Anda di halaman 1dari 7

Universitas Jepang-Indonesia Tingkatkan Program

Pertukaran Mahasiswa
Selasa, 20 November 2012 00:11

(AICHI-Jepang) 28 universitas di Indonesia bekerjasama dengan Jepang melakukan


pertukaran pelajar antara 2 negara dibarengi kegiatan penelitian, guna meningkatkan
kerjasama dalam bidang pendidikan.

Hal ini disampaikan dalam pertemuan rektor-rektor  universitas di Indonesia-Jepang


pertama yang diselenggarakan di Nagoya University, Kota Nagoya Prefektur Aichi
pada tanggal 15 hingga 16 November silam.

Pertemuan ini dihadiri 56 rektor dari sejumlah universitas negeri dan swasta, yang
terdiri 28 universitas Indonesia dan 28 universitas Jepang. Selama 2 hari, peserta
pertemuan membahas langkah-langkah yang akan diambil guna mempererat
hubungan kerjasama sekaligus peningkatan kualitas di bidang ilmu pengetahuan
masing-masing negara.

28 universitas dari Indonesia yang ikut serta dalam pertemuan antara lain, Institut
Pertanian Bogor, Institut Teknologi Bandung, Institut Teknologi Surabaya,
Universitas Indonesia, Universitas Jendral Sudirman, Universitas Sriwijaya,
Univeristas Pajajaran, Universitas Sumatera Utara, Universitas Islam Riau,
Universitas Andalas, dan Universitas Gajah Mada.

 
Sementara, dari pihak Jepang antara lain Gifu University, Hokkaido University,
Tohoku University, Tsukuba University, Tokai University, Waseda University, Tokyo
University of Marine Science and Technology, Nagoya Institute of Technology,
Kyushu University, dan Shizuoka University.

Diskusi ini merupakan tindak lanjut dari pertemuan Wakil Rektor Indonesia-Jepang
pada 16 Mei 2011 silam mengenai Promosi Pertukaran Mahasiswa Indonesia-Jepang,
yang diharapkan tidak hanya terpaku pada pertukaran mahasiswa tapi juga para dosen
dan peneliti.

Selain membahas rencana kegiatan pertukaran mahasiswa, juga dilakukan tukar


pendapat tentang penelitian dua negara mengenai pengembangan kendaraan ramah
lingkungan, kerjasama peningkatan kualitas pendidikan kedua negara, serta
pelaksanaan kegiatan edukatif guna memperkuat bidang ilmu kedokteran dan
kesehatan di Indonesia.

Mohammad Nuh, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia mengungkapkan,


“Saat ini, negara-negara di dunia mulai memperhatikan Asia, salah satunya Indonesia
dan Jepang. Jepang sejak dulu memegang peran penting dalam bidang pendidikan dan
ekonomi. Dengan memperkuat hubungan kerjasama Indonesia-Jepang di bidang
pendidikan, diharapkan dapat memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak.
Pertemuan kali ini akan menuju pada kesepakatan pertukaran mahasiswa Indonesia-
Jepang”, ujarnya.

Bulan Mei 2011 silam, pelajar Indonesia di Jepang tercatat sebanyak 2,162 orang,
sebaliknya, Jepang menempati urutan ketujuh dengan jumlah mahasiswa terbanyak di
Indonesia, sementara Singapura, Australia, dan China masih menduduki posisi tiga
besar.

Hamaguchi Michinari, Presiden Nagoya University juga menyatakan akan segera


menjalankan kegiatan kerjasama yang telah didiskusikan dan disepakati dalam
pertemuan itu.

Pertemuan bertema “A Dialogue for Partnership” ini diselenggarakan 5 universitas di


Jepang, yakni Nagoya University, Gifu University, Aichi University of Education,
Toyohashi University of Technology, dan Mie University. Sementara, Universitas
Hasanuddin bertindak sebagai koordinator ke-28 universitas di Indonesia.

Selain itu, turut hadir mantan Presiden Indonesia, B.J Habibie, Nobuyori Kodaira,
Executive Vice President and Member of the Board, Toyota Motor Corporation, serta
Dubes Indonesia untuk Jepang, M. Lutfi. (AV/JS)

Produk Teknologi Terbaru Indonesia & Jepang


Dipamerkan di Bandung
Jumat, 23 November 2012 00:07
 

(BANDUNG-Indonesia) Indonesia-Japan Inovation Convention (IJIC) 2012, ajang


pameran berbagai produk teknologi dari Indonesia dan Jepang, rencananya akan
dibuka pada tanggal 30 November mendatang di Sabuga Bandung.

Acara yang diselenggarakan atas kerjasama Institut Teknologi Bandung (ITB),


Kedutaan Besar Jepang, Perhimpunan Alumni Indonesia Jepang (Persada), Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Ristek, Komisi Inovasi Nasional (KIN) dan
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), memiliki tujuan utama untuk
membangkitkan dan mempromosikan produk-produk inovatif Indonesia-Jepang, serta
meningkatkan kerjasama inovasi di bidang industri, universitas dan lembaga
penelitian antar kedua negara.

Sejumlah tema yang akan dibahas dalam acara ini mencakup masalah teknologi
informasi, energi terbarukan, kesehatan dan bioteknologi, industri kreatif,
infrastruktur dan transportasi, kewirausahaan serta industri kreatif dan kebijakan
pemerintah.

Rencananya, acara yang ditujukan bagi para akademisi dan kalangan pemerintahan
ini, juga akan dihadiri Wapres Boediono, dan mantan Perdana Menteri Jepang Yasuo
Fukuda, dengan pembicara Menteri Riset Teknologi Gusti M Hatta, President Japan
of Science and Technology Nakamura Michimura, Ketua Komite Inovasi Nasional M
Zuhal, dan Ketua Wantimpres H Ginanjar Kartasasmita.

Tidak hanya itu, sejumlah perusahaan Jepang, seperti Toray, Panasonic, NTT Data,
NEC, JGC Corporation, Mitsubishi, Toyota, Fuji, Tokyo Elektron, LEN, Ristek, ITB,
Pindad, dan PTDI, juga dijadwalkan akan memamerkan produk inovasinya.

Kekuatan Pendidikan

Secara resmi, hubungan diplomatik RI dan Jepang sebenarnya baru dimulai 1958. Saat itu RI dan
Jepang menandatangani perjanjian perdamaian setelah masa pendudukan pada 1942 hingga
1945. Pada tahun yang sama, ditandatangani pula Perjanjian Rampasan Perang. Lima tahun
kemudian kedua negara membuka jalur penerbangan.

Meski tak bisa dimungkiri kedua bangsa menyimpan beban sejarah, masa depan hubungan RI
dan Jepang akan semakin erat. Hal ini ditandai oleh makin banyaknya migrasi penduduk dari dua
negara. Kedutaan Besar Jepang untuk Indonesia mencatat 11.263 warga Jepang tinggal di
Indonesia. WNI yang tinggal di Jepang jauh lebih banyak, yakni 27.250 pada 2008.

Di tengah kondisi itu, diplomasi akademik kedua bangsa akan membuat hubungan bilateral
semakin kondusif. Pendidikan memegang peran segnifikan karena kecenderungannya yang
bersifat jangka panjang, tidak terbatas pada kepentingan kuantitatif-pragmatis. Basis kerja sama
akademik adalah ilmu pengetahuan untuk kemaslahatan umat manusia. Ini akan membuat
hubungan langgeng, meski di kemudian hari terjadi perubahan kebijakan politik.

Bagi bangsa Indonesia, kerja sama akademik dengan Jepang berarti kesempatan belajar kepada
”saudara tua”. Harus diakui, dalam beberapa hal, Jepang memiliki pengalaman lebih banyak
dibandingkan dengan bangsa kita. Pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan sumber daya
manusia adalah bidang yang patut dipelajari dari mereka. Disiplin kerja, birokrasi melayani, dan
sikap mental yang optimistis juga tampak dari keseharian mereka.

Pertumbuhan ekonomi Jepang sejak satu setengah abad lalu tidak lepas dari kemajuan
akademiknya. Pembangunan by research membuat Jepang menjadi salah satu kekuatan industri
Asia, jauh hari sebelum China dan India menyodok ke permukaan.

Bjork dan Tsuneyoshi (2005) mencatat, berbagai penelitian yang dipublikasi di Jepang selama
dua dekade pada abad ke-20 banyak mengetengahkan isu komparatif. Mereka ingin mengetahui
kelebihan dan kekurangan sistem pendidikan di Jepang dibandingkan dengan negara-negara lain.
Bangsa Jepang memupuk kesadaran kompetitif dengan membandingkan keunggulan sistem
pendidikan yang dimiliki dibandingkan dengan bangsa lain.

Tidak berlebihan jika Mahbubani (2011) menyebut Jepang sebagai salah satu episentrum
kebangkitan Asia. Bahkan, di antara negara-negara Asia yang bangkit, Jepang sesungguhnya
telah ”curi start”. Negeri Matahari Terbit ini 150 tahun lebih awal bangkit dengan memulainya
melalui reformasi Meiji.

Meskipun reformasi Meiji awalnya hanya ikhtiar untuk membendung kolonialisasi dan dominasi
Barat yang melanda dunia saat itu, para reformator Meiji justru telah lebih awal menemukan
praktik-praktik terbaik Barat. Orang-orang Jepang menarik pelajaran dengan bagus: mereka
menemukan pilar kebijaksanaan Barat tersebut dan tiap-tiap pilar tersebut terbukti saling
memperkuat.

Ramalan Mahbubani terhadap kondisi Asia tampaknya akan segera diikuti Indonesia. Salah satu
indikatornya, Indonesia telah menjadi anggota G-20 —satu-satunya dari Asia Tenggara. Spirit
kebangkitan Asia, yang dipelopori Jepang, juga akan sampai di Indonesia.

Saat mengunjungi Museum Perjuangan Hiroshima, saya kagum pada cara bangsa Jepang
memaknai bencana bom atom Hiroshima dan Nagasaki yang mengakhiri Perang Dunia II tahun
1945 silam. Mereka tidak memaknai peristiwa itu sebagai bencana, melainkan berkah. Dengan
cara itu, bangsa Jepang sadar kompetisi senjata hanya akan menimbulkan kerusakan. Peristiwa
itu konon menyadarkan mereka supaya segera menghentikan program pengembangan senjata
besar-besaran yang saat itu digagas bersama Rusia.

Dunia Kampus

Meski demikian, tidak seluruh bagian dalam kehidupan bangsa Jepang layak diteladani. Sikap
mental malu berlebihan yang memicu aksi harakiri sejak berabad-abad lalu sudah tidak sesuai
dengan konteks budaya Indonesia. Karena itulah, dalam diplomasi akademik, hal itu perlu
dipikirkan.

Bagaimana diplomasi akademik dapat merekatkan RI dan Jepang? Dalam diplomasi akademik,
kekuatan yang muncul adalah kerja sama (kolaborasi) bukan kompetisi. Kerja sama akademik
mengidamkan proses yang egaliter antarpelaku untuk mencapai kebaikan universal. Tidak ada
kalah-menang sebagaimana proses dimplomasi politik dan bahkan ekonomi. Di sinilah
brotherhood sebagai sesama bangsa Asia menemukan bentuknya.

Skema U to U yang disepakati 56 universitas adalah insiatif kewargaan (citizenship). Meski tidak
bisa lepas dari fasilitasi pemerintah, kerja sama akademik tidak akan hanyut oleh situasi politik
bilateral kedua negara. Masyarakat akademik berkomitmen menjaga hubungan RI dan Jepang
senantiasa baik dan setara.

Berangkat dari kondisi ini, dunia akademik ibarat pintu gerbang. Kerja sama bidang akademik
membuka kemungkinan kerja sama lain, tidak hanya antaruniversitas tapi juga antarkota. Di
bidang pengembangan lingkungan hidup, misalnya, Semarang pantas belajar kepada Distrik
Chiyoda di Perfectur Tokyo. Baik Semarang maupun Chiyoda sama-sama menjadi pusat
pemerintahan. Chiyoda rindang oleh berbagai tumbuhan dengan tata kota terpelihara, adapun
Semarang, hingga saat ini masih bermasalah dengan dua hal itu. (24)
—Prof Dr Fathur Rokhman MHum, Pembantu Rektor Bidang Pengembangan dan Kerja Sama
Unnes, delegasi Unnes dalam ”A Dialogue for Partnership” di Nagoya University.

Sepanjang tahun ini Indonesia akan lebih memfokuskan kerja sama dengan Jepang di tiga bidang, yaitu
pendidikan, budaya, dan generasi muda pada. Tiga pilar itu dinilai paling strategis untuk dikembangkan
bersama Negeri Sakura tersebut.

"Jepang punya peran strategis di Indonesia selama 50 tahun ke belakang. Saya harapkan hubungan kerja
sama 50 tahun ke depan semakin kuat," kata Presiden Yudhoyono saat memberi sambutan pada
Perayaan Emas Hubungan Indonesia-Jepang di Sasono Langen Budoyo Hall, Taman Mini Indonesia
Indonesia, Ahad (20/1).

Dalam bidang pendidikan, tingkat kepercayaan kedua negara semakin kuat. Kepercayaan merupakan
instrumen strategis dalam peningkatan kerja sama di bidang ini. "Transfer teknologi punya peran
penting dan strategis," kata Yudhoyono.

Transfer teknologi, kata Presiden, peran strategisnya digunakan mengurangi dampak perubahan iklim
dan pencegahan bencana seperti tsunami. "Hubungan ini terjalin karena kedekatan emosional antara
kedua negara," kata Presiden.

Di bidang budaya, Indonesia dan Jepang akan meningkatkan hubungannya yang sudah terjalin baik
seperti pertukaran kebudayaan dan seni dan terbangunnya lembaga persahabatan kedua negara.
"Ini semakin memperkokoh kedua negara,"kata Presiden.

Di bidang generasi muda, Indonnesia dan Jepang akan mengintensifkan pertukaran pelajar dan
pembinaan olahraga bagi pemuda

Anda mungkin juga menyukai