Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pengertian orde baru adalah suatu penataan kembali kehidupan masyarakat,
bangsa, dan negara Indonesia berlandaskan dasar negara, yaitu Pancasila dan UUD
1945. Hal tersebut dilakukan karena adanya ancaman terhadap ideologi Pancasila
yaitu peristiwa pemberontakan Gerakan 30 September (G30S/ PKI).
Kehidupan Partai Politik di Indonesia mengalami masa pasang surut. Sejak
awal kemerdekaan, pemaksaan Partai Politik tunggal di Indonesia mendapat kecaman
keras dari tokoh-tokoh nasional Indonesia. Setelah itu berkembanglah kehidupan
multipartai di Indonesia di tengah situasi pemerintahan yang parlementer. Demokrasi
Pancasila yang lahir menggantikan Demokrasi Parlementer di era Orde Baru memang
menghalalkan lahirnya partai politik namun perjalanan dan esksistensi partai-partai
politik selain Golkar tampaknya dipersulit dan dikendalikan oleh kebijakan-kebijakan
Pemerintah Orde Baru demi satu alasan yakni stabilitas politik.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Menjelaskan Pengertian Orde Baru ?
2. Menguraikan Latar Belakang Orde Baru ?
3. Menjelaskan Masa Orde Baru ?
4. Menjelakan Kebijakan Orde Baru ?
5. Menjelaskan Kelebihan Dan Kekurangan Masa Orde Baru ?
C. TUJUAN
1. Agar mahasiswa mampu Menjelaskan Pengertian Orde Baru !
2. Agar mahasiswa mampu Menguraikan Latar Belakang Orde Baru !
3. Agar mahasiswa mampu Menjelaskan Masa Orde Baru !
4. Agar mahasiswa mampu Menjelakan Kebijakan Orde Baru !
5. Agar mahasiswa mampu Menjelaskan Kelebihan Dan Kekurangan Masa Orde
Baru !
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Orde Baru
Pengertian Orde Baru adalah sebutan untuk masa pemerintahan presiden
Soeharto di Indonesia selama lebih dari 30 tahun. Masa orde baru (ORBA)  dimulai
sejak tahun 1966 menggantikan orde lama yang merujuk pada era pemerintahan
presiden Soekarno.
Pengertian orde baru adalah suatu penataan kembali kehidupan masyarakat,
bangsa, dan negara Indonesia berlandaskan dasar negara, yaitu Pancasila dan UUD
1945. Hal tersebut dilakukan karena adanya ancaman terhadap ideologi Pancasila yaitu
peristiwa pemberontakan Gerakan 30 September (G30S/ PKI).
Menurut sejarahnya, pada masa itu Partai Komunis Indonesia (PKI)
menyebarkan paham komunisme di Indonesia dan  telah mengancam keberlangsungan
ideologi Pancasila. Awal lahirnya orde baru adalah ketika presiden Soekarno
menyerahkan mandatnya kepada Jendral Suharto melalui Surat Perintah Sebelas Maret
(SUPERSEMAR).
B. Latar belakang orde baru
Peristiwa yang melatarbelakangi lahirnya Orde Baru adalah terjadinya kudeta
yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia terhadap kebijakan pemerintah pada
waktu itu. Bahkan pada 30 September 1965 beberapa Jendral TNI diculik, disiksa, dan
dibunuh oleh para pemberontak tersebut yang sempat mengakibatkan kekacauan di
Indonesia.
Peristiwa pembunuhan para Jendral TNI tersebut mengakibatkan munculnya
gelombang kebencian besar terhadap Partai Komunis Indonesia (PKI). Masyarakat dan
TNI kemudian melakukan penangkapan dan pembantaian terhadap para anggota PKI di
berbagai daerah di Indonesia.
Pada masa itu, kerusuhan juga terjadi di berbagai lokasi sehinga keamanan
negara sangat rentan. Hal tersebut membuat pengaruh dan kekuasaan presiden
Soekarno menjadi melemah dan kehilangan kepercayaan dari sebagian rakyatnya.
Selain kerusuhan, masyarakat juga kerap melakukan demonstrasi di berbagai
tempat. Beberapa tuntutan demonstran kepada pemerintah pada waktu itu adalah:
 Membubarkan PKI dan organisasi-organisasi pendukungnya (Gerwani, Lekra,
BTI, Pemuda Rakyat, dan lain-lain).
 Bersihkan Kabinet Dwikora dari unsur-unsur PKI
 Menurunkan harga sembako
Untuk menindaklanjuti tuntutan rakyat tersebut, presiden Soekarno kemudia
melakukan reshuffle Kabinet Dwikora. Namun, upaya tersebut dianggap
mengecewakan karena masih terdapat unsur komunis di dalam kabinet baru.
Pada masa genting tersebut akhirnya presiden Soekarno memutuskan untuk
mengundurkan diri sebagai presiden. Tepat pada tanggal 11 Maret 1966 Soekarno
menandatangani SUPERSEMAR, dimana isinya Soekarno menyerahkan mandatnya
kepada Soeharto sebagai presiden Republik Indonesia.
Pada 22 Februari 1967 akhirnya Soeharta diangkat menjadi presiden RI ke-2
secara resmi, yaitu melalui Ketetapan MPRS No. XV / MPRS / 1966 dan sidang
istimewa MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara) pada tanggal 7 – 12
Maret 1967.

C. Masa Orde baru


Masa Orde Baru dibagi atas dua periode
1. Masa Permulaan Orde Baru (1966-1971)
Disebutkan masa permulaan Orba, karena pada masa tersebut kekuasaan
pemerintahan belum sepenuhnya berada di tangan Orba yang dipimpin oleh Jendral
Soeharto. Kekuatan-kekuatan lama yang tidak terlibat G30S/PKI masih diikut
sertakan dalam pemerintahan, terutama partai-partaipolitik yang masih mempunyai
wakil yang cukup signifikan di DPR GR seperti NU dan PNI Osa-Usep. Dengan
demikian segala kebijakan pemerintahan Orba akan mendapat legitamis melalui
DPR GR dan juga MPRS, sehingga kesan konstitusional dalam semua kebijakan
akan menguat di masyarakat.
Pada masa permulaan Orba, penguasa mendapat dukungan yang luas dari
masyarakat Indonesia terutama yang anti komunis, organisasi politik yang tidak
mendapat tempat pada masa Demokrasi Terpimpin, organisasi kemasyarakatan
yang anti komunis, mahasiswa, dll. Semuanya mengharapkan Orba memperbaiki
kehidupan ekonomi, sosial-budaya, politik, dan hukum yang terpurukmasa
Demokrasi Terpimpin.

Hakikat Orba (sesuai dengan buku penataran P4) yaitu :


1. Orba adalah tatanan kehidupan negara dan bangsa yang diletakkan kembali pada
pelaksanaan kemurnian pancasila dan UUD 1945;
2. Orba ingin mewujudkan cita-cita kemerdekaan, masyarakat adil dan makmur
berdaasarkan pancasila.
3. Orba ingin menegakkan kehidupan bernegara dan kemasyarakatan yang
konstitusional, demokratis dan berdasarkan hukum;
4. Orba adalah Orde Konstitusional dan Orde Pembangunan,
 Sistem Politik
Ciri khas sistem politik yang muncul pada masa ini adalah tampilnya
Soeharto sebagai penguasa Orba dengan dukungan utama dari ABRI yang
mendapat dukungan dari partai-partai politik. Kunci dari format baru ini adalah
dwifungsi ABRI di dalam sistem politik.
 bentuk Politik
Peranan partai-partai poltik tidak berarti lagi dalam membendung
kekuatan riel dari ABRI, sebagian besar dari anggota-anggota parpol di DPR-
GR sudah merupakan pendukung Orba, karena mereka yang dianggap masih
mendukung Demokrasi Terpimpin sudah direcall dari DPR-GR berdasarkan
hak recall yang diberikan kepada parpol dan golkar. Karena itu konfigurasi
politik pada permulaan Orba dapat dikatakan sebagai konfigurasi politik yang
non demokratis.
Dengan dukungan kuat di DPR GR dan MPRS maka dapat dimengerti
bahwa Supersemar 1966 dengan mudah dapat dijadikan Ketetapan MPRS No.
IX/MPRS 1966, dan pencabutan kekuasaan pemerintahan dari Soekarno dan
pengangkatan Jendral Soeharto menjadi Pejabat Presiden melalui TAP MPRS
No. XXXIII/MPRS/1967 ditempuh dengan suara bulat si MPRS, dan
pengangkatan Soeharto sebagai Presiden melalui TAP MPRS No.
XLIV/MPRS/1968 begitu mulus prosesnya.
Jumlah anggota parpol yang besar di DPR-GR, tidak menjadi halangan
bagi Soeharto dalam membentuk undang-undang. Politik hukum Orba adalah
membentuk peraturan perundang-undangan yang merupakan dasar hukum
kekuasannya dan pembangunan ekonomi yang dijanjikannya yang dirancang
melalui suatu Repelita dalam kerangka Pembangunan Jangka Panjang 25
tahun ke depan.
Pembangunan yang dilaksanakan itu bertumpu pada trilogi pembangunan
yaitu
1. Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang menuju pada
terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
2. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi
3. Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
Dari trilogi pembangunan tersebut dapat disimak bahwa untuk
berhasilnya pembangunan maka diperlukan stabilitas pemerintahan dan politik.
Maka dapat dibayangkan bahwa untuk pembangunan itu diperlukan
pemerintahan yang represif dan otoriter, sehingga hak-hak rakyat akan terus
dibatasi seperti pada masa demokrasi terpimpin, dan hakikat Orba hanyal
semboyan politik saja.
 Kebijakan Politik / hukum
hukum Politik pada masa permulaan Orba adalah membentuk hukum
yang menguatkan kekuasaan Orba sehingga hukum yang dihasilkan itu akan
menjauhkan tata hukum dari realitas masyarakat. Politik hukum juga ditujukan
untuk menghapus dan mengelimir pengaruh dari Demokrasi Terpimpin,
dengan mencabut, mengganti atau mengubah peraturan perundang-undangan
yang dibuat oleh rezim sebelumnya. Tetapi ada juga politik hukum yang
ditempuh dengan mempertahankan kekuasaan atau yang dapat dijadikan alat
untuk meredam perlawanan-perlawanan dari kekuatan politik yang tidak
sejalan dengan kebijakan Orba.
Poltik hukum penguasa pada permulaan Orba untuk memperkuat dan
mempertahankan dan memperluas kekuasannya melalui ketetapan MPR.
Pada masa permulaan Orba, melalui Keputusan Presiden tanggal 1
November 1965 mengangkat soeharto sebagai Panglima “Operasi Pemulihan
keamanaan dan Ketertiban” (KOPKAMTIB) dengan tuga menangani
pemulihan keamanan dan ketertiban akibat peristiwa G 30 S. pada
perkembangan selanjutnya fungsi Kopkamtib ini meluas dan menjadi alat
pemerintah Orba dalam melakukan kontrol politik untuk mempertahankan dan
memantapkan kekuasaanya.
Di bidang penegakan hukum, poltik hukum pemerintah adalah
mencegah campur tangan pemerintah secara langsung dalam proses peradilan,
tetapi tetap menguasai pengadilan melalui campur tangan dalam organisasi
(kepegawaian) administrasi dan keuangan semua lingkungan peradilan melalui
UU No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.
2. Masa Orde Baru (1971-1998)
Politik Hukum pada masa permulaan rezim Orba, memantapkan rezim Orba
melangkah ke era Orba yang sesungguhnya dengan kekuasaan yang absolut setelah
kemenangan gemilang Orba tahun 1971 melalui mesin politiknya Golkar.
Pemilu yang diselenggarakan tahun 1971 dimenangkan oleh Golkar sebagai
mesin politik Orba secara mutlak di DPR, DPRD dan juga di MPR. Ditambah
pengangkatan anggota-anggota DPR dan MPR, maka kekuatan Orbamenjadi
mayoritas mutlak. Sehingga politik pada masa Orba untuk mempertahankan
kekuasaannya dan melaksanakan pembangunan ekonomi melalui GBHN tidak
menemui hambatan yang berarti. Kondisi ini terus berlanjut melalui pemilu-pemilu
berikutnya yaitu : pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, 1992 hingga akhir Orba 21 Mei
1998.
 Sistem Politik
Rezim Orba ini menjadikan pemerintah menjadi autokrasi, yang tidak
lagi mengenal pertanggungjawaban dalam arti sebenarnya karena semua
lembaga pengawasan mulai dari DPR, BPK, Kejaksaan sudah berada di bawah
pengaruhnya. Kalaupun ada pertanggungjawabannya itu hanyalah semu.
Pemerintah yang autokrasi ini kemudian berubah menjadi “pemerintah
yang totaliter” setelah diterapkan “asas tunggal pancasila” bagi semua parpol
dan ormas pada tahun 1985. Totaliterisme itu menurut Notohamidjojo
biasanya disertai oleh satu ideologi yang menguntungkan negara. Pemerintah
turut campur dalam kehidupan manusia dalam masyarakat dan kebudayaan.
Rakyat diambangkan dalam politik artinya parpol tidak boleh sampai ke desa.
Menurut J.W. Schoorl rezim Orba disebut sebagai ”oligarki
pembangunan”, dimana konsentrasi kekuasaan di tangan pemerintah
dipandang sebagai syarat perstuan dan penyatuan negara dan demi kecepatan
pembangunan. Pengawasan sepenuhunya berada di tangan militer atau rezim
sipil yang didukung oleh elit yang baik organisasinya dan besar jumlahnya.
Parlemen tidak mempunyai kekuasaan lagi, fungsinya hanya untuk memberi
persetujuan, tidak ada tempat bagi oposisi. Kekuasaan yudikatif tidak bebas
lagi.kekuasaan juga digunakan untuk melumpuhkan rakyat. Peranan parpol
dalam sistem politik yang dibangun Soeharto semakin mengecil dan selalu
meminta restu penguasa Orba dalam memilih pimpinannya terutama Ketua
Umumnya.
Format Politik Orba menurut Mukthie Fajar memiliki ciri-ciri :

1. Sangat dominannya posisi Presiden Soeharto yang memerinah terus


menerus selama 30 tahun dan menjadi figur sentral dalam pengendalian
kehidupan politik Indonesia.
2. Lembaga-lembaga negara memang telah ditata sesuadi dengan format
UUD 1945, tetapi fungsi dan peranannya belum maksimal karena sangat
dominannya eksekutif;
3. Penataan terhadap infra strukutr politik dilakukan, dengan
menyerdahanakan parpol menjadi tiga saja dengan tidak dimungkinkan
atau ditolerir partai baru, dianutnya asas tunggal pancasila, serta peranan
pengendalian oleh pemerintah melalui konsep pembinaan yang dalam
praktek mejurus ke campur tangan;
4. Sangat dominannya peranan politik ABRI melalui konsep dwifungsi, baik
dalam kehidupan pemerintah maupun dalam kehidupan politik
masyarakat;
5. Penjinakan radikalisme dalam politik melalui proses depolitisasi massa,
misalnya konsep floating massa, konsep kampus, pembesaran Golkar
sebagai perpanjangan tangan ABRI dan birokrasi, sebaliknya pengecilan
parpol sehingga tercipta suatu sistem kepartaian yang hegemonik. Selain
itu kehidupan pers sangat di kendalikan melalui konsep “pers bebas dan
bertanggungjawab” yang dalam praktiknya cenderung banyak tanggung
jawabnya.
 bentuk Politik
Komposisi di parlemen meunjukkan bahwa dominasi Orba di DPR
sangat mutlak sebagai hasil pemilu yang direkayasa dan pengangkatan. Dari
komposisi keanggotaan di DPR berdaasarkan hasil pemilu dan pengangkatan
di atas maka konfigurasi politik di parlemen adalah non demokratis.
Konfigurasi politik di eksekutif pada masa Orba boleh dikatakan non
demokratis dan mengarah kepada despotis dan nepotis dalam penunjukan
pembantu-pembantu presiden. Despotisme dan nepotisme merupakan warna
dari bentuk pemerintahan yang oligarki.

 Kebijakan/Politik Hukum
Politik hukum pada masa Orba sangat unik dan menarik untuk
diamati, disebut unik dan menarik karena ada dua macam kebijakan dalam
politik hukumnya yang biasanya tidak sejalan. Politik hukum pertama
adalah menciptakan hukum untuk mempertahankan dan mengonsentrasikan
kekuasaan di tangan Soeharto, dengan cara melemahkan fungsi legislatif
dengan Golkar sebagai alatnya demi terciptanya kestabilan di eksekutif
tanpa adanya gangguan dari oposisi. Dan yang kedua yaitu menciptakan
hukum sebagai landasan dalam kebijakan ekonomi yang liberal. Hal tersebut
sebenarnya jarang dipakai dala suatu sistem yang autoriter, yang sering
dipakai adalah sistem monopoli oleh pemerintah, dan kurang memberikan
tempat bagi para kapitalis. Inilah uniknya Orba, walaupun akhirnya sistem
perekonomian yang cenderung liberal itu berdampak negatif yaitu
menjadikan perekonomian nasional di tangan segelintir orang (pengusaha),
menciptakan maraknya KKN.
Orba dalam kebijakan pembangunan ekonomi menerapkan ekonomi
liberal atau kapitalis, dan untuk mendapatkan dukungan dari rakyat rezim ini
memang melakukan pembangunan nasional atau secara sentralistik. Untuk
itu maka penyelenggaraan pemerintahan di daerah pun diatur sepenuhnya
dari pusat melalui pembentukan UU No. 5/1974 tentag Pemerintahan di
Daerah yang sangat sentralistik. Daera menjadi penonton dalam
pembangunan ekonomi, aparat daerah pun melalui undang-undang tersebut
dijadikan alat pusat dan menjadikan Kepala Daera sebagai alat pemerintah
pusat di daerah serta dijadikan penguasa tunggal di daerahnya.
Banyaknya peraturan perundang-undangan yang menrahkan kepada
konsep ekonomi liberal, tetapi dalam prakteknya perekonomian di Indonesia
dikuasai oleh hanya sekelompok kecil pengusaha yang terkenal sebagai
KONGLOMERAT. Kelompok ini sangat dekat dengan penguasa, hal ini
terjadi karena maraknya KKN dalam setipa kebijakan penguasa yang
diberikan umumnya melalui Keputusan-keputusan Presiden. Akibatnya
kesenjangan dalam masyarakat semakin tajam, hal ini menimbulkan
munculnya oposisi (bukan parpol) dalam masyarakat yang dipelopori oleh
golongan menengah, mahasiswa, LSM.

D. Kebijakan Orde Baru

Pemerintahan di masa orde baru membuat beberapa kebijakan di bidang


ekonomi, sosial, dan politik. Dimana tujuan kebijakan tersebut adalah untuk
menciptakan stabilitas negara di berbaai bidang.
Berikut adalah beberapa kebijakan di masa orde baru:
1. Kebijakan ekonomi
Pada tahun 1969, pemerintah ORBA mencanangkan program Rencana
Pembangunan Lima Tahun (REPELITA) untuk meningkatkan ekonomi nasional.
Pada tahun 1984 Indonesia berhasil menjadi negara dengan swasembada besar.
Menciptakan dan mewujudkan program trilogy pembangunan dimana
tujuannya adalah agar ekonomi masyarakat merata di seluruh Indonesia.
2. Kebijakan politik

 Pembubaran Partai Komunis Indonesia beserta organisasi-organisasi


pendukungnya, baik di tengah-tengah masyarakat maupun di dalam kabinet
pemerintahan.
 Penyederhanaan partai politik yang awalnya ada 10 partai menjadi hanya 3
partai politik saja, yaitu Golkar, PDI, dan PPP.
 Militer memiliki peran dalam pemerintahan atau yang disebut dengan
dwifungsi ABRI.
 Pemerintah mewajibkan pendidikan Penataan P4 (Pedoman, Penghayatan, dan
Pengamalan Pancasila) di seluruh lapisan masyarakat.
 Masuknya Irian Barat dan Timor Timur ke wilayah kesatuan Republik
Indonesia.
 Indonesia menggagas berdirian ASEAN dan beberapa kebijakan politik luar
negeri, seperti: Pengakuan terhadap negara Singapura, Memperbaiki hubungan
dengan negara Malaysia, Masuk Indonesia kembali menjadi anggota PBB.
3. Kebijakan Sosial
Pemerintah orde baru mengeluarkan beberapa kebijakan yang bertujuan
untuk memperbaiki kesejahteraan masyarakat pada masa itu, diantaranya:
 Pencanangan program Keluarga Berencana (KB)
 Program transmigrasi
 Gerakan wajib belajar
 Gerakan orang tua asuh

E. Kelebihan dan kekurangan Masa Orde Baru


1. Kelebihan Masa Orde Baru
 Pada tahun 1996 terjadi peningkatan Gros Domestic produk perkapita
Indonesia dari $70 menjadi $100.
 Berhasil mencanangkan Program Keluarga Berencana (KB) yang sebelumnya
tidak pernah ada.
 Meningkatnya jumlah masyarakat yang bisa membaca dan menulis.
 Anka pengangguran mengalami penurunan.
 Kebutuhan rakyat akan pangan, sandang, dan papan cukup terpenuhi dengan
baik.
 Meningkatnya stabilitas dan keamanan negara Indonesia.
 Mencanangkan program Wajib Belajar dan gerakan nasional orang tua asuh.
 Mencanangkan dan menyukseskan Rencana Pembangunan Lima Tahun
(REPELITA).
 Bekerjasama dengan pihak asing di bidang ekonomi dan menerima pinjaman
dana dari luar negeri.
2. Kekurangan Masa Orde Baru
 Terjadi korupsi besar-besara di semua lapisan masyarakat.
 Pembangunan hanya terpusat di ibu kota sehingga terjadi kesenjangan yang
cukup besar antara masyarakat kota dengan di desa.
 Kekuasaan yang terus bekelanjutan tanpa adanya tanda-tanda akan mundur.
 Masyarakat di berbagai daerah, misalnya Papua dan Aceh, merasa tidak puas
dengan pemerintah karena tidak tersentuh pembangunan.
 Banyak terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) karena pemerintah
pada masa itu menganggap bahwa kekerasan dapat menyelesaikan masalah.
 Terjadi pengekangan kebebasan pers dan berpendapat, dimana banyak
perusahaan koran dan majalah yang ditutup paksa karena tidak sepaham
dengan pemerintah.
 Tingginya kesenjangan sosial di masyarakat, dimana orang kaya mendapat hak
lebih baik dibanding orang yang tak mampu.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pengertian Orde Baru adalah sebutan untuk masa pemerintahan presiden
Soeharto di Indonesia selama lebih dari 30 tahun. Masa orde baru (ORBA)  dimulai
sejak tahun 1966 menggantikan orde lama yang merujuk pada era pemerintahan
presiden Soekarno.
Pada masa permulaan Orba, penguasa mendapat dukungan yang luas dari
masyarakat Indonesia terutama yang anti komunis, organisasi politik yang tidak
mendapat tempat pada masa Demokrasi Terpimpin, organisasi kemasyarakatan yang
anti komunis, mahasiswa, dll. Semuanya mengharapkan Orba memperbaiki kehidupan
ekonomi, sosial-budaya, politik, dan hukum yang terpurukmasa Demokrasi
Terpimpin.
Orba dalam kebijakan pembangunan ekonomi menerapkan ekonomi liberal
atau kapitalis, dan untuk mendapatkan dukungan dari rakyat rezim ini memang
melakukan pembangunan nasional atau secara sentralistik. Untuk itu maka
penyelenggaraan pemerintahan di daerah pun diatur sepenuhnya dari pusat melalui
pembentukan UU No. 5/1974 tentag Pemerintahan di Daerah yang sangat sentralistik.
Daera menjadi penonton dalam pembangunan ekonomi, aparat daerah pun melalui
undang-undang tersebut dijadikan alat pusat dan menjadikan Kepala Daera sebagai
alat pemerintah pusat di daerah serta dijadikan penguasa tunggal di daerahnya.

B. SARAN
kami menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan dan jauh dari

kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman pada

banyak sumber yang dapat dipertanggungjawabkan.

Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran mengenai pembahasan

makalah dalam kesimpulan di atas. 

DAFTAR PUSTAKA

Kaisiepo Manuel. 1987. Dari kepolitikan Birokratik ke Negara Orde Baru dan
Pengendalian Partai Politik. PT. Gramedia. Jakarta.

Mohtar Mas’oed. 1989. Negara orde baru dan pengendalian politik 1966-1971,
LP3ES. Jakarta.

M.C Rickleft, 2005. Sejarah Orde Baru modern. Jakarta: serambi ilmu semesta.

Rina, 2008. Pengendalian politik, sosial, dan Masa Orde Baru.

Anda mungkin juga menyukai