Anda di halaman 1dari 13

Biografi Keterangan

Nama Asli Maulana Malik Ibrahim

Nama Ibu –

Nama Ayah Jamaluddin Akbar Al Husaini

Tahun Wafat 1419 Masehi

Tempat Syiar Gresik Jawa Timur

Tempat Makam Gresik Jawa Timur


Maulana malik ibrahim merupakan salah satu Sunan yang ada di dalam Walisongo.
Beliau adalah putra dari Jamaluddin Akbar Al Husaini yang lahir pada awal abad ke
14.

Hingga kini nama ibu Sunan, masih belum diketahui. Istri beliau bernama Siti
Fathimah yang merupakan keturunan dari Raja Champa Dinast Azmatkhan 1.
Maulana Malik Ibrahim wafat pada tahun 1419 Masehi dan dimakamkan di Kota
Gresik, tepatnya di Desa Gapurosukolilo.

Sunan Gresik atau yang lebih dikenal dengan Maulana Malik Ibrahim adalah salah
satu dari sembilan wali (Walisongo). Menurut para sejarawan, beliau dianggap
sebagai wali pertama yang menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Beliau
dimakamkan di Desa Gapurosukolilo, Gresik, Jawa Timur.

Sunan Gresik dianggap sebagai wali pertama yang menyebarkan agama Islam di
tanah Jawa. Beliau datang ke Nusantara (Jawa) tidak sendirian, disertai beberapa
orang. Dan, daerah yang pertama kali disinggahinya ialah Desa Sembalo yang
terletak di daerah Leran, Kecamatan Manyar, sembilan kilometer dari Kota Gresik.
Beliau menyebarkan agama Islam dimulai dari Jawa bagian timur, dengan
mendirikan masjid pertama di Desa Pasucinan, Manyar.

Maulana Malik Ibrahim memiliki karomah atau biasa dikenal dengan kemuliaan yang
diberikan Allah SWT.
Karomah tersebut berupa beliau dapat menurunkan hujan lebat. Selain itu, beliau
juga pernah mengajarkan muridnya untuk menaklukkan atau mencegah perampok.
Selain karomah, Sunan memiliki karya dalam bidang kesenian dan juga pendidikan.

Dalam karya seni berupa Gundul-Gundul Pacul, Tembang Suluk, dan karya seni
lainnya.
Kemudian dalam bidang pendidikan beliau mendirikan Pondok Pesantren yang
berada di daerah Leran, Kota Gresik.

Biografi Keterangan

Nama Asli Raden Rahmat

Nama Lain Sayyid Muhammad Ali Rahmatullah

Nama Ibu Dewi Candrawulan

Nama Ayah Maulana Ibrahim Al-Ghazi (Ibrahim Asmarakandi)

Tahun Lahir 1401 Masehi

Tahun Wafat 1481 Masehi

Tempat Syiar Ampel Surabaya

Tempat Makam Ampel Denta Surabaya


Ketika masa mudanya Sunan Ampel diberi nama Sayyid Muhammad ‘Ali
Rahmatullah, sesudah pindah ke Jawa Timur ia diberi panggilan Raden Rahmat atau
Sunan Ampel oleh masyarakat setempat.

Sedangkan nama Ampel atau Ampel Denta ini diambil dari tempat tinggalnya yang
dekat Surabaya. Ampel Denta adalah wilayah yang sekarang sudah termasuk dari
bagian kota Surabaya tepatnya di daerah Wonokromo.

Raden Rahmat dilahirkan pada tahun 1401 Masehi, tepatnya yakni di Champa.
Champa merupakan satu negeri kecil yang lokasinya di Kamboja.

Sunan Ampel melakukan metodologi dakwah dengan akar rumput pembauran dan
pendekatan kepada masyarakat, berbeda halnya ketika beliau menghadapi orang-
orang cerdik dan cendekia. Pendekatan intelektual dengan memberikan pemahaman
logis adalah alternatif yang belau tempuh. Suatu etika ada seorang biksu datang
menemui Sunan Ampel

Biografi Keterangan

Nama Asli Raden Makhdum Ibrahim

Nama Lain Liem Bong Ang

Nama Ibu Nyai Ageng Manila

Nama Ayah Raden Rahmat

Tahun Lahir 1465 Masehi

Tahun Wafat 1525 Masehi

Tempat Syiar Desa Bonang Kabupaten Rembang

– Sebelah Masjid Agung Tuban, Jawa Timur


Tempat Makam
– Kampung Tegal Gubug, Pulau Bawean, Jawa Timur
Raden Makhdum Ibrahim merupakan anak dari pasangan Raden Rahmat atau
Sunan Ampel dengan Nyai Ageng Manila, yang lahir pada 1465 Masehi.Beliau
adalah cucu dari Sunan Gresik atau Syekh Maulana Malik Ibrahim. Sehingga dapat
ditarik silsilah merupakan keturunan Nabi Muhammad SAW. Beliau juga merupakan
seorang kakak dari Sunan Drajad atau Raden Qosim.

Pengetahuannya tentang Agama Islam sudah tidak perlu diragukan lagi.


Hal ini karena sejak kecil, Raden Makhdum Ibrahim telah diajarkan tentang ajaran
Agama Islam dengan disiplin dan juga tekun oleh Sunan Ampel yang merupakan
ayah beliau.

Raden Makhdum Ibrahim menggunakan kebudayaan jawa yang sudah lama ada,
untuk menarik perhatian masyarakat sekitar.

Hal ini bertujuan untuk menanamkan ajaran Agama Islam tanpa harus mengubah
kebiasaan dan juga unsur budaya yang telah ada sebelumnya.

Beliau memanfaatkan kesenian rakyat berupa permainan gamelan bonang dan juga
pertunjukan wayang.

Gamelan bonang adalah salah satu alat kesenian daerah berbentuk bulat lengkap
dengan benjolan di tengah yang terbuat dari kuningan.

Raden Makhdum Ibrahim memiliki bakat dalam bidang seni yang tergolong tinggi.
Beliau menciptakan berbagai lagu sebagai pengiring dalam pertunjukan wayang.

Dalam lagu tersebut selalu diselipkan ajaran Agama Islam dan juga “Dua Kalimat
Syahadat”.

Dengan cara ini akan memudahkan masyarakat sekitar dalam menerima ajaran
Agama Islam dengan mudah dan tidak adanya paksaan sedikitpun. Setelah itu,
beliau akan mengajarkan Islam lebih mendalam lagi.

Pada pertunjukan wayang yang beliau mainkan, selalu disematkan ajaran Islam dan
juga kalimat dzikir untuk membuat masyarakat sekitar selalu ingat dengan dunia
akhirat.

Hal ini dikisahkan ketika beliau mengadakan dakwah ke Bawean, beliau mendadak
sakit dan wafat pada tahun 1525 Masehi.
Biografi Keterangan

Nama Asli Raden Qosim

Raden Syarifuddin
Sunan Mayang Madu
Sunan Mahmud
Nama Lain Sunan Muryapada
Maulana Hasyim
Syekh Masakeh
Raden Imam

Nama Ibu Nyai Ageng Manila

Nama Ayah Raden Rahmat (Sunan Ampel)

Tahun Lahir 1470 Masehi

Tahun Wafat 1530 Masehi

Tempat Syiar Desa Drajat, Lamongan

Tempat Makam Lamongan

Nama asli Sunan Drajat yaitu Raden Qosim. Beliau lahir sekitar tahun 1470 M, dan
merupakan putra dari Sunan Ampel bersama Nyai Ageng Manila atau Dewi
Condrowati. Sejak kecil Sunan Drajat memiliki kecerdasan luar biasa sehingga
mampu menguasai materi tentang agama Islam.
Julukannya sebagai Sunan Drajat karena telah berhasil menyebarkan Islam di Desa
Drajat, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan.

Gelar lain yang diberikan oleh Raden Patah kepada Sunan Drajat yakni Sunan


Mayang Madu karena keberhasilannya tersebut.

Sunan Drajat mengenyam pendidikan pesantren Ampel Denta di Surabaya


bersama-sama dengan kakaknya sunan Bonang, kerabatnya sunan Giri.

Pesantren di Ampel Denta yang waktu itu berada di bawah pimpinan Sunan Ampel,
ayahnya sendiri.

Filosofi kehidupan atau pitutur yang diberikan oleh Sunan Drajat dikenal
sebagai “Catur Piwulang”, yang kini masih tercatat pada artegak di kompleks
pemakaman.

Catur berarti “Empat” dan Piwulang artinya “Ajaran” , jadi Catur Piwulang adalah 4


ajaran untuk membantu sesama.

Isi dari ajaran Catur Piwulang adalah sebagai berikut :

1. Wenehono teken marang wong kan wuto


2. Wenehono pangan marang wong kang keluwen
3. Wenehono payung marang wong kang kaudanan
4. Wenehono sandang marang wong kang kawudan

Artinya dalam bahasa Indonesia :

1. Berilah tongkat kepada orang buta


2. Berilah sedekah makanan bagi orang kelaparan
3. Berilah payung atau tempat berteduh bagi orang kehujanan
4. Berilah pakaian untuk orang yang tidak berpakaian
Biografi Keterangan

Nama Asli Sayyid Jafar Shadiq Azmatkhan

Nama Lain Jafar Shadiq

Nama Ibu –

Nama Ayah Raden Usman Hajji (Sunan Ngudung)

Tempat Syiar Kota Kudus

Tempat Makam Kota Kudus

Sunan Kudus dengan nama asli Sayyid Jafar Shadiq Azmatkhan ini lahir di salah
satu kota santri daerah Jawa Tengah. Beliau adalah seorang anak dari Sunan
Ngudung atau Raden Usman Hajji, yakni panglima perang Kesultanan Demak.

Ayah Sunan Kudus adalah putra kandung Sultan Sayyid Fadhal Ali Murtazha,
kemudian melakukan hijrah ke tanah Jawa untuk menyebarkan agama Islam.

Perjalanan ayah Sunan Kudus sangat erat kaitannya dengan Sunan Ampel yang


pada saat itu mengajarkan ilmu agama kepada Sunan Kudus.

Istri beliau adalah adik dari Maulana Mahkdum Ibrahim atau sunan Bonang yang
sama-sama berguru ke sunan Ampel. Dan beliau menikah dengan anak sunan
Ampel yaitu Siti Syarifah (Nyai Ageng Maloka).

Perjalanan dakwah Jafar Shadiq pada waktu itu tergolong amat susah karena
berhadapan secara langsung dengan kuatnya ajaran Hindu Budha yang dianut oleh
masyarakat Nusantara.

Meskipun ajaran yang dianutnya semula adalah Syiah, beliau mampi memberikan
syiar dengan metode yang baik melalui akulturasi budaya. Cara ini satu-satunya
jalan agar masyarakat bisa memeluk agama Islam pada waktu itu.
Sunan Kudus memberitahukan kepada mereka bahwa Islam memiliki sikap toleransi
yang tinggi, termasuk pada penganut agama Hindu. Cara Sunan Kudus untuk
meyakinkan dan mendekati masyarakat Hindu amatlah sulit.

Beliau berusaha melakukan akulturasi budaya salah satunya dengan membangun


masjid yang berbentuk hampir mirip dengan candi Hindu.

Keberhasilan yang telah dicapai oleh Sunan Kudus dalam menyebarkan Islam di
tanah Jawa bisa dibuktikan melalui beberapa bangunan dan peninggalan pusaka.

Antara lain yakni Menara dan Masjid Kudus, yang nama aslinya yakni Masjid Al
Aqsa Manarat Qudus. Bangunan ini cukup unik karena memiliki gaya arsitektur khas
dari perpaduan tiga agama, yakni Islam, Hindu, dan Budha.

Biografi Keterangan

Nama Asli Raden Paku

Joko Samudro, Prabu Satmata, Sultan Abdul Faqih, Raden Ainul


Nama Lain
Yaqin

Nama Ibu Dewi Sekardadu

Nama Ayah Syekh Maulana Ishaq

Tahun Lahir 1443 Masehi

Tahun Wafat 1506 Masehi

Tempat Syiar Giridento Gresik

Tempat
Desa Giri, Kecamatan Kebomas, Gresik
Makam
Sunan Giri memiliki nama lain yaitu Raden Paku, Sultan Abdul Faqih, Joko
Samudra, Prabu Satmata, dan Raden Ainul Yaqin. Beliau merupakan putra dari
pasangan Maulana Ishaq dan Dewi Sekardadu.

Ibu dari sang Sunan merupakan putri penguasa wilayah Blambangan pada masa
akhir Majapahit yang bernama Prabu Menak Sembuyu.

Sang ibu juga dikenal sebagai seorang mubaligh Islam yang berasal dari Asia
Tengah.

Saat beliau dilahirkan, terjadi wabah penyakit yang berbahaya sehingga Prabu
Menak Sembuyu meminta putrinya yaitu Dewi Sekardadu untuk membuang bayinya
ke Selat Bali. Hingga akhirnya, bayi tersebut ditemukan oleh para pelaut dan dibawa
ke kota Gresik.

Bayi tersebut kemudian diberi nama Joko Samudra yang merupakan nama kecil
Sunan Giri.

Bersama dengan Sunan Bodang, beliau akhirnya menuju Pasai dan dari situlah
beliau mengetahui siapa dirinya yang sebenarnya bahwa beliau adalah putra dari
Maulana Ishaq.

Beberapa tahun setelahnya, beliau memutuskan untuk kembali ke Pulau Jawa dan
mendirikan sebuah pondok pesantren.

Lambat laun pesantren yang ia dirikan pada tahun 1487 ini menjadi sebuah kerajaan
kecil yang diberi nama Giri Kedaton. Beliau juga sangat aktif dalam menyebarkan
ajaran Islam dengan memanfaatkan seni dan kebudayaan masyarakat setempat
untuk berdakwa.
Biografi Keterangan

Nama Asli Raden Mas Syahid

Lokajaya, Syekh Malaya, Pangeran Tuban, Ki Dalang Seda


Nama Lain
Brangti

Nama Ibu Dewi Nawang Arum

Nama Ayah Tumenggung Wilatikta

Tempat Lahir Tuban

Tempat
Demak
Makam

Keturunan Jawa

Nama kecilnya, Raden Said, namun banyak nama lain yang ia sandang seperti
Lokajaya, Syekh Malaya, Pangeran Tuban dan Raden Abdurrahman.
Ia lahir sekitar tahun 1450 Masehi, di Tuban, dari seorang ayah yang menjabat
Adipati Tuban Arya Wilatikta di bawah pimpinan kerajaan Majapahit. 

Ayahnya adalah Arya Wilatikta, Adipati Tuban. Arya Wilatikta ini adalah keturunan
dari pemberontak legendaris Majapahit, Ronggolawe.
Namun sebagai Muslim, ia dikenal kejam dan sangat taklid kepada pemerintahan
pusat Majapahit yang menganut Agama Hindu. Ia menetapkan pajak tinggi kepada
rakyat.

Raden Said muda yang tidak setuju pada segala kebijakan Ayahnya sebagai Adipati
sering membangkang pada kebijakan-kebijakan ayahnya.

Kesenian yang waktu itu hanya sebagai hiburan saja, di tangan Sunan Kalijaga
berubah fungsi menjadi salah satu kegiatan dalam menyebarkan Islam. Utamanya
pada wayang untuk mengajarkan fungsi-fungsi Islam pada kehidupan sehari-hari.
Pada saat yang bersamaan itu juga, ia menyisipkan kata-kata yang tidak dapat
dipahami oleh masyarakat hingga ada kemauan dari mereka untuk bertanya maksud
dan arti dari kata-kata yang diujarkan olehnya. Proses inilah yang memberikan
banyak pengaruh pada mereka. Ruang dialektika atau pertukaran pemikiran
semakin membuat Sunan Kalijaga merasa yakin dapat mengislamkan masyarakat.
Biografi Keterangan

Nama Asli Raden Umar Said

Nama Lain Raden Prawoto

Nama Ibu Dewi Saroh

Nama Ayah Raden Said (Sunan Kalijaga)

Tempat Syiar Kudus

Tempat Makam Desa Celo, Kecamatan Dawe, Kudus

Sunan Muria memiliki nama kecil yaitu Raden Prawoto. Beliau juga dikenal dengan
nama Raden Umar Said, yaitu nama yang diberikan Ayahnya di waktu kecil.

Raden Prawoto adalah putra pertama dari sunan Kalijaga dengan dewi Saroh. Dewi
Saroh adalah saudara dari sunan Giri yang merupakan putra dari Syeh Maulana
Ishaq.

Jadi sunan Muria masih keponakan dari sunan Giri. Beliau terkenal dapat
menyelesaikan berbagai permasalahan yang terjadi pada masa kesultanan di
Demak.

Sunan Muria memiliki pemecahan masalah yang selalu memberikan keadilan bagi
semua pihak yang terlibat.

Beliau juga memiliki kemampuan seperti bercocok tanam, berdagang, dan melaut
yang merupakan hasil dari interaksi yang dilakukan oleh masyarakat di sekitarnya.

Sikap Beliau yang ramah dan suka membantu membuat beliau sangat disegani oleh
seluruh masyarakat.

Sunan Muria juga berdakwah melalui kesenian dalam bentuk wayang dan gamelan.
Beliau juga menyediakan dakwah dalam bentuk nyanyian Jawa.
Nyanyian Jawa itu terkenal dengan nama “Sinom” dan “Kinanti” yang di dalamnya
terdapat lirik yang berisi kisah agama Islam yang tentunya semakin menarik bagi
penonton.

Karena itu Sunan Muria terkenal sebagai Sunan yang senang berdakwah “Topo
Ngeli”yang memiliki arti menghanyutkan diri dalam masyarakat. Dakwah dengan
cara ini semakin menyebar hingga Lereng gunung Muria.

Biografi Keterangan

Nama Asli Syarif Hidayatullah

Nama Lain Raden Syarif

Nama Ibu Nyai Rara Santang

Nama Ayah Syarif Abdullah Umdatuddin

Tahun Lahir 1448 Masehi

Tahun Wafat 1568 Masehi

Tempat Syiar Cirebon Jawa Barat

Tempat Makam Cirebon Jawa Barat

Sunan Gunung Jati memiliki nama asli Syarif Hidayatullah yang lahir pada 1448
Masehi dari Nyai Rara Santang dan Syarif Abdullah Umdatuddin bin Ali Nurul Alim.
Ayahnya adalah seorang penguasa yang berpengaruh di Kasultanan Cirebon.
Tempat tinggalnya semula berada di wilayah Timur Tengah, namun Sunan Gunung
Jati ke tanah Jawa dengan niat menyebarkan agama Islam.

Keberhasilan Sunan Gunung Jati dalam melewati tantangan tersebut akhirnya


berujung pada pernikahan, dan menuntun Putri Nyi Ong Tin Nio untuk memeluk
agama Islam.

Beliau juga telah berhasil mengislamkan ribuan prajurit perang yang berada di
bawah pimpinan Kaisar.

Syarif Hidayatullah juga menyebarkan Islam melalui peperangan pada saat


memperjuangkan Kasultanan Cirebon. Ketangguhan yang dimilikinya membuat
banyak orang kagum dan mengenalnya hingga saat ini.

Ajaran filosofi sunan Gunung Jati yang cukup terkenal yakni sebuah kalimat :

“Ingsun titip tajug lar fakir miskin”

Artinya :

“Masyarakat dianjurkan untuk selalu memelihara masjid, dan tidak boleh


melupakannya. Selain itu, masyarakat juga dianjurkan untuk membantu dan
memelihara fakir miskin.”

Anda mungkin juga menyukai