Anda di halaman 1dari 46

Simak ulasan tentang √ anggota walisongo, √ karomah walisongo, √ Sejarah walisongo,

√ biografi walisongo dan √ makam walisongo berikut.

Sejarah Walisongo

Kata Walisongo adalah kata majemuk dari kata “Wali” dan “Songo”.

Kata Wali berasal dari bahasa arab, singkatan dari kata “waliyullah” yang artinya orang yang
mencintai Allah dan dicintai Allah. Dan kata Songo berasal dari bahasa jawa yang berarti
sembilan.

Walisongo – Tokoh Islam Nusantara

Jadi Walisongo adalah kumpulan para wali yang berjumlah sembilan. Mereka adalah para
wali yang mencintai Allah dan dicintai oleh Allah. Mereka dianggap sebagai ketua mubaligh
islam pada waktu itu untuk berdakwah dan syiar mengenai islam.

Walisongo ini adalah para wali yang menyebarkan agama islam di Jawa pada saat itu namun
meluas sampai seluruh wilayah Indonesia. Hal ini dikarenakan murid-murid para wali yang
berguru ke pesantren mereka, berasal dari berbagai wilayah di seluruh Indonesia.

Para wali yang berasal dari Jawa atau keturunan Jawa, seringkali dikaitkan dengan legenda-
legenda mistik. Sementara itu para wali yang asli Timur Tengah tidak banyak dikisahkan
dalam legenda-legenda mistik.

Di dalam legenda ini pengertian karomah adalah memiliki kesaktian mandraguna. Namun
dalam Islam karomah adalah taqwa kepada Allah dan mendapatkan kekuatan itu atas ijin-
Nya.
Setiap orang memilki kelebihan masing-masing, namun dalam tingkatanya dapat
dirangkum seperti berikut:

Mukjizat adalah kelebihan yang dimilki para Nabi.


Karomah adalah kelebihan yang dimiliki para Wali.
Maunah adalah kelebihan yang dimiliki orang-orang Mukmin.

Begitu hebatnya penghormatan rakyat kepada para wali dapat kita lihat dari beberapa legenda
dalam bentuk cerita atau dongeng yang kadang-kadang tidak masuk akal karena penuh
dengan misteri dan kesaktian.

Namun keberadaan Walisongo ini membuat kita paham akan susahnya dan jerih payah
mereka dalam mengajarkan islam ke tanah Jawa dan menyebar ke seluruh Indonesia.

Simak dan baca : Penyebaran Agama Islam

Anggota Walisongo

Walisongo telah benar-benar membawa perubahan dan dampak yang besar terhadap
masyarakat Jawa pada jaman dulu. Seperti yang kita tahu dari pelajaran di sekolah bahwa
yang mayoritas orang jawa pada saat itu beragama Hindu dan Budha.

Anggota Walisongo ada 9 orang, yaitu :

Sunan Gresik
Sunan Ampel
Sunan Bonang
Sunan Giri
Sunan Derajat
Sunan Kalijaga
Sunan Kudus
Sunan Muria
Sunan Gunung Jati

Masing-masing anggota Walisongo tersebut memilki andil atau peranan yang sangat penting
dalam mengajarkan agama Islam. Berikut biografi Walisongo yang perlu Anda pahami.

1. Sunan Gresik
Ilustrasi Sunan Gresik – Anggota Walisongo

Anggota Walisongo yang pertama adalah sunan Gresik. Sunan Gresik merupakan sunan
pertama kali yang menjadi gurunya para walisongo. Beliau adalah orang tertua dari anggota
walisongo yang menyebarkan agama islam ke tanah Jawa.

Sebenarnya sudah ada orang Jawa kala itu yang sudah memeluk agama Islam. Karena pada
saat itu islam sudah berkembang pesat di Arab, Gujarat atau Turki.

Jadi islam sudah dibawa masuk oleh para pedagang dari Arab, Gujarat atau Turki tersebut.
Namun pemeluk islam hanya berada di sekitar pesisir Jawa saja. Penyebaran ini melalui jalur
prnikahan atau pedagang yang menetap sementara di sekitar pesisir Jawa.

Sunan Gresik yang bernama asli Maulana Malik Ibrahim bukan asli orang Jawa atau orang
Indonesia. Beliau berasal dari negara Champa (Negeri Cermin) datang ke Indonesia dan
mendarat di Gresik.

Setelah mendarat di pelabuhan Gresik, beliau memang berniat menyebarkan agama islam
dengan pendekatan melalui perdaganagn. Maka beliau mendirikan rumah di Laren dan
sebuah toko di desa Romo yang menjual barang-barang bawaannya untuk menjalankan misi
dakwahnya.

Beliau merangkul masyarakat saat itu dengan beramah-tamah, mengajari masyarakat saat itu
dengan bercocok tanam yang baik dan sekaligus menjadi tabib. Upaya sunan Gresik akhirnya
berhasil, masyarakat bersimpati kepadanya dan mulai mengikuti arahan-arahan dan ajaran-
ajaran Islam.

2. Sunan Ampel
Ilustrasi Sunan Ampel – Anggota Walisongo

Anggota walisongo yang kedua adalah sunan Ampel. Seperti sunan Gresik, sunan Ampel
juga bukan asli orang Jawa. Beliau berasal dari negeri Champa juga. Sunan Ampel dikenal
dengan nama Raden Rahmat.

Sunan Ampel meninggalkan Champa untuk pergi ke pulau Jawa sekitar tahun 1443. Tujuan
kedatangannya ke Jawa adalah untuk menemui bibinya Dwarawati. Putri Dwarawati adalah
seorang putri raja Champa yang menikah dengan raja Majapahit yang bernama Prabu
Kertawijaya.

Sesampainya di Jawa beliau meminta ijin raja Majapahit untuk berdakwah dan menyebarkan
agama Islam. Raja Majapahit setuju, asal warganya dengan sukarela memeluk islam bukan
paksaan. Walau raja sendiri tidak mau memeluk islam.

Sunan Ampel kemudian membangun pesantren di daerah Ampel Surabaya. Sunan Ampel
sangat pintar dalam mengajarkan agama islam. Salah satu ajaran sunan Ampel yang sampai
sekarang terkenal yaitu ajaran “Molimo” atau “Moh Limo”.

Kata “Moh” berasal dari bahasa Jawa yang artinya tidak, dan “Limo” artinya Lima. Jadi Moh
Limo adalah “Tidak melakukan lima perbuatan yang dilarang oleh Allah”.

Isi dari ajaran Moh Limo adalah:

Moh Mabuk (Tidak mabuk atau minum-minuman).


Moh Main (Tidak main atau tidak berjudi).
Moh Madon (Tidak main perempuan).
Moh Madat (Tidak memakai obat-obatan).
Moh Maling ( Tidak Mencuri).

Bahkan ajaran Moh Limo ini sampai sekarang masih menjadi ajaran yang dipegang umat
muslim hingga saat ini. Dalam masyarakat sekarang dikenal dengan istilah 5M.
3. Sunan Bonang

Ilustrasi Sunan Bonang – Anggota Walisongo

Anggota Walisongo yang ketiga adalah sunan Bonang. Sunan Bonang adalah putra pertama
dari sunan Ampel. Nama Bonang berasal dari Bong Ang dari marga Bong seperti nama
ayahnya Bong Swi Hoo alias Sunan Ampel.

Nama asli sunan Bonang adalah Raden Maulana Makhdum Ibrahim. Sejak kecil sunan
Bonang belajar agama islam di pesantren ayahnya sendiri di Ampel Surabaya. Beliau pernah
mendalami islam bersama saudara perguruannya yaitu raden Paku ke negeri Champa.

Setelah selesai menimba ilmu, akhirnya sunan Bonang kembali ke Jawa dan mendirikan
pesantren di Tuban. Dalam menyebarkan agama sunan Bonang melakukan pemdekatan
kepada masyarakat menggunakan musik.

Bahkan beliau menciptakan alat musik Jawa yaitu gamelan sebagai sarana menarik simpati
masyarakat. Salah satu alat musik gamelan ciptaannya diberi nama Bonang.

Dalam menyebarkan agama islam, selain menyebarkannya dengan gamelan, beliau juga
menggunakan cara dakwah dengan melalui tembang-tembang Jawa. Banyak sastra tembang
yang beliau ciptakan sebagai pesan-pesan ajaran islam. Karya sastra sunan Bonang berupa
suluk, carangan paweyangan dan tembang tamsil.

Salah satu tembang karya sunan Bonang yang terkenal sampai sekarang adalah suluk sunan
Bonang yang berbentuk prosa Jawa yang dipengaruhi oleh bahasa Arab.

Hingga saat ini catatan itu masih tersimpan di Universitas Leiden, Belanda. Sunan Bonang
wafat pada tahun 1525 Masehi dan dimakamkan di kota Wali Tuban.

4. Sunan Giri
Ilustrasi Sunan Giri- Anggota Walisongo

Anggota sunan yang keempat adalah sunan Giri. Sunan Giri adalah putra dari Maulana Ishaq
dan Nyi Sekardadu (putri Blambangan). Dalam sejarah yang diceritakan, sunan Giri pada
waktu bayi dihanyutkan di selat Bali atas perintah kakeknya Raja Blambangan.

Ketika dihanyutkan di selat Bali tersebut ia ditemukan oleh kapal saudagar milik seorang
wanita dari Tuban bernama nyi Ageng Pinateh. Untuk itu karena ditemukan di laut sunan Giri
kecil diberi nama Joko Samudro.

Setelah menginjak remaja, ia belajar ilmu agama islam di pondok pesantrennya sunan Ampel
di Surabaya. Dikisahkan setiap hari Joko Samudro berjalan kaki dari Tuban ke Ampel.

Salah satu karomahnya sudah ia miliki sejak kecil. Beliau dapat melakukan perjalanan
dengan sangat cepat dari Tuban ke Ampel Surabaya. Konon ceritanya beliau hanya beberapa
menit melakukan perjalanan tersebut melalui bibir pantai di Tuban.

Setelah besar, beliau diberi nama Raden Paku oleh sunan Bonang atas titipan ayahnya yang
ternyata paman dari sunan Ampel yang berasal dari Champa. Paku disini memiliki arti Paku
atau tonggak agama islam di Jawa yang sangat kuat.

Dengan maksud bahwa raden Paku kelak menjadi pengajar dan penyebar agama islam yang
sangat berpengaruh di tanah Jawa.

Beliau mendirikan pesantren di daerah Giri, Tuban. Beliau sangt berpengaruh dalam
kasultanan Demak. Bahkan beliau sempat menjadi raja selama masa transisi sebelum
akhirnya diserahkan kepada Raden Patah.

Sunan Giri wafat pada pertengahan abad 16 Masehi dan dimakamkan di Gresik Jawa Timur.

5. Sunan Derajat
Ilustrasi Sunan Derajat – Anggota Walisongo

Aggota sunan yang kelima adalah sunan Derajat. Sunan Derajat adalah putra dari sunan
Ampel dan Dewi candrawati, beliau juga adik dari sunan Bonang.

Sunan Derajat yang dikenal dengan nama Raden Qasim belajar agama islam dari ayahnya di
pondok pesantren yang ada di Ampel. Beliau terkenal dengan jiwa sosial yang tinggi dan
tema-tema dakwahnya yang selalu berorientasi pada gotong-royong.

Beliau selalu menolong orang-orang yang yang membutuhkan, mengasihi anak yatim dan
menyantuni fakir miskin.

Beliau wafat pada pertengahan abad 16 Masehi dan dimakamkan di Pacitan, Lamongan Jawa
Timur.

6. Sunan Kalijaga
Ilustrasi Sunan Kalijaga – Anggota Walisongo

Anggota Walisongo yang keenam adalah sunan Kalijaga. Sunan Kalijaga adalah putra dari
Raden Sahur tumenggung Wilatikta (Bupati Tuban) dan dewi Nawarum. Sunan Kalijaga
masih ada keturunan dari Ranggalawe, satria sakti dari kerajaan Majapahit.

Sunan Kalijaga dengan nama asli Raden Mas Syahid, dari kecil sudah belajar mengenai
islam. Karena beliau dari golongan ningrat, beliau tidak merasakan kekurangan apapaun.

Namun beliau sangat sedih dengan keadaan rakyat di Tuban waktu itu, maka beliau
meninggalkan rumah orang tuanya untuk menjadi perampok yang baik. Beliau merampok
harta para orang kaya kemudian dibagikan kepada para fakir miskin.

Beliau dikenal dengan sebutan Lokajaya, perampok yang sangat ditakuti oleh para saudagar-
saudagar kaya. Namun ketika beliau bertemu dengan sunan Bonang dan hendak
merampoknya, beliau malah disadarkan dan mengikuti sunan Bonang untuk menjadi
muridnya.

Oleh sunan Bonang, Raden mas Syahid disuruh bertapa di tepi sungai untuk meninggalkan
perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama termasuk perbuatan merampok orang.
Walaupun merampok itu tujuannya mulia untuk membantu orang miskin, tetap saja langkah
yang diambil itu salah.

Sekian lama berlalu sunan Bonang sampai lupa kalau menyuruh Raden Mas Syahid bertapa
di tepi sungai. Ketika dihampiri, beliau sudah berjenggot bahkan sampai ada sarang burung
dikepalanya. Kemudian beliau diajak suann Bonang untuk mendalami islam di pesantrennya.

Karena bertapa di tepi sungai itulah, beliau dikenal sebagai sunan Kalijaga, yang artinya
sunan penjaga kali atau penjaga sungai.

Ketika berdakwah menyebarkan agam islam, wilayah beliau tidak terbatas. Beliau suka
berkeliling dan memperhatikan masyarakat. Oleh sebab itu semua lapisan masyarakat sangat
bersimpati kepadanya.
Sunan Kalijaga mengikuti jejak gurunya yaitu sunan Bonang yang berdakwah menggunakan
berbagai media seni. Seperti seni pertunjukan wayang kulit, seni gamelan, seni suara, seni
ukir, seni busana dan kesastraan.

Sunan Kalijaga wafat pada abad 15 Masehi dan dimakamkan di Kadilangu, Demak Jawa
Tengah.

Simak ulasan lebih detail tentang biografi, sejarah, makam dan nama asli beliau pada artikel
Sunan Klaijaga berikut.

7. Sunan Kudus

Ilustrasi Sunan Kudus – Anggota Walisongo

Anggota walisongo yang ketujuh adalah sunan Kudus. Sunan Kudus adalah putra dari
Utsman Haji. Utsman Haji adalah orang yang menyebarkan agama islam di Jipang Panolan,
Blora.

Sunan Kudus dengan nama asli Jafar Sodiq menyebarkan agama islam di daerah Kudus.
beliau ahli dibidang ilmu fiqih, ushul fiqih, tauhid, hadist, dan logika.

Untuk kepentingan dakwah, beliau menciptakan cerita keagamaan yang berjudul gending
maskumambang dan Mijil. Sunan Kudus wafat pada tahun 1550 Masehi dan dimakamkan di
pemakaman masjid Menara Kudus.

8. Sunan Muria
Ilustrasi Sunan Muria – Anggota Walisongo

Anggota walisongo yang kedelapan adalah sunan Muria. Beliau adalah putra dari sunan
Klaijaga. Beliau berdakwah seperti ayahnya yaitu berkeliling ke daerah-daerah terpencil
untuk menyebarkan agama islam.

Obyek dakwahnya adalah orang-orang dari kalangan rakyat biasa seperti pedagang, nelayan
dan petani. Metode dan cara dakwahnya juga banyak melalui seni kasustraan Jawa.

Beliau juga menciptakan tembang Jawa yang berjudul Sinom dan Kinanti. Suann Muria
wafat pada abad 16 Masehi dan dimakamkan di gunung Muria Kudus.

9. Sunan Gunung Jati

Ilustrasi Sunan Gunung Jati – Anggota Walisongo


Anggota walisongo yang kesembilan adalah sunan Gunung Jati. Sunan Gunung Jati adalah
cucu raja Pajajaran prabu Siliwangi. Namun demikian ada yang menceritakan kalau sunan
Gunung Jati berasal dari Samudera Pasai.

Menurut Purwaka Caruban Nagari, sunan Gunung Jati dihormati oleh kerajaan Demak dan
Pajang. Beliau mendapatkan gelar Raja Pandita.

Karena jasa beliau akhirnya islam dapat tersebar luas dan diterima oleh masyarakat Jawa
Barat. Masyarakat Jawa Barat yang sebelumnya sangat kuat dalam memeluk agama nenek
noyangnya yaitu agama Hindu.

Beliau mendirikan kasultanan Cirebon dab Banten. Disamping itu beliau juga mendirikan
pesantren Gunung Jati yang berada di Cirebon.

Sunan Gunung Jati wafat pada tahun 1570 Masehi dan dimakamkan di desa Astana, Gunung
Jati, Cirebon.

Simak dan baca juga : Peninggalan Kerajaan Islam Indonesia

Karomah Walisongo

Dalam menyebarkan agama islam di Jawa dan di Indonesia, anggota Walisongo sering
mengalami perlawanan-perlawanan dengan kerajaan yang memerintah pada waktu itu.

Namun Walisongo dengan gigih melakukan perlawanan dengan karomah yang dimilikinya.
Berikut beberapa legenda yang melibatkan karomah walisongo.

Legenda Walisongo Menyerang Majapahit

Ada berbagai legenda dan cerita berhubungan dengan peperangan antara anggota walisongo
dengan pasukan majapahit.

Saat menyerang Majapahit, Sunan Gunung Jati mengibaskan surbannya, dari sana kemudian
jutaan tikus keluar untuk meyerang pasukan Majapahit hingga berantakan.

Selanjutnya, ketika keris Sunan Giri dihunus dari sarungnya, maka keluarlah ribuan lebah
yang menyengat pasukan Majapahit. Kondisi ini membuat pasukan majapahit lari tunggang
langgang diserang oleh pasukan lebah.

Ketika peti mukjizat dari Palembang dibuka, terdengar suara ledakan seperti seribu petir
sehingga langit menjadi suram, rumah-rumah roboh, dan bumi berguncang. Dari peti juga
keluar jutaan mahkluk halus yang menimpakan malapetaka kepada pasukan Majapahit.

Sementara itu, peci Sunan Bonang dapat mengeluarkan jutaan senjata yang mengamuk
menghantam pasukan majapahit. Semua kisah legenda yang sangat luar biasa ini ditulis
dalam kitab Walisongo dengan langgam Durma.

Legenda Sunan Giri


Sejak kecil Sunan Giri sudah menunjukkan karomah dalam dirinya. Pada waktu bayi ia
dibuang dengan dihanyutkan di selat Bali atas perintah kakeknya.

Namun ia selamat dan ditemukan oleh saudagar yang sedang berlayar di selat Bali yang
pemilik kapalnya adalah seorang wanita kaya raya dari Gresik. Untuk itu masa kecilnya
Sunan Giri bernama Joko Samudro.

Joko artinya anak laki-laki dan Samudro artinya lautan luas. Maka Joko Samudro artinya
anak laki-laki yang ditemukan di samudra (selat Bali).

Setelah besar ia belajar agama islam di pesantren milik Sunan Ampel di Surabaya. Sunan Giri
memiliki karomah yang diberikan Allah yaitu salah satunya dapat menyabda beras menjadi
selendang tenun Bali, pasir menjadi beras, dan kerikil menjadi Mutiara permata.

Kalam yang sedang dipakai untuk menulis, dilemparkan kearah tantara Majapahit yang
datang menyerang dapat berubah menjadi keris Kalamunyeng dan menghancurkan musuh
tersebut.

Saat makam Sunan Giri hendak dibongkar dan dirusak oleh tantara Majapahit, ternyata jutaan
lebah keluar untuk menyerang pasukan sehingga mereka lari kalang kabut.

Legenda Sunan Bonang

Sunan Bonang yang masa mudanya berguru kepada ayahnya yaitu sunan Ampel, memiliki
pengetahuan ilmu agama islam yang tinggi.

Masa belajar di pesantren milik Ayahnya, ia berteman dengan Sunan Giri, karena memang
satu pondok pesantren.

Salah satu karomah Sunan Bonang yaitu dapat mengubah buah aren menjadi emas. Karomah
tersebut telah membuat Brandal Lokajaya bertobat kepada beliau ketika hendak
merampoknya dan akhirnya berguru kepada sunan Bonang.

Legenda Sunan Kudus

Sunan Kudus ketika menyerang Terung dengan tujuh prajuritnya oleh Adipati Pecattondo
dilihat seperti membawa ribuan prajurit hingga sang adipati menyerah tanpa kekerasan
senjata.

Legenda Sunan Kalijaga

Sunan Kalijaga adalah putra dari adipati Tuban yang sangat kaya raya. Sunan Kalijaga muda
bernama Raden Mas Syahid. Ia tidak menyukai tindakan kesewenang-wenangan dari
kerajaan terhadap rakyat jelata.

Pada masa mudanya sebelum bertemu dengan sunan Bonang, ia menjadi perampok yang
mengambil harta para saudagar-saudagar kaya yang kemudian hasil rampasannya itu
dibagikan kepada rakyat miskin.
Sunan Kalijaga adalah Sunan yang memiliki banyak cerita legenda diantara sunan-sunan
lainnya. Karena memang Sunan Kalijaga adalah Sunan yang paling merakyat ketika
menyebarkan agama islam ke masyarakat Jawa.

Sunan Kalijaga adalah murid dari Sunan Bonang bersama dengan Syeh Siti Jenar. Dalam
syiar agama islam Sunan Kalijaga melakukan pendekatan-pendekatan yang masih
menggunakan unsur-unsur budaya Hindu atau Budha saat itu.

Dengan demikian ajaran islam mudah diterima oleh masyarakat yang masih memeluk agama
Hindu atau Budha saat itu.

Karomah Sunan Kalijaga diantaranya:

Dapat menghidupkan kembali ayam tukung yaitu ayam panggang yang telah hilang brutunya.
Dapat menghidupkan ikan gurameh yang tinggal tulangnya saja, karena dagingnya sudah
dimakan.
Dapat bertemu dan berguru pada Nabi Khidir di Lulmat Agaib, yang menjelma menjadi
bocah bajang (anak kecil) dan memberi wejangan tentang nafsu lawwamah, ammarah, sufiah,
dan muthmainnah.
Dapat mengubah sebongkah tanah menjadi emas di hadapan Adipati Pandanaran untuk
menunjukkan bahwa mencari harta benda itu sebenarnya perkara gampang, tetapi seringkali
harta benda justru menjadi penghalang untuk mencapai cita-cita kembali kepada Allah Swt.
Memiliki baju takwa bernama Kiai Antakusuma sebagai hadiah peninggalan dari Rasulullah
Saw. Baju itu dapat berubah-ubah warnanya menurut kesukaan yang memandang.
Bisa mengubah biji besi sebesar biji asam menjadi sebesar gunung. Ketika Sunan Kalijaga
membawa besi bahan untuk dijadikan keris kepada Empu Supo, karena dipaido (dilecehkan)
tidak cukup karena besinya hanya sebesar klungsu (biji asam), lalu disabda menjadi sebesar
gunung sehingga merepotkan Empu Supo sendiri. Oleh karena itu, besi itu lalu diubah
menjadi ukuran semula dan Empu Supo pun dapat mengerjakannya menjadi keris yang
ampuh.

Legenda Pembangunan Masjid Demak


Pembangunan Masjid Agung Demak hanya dilakukan dalam satu malam. Saking keramatnya,
pembangunan Masjid Demak juga dibantu beberapa binatang seperti katak hijau dan kadal.
Tetapi ada juga binatang yang mengganggu yaitu orong-orong.

Sedangkan untuk menentukan arah kiblat, Sunan Kalijaga menghubungkan kubah Masjid
Demak dengan kubah Masjidil Haram.

Di samping itu, legenda mengatakan bahwa Sunan Kalijaga dapat membuat tiang Masjid
Demak dari potongan kayu kecil-kecil (tatal) yang menjadi salah satu soko guru (tiang)
utama masjid. Kualitasnya tiang dari tatal ini tidak berbeda dengan tiang buatan wali lainnya
yang terbuat dari kayu jati glondongan yang besar.

Legenda Lembu Peteng Hendak Membunuh Sunan Ampel

Lembu Peteng adalah tokoh dunia persilatan dari Madura yang sakti mandraguna. dalam
legenda ini Lembu Peteng ingin membunuh sunan Ampel.

Dalam legenda dikisahkan ketika lembu Peteng hendak membunuh Sunan Ampel dari
belakang. Namun sebelum ia melaksanakan niatnya, tiba-tiba sekujur tubuhnya gemetar dan
kehilangan segala kekuatannya.

Kekuatan Lembu Peteng seolah-olah hilang dan tidak bergeming untuk melanjutkannya.
Lembu Peteng baru pulih kembali setelah Sunan Ampel mengampuni kesalahannya. Dan
akhirnya ia mengurungkan niatnya untuk membunuh Sunan Ampel.

Legenda Syeh Siti Jenar


Syeh Siti Jenar adalah salah satu wali yang memiliki ilmu agama islam yang sangat tinggi. Ia
sangat disegani dan memiliki ilmu kesaktian yang luar biasa.

Namun karena berbeda pandangan tentang ajaran agama islam yang diajarkannya, maka
beliau akhirnya dijatuhi hukuman pancung. Hal ini dilakukan agar ajaran islam tidak
menyimpang dari ajaran islam yang asli dari Rasulullah.

Karomah syeh Siti jenar yaitu ketika lehernya dipancung, darah yang keluar dari tubuhnya
berwarna putih dan berbau harum, memancarkan sinar dan tercipta huruf Arab kaligrafi yang
berbunyi “la illaha illallah”.

Legenda mengatakan bahwa Syeh Siti Jenar dapat mengubah dirinya menjadi dhandhang seta
(burung gagak putih) dan menjadi cacing.

Ketika makam Syeh Siti Jenar dibongkar, jenazahnya telah berbuah menjadi dua kuntum
bunga melati yang harum, yang wanginya tercium sampai kejauhan.
Kisah Wali Songo dalam Menyebarkan Islam di Indonesia
1. Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah)

Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah) berperan penting dalam penyebaran Islam di Jawa
Barat, khususnya Cirebon. Sunan Gunung Jati adalah pendiri dinasti kesultanan Banten yang
dimulai dengan putranya, Sultan Maulana Hasanudin. Pada tahun 1527, Sunan Gunung Jati
menyerang Sunda Kelapa di bawah pimpinan panglima perang Kesultanan Demak, Fatahillah.

Sunan Gunung Jati merupakan sosok yang cerdas dan tekun dalam menuntut ilmu. Karena
kesungguhannya, ia diizinkan ibunya untuk menuntut ilmu ke Makkah. Di sana, dia berguru
pada Syekh Tajudin Al-Qurthubi. Tak lama kemudian, ia lanjut ke Mesir dan berguru pada
Syekh Muhammad Athaillah Al-Syadzili, ulama bermadzhab Syafi’i. Di sana, Sunan Gunung Jati
belajar tasawuf tarekat syadziliyah.

Setelah diarahkan oleh Syekh Ataillah, Syarif Hidayatullah memutuskan pulang ke Nusantara
untuk berguru pada Syekh Maulana Ishak di Pasai, Aceh. Kemudian, ia melanjutkan perjalanan
ke Karawang, Kudus, sampai di Pesantren Ampeldenta, Surabaya. Di sana, ia berguru pada
Sunan Ampel.

Sunan Gunung Jati lantas diminta untuk berdakwah dan menyebarkan agama Islam di daerah
Cirebon dan menjadi guru agama. Ia menggantikan Syekh Datuk Kahfi di Gunung Sembung.
Setelah masyarakat Cirebon banyak yang memeluk agama Islam, Syarif Hidayatullah lantas
lanjut berdakwah ke daerah Banten.

Selama berdakwah di Cirebon, Syarif Hidayatullah menikahi Nyi Ratu Pakungwati, putri dari
Pangeran Cakrabuana atau Haji Abdullah Iman, penguasa Cirebon saat itu. Di sana, ia
mendirikan sebuah pondok pesantren, lalu mengajarkan agama Islam kepada penduduk sekitar.
Para santri di sana memanggilnya dengan julukan Maulana Jati atau Syekh Jati. Selain itu, ia juga
mendapatkan gelar Sunan Gunung Jati karena berdakwah di daerah pegunungan.

Pelajari mengenai Sunan Gunung Jati atau Raden Syarif Hidayatullah melalui buku Wali Sanga:
Sunan Gunung Jati yang ditulis oleh Nabila Anwar.
2. Sunan Ampel (Raden Rahmat)

Source : suaramuslim.net
Sunan Ampel memiliki nama asli Raden Rahmat. Ia memulai dakwahnya dari sebuah pondok
pesantren yang didirikan di Ampel Denta, Surabaya. Ia dikenal sebagai pembina pondok
pesantren pertama di Jawa Timur. Sunan Ampel memiliki murid yang mengikuti jejak
dakwahnya, yaitu Sunan Giri, Sunan Bonang, dan Sunan Drajat.

Suatu ketika, Sunan Ampel diberi tanah oleh Prabu Brawijaya di daerah Ampel Denta. Ia lantas
mendirikan sebuah masjid. Di sana, masjid tersebut dijaga oleh Mbah Sholeh. Ia sangat terkenal
sebagai orang yang selalu menjaga kebersihan. Hal itu juga diakui oleh Sunan Ampel. Hingga
suatu hari, Mbah Sholeh meninggal dunia. Ia lantas dimakamkan di samping masjid.

Sepeninggal Mbah Sholeh, Sunan Ampel tak kunjung menemukan pengganti penjaga masjid
yang serajin Mbah Sholeh. Akibatnya, masjid tak terurus dan kotor. Sunan Ampel kemudian
bergumam, “Seandainya Mbah Sholeh masih hidup, pasti masjidnya jadi bersih.”

Seketika itu pula sosok serupa Mbah Sholeh muncul. Ia lantas menjalankan rutinitas yang biasa
dilakukan Mbah Sholeh, namun tak lama kemudian meninggal lagi dan dimakamkan persis di
samping makam Mbah Sholeh. Peristiwa itu terulang hingga sembilan kali. Konon, Mbah Sholeh
baru benar-benar meninggal setelah Sunan Ampel meninggal dunia.

Metode dakwah dari Kanjeng Sunan Ampel terkenal dengan keunikannya dimana ia melakukan
upaya akulturasi dan asimilasi dari aspek budaya pra-Islam dengan Islam, baik melalui jalan
sosial, budaya, politik, ekonomi, mistik, kultus, ritual, tradi keagamaan, maupun konsep sufisme
yang khas untuk merefleksikan keragaman tradisi muslim secara keseluruhan yang dibahas pada
buku Mazhab Dakwah Wasathiyah Sunan Ampel.

3. Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim)


Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim) dikenal dengan nama Maulana Maghribi (Syekh
Maghribi). Ia diduga berasal dari wilayah Magribi, Afrika Utara. Namun demikian, hingga saat
ini belum diketahui secara pasti sejarah tempat dan tahun kelahirannya.
Sunan Gresik diperkirakan lahir pada pertengahan abad ke 14. Ia merupakan guru para wali
lainnya. Sunan Gresik berasal dari keluarga muslim yang taat. Kendati ia belajar agama Islam
sejak kecil, namun tidak diketahui siapa saja gurunya hingga ia menjadi ulama.

Pada abad ke-14, Sunan Gresik ditugaskan untuk menyebarkan agama Islam ke Asia Tenggara. Ia
berlabuh di Desa Leran, Gresik. Saat itu, Gresik merupakan bandar kerajaan Majapahit. Tentu
saja masyarakat saat itu banyak yang memeluk agama Hindu dan Buddha. Di Gresik, ia menjadi
pedagang dan tabib. Di sela-sela itu, ia berdakwah.

Sunan Gresik berdakwah melalui perdagangan dan pendidikan pesantren. Pada awalnya, ia
berdagang di tempat terbuka dekat pelabuhan agar masyarakat tidak kaget dengan ajaran baru
yang dibawanya. Sunan Gresik berhasil mengundang simpati masyarakat, termasuk Raja
Brawijaya. Akhirnya, ia diangkat sebagai Syahbandar atau kepala pelabuhan.

Tidak hanya jadi pedagang andal, Sunan Gresik juga berjiwa sosial tinggi. Ia bahkan
mengajarkan cara bercocok tanam kepada masyarakat kelas bawah yang selama ini dipandang
sebelah mata oleh ajaran Hindu. Karena strategi dakwah inilah, ajaran agama Islam secara
berangsur-angsur diterima oleh masyarakat setempat.

Baca cerita lengkap dari Sunan Gresik atau yang memiliki nama Syekh Maulana Malik Ibrahim
pada buku SUnan Gresik: Saudagar Yang Berdakwah dibawah ini.
4. Sunan Bonang (Raden Makhdum)

Sunan Bonang adalah salah satu Wali Songo yang menyebarkan ajaran agama Islam di Tanah
Jawa. Ia memiliki nama asli Syekh Maulana Makdum Ibrahim, putra dari Sunan Ampel dan Dewi
Condrowati (Nyai Ageng Manila). Namun, ada versi lain yang mengatakan Dewi Condrowati
adalah putri Prabu Kertabumi. Dengan demikian, Sunan Bonang adalah Pangeran Majapahit.

Sebab, ibunya adalah putri Raja Majapahit dan ayahnya menantu Raja Majapahit. Sunan Bonang
menyebarkan ajaran agama Islam dengan cara menyesuaikan diri terhadap corak kebudayaan
masyarakat Jawa. Seperti diketahui, orang Jawa sangat menggemari wayang dan musik gamelan.
Karena itulah, Sunan Bonang menciptakan gending-gending yang memiliki nilai-nilai keislaman.
Setiap bait lagu ciptaannya diselingi ucapan dua kalimat syahadat sehingga musik gamelan yang
mengiringinya kini dikenal dengan istilah sekaten. Grameds dapat membaca kisah hidup Sunan
Bonang serta ajaran spiritualnya melalui buku Sunan Bonang Kisah Hidup Sejarah Karomah &
Ajaran Spiritual oleh Asti Musman dibawah ini.
5. Kisah Wali Songo Sunan Giri (Raden Paku)

Source : wikipedia.id
Sunan Giri memiliki nama asli Raden Paku. Ia merupakan putra Maulana Ishak. Suatu ketika, ia
ditugaskan oleh Sunan Ampel untuk menyebarkan ajaran agama Islam di Blambangan. Semasa
hidupnya.
Sunan Giri pernah belajar di pesantren Ampel Denta, melakukan perjalanan haji bersama Sunan
Bonang. Sepulangnya dari haji, ia singgah di Pasai untuk memperdalam ilmu agama. Saat itu,
Sunan Giri mendirikan sebuah pesantren di daerah Giri. Kemudian, ia mengirimkan banyak juru
dakwah ke berbagai daerah di nusantara.

Sunan Giri juga dikenal sebagai sang ahli tata negara. Bagaimana kisah hidup seorang Sunan
Giri? Pelajari hal tersebut melalui buku Sunan Giri: Sang Ahli Tata Negara yang bisa kamu
dapatkan hanya di Gramedia.

6. Kisah Wali Songo Sunan Drajat (Raden Qasim)

Sunan Drajat (Raden Qasim) merupakan putra Sunan Ampel. Sunan Drajat merupakan seorang
wali yang dikenal berjiwa sosial tinggi. Ia banyak menolong yatim piatu, fakir miskin, dan orang
sakit. Ia memiliki perhatian yang sangat besar terhadap masalah sosial. Sunan Drajat
menyebarkan agama Islam di Lamongan, Jawa Timur.
Sunan Drajat merupakan Wali Songo yang memiliki banyak nama, yaitu Sunan Mahmud, Sunan
Mayang Madu, Sunan Muryapada, Raden Imam, dan Maulana Hasyim. Pada 1484, ia diberi
gelar oleh Raden Patah dari Demak, yaitu Sunan Mayang Madu. Pelajari kisah hidup seorang
Sunan Drajat melalui buku Sunan Drajat: Merantau Untuk Berdakwah.

Ketika Sunan Drajat datang ke Desa Banjaranyar, Paciran, Lamongan, ia mendatangi pesisir
Lamongan yang gersang bernama Desa Jelak. Masyarakat sekitar masih menganut agama Hindu
dan Buddha. Di desa tersebut, Sunan Drajat membangun mushola untuk beribadah dan
mengajarkan agama Islam.

Selain itu, Sunan Drajat juga membangun daerah baru di dalam hutan belantara. Ia mengubahnya
menjadi daerah yang berkembang, subur, serta makmur. Daerah tersebut bernama Drajat, oleh
sebab itu ia diberi gelar Sunan Drajat.

7. Kisah Wali Songo Sunan Muria (Raden Umar Said)

Source : wikipedia.org
Sunan Muria merupakan seorang Wali Songo yang sangat berjasa bagi penyebaran agama Islam
di nusantara, terutama di daerah pedesaan. Ia gemar bergaul dengan masyarakat kalangan bawah.
Hal itu membuat masyarakat mudah menerima ajaran yang disampaikannya.

Membaurnya Sunan Muria dengan masyarakat dikenal dengan istilah “topo ngeli”. Artinya,
menghanyutkan diri dalam masyarakat. Sunan Muria berdakwah dengan metode tersebut hingga
ke Gunung Muria.

Sunan Muria sendiri berasal dari nama Gunung Muria dimana tempat beliau berdakwah,
mendirikan masjid dan pesantren, serta tempat beliau dimakamkan kelak. Pelajari kisah hidup
beliau secara lengkap melalui buku Sunan Muria: Pendakwah Dari Gunung Muria.

Selain itu, ia juga berdakwah lewat kesenian seperti gamelan, wayang, dan tembang jawa. Ajaran
Sunan Muria meliputi penghayatan kebenaran dan ketaatan pada Allah SWT, wirid,
kesederhanaan, kedermawanan, dan ajaran dakwah secara bijak dalam menghadapi budaya
masyarakat yang dianut.

Karena dakwahnya, ada beberapa hasil kesenian peninggalan Sunan Muria yang masih bisa
dipelajari hingga saat ini. Di antaranya tembang Kinanthi dan Sinom. Tembang Kinanthi terkenal
karena menceritakan tentang bimbingan dan kasih sayang orang tua kepada anaknya.

8. Kisah Wali Songo Sunan Kudus (Jafar Shadiq)


Sunan Kudus (Jafar Sadiq) diberi gelar oleh para wali dengan nama Wali Al-ilmi yang memiliki
arti orang yang berilmu luas. Sunan Kudus memiliki keahlian khusus dalam bidang agama. Ia
juga dipercaya untuk memegang pemerintahan di daerah Kudus. Sunan Kudus merupakan salah
satu Wali Songo penyebar agama Islam di Jawa, khususnya wilayah Jawa Tengah.

Hal ini dikarenakan beliau merupakan panglima serta pemimpin peperangan menggantikan
ayahnya yang dapat Grameds temukan pada kisah hidupnya dalam buku Sunan Kudus: Sang
Panglima Perang.

Sunan Kudus merupakan putra dari Raden Usman Haji yang bergelar Sunan Ngudung di Jipang
Panolan, dekat Blora. Selain belajar agama kepada ayahnya, Sunan Kudus juga belajar kepada
beberapa ulama terkenal, seperti Kiai Telingsing, Ki Ageng Ngerang dan Sunan Ampel.

Setelah menimba ilmu agama dari Kyai Telingsing, Sunan Kudus mewarisi ketekunan dan
kedisiplinan dalam mengejar atau meraih cita-cita. Selanjutnya, Sunan Kudus juga berguru
kepada Sunan Ampel di Surabaya selama beberapa tahun lamanya.
Perjuangan Sunan Kudus dalam menyebarkan agama Islam sesungguhnya tidak jauh berbeda
dengan para wali lainnya. Ia senantiasa menempuh jalan kebijaksanaan. Dengan siasat dan taktik
itu, masyarakat dapat diajak memeluk agama Islam.

Saat itu, masyarakat di Kudus masih banyak yang belum beriman. Tentu saja bukan pekerjaan
yang mudah untuk mengajak mereka memeluk agama. Apalagi mereka yang masih memeluk
kepercayaan lama dan memegang teguh adat-istiadat jumlahnya tidak sedikit. Di dalam
masyarakat dengan kondisi seperti itulah Sunan Kudus harus berjuang menegakkan agama.

9. Kisah Wali Songo Sunan Kalijaga (Raden Sahid)

Sunan Kalijaga (Raden Sahid) merupakan anak dari adipati Tuban, Tumenggung Wilatikta. Ia
dikenal sebagai budayawan dan seniman seni suara, seni ukir hingga seni busana. Ia juga
menciptakan aneka cerita wayang yang bercorak keislaman.

Pelajari kisah hidup Sunan Kalijaga pada buku Sunan Kalijaga Guru Suci Orang Jawa yan telah
membuktikan dirinya mampu merubah masa suram dan melewati rintangan yang ada.
Dalam berdakwah, Sunan Kalijaga memperkenalkan bentuk wayang yang terbuat dari kulit
kambing atau biasa dikenal sebagai wayang kulit. Sebab, pada masa itu wayang populer dilukis
pada semacan kertas atau wayang beber. Dalam seni suara, ia menciptakan lagu Dandanggula.

Sebelum menjadi ulama, Sunan Kalijaga konon pengalaman hidup sebagai perampok atau begal.
Bahkan, ia juga pernah merampok Sunan Bonang. Peristiwa tersebut diyakini terjadi saat Sunan
Kalijaga masih berusia muda. Sunan Kalijaga juga dikenal kerap melakukan tindak kekerasan.

Aksi perampokan yang dilakukan Sunan Kalijaga diketahui oleh ayahnya. Tumenggung
Wilantika pun marah, malu dan merasa namanya tercoreng karena kelakuan buruk sang anak. Ia
lantas mengusir Sunan Kalijaga dari rumah mereka. Padahal, yang sebenarnya terjadi adalah
Sunan Kalijaga membongkar Gudang Kadipaten untuk membagikan bahan makanan kepada
orang-orang yang membutuhkan.

Sebab, saat itu masyarakat Tuban hidup sangat memprihatinkan lantaran adanya upeti ditambah
musim kemarau panjang. Kendati sudah diusir dari Tuban, Sunan Kalijaga tidak berhenti
melakukan aksi pembegalan. Ia bahkan merampok orang-orang kaya di Kadipaten Tuban.
Mengetahui hal itu, ayahnya tentu semakin marah. Sunan Kalijaga kembali diusir. Kali ini ia
disuruh angkat kaki dari wilayah Kadipaten Tuban.
Keluar dari daerah Tuban, Sunan Kalijaga masih juga tidak menghentikan aksi perampokan itu.
Bahkan, ia sampai tega meminta harta seorang yang sepuh. Saat itu, Sunan Kalijaga bertemu
dengan seseorang di hutan Jati Wangi. Ternyata, orang tua tersebut diketahui sebagai Sunan
Bonang. Raden Syahid alias Sunan Kalijaga tidak mengenal orang tua tersebut. Karena masih
memiliki jiwa begal, ia berniat untuk membegal Sunan Bonang.

Bahkan, Sunan Kalijaga berhasil melumpuhkan Sunan Bonang. Ia pun meminta Sunan Bonang
menyerahkan barang bawaannya.Tanpa disangka, Sunan Bonang menolak permintaan itu.
Kemudian, Sunan Kalijaga pun menjelaskan alasannya membegal adalah untuk membantu orang
miskin.

Dalam cerita versi lainnya, Sunan Kalijaga meminta maaf dan bertobat lantaran Sunan Bonang
menasihatinya dan menunjukkan kesaktiannya, yaitu mengubah buah pohon aren menjadi emas.
Pertemuan tersebut membuat Sunan Kalijaga bertobat dan langsung memohon agar
diperbolehkan menjadi muridnya. Sunan Bonang tentu saja menerima permintaan tersebut.

Namun, Sunan Bonang mengajukan suatu syarat, yaitu Sunan Kalijaga harus bersemedi di
pinggir kali sampai Sunan Bonang kembali. Sunan Kalijaga pun menyanggupi syarat tersebut.
Dikisahkan, Sunan Bonang pun akhirnya kembali ke tempat yang sama setelah tiga tahun
lamanya. Ia lantas menemukan tubuh Sunan Kalijaga sudah dirambati oleh rerumputan.

Melihat keteguhan hati Sunan Kalijaga, Sunan Bonang pun takjub. Atas peristiwa itu lah
kemudian Raden Syahid diberi nama “Sunan Kalijaga”. Artinya, penjaga kali. Selain itu, Sunan
Kalijaga juga dapat diartikan sebagai orang yang senantiasa menjaga semua aliran atau
kepercayaan yang dianut masyarakat. Sunan Kalijaga menjadi satu-satunya wali yang paham dan
mendalami segala pergerakan, aliran atau agama yang hidup di tengah masyarakat.

Selain itu, Sunan Kalijaga juga memiliki cara yang unik saat menyebarkan agama Islam di pulau
Jawa. Ia berhasil mengenalkan ajaran agama Islam dengan memadukan budaya Jawa seperti
wayang. Bahkan, Sunan Kalijaga juga mengarang sebuah tembang Jawa yang sangat terkenal
sampai saat ini, yaitu Ilir-Ilir.

Kisah Wali Songo dalam Menyebarkan Islam di Indonesia


1. Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah)
Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah) berperan penting dalam penyebaran Islam di Jawa
Barat, khususnya Cirebon. Sunan Gunung Jati adalah pendiri dinasti kesultanan Banten yang
dimulai dengan putranya, Sultan Maulana Hasanudin. Pada tahun 1527, Sunan Gunung Jati
menyerang Sunda Kelapa di bawah pimpinan panglima perang Kesultanan Demak, Fatahillah.

Sunan Gunung Jati merupakan sosok yang cerdas dan tekun dalam menuntut ilmu. Karena
kesungguhannya, ia diizinkan ibunya untuk menuntut ilmu ke Makkah. Di sana, dia berguru
pada Syekh Tajudin Al-Qurthubi. Tak lama kemudian, ia lanjut ke Mesir dan berguru pada
Syekh Muhammad Athaillah Al-Syadzili, ulama bermadzhab Syafi’i. Di sana, Sunan Gunung Jati
belajar tasawuf tarekat syadziliyah.

Setelah diarahkan oleh Syekh Ataillah, Syarif Hidayatullah memutuskan pulang ke Nusantara
untuk berguru pada Syekh Maulana Ishak di Pasai, Aceh. Kemudian, ia melanjutkan perjalanan
ke Karawang, Kudus, sampai di Pesantren Ampeldenta, Surabaya. Di sana, ia berguru pada
Sunan Ampel.

Sunan Gunung Jati lantas diminta untuk berdakwah dan menyebarkan agama Islam di daerah
Cirebon dan menjadi guru agama. Ia menggantikan Syekh Datuk Kahfi di Gunung Sembung.
Setelah masyarakat Cirebon banyak yang memeluk agama Islam, Syarif Hidayatullah lantas
lanjut berdakwah ke daerah Banten.

Selama berdakwah di Cirebon, Syarif Hidayatullah menikahi Nyi Ratu Pakungwati, putri dari
Pangeran Cakrabuana atau Haji Abdullah Iman, penguasa Cirebon saat itu. Di sana, ia
mendirikan sebuah pondok pesantren, lalu mengajarkan agama Islam kepada penduduk sekitar.
Para santri di sana memanggilnya dengan julukan Maulana Jati atau Syekh Jati. Selain itu, ia juga
mendapatkan gelar Sunan Gunung Jati karena berdakwah di daerah pegunungan.

Pelajari mengenai Sunan Gunung Jati atau Raden Syarif Hidayatullah melalui buku Wali Sanga:
Sunan Gunung Jati yang ditulis oleh Nabila Anwar.
2. Sunan Ampel (Raden Rahmat)

Source : suaramuslim.net
Sunan Ampel memiliki nama asli Raden Rahmat. Ia memulai dakwahnya dari sebuah pondok
pesantren yang didirikan di Ampel Denta, Surabaya. Ia dikenal sebagai pembina pondok
pesantren pertama di Jawa Timur. Sunan Ampel memiliki murid yang mengikuti jejak
dakwahnya, yaitu Sunan Giri, Sunan Bonang, dan Sunan Drajat.

Suatu ketika, Sunan Ampel diberi tanah oleh Prabu Brawijaya di daerah Ampel Denta. Ia lantas
mendirikan sebuah masjid. Di sana, masjid tersebut dijaga oleh Mbah Sholeh. Ia sangat terkenal
sebagai orang yang selalu menjaga kebersihan. Hal itu juga diakui oleh Sunan Ampel. Hingga
suatu hari, Mbah Sholeh meninggal dunia. Ia lantas dimakamkan di samping masjid.

Sepeninggal Mbah Sholeh, Sunan Ampel tak kunjung menemukan pengganti penjaga masjid
yang serajin Mbah Sholeh. Akibatnya, masjid tak terurus dan kotor. Sunan Ampel kemudian
bergumam, “Seandainya Mbah Sholeh masih hidup, pasti masjidnya jadi bersih.”

Seketika itu pula sosok serupa Mbah Sholeh muncul. Ia lantas menjalankan rutinitas yang biasa
dilakukan Mbah Sholeh, namun tak lama kemudian meninggal lagi dan dimakamkan persis di
samping makam Mbah Sholeh. Peristiwa itu terulang hingga sembilan kali. Konon, Mbah Sholeh
baru benar-benar meninggal setelah Sunan Ampel meninggal dunia.

Metode dakwah dari Kanjeng Sunan Ampel terkenal dengan keunikannya dimana ia melakukan
upaya akulturasi dan asimilasi dari aspek budaya pra-Islam dengan Islam, baik melalui jalan
sosial, budaya, politik, ekonomi, mistik, kultus, ritual, tradi keagamaan, maupun konsep sufisme
yang khas untuk merefleksikan keragaman tradisi muslim secara keseluruhan yang dibahas pada
buku Mazhab Dakwah Wasathiyah Sunan Ampel.

3. Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim)


Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim) dikenal dengan nama Maulana Maghribi (Syekh
Maghribi). Ia diduga berasal dari wilayah Magribi, Afrika Utara. Namun demikian, hingga saat
ini belum diketahui secara pasti sejarah tempat dan tahun kelahirannya.
Sunan Gresik diperkirakan lahir pada pertengahan abad ke 14. Ia merupakan guru para wali
lainnya. Sunan Gresik berasal dari keluarga muslim yang taat. Kendati ia belajar agama Islam
sejak kecil, namun tidak diketahui siapa saja gurunya hingga ia menjadi ulama.

Pada abad ke-14, Sunan Gresik ditugaskan untuk menyebarkan agama Islam ke Asia Tenggara. Ia
berlabuh di Desa Leran, Gresik. Saat itu, Gresik merupakan bandar kerajaan Majapahit. Tentu
saja masyarakat saat itu banyak yang memeluk agama Hindu dan Buddha. Di Gresik, ia menjadi
pedagang dan tabib. Di sela-sela itu, ia berdakwah.

Sunan Gresik berdakwah melalui perdagangan dan pendidikan pesantren. Pada awalnya, ia
berdagang di tempat terbuka dekat pelabuhan agar masyarakat tidak kaget dengan ajaran baru
yang dibawanya. Sunan Gresik berhasil mengundang simpati masyarakat, termasuk Raja
Brawijaya. Akhirnya, ia diangkat sebagai Syahbandar atau kepala pelabuhan.

Tidak hanya jadi pedagang andal, Sunan Gresik juga berjiwa sosial tinggi. Ia bahkan
mengajarkan cara bercocok tanam kepada masyarakat kelas bawah yang selama ini dipandang
sebelah mata oleh ajaran Hindu. Karena strategi dakwah inilah, ajaran agama Islam secara
berangsur-angsur diterima oleh masyarakat setempat.

Baca cerita lengkap dari Sunan Gresik atau yang memiliki nama Syekh Maulana Malik Ibrahim
pada buku SUnan Gresik: Saudagar Yang Berdakwah dibawah ini.
4. Sunan Bonang (Raden Makhdum)

Sunan Bonang adalah salah satu Wali Songo yang menyebarkan ajaran agama Islam di Tanah
Jawa. Ia memiliki nama asli Syekh Maulana Makdum Ibrahim, putra dari Sunan Ampel dan Dewi
Condrowati (Nyai Ageng Manila). Namun, ada versi lain yang mengatakan Dewi Condrowati
adalah putri Prabu Kertabumi. Dengan demikian, Sunan Bonang adalah Pangeran Majapahit.

Sebab, ibunya adalah putri Raja Majapahit dan ayahnya menantu Raja Majapahit. Sunan Bonang
menyebarkan ajaran agama Islam dengan cara menyesuaikan diri terhadap corak kebudayaan
masyarakat Jawa. Seperti diketahui, orang Jawa sangat menggemari wayang dan musik gamelan.
Karena itulah, Sunan Bonang menciptakan gending-gending yang memiliki nilai-nilai keislaman.

Setiap bait lagu ciptaannya diselingi ucapan dua kalimat syahadat sehingga musik gamelan yang
mengiringinya kini dikenal dengan istilah sekaten. Grameds dapat membaca kisah hidup Sunan
Bonang serta ajaran spiritualnya melalui buku Sunan Bonang Kisah Hidup Sejarah Karomah &
Ajaran Spiritual oleh Asti Musman dibawah ini.
5. Kisah Wali Songo Sunan Giri (Raden Paku)

Source : wikipedia.id
Sunan Giri memiliki nama asli Raden Paku. Ia merupakan putra Maulana Ishak. Suatu ketika, ia
ditugaskan oleh Sunan Ampel untuk menyebarkan ajaran agama Islam di Blambangan. Semasa
hidupnya.
Sunan Giri pernah belajar di pesantren Ampel Denta, melakukan perjalanan haji bersama Sunan
Bonang. Sepulangnya dari haji, ia singgah di Pasai untuk memperdalam ilmu agama. Saat itu,
Sunan Giri mendirikan sebuah pesantren di daerah Giri. Kemudian, ia mengirimkan banyak juru
dakwah ke berbagai daerah di nusantara.

Sunan Giri juga dikenal sebagai sang ahli tata negara. Bagaimana kisah hidup seorang Sunan
Giri? Pelajari hal tersebut melalui buku Sunan Giri: Sang Ahli Tata Negara yang bisa kamu
dapatkan hanya di Gramedia.

6. Kisah Wali Songo Sunan Drajat (Raden Qasim)

Sunan Drajat (Raden Qasim) merupakan putra Sunan Ampel. Sunan Drajat merupakan seorang
wali yang dikenal berjiwa sosial tinggi. Ia banyak menolong yatim piatu, fakir miskin, dan orang
sakit. Ia memiliki perhatian yang sangat besar terhadap masalah sosial. Sunan Drajat
menyebarkan agama Islam di Lamongan, Jawa Timur.

Sunan Drajat merupakan Wali Songo yang memiliki banyak nama, yaitu Sunan Mahmud, Sunan
Mayang Madu, Sunan Muryapada, Raden Imam, dan Maulana Hasyim. Pada 1484, ia diberi
gelar oleh Raden Patah dari Demak, yaitu Sunan Mayang Madu. Pelajari kisah hidup seorang
Sunan Drajat melalui buku Sunan Drajat: Merantau Untuk Berdakwah.

Ketika Sunan Drajat datang ke Desa Banjaranyar, Paciran, Lamongan, ia mendatangi pesisir
Lamongan yang gersang bernama Desa Jelak. Masyarakat sekitar masih menganut agama Hindu
dan Buddha. Di desa tersebut, Sunan Drajat membangun mushola untuk beribadah dan
mengajarkan agama Islam.
Selain itu, Sunan Drajat juga membangun daerah baru di dalam hutan belantara. Ia mengubahnya
menjadi daerah yang berkembang, subur, serta makmur. Daerah tersebut bernama Drajat, oleh
sebab itu ia diberi gelar Sunan Drajat.

7. Kisah Wali Songo Sunan Muria (Raden Umar Said)

Source : wikipedia.org
Sunan Muria merupakan seorang Wali Songo yang sangat berjasa bagi penyebaran agama Islam
di nusantara, terutama di daerah pedesaan. Ia gemar bergaul dengan masyarakat kalangan bawah.
Hal itu membuat masyarakat mudah menerima ajaran yang disampaikannya.

Membaurnya Sunan Muria dengan masyarakat dikenal dengan istilah “topo ngeli”. Artinya,
menghanyutkan diri dalam masyarakat. Sunan Muria berdakwah dengan metode tersebut hingga
ke Gunung Muria.

Sunan Muria sendiri berasal dari nama Gunung Muria dimana tempat beliau berdakwah,
mendirikan masjid dan pesantren, serta tempat beliau dimakamkan kelak. Pelajari kisah hidup
beliau secara lengkap melalui buku Sunan Muria: Pendakwah Dari Gunung Muria.

Selain itu, ia juga berdakwah lewat kesenian seperti gamelan, wayang, dan tembang jawa. Ajaran
Sunan Muria meliputi penghayatan kebenaran dan ketaatan pada Allah SWT, wirid,
kesederhanaan, kedermawanan, dan ajaran dakwah secara bijak dalam menghadapi budaya
masyarakat yang dianut.

Karena dakwahnya, ada beberapa hasil kesenian peninggalan Sunan Muria yang masih bisa
dipelajari hingga saat ini. Di antaranya tembang Kinanthi dan Sinom. Tembang Kinanthi terkenal
karena menceritakan tentang bimbingan dan kasih sayang orang tua kepada anaknya.

8. Kisah Wali Songo Sunan Kudus (Jafar Shadiq)


Sunan Kudus (Jafar Sadiq) diberi gelar oleh para wali dengan nama Wali Al-ilmi yang memiliki
arti orang yang berilmu luas. Sunan Kudus memiliki keahlian khusus dalam bidang agama. Ia
juga dipercaya untuk memegang pemerintahan di daerah Kudus. Sunan Kudus merupakan salah
satu Wali Songo penyebar agama Islam di Jawa, khususnya wilayah Jawa Tengah.

Hal ini dikarenakan beliau merupakan panglima serta pemimpin peperangan menggantikan
ayahnya yang dapat Grameds temukan pada kisah hidupnya dalam buku Sunan Kudus: Sang
Panglima Perang.

Sunan Kudus merupakan putra dari Raden Usman Haji yang bergelar Sunan Ngudung di Jipang
Panolan, dekat Blora. Selain belajar agama kepada ayahnya, Sunan Kudus juga belajar kepada
beberapa ulama terkenal, seperti Kiai Telingsing, Ki Ageng Ngerang dan Sunan Ampel.

Setelah menimba ilmu agama dari Kyai Telingsing, Sunan Kudus mewarisi ketekunan dan
kedisiplinan dalam mengejar atau meraih cita-cita. Selanjutnya, Sunan Kudus juga berguru
kepada Sunan Ampel di Surabaya selama beberapa tahun lamanya.

Perjuangan Sunan Kudus dalam menyebarkan agama Islam sesungguhnya tidak jauh berbeda
dengan para wali lainnya. Ia senantiasa menempuh jalan kebijaksanaan. Dengan siasat dan taktik
itu, masyarakat dapat diajak memeluk agama Islam.

Saat itu, masyarakat di Kudus masih banyak yang belum beriman. Tentu saja bukan pekerjaan
yang mudah untuk mengajak mereka memeluk agama. Apalagi mereka yang masih memeluk
kepercayaan lama dan memegang teguh adat-istiadat jumlahnya tidak sedikit. Di dalam
masyarakat dengan kondisi seperti itulah Sunan Kudus harus berjuang menegakkan agama.

9. Kisah Wali Songo Sunan Kalijaga (Raden Sahid)


Sunan Kalijaga (Raden Sahid) merupakan anak dari adipati Tuban, Tumenggung Wilatikta. Ia
dikenal sebagai budayawan dan seniman seni suara, seni ukir hingga seni busana. Ia juga
menciptakan aneka cerita wayang yang bercorak keislaman.

Pelajari kisah hidup Sunan Kalijaga pada buku Sunan Kalijaga Guru Suci Orang Jawa yan telah
membuktikan dirinya mampu merubah masa suram dan melewati rintangan yang ada.

Dalam berdakwah, Sunan Kalijaga memperkenalkan bentuk wayang yang terbuat dari kulit
kambing atau biasa dikenal sebagai wayang kulit. Sebab, pada masa itu wayang populer dilukis
pada semacan kertas atau wayang beber. Dalam seni suara, ia menciptakan lagu Dandanggula.

Sebelum menjadi ulama, Sunan Kalijaga konon pengalaman hidup sebagai perampok atau begal.
Bahkan, ia juga pernah merampok Sunan Bonang. Peristiwa tersebut diyakini terjadi saat Sunan
Kalijaga masih berusia muda. Sunan Kalijaga juga dikenal kerap melakukan tindak kekerasan.

Aksi perampokan yang dilakukan Sunan Kalijaga diketahui oleh ayahnya. Tumenggung
Wilantika pun marah, malu dan merasa namanya tercoreng karena kelakuan buruk sang anak. Ia
lantas mengusir Sunan Kalijaga dari rumah mereka. Padahal, yang sebenarnya terjadi adalah
Sunan Kalijaga membongkar Gudang Kadipaten untuk membagikan bahan makanan kepada
orang-orang yang membutuhkan.

Sebab, saat itu masyarakat Tuban hidup sangat memprihatinkan lantaran adanya upeti ditambah
musim kemarau panjang. Kendati sudah diusir dari Tuban, Sunan Kalijaga tidak berhenti
melakukan aksi pembegalan. Ia bahkan merampok orang-orang kaya di Kadipaten Tuban.
Mengetahui hal itu, ayahnya tentu semakin marah. Sunan Kalijaga kembali diusir. Kali ini ia
disuruh angkat kaki dari wilayah Kadipaten Tuban.

Keluar dari daerah Tuban, Sunan Kalijaga masih juga tidak menghentikan aksi perampokan itu.
Bahkan, ia sampai tega meminta harta seorang yang sepuh. Saat itu, Sunan Kalijaga bertemu
dengan seseorang di hutan Jati Wangi. Ternyata, orang tua tersebut diketahui sebagai Sunan
Bonang. Raden Syahid alias Sunan Kalijaga tidak mengenal orang tua tersebut. Karena masih
memiliki jiwa begal, ia berniat untuk membegal Sunan Bonang.

Bahkan, Sunan Kalijaga berhasil melumpuhkan Sunan Bonang. Ia pun meminta Sunan Bonang
menyerahkan barang bawaannya.Tanpa disangka, Sunan Bonang menolak permintaan itu.
Kemudian, Sunan Kalijaga pun menjelaskan alasannya membegal adalah untuk membantu orang
miskin.

Dalam cerita versi lainnya, Sunan Kalijaga meminta maaf dan bertobat lantaran Sunan Bonang
menasihatinya dan menunjukkan kesaktiannya, yaitu mengubah buah pohon aren menjadi emas.
Pertemuan tersebut membuat Sunan Kalijaga bertobat dan langsung memohon agar
diperbolehkan menjadi muridnya. Sunan Bonang tentu saja menerima permintaan tersebut.

Namun, Sunan Bonang mengajukan suatu syarat, yaitu Sunan Kalijaga harus bersemedi di
pinggir kali sampai Sunan Bonang kembali. Sunan Kalijaga pun menyanggupi syarat tersebut.
Dikisahkan, Sunan Bonang pun akhirnya kembali ke tempat yang sama setelah tiga tahun
lamanya. Ia lantas menemukan tubuh Sunan Kalijaga sudah dirambati oleh rerumputan.
Melihat keteguhan hati Sunan Kalijaga, Sunan Bonang pun takjub. Atas peristiwa itu lah
kemudian Raden Syahid diberi nama “Sunan Kalijaga”. Artinya, penjaga kali. Selain itu, Sunan
Kalijaga juga dapat diartikan sebagai orang yang senantiasa menjaga semua aliran atau
kepercayaan yang dianut masyarakat. Sunan Kalijaga menjadi satu-satunya wali yang paham dan
mendalami segala pergerakan, aliran atau agama yang hidup di tengah masyarakat.

Selain itu, Sunan Kalijaga juga memiliki cara yang unik saat menyebarkan agama Islam di pulau
Jawa. Ia berhasil mengenalkan ajaran agama Islam dengan memadukan budaya Jawa seperti
wayang. Bahkan, Sunan Kalijaga juga mengarang sebuah tembang Jawa yang sangat terkenal
sampai saat ini, yaitu Ilir-Ilir.

Anda mungkin juga menyukai