Anda di halaman 1dari 7

ESSAY

STRATEGI MEMBANGUN BUDAYA LITERASI PADA


MAHASISWA SEBAGAI UPAYA MENCETAK
LULUSAN YANG MAMPU BERSAING SECARA
NASIONAL MAUPUN INTERNASIONAL DI ERA
SOCIETY 5.0.

Oleh:
AMELIA ERINTYA
P17210203125

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI D-III KEPERAWATAN MALANG KELAS LAWANG
TAHUN 2021
PENDAHULUAN

Mahasiswa merupakan suatu kelompok individu yang sedang menempuh belajar di


perguruan tinggi. Jika dilihat sesuai tahap perkembangan, mahasiswa digolongkan
sebagai remaja akhir dan dewasa awal, yakni di usia 18- 21 tahun dan 22-24 tahun
(Monks, 2016). Mahasiswa memiliki peran yang beragam di lingkungan masyarakat.
Selain sebagai pelajar, mahasiswa dituntut juga untuk mengabdi kepada masyarakat
dan memberikan kontribusi yang positif dalam setiap aspek kehidupan bermasyarakat.
Setelah lulus dari perguruan tinggi, mereka dituntut untuk dapat memenuhi kriteria
tersebut sesuai bidang yang ditekuni, misalnya dengan bekerja ataupun membangun
sebuah usaha dengan memperhatikan segala konsekuensi dalam bertindak.
Namun, di zaman yang semakin berkembang pesat ini membuat standar kehidupan
juga terus meningkat. Contoh seperti adanya Revolusi industri 4.0, revolusi ini
menimbulkan pandangan bahwa pekerjaan yang selama ini dikerjakan manusia akan
tergerus dan tergantikan oleh teknologi. Hal tersebut menjadi salah satu tantangan
yang harus dihadapi oleh para mahasiswa masa kini yang baru saja menyelesaikan
pendidikan. Adanya revolusi industri 4.0 tentu diikuti dampak positif dan negatif.
Salah satu dampak negatif serapan tenaga kerja yang berkurang menjadi suatu
masalah yang harus dihadapi oleh para mahasiswa pada masa kini. Untuk
menyeimbangkan era 4.0, maka terciptalah suatu konsep tahap ke-lima, yaitu era
society 5.0, yang merupakan rencana dasar sains dan teknologi yang telah dibuat oleh
Jepang. Era society 5.0 ini terbentuk dari konsep yang tersusun sebagai suatu upaya
dalam mengatasi tantangan yang dihadapi oleh banyak Negara (Fukuyama, 2018).
Jepang menyatakan bahwa dunia saat ini akan memasuki di era society 5.0, dimana
teknologi tidak lagi menguasai manusia, namun manusia yang menguasai teknologi
tersebut. Pada era ini, manusia diposisikan berada pada pusat peradaban, di mana
manusia akan tetap berkembang di tengah kemajuan teknologi dan serta dapat
menjalani, mengatur kehidupan secara sepenuhnya. Selain itu, ditandai juga dengan
adanya digitalisasi di berbagai aspek kehidupan manusia (Fukuyama, 2018). Era
society 5.0 ini, dirasa sesuai dengan keadaan mahasiswa masa kini, dimana
mahasiswa menggantungkan aktivitas pembelajaran dilakukan dengan teknologi,
diharapkan para mahasiswa bisa adaptif dan terdepan dalam menghadapi segala arus
kehidupan.
Hal ini tentu menjadi tugas yang harus ditaklukan oleh para mahasiswa masa kini.
Setelah menyelesaikan studi, mahasiswa diharapkan tidak hanya bisa
mengintervensikan ilmunya, tetapi diikuti juga dengan penguasaan teknologi yang
berkembang guna menyongsong era society 5.0 ini. Tuntutan lainnya, mahasiswa
diharapkan dapat meningkatkan kualitas diri yang optimal dan dapat memanfaatkan
teknologi sebaik mungkin. Selain itu, perguruan tinggi diharapkan bisa mencetak para
lulusan tidak hanya dibekali ilmu pengetahuan, namun juga keahlian, keterampilan
serta kompetensi agar mahasiswa memiliki jiwa yang kreatif, inovatif dan memiliki
semangat jiwa entrepreneur di era globalisasi era society 5.0 (Marlinah, 2019).
Karena hal itu, Indonesia membutuhkan para pemuda intelektual dalam menjawab
tantangan global dan bersaing di tingkat dunia yaitu para mahasiswa. Salah satu
upayanya yaitu meningkatkan budaya literasi membaca untuk bersaing secara global.
Budaya literasi dan membaca masyarakat Indonesia saat ini digolongkan masih
rendah dibandingkan dengan negara lainnya. Budaya literasi di Perguruan tinggi yang
diterapkan masih belum melibatkan mahasiswa secara optimal, bisa dilihat dari
aktivitas mahasiswa dalam kegiatan akademik dan non akademik, dan belum adanya
prestasi yang ditunjukkan oleh mahasiswa dalam kegiatan literasi (Hariyati,
Trihantoyo and Haq, 2018).
Beberapa permasalahan mahasiswa yang menghambat dalam membudayakan
literasi, di antaranya kurangnya motivasi, kemalasan, kelelahan, tidak fokus,
kebosanan, tidak ada ide menulis, kesulitan dalam menyusun kata dan kalimat,
kurangnya referensi di perpustakakan terutama referensi dalam bahasa asing (Sari &
Pujiono, 2017). Mayoritas sebagian masyarakat Indonesia lebih terbiasa banyak
mendengar dan berbicara daripada berliterasi. Hal ini disebabkan oleh (1) kebiasaan
membaca dan menulis belum dimulai dari rumah, (2) rendahnya motivasi membaca
(3) minimnya sarana membaca, (4) sikap malas untuk mengembangkan gagasan, dan
(5) perkembangan teknologi yang semakin canggih (Ainiyah, 2017).
Berdasarkan paparan permasalahan di atas, menunjukkan bahwa betapa pentingnya
kemampuan dan budaya literasi dalam memahami informasi baik secara lisan maupun
tulisan informasi bagi keberhasilan mahasiswa bersaing secara global. Kompetensi
mahasiswa akan terlihat apabila mahasiswa dapat menguasai literasi sehingga dapat
memilah dan memilih informasi yang dapat mendukung keberhasilan hidup mereka
terutama di era society 5.0. Oleh karena itu, dalam essay ini membahas tentang
strategi membangun budaya literasi pada mahasiswa sebagai upaya mencetak lulusan
yang mampu bersaing secara nasional maupun internasional di era society 5.0.

PEMBAHASAN

Perkembangan budaya literasi di Indonesia masih rendah dilihat dari hasil


penelitian Programme for International Student Assessment (PISA) bahwa budaya
literasi masyarakat Indonesia pada tahun 2012 berada di posisi peringkat dua
terbawah yaitu peringkat 64 dari 65 negara yang diteliti di dunia. PISA mengatakan
bahwa peringkat membaca siswa Indonesia berada pada urutan ke-57 dari 65 negara
yang ditelitinya (Suragangga, 2017). Kemudian dari data statistik UNESCO pada
tahun 2012 disebutkan bahwa prosentase minat baca Indonesia adalah 0,001%. Hal ini
menunjukkan bahwa dari 1.000 warga Indonesia, hanya satu orang yang mempunyai
minat baca. Pada tahun 2015, PISA mengatakan bahwa budaya literasi Indonesia
berada di posisi peringkat 62 dari 72 negara yang diteliti. Central Connecticut State
University (CCSU) mengumumkan di acara World’s Most Literate Nations pada
Maret 2016 bahwa peringkat literasi Indonesia berada di peringkat 60 dari 61 negara
yang diteliti. Hasil peringkat literasi tersebut berdasarkan dari perpustakaan, surat
kabar, pendidikan, indikator kesehatan dan ketersedian komputer (Hasnadi, 2019).
Rendahnya literasi Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya
kurangnya minat baca dan masih banyak masyarakat Indonesia terutama di daerah
pelosok masih buta huruf. Data Kementerian Koordinator bidang pembangunan
manusia dan kebudayaan mengemukakan bahwa rata-rata orang Indonesia hanya
membaca buku sebanyak 3-4 kali dalam seminggu dengan rentang waktu 30-60 menit
per hari,dan jumlah buku yang selesai dibaca hanya sekitar 5-9 buku per tahun.
Menurut data dari BPS tahun 2018 tentang penduduk Indonesia yang buta huruf
bahwa 2,07% atau 3.387.035 penduduk Indonesia masih mengalami buta huruf.
Rendahnya literasi merupakan masalah yang darurat dan serius bagi negara Indonesia.
Oleh karena itu, permasalahan tentang rendahnya literasi ini harus mendapat perhatian
serius dari pemerintah (Permatasari, 2015). Meningkatkan literasi menjadi tanggung
jawab bersama untuk menjadikan budaya literasi sebagai kebiasaan atau rutinitas baik
di dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat luas. Budaya literasi adalah
pembiasaan individu atau sekelompok orang dalam melakukan pemeriksaan atau
mencari kebenaran informasi melalui berbagai sumber. Seluruh pemahaman tentang
literasi atau sumber informasi dibutuhkan pembiasaan atau rutinitas untuk membaca.
Perguruan tinggi memiliki peran dan tanggung jawab penting dalam mencetak
lulusan sebagai generasi yang berkualitas dan mampu bersaing baik secara nasional
maupun global. (Kanematsu and Barry, 2016) mengatakan bahwa mempersiapkan
lulusan yang berkualitas dan mampu bersaing secara global dan menguasai
perkembangan teknologi merupakan hal penting bagi semua orang dan masa depan
suatu bangsa. Dengan demikian, peran perguruan tinggi sangat diharapkan mampu
meningkatkan kualitas SDM dan daya saing bangsa di tengah pesatnya arus
globalisasi dan perkembangan teknologi informasi. Budaya literasi bermanfaat untuk
mengetahui, memahami dan memilah informasi yang benar dari media atau orang
lain. Budaya literasi dapat dibangun melalui pendidikan untuk meningkatkan
kesadaran dan budaya membaca. Sebagai generasi muda, Mahasiswa yaitu faktor
penting dalam membangun budaya literasi dikarenakan merupakan ujung tombak bagi
bangsa dalam menyongsong negara yang masih memiliki semangat juang tinggi,
solusi kreatif, dan perwujudan yang inovatif (Irianto and Febriant, 2017).
(Kemendikbud, 2016) mengemukakan bahwa literasi adalah kemampuan sesorang
atau individu dalam mengakses, menggunakan, dan memahami sesuatu secara cerdas
melalui berbagai aktivitas, seperti membaca, menulis, melihat, menyimak, dan
berbicara. Ada berbagai macam literasi, yaitu; literasi komputer (computer literacy),
literasi teknologi (technology literacy), literasi media (media literacy), literasi
informasi (information literacy), literasi moral (moral literacy), dan literasi ekonomi
(economy literacy).
Keterampilan literasi informasi berkaitan dengan kemampuan dalam
mengidentifikasi tentang kapan informasi tersebut dibutuhkan, kompetensi dalam
menemukan, mengevaluasi dan menggunakan informasi dalam membuat suatu
keputusan berdasarkan informasi yang didapat. Kemampuan literasi informasi
merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap masyarakat dalam
berinteraksi antar manusia dengan menggunakan (ICT) Information and
Communication Technology. Kemampuan literasi informasi juga harus menjadi suatu
kebiasaan atau rutinitas bagi mahasiswa sehingga menjadi suatu budaya.
Diketahui bahwa ada 3 aspek yang perlu dikembangkan oleh mahasiswa guna
menghadapi era society 5.0, yaitu konsep diri, motivasi dan kecerdasan emosi. Salah
satu contoh pelatihan yang digunakan untuk meningkatkan ketiga aspek tersebut
adalah pelatihan pengembangan kepribadian.Pengembangan kepribadian yaitu sebuah
upaya untuk mengoptimalkan aspek-aspek kepribadian yang ada di setiap individu.
Setiap individu dalam pengembangan diri tidak terlepas dari berbagai faktor internal
maupun eksternal, kemudian perbedaan dalam pengembangan kepribadian setiap
individu dikarenakan memiliki latar belakang yang berbeda dari lahir sampai dewasa
ini. Adapun contoh faktor internal yang mempengaruhi pengembangan kepribadian
adalah perubahan fisik, ketegangan serta konflik yang dihadapi individu dalam
perkembangan diri, sedangkan faktor eksternal meliputi lingkungan individu dalam
beraktivitas baik di kampus, tempat kerja atau tempat bermain, dan lingkungan rumah
atau keluarga. Selain itu, ada faktor penghambat seseorang untuk mengembangkan
dirinya, yaitu rasa gelisah, ketakutan, perasaan bersalah, rasa malu, dan perasaan
minder (Tarmudji, 2011).
Ada beberapa pilar dalam mengembangkan daya saing dalam kehidupan
berbangsa. Pendidikan salah satu senjata yang strategis untuk memajukan kecerdasan
generasi bangsa. Pendidikan diharapkan sebagai upaya mengatasi berbagai
permasalahan bangsa, misalnya pengangguran dan kemiskinan. Oleh karena itu,
sebagai individu yang sedang menjalani atau sudah pendidikan di tingkat tinggi,
mahasiswa diharapkan bisa menjadi generasi bangsa yang terus mengembangkan
karya dan melakukan inovasi baru agar bisa menghadapi tantangan di era globalisasi
era society 5.0 (Marlinah, 2019). Melalui pelatihan pengembangan kepribadian ini,
mahasiswa diharapkan mampu mengambil pelajaran dan tindakan berdasarkan hati
nurani, artinya setiap hal yang mahasiswa lakukan tidak bertentangan dengan
kepribadian mahasiswa, dan mampu menjadi diri sendiri yang berkarakter, sehingga
mahasiswa mampu berperilaku berdasarkan kepribadian mahasiswa (Komalasari and
Yuliani, 2020).
Perkembangan teknologi yang semakin maju, tentunya negara Indonesia tidak bisa
menutup mata begitu saja, atau Negara Indonesia akan tertinggal oleh kemajuan
zaman saat ini (Raharja, 2019). Oleh karena itu, setiap usaha perkembangan dan
peningkatan harus dilakukan oleh setiap individu dan dari berbagai aspek, tidak hanya
melalui pelatihan dalam dunia pendidikan, namun juga melalui aspek lainnya,
misalnya sosial, budaya dan ekonomi. Pemahaman konsep diri yang benar perlu
dipahami oleh semua orang, khususnya mahasiswa agar dapat lebih mendalami dalam
pengembangan diri. Selain itu, kecerdasan emosi pada diri mahasiswa juga harus
ditingkatkan agar setiap keputusan yang diambil tidak berdasarkan pengaruh atau
kekuatan orang lain dan motivasi mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa harus
terus meningkat agar selalu memiliki keinginan untuk intropeksi diri dan
memperbaiki diri juga lingkungan sekitar. Oleh sebab itu, sebelum mahasiswa terjun
ke masyarakat, kesiapan mahasiswa dalam menghadapi tuntutan era society 5.0 harus
dipersiapkan sejak dini agar bisa menjadi sumber daya manusia yang berguna untuk
kesejahteraan masyarakat dan dunia.

KESIMPULAN DAN SARAN

Perkembangan budaya literasi di Indonesia masih rendah dilihat dari hasil


penelitian Programme for International Student Assessment (PISA) bahwa budaya
literasi masyarakat Indonesia pada tahun 2012 berada di posisi peringkat dua
terbawah yaitu peringkat 64 dari 65 negara yang diteliti di dunia. Sebagai generasi
muda, Mahasiswa yaitu faktor penting dalam membangun budaya literasi dikarenakan
merupakan ujung tombak bagi bangsa dalam menyongsong negara yang masih
memiliki semangat juang tinggi, solusi kreatif, dan perwujudan yang inovatif (Irianto
and Febriant, 2017).
Ada berbagai macam literasi, yaitu; literasi komputer (computer literacy), literasi
teknologi (technology literacy), literasi media (media literacy), literasi informasi
(information literacy), literasi moral (moral literacy), dan literasi ekonomi (economy
literacy). Adapun contoh faktor internal yang mempengaruhi pengembangan
kepribadian adalah perubahan fisik, ketegangan serta konflik yang dihadapi individu
dalam perkembangan diri, sedangkan faktor eksternal meliputi lingkungan individu
dalam beraktivitas baik di kampus, tempat kerja atau tempat bermain, dan lingkungan
rumah atau keluarga.
Oleh karena itu, sebagai individu yang sedang menjalani atau sudah pendidikan di
tingkat tinggi, mahasiswa diharapkan bisa menjadi generasi bangsa yang terus
mengembangkan karya dan melakukan inovasi baru agar bisa menghadapi tantangan
di era globalisasi era society 5.0 (Marlinah, 2019). Melalui pelatihan pengembangan
kepribadian ini, mahasiswa diharapkan mampu mengambil pelajaran dan tindakan
berdasarkan hati nurani, artinya setiap hal yang mahasiswa lakukan tidak
bertentangan dengan kepribadian mahasiswa, dan mampu menjadi diri sendiri yang
berkarakter, sehingga mahasiswa mampu berperilaku berdasarkan kepribadian
mahasiswa (Komalasari and Yuliani, 2020).
Oleh sebab itu, setiap usaha perkembangan dan peningkatan harus dilakukan oleh
setiap individu dan dari berbagai aspek, tidak hanya melalui pelatihan dalam dunia
pendidikan, namun juga melalui aspek lainnya, misalnya sosial, budaya dan ekonomi.
Selain itu, kecerdasan emosi pada diri mahasiswa juga harus ditingkatkan agar setiap
keputusan yang diambil tidak berdasarkan pengaruh atau kekuatan orang lain dan
motivasi mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa harus terus meningkat agar
selalu memiliki keinginan untuk intropeksi diri dan memperbaiki diri juga lingkungan
sekitar.
Saran untuk peneliti selanjutnya yang melakukan penelitian serupa, diharapkan
untuk memaksimalkan referensi penelitian dan lebih mengembangkan pembahasan
hasil penelitian. Perguruan tinggi diharapkan lebih aktif dan proaktif dalam
mengembangkan potensi mahasiswa dan lulusan melalui budaya literasi. Globalisasi
menyebabkan informasi dan komunikasi lebih mudah dan bebas diakses oleh semua
orang. Karena itu, mahasiswa harus lebih cerdas dalam menyikapi dan lebih bijak
dalam menggunakan teknologi informasi sesuia dengan etika dan norma yang
berlaku.

DAFTAR PUSTAKA
Ainiyah, N. (2017) ‘Membangun Penguatan Budaya Literasi Media dan Informasi
Dalam Dunia Pendidikan’, Jurnal Pendidikan Islam Indonesia, 2, pp. 65–77.

Fukuyama, M. (2018) ‘Society 5.0: Aiming for a new human-centered society’, Japan
Spotlight, 27, pp. 8–13.

Hariyati, N., Trihantoyo, S. and Haq, M. S. (2018) ‘Optimalisasi Budaya Literasi


Mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Surabaya’, El-
Idare: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, 4, pp. 94–104.

Hasnadi, H. (2019) ‘Membangun Budaya Literasi Informasi pada Perguruan Tinggi’,


in Prosiding SEMDI-UNAYA (Seminar Nasional Multi Disiplin Ilmu
UNAYA), pp. 610–620.

Irianto, P. O. and Febriant, L. Y. (2017) ‘Pentingnya Penguasaan Literasi Bagi


Generasi Muda Dalam Menghadapi Mea’, In Proceedings Education and
Language International Conference, 1, pp. 640–647.

Kanematsu, H. and Barry, D. M. (2016) ‘STEM and ICT education in intelligent


environments’, Springer International Publishing.

Kemendikbud (2016) ‘Panduan Gerakan Literasi Sekolah’.

Komalasari, S. and Yuliani, T. (2020) ‘PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN


MAHASISWA UNTUK ERA 5.0’, in PROSIDING SEMINAR NASIONAL
MILLENEIAL 5.0 FAKULTAS PSIKOLOGI UMBY.

Marlinah, L. (2019) ‘Pentingnya peran perguruan tinggi dalam mencetak SDM yang
berjiwa inovator dan technopreneur menyongsong era society 5.0’, Jurnal
IKRA-ITH Ekonomika, 2, pp. 17–25.
Monks (2016) Psikologi perkembangan: Pengantar dalam berbagai bagiannya.
Yogyakarta: UGM Press.

Permatasari, A. (2015) ‘Membangun kualitas bangsa dengan budaya literasi’,


Prosiding Seminar Nasional Bulan Bahasa UNIB, pp. 146–155.

Raharja, H. Y. (2019) ‘Relevansi pancasila era industri 4.0 dan society 5.0 di
pendidikan tinggi vokasi’, Journal of Digital Education, Communication and
Arts, 2, pp. 11–20.

Suragangga (2017) ‘Mendidik lewat literasi untuk pendidikan berkualitas’, Jurnal


Penjaminan Mutu, 3, pp. 154–163.

Tarmudji, T. (2011) Pengembangan diri. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai