Kabinet pertama pada masa peralihan kekuasaan adalah Kabinet Ampera dengan tugasnya Dwi Dhar
ma Kabinat Ampera yaitu menciptakan stabilitas politik dan stabilitas ekonomi sebagai persyaratan u
ntuk melaksanakan pembangunan nasional. Program Kabinet Ampera terkenal dengan nama Catur K
arya Kabinet Ampera yakni
· Melaksanakan pemilihan umum dalam batas waktu yang ditetapkan, yaitu tanggal 5 Juli 1968
· Melaksanakan politik luar negeri yang bebas aktif untuk kepentingan nasional
· Melanjutkan perjuangan anti imperialisme dan kolonialisme dalam segala bentuk dan manifestasiny
a
· Setelah MPRS pada tanggal 27 Maret 1968 menetapkan Soeharto sebagai presiden RI untuk masa ja
batan lima tahun, maka dibentuklah
Kabinet Pembangunan dengan tugasnya yang disebut Panca Krida yang meliputi:
Dalam rangka menjamin keamanan, ketenangan, serta stabilitas pemerintahan, Soeharto sebagai peng
emban Supersemar telah mengeluarkan kebijakan:
· Membubarkan PKI pada tanggal 12 Maret 1966 yang diperkuat dengan Ketetapan MPRS No IX/M
PRS/1966
· Pada tanggal 8 Maret 1966 mengamankan 15 orang menteri yang dianggap terlibat Gerakan 30 Sept
ember 1965.
3. Penyederhanaan Partai Politik
Pada tahun 1973 setelah dilaksanakan pemilihan umum yang pertama pada masa Orde Baru pemerint
ahan pemerintah melakukan penyederhaan dan penggabungan (fusi) partai-
partai politik menjadi tiga kekuatan social politik. Penggabungan partai-
partai politik tersebut tidak didasarkan pada kesamaan ideology, tetapi lebih atas persamaan program.
Tigakekuatan social politik itu adalah:
· Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang merupakan gabungan dari NU, Parmusi, PSII, dan PER
TI
· Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang merupakan gabungan dari PNI, Partai Katolik, Partai Murba
, IPKI, dan Parkindo
· Golongan Karya
Penyederhanaan partai-
partai politik ini dilakukan pemerintah Orde Baru dalam upayamenciptakan stabilitas kehidupan berb
angsa dan bernegara. Pengalaman sejarah pada masa pemerintahan sebelumnya telah memberikan pel
ajaran, bahwa perpecahan yang terjadi dimasa Orde Lama, karena adanya perbedaan ideologi politik
dan ketidakseragaman persepsiserta pemahaman Pancasila sebagai sumber hukum tertinggi di Indone
sia.
4. Pemilihan Umum
Selama masa Orde Baru pemerintah berhasil melaksanakan enam kali pemilihan umum, yaitu tahun 1
971, 1977, 1985, 1987, 1992, dan 1997. Dalam setiap Pemilu yang diselenggarakan selama masa pe
merintahan Orde Baru, Golkar selalu memperoleh mayoritas suara dan memenangkan Pemilu.[ Pada
Pemilu 1997 yang merupakan pemilu terakhir masa pemerintahan Orde Baru, Golkar memperoleh 74
,51 % dengan perolehan 325 kursi di DPR, dan PPP memperoleh 5,43 %dengan peroleh 27 kursi. Da
n PDI mengalami kemorosotan perolehan suara hanya mendapat11 kursi. Hal disebabkan adanya kon
flik intern di tubuh partai berkepala banteng tersebut, dan PDI pecah menjadi PDI Suryadi dan PDI
Megawati Soekarno Putri yang sekarang menjadi PDIP .Penyelenggaraan Pemilu yang teratur selama
masa pemerintahan Orde Baru telah menimbulkan kesan bahwa demokrasi di Indonesia telah berjala
n dengan baik. Apalagi Pemilu berlangsung dengan asas LUBER (langsung, umum, bebas, dan rahasi
a). Namun dalamkenyataannya Pemilu diarahkan untuk kemenangan salah satu kontrestan Pemilu yai
tuGolkar.Kemenangan Golkar yang selalu mencolok sejak Pemilu 1971 sampai dengan Pemilu 1997
menguntungkan pemerintah di mana perimbangan suara di MPR dan DPR didominasi oleh Golkar. K
eadaan ini telah memungkinkan Soeharto menjadi Presiden Republik Indonesia selama enam periode,
karena pada masa Orde Baru presiden dipilih oleh anggota MPR. Selain itu setiap pertanggungjawab
an, rancangan Undang-
undang, dan usulan lainnya dari pemerintah selalu mendapat persetujuan MPR dan DPR tanpa catata
n.
Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) adalah referendum yang diadakan pada tahun 1969 di Papua Ba
rat yang untuk menentukan status daerah bagian barat Pulau Papua, antara milik Belanda atau Indone
sia. Pemilihan suara ini menanyakan apakah sisa populasi mau bergabung dengan Republik Indonesia
atau merdeka. Para wakil yang dipilih dari populasi dengan suara bulat memilih persatuan dengan In
donesia dan hasilnya diterima oleh PBB, meskipun validitas suara telah ditantang dalam retrospeksi.
Sebagai bagian dari perjanjian New York , Indonesia sebelum akhir tahun 1969 wajib menyelenggara
kan Penentuan Pendapat Rakyat di Irian Barat. Pada awal tahun 1969, pemerintah Indonesia mulai m
enyelenggarakan Pepera. Penyelenggaraan Pepera dilakukan 3 tahap yakni sebagai berikut,
· Tahap pertama dimulai pada tanggal 24 maret 1969. Pada tahap ini dilakukan konsultasi dengan dee
wan kabupaten di Jayapura mengenai tata cara penyelenggaraan Pepera.
· Tahap kedua diadakan pemilihan Dewan Musyawarah pepera yang berakhir pada bulan Juni 1969.
· Tahap ketiga dilaksanakan pepera dari kabupaten Merauke dan berakhir pada tanggal 4 Agustus 19
69 di Jayapura.
Pelaksanaan Pepera itu turut disaksikan oleh utusan PBB, utusan Australia dan utusan Belanda. Tern
yata hasil Pepera menunjukkan masyarakat Irian Barat menghendaki bergabung dengan NKRI. Hasil
Pepera itu dibawa ke sidang umum PBB dan pada tanggal 19 November 1969, Sidang Umum PBB m
enerima dan menyetujui hasil-hasil Pepera
Pada tanggal 12 April 1976 Presiden Soeharto mengemukakan gagasan mengenai pedoman untuk me
nghayati dan mengamalkan Pancasila, yang terkenal dengan namaEkaprasatya Pancakarsa atau Pedo
manan Pengahayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). Untuk mendukung pelaksanaan Pancasila dan
Undang-
undang Dasar 1945secara murni dan konsekuen, maka sejak tahun 1978 pemerintah menyelenggarak
an penataran P4 secara menyeluruh pada semua lapisan masyarakat. Penataran P4 ini bertujuan mem
bentuk pemahaman yang sama mengenai demokrasi Pancasila, sehingga dengan adanya pemahaman
yang sama terhadap Pancasila dan Undang-
undang Dasar 1945 diharapkan persatuan dan kesatuan nasional akan terbentuk dan terpelihara. Mela
lui penegasan tersebut opini rakyat akan mengarah pada dukungan yang kuat terhadap pemerintah Or
de Baru. Dan sejak tahun 1985 pemerintah menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal dan kehidupan
berorganisasi. Semua bentuk organisasi tidak boleh menggunakan asasnya selain Pancasila. Menolak
Pancasila sebagai sebagai asas tunggal merupakan pengkhianatan terhadap kehidupan berbangsa dan
bernegara. Dengan demikian Penataran P4 merupakan suatu bentuk indoktrinasi ideologi, dan Panca
sila menjadi bagian dari sistem kepribadian, sistem budaya, dan sistem sosial masyarakat Indonesia.
Pancasila merupakan prestasi tertinggi Orde Baru, dan oleh karenanya maka semua prestasi lainnya d
ikaitkan dengan nama Pancasila. Mulai dari sistem ekonomi Pancasila, pers Pancasila, hubungan indu
stri Pancasila, demokrasi Pancasila, dan sebagainya. Dan Pancasila dianggap memiliki kesakralan (ke
saktian) yang tidak boleh diperdebatkan.
Orde Baru berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi
Indonesia berkembang pesat meskipun hal ini terjadi bersamaan dengan praktik korupsi
yang merajalela di negara ini.Selain itu, kesenjangan antara rakyat yang kaya dan miskin juga semaki
n melebar.
Untuk mengatasi keadaan ekonomi yang kacau sebagai peninggalan pemerintah Orde Lama, peme
rintah Orde Baru melakukan langkah-langkah:
a. Memperbaharui kebijakan ekonomi, keuangan, dan pembangunan. Kebijakan ini didasari oleh Ket
etapan MPRS No.XXIII/MPRS/1966.
b. MPRS
mengeluarkan garis program pembangunan, yakni program penyelamatan, programstabilisasi dan reh
abilitasi.
Program pemerintah diarahkan pada upaya penyelamatan ekonomi nasional, terutama stabilisasi dan
rehabilitasi ekonomi.
Stabilisasi ekonomi berarti mengendalikan inflasi agar harga barang-barang tidak melonjak terus.
Rehabilitasi ekonomi adalah perbaikan secara fisik sarana dan prasarana ekonomi.
Hakikat dari kebijakan ini adalah pembinaan sistem ekonomi berencana yang menjamin berlangsung
nya demokrasi ekonomi ke arah terwujudnya masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila
Langkah-
langkah yang diambil Kabinet Ampera yang mengacu pada Ketetapan MPRS tersebut adalah:
1. Mendobrak kemacetan ekonomi dan memperbaiki sektor-
sektor yang menyebabkankemacetan ekonomi.
2. Debirokratisasi untuk memperlancar kegiatan perekonomian
3. Berorientasi pada kepentingan produsen kecil.
5. Penggunaan devisa bagi impor yang sering kurang berorientasi pada kebutuhan prasarana.
b. Melaksanakan sistem pemungutan pajak baru, baik bagi pendapatan perorangan maupun kekay
aan dengan cara menghitung pajak sendiri dan menghitung pajak orang.
Program stabilsasi
ini dilakukan dengan cara membendung laju inflasi. Dan pemerintah Orde Baru berhasil membendun
g laju inflasi pada akhir tahun 1967-1968,
tetapi harga bahan kebutuhan pokok naik melonjak.Sesudah dibentuk Kabinet Pembangunan pada bu
lan Juli 1968, pemerintah mengalihkan kebijakan ekonominya pada pengendalian yang ketat terhadap
gerak harga barang khususnya sandang, pangan, dan kurs valuta asing.Dampaknya ekonomi nasional
relatif stabil, sebab kenaikan harga bahan-
bahan pokok dan valuta asing sejak tahun 1969 dapat dikendalikan pemerintah.
Program rehabilitasi
dilakukan dengan berusaha memulihkan kemampuan berproduksi.Selama sepuluh tahun terakhir mas
a pemerintahan Orde Lama, Indonesia mengalami kelumpuhan dan kerusakan pada prasarana social d
an ekonomi.Lembaga perkreditan desa, gerakan koperasi, dan perbankan disalahgunakan dan dijadik
an alat kekuasaan oleh golongan dan kelompok kepentingan tertentu.Dampaknyalembaga (negara) tid
ak dapat melaksanakan fungsinya sebagai penyusun perbaikan tata kehidupan rakyat.
*Tujuan Pelita I : Untuk meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan dasar-
dasar bagi pembangunan dalam tahap berikutnya.
*Sasaran Pelita I
: Pangan, Sandang, Perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan kesejahter
aan rohani.
*Titik Berat Pelita I :Pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk mengejar keterb
elakangan ekonomi melalui proses pembaharuan bidang pertanian, karena mayoritas penduduk Indon
esia masih hidup dari hasil pertanian.
*Sasaran Pelita II: Pangan, sandang, perumahan, sarana dan prasarana, mensejahterakan rakyat, dan
memperluas lapangan kerja .
*TujuanPelita III: terciptanya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD
1945.
*Pedoman pembangunan nasionalnya adalah Trilogi Pembangunan dan Delapan Jalur Pemerataan
.
*Pelita IV lebih dititik beratkan pada sektor pertanian menuju swasembada pangan dan meningkatka
n ondustri yang dapat menghasilkan mesin industri itu sendiri.
*Hasil yang dicapai pada Pelita IV: Pada tahun 1984 Indonesia berhasil memproduksi beras seba
nyak 25,8 ton. Hasil-
nya Indonesia berhasil swasembada beras.dan mendapatkan penghargaan dari FAO(Organisasi Panga
n dan Pertanian Dunia) pada tahun 1985. selain itu. dilakukan Program KB dan Rumah untuk keluar
ga.
*Sasaran Pelita V ini : sektor pertanian dan industri untuk memantapakan swasembada pangan da
n meningkatkan produksi pertanian lainnya serta menghasilkan barang ekspor.
*Pelita V adalah akhir dari pola pembangunan jangka panjang tahap pertama. Dilanjutkan pemba
ngunan jangka panjang ke dua, yaitu mengadakan Pelita VI yang di harapkan akan mulai memasuki p
roses tinggal landas Indonesia untuk memacu pembangunan dengan kekuatan sendiri demi menuju te
rwujudnya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
· Menerapkan anggaran belanja berimbang (balanced budget). Fungsinya adalah untuk mengurangi s
alah satu penyebab terjadinya inflasi
· Menerapkan kebijakan penanaman modal asing untuk membuka kesempatan bagi investor luar nege
ri untuk turut serta dalam pasar dan perekonomian Indonesia
· Soeharto juga menerapkan kebijakan ekonomi yang berorientasi luar negeri, yaitu dengan melakuka
n permintaan pinjaman dari luar negeri
· Indonesia juga tergabung ke dalam institusi ekonomi internasional, seperti International Bank for R
escontruction and Development (IBRD), International Monetary Fund (IMF), International Develop
ment Agency (IDA) dan Asian Development Bank (ADB)Setelah berhasil menciptakan politik dalam
negeri , maka pemerintahan berusaha melakukan pembangunan nasional yang di realisasikan pada p
embangunan jangka panjang dan pembangunan jangka pendek. Hal ini dirumuskan dalam Garis Besa
r Haluan Negara (GBHN).Hal ini berhasil karena selama lebih dari 30 tahun, pemerintahan mengala
mi stabilitas politik sehingga menunjang stabilitas ekonomi.Kebijakan-
kebijakan ekonomi pada masa itu dituangkan pada Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negar
a (RAPBN), yang pada akhirnya selalu disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk disahk
an menjadi APBN.
Kebijakan perekonomian pada masa Orde Baru sebenarnya telah dirumuskan pada sidang MPRS tah
un 1966.Pada sidang tersebut telah dikeluarkan Tap.MPRS No.XXIII/MPRS/1966 tentang pembarua
n kebijakan landasan ekonomi, keuangan, dan pembangunan.Tujuan dikeluarkan keterapan tersebut a
dalah untuk mengatasi krisis dan kemerosotan ekonomi yang melanda negara Indonesia sejak tahun 1
955. Berdasarkan ketetapan tersebut, Presiden Suharto mempersiapkan perekonomian Indonesia seba
gai berikut:
e.UU No. 13 Tahun 1967, tentang Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja( RAPBN).
KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA MASA REFORMASI
Setelah Soeharto menyatakan berhenti dari jabatannya sebagai Presiden Republik Indonesia pada
tanggal 21 Mei 1998, maka pada pagi itu juga, Wakil Presiden B.J. Habibie dilantik dihadapan
pimpinan Mahkamah Agung menjadi Presiden Republik Indonesia ketiga di Istana Negara. Dengan
berhentinya Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia, maka sejak saat itu Kabinet
Pembangunan VII dinyatakan demisioner (tidak aktif).
Selanjutnya tanggal 22 Mei 1998 pukul 10.30 WIB, kesempatan pertama Habibie untuk
meningkatkan legitimasinya yaitu dengan mengumumkan susunan kabinet baru yang diberi nama
Kabinet Reformasi Pembangunan (berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 122 / M
Tahun 1998) di Istana Merdeka. Dengan Keputusan Presiden tersebut di atas, Presiden Habibie
memberhentikan dengan hormat para Menteri Negara pada Kabinet Pembangunan VII. Kabinet
Reformasi Pembangunan ini terdiri dari 36 Menteri yaitu 4 Menteri Negara dengan tugas sebagai
Menteri Koordinator, 20 Menteri Negara yang memimpin Departemen, 12 Menteri Negara yang
bertugas menangani bidang tertentu. Sebanyak 20 Menteri diantaranya adalah muka lama dari
Kabinet Pembangunan VII, dan hanya 16 Menteri baru, yaitu Syarwan Hamid, Yunus Yosfiah,
Bambang Subianto, Soleh Solahuddin, Muslimin Nasution, Marzuki Usman, Adi Sasono, Fahmi
Idris, Malik Fajar, Boediono, Zuhal, A.M. Syaefuddin, Ida Bagus Oka, Hamzah Haz, Hasan Basri
Durin, dan Panangian Siregar.
Kabinet ini mencerminkan suatu sinergi dari semua unsur-unsur kekuatan bangsa yang terdiri dari
berbagai unsur kekuatan sosial politik dalam masyarakat. Hal yang berbeda dari sebelumnya, jabatan
Gubernur Bank Indonesia tidak lagi dimasukkan di dalam susunan Kabinet. Karena Bank Indonesia,
kata Presiden harus mempunyai kedudukan yang khusus dalam perekonomian, bebas dari pengaruh
pemerintah dan pihak manapun berdasarkan Undang-Undang.
Pada tanggal 23 Mei 1998 pagi, Presiden Habibie melantik menteri-menteri Kabinet Reformasi
Pembangunan. Presiden Habibie mengatakan bahwa Kabinet Reformasi Pembangunan disusun untuk
melaksanakan tugas pokok reformasi total terhadap kehidupan ekonomi, politik dan hukum. Kabinet
dalam waktu yang sesingkat-singkatnya akan mengambil kebijakan dan langkah-langkah pro aktif
untuk mengembalikan roda pembangunan yang dalam beberapa bidang telah mengalami hambatan
yang merugikan rakyat
Ada berbagai langkah-langkah kebijakan yang dilaksanakan pada masa pemerintahan Presiden B.J.
Habibie setelah terbentuknya Kabinet Reformasi Pembangunan. Kebijakan politik yang diambil
yaitu: dengan dibebaskannya para tahanan politik pada masa Orde Baru, peningkatan kebebasan
pers, pembentukan parpol dan percepatan Pemilu dari tahun 2003 ke tahun 1999, penyelesaian
masalah Tomor-Timur, pengusutan kekayaan Soeharto dan kroni-kroninya, pemberian gelar
Pahlawan Reformasi bagi korban Trisakti.
Secara umum tindakan pembebasan tahanan politik meningkatkan legitimasi Habibie baik di dalam
maupun di luar negeri. Hal ini terlihat dengan diberikannya amnesti dan abolisi yang merupakan
langkah penting menuju keterbukaan dan rekonsiliasi. Diantara yang dibebaskan tahanan politik
kaum separatis dan tokoh-tokoh tua mantan PKI, yang telah ditahan lebih dari 30 tahun. Amnesti
diberikan kepada Mohammad Sanusi dan orang-orang lain yang ditahan setelah Insiden Tanjung
Priok.
Selain tokoh itu tokoh aktivis petisi 50 (kelompok yang sebagian besar terdiri dari mantan jendral
yang menuduh Soeharto melanggar perinsip Pancasila dan Dwi Fungsi ABRI).
Dr Sri Bintang Pamungkas, ketua Partai PUDI dan Dr Mochatar Pakpahan ketua Serikat
Buruh Sejahtera Indonesia dan K. H Abdurrahman Wahid merupakan segelintir dari tokoh-tokoh
yang dibebaskan Habibie. Selain itu Habibie mencabut Undang-Undang Subversi dan menyatakan
mendukung budaya oposisi serta melakukan pendekatan kepada mereka yang selama ini menentang
Orde Baru.
b) Kebebasan Pers
Dalam hal ini, pemerintah memberikan kebebasan bagi pers di dalam pemberitaannya, sehingga
semasa pemerintahan Habibie ini, banyak sekali bermunculan media massa. Demikian pula
kebebasan pers ini dilengkapi pula oleh kebebasan berasosiasi organisasi pers sehingga organisasi
alternatif seperti AJI (Asosiasi Jurnalis Independen) dapat melakukan kegiatannya. Sejauh ini tidak
ada pembredelan-pembredelan terhadap media tidak seperti pada masa Orde Baru. Pers Indonesia
dalam era pasca-Soeharto memang memperoleh kebebasan yang amat lebar, pemberitaan yang
menyangkut sisi positif dan negatif kebijakan pemerintah sudah tidak lagi hal yang dianggap tabu,
yang seringkali sulit ditemukan batasannya. Bahkan seorang pengamat Indonesia dari Ohio State
University, William Liddle mengaku sempat shock menyaksikan isi berita televisi baik swasta
maupun pemerintah dan membaca isi koran di Jakarta, yang kesemuanya seolah-olah menampilkan
kebebasan dalam penyampaian berita, dimana hal seperti ini tidak pernah dijumpai sebelumnya pada
saat kekuasaan Orde Baru.
Cara Habibie memberikan kebebasan pada Pers adalah dengan mencabut SIUPP.
c) Pembentukan Parpol dan Percepatan pemilu dari tahun 2003 ke tahun 1999
Presiden RI ketiga ini melakukan perubahan dibidang politik lainnya diantaranya mengeluarkan UU
No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik, UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilu, UU No. 4 Tahun
1999 tentang MPR dan DPR.
Itulah sebabnya setahun setelah reformasi Pemilihan Umum dilaksanakan bahkan menjelang Pemilu
1999, Partai Politik yang terdaftar mencapai 141 dan setelah diverifikasi oleh Tim 11 Komisi
Pemilihan Umum menjadi sebanyak 98 partai, namun yang memenuhi syarat mengikuti Pemilu
hanya 48 Parpol saja. Selanjutnya tanggal 7 Juni 1999, diselenggarakan Pemilihan Umum
Multipartai. Dalam pemilihan ini, yang hasilnya disahkan pada tanggal 3 Agustus 1999, 10 Partai
Politik terbesar pemenang Pemilu di DPR, adalah:
1). Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan (PDI-P) pimpinan Megawati Soekarno Putri meraih 153
kursi
3). Partai Persatuan Pembangunan (PPP) pimpinan Hamzah Haz meraih 58 Kursi
4). Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) pimpinan H. Matori Abdul Djalil meraih 51 kursi
5). Partai Amanat Nasional (PAN) pimpinan Amein Rais meraih 34 Kursi
6). Partai Bulan Bintang (PBB) pimpinan Yusril Ihza Mahendra meraih 13 kursi
8). Partai Damai Kasih Bangsa (PDKB) pimpinan Manase Malo meraih 5 Kursi
10). Partai Keadilan dan Persatuan (PKP) pimpinan Jendral (Purn) Edi Sudradjat meraih 4 kursi
Sejak terjadinya insident Santa Cruz, dunia Internasional memberikan tekanan berat kepada
Indonesia dalam masalah hak asasi manusia di Tim-Tim. Bagi Habibie Timor-Timur adalah kerikil
dalam sepatu yang merepotkan pemerintahannya, sehingga Habibie mengambil sikap pro aktif
dengan menawarkan dua pilihan bagi penyelesaian Timor-Timur yaitu di satu pihak memberikan
setatus khusus dengan otonomi luas dan dilain pihak memisahkan diri dari RI. Otonomi luas berarti
diberikan kewenangan atas berbagai bidang seperti : politik ekonomi budaya dan lain-lain kecuali
dalam hubungan luar negeri, pertahanan dan keamanan serta moneter dan fiskal. Sedangkan
memisahkan diri berarti secara demokratis dan konstitusional serta secara terhorman dan damai lepas
dari NKRI.
Sebulan menjabat sebagai Presiden habibie telah membebaskan tahanan politik Timor-Timur, seperti
Xanana Gusmao dan Ramos Horta.
Sementara itu di Dili pada tanggal 21 April 1999, kelompok pro kemerdekaan dan pro intergrasi
menandatangani kesepakatan damai yang disaksikan oleh Panglima TNI Wiranto, Wakil Ketua
Komnas HAM Djoko Soegianto dan Uskup Baucau Mgr. Basilio do Nascimento. Tanggal 5 Mei
1999 di New York Menlu Ali Alatas dan Menlu Portugal Jaime Gama disaksikan oleh Sekjen PBB
Kofi Annan menandatangani kesepakan melaksanakan penentuan pendapat di Timor-Timur untuk
mengetahui sikap rakyat Timor-Timur dalam memilih kedua opsi di atas. Tanggal 30 Agustus 1999
pelaksanaan penentuan pendapat di Timor-Timur berlangsung aman. Namun keesokan harinya
suasana tidak menentu, kerusuhan dimana-mana. Suasana semakin bertambah buruk setelah hasil
penentuan pendapat diumumkan pada tanggal 4 September 1999 yang menyebutkan bahwa sekitar
78,5 % rakyat Timor-Timur memilih merdeka. Pada awalnya Presiden Habibie berkeyakinan bahwa
rakyat Timor-Timur lebih memilih opsi pertama, namun kenyataannya keyakinan itu salah, dimana
sejarah mencatat bahwa sebagian besar rakyat Timor-Timur memilih lepas dari NKRI. Lepasnya
Timor-Timur dari NKRI berdampak pada daerah lain yang juga ingin melepaskan diri dari NKRI
seperti tuntutan dari GAM di Aceh dan OPM di Irian Jaya, selain itu Pemerintah RI harus
menanggung gelombang pengungsi Timor-Timur yang pro Indonesia di daerah perbatasan yaitu di
Atambua. Masalah Timor-Timur tidaklah sesederhana seperti yang diperkirakan Habibie karena
adanya bentrokan senjata antara kelompok pro dan kontra kemerdekaan di mana kelompok kontra ini
masuk ke dalam kelompok militan yang melakukan teror pembunuhan dan pembakaran pada warga
sipil. Tiga pastor yang tewas adalah pastor Hilario, Fransisco, dan dewanto. Situasi yang tidak aman
di Tim-Tim memaksa ribuan penduduk mengungsi ke Timor Barat, ketidak mampuan Indonesia
mencegah teror, menciptakan keamanan mendorong Indonesia harus menerima pasukan
internasional.
Mengenai masalah KKN, terutama yang melibatkan Mantan Presiden Soeharto pemerintah dinilai
tidak serius menanganinya dimana proses untuk mengadili Soeharto berjalan sangat lambat. Bahkan,
pemerintah dianggap gagal dalam melaksanakan Tap MPR No. XI / MPR / 1998 tentang
Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, terutama mengenai
pengusutan kekayaan Mantan Presiden Soeharto, keluarga dan kroni-kroninya. Padahal mengenai hal
ini, Presiden Habibie - dengan Instruksi Presiden No. 30 / 1998 tanggal 2 Desember 1998 – telah
mengintruksikan Jaksa Agung Baru, Andi Ghalib segera mengambil tindakan hukum memeriksa
Mantan Presiden Soeharto yang diduga telah melakukan praktik KKN. Namun hasilnya tidak
memuaskan karena pada tanggal 11 Oktober 1999, pejabat Jaksa Agung Ismudjoko mengeluarkan
SP3, yang menyatakan bahwa penyidikan terhadap Soeharto yang berkaitan dengan masalah dana
yayasan dihentikan. Alasannya, Kejagung tidak menemukan cukup bukti untuk melanjutkan
penyidikan, kecuali menemukan bukti-bukti baru. Sedangkan dengan kasus lainnya tidak ada
kejelasan.
Bersumber dari masalah di atas, yaitu pemerintah dinilai gagal dalam melaksanakan agenda
Reformasi untuk memeriksa harta Soeharto dan mengadilinya. Hal ini berdampak pada aksi
demontrasi saat Sidang Istimewa MPR tanggal 10-13 Nopember 1998, dan aksi ini mengakibatkan
bentrokan antara mahasiswa dengan aparat. Parahnya pada saat penutupan Sidang Istimewa MPR,
Jumat (13/11/1998) malam. Rangkaian penembakan membabi-buta berlangsung sejak pukul 15.45
WIB sampai tengah malam. Darah berceceran di kawasan Semanggi, yang jaraknya hanya satu
kilometer dari tempat wakil rakyat bersidang. Sampai sabtu dini hari, tercatat lima mahasiswa tewas
dan 253 mahasiswa luka-luka. Karena banyaknya korban akibat bentrokan di kawasan Semanggi
maka bentrokan ini diberi nama ”Semanggi Berdarah” atau ”Tragedi Semanggi”.
Pemberian gelar Pahlawan Reformasi pada para mahasiswa korban Trisakti yang menuntut
lengsernya Soeharto pada tanggal 12 Mei 1998 merupakan hal positif yang dianugrahkan oleh
pemerintahan Habibie, dimana penghargaan ini mampu melegitimasi Habibie sebagai bentuk
penghormatan kepada perjuangan dan pengorbanan mahasiswa sebagai pelopor gerakan Reformasi.
1. Pengertian Demokrasi Secara etimologis “demokrasi” terdiri dari dua kata yang berasal
daribahasa Yunani yaitu “demos” yang berarti rakyat atau penduduk suatu tempat,dan
“cratein” atau “cratos” yang berarti kekuasaan atau kedaulatan.
2. Pengertian Reformasi secara umum berarti perubahan terhadap suatu sistem yangtelah ada
pada suatu masa. Di Indonesia, kata Reformasi umumnya merujuk kepada gerakanmahasiswa
pada tahun 1998 yang menjatuhkan kekuasaan presiden Soeharto atau era setelah Orde Baru
Kendati demikian, kata Reformasi sendiri pertama-tama muncul darigerakan pembaruan di
kalangan Gereja Kristen di Eropa Barat pada abad ke-16, yang dipimpin oleh Martin Luther,
Ulrich Zwingli, Yohanes Calvin, dll.
3. Pelaksanaan Demokrasi Masa Reformasi (1998 – sekarang) Berakhirnya masa orde baru
ditandai dengan penyerahan kekuasaan dari Presiden Soeharto ke Wakil Presiden BJ Habibie
pada tanggal 21 Mei1998.
4. Penegakan kedaulatan rakyat dengan memperdayakan pengawasan sebagai lembaga
negara, lembaga politik dan lembaga swadaya masyarakato Pembagian secara tegas
wewenang kekuasaan lembaga Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif.
5. Sistem pemerintahan yang masa orde reformasi dapat dilihat dari aktivitas kenegaraan
yaitu untuk kebijakan pemerintah yang memberi ruang gerak yang lebih luas terhadap hak-
hak untuk mengeluarkan pendapat dan pikiran baik lisan atau tulisan dan upaya untuk
mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa serta bertanggung jawab dibuktikan
dengan dikeluarkan ketetapan MPR No IX / MPR / 1998.
6. Lembaga MPR sudah berani mengambil langkah-langkah politis melalui sidang tahunan
dengan menuntut adanya laporan pertanggung jawaban tugas lembaga negara ,UUD 1945 di
amandemen,pimpinan MPR dan DPR dipisahkan jabatannya, berani memecat presiden dalam
sidang istimewanya.
7. Akibat Pelaksanaan Demokrasi Masa Reformasi (1998 – sekarang) mengalami suatu
pergeseran yang mencolok walaupun sistem demokrasi yang dipakai yaitu demokrasi
pancasila tetapi sangatlah mencolok dominasi sistem liberal contohnya aksi demonstrasi yang
besar-besaran di seluru lapisan masyarakat.
1. Krisis Politik
Demokrasi yang tidak dilaksanakan dengan semestinya akan menimbulkan permasalahan politik.
Kedaulatan rakyat berada di tangan kelompok tertentu, bahkan lebih banyak dipegang oleh para
penguasa. Pada UUD 1945 pasal 2 telah disebutkan bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat dan
dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR. Namun pada dasarnya secara de jure kedaulatan rakyat tersebut
dilaksanakan oleh MPR sebagai wakil-wakil rakyat, tetapi secara de facto anggota MPR sudah diatur
dan direkayasa. Sebagian anggota DPR itu diangkat berdasarkan hubungan kekeluargaan
(nepotisme), misalnya istri, anak, atau kerabat dekat para pejabat tinggi. Oleh karena itu, keputusan
DPR/MPR dapat diatur oleh pihak penguasa.
Setahun sebelum pemilu 1997, situasi politik di Indonesia mulai memanas. Pemerintah Orde Baru
yang didukung oleh Golongan Karya (Golkar) berusaha untuk memenangkan pemilu secara mutlak,
seperti pada pemilihan umum sebelumnya. Sedangkan tekanan-tekanan terhadap pemerintah Orde
Baru semakin berkembang. Baik di kalangan politisi, cendekiawan, maupun dari masyarakat.
Terjadinya kerusuhan-kerusuhan:
27 Juli 1996, bentrok antara PDI pro-Megawati dengan PDI por-Suryadi di kantor pusat PDI.
Oktober 1996, kerusuhan di Situbondo, Jawa Timur.
Desember 1996, kerusuhan di Tasikmalaya , Jawa Barat.
Menjelang akhir kampanye pemilu 1997, terjadi kerusuhan di Banjarmasin
1. Krisis Hukum
Pada masa pemerintahan Orde Baru banyak terjadi ketidakadilan di bidang hukum. Misalnya pada
pasal 24 UUD 1945 dinyatakan bahwa kehakiman memiliki kekuasaan yang merdeka dan terlepas
dari kekuasaan pemerintah. Namun pada kenyataannya kekuasaan kehakiman berada di bawah
kekuasaan eksekutif. Oleh karena itu, lembaga pengadilan sangat sulit mewujudkan keadilan bagi
rakyat, karena hakim-hakim harus melayani kehendak penguasa. Bahkan hukum sering dijadikan
sebagai alat pembenaran atas tindakan dan kebijakan pemerintah. Selain itu, sering terjadi rekayasa
dalam proses peradilan, apabila peradilan itu menyangkut diri penguasa dan kerabatnya.
1. Krisis Ekonomi
Krisis moneter yang melanda negara-negara Asia Tenggara sejak bulan Juli 1996, juga memengaruhi
perkembangan perekonomian Indonesia. Ekonomi Indonesia ternyata belum mampu untuk
menghadapi krisis global tersebut.
Ketika nilai tukar rupiah terus melemah, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 0% dan
berakibat pada iklim bisnis yang semakin lesu. Kondisi moneter Indonesia mengalami keterpurukan,
yaitu dengan dilikuidasinya sejumlah bank pada akhir tahun 1997. Walaupun pada awal tahun 1998
pemerintah Indonesia membuat kebijakan uang tetap dan suku bunga bank tinggi, namun krisis
moneter tetap tidak dapat teratasi. Akhirnya pada bulan April 1998, pemerintah membekukan tujuh
buah bank bermasalah.
Dalam perkembangan berikutnya, nilai tukar rupiah terus melemah dan menembus angka
Rp10.000,00 per dolar Amerika Serikat. Kondisi seperti itu semakin diperparah oleh para spekulan
valuta asing baik dari dalam maupun dari luar negeri, sehingga kondisi ekonomi nasional semakin
bertambah buruk. Oleh karena itu, krisis moneter tidak hanya menimbulkan kesulitan keuangan
negara, tetapi juga telah menghancurkan keuangan nasional.
Memasuki tahun anggaran 1998/1999, krisis moneter telah memengaruhi aktivitas ekonomi yang
lainnya. Perusahaan-perusahaan banyak yang tidak mampu membayar utang luar negerinya yang
telah jatuh tempo. Bahkan banyak terdapat perusahaan yang mengurangi atau menghentikan sama
sekali kegiatannya, akibatnya angka pemutusan hubungan kerja (PHK) meningkat. Angka
pengangguran meningkat, sehingga daya beli dan kualitas hidup masyarakat pun semakin bertambah
rendah. Akibatnya, kesenjangan ekonomi yang telah terjadi sebelumnya semakin tampak jelas setelah
berlangsungnya krisis ekonomi tersebut.
22 Januari 1998
12 Februari
5 Maret
15 April
2 Mei
4 Mei
12 Mei
13 Mei
14 Mei
15 Mei
17 Mei
18 Mei
19 Mei
20 Mei
21 Mei
22 Mei
10 November 1998
1. Soeharto
Soeharto merupakan presiden kedua Republik Indonesia dan merupakan presiden dengan masa
jabatan terlama, beliau terkenal dengan sistem pemerintahan masa orde barunya yang akhirnya
runtuh pada tahun 1998 dan digantikan dengan sistem pemerintahan masa reformasi yang diikuti
dengan pengunduran diri Soeharto.
1. Mahasiswa
Tak dapat dipungkiri, peran mahasiswa saat itu sangatlah besar dalam pembentukan sistem
pemerintahan reformasi yang manggantikan sistem pemerintahan pada masa orde baru. Saat itu
mahasiswa melakukan unjuk rasa berskala nasional yang akhirnya diikuti oleh pengunduran diri
Soeharto sebagai presiden dan terlahirnya era reformasi.
1. Presiden Bj Habibie
Usai Presiden Soeharto mengucapkan pidatonya Wakil Presiden B.J. Habibie langsung diangkat
sumpahnya menjadi Presiden RI ketiga dihadapan pimpinan Mahkamah Agung, peristiwa bersejarah
ini disambut dengan haru biru oleh masyarakat terutama para mahasiswa yang berada di Gedung
DPR/MPR, akhirnya Rezim Orde Baru di bawah kekuasaan Soeharto berakhir dan Era Reformasi
dimulai di bawah pemerintahan B.J. Habibie
Pada awal tahun 1998 rezim Orde Baru sudah tidak mampu membendung arus Reformasi yang
bergulir begitu cepat. Setelah Presiden Soeharto mengundurkan diri maka bangsa Indonesia
memasuki babak baru. Yang dimulai dari Presiden BJ.Habibie segera melakukan langkah-langkah
pembaruan sebagaimana tuntutan Reformasi. Yang selanjutnya dilanjutkan oleh Presiden
Abdurrahman Wahid yang menampilkan energi yang luar biasa, tekad untuk menggulingkan unsur-
unsur sentralistis dan hierarkis yang represif (menindas) semasa pemerintahan Soeharto dan
kesediaan untuk berfikir kreatif sehingga banyak pihak mengaguminya
MPR pada periode 1999–2004 mengamandemen Undang-Undang Dasar 1945 UUD 1945 sehingga
memungkinkan presiden dan wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat. Pemilu presiden dua
tahap kemudian dimenanginya dengan 60,9 persen suara pemilih dan terpilih sebagai presiden. Dia
kemudian dicatat sebagai presiden terpilih pertama pilihan rakyat dan tampil sebagai presiden
Indonesia keenam setelah dilantik pada 20 Oktober 2004 bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla
A. Kelebihan
4. Persaingan ekonomi yang lebih terbuka dalam beberapa sektor ekonomi (sebelumnya dikuasai
kroni Suharto).
B. Kekurangan
1. Masyarakat yang terlalu bebas, dan mengartikan kebebasan dengan boleh berbuat sebebas-
bebasnya. Akibatnya : banyak demo yang berakhir rusuh, pilkada yang berakhirrusuh;
3. Mulai ditinggalkannya program- program pemerintah yang secara konseptual cukup baik, seperti
program swasembada pangan, yang sebenarnya dapat mengurangi potensi inflasi tinggi untuk jangka
panjang.
Pada April 1998, Soeharto terpilih kembali menjadi Presiden Republik Indonesia untuk ketujuh
kalinya (tanpa wakil presiden), setelah didampingi Try Soetrisno (1993-1997) dan Baharuddin Jusuf
Habibie (Oktober 1997-Maret 1998). Namun, mereka tidak mengakui Soeharto dan melaksanakan
pemilu kembali. Pada saat itu, hingga 1999, dan selama 29 tahun, Partai Golkar merupakan partai
yang menguasai Indonesia selama hampir 30 tahun, melebihi rejim PNI yang menguasai Indonesia
selama 25 tahun.
Namun, terpliihnya Soeharto untuk terakhir kalinya ini ternyata mendapatkan kecaman dari
mahasiswa karena krisis ekonomi yang membuat hampir setengah dari seluruh penduduk Indonesia
mengalami kemiskinan. Gerakan ini mendapatkan momentumnya saat terjadinya krisis moneter pada
pertengahan tahun 1997. Namun para analis asing kerap menyoroti percepatan gerakan pro-
demokrasi pasca Peristiwa 27 Juli 1996 yang terjadi 27 Juli 1996. Harga-harga kebutuhan
melambung tinggi, daya beli masyarakat pun berkurang.
Tuntutan mundurnya Soeharto menjadi agenda nasional gerakan mahasiswa. Ibarat gayung
bersambut, gerakan mahasiswa dengan agenda reformasi mendapat simpati dan dukungan dari
rakyat. Demonstrasi bertambah gencar dilaksanakan oleh para mahasiswa, terutama setelah
pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM dan ongkos angkutan pada tanggal 4 Mei 1998.
Agenda reformasi yang disuarakan oleh para mahasiswa angkatan 1998 meliputi :
Gedung parlemen, yaitu Gedung Nusantara dan gedung-gedung DPRD di daerah, menjadi tujuan
utama mahasiswa dari berbagai kota di Indonesia. Seluruh elemen mahasiswa yang berbeda paham
dan aliran dapat bersatu dengan satu tujuan untuk menurunkan Soeharto. Organisasi mahasiswa yang
mencuat pada saat itu antara lain adalah FKSMJ dan Forum Kota karena mempelopori pendudukan
gedung DPR/MPR. Meski salah satu agenda perjuangan mahasiswa yaitu menuntut lengsernya sang
Presiden tercapai, namun banyak yang menilai agenda reformasi belum tercapai atau malah gagal.
Gerakan Mahasiswa Indonesia 1998 juga mencuatkan tragedi Trisakti yang menewaskan empat
orang Pahlawan Reformasi. Pasca Soeharto mundur, nyatanya masih terjadi kekerasan terhadap
rakyat dan mahasiswa, yang antara lain mengakibatkan tragedi Semanggi yang berlangsung hingga
dua kali. Gerakan Mahasiswa Indonesia 1998 juga memulai babak baru dalam kehidupan bangsa
Indonesia, yaitu era Reformasi. Sampai saat ini, masih ada unjuk rasa untuk menuntut keadilan akibat
pelanggaran HAM berupa pembunuhan besar-besaran yang dilakukan oleh aparat terhadap keempat
orang mahasiswa.
1. Perbaikan ekonomi dan kesejahteraan pada bidang perbankan, perdagangan, dan koperasi
serta pinjaman luar negeri
2. Penghapusan monopoli dan oligopoli.
3. Mencari solusi yang konstruktif dalam mengatasi utang luar negeri.