Anda di halaman 1dari 5

PERKEMBANGAN DEMOKRASI INDONESIA

MASA ORDE BARU (1965-1998)


A. MASA ORDE BARU
Orde Baru adalah suatu tatanan seluruh perikehidupan rakyat, bangsa dan negara yang
diletakkan kembali kepada pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen. Dengan kata lain, Orde Baru adalah suatu orde yang mempunyai sikap dan tekad
untuk mengabdi pada kepentingan rakyat dan nasional
dengan dilandasi oleh semangat dan jiwa Pancasila
serta UUD 1945. Lahirnya Orde Baru diawali dengan
dikeluarkannya Surat Perintah 11 Maret 1966. Dengan
demikian Surat Perintah 11 Maret sebagai tonggak
lahirnya Orde Baru.
Lahirnya Orde baru
Orde baru terbentuk akibat dari mosi tidak
percaya atau krisis kepercayaan dari rakyat kepada
Presiden pada saat itu yaitu Ir.Soekarno yang
Jend. SOEHARTO dianggap tidak bersungguh-sungguh dalam
penyelesaian peristiwa G30S, sehingga rakyat
mengeluarkan 3 tuntutan yang
disebut dengan Tritura (Tiga Tuntutan Rakyat) salah satunya adalah pembubaran PKI.
Jenderal Soeharto selaku Panglima AD menunjukkan kesanggupannya untuk menghilangkan
ketakutan rakyat, namun Ir.Soekarno semula tidak setuju karena bertentangan dengan asas
Nasakom yang telah di sebarkan keseluruh dunia. Pada tanggal 11 Maret 1966 Presiden RI
Ir.Soekarno memberikan mandat kepada Jendral Soeharto yang sanggup mengembalikan rasa
aman kepada rakyat dengan syarat Soeharto mendapatkan kebebasan bertindak dari Presiden.
Tahun 1966-1967 terjadi dualisme kepemimpinan antara Ir.Soekarno - Jenderal Soeharto
yang sangat kondusif untuk menimbulkan perpecahan nasional. Akhirnya pada tanggal 22
Februari 1967 Presiden Soekarno menyerahkan kekuasaannya kepada Jendral Soeharto
Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) tahun 1966 merupakan dasar legalitas
dimulainya pemerintahan Orde Baru di Indonesia. Orde Baru merupakan tatanan seluruh
kehidupan rakyat, bangsa, dan negara, yang diletakan pada kemurnian pelaksanaan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dan juga dapat dikatakan bahwa Orde Baru
merupakan koreksi terhadap penyelewengan pada masa lampau, dan berusaha untuk
menyusun kembali kekuatan bangsa untuk menumbuhkan stabilitas nasional guna
mempercepat proses pembangunan bangsa. Melalui Ketetapan MPRS No.
XIII/MPRS/1966, Letjen Soeharto ditugaskan oleh MPRS untuk membentuk Kabinet
Ampera. Akibatnya muncul dualisme kepemimpinan nasional.
Berdasarkan Keputusan Presiden No. 163 tanggal 25 Juli 1966 dibentuklah Kabinet
Ampera.Dalam kabinet baru tersebut Soekarno tetap sebagai presiden dan sekaligus
menjabat sebagai pimpinan kabinet. Tetapi ketika kabinet Ampera dirombak pada tanggal
11 Oktober 1966, jabatan Presiden tetap dipegang Soekarno, dan Letjen Soeharto diangkat
sebagai perdanamenteri yang memiliki kekuasaan eksekutif dalam kabinet Ampera yang
disempurnakan. Sesuai dengan Ketetapan MPRS No. XIII/MPRS/1966, menyebabkan
kekuasaan pemerintahan di tangan Soeharto semakin besar sejak awal tahun 1967. Pada 10
Januari 1967 Presiden Soekarno menyerahkan Pelengkap pidato pertanggungjawaban
presiden yang disebut PelNawaksara, tidak diterima oleh MPRS berdasarkan Keputusan
Pimpinan MPRS No. 13/B/1967 dan pada tanggal 20 Februari diumumkan tentang
penyerahan kekuasaan kepada pengemban Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966. Sebagai
tindak lanjut lembaga tertinggi negara ini mengeluarkan Ketetapan No.
XXXIII/MPRS/1967 tertanggal 12 Maret 1967, yang secara resmi mencabut seluruh
kekuasaan pemerintahan negara dari Presiden Soekarno, dan mengangkat Soeharto
sebagai pejabat presiden Republik Indonesia.

B.Kebijakan Politik Masa Orde Baru


Dengan dikeluarkannya Ketetapan MPRS itu, situasi konflik yang telah
menyebabkan terjadinya instabilitas politik nasional dapat teratasi dan pada tanggal 27
Maret 1968 Soeharto diangkat sebagai presiden Republik Indonesia berdasarkan
Ketetapan MPRS No. XLIV/MPRS/1968, sampai presiden lama. Langkah-langkah yang
dilakukan adalah;

a) Kebijakan Dalam Negeri


1. Pembentukan Kabinet Pembangunan
Kabinet pertama pada masa peralihan kekuasaan adalah Kabinet Ampera
dengan tugasnya Dwi Darma Kabinat Ampera yaitu menciptakan stabilitas politik dan
stabilitasekonomi sebagai persyaratan untuk melaksanakan pembangunan nasionai
Program Kabinet Ampera terkenal dengan nama Catur Karya Kabinet Ampera yakni;

 Memperbaiki kehidupan rakyat terutama di bidang sandang dan pangan


 Melaksanakan pemilihan umum dalam batas waktu yang ditetapkan, yaitu tanggal
5 Juli 1968
 Melaksanakan politik luar negeri yang bebas aktif untuk kepentingan nasional
 Melanjutkan perjuangan anti imperialisme dan kolonialisme dalam segala bentuk
dan manifestasinya
 Setelah MPRS pada tanggal 27 Maret 1968 menetapkan Soeharto sebagai
presiden RI untuk masa jabatan lima tahun, maka dibentuklah Kabinet
Pembangunan dengan tugasnya yang disebut Panca Krida yang meliputi:
1. Menciptakan stabilitas politik dan ekonomi
2. Menyusun dan melaksanakan Pemilihan Umum
3. Mengikis habis sisa-sisa Gerakan 30 September
4. Membersihkan aparatur negara di pusat dan daerah dari pengaruh PKI.
2. Pembubaran PKI
Dalam rangka menjamin keamanan, ketenangan, serta stabilitas pemerintahan,
Soeharto sebagai pengemban Supersemar telah mengeluarkan kebijakan:
 Membubarkan PKI pada tanggal 12 Maret 1966 yang diperkuat dengan Ketetapan
MPRS No IX/MPRS/1966
 Menyatakan PKI sebagai organisasi terlarang di Indonesia
 Pada tanggal 8 Maret 1966 mengamankan 15 orang menteri yang dianggap
terlibat Gerakan 30 September 1965.

3. Peran Ganda (Dwi Fungsi) ABRI dan Pengamalan P4


Untuk menciptakan stabilitas politik, pemerintah Orde Baru memberikan peran
ganda kepada ABRI, yaitu peran Hankam dan sosial. Peran ganda ABRI ini kemudian
terkenal dengan sebutan Dwi Fungsi ABRI. Timbulnya pemberian peran ganda pada
ABRI karena adanya pemikiran bahwa TNI adalah tentara pejuang dan pejuang
tentara. Kedudukan TNI dan POLRI dalam pemerintahan adalah sama. di MPR dan
DPR mereka mendapat jatah kursi dengan cara pengangkatan tanpa melalui Pemilu.
Pertimbangan pengangkatan anggota MPR/DPR dari ABRI didasarkan pada
fungsinya sebagai stabilitator dan dinamisator. Peran dinamisator sebanarnya telah
diperankan ABRI sejak zaman Perang Kemerdekaan. Waktu itu Jenderal Soedirman
telah melakukannya dengan meneruskan perjuangan, walaupun pimpinan
pemerintahan telah ditahan Belanda. Demikian juga halnya yang dilakukanSoeharto
ketika menyelamatkan bangsa dari perpecahan setelah G30S/PKI, yangmelahirkankan
Orde Baru. Boleh dikatakan peran dinamisator telah menempatkan ABRI pada
posisiyang terhormat dalam percaturan politik bangsa selama ini.
Pada tanggal 12 April 1976 Presiden Soeharto mengemukakan gagasan
mengenai pedoman untuk menghayati dan mengamalkan Pancasila, yang terkenal
dengan nama Ekaprasatya Pancakarsa atau Pedomanan Pengahayatan dan
Pengamalan Pancasila (P4). Untuk mendukung pelaksanaan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen, maka sejak tahun 1978 pemerintah
menyelenggarakan penataran P4 secara menyeluruh pada semua lapisan masyarakat.
Penataran P4 ini bertujuan membentuk pemahaman yang sama mengenai demokrasi
Pancasila, sehingga dengan adanya pemahaman yang sama terhadap Pancasila dan
Undang-undang Dasar 1945 diharapkan persatuan dan kesatuan nasional akan
terbentuk dan terpelihara.
Melalui penegasan tersebut opini rakyat akan mengarah pada dukungan yang
kuat terhadap pemerintah Orde Baru dan sejak tahun 1985 pemerintah menjadikan
Pancasila sebagai asas tunggal dan kehidupan berorganisasi. Semua bentuk organisasi
tidak boleh menggunakan asasnya selain Pancasila. Menolak Pancasila sebagai asas
tunggal merupakan pengkhianatan terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dengan demikian Penataran P4 merupakan suatu bentuk indoktrinasi ideologi, dan
Pancasila menjadi bagian dari sistem kepribadian, sistem budaya, dan sistem sosial
masyarakat Indonesia. Pancasila merupakan prestasi tertinggi Orde Baru, dan oleh
karenanya maka semua prestasi lainnya dikaitkan dengan nama Pancasila. Mulai dari
sistem ekonomi Pancasila, pers Pancasila, hubungan industri Pancasila, demokrasi
Pancasila, dan sebagainya Dan Pancasila dianggap memiliki kesakralan (kesaktian)
yang tidak boleh diperdebatkan.
4. Penyederhanaan Partai Politik
Pada tahun 1973 setelah dilaksanakan pemilihan umum yang pertama pada masa Orde
Baru pemerintahan pemerintah melakukan penyederhaan dan penggabungan (fusi)
partai- partai politik menjadi tiga kekuatan sosial politik. Penggabungan partai-partai
politik tersebut tidak didasarkan pada kesamaan ideologi, tetapi lebih atas persamaan
program. Tiga kekuatan sosial politik itu adalah:
 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang merupakan gabungan dari NU,
Parmusi, PSII, dan PERTI
 Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang merupakan gabungan dari PNI, Partai
Katolik, Partai Murba, IPKI, dan Parkindo
 Golongan Karya
Penyederhanaan partai-partai politik ini dilakukan pemerintah Orde Baru dalam upaya
menciptakan stabilitas kehidupan berbangsa dan bernegara. Pengalaman sejarah pada
masa pemerintahan sebelumnya telah memberikan pelajaran, bahwa perpecahan yang
terjadi dimasa Orde Lama, karena adanya perbedaan ideologi politik dan
ketidakseragaman persepsi serta pemahaman Pancasila sebagai sumber hukum
tertinggi di Indonesia.

5. Pemilihan Umum
Selama masa Orde Baru pemerintah berhasil melaksanakan enam kali pemilihan
umum, yaitu tahun 1971, 1977, 1985, 1987, 1992, dan 1997. Dalam setiap Pemilu
yang diselenggarakan selama masa pemerintahan Orde Baru, Golkar selalu
memperoleh mayoritas suara dan memenangkan Pemilu. Pada Pemilu 1997 yang
merupakan pemilu terakhir masa pemerintahan Orde Baru, Golkar memperoleh
74,51 % dengan perolehan 325 kursi di DPR, dan PPP memperoleh 5,43 %dengan
peroleh 27 kursi. Dan PDI mengalami kemorosotan perolehan suara hanya
mendapat11 kursi. Hal disebabkan adanya konflik intern di tubuh partai berkepala
banteng tersebut, dan PDI pecah menjadi PDI Suryadi dan PDI Megawati Soekarno
Putri yang sekarang menjadi PDIP.
Penyelenggaraan Pemilu yang teratur selama masa pemerintahan Orde Baru telah
menimbulkan kesan bahwa demokrasi di Indonesia telah berjalan dengan baik.
Apalagi Pemilu berlangsung dengan asas LUBER (langsung, umum, bebas, dan
rahasia). Namun dalam kenyataannya Pemilu diarahkan untuk kemenangan salah satu
kontestan Pemilu yaitu Golkar.Kemenangan Golkar yang selalu mencolok sejak
Pemilu 1971 sampai dengan Pemilu 1997 menguntungkan pemerintah di mana
perimbangan suara di MPR dan DPR didominasi oleh Golkar. Keadaan ini telah
memungkinkan Soeharto menjadi Presiden Republik Indonesia selama enam periode,
karena pada masa Orde Baru presiden dipilih oleh anggota MPR. Selain itu setiap
pertanggungjawaban, rancangan Undang-undang, dan usulan lainnya dari pemerintah
selalu mendapat persetujuan MPR dan DPR tanpa catatan.

b) Kebijakan Luar Negeri


1. Kembali Menjadi Anggota PBB
Selama masa kekuasaan Presiden Soekarno, Indonesia menyatakan keluar dari
keanggotaan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Presiden Soekarno menyatakan
keluar dari keanggotaan PBB disebabkan karena terpilihnya Malaysia sebagai
calon kuat anggota Dewan Keamanan PBB padahal Indonesia menolak kehadiran
negara Malaysia sebagai negara boneka bentukan Inggris. Selain itu keluarnya
Indonesia disebabkan arah politik luar negeri Indonesia telah bergeser yang
menjadi mercusuar bagi negara Blok Timur (Komunis). Setelah Indonesia di
pimpin oleh Presiden Soeharto Pemerintah menyatakan kembali bergabung
menjadi anggota PBB dan mejalankan tugas-tugas serta kewajiban yang diberikan
oleh PBB pada tanggal 28 September 1966 guna mengembalikan kepercayaan
nasional.
2. Mengakhiri Kontrofersi dengan Malaysia
Pada masa pemerintahan Soekarno dibentuklah Dwikora (Dwi Komando Rakyat)
dengan alasan untuk membantu perjuangan rakyat Kalimantan Utara yang bertugas
untuk membantu rakyat serta memerangi neokolonialisme dan neoimperialisme
(Malaysia yang merupakan bentukan Inggris). Setelah Indonesia di perintah oleh
Soeharto dilakukanlah normalisasi hubungan Indonesia-Malaysia berhasil dicapai
dengan ditanda tanganinya perjanjian tanggal 11 Agustus 1966 dengan
menempatkan perwakilan pemerintahan di masing-masing negara.

C. Berakhirnya Orde Baru


Berakhirnya masa Orde Baru, melahirkan era baru yang disebut masa reformasi. Orde
Baru berakhir pada saat Presiden Soeharto menyerahkan kekuasaan kepada Wakil
Presiden B.J.Habibie pada tanggal 21 Mei 1998.
Sebab jatuhnya Orde Baru:
1. Hancurnya ekonomi nasional ( krisis ekonomi )
2. Terjadinya krisis politik
3. TNI juga tidak bersedia menjadi alat kekuasaan orba
4. Gelombang demonstrasi yang menghebat menuntut Presiden Soeharto untuk
turun jadi Presiden.

Anda mungkin juga menyukai