Anda di halaman 1dari 17

LITERASI UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Maimunah
Pendidikan Bahasa Indonesia, Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta
maimunah@mhs.unj.ac.id

Abstrak
Kegiatan literasi selama ini identik dengan aktivitas membaca dan menulis.
Namun, literasi juga mencakup bagaimana seseorang berkomunikasi dalam
masyarakat. Literasi juga bermakna praktik dan hubungan sosial yang terkait
dengan pengetahuan, bahasa, dan budaya. Literasi tidak hanya memperkaya
khazanah keilmuan individu, namun juga dapat menciptakan peluang bagi orang
lain untuk mengembangkan keterampilan mereka. Literasi memiliki peranan
penting bagi kelangsungan hidup manusia seperti memecahkan masalah,
menganalisis, memahami informasi dan lain-lain. Dengan demikian, literasi
sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan, tingkat literasi
masyarakat suatu bangsa menjadi pondasi sebuah bangsa. Jika masyarakat
tidak dapat dapat membaca dan menulis, maka kualitas negara dinyatakan
rendah. Oleh karena itu, literasi sangat penting diterapkan di seluruh
masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pentingnya literasi dalam
dunia pendidikan, strategi pembelajaran literasi di semua jenjang, prinsip
pengembangan multiliterasi di sekolah, keterkaitan karya sastra dengan
pembelajaran literasi, dan ragam teks serta analisisnya.

Kata kunci : Literasi, Multiliterasi, strategi literasi, karya sastra, ragam teks,
kualitas pendidikan

PENDAHULUAN

Indonesia memiliki minat membaca dan menulis yang masih tergolong rendah. Hal ini
berdasar Penelitian oleh Programme for International Student Assessment (PISA) tahun
2018 menunjukkan bahwa kemampuan literasi siswa Indonesia berada di peringkat 72
dari 77 negara yang berpartisipasi dan Penelitian Kemendik RI Tahun 2019 yang
menunjukan bahwa hanya 58,8% siswa SD yang memiliki kemampuan literasi yang
baik serta Penelitian oleh UPI Tahun 2020 menunjukan bahwa siswa yang memiliki
kemampuan literasi yang baik memiliki prestasi akademik yang lebih baik.

Data tersebut juga didukung oleh hasil tes Progress International Reading Literacy
Study (PIRLS) tahun 2011 yang mengevaluasi kemampuan membaca peserta didik
kelas IV menempatkan Indonesia pada peringkat ke-45 dari 48 negara peserta dengan
skor 428, di bawah nilai rata-rata 500 (IEA, 2012). Sementara itu, survei yang
mengevaluasi kemampuan peserta didik berusia 15 tahun dilakukan oleh Programme
for International Student Assessment (PISA) yang mencakup membaca, matematika,
dan sains. Peserta didik Indonesia berpartisipasi dalam PISA 2009 dan 2012 yang
keduanya diikuti oleh 65 negara peserta. Khusus dalam kemampuan membaca,
Indonesia yang semula pada PISA 2009 berada pada peringkat ke-57 dengan skor 396
(skor rata-rata OECD 493), ternyata pada PISA 2012 peringkatnya menurun, yaitu
berada di urutan ke-64 dengan skor 396 (skor rata-rata OECD 496) (OECD, 2013).
Data ini selaras dengan temuan UNESCO (2012) terkait kebiasaan membaca
masyarakat Indonesia, bahwa hanya satu dari 1.000 orang masyarakat Indonesia yang
membaca. Berdasarkan permasalah-permasalah tersebut, menunjukan bahwa
kemampuan literasi peserta didik di Indonesia sangat rendah dan menegaskan
pemerintah memerlukan strategi agar kemampuan peserta didik di Indonesia
meningkat.

Menurut buku Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah, untuk mengatasi permasalahan
literasi tersebut. Pemerintah mengintegrasikan/menindaklanjuti program sekolah yang
tertuang pada Permen RI Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti
melalui program Gerakan Literasi Sekolah (GLS). Melalui GLS ini, literasi dianggap
mencakup upaya mengembangkan potensi kemanusiaan dari segi kecerdasan
intelektual, emosi, bahasa, estetika, sosial, spiritual, dan daya adaptasi terhadap
perkembangan arus teknologi dan informasi. Dengan demikian, literasi tidak dapat
dipisahkan dengan dunia pendidik. Melalui literasi, peserta didik dapat mengenal,
memahami, dan menerapkan ilmu yang didapatkan di bangku sekolah. Melalui tulisan
ini, penulis menyampaikan informasi terkait pentingnya literasi, prinsip pengembangan
dan implementasi literasi di berbagai objek.

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan oleh peneliti adalah metode penelitian kualitatif dengan
pendekatan studi kepustakaan (library research). Pada metode ini Sugiyono (2015: 36)
mengungkapkan peneliti berhadapan langsung dengan teks yang menjadi sumber
penelitian. Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan sumber-sumber daya dan
diteliti yang mana literaturnya dikutip dari berbagai sumber dan peneliti menarik
kesimpulan. Sukardi (2021: 49) menyatakan bahwa studi Pustaka (library research)
adalah bahan studi kepustakaan sebagai sumber referensi bermacam-macam antara
lain jurnal penelitian, hasil penelitian, abstrak, narasumber, buku, dan internet.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sesuai dengan masalah yang diteliti, fokus pembahasan pada penelitian ini adalah
membahas tentang pentingnya literasi di abad 21, strategi pengajaran literasi di semua
jenjang, prinsip pengembangan multiliterasi di sekolah, keterkaitan karya sastra dengan
pembelajaran literasi, dan ragam teks serta analisisnya. Dengan demikian, diharapkan
seluruh pembahasan ini dapat mencakup informasi tentang literasi.

Pentingnya Literasi

Kegiatan literasi selama ini identik dengan aktivitas membaca dan menulis. Namun,
Deklarasi Praha pada tahun 2003 menyebutkan bahwa literasi juga mencakup
bagaimana seseorang berkomunikasi dalam masyarakat. Literasi juga bermakna praktik
dan hubungan sosial yang terkait dengan pengetahuan, bahasa, dan budaya
(UNESCO, 2003). Deklarasi UNESCO itu juga menyebutkan bahwa literasi informasi
terkait pula dengan kemampuan untuk mengidentifikasi, menentukan, menemukan,
mengevaluasi, menciptakan secara efektif dan terorganisir, menggunakan dan
mengomunikasikan informasi untuk mengatasi berbagai persoalan. Kemampuan
Kemampuan itu perlu dimiliki tiap individu sebagai syarat untuk berpartisipasi dalam
masyarakat informasi, dan itu bagian dari hak dasar manusia menyangkut
pembelajaran sepanjang hayat.

Pada zaman sekarang, literasi memiliki makna yang luas dan tak lagi bermakna
tunggal. Ada bermacam-macam keberaksaraan atau literasi, seperti literasi komputer
(komputer literacy), literasi media (media literacy), literasi teknologi (technology
literacy), literasi ekonomi (economy literacy), literasi informasi (information literacy), dan
literasi moral (moral literacy). Literasi dapat diartikan sebagai melek teknologi, melek
informasi, berpikir kritis, peka terhadap lingkungan, bahkan peka terhadap lingkungan
dan politik saat ini.

literasi tidak hanya memperkaya khazanah keilmuan individu, namun juga dapat
menciptakan peluang bagi orang lain untuk mengembangkan keterampilan mereka.
Literasi memiliki peranan penting bagi kelangsungan hidup manusia seperti
memecahkan masalah, menganalisis, memahami informasi dan lain-lain. Dengan
demikian, literasi sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan, tingkat
literasi masyarakat suatu bangsa menjadi pondasi sebuah bangsa. Jika masyarakat
tidak dapat dapat membaca dan menulis, maka kualitas negara dinyatakan rendah.
Oleh karena itu, literasi sangat penting diterapkan di seluruh masyarakat.

Selain literasi sebagai cerminan dan pondasi suatu negara. Literasi juga memegang
peranan penting dalam berbagai sektor seperti: 1) Pendidikan, literasi dini seperti
membaca dan menulis menjadi literasi dasar yang harus dikuasai karena
mempengaruhi proses pembelajaran di jenjang selanjutnya; 2) Pekerjaan, saat ini
seseorang yang memiliki keterampilan literasi yang baik, maka akan lebih produktif dan
sukses di pekerjaan; 3) Kehidupan sehari-hari, melalui kemampuan literasi kita dapat
mengakses informasi dan membuat keputusan yang tepat dalam hidup seperti
memahami komposisi makanan, instruksi obat, dan formulir penting; 3) Demokrasi, kita
dapat memahami masalah-masalah publik dengan kemampuan literasi kritis.

Dengan demikian, literasi penting bagi semua orang baik anak-anak hingga orang
dewasa. Literasi penting bagi siswa untuk sukses di sekolah, bagi mahasiswa di
universitas, dan bagi pekerja atau yang lainnya di bidang yang ditekuni/dijalaninya.

Prinsip Pengembangan Multiliterasi di Sekolah

Berdasarkan definisi dan jenis literasi yang telah dipaparkan sebelumnya, literasi tidak
hanya merujuk pada kemampuan baca dan tulis secara literer, melainkan kemampuan
memahami, memanfaatkan, menerapkan, dan mengembangkan bahasa dan
keterampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca, memirsa, menulis) dalam
berbagai bidang sesuai konteksnya. Prinsipnya, manusia harus melek berbagai bidang.
Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi hal yang mutlak dicapai.

Pada abad ke-21 ini, masyarakat harus menguasai keenam literasi yang telah
dijelaskan pada bagian sebelumnya, kemampuan literasi dapat dikembangkan dengan
multiliterasi di sekolah. Multiliterasi dapat dimaknai sebagai sebuah keterampilan yang
mampu menggunakan berbagai cara untuk menyampaikan ide ide dan gagasan baik
secara tulis maupun lisan; baik dengan menggunakan teks konvensional, teks inovatif,
simbol simbol, maupun perangkat multimedia dengan harapan bahwa multiliterasi dapat
diterapkan di sekolah dan peserta didik memperoleh bekal kecakapan sepanjang
hayat.

Pada kurikulum merdeka, guru harus memiliki strategi mengajar yang mengembangkan
kemampuan siswa dengan melibatkan siswa dalam proses pembelajaran yang
diperoleh dari pengetahuan awal yang dimiliki siswa, teks/sumber belajar, dan media
pembelajaran yang dapat digunakan pada proses pembelajaran. Salah satu model
pembelajaran yang harus dikuasai guru adalah model multiliterasi.

Multiliterasi merupakan pembelajaran yang menempatkan kemampuan membaca,


menulis, menyimak, dan berbicara seefisien mungkin untuk meningkatkan kemampuan
berpikir meliputi kemampuan mengkritisi, menganalisis, dan mengevaluasi informasi
dari berbagai sumber dalam berbagai ragam disiplin ilmu dan kemampuan
mengkomunikasikan informasi tersebut (Abidin: 2014). Berdasarkan definisi tersebut
multiliterasi dapat diintegrasikan dengan keterampilan abad ke-21, dalam proses
pembelajaran multiliterasi dapat dikembangan dan diimplementasikan seperti
membiasakan siswa untuk melakukan penelitian sederhana, pengamatan, eksperimen,
observasi, dan melaksanakan aktivitas pengumpulan data dari berbagai sumber
dengan teknik wawancara dan lain sebagainya.

Pembelajaran Multiliterasi ini melibatkan siswa untuk senantiasa aktif dalam


mengajukan pertanyaan dan membuat kesimpulan. Multiliterasi yang
diimplementasikan dalam proses pembelajaran juga bersifat menantang dan siswa
dapat memiliki rasa percaya diri, cerdas, komunikatif, berani, dan berkarakter sehingga
meningkatkan kemampuan berpikir kritis, memiliki pemahaman konseptual, kolaboratif,
dan komunikatif.

Pada pembelajaran Bahasa Indonesia, Multiliterasi dapat dikembangkan dengan siswa


memahami dan menganalisis berbagai jenis teks dan media dengan berdiskusi,
mencari referensi daring atau luring, dan pengumpulan data dari berbagai sumber.
Guru juga dapat menggunakan model multiliterasi dalam proses pembelajaran, seperti:
a. Model pembangkit dan pembentuk pemahaman keterampilan
Model ini ada di kehidupan sehari-hari berdasarkan keberagaman model literasi
yang ada seperti model literasi tekstual (brosur, pamphlet, artikel ilmiah, koran,
majalah, buku, dan beragam teks lainnya), literasi visual (karikatur, rambu-rambu
lalu lintas, lukisan, model visual lainnya yang terkandung pesan dan makna),
literasi musical (syair, lagu, musikalisasi, tari, dll), literasi digital (internet, film,
dll)
b. Model Pembantu Proses Pembelajaran
Pada konteks multiliterasi model ini adalah Lembar Kerja Proses (LKP) yaitu
seperangkat tugas yang menuntut siswa untuk beraktivitas dna mencatat seluruh
hasil aktivitas pada lembar tersebut. LKP wajib memiliki komponen konteks
permasalah, tugas, dan isian.
c. Model Representasi Pemahaman dan Keterampilan
Model ini berfungsi sebagai piranti bagi siswa untuk mendemonstrasikan segala
pemahaman dan keterampilan yang diperoleh siswa selama proses
pembelajaran seperti poster konten, mini book, brosur, kalender cerita, dan
beragam model digital lainnya.

Melalui model-model Multiliterasi tersebut, guru dapat mengimplementasikan dan


mengembangkan Multiliterasi pada setiap mata pelajar agar proses pembelajaran
semakin menarik dan siswa diharapkan dapat menjadi pembelajar yang mandiri dan
produktif serta mampu menghadapi tantangan di abad ke-21.
Strategi Pengajaran Literasi di Semua Jenjang

Strategi literasi dalam pembelajaran adalah untuk membangun pemahaman siswa,


keterampilan menulis, dan keterampilan komunikasi secara menyeluruh. Tiga hal ini
akan bermuara pada pengembangan karakter dan keterampilan berpikir tingkat tinggi.
Selama ini berkembang pendapat bahwa literasi hanya ada dalam pembelajaran
bahasa atau di kelas bahasa. Pendapat ini tentu saja tidak tepat karena literasi
berkembang rimbun dalam bidang matematika, sains, ilmu sosial, teknik, seni,
olahraga, kesehatan, ekonomi, agama, prakarya dll. (Robb: 2003) Konten dalam
pembelajaran adalah apa yang diajarkan, adapun literasi adalah bagaimana
mengajarkan konten tersebut. Oleh sebab itu, Salah satu tujuan penting dari strategi
literasi dalam pembelajaran konten adalah untuk membentuk siswa yang mampu
berpikir kritis dan memecahkan masalah (Ming: 2012).

Pembelajaran yang menerapkan strategi literasi penting untuk menumbuhkan pembaca


yang baik dan kritis dalam bidang apapun. Berdasarkan beberapa sumber, dapat
disarikan tujuh karakteristik pembelajaran yang menerapkan strategi literasi yang dapat
mengembangkan kemampuan metakognitif (Beers: 2010 dan Pahl&Rowsell: 2005),
antara lain: 1. Pemantauan pemahaman teks (siswa merekam pemahamannya
sebelum, ketika, dan setelah membaca). 2. Penggunaan berbagai moda selama
pembelajaran (literasi multimoda) 3. Instruksi yang jelas dan eksplisit. 4. Pemanfaatan
alat bantu seperti pengatur grafis dan daftar cek. 5. Respon terhadap berbagai jenis
pertanyaan. 6. Membuat pertanyaan. 7. Analisis, sintesis, dan evaluasi teks. 8.
Meringkas isi teks.

Pengajaran literasi tak hanya membangun keterampilan siswa namun juga


mengembangkan karakter dan meningkatkan kognisi siswa melalui pengembangan
kemampuan metakognitif. Selain itu, pengajaran literasi dapat diterapkan di semua
jenjang dengan mengaplikasikan strategi pengajaran literasi yang berlandaskan pada
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah (Kemendikbud: 2018) yaitu:
1. Guru dapat menciptakan lingkungan literasi yang kondusif
Lingkungan yang kondusif mendorong siswa untuk membaca, menulis, dan
berdiskusi tentang berbagai jenis teks. Lingkungan ini dapat diciptakan dengan
menyediakan berbagai bahan bacaan seperti buku, majalah, koran, dan artikel
dan memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk membaca dan menulis di
berbagai kesempatan.
2. Menggunakan berbagai strategi pembelajaran
Di semua jenjang, guru dapat menggunakan berbagai macam strategi
pembelajaran literasi untuk meningkatkan kualitas peserta didik seperti
membaca intensif, membaca kritis, membaca dan menulis kreatif, diskusi, dan
presentasi.
3. Memberikan umpan balik yang konstruktif
Saat proses pembelajaran, guru dapat memberikan umpan balik secara verbal
atau tertulis. Misalnya, di jenjang sekolah dasar guru menerapkan strategi
pembelajaran literasi yang menyenangkan dan interaktif seperti bermain peran
dan membaca cerita bersama. Di jenjang sekolah menengah pertama, guru
menggunakan strategi pembelajaran literasi yang lebih kompleks seperti
membaca intensif untuk memahami informasi. Di jenjang sekolah menengah
atas, guru menerapkan strategi literasi yang lebih kritis seperti menganalisis teks
dari berbagai sudut pandang, menulis karya ilmiah, dan melakukan penelitian.

Dengan menerapkan strategi pengajaran literasi yang tepat. Literasi dapat diterapkan di
semua jenjang untuk mengembangkan kemampuan literasi siswa dan memperoleh
pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk sukses di sekolah dan
kehidupan.

Keterkaitan Karya Sastra dengan Literasi

Karya sastra berkaitan erat dengan literasi karena karya sastra merupakan salah satu
bentuk teks yang perlu dipahami dan dievaluasi. Hal ini berhubungan dengan literasi
karena literasi dapat dimaknai sebagai kemampuan memahami, menggunakan, dan
mengevaluasi berbagai macam teks. Selain itu, sebagai piranti komunikasi, Literasi
dapat dianalogikan sebuah mata rantai antarketerampilan berbahasa yang tidak
terpisahkan. Keterkaitan antara membaca dan menulis seperti dua sisi mata uang.
(Klein: 1991) Orang yang dapat menulis dengan baik akan cenderung memiliki
kemampuan membaca yang baik. Sebaliknya, orang yang memiliki kemampuan
membaca yang baik cenderung dapat menjadi penulis yang baik.

Pembelajaran Bahasa Indonesia, karya sastra yang digunakan berupa puisi, novel,
drama, cerpen, dll. Dalam membaca sastra merupakan kegiatan yang sederhana
namun kompleks. Bagi pembaca awam membaca hanya untuk keperluan rekreasi saja.
Sebaiknya bagi pembaca serius (mahasiswa sastra dan guru sastra), membaca sastra
adalah sangat kompleks. Pada saat membaca perlu penafsiran lambang dan simbol
dalam teks, menganalisis, menyintensiskan, kemudian menyimpulkan pesan dalam teks
sastra. Untuk menguasai karya sastra, maka dibutuhkanlah pengajaran literasi dalam
karya sastra karena sastra merupakan salah satu bentuk teks, melalui literasi siswa
dapat memahami isi cerita tersebut. Karya sastra juga memiliki banyak unsur yaitu
intrinsik dan ekstrinsik, unsur inilah yang membangun sebuah cerita dengan
kemampuan literasi yang baik, siswa dapat memahami persoalan keteladanan tokoh,
memahami persoalan agama, kesetaraan gender, sejarah bangsa, dan persoalan lain
yang terdapat di karya sastra. (Suroso: 2015) . Dengan memahami karya sastra dan
literasi, guru dapat menerapkan pembelajaran sastra yang lebih efektif untuk
meningkatkan kemampuan literasi peserta didik.

Ragam Teks dan Analisisnya

Istilah 'genre' sebenarnya telah dikenal sejak lama dari berbagai perspektif, termasuk
studi sastra, budaya populer, linguistik, pedagogi dan yang lebih baru adalah dalam
pendidikan literasi. (Beniati: 2019). Menurut (Hyon: 2011) pendekatan berbasis genre
adalah pendekatan yang menekankan pada hubungan antara jenis teks dan
konteksnya. 5 Pendekatan ini bertujuan untuk membantu siswa menjadi peserta yang
aktif dalam lingkungan akademik dan profesionalnya serta dalam komunitas yang lebih
luas.
Genre dengan tipe teksnya diklasifikasikan menjadi 5 kelompok yakni menggambarkan
(describing) dengan tipe teks laporan serta deskripsi, menjelaskan (explaining) dengan
tipe teks eksplanasi, memerintah (instructing) dengan tipe teks instruksi/prosedur,
berargumen (arguing) dengan tipe teks eksposisi dan diskusi, serta menceritakan
(narrating) dengan tipe teks rekon (recount), narasi, dan puisi. Dengan sebaran teks
sebagai berikut:

Setiap teks dapat dianalisis secara literasi kritis. Berikut contoh teks dan analisisnya:

1. Ragam/genre : Teks fiksi


Teks : teks fabel

Teks fabel merupakan salah satu cerita imaginasi/fantasi merupakan sebuah karya tulis
yang dibangun menggunakan alur cerita yang normal, namun memiliki sifat imajinatif
dan khayalan semata. Umumnya unsur unsur dan struktur cerita fantasi ini seperti
setting, alur, penokohan, konflik, ending dan lain sebagainya akan dibuat berlebihan
dan terkesan tidak akan pernah terjadi di dunia nyata. Ketika kita membaca contoh
cerita fantasi pun kita juga akan langsung menyadari bahwa cerita tersebut tidak akan
pernah terjadi di dunia nyata maka dari itu disebut dengan fantasi. Pada teks fabel
memiliki struktur yang sama dengan teks narasi yaitu Orientasi, konflik, dan resolusi.
Teks fabel ini memiliki struktur pembangun layaknya teks-teks lain. Berikut ini 4 struktur
teks fabel beserta penjelasannya.
a. Orientasi, adalah bagian yang terdapat pada awal cerita. Pada bagian ini
dijelaskan tentang para tokoh-tokoh yang ada, suasana, tempat dan waktu, serta
pengenalan background kepada pembaca atau pendengar.
b. Komplikasi, adalah bagian yang dimana tokoh-tokoh yang ada (biasanya
tokoh utama) menemui suatu permasalahan
yang kompleks dan menjadi puncak masalah dalam cerita tersebut. Bagian ini
juga bisa disebut inti dari cerita.
c. Resolusi, adalah bagian yang dimana tokoh yang ada mampu menyelesaikan
atau memiliki solusi atas masalah yang dihadapinya. Bisa juga tokoh utama
mengalami suatu masalah dimana ia tidak bisa menyelesaikan masalahnya
tersebut.
d. Koda, adalah bagian akhir yang umumnya sering diselipkan nilai-nilai moral atau
amanat yang bisa diambil dari cerita tersebut.

Selain itu, teks fabel tersebut memuat unsur kebahasaan, berikut beberapa kaidah
kebahasaan yang terdapat pada teks fabel tersebut.
a. Kata Kerja (Verba) Di dalam teks ini terdapat kata kerja atau verba. Kata kerja
ini menunjukkan adanya suatu kegiatan atau pekerjaan yang sedang dilakukan.
Pada umumnya, terdapat 2 jenis kata kerja yang sering digunakan yaitu kata
kerja aktif transitif dan kata kerja aktif intransitif. Berikut
penjelasannya.
b. Kata Kerja Aktif Transitif adalah kata kerja yang
membutuhkan objek di dalam
kalimatnya. Contohnya adalah membagikan. Jadi kata
membagikan harus diikuti oleh objek, yaitu apa yang
dipegang. Misalnya “Ia selalu membagikan hasil
penjualan garamnya“. Jadi tidak bisa hanya dengan
“Dia membagikan”.
c. Kata Kerja Aktif Intransitif adalah kata kerja yang tidak membutuhkan objek
dalam kalimatnya. Contoh kalimatnya misalnya “Keledai beristirahat”. Hanya
dengan kalimat seperti itu saja tanpa melihat objeknya orang sudah tahu kalau
Keledai sedang istirahat.
d. Penggunaan Kata Sandang Si dan Sang Pada teks fabel banyak ditemukan
berbagai kata Si dan Sang, seperti Si Kancil, Sang Kancil, Si Kepompong, Sang
Harimau. Ini adalah ciri khas teks fabel. Namun, pada teks fabel di atas tidak
terdapat penggunaan kata sandang.
e. Penggunaan Keterangan Tempat dan Waktu Dalam teks ini ada banyak kalimat
yang menunjukkan lokasi dan waktu yang
sedang terjadi di dalam cerita tersebut. Misalnya
“Di perjalanan menuju perkotaan”,
f. Penggunaan Konjungsi Seperti pada teks-teks lainnya, terdapat konjungsi atau
kata hubung yang menghubungkan 2 kalimat
atau lebih, misalnya: Penjual tersebut berkata
bahwa karung yang dibawanya tidak berisi
garam, tetapi berisi sekumpulan kapas

2. Ragam/genre : Teks fiksi


Teks : Teks Puisi

Analisis Unsur fisik teks puisi tersebut adalah:


a. Tipografi
Bentuk wajah yang ditampilkan pada puisi tersebut cukup menarik. Penulisannya
rata kiri. Bagian kanan tulisan terlihat tidak teratur. Terkesan singkat dan indah
karena tiap baris puisi hanya disusun oleh beberapa kata saja. Bahkan ada yang
satu baris hanya terdiri satu kata. Jadi, baris-baris dalam puisi itu tidak panjang-
panjang, melainkan pendek. Selain itu, setiap baris tidak diawali dengan huruf
kapital. Beberapa baris diawali huruf kapital dan lainnya diawali huruf kecil.
b. Diksi
Diksi yang digunakan penyair adalah kata-kata yang bernada ragu, lemah,
bimbang, dan rapuh. Sebagai contoh pengarang menggunakan kata-kata “Dalam
termenung”, “Biar susah sungguh”, “Aku hilang bentuk”, “Remuk”.
c. Imaji
Imaji yang muncul dalam puisi tersebut diantaranya adalah sebagai berikut. Imaji
penglihatan terdapat pada kata-kata “tinggal kerdip lilin di kelam sunyi”. Penyair
mengajak pembaca melihat seberkas cahaya kecil walau hanya sebuah
perumpamaan. Imaji pendengaran terdapat pada “aku masih menyebut
namaMu”. Pembaca diajak seolah-olah mendengar ucapan tokoh aku dalam
menyebut nama Tuhan. Imaji sentuh atau rasa terdapat pada kata-kata “cahaya-
mu panas suci”. Penyair menyampaikan kepada pembaca nikmatnya sinar suci
Tuhan sehingga pembaca seolah-olah merasakannya.
d. Kata Konkret
Kata-kata konkret yang dipakai pengarang diantaranya sebagai berikut. Kata
“termangu”, untuk mengkonkritkan bahwa penyair mengalami krisis iman yang
membuatnya sering ragu terhadap Tuhan. Kata-kata “tinggal kerdip lilin dikelam
sunyi”, untuk mengkonkritkan bahwa penyair mengalami krisis iman. Kata-kata
“aku hilang bentuk/remuk”, untuk mengkonkritkan gambaran bahwa penyair telah
dilumuri dosa-dosa Kata-kata “di pintumu aku mengetuk, aku tidak bisa
berpaling” , untuk mengkonkritkan bahwa tekad penyair yang bulat untuk kembali
ke jalan Tuhan”
e. Gaya Bahasa
Gaya bahasa yang muncul didominasi oleh majas hiperbola, yaitu melebih-
lebihkan. Sebagai contoh kata-kata “Biar susah sungguh / mengingat kau penuh
seluruh” atau kata kata “Tuhanku / aku hilang bentuk / remuk
f. Verifikasi
Untuk rima akhirnya mempunyai pola yang tidak beraturan. Sebagai contoh, bait
ke-1 hanya terdiri satu baris yang berarti mempunyai rima akhir a. untuk bait ke-2
terdiri dari tiga baris dengan rima akhir a-a-a. Begitu pula untuk bait ke-3 dan ke-
4 mempunyai rima akhir a-a, a-a. Untuk bait-bait selanjutnya tidak menentu rima
akhirnya.
Analisis Struktur Batin teks puisi tersebut, adalah:
a. Tema
Tema puisi tersebut adalah ketuhanan. Hal itu karena diksi yang digunakan
sangat kental dengan kata-kata yang bermakna ketuhanan. Perasaan Perasaan
dalam puisi tersebut adalah perasaan terharu dan rindu. Perasaan tersebut
tergambar dari diksi yang digunakan antara lain: termenung, menyebut nama-
Mu, aku hilang bentuk, remuk, aku tak bisa berpaling.
b. Nada
Nada dalam puisi tersebut adalah mengajak (ajakan) agar pembaca menyadari
bahwa hidup ini tidak bisa berpaling dari ketentuan Tuhan. Karena itu,
dekatkanlah diri kita dengan Tuhan.
c. Amanat Amanat yang dapat kita ambil dari puisi tersebut diantaranya adalah
agar kita (pembaca) bisa menghayati hidup dan selalu merasa dekat dengan
Tuhan. Agar kita bisa merenung (termenung) seperti yang dicontohkan penyair.

3. Ragam/genre : Teks Non fiksi


Teks : Teks Negosiasi
Teks negosiasi memang belum banyak dikenalkan pada buku teks sebelum
kurikulum 2013. Teks negosiasi atau negosiasi adalah suatu bentuk interaksi
sosial yang berfungsi untuk mencapai penyelesaian bersama di antara pihak-
pihak yang mempunyai perbedaan kepentingan. Hal yang membedakan teks
negosiasi dengan teks lainnya yakni teks ini memiliki ciri-ciri yaitu: a)
menghasilkan kesepakatan (yang saling menguntungkan); b) mengarah pada
tujuan praktis; c) memprioritaskan kepentingan bersama; d) merupakan sarana
untuk mencari penyelesaian.

Pada teks negosiasi tersebut. Penjelasan Pihak yang bernegosiasi adalah wali
kelas dan ketua kelas. Bahasa yang digunakan oleh keduanya sangat santun
dan tidak saling menyela. Solusi yang ditawarkan pun tidak akan merugikan
kedua pihak karena mengambil jalan untuk menemui kepala sekolah yang
menjadi pejabat berwenang untuk memutuskan sesuatu. Keresahan wali kelas
tidak akan berlanjut karena hasil keputusan apapun bersumber dari atasan.
Siswa pun memiliki kebebasan untuk memilih objek sesuai dengan keinginan
mereka meski harus didiskusikan dahulu dengan kepala sekolah. Inilah yang
dinamakan win-win solution atau kesepakatan yang tidak merugikan sebelah
pihak

Analisis literasi kritis yang dapat diterapkan dalam ragam teks pembelajaran Bahasa
Indonesia. Melalui literasi kritis kita sebagai pembaca dapat memahami, menggunakan,
dan mengevaluasi teks secara maksimal.

SIMPULAN
Literasi sangat penting dikuasai oleh setiap orang karena menjadi pemahaman
dan keterampilan dasar untuk berkomunikasi, memahami teks, dan sukses di sekolah
dan di dunia kerja/kehidupan. Kememampuan literasi dapat ditingkat dengan strategi
literasi dapat diajarkan di semua jenjang pendidikan dari TK hingga Universitas. Selain
itu, literasi juga berkaitan erat dengan karya sastra karena sastra merupakan komponen
objek yang dipelajari dalam pembelajaran di sekolah, melalui pemahaman dan analisis
karya sastra dapat memberikan kita banyak manfaat bagi kehidupan.

DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Yunus. 2016. Pembelajaran Multiliterasi: Sebuah Jawaban atas Tantangan
Pendidikan Abad ke-21 dalam Konteks Keindonesiaan. Bandung: Refika
Aditama.
Klein, Marven., Peterson, Susan dan Linda Simington. 1991. Teaching Reading in
Elementary Grades. USA: Allyn and Bacon
Lestyarini, Beniati. 2019. Pendalaman Materi Bahasa Indonesia Modul 6 Genre Teks
dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Ming, K. 2012. "10 Content-Area Literacy Strategies for Art, Mathematics, Music, and
Physical Education. The Clearing House, 85: 213-220.

Permatasari, Ane. 2015. “Membangun Kualitas Bangsa dengan Budaya Literasi”


Prosiding Seminar Nasional Bulan Bahasa UNIB. Yogyakarta: Dosen Prodi Ilmu
Pemerintahan Fisipol Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Robb, L. 2003. Teaching Reading in Social Studies, Science, and Math: Practical Ways
to Weave Comprehension Strategies Into Your Content Area Teaching. New
York: Scholastic Professional Books.
Satgas GLS Ditjen Dikdasmen. 2018. Strategi Literasi dalam Pembelajaran di Sekolah
Menengah Pertama. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Sugiyono. 2014. Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Alfabeta.
Sukardi. 2021. Metode Penelitian Pendidikan: Kompetensi dan Praktiknya, Edisi Revisi.
Jakarta: Bumi Aksara.
Suroso. 2015. ”Strategi Literasi dalam Pembelajaran Sastra Melalui Perspektif Budaya”
Prosiding Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III. Surakarta: Program
Pascasarjana UNS.
Wiedarti, Pangesti dan Kisyani-Laksono (ed.). 2016. Desain Induk Gerakan Literasi
Sekolah. Jakarta: Dikdasmen, Kemdikbud.
https://ditsmp.kemdikbud.go.id/3-strategi-penting-membangun-budaya-literasi-di-
sekolah/

Anda mungkin juga menyukai