beliau berasal dari berbagai kalangan antara lain
rakyat jelata, Pangeran Majapahit, bangsawan hingga anggota Walisongo
sendiri.
1. Raden Paku atau Sunan Giri

Joko Samudro adalah pemuda yang berasal dari Gresik putra angkat dari Nyai
Ageng Pinatih yaitu saudagar wanita yang kaya raya.

Joko Samudro merupakan salah satu santri di pesantren sunan Ampel yang
cerdas dan pintar dalam menguasai ajaran-ajaran di pesantrennya sunan Ampel.

Joko Samudro ini ternyata masih keponakannya sunan Ampel yang merupakan
putra dari pamannya yang bernama Syekh Maulana Ishaq.

Pamannya menikah dengan putri Majapahit yaitu Dewi Sekardadu yang


sebelumnya sakit parah dan dapat disembuhkan oleh Syekh Maulana Ishaq.

Setelah mengetahui kalau Joko Samudro adalah keponakannya, maka sesuai


dengan pesan pamannya untuk memberi nama Raden Paku kepadanya.

Sejak itu Joko Samudro dikenal sebagai Raden Paku. Dan setelah lulus dalam
belajar agama Islam kepada sunan Ampel, Raden Paku diutus oleh sunan Ampel
untuk belajar Islam ke Champa.

Setelah memilki ilmu Agama yang sangat luas, akhirnya Raden Paku pulang ke
Jawa dan mendirikan pesantren di Giri Kedathon. Untuk itu akhirnya Raden
Paku dikenal sebagai sunan Giri.

Sunan Giri menjadi penerus dakwah sunan Ampel dengan mendirikan pesantren
di Gresik dan santri-santrinya berasal dari berbagai wilayah di Nusantara.
2. Maulana Makhdum Ibrahim atau Sunan Bonang

Maulana Makhdum Ibrahim adalah putranya sunan Ampel sekaligus sebagai


santri yang belajar agama Islam di pesantrennya.

Dari kecil Maulana Makhdum Ibrahim ini sudah digembleng oleh sunan Ampel
untuk terus diajari dengan berbagai ilmu sastra, sejarah, tauhid, agama Islam.

Bersama dengan sahabatnya raden Paku sebagai santri di Ampel, Maulana


Makhdum Ibrahim juga diutus untuk belajar agama islam ke Champa.

Kurang lebih selama 3 tahun mereka berdua belajar agama di sana. Setelah
mendapatkan banyak ilmu pengetahuan islam dari Champa, akhirnya mereka
kembali ke Jawa.

Maulana Makhdum Ibrahim menyiarkan dan dakwah agama islam di daerah


Bonang, Tuban Jawa Tinur. Dan karena di Bonang inilah, maka beliau dikenal
sebagai sunan Bonang.
Sunan Bonang menjadi penerus dakwah ayahnya sendiri yaitu sunan Ampel.
Beliau membangun pesantren di daerah Bonang, Tuban, Jawa Timur.
3. Raden Qasim atau Sunan Derajat

Raden Qasim adalah putra dari sunan Ampel dan merupakan adik dari Maulana
Makhdum Ibrahim (sunan Bonang).

Sunan Derajat adalah putra dari sunan Ampel dengan istri pertamanya yaitu
Dewi Condrawati.

Sunan Derajat belajar agama islam dari ayahnya di pondok pesantren yang ada
di Ampel Denta. Beliau terkenal dengan jiwa sosial yang tinggi dan tema-tema
dakwahnya yang selalu berorientasi pada gotong-royong.

Beliau selalu terbuka untuk menolong orang-orang yang yang membutuhkan,


mengasihi anak yatim dan menyantuni fakir miskin.

Sunan Derajat menjadi penerus dakwah islam sunan Ampel. Sunan Derajat
mendirikan pesantren di daerah Lamongan Jawa Timur.

Sampai sekarang di sekitar wilayah kompleks sunan Drajat masih menjadi pusat
syiar dan pendidikan islam.
4. Raden Fatah Sebagai Raja Demak

Raden Fatah adalah raja atau sultan Demak Bintara yang pertama. Beliau adalah
sultan Demak yang diangkat oleh para Walisongo.

Raden Fatah adalah muris seklaigus menantu dari sunan Ampel yang menjadi
sultan kerajaan islam yang berada di Demak.

Beliau menjadi penerus dakwah sunan Ampel dengan mengajak rakyatnya


untuk memeluk islam dan menerapkan hukum-huku islam di kerajaannya.
Makam Sunan Ampel

Wafatnya sunan Ampel tidak ada sumser yang pasti, dan di makam sunan
Ampel tidak tercatat kapan tahun beliau wafat. Namun berdasarkan dari Babad
Gresik sunan Ampel wafat pada tahun 1481 Masehi.

Beliau di makamkan di Ampel Denta, Surabaya. Hingga kini banyak


pengunjung dari berbagai daerah yang mengunjungi makam beliau.
Demikian ulasan mengenai sejarah Sunan Ampel. Ajaran Agama Islam yang
telah disebarkan, harus tetap dijaga dan diterapkan dengan sebaik baiknya. Perlu
diingat bahwa dalam mengajarkan Agama Islam harus dilakukan dengan sikap
dan perilaku lembut serta tanpa adanya pemaksaan.
Sumber : https://wisatanabawi.com/sunan-ampel/

Dicetak pada hari rabu tanggal 10 November 2021

Anda mungkin juga menyukai