Anda di halaman 1dari 26

Perkuliahan ke-3

Dosen: Surajiyo
Pancasila dalam Lintasan Sejarah Bangsa:
❖Masa Kemerdekaan dan Orde Lama
❖Masa Orde baru
❖Masa Reformasi
MASA KEMERDEKAAN
1) Periode Konstitusi RIS dan UUDS 1950
(27 Desember 1949 – 5 Juli 1959)

Setelah proklamasi 17 Agustus 1945, Indonesia masih


menghadapi:
▪Upaya Sekutu menanamkan kembali kekuasaan
Belanda di Indonesia.
▪Propaganda Belanda kepada dunia luar bahwa negara
RI merupakan hadiah dari Jepang.

Dari upaya Sekutu dan propaganda Belanda tersebut,


pada tanggal 27 Desember 1949 dilaksanakan
Konferensi Meja Bundar (KMB).
Hasil dari Konferensi Meja Bundar (KMB), adalah
pemerintah Belanda mengakui kedaulatan dan
kemerdekaan Indonesia sekaligus berdirinya Republik
Indonesia Serikat (RIS).
Namun RIS tidak lama, akhirnya pada tanggal 17
Agustus 1950, Indonesia kembali ke bentuk Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Pancasila dalam Konstitusi RIS maupun UUDS 1950


diubah menjadi:
1.Ketuhanan Yang Maha Esa
2.Peri Kemanusiaan
3.Kebangsaan
4.Kerakyatan
5.Keadilan Sosial
Mengapa UUDS 1950 disebut sementara, karena UUD
yang final akan dirumuskan oleh Konstituante
(Lembaga Negara yang ditugaskan untuk membentuk
UUD), yang angotanya dipilih langsung oleh rakyat
melalui pemilu.

Pemilu I (29 September 1955) yang diselenggarakan


oleh Kabinet Burhanudin Harahap, dan diikuti oleh 28
partai politik atau calon perorangan.

Pada tanggal 10 Nopember 1956, Soekarno


meresmikan pembentukan Konstituante hasil pemilu
1955, dan memulai persidangan pertama. Sidang I
Konstituante, menampung 3 gagasan dasar negara,
yaitu: Pancasila, Islam, dan Sosialisme. Hasilnya,
gagasan dasar negara Pancasila = 273, Islam = 230,
Sosialis = 9.
Kehidupan politik kian labil, akibat seringnya
pergantian kabinet dan terjadinya gangguan keamanan
(pemberontakan bersenjata di daerah-daerah).
Pada tanggal 5 Juli 1959, Soekarno mengeluarkan
Dekrit Presiden (menandai masuknya Indonesia ke era
Orde Lama).

Isi Dekrit:
1.Membubarkan Konstituante
2.Menetapkan berlakunya kembali UUD 1945 dan Tidak
berlakunya UUDS 1950
3.Dibentuknya MPRS dan DPAS dalam waktu
sesingkat-singkatnya
Dengan berlakunya kembali UUD 1945, berarti berlaku
pula Pancasila versi 18 Agustus 1945. Namun, Dekrit
berkontribusi pada terciptanya jalan tengah antar
Pancasila versi Piagam Jakarta (Pancasila + tujuh kata)
dan Pancasila versi 18 Agustus 1945. Yaitu, ketika
konsideran Dekrit menyatakan “berkeyakinan bahwa
Piagam Jakarta tertanggal 22 Juni 1945 menjiwai UUD
1945 dan adalah merupakan suatu rangkaian kesatuan
dengan konstitusi terebut”.

Konsideran ini yang selalu membayangi dinamika


pertarungan ideologi dan politik, karena dipersepsikan
membuka celah bagi pemberlakuan syariat Islam di
segala sendi kehidupan berbangsa dan bernegara di
Indonesia.
2) Era Orde Lama
(5 Juli 1959 – 11 Maret 1966)

Dekrit memiliki dua sisi, yaitu:


1.Sisi positif: dengan kembali ke UUD 1945, dasar negara
Pancasila kian kokoh, karena Pancasila tercantum
dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV.
2.Sisi negatif: membuka jalan bagi pemerintahan
otoriter, karena menggunakan konsep Demokrasi
Terpimpin.
Dalam Demokrasi Terpimpin:
1.Kekuasaan dipusatkan di tangan Soekarno (Presiden).
2.Tidak ada prinsip saling mengoreksi (checks and
balances) oleh Trias Politika (eksekutif, legislatif,
yudikatf).
3.DPR hasil pemilu 1955 dibekukan dan menggantinya
dengan DPR Gotong Royong, yang anggotanya ditunjuk
Presiden.
4.17 Agustus 1959, gencar sosialisasi Manipol USDEK
(manifestasi politik UUD 1945, Sosialisme Indonesia,
Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan
Kepribadian Indonesia).
5.Memperkenalkan konsep NASAKOM (pendekatan
Nasionalis, Agama, dan Komunis).
Berbekal USDEK dan NASAKOM, tokoh-tokoh PKI mulai
mengetengahkan penafsiran atas Pancasila, yang
sesungguhnya tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
▪Aidit, menguraikan bahwa (1) Ketuhanan YME
memberikan ruang bagi kebebasan untuk tidak
beragama; (2) Pancasila hanyalah alat pemersatu.
▪Nyoto, mengartikan Peri Kemanusiaan sebagai
Internasionalisme, yakni persatuan buruh di seluruh
dunia.

Di tengah krisis ekonomi dengan hiper inflasi 650%


akibat kebijakan mercusuar (kebijakan untuk
menonjolkan citra tanpa memperhatikan kekuatan
ekonomi, seperti penyelenggaraan Asian Games 1962,
dll), PKI melakukan pemberontakan Gerakan 30
September (G30S) 1965.
Namun pemberontakan G30S PKI, berhasil
ditanggulangi oleh TNI di bawah komando Letjen
Soeharto, sehingga tergerus wibawa Soekarno.

Puncaknya, tgl. 11 Maret 1966 Soekarno membuat


Supersemar, yang isinya: “memberikan kepercayaan
dan wewenang kepada Letjen Soeharto untuk
menguasai keadaan yang serba tidak menentu dan sulit
dikendalikan”. Hal ini merupakan awal berakhirnya era
Orla dan datangnya Orba.
3) Era Orde Baru
(11 Maret 1966 – 21 Mei 1998)

▪ Sejak dikeluarkannya Supersemar (11 Maret 1966), sejatinya Presiden


Soekarno sudah tidak lagi memiliki kekuasaan secara riil.
▪ Akhirnya tgl. 22 Februari 1967 Soekarno menyerahkan kekuasaan
pemerintahan kepada Jenderal Soeharto.
▪ Tgl. 7-12 Maret 1967, MPRS mengadakan Sidang Istimewa, hasilnya:
1) TAP No. XXIII/MPRS/1967 untuk mencabut kekuasaan pemerintahan dari
Presiden Soekarno.
2) Menarik kembali mandat dan segala sesuatu kekuasaan pemerintahan
negara yang diatur dalam UUD 1945 dari Presiden Soekarno.
▪ Berdasarkan TAP No. XXIII/MPRS/1967, Jenderal Soeharto sebagai
pengemban Supersemar diangkat menjadi Pejabat Presiden, hingga
terpilihnya presiden oleh MPR hasil pemilu.
▪ Tgl. 21 - 30 Maret 1968 MPRS mengadakan Sidang Umum V, mengangkat
Jenderal Soeharto sebagai Presiden RI, hingga terpilihnya presiden oleh
MPR hasil pemilu. Resmilah Indonesia memasuki Orba, karena telah
memiliki presiden definitif.
Jargon utama Orba adalah “pembangunan”, maka stabilitas
politik, yaitu kekokohan ideologi menjadi syarat mutlak bagi
upaya pembangunan ekonomi. Ungkapan lainnya: “kembali
kepada jiwa yang asli dari Pancasila dan melaksanakan UUD
1945 secara konsekuen”.

Untuk itu, Orba membutuhkan penafsiran tunggal terhadap


Pancasila. Tahun 1975 Soeharto membentuk Panitia Lima (M.
Hatta, A. Soebarjo D., A.A. Maramis, Sunario, A.G. Pringgodigdo)
yang bertugas merumuskan “perumusan tunggal” dari Pancasila.

Tahun 1977, hasil kerja Panitia Lima, yaitu “Uraian Pancasila”,


dengan poin penting: (1) Soekarno merupakan penemu dan
penggali Pancasila, (2) Ketuhanan YME menjadi dasar yang
memimpin cita-cita kenegaraan, yang memberikan jiwa kepada
usaha menyelenggarakan segala yang benar, adil, dan baik, (3)
dasar kemanusiaan yang adil dan beradab adalah kelanjutan
dalam perbuatan dan praktik hidup dari dasar yang memimpin
tadi.
Tahun 1978, MPR mengesahkan TAP MPR No. II/MPR/1978
mengenai P4 (Ekaprasetia Pancakarsa), yang berfungsi sebagai
“penuntun dan pegangan hidup”.
Dalam P4, kelima sila/asas Pancasila dijabarkan menjadi 36 butir
pengamalan. Presiden Soeharto menginstruksikan perlu
dilaksanakannya penataran dengan tujuan untuk
menyebarluaskan P4 seluas mungkin.

Namun, penafsiran rezim Orba tentang Pancasila jauh dari


sempurna, bahkan mengandung problem serius sejak awal.
Misal, kebebasan politik menjadi sekunder dibandingkan upaya
pembangunan ekonomi.
Hal ini juga terlihat, pada Pidato Kenegaraan 16 Agustus 1967
dan 19 Desember 1974 di UGM Yogyakarta, bahwa “kehidupan
Demokrasi Pancasila tidak mengenal golongan oposisi”.
Kebebasan hanya boleh selama “melahirkan kreativitas yang
dibutuhkan dalam pembangunan”.
Pengutamaan pembangunan ekonomi dan peminggiran
demokrasi di bidang politik atas nama kestabilan, membuat
rezim Orba lambat laun menjadi otoriter dan melahirkan
kebijakan-kebijakan kontroversial di bidng politik (fungsi
partai-partai politik, mobilisasi PNS untuk memilih Golkar,
larangan partai politik kecuali Golkar untuk meiliki ranting
hingga level bawah, pemberlakuan asas tunggal Pancasila
bagi setiap parpol (UU 3/1985) dan ormas (UU 8/1985).

Dengan kebijakan-kebijakan kontroversial tersebut, terjadi


kepengapan politik dan penyumbatan aspirasi masyarakat.
Di bidang ekonomi, kian menjauhi kepentingan rakyat, dan
terjadi konglomerasi, serta KKN ketika putra-putri penguasa
dan orang-orang terdekatnya mendapatkan keuntungan
karena status elit mereka.
Puncaknya, kesuksesan ekonomi yang menjadi fondasi
rezim Orba luluh lantak akibat krisis moneter 1997.
(1)segala penyumbatan pecah dan melahirkan gelombang
demonstrasi, yang menewaskan 4 mahasiswa Univ.
Trisakti pada 12 Mei 1998.
(2)Gelombang kerusuhan dan penjarahan massal pada
13-14 Mei 1998.
(3)Mundurnya Presiden Soeharto dan digntikan oleh
Wakil Presiden B.J. Habibie pada 21 Mei 1998
(menandai tumbangnya rezim Orba dan datangnya era
Reformasi).
4) Era Orde Reformasi
(21 Mei 1998 - sekarang)

Masyarakat trauma, rezim Orla dengan Demokrasi


Terpimpin dan rezim Orba dengan Demokrasi
Pancasila, tetapi anti kritik.

Maka dari itu, pergantian kekuasaan:


1.Diiringi dengan desakan untuk meninggalkan segala
sesuatu yang berbau rezim Orla dan Orba.
2.Intensifnya sejumlah gerakan yang ingin memisahkan
diri dari NKRI, seperti GAM dan OPM.
3.Penataran P4 tidak lagi diadakan karena dianggap
sebagai sarana indoktrinasi.
4. Pancasila digugat relevansi dan eksistensinya.
5. Munculnya organisasi berlabel agama, yang
menginginkan agama sebagai pengganti Pancasila.
Dalam konteks Agama Islam, ada aspirasi ingin kembali
ke Pancasila plus tujuh kata atau Pancasila versi Piagam
Jakarta 22 Juni 1945.

Akhirnya, menemukan momentum ketika MPR ingin


melakukan amandemen (perubahan) terhadap UUD
1945.
1. Terjadi perdebatan antarpartai terkait amandemen
Pasal 29 ayat (1) UUD 1945: “Negara berdasarkan atas
Ketuhanan YME.
a. Opsi I: PPP & PBB, menambahkan tujuh kata “dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya”.
b. Opsi II: PAN & PK, meminta tambahan kata “dengan
kewajiban menjalankan ajaran agama bagi
maing-masing pemeluknya”.
PDIP, Golkar, & PKB, minta bunyi pasal tersebut
tidak diubah sama sekali karena dikhawatirkan
akan menjadi awal berubahnya Indonesia
menjadi negara Islam.
Setelah melalui 4 kali proses amandemen (19
Oktober 1999 hingga 19 Agustus 2002), Pasal 29
tetap seperti semula.
2.Pancasila dipertahankan seperti semula bahkan
diperkokoh ketika amandemen terakhir 2002,
menambahkan ayat (5) di Pasal 37 Bab XVI
tentang perubahan UUD: “Khusus mengenai
bentuk NKRI tidak dapat dilakukan perubahan”.
Artinya, karena nama lengkap UUD 1945 adalah
UUD Negara RI, maka Pancasila yang menjadi
dasar dari UUD Negara RI sebagaimana
tercantum dalam alinea ke-4 tentu secara
otomatis tidak dapat dilakukan perubahan.
3. Pengamanan bentuk NKRI dan dasar negara
Pancasila sebagai hal mutlak yang tidak boleh
diubah di kemudian hari, yang menjadi bagian dari
Lima Kesepakatan Dasar Perubahan UUD 1945 oleh
Panitia Ad Hoc I BP MPR, yaitu:
a. Tidak mengubah Pembukaan UUD 1945
b. Tetap mempertahankan NKRI
c. Mempertegas sistem presidensiil
d. Penjelasan UUD 1945 yang memuat hal-hal normatif
akan dimasukkan ke dalam pasal-pasal
e. Perubahan dilakukan dengan cara addendum
Nilai positif Amandemen UUD 1945
1)Pembatasan kekuasaan Presiden menjadi 2 masa
jabatan. Hal ini untuk menghindari Presiden berkuasa
terlalu lama hingga terlena ingin melanggengkan
kekuasaannya.
2)Pembentukan Mahkamah Konstitusi (MK). Tujuannya
untuk mengawal penerapan konstitusi.
3)Pembentukan Komisi Yudisial (KY). Tujuannya untuk
mengawasi para hakim.
Poin 2) & 3) untuk terciptanya cita-cita Indonesia
sebagai negara yang menjunjung tinggi supremasi
hukum (rule of law).
Untuk mencegah Pancasila kian tergerus relevansi,
eksistensi, dan wibawanya sebagai perekat bangsa,
ideologi negara, dasar negara, dan falsafah negara.
Berbagai stakeholder bangsa melakukan upaya
konkret:
1)MPR dengan program Empat Pilar mensosialisasikan
4 hal penting bagi bangsa, yaitu Pancasila sebagai dasar
dan ideologi negara, UUD NKRI 1945 sebagai konstitusi
negara serta ketetapan MPR, NKRI sebagai bentuk
negara, Bhineka Tunggal Ika sebagai semboyan negara.
Ini sebagai pengganti istilah Empat Pilar Berbangsa dan
Bernegara yang dibatalkan MK pada tahun 2014,
karena Pancasila tidak bisa disejajarkan dengan tiga
pilar lainnya.
1) Komponen agama:
a) Muhammadiyah dalam Muktamar ke-47 pada 3-7
Agustus 2015 di Makasar, menghasilkan:
▪ NKRI adalah negara Pancasila yang ditegakkan di atas
falsafah kebangsaan yang luhur dan sejalan dengan
ajaran Islam.
▪ Negara Pancasila merupakan hasil konsensus nasional
dan tempat pembuktian/kesaksian untuk menjadi negeri
yang aman dan damai dalam naungan rida Allah SWT.
▪ Pancasila adalah ideologi negara yang mengikat seluruh
komponen bangsa. Pancasila bukan agama. Substansinya
mengandung dan sejalan dengan ajaran Islam dan
menjadi rujukan ideologis dalam kehidupan kebangsaan
yang majemuk.
▪ Umat Islam, termasuk Muhammadiyah, berkomitmen
menjadikan negara Pancasila sebagai darul ahdi wa
shayadah, negara tempat bersaksi dan membuktikan diri
dalam mengisi kehidupan kebangsaan yang bermakna.
▪ Muhammadiyah berkomitmen membangun negara
Pancasila dengan Islam yang berkemajuan.
b) Nahdlatul Ulama (NU) mengankat kembali
Deklarasi Hubungan Pancasila dan Islam, dalam
Munas Situbondo 1983, menghasilkan:
▪ Pancasila sebagai dasar dan falsafah negara
bukanlah agama dan tidak dapat menggantikan
agama.
▪ Sila Ketuhanan YME menjiwai sila-sila yang lain,
mencerminkan tauhid, menurut pengertian
keimanan dalam Islam.
▪ Bagi NU, Islam adalah akidah dan syariah,
meliputi aspek hubungan manusia dengan Allah
dan hubungan antarmanusia.
▪ Penerimaan dan pengamalan Pancasila
merupakan perwujudan dari upaya umat Islam
Indonesia menjalankan syariat agama.
▪ NU berkewajiban mengamankan pengertian yang
benar tentang Pancasila dan pengamalannya
yang murni dan konsekuen oleh semua pihak.
c) Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam Rakernas
II pada Nopember 2016 di Ancol, meluncurkan
Komitmen Kebangsaan dan Kenegaraan MUI,
menghasilkan:
▪ Eksistensi NKRI tidak lepas dari perjuangan ulama
dan umat Islam Indonesia. Komitmen terhadap
Pancasila, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika bagi
MUI adalah final dan mengikat.
▪ Umat Islam memiliki tanggung jawab lebih besar
dalam memelihara keutuhan NKRI, dan menjaga
kebhinekaan dari segala ancaman.
▪ Kesepakatan membentuk NKRI berdasarkan
Pancasila mengikat seluruh elemen bangsa. Bagi
MUI, kesepakatan tersebut merupakan tanggung
jawab keagamaan sekaligus kebangsaan untuk
memelihara keluhuran agama dan mengatur
kesejahteraan bersama.
▪ Bangsa Indonesia yang majemuk harus hidup
berdampingan dengan prinsip kesepakatan,
bukan saling memerangi.
d) Pemerintah untuk memantapkan kesadaran
akan Pancasila sebagai perekat bangsa yang
majemuk di tengah tantangan yang beraneka
ragam, mengeluarkan:
▪ Keppres No. 24 Tahun 2016 tentang Hari
Lahir Pancasila, tgl. 1 Juni dan sebagai hari
besar atau hari libur nasional.
▪ Presiden Joko Widodo, membentuk Unit Kerja
Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila
(UKP-PIP), guna melakukan upaya-upaya
pengembangan Pancasila.
▪ UKP-PIP --- BPIP
THANK
YOU

Anda mungkin juga menyukai