Patofisiologi hipertensi
Menurut (alfa sylvestris, 2014) Patofisiologi terjadinya hipertensi adalah
melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I converting
enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan
darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi di hati. Selanjutnya oleh
hormon renin akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di
paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II.
Renin disintesis dan disimpan dalam bentuk inaktif yang disebut prorenin
dalam sel-sel jukstaglomerular (sel JG) pada ginjal. Sel JG merupakan modifikasi dari
sel-sel otot polos yangterletak pada dinding arteriol aferen tepat diproksimal
glomeruli. Bila tekanan arteri menurun, reaksi intrinsik dalam ginjal itu sendiri
menyebabkan banyak molekul protein dalam sel JG terurai dan melepaskan renin.
Angiotensin II adalah vasokonstriktor yang sangat kuat dan memiliki
efek-efek lain yang juga mempengaruhi sirkulasi. Selama angiotensin II ada dalam
darah, maka angiotensin II mempunyai dua pengaruh utama yang dapat
meningkatkan tekananarteri. Pengaruh pertama, yaitu vasokonstriksi, timbul dengan
cepat. Vasokonstriksi terjadi terutama pada arteriol dan sedikit lemah pada vena.
Cara kedua dimana angiotensin II meningkatkan tekanan arteri adalah dengan
bekerja pada ginjal untuk menurunkan ekskresi garam dan air.
Vasopresin, disebut juga antidiuretic hormone (ADH), bahkan lebih kuat daripada
angiotensin sebagai vasokonstriktor, jadi kemungkinan merupakan bahan
vasokonstriktor yang paling kuatdari ubuh. Bahan ini dibentuk di hipotalamus tetapi
diangkut menuruni pusat akson saraf ke glandula hipofise posterior, dimana
akhirnya disekresi kedalam darah.
Aldosteron, yang disekresikan oleh sel-sel zona glomerulosa pada korteks
adrenal, adalah suatu regulator penting bagi reabsorpsi natrium (Na+) dan
sekresi kalium (K+) oleh tubulus ginjal. Tempat kerja utama aldosteron adalah
pada sel-sel prinsipal di tubulus koligentes kortikalis. Mekanisme dimana aldosteron
meningkatkan reabsorbsi natrium sementara pada saat yang sama meningkatkan
sekresi kalium adalah dengan merangsang pompa natrium-kalium ATPase pada sisi
basolateral dari membran tubulus koligentes kortikalis. Aldosteron juga
meningkatkan permeabilitas natrium pada sisi luminal membran.
b. Manifestasi klinis
Menurut (ibrahim, 2011) Pada hipertensi tanda dan gejala dibedakan menjadi 2
1) Tidak Bergejala:
maksudnya tidak ada gejala spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan
tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa, jika
kelainan arteri tidak diukur, maka hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa.
2) Gejala yang lazim:
Gejala yang lazim menyertai hipertensi adalah nyeri kepala, kelelahan. Namun hal ini
menjadi
gejala yang terlazim pula pada kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.
Manifestasi klinis pasien hipertensi diantaranya:
mengeluh sakit kepala, pusing, lemas, kelelahan, gelisah, mual dan muntah,
epistaksis, kesadaran menurun. Gejala lainnya yang sering ditemukan: marah,telinga
berdengung, rasa berat di tengkuk, sukar tidur, mata berkunang-kunang.
c. Penatalaksanaan medis hipertensi
Menurut (ibrahim, 2011) Penatalaksanaan menggunakan non farmakologi
Penatalaksanaan hipertensi dengan menggunakan non farmakologi adalah
sebagai berikut:
1. Pengaturan diet
Berbagai studi menunjukan bahwa diet dan pola hidup sehat atau dengan obat-obatan
yang menurunkan gejala gagal jantung dan dapat memperbaiki keadaan hipertrofi
ventrikel kiri. Beberapa diet yang
dianjurkan:
a) Rendah garam, diet rendah garam dapat menurunkan tekanan darah pada pasien
hipertensi. Dengan pengurangan konsumsi garam dapat mengurangi stimulasi sistem
renin-angiotensin sehingga sangat berpotensi sebagai anti hipertensi. Jumlah asupan
natrium yang
dianjurkan 50-100 mmol atau setara dengan 3-6 gram garam per hari
b) Diet tinggi kalium, dapat menurunkan tekanan darah tetapi mekanismnya belum
jelas. Pemberian kalium secara intravena dapat menyebabkan vasodilatasi, yang
dipercaya dimeditasi oleh oksida nitrat pada dinding vaskular
c) Diet kaya buah dan sayur
d) Diet rendah kolesterol sebagai pencegahan terjadinya jantung koroner