Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PRAKTIKUM FITOTERAPI

FITOTERAPI PADA KASUS HIPERTENSI

DISUSUN OLEH :
Aloysia Aprilla Dewi S. 165070500111028
Firda Uswatul Uliyah 165070501111016
I'id Wahidatul Karomiyah 165070501111018
Intan Nur’aini 165070501111002
Nabila Maretha 165070501111020
Nurlita Dwi Rahmaningtia 165070500111024
Rory Anggi Okta S. 165070501111004
Salsabila Pawitrasari 165070501111008
Sinta Oki Lianara 165070501111012
Tia Eka Aprilia 165070501111010
Teuku Irma Melinda 165070501111026

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
TA 2018/2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 HIPERTENSI
Patofisiologi terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari
angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis
penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi di
hati. Selanjutnya oleh hormon renin akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat
di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II.Renin disintesis dan disimpan dalam
bentuk inaktif yang disebut prorenin dalam sel-sel jukstaglomerular (sel JG) pada ginjal. Sel JG
merupakan modifikasi dari sel-sel otot polos yang terletak pada dinding arteriol aferen tepat di
proksimal glomeruli. Bila tekanan arteri menurun, reaksi intrinsik dalam ginjal itu sendiri
menyebabkan banyak molekul protein dalam sel JG terurai dan melepaskan renin. Angiotensin II
adalah vasokonstriktor yang sangat kuat dan memiliki efek-efek lain yang juga mempengaruhi
sirkulasi. Selama angiotensin II ada dalam darah, maka angiotensin II mempunyai dua pengaruh
utama yang dapat meningkatkan tekanan arteri. Pengaruh pertama, yaitu vasokonstriksi, timbul
dengan cepat. Vasokonstriksi terjadi terutama pada arteriol dan sedikit lemah pada vena. Cara
kedua dimana angiotensin II meningkatkan tekanan arteri adalah dengan bekerja pada ginjal
untuk menurunkan ekskresi garam dan air (Anggraini, 2009).
Vasopresin, disebut juga antidiuretic hormone (ADH), bahkan lebih kuat daripada
angiotensin sebagai vasokonstriktor, jadi kemungkinan merupakan bahan vasokonstriktor yang
paling kuat dari ubuh. Bahan ini dibentuk di hipotalamus tetapi diangkut menuruni pusat akson
saraf ke glandula hipofise posterior, dimana akhirnya disekresi ke dalam darah. Aldosteron, yang
disekresikan oleh sel-sel zona glomerulosa pada korteks adrenal, adalah suatu regulator penting
bagi reabsorpsi natrium (Na+) dan sekresi kalium (K+) oleh tubulus ginjal. Tempat kerja utama
aldosteron adalah pada sel-sel prinsipal di tubulus koligentes kortikalis. Mekanisme dimana
aldosteron meningkatkan reabsorbsi natrium sementara pada saat yang sama meningkatkan
sekresi kalium adalah dengan merangsang pompa natriumkalium ATPase pada sisi basolateral
dari membran tubulus koligentes kortikalis. Aldosteron juga meningkatkan permeabilitas natrium
pada sisi luminal membrane (Guyton, 1997).
Komplikasi pada penderita hipertensi adalah sebagai berikut:
A. Pada otak, hipertensi akan menimbulkan komplikasi yang cukup parah, yaitu stroke.
Selain stroke, akibat komplikasi pada otak adalah daya ingat menurun atau mulai pikun
(demensia),dan kehilangan kemampuan mental yang lain.
B. Pada mata, hipertensi dapat menimbulkan kerusakan pada pembuluh halus mata pada
retinarobek. Darah merembes ke jaringan sekitarnya sehingga dapat menimbulkan
kebutaan.
C. Pada jantung dan pembuluh darah dapat menyebabkan komplikasi:
 Arteriosclerosis
 Atherosclerosis
 Aneurisma
 Penyakit pada arteri koronaria
 Gagal ginjal
BAB II
ANALISIS KASUS
2.1 KASUS
Ny.C usia 42 tahun datang ke klinik saintifikasi jamu meninta rekomendasi tanaman obat
untuk menurunkan tekanan darahnya. Pasien mengeluh pusing dan sering merasa lelah.
Riwayat penyakit : Hipertensi sejak 7 tahun yang lalu
Riwayat pengobatan : Sejak terdiagnosa hipertensi, pasien mengkonsumsi berbagai macam
antihipertensi, dengan tingkat kepatuhan rendah (karena efek samping
obat). Antihipertensi yang saat ini dipakai pasien (selama 3 bulan
terakhir) atenolol 100 mg/hari dan HCT 12,5 mg/hari. Tekanan darah
pasien selama menggunakan obat antihipertensi tersebut berkisar antara
150/110 mmHg hingga 155/114 mm/Hg.
Pola hidup : Tidak mengikuti diet hipertensi, jarang olahraga
Pemeriksaan fisik : BMI 24,21 ; Minimal retinophaty
Hasil lab : Kadar serum sodium (Na) 138 mEq/L; potassium (K) 3.4 mEq/L; blood
urea nitrogen (BUN) 19 mg/dL; serum creatinine (SCr) 0.9 mg/dL;
calcium (Ca) 9.8 mg/dL; total cholesterol 268 mg/dL; triglycerides
(TG) 230 mg/dL; dan gula darah puasa (GDP) 105 mg/dL.
Riwayat keluarga : Ibu meninggal pada usia 56 tahun dengan hypertension-related CVD
(cardiovascular disease). Kakek dan nenek juga memiliki riwayat CVD.

2.2 ANALISA KASUS

2.2.1 ANALISA PATOFISIOLOGI HIPERTENSI


Pasien Ny. C didiagnosa mengalami hipertensi. Hipertensi yang terjadi pada pasien diduga
karena beberapa faktor, yaitu yang pertama genetik (keturunan), dimana pada kasus dijelaskan
bahwa ibu meninggal pada usia 56 tahun dengan hypertension-related CVD (cardiovascular
disease). Kakek dan nenek juga memiliki riwayat CVD.
Faktor yang kedua, pasien juga jarang olahraga. Menurut Dalimartha dkk tahun 2008, salah
satu faktor resiko hipertensi adalah kurang olahraga. Hal ini sudah dibuktikan melalui penelitian
Rahajeng dan Tuminah (2009) yang menyatakan bahwa berdasarkan aktivitas fisik, proporsi
responden yang kurang aktivitas fisik pada kelompok hipertensi ditemukan lebih tinggi (42,9%)
daripada kelompok kontrol atau tidak hipertensi (41,4%). Risiko aktivitas fisik ini secara
bermakna ditemukan sebesar 1,02 kali dibandingkan yang cukup aktivitas fisik. Kecenderungan
untuk terkena hipertensi pada seseorang dengan aktivitas fisik yang kurang yaitu sebesar 30–
50% (Rimbawan dan Siagian, 2004).
Faktor yang ketiga adalah obesitas, pasien diduga obesitas karena data BMI pasien
menyatakan nilai 24,21 yang masuk dalam kategori over weigh atau berat badan berlebih dan
memiliki kecenderungan ke obesitas. Dimana pola hidupnya juga tidak mengikuti diet hipertensi
dan jarang berolahraga.
Faktor yang keempat yaitu tingginya nilai total kolesterol, trigliserida dan GDP pasien
dimana apabila mengalami kenaikan pada data laboratorium tersebut dapat mengakibatkan
gangguan kardiovaskular sehingga menyebabkan hipertensi.

2.2.2 DATA LABORATORIUM


Adapun hasil dari pemeriksaan laboratorium pasien Ny.C didapat data lab sebagai berikut
(Kemenkes RI, 2011):
 Sodium
Natrium merupakan kation yang banyak terdapat di dalam cairan ekstraseluler. Berperan
dalam memelihara tekanan osmotik, keseimbangan asam-basa dan membantu rangkaian
transmisi impuls saraf. Konsentrasi serum natrium diatur oleh ginjal, sistem saraf pusat (SSP)
dan sistem endokrin.
Nilai normal sodium dalam darah adalah sebesar 135-144 mEq/L. Sedangkan kadar
sodium (Na) dalam darah pasien sebesar 138 mEq/L. Jika dibandingkan dengan nilai normal
yang ada, kadar sodium dalam darah pasien masih tergolong normal.
 Potassium
Kalium merupakan kation utama yang terdapat di dalam cairan intraseluler, (bersama
bikarbonat) berfungsi sebagai buffer utama. Lebih kurang 80% - 90% kalium dikeluarkan dalam
urin melalui ginjal. Aktivitas mineralokortikoid dari adrenokortikosteroid juga mengatur
konsentrasi kalium dalam tubuh. Konsentrasi kalium dalam serum berkolerasi langsung dengan
kondisi fisiologi pada konduksi saraf, fungsi otot, keseimbangan asam-basa dan kontraksi otot
jantung.
Nilai normal untuk kadar potassium dalam darah adalah sebesar 3,6-4,8 mEq/L. Sedangkan
kadar potassium terukur pasien sebesar 3,4 mEq/L. Jika dibandingkan dengan nilai normal kadar
potassium yang seharusnya ada di dalam darah, kadar potassium pasien tergolong rendah.
Kondisi hipokalemia akan lebih berat pada diare, muntah, luka bakar parah, aldosteron primer,
asidosis tubular ginjal, diuretik, steroid, cisplatin, tikarsilin, stres yang kronik, penyakit hati
dengan asites, terapi amfoterisin. Sehingga untuk kasus hipertensi juga perlu monitoring apabila
menggunakan diuretik.
 Blood urea nitrogen (BUN)
Kadar blood urea nitrogen (BUN) pasien adalah sebesar 19 mg/dl, di mana nilai normal
untuk BUN adalah berada dalam rentang 9-20 mg/dL. Jika dibandingkan, nilai BUN pasien
masih masuk dalam rentang normal.
 Creatinine
Kreatinin adalah produk antara hasil peruraian kreatinin otot dan fosfokreatinin yang
diekskresikan melalui ginjal. Produksi kreatinin konstan selama masa otot konstan. Penurunan
fungsi ginjal akan menurunkan ekskresi kreatinin. Tes ini dilakukan untuk mengukur jumlah
kreatinin dalam darah. Kreatinin dihasilkan selama kontraksi otot skeletal melalui pemecahan
kreatinin fosfat. Kreatinin diekskresi oleh ginjal dan konsentrasinya dalam darah sebagai
indikator fungsi ginjal. Pada kondisi fungsi ginjal normal, kreatinin dalam darah ada dalam
jumlah konstan. Nilainya akan meningkat pada penurunan fungsi ginjal.
Kadar creatinin pasien sebesar 0,9 mg/dL, di mana nilai normal untuk serum creatinin
adalah sebesar 0,6-1,3 mg/dL. Jika dibandingkan, kadar serum creatinin pasien masih dalam
rentang nilai normal.
 Calcium
Kation kalsium terlibat dalam kontraksi otot, fungsi jantung, transmisi impuls saraf dan
pembekuan darah. Lebih kurang 98-99% dari kalsium dalam tubuh terdapat dalam rangka dan
gigi. Sejumlah 50% dari kalsium dalam darah terdapat dalam bentuk ion bebas dan sisanya
terikat dengan protein. Hanya kalsium dalam bentuk ion bebas yang dapat digunakan dalam
proses fungsional. Penurunan konsentrasi serum albumin 1 g/dL menurunkan konsentrasi total
serum kalsium lebih kurang 0,8 mEq/dL.
Kadar calcium dalam darah pasien adalah sebesar 9,8 mg/dL, di mana nilai normal untuk
kadar calcium dalam darah sebesar 8,8-10,4 mg/dL. Jika dibandingkan, nilai calcium dalam
serum pasien masih dalam rentang nilai normal
 Total cholesterol
Nilai total cholesterol pasien adalah sebesar 268 mg/dL, di mana nilai normal untul total
cholesterol adalah sebesar 150-199 mg/dL. Jika dibandingkan dengan rentang nilai norma, kadar
total cholesterol pasien cukup tinggi. Hal ini mengindikasikan adanya kondisi hiperkolesterol
dan hiperlipidemia pada pasien. Kondisi ini akan meningkatkan risiko komplikasi dari hipertensi,
yaitu aterosklerosis.
 Triglycerides (TG)
Trigliserida ditemukan dalam plasma lipid dalam bentuk kilomikron dan VLDL (very low
density lipoproteins). Trigliserida meningkat dapat terjadi pada pasien yang mengidap sirosis
alkoholik, alkoholisme, anoreksia nervosa, sirosis bilier, obstruksi bilier, trombosis cerebral,
gagal ginjal kronis, DM, Sindrom Down’s, hipertensi, hiperkalsemia, idiopatik,
hiperlipoproteinemia (tipe I, II, III, IV, dan V), penyakit penimbunan glikogen (tipe I, III, VI),
gout, penyakit iskemia hati hipotiroidism, kehamilan, porfi ria akut yang sering kambuh, sindrom
sesak nafas, talasemia mayor, hepatitis viral dan sindrom Werner,s. Selain itu, penggunaan obat-
obat golongan Kolestiramin, kortikosteroid, estrogen, etanol, diet karbohidrat, mikonazol i.v,
kontrasepsi oral dan spironolakton juga dapat meningkatkan trigliserida.
Nilai normal triglycerides TG adalah 35-135 mg/dL. Sedangkan kadar TG pasien adalah
sebesar 230 mg/dL. Jika dibandingkan dengan nilai normal, kadar TG dalam darah pasien sangat
tinggi. Hal ini akan meningkatkan risiko terjadinya komplikasi hipertensi pasien yang dapat
mengarah pada kondisi aterosklerosis.
 Gula Darah Puasa (GDP)
Glukosa dibentuk dari hasil penguraian karbohidrat dan perubahan glikogen dalam hati.
Pemeriksaan glukosa darah adalah prosedur skrining yang menunjukan ketidakmampuan sel
pankreas memproduksi insulin, ketidakmampuan usus halus mengabsorpsi glukosa,
ketidakmampuan sel mempergunakan glukosa secara efi sien, atau ketidakmampuan hati
mengumpulkan dan memecahkan glikogen.
Kadar gula darah puasa (GDP) pasien adalah sebesar 105 mg/dL. Niai GDP di bawah 100
mg/dL termasuk normal, jika nilai GDP berada diantara 100-126 mg/dL menunjukkan orang
tersebut mengalami kondisi pre-diabetes. Jika dibandingkan dengan nilai normal tersebut, pasien
masuk dalam kategori pre-diabetes. Sehingga saat ini dibutuhkan perubahan gaya hidup dan pola
makan agar pasien tidak mengarah ke kondisi diabetes mellitus, mengingat pasien saat ini sedang
mengalami hipertensi yang dapat mengarah pada kondisi atau meningkatkan risiko diabetes
mellitus.
2.2.3 KOMPLIKASI
Komplikasi hipertensi dapat mengenai berbagai organ target, seperti jantung (iskemik,
hipertrofi ventrikel kiri, gagal jantung), otak (stroke), ginjal (gagal ginjal), mata (retinopati), dan
juga arteri perifer (klaudikasio intermitten). Kerusakan organ-organ tersebut bergantung pada
tingginya tekanan darah pasien dan berapa lama tekanan darah tinggi tersebut tidak terkontrol
dan tidak diobati. Tercaainya target penurunan tekanan darah sangat penting untuk menurunkan
kejadian kardiovaskuler pada pasien hipertensi (Muhadi, 2016).
Berdasarkan hasil analisa progresivitas dari hipertensi Ny.C kemungkinan telah mengarah
pada kondisi aterosklerosis, dapat dilihat dari tingginya kada kolesterol dan TG dalam plasma
sehingga dapat membentuk plak pada dinding arteri. Penumpukan plak tersebut terjadi saat
lapisan sel pada dinding dalam arteri (endothelium) yang bertugas menjaga kelancaran aliran
darah mengalami kerusakan. Plak dapat terbawa aliran darah hingga menyebabkan
penyumbatan, atau membentuk bekuan darah pada permukaan plak. Hal tersebut menyebabkan
peredaran darah dan oksigen dari arteri ke organ tubuh terhambat. Pada kasus ini pasien mulai
mengeluh pusing dan merasa lelah, hal tersebut menjadi salah satu gejala terjadinya
aterosklerosis pada daerah otak, sehingga menyebabkan penyumbatan pembuluh darah menuju
ke otak dan pasokan oksigen ke otak rendah.
Apabila aterosklerosis telah terjadi maka dapat meningkatkan risiko terjadinya komplikasi
yang lain, seperti:
• Serangan iskemik sesaat (stroke ringan/TIA) dan stroke, ketika aterosklerosis terjadi pada
arteri yang berada di dekat organ otak.
• Gangrene (jaringan mati), ketika aterosklerosis terjadi pada tangan dan kaki yang
mengakibatkan gangguan sirkulasi darah.
• Penyakit ginjal kronis, ketika aterosklerosis terjadi pada arteri yang mengarah pada ginjal.
• Aneurisma atau pelebaran pembuluh darah pada dinding arteri.
• Serangan jantung, gagal jantung, serta angina, ketika aterosklerosis terjadi pada pembuluh
darah jantung (koroner).
2.2.4 TARGET TERAPI & TERAPI FARMAKOLOGI
Ny.C memiliki tekanan darah sistolik maupun diastolik yang tinggi, yaitu berada pada
rentang 150/110 mmHg hingga 155/114 mm/Hg. Jika dilihat dari nilai tekanan darah tersebut,
maka tingkat hipertensi pasien dapat diklasifikasikan dalam hipertensi stage stage 1. Berdasarkan
guideline JNC 8, pada populasi umum <60 tahun, terapi farmakologis untuk menurunkan
tekanan darah dimulai jika tekanan darah diastolik ≥90 mmHg dengan target tekanan darah
diastolik <90 mmHg (untuk usia 30-59 tahun termasuk strong recomendation-Grade A). Di
samping itu, untuk menurunkan tekanan darah dimulai apabila tekanan darah sistolik ≥140
mmHg dengan target tekanan sistolik <140 mmHg (Expert opinion-Grade E) (Muhadi, 2016).
Tujuan utama terapi hipertensi adalah mencapai dan mempertahankan target tekanan darah.
Jika target tekanan darah tidak tercapai dalam 1 bulan perawatan, maka dosis obat awal perlu
ditingkatkan atau ditambahkan obat kedua dari salah satu kelas yang direkomendasikan (Muhadi,
2016).
Berikut ini adalah terapi farmakologi yang sedang dijalani oleh pasien saat ini:
A. Atenolol 100mg/hari
Pemberian atenolol pada pasien ini sudah tepat. Atenolol tetap disarankan untuk
digunakan, atenolol merupakan golongan penyekat beta. Pemberhentian tiba – tiba dapat
menyebabkan rebound hypertension; dosis rendah s/d sedang menghambat reseptor β1, pada
dosis tinggi menstimulasi reseptor β2. Namun perlu dilakukan monitoring terkait dengan
kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat antihipertensi untuk mengontrol tekanan darah
pasien. Konsentrasi serum Atenolol akan menurun jika digunakan bersama makanan sehingga
dapat diminum sesudah makan dengan interval waktu kurang lebih 30 menit. Selain makanan
atenolol juga interaksi dengan penggunaan Reserpin: meningkatkan insiden hipotensi dan
bradikardi, karena aktivitas reserpin melenyapkan katekolamin.

B. HCT (Hidroklorotiazid) 12,5 mg/hari


HCT tepat jika diberikan kepada pasien. Jadi disarankan kepada pasien untuk tetap
menggunakan HCT (Hidroklorotiazid). HCT diberikan pagi hari untuk menghindari diuresis
malam hari. hiroklorotiazid (HCT) dan klortalidon lebih disukai, dengan dosis efektif maksimum
25 mg/hari. Interaksi HCT : alkohol, barbiturat atau narkotik; obat-obat antidiabetik (oral dan
insulin); kolestiramin dan resin kolestipol; kortikosteroid, ACTH; glikosida digitalis;
AINS; pressor amine (seperti noradrenalin); relaksan otot skelet nondepolarizing; garam
kalsium; atropin, beperiden, siklofosfamid, metotreksat. Efek Samping yang Membuat Pasien
tidak Patuh Terapi
 Pada atenolol terdapat efek samping yaitu gangguan tidur (Pionas, 2015). Efek samping
gangguan tidur/insomnia ini tentunya sangat mengganggu pasien. Pasien juga merasa
pusing dan lelah, efek gangguan tidur tentu akan memperburuk keadaan lelah dan pusing
pasien. Hal itu karena, kelelahan dapat disebabkan oleh salah satunya karena waktu tidur
yang tidak adekuat (Yogisutanti dkk, 2013). Dan nyeri kepala (pusing) dapat diakibatkan
karena tidur yang kurang,
 Pada atenolol juga terdapat efek samping ringan yaitu merasa lelah (Pionas, 2015),
sedangkan pada pasien juga merasa lelah pada tubuhnya. Efek samping itu dapat
memperparah kelelahan yang dialami pasien sehingga pasien malas untuk mengonsumsi
obat tersebut kembali.
 Pada HCT (Hidroklorotiazid) juga terdapat efek samping berupa badan menjadi lemas
(Pionas, 2015). hal itu menyebabkan pasien malas mengonsumsi HCT, karena
memperburuk keadaan lemas pada pasien.
 Pada HCT juga ada efek gangguan tidur dan depresi (Pionas, 2015), yang menyebabkan
pasien malas mengonsumsi obat tersebut kembali.
 HCT (Hidroklorotiazid) juga menyebabkan gangguan penglihatan sementara (Pionas,
2015), tentunya gangguan penglihatan akan sangat mengganggu aktivitas pasien walaupun
sifatnya sementara.
 HCT (Hidroklorotiazid) merupakan obat golongan diuretik, sehingga memiliki efek akan
menaikkan volume urin sehingga akan membuat pasien lebih sering melakukan BAK
(Buang Air Kecil), hal itu tentunya sangat mengganggu aktivitas pasien sehari – hari.
BAB III
REKOMENDASI TERAPI
3.1 REKOMENDASI SESUAI LITERATUR
3.1.1 Bawang putih (Allium sativum)
Tanaman obat yang direkomendasikan adalah bawang putih/garlic. Bawang putih
atau Allium sativum memiliki senyawa aktif Aliin dan enzim Alliinase. Enzi mini akan
akan memecah Aliin menjadi Allicin sehingga membuat bau bawang putih yang khas.
Karena allicin tidak stabil, maka akan terbentuklah turunannya seperti diallyl sulphide,
diallyl disulphide, diallyl trisulphide, dithiins. Menurut Bone dan Simons (2013)
Bawang putih memiliki efek antihipertensi dan juga memiliki efek
Antiartherosclerosis. Mekanisme kerja bawang putih untuk menurunkan tekanan darah
adalah dengan meningkatkan pembentukan nitir oxide dan carbon dioxide sehingga
terbentuk relaksasi otot pembuluh darah dan vasodilatasi. Efek ini sudah diuji dengan
meta analysis dengan melibakan 415 pasien yang diberi garlic powder 600-900
mg/day selama 4 minggu dan diukur tekanan sistol dan diastolnya. Dari 3 percobaab
menunjukan adanya penurunan BP yang significant paa subject yang memiliki
mild/early hypertension. (Capasso., et all, 2003)
Sedangkan efek hyperlipidemia juga sudah diuji secara meta-analysis oleh Silagy
dan neil. Mereka melibatkan 16 uji klinis dengan melibatkan 952 pasien. Mereka
menemukan bahwa bubuk ekstrak bawang putih mampu menurunakan kolesterol
hingga 12%, dan juga mampu menurunkan Trigleserida. Meta-analysis terbaru
dilakukan pada tahun 2007 dimana melibatkan 29 uji klinis dan ditemukan bahwa
bawang putih mampu menurunkan total kolesterol dan trigleserida, meskipun tidak
ditemukan efeknya pada LDL maupun HDL. (Kerry and Simons, 2013)
Efek bawang putih terhadap penyakit kardiovaskular antara lain. (Capasso., et all,
2003)
a. Efek antioksidan
Oksidasi lemak adalah merupakan penyebebab utama pembentukan artherosclerosis.
Bawang memiliki efek dapat menurunkan oksigen radikal oksidasi lipoprotein sehigga
tidak terjadi pemecahan lipid yang berpotensi memiliki artheroslcerosis.
b. Efek pda serum lipoprotein dan metabolism lipid
Bawang putih menghambat serum kolesterol, serum TG, dan LDL, serta meningkatkan
HDL. Peningkatan HDL berikatan dengan penurunan kolesterol pada arteri. Efek
hipolipidemik pada bawang puth adalah menghambat biosintesis kolesterol,
meningkatkan degradasi TG, dan menurunkan LDL.

Dalam ekstrak serbuk bawang putih, terdapat senyawa Aliin dan enzim Aliinase.
Enzi mini akan terdegradi di lambung karena adanya asam lambung. Untuk mencegah hal
itu terjadi, maka dilakukan penyalutan untuk sediaan tablet, ataupun diformulasikan
dalam bentuk kapsul sehingga penyerapannya terjadi di usus. Selain itu, bawang putih
juga menghambat beberapa sitokrom di hepar, seperti CYP1A1, CYP1A2, CYP450
sehingga menghambat metabolism obat lain. (Casspaso., et al, 2003)
3.1.2 Rosella (Hibiscus sabdarifa)
Selanjutnya tanaman yang direkomendasikan adalah Rosella atau Hibiscus
sabdarifa dimana tanaman ini memiliki senyawa aktif berupa Antosianin antosianin
(delphinidin-3-sambubioside and cyanidin-3-sambubioside), polifenol (baik untuk terapi
hiperkolesterol). Tanaman ini efektif menurunkan tekanan darah dengan mekanisme
menghambat angiotensin converting enzim dengan cara antosianin berkompetisi dengan
substrat untuk menduduki sisi aktif, sehingga angiotensin II dan aldosteron tidak terlepas
dari kelenjar adrenal, sehingga menyebabkan penurunan resistensi vaskular (Hopkins
dkk., 2013).
Selain menghambat ACE, Rosella dapat berperan sebagai diuretic. Efek Diuretik
yang timbul karena adanya penghambatan reuptake natrium (Na +) dan penyerapan
kembali air sehingga memiliki tidak menyebabkan reaktivasi berlebihan pada sistem
rennin-angiotensinaldosteron dan mempertahankan konsentrasi kalium dalam tubuh ini
dibuktikan dengan nilai kalium K + (Hopkins dkk., 2013).
Hibiscus sabdarifa juga memiliki efek antihiperlipidemia, dimana kerjanya dengan
menghambat produksi lemak yang berasal dari karbohidrat oleh Hibiscus acids alactone
dari hydroxytic acid (HCA). Produksi lemak dan TG yang dihambat, serta peningkatan
HDL maka akan menurunkan resiko Atherosclerosis (Lismayanti, 2013).
Terapi Rosella dalam bentuk serbuk (ekstrak) mempunyai efek terapeutik dan
tolerability yang sama dengan obat kimia jenis captopril pada kondisi hipertensi moderat,
hal ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Arellano et al (2004) yang
melakukan penelitian untuk membandingkan rata-rata efek terapeutik dan tolerabolity
dari terapi rosella (9,6 mg anthocyanins dan konsumsi captopril 50mg/hari pada 75
pasien (36 eksperimen dan 39 control) degan diagnosis hipertensi yang mempunyai
rentang umur 30-80 tahun dan tidak menggunakan antihipertensi selama 1 bulan terakhir.
Hasil yang didapatkan rosella ternyata mempunyai kemampuan untuk menurunkan
tekanan darah sistolik dari rata-rata 139,05 mmHg ke rata rata 123,73 mmHg dan tekanan
darah diastolik dari rata-rata 90,81 mmHg menjadi 79,52 mmHg (Arrelano dkk., 2004).
Sementara, menurut penelitian Mc.Kay et al (2010) menunjukkan bahwa teh
Rosella konsumsi 3x240 mL servings/hari dengan kandungan teh Rosella 1,25
gram/serving, mempunyai efek lebih dalam menurunkan tekanan darah sistolik bila
dibandingkan dengan placebo (16-18 tetes sekitar 1,2 mL) teh buatan dengan cita rasa
Rosella yang diaduk dalam 240mL air/serving Hasilnya, partisipan dengan tekanan darah
lebih tinggi menunjukkan respon yang lebih baik terhadap terapi teh rosella (McKay
dkk., 2010).
3.1.3 Seledri (Apium graveolens, Linn)
Senyawa aktif : 3-n-butylphthalide (BuPh) lainnya Apiin, apigenin, manitol,
volatileoil, glycosides, furanocoumarins, flavonoids. Mekanisme antihipetensi : berfungsi
sebagai diuretik yaitu merangsang pengeluaran cairan dalam tubuh yang diikat oleh
garam. Selain itu, kandungan apiin dalam seledri, berperan sebagai diuretic
(memperlancar air kencing yaitu membantu kerja ginjal dalam mengeluarkan cairan dan
garam dari dalam tubuh. Evidence based pada manusia/ hasil uji preklinis penelitian pada
tikus rattus strain wistar dengan hipertensi yang diberi jus seledri (Apium graveolens L.)
dua kali sehari menggunakan sonde selama 2 minggu. Penurunan sistolik ada pemberian
jus seledri 0,009 gr/gr bb selama 2 minggu adalah 38,83mmHg (p=0,000) dan penurunan
sistolik ada pemberian jus seledri 0,0225 gr/gr bb selama 2 minggu adalah 85 mmHg
(p=0,000) rata- rata penurunan tekanan darah sistolik pada tikus rattus strain wistar
adalah 3 mmHg (p=0,000) (Harmilah & Ekwantini, 2014:28). Bapak ilmuan UCMC telah
membuktikan bahwa dengan memakan 4 tangkai seledri setiap hari selama seminggu
tekanan darah menurun dari 158/96 ke 118/82 (Djojoseputro, 2012:55).
Dalam penelitian Muzakar dan Nuryanto (2012), dengan mengkonsumsi daun
seledri mampu menurunkan tekanan darah. Pada 100 gram seledri terkandung 344 mg
kalium. Didalam tubuh kalium berfungsi sebagai diuretik yaitu merangsang pengeluaran
cairan dalam tubuh yang diikat oleh garam. Selain itu, kandungan apiin dalam seledri,
berperan sebagai diuretic (memperlancar air kencing yaitu membantu kerja ginjal dalam
mengeluarkan cairan dan garam dari dalam tubuh, berkurangnya cairan dalam darah akan
menurunkan tekanan darah.
Pada pengelolaan seledri sebagai obat hipertensi dilakukan informan dengan cara
direbus terlebih dahulu. Pengolahan daun seledri dengan cara direbus hal ini dilakukan
karena daun seledri diambil sarinya atau kandungan yang ada dalam daun seledri
tersebut. Selain itu, pengelolaan daun seledri sebagai obat hipertensi juga dapat
dikonsumsi secara langsung atau dibuat jus. Tetapi jika dikonsumsi tanpa pengolahan
terlebih dahulu kandungan saponin yang tinggi dalam seledri dapat menyebabkan rasa
sebah didalam lambung. Ketika dibuat jus akan mengindikasi kadar saponin yang tinggi
oleh karena itu seledri lebih aman dikonsumsi dengan direbus terlebih dahulu dan cukup
di ambil sarinya. Orang dengan gangguan infeksi ginjal dan wanita hamil dilarang
mengkonsumsi seledri karena dapat menyebabkan kontraksi uterus. (Hembing, 2008)
Seledri (Apium graveolens, Linn) Dalam pengobatan hipertensi dengan seledri
dikonsumsi sehari 1-2 sendok sehari 2 kali. Dalam penelitian Muzakar dan Nuryanto
(2012), dengan mengkonsumsi daun seledri sebanyak 40 gram direbus dengan dua gelas
air (400 ml) hingga didapatkan segelas air (200 ml) kemudian disaring dan diminum dua
kali, pagi 100 ml dan sore 100 ml selama tiga hari berturut-turut mampu menurunkan TD.
3.2 TERAPI YANG DIPILIH
3.2.1 Bawang Putih (Allium sativum)
 Senyawa aktif

Bawang putih mengandung senyawa mengandung sulphur (allylmethyltrisulfida,


allylpropyldisulfida, diallyldisulfida, diallyltrisulfida, ajoene dan vinyldithiines, dan mercaptan),
alliin, allicin (produk dari interaksi antara alliin dan alliinase) dan atau γ-guyamyl-(S)-allyl-L-
cysteine.bawang putih juga mengandung glikosida, monoterpen, enzym, vitamin, mineral dan
flavonoid (kaemferol dan quersetin). Namun, yang berperan sebagai antihipertensi dan untuk
arterosklerosis adalah alliin dan atau allicin (Wiliamson dkk., 2009).
 Indikasi

Bawang putih digunakan untuk terapi infeksi pernapasan (pilek, flu, bronkitis kronis dan
radang tenggorokan) dan penyakit kardiovaskuler (hipertensi, antitrombotik, fibrinolitik,
antimikroba, antikanker, ekspektoran, antidiabetes, dan untuk menurunkan kadar lipid
(Wiliamson dkk., 2009).
 Mekanisme

1. Mekanisme hipertensi
Hasil turunan bawang putih (polisulfida) dapat meragsang produksi gasotransmiter
hidroge sulfida (H2S) vaskuler dan meningkatkan regulasi endothelial nitric oxide, yang
akan menginduksi terjadinya relaksasi sel otot polos, vasodilatasi dan penurunan tekanan
darah (Ried dan Fakler, 2014).
2. Mekanisme arterosklerosis akibat dislipidemia
Bawang putih bekerja dengan menghambat biosintesis kolesterol di hati dan menghambat
oksidasi LDL, sehingga dapat menurunkan dan menormalkan kadar lipid, serta
menghambat arterosklerosis pembuluh darah (Qidwai dan Ashfaq, 2013).
3. Mekanisme antioksidan
Bawang putih mengandung senyawa organosulphur yang bersifat stabil dan larut air,
dengan mekanisme kerja menetralisir radikal bebas sehingga dapat mencegah kerusakan
oksidatif terutama pada pembuluh darah (Capasso, 2013).

 Evidence based
Pada meta analisis termasuk 20 uji klinis dinyatakan bahwa bawang putih lebih baik
daripada placebo dalam menurunkan tekanan darah pada pasien dengan rata-rata penurunan
sebesar 8-9 mmHg pada SBP dan 6-7 mmHg pada DBP. Pengujian meta analisi ini telah
dibandingkan dengan obat antihipertensi umum. Sementara itu, untuk suplemen bawang putih
terbukti dapat menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi, namun tidak mempengaruhi
pasien dengan tekanan darah normal. Respon terhadap keefektifan bawang putih dipengaruhi
oleh factor genetic dan diet, dimana terdapat penurunan tekanan darah sebesar 40 mmHg pada
respinden SBP dan sekitar 25-33% nonresponden pada uji coba selama 3 bulan (Ried dan Fakler,
2014).
 Farmakodinamik

Alisin bekerja dengan menghambat angiotensin converting enzyme (ACE) dan efek organic
polisulfida Ca2+ pada kanal K-ATPase, sehingga menghasilkan penurunan kadar Ca2+ intraseluler
sehigga didapat efek vasodilatasi dan penurunan tekanan darah (Ried dan Fakler, 2014).
 Farmakokinetik

Ada banyak konstituen aktif dalam bawang putih dan fungsinya belum sepenuhnya terbukti.
Alisin adalah subjek yang dipertimbangkan untuk mengalami first pass effect yang terjadi di
liver, yang tidak termetabolisme hanya pada konsentrasi yang tinggi. Tetapi alisin merupakan
komponen yang tidak stabil. Vinilditin dan dialilsulfida tidak ditemukan di darah dan diurin
setelah pemberian secara oral (Wiliamson dkk., 2009).
Ada beberapa eksperimen untuk membuktikan efek dari bawang putih dan konstituen yang
berada pada isoenzim CYP450. pada studi in vitro kemungkinan bahwa bawang putih
menghambat berbagai tingkat: CYP2C9, CYP2C19, isoenzim sub-family CYP3A, CYP2A6,
CYP1A2, CYP2D6, dan CYP2E1. pada studi yang dilakukan di tikus diperoleh bahwa bawang
putih dapat menghambat CYP2E1 dan menginduksi CYP2C9. bagaimanapun pada studi klinis,
bawang putih dan konstituennya seperti tidak berefek pada isoenzim CYP450 (Wiliamson dkk.,
2009).
 Waktu minum

a. Dosis =
- Fresh garlic = 2-5 g
Bubuk = 2-5 g
Minyak = 2-5 mg
Ekstrak = 300-1000 mg
- Sediaan lain = harus mengandung 4-12 mg alliin atau alisin 5 mg
- Standarisasi
Farmakope AS = mengandung allicin 0,3% (bubuk) hingga 0,5% (segar, kering).
Farmakope Eropa = tidak kurang dari 0,45% allicin setiap hari dari bubuk bawang
putih
- Untuk hipertensi: dosis 600-900 mg
b. Waktu minum =
dapat diminum setelah makan, dalam keaadaan perut isi agar tidak terjadi ESO heart
burn, nausea, vomiting.

 Tidak terdapat interaksi obat yang terjadi antara Allium sativum (bawang putih) dengan obat
anti hipertensi yang digunakan oleh pasien (Ny. C)

 Efek samping yang timbul seperti heart burn, nausea, vomiting, saat perut kosong
BAB IV
PEMBAHASAN
6.1 STUDI KASUS
Ny.C usia 42 tahun datang ke klinik saintifikasi jamu meninta rekomendasi tanaman obat untuk
menurunkan tekanan darahnya. Pasien mengeluh pusing dan sering merasa lelah.
Riwayat penyakit : hipertensi sejak 7 tahun yang lalu
Riwayat pengobatan : sejak terdiagnosa hipertensi, pasien mengkonsumsi berbagai macam
antihipertensi, dengan tingkat kepatuhan rendah (karena efek samping obat). Antihipertensi yang
saat ini dipakai pasien (selama 3 bulan terakhir) atenolol 100 mg/hari dan HCT 12,5 mg/hari.
Tekanan darah pasien selama menggunakan obat antihipertensi tersebut berkisar antara 150/110
mmHg hingga 155/114 mm/Hg.
Pola hidup : tidak mengikuti diet hipertensi, jarang olahraga
Pemeriksaan fisik : BMI 24,21 ; Minimal retinophaty
Hasil pemeriksaan lab : serum sodium 138 mEq/L; potassium 3.4 mEq/L; blood urea nitrogen
(BUN) 19 mg/dL; creatinine 0.9 mg/dL; calcium 9.8 mg/dL; total cholesterol 268 mg/dL;
triglycerides 230 mg/dL; dan GDP 105 mg/dL.
Riwayat keluarga: ibu meninggal pada usia 56 tahun dengan hypertension-related CVD
(cardiovascular disease). Kakek dan nenek juga memiliki riwayat CVD.
Pertanyaan :
1. Sebutkan factor resiko munculnya hipertensi pada NY.C ?
2. Sebutkan efek samping potensial yang dialami oleh Ny.C pada pemakaian antihipertensi
sehingga tingkat kepatuhan pasien rendah?
3. Lakukan analisa pada progresivitas hipertensi dari Ny.C (apakah sudah mengarah ke
atrosclerosis/ komplikasi yang lain)? berapa target TD pada Ny.C ?
4. Rekomendasikan tanaman obat yang bisa menurunkan tekanan darah Ny.C (lengkapi dengan
data: senyawa aktif, mekanisme antihipetensi, evidence based pada manusia/ hasil uji klinis,
farmakodinamik dan farmakokinetik- terutama terkait adsorpsi dan reseptor kerja)
5. Lakukan KIE kepada pasien obat apa saja yang digunakan (termasuk waktu minum, interaksi,
dan efek samping) ?

6.2 PEMBAHASAN STUDI KASUS


1. Sebutkan faktor resiko munculnya hipertensi pada NY.C!
Terdapat 2 jenis faktor resiko yaitu faktor resiko yang tidak bisa diubah dan faktor resiko
yang masih bisa diubah.
 Faktor risiko hipertensi yang tidak bisa diubah
o Riwayat hipertensi dalam keluarga  jika orang tua, saudara kandung, atau
anggota keluarga lainnya memiliki tekanan darah tinggi, maka dapat berisiko
terkena hipertensi.
o Usia  semakin bertambahnya usia, pembuluh darah semakin kaku, tidak
elastis lagi. Akibatnya, tekanan darah pun semakin meningkat.
 Faktor risiko hipertensi yang masih bisa diubah
o Kelebihan berat badan  pada Ny. C tergolong kelebihan berat badan karena
indeks massa tubuhnya di atas 23. Sedangkan tergolong obesitas jika indeks
massa tubuh di atas 25. Semakin berat massa tubuh, semakin banyak darah yang
diperlukan untuk mengantar oksigen dan nutrisi ke seluruh jaringan tubuh.
Karena itu, tekanan dalam arteri akan naik agar darah bisa diedarkan dengan
lancar. Akibatnya, jantung yang dipaksa kerja keras lama-lama bisa mengalami
kerusakan.
o Kurang gerak atau jarang olahraga  pada Ny. C kurang bergerak, sehingga
detak jantung biasanya lebih tinggi. Ini berarti jantung akan memompa lebih
keras dalam setiap detaknya. Namun, saat olahraga tubuh akan menghasilkan
hormon yang melemaskan pembuluh darah dan menurunkan tekanan dalam
darah.
o Pola makan  makan terlalu banyak garam (yang mengandung natrium) dan
kekurangan kalium adalah faktor risiko hipertensi. Natrium dalam garam bisa
mempersempit pembuluh darah dan membuat tubuh menyimpan banyak cairan.
Kedua hal ini kemudian bisa meningkatkan tekanan darah.

2. Sebutkan efek samping potensial yang dialami oleh Ny.C pada pemakaian antihipertensi
sehingga tingkat kepatuhan pasien rendah!
Efek samping potensial pada Ny.C yaitu pada penggunaan HCT yaitu obat diuretik yang
dapat memberikan efek samping berupa hipokalemia. hipokalemia adalah kondisi ketika kadar
kalium dalam aliran darah berada di bawah batas normal. Dalam kondisi normal, kadar kalium
di dalam darah berkisar antara 3,6 sampai 5,2 milimolar per liter (mmol/L). Tetapi pada pasien
nilai kaliumnya yaitu 3,4. Apabila kadar kalium sangat rendah, maka hal tersebut bisa
berbahaya atau bahkan menyebabkan kematian jika tidak segera ditangani. Kalium adalah
elektrolit yang sangat penting untuk fungsi saraf dan otot, terutama otot jantung. Kalium juga
berperan sebagai pengatur tekanan darah. Kadar kalium di dalam tubuh dikendalikan oleh
ginjal. Kekurangan kalium juga bisa meningkatkan risiko komplikasi, seperti kelemahan pada
otot, aritmia, dan beberapa gangguan jantung lainnya. Penyebab hipokalemia yang sering
terjadi yaitu karena penggunaan obat-obatan diuretik (HCT) yang berfungsi untuk
mempercepat pembentukan urine yang membuat pasien sering BAK untuk menurunkan kadar
garam yang tinggi di tubuh, sehingga pasien malas dan merasa tidak nyaman untuk
mengkonsmsi obat hipertensi yang menyebabkan kepatuhan pasien rendah.

3. Analisa pada progresivitas hipertensi dari Ny.C (apakah sudah mengarah ke


atrosclerosis/ komplikasi yang lain)! Berapa target TD pada Ny.C?
Berdasarkan data lab, pasien mengalami hipertensi dengan total kolesterol dan TG sangat
tinggi. Kadar kolesterol yang sangat tinggi dapat menyebabkan dyslipidemia, serta
penyumbatan pembuluh darah oleh lemak-lemak jahat dan terjadi atherosclerosis. Pasien
mengalami komplikasi atrosclerosis karena juga ditemukan adanya retinopathy pada pasien
karena sumbatan pada pembuluh darah di mata. Apabila atherosclerosis dibiarkan terus
menerus akan menyebabkan komplikasi yang lebih lanjut seperti stroke, MI, dan pecahnya
pembuluh darah.
Pada Ny. C juga telah mengarah ke komplikasi, hal tersebut dikarenakan tekanan darah
pasien yang tidak dapat kembali normal dan kepatuhan penggunaan obat pasien yang rendah.
Menurut studi jika hal tersebut terjadi dapat mengakibatkan hipertensi resisten. hipertensi
resisten (HR) di definisikan sebagai kegagalan untuk mencapai target tekanan darah <140/90
mm Hg. Karena jika HR terjadi dapat menimbulkan berbagai penyakit, seperti : penyakit
jantung iskemik, gagal jantung, kejadian serebrovaskular, stroke, hipertrofi ventrikel kiri dan
disfungsi ginjal. Hipertensi dikatakan resisten terhadap pengobatan ketika strategi terapi yang
mencakup modifikasi gaya hidup yang tepat ditambah penggunaan diuretik dan dua obat
antihipertensi lain dari kelas yang berbeda pada dosis yang memadai gagal untuk menurunkan
angka tekanan darah ke < 140/90mmHg. Pasien dengan pengobatan hipertensi resisten
(tekanan darah ≥ 140/90 mmHg) meskipun telah menggunakan obat antihipertensi, termasuk
diuretik, sering memiliki faktor risiko tinggi untuk kejadian penyakit jantung dan akibatnya
beresiko lebih tinggi mengalami kerusakan organ serta morbiditas kardiovaskular. Penyebab
hipertensi resisten bervariasi seperti hipertensi white coat, ketidakpatuhan terhadap terapi obat,
dan pilihan obat atau dosis yang tidak tepat.
Target tekanan darah untuk Ny. C yaitu 140/90 mmHg dan terkontrol.

4. Rekomendasikan tanaman obat yang bisa menurunkan tekanan darah Ny.C (lengkapi
dengan data: senyawa aktif, mekanisme antihipetensi, evidence based pada manusia/hasil
uji klinis, farmakodinamik dan farmakokinetik- terutama terkait adsorpsi dan reseptor
kerja)!
Tanaman yang bisa direkomendasikan untuk Ny. C adalah bawang putih (Allium
sativum). Bawang putih tergolong grade C untuk mengatasi hipertensi dan grade B untuk
mengatasi hiperlipidemia sehingga dirasa tepat untuk kondisi Ny. C yang menderita hipertensi
sekaligus hiperlipidemia. Selain itu bawang putih mudah didapat dan cara mengonsumsinya
mudah. Bagian yang dikonsumsi adalah umbi atau bisa juga dengan mengonsumsi sediaan jadi
berupa suplemen bawang putih yang sudah banyak tersedia di pasaran.
 Senyawa aktif: alliin yang oleh enzim alinase dipecah menjadi allicin. Allicin yang
berperan penting dalam mengatasi hipertensi.
 Mekanisme antihipertensi:
o Meningkatkan komponen nitrit oksida (NO)  allicin mengandung arginine
yang merupakan precursor NO. Arginine diubah oleh enzim nitrit oksidase
menjadi NO. NO yang terbentuk pada akhirnya akan menyebabkan retake Ca2+
sehingga kanal kalium akan terbuka. Menurunnya konsentrasi Ca2+ akan
memicu relaksasi sel otot polos pembulouh darah sehingga terjadi vasodilatasi.
o Menghambat kerja ACE  ACE berperan mengubah angiotensin I menjadi
angiotensin II yang merupakan vasokontriktor poten. Struktur allicin menyerupai
ACE inhibitor sehingga allicin ikut menghambat kerja ACE layaknya ACE
inhibitor. Dengan terhambatnya ACE maka angiotensin II tidak terbentuk yang
memicu berkurangnya penyerapan Na dan air sehingga volume plasma dan
tekanan darah menurun.
o Stimulasi bradikinin  hambatan ACE akan menyebabkan penumpukan
bradikinin di dalam tubuh. Bradikinin akan mengaktifkan enzim fosfolipase yang
menyebabkan pelepasan asam arakidonat yang merupakan vasodilator sehingga
terjadi penurunan tekanan darah. Bradikinin juga akan berikatan dengan reseptor
BK2 yang terdapat pada sel endotel pembuluh darah dan menstimulasi produksi
NO.
o Menghambat cyclooxygenase-1 (COX-1)  allicin menghambad COX-1 yang
berperan mengubah asam arakidonat menjadi tromboksan 2 (TBX2) yang
merupakan komponen vasokonstriktor. Tidak diproduksinya TBX2 memicu
vasodilatasi dan penurunan tekanan darah.
 Evidence based/uji klinik pada manusia: berbagai penelitian telah membuktikan bahwa
bawang putih dapat menurunkan tekanan darah. Salah satu contohnya penelitian oleh
Hood (2010) di Australia dengan menggunakan metode Quasi Experiment dengan desain
one group pretest posttest. Dari penelitian tersebut terbukti bahwa pemberian air seduhan
bawang putih rutin setiap pagi selama 7 hari berturut-turaut pada responden dapat
menurunkan tekanan darah sistolik sebesar 6-10 mmHg dan tekanan diastolik sebesar 6-9
mmHg. Di Australia sendiri bawang putih telah direkomendasikan oleh para dokter
sebagai pendamping obat medis untuk pengobatan hipertensi.
 Farmakokinetik:
o Absorbsi  mudah terdegredasi pada pH asam < 3. Terabsorbi secara optimum
(mudah dan cepat) pada pH 4,5 – 5,0
o Distibusi  banyak terdistribusi ke plasma, ginjal dan liver. Mencapai
konsentrasi maksimum dalam waktu 30 – 120 menit
o Metabolisme  inhibitor CYP2E1, inducer CYP3A
o Eliminasi  waktu paruh 4 – 9 jam. Ekskresi melalui urine mencapai 85,55% dan
melalui feses mencapai 92,3% setelah 72 jam penggunaan.
 Farmakodinamik: meningkatkan komponen nitrit oksida (NO), menghambat kerja ACE,
stimulasi bradikinin, menghambat cyclooxygenase-1 (COX 1)
5. Lakukan KIE kepada pasien obat apa saja yang digunakan (termasuk waktu minum,
interaksi, dan efek samping)!
 Menghimbau pasien untuk mengkonsultasikan terkait efek samping obat atenolol dan
HCT yang timbul seperti lemas, pusing, gangguan pada penglihatan (retinopathy), dan
peningkatan frekuensi buang air kecil agar dapat dipertimbangkan penggantian obat ke
golongan lain yang dapat meningkatkan kepatuhan minum obat pasien.
 Menginformasikan bahwa bawang putih bersifat sebagai pengobatan pendamping dari
obat antihipertensi yang telah diresepkan sehingga obat antihipertensi yang telah
diresepkan harus tetap dikonsumsi.
 Menginformasikan cara mengonsumsi bawang putih sebagai terapi hipertensi. Preparasi
dari tanaman langsung dapat dilakukan dengan menyeduh 4-5 gram umbi bawang putih
dengan 200 cc air. Hasil air seduhan diminum 1x1 pagi hari. Selain mengonsumsi dari
tanaman langsung, telah banyak sediaan bawang putih dalam bentuk suplemen. Salah
satu contohnya Blackmores Odorless Garlic diminum 2-3x1 setelah makan.
 Berinterksi moderate dengan obat antihipertensi golongan 𝛽-blocker dimana efek kerja
𝛽-blocker menjadi meningkat. Hal tersebut memicu munculnya kondisi hipotensi.
Atenolol termasuk gologan 𝛽-blocker sedangkan HCT termasuk golongan diuretic. Maka
dari itu perlu dimonitoring efek penggunaan bersama antara atenolol dan bawang putih.
 Menghimbau pasien agar rutin memeriksakan tekanan darah dan kadar kolesterol darah
untuk mengetahui progresivitas penyakit yang diderita.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolic dengan konsisten
diatas 140/90 mmHG yang dapat disebabkan karena obesitas, diet sodium tinggi, kurang
olahraga, dan genetik. Terapi fitoterapi yang dapat diberikan untuk hipertensi yakni bawang
putih, rosella, seledri, dan lainnya. Namun, dari semua tanaman, bawang putih merupakan
tanaman yang paling disarankan untuk pasien hipertensi karena selain dapat menurunkan tekanan
darah juga dapat mengobati ataupun menghindari terjadinya aterosklerosis. Sediiannya pun
mudah ditemukan dan mudah dikonsumsi.

5.2 SARAN
Pasien diedukasi mengenai gaya hidup yang meliputi diet sodium rendah dan olahraga
yang rutin. Tekanan darah juga perlu dimonitoring. Untuk penggunaan obat konvensional dan
fitoterapi dapat diberikan jeda waktu agar tidak terjadi hipotensi.
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, Ade Dian dkk, 2009, Faktor-faktor yang Berhubungan dengan kejadian Hipertensi
pada pasien yang Berobat di poliklinik dewasa Puskesmas bangkinang Periode januari
sampai juni 2008, Fakultas Kedokteran Universitas Riau, Hal : BAB I, BAB II,
http://yayanakhyar.files. wordpress.com
Capasso, Anna. 2013. Antioxidant Action and Therapeutic Efficacy of Allium sativum L. Journal
of molecules. Department of Pharmacy, University of Salerno, 18: 690-700.
Costas, T., et. al. 2011. Pathophysiology of Resistant Hypertension: The Role of Sympathetic
Nervous System. International Journal of Hypertension. Vol. 1 (1): 73-78
Dalimartha, S., B.T. Purnama, N. Sutarina, Mahendra, R. Darmawan. 2008. Care Your Self,
Hipertensi. Jakarta: Penebar Plus.
Djojoseputro, Soedarso. 2012. Manfaat Seledri bagi Kesehatan & Kecantikan. Surabaya:
Stomata. 128 halaman.
Febyan, dkk. 2015. Peranan Allicin dari Ekstrak Bawang Putih sebagai Pengobatan Komplemen
Alternatif Hipertensi Stadium I. Cermin Dunia Kedokteran. Vol. 42 (4): 303-306.
Gao, Cuicui, et.al. 2013. Drug Metabolism and Pharmacokinetics of Organosulfur Compounds
from Garlic. Drug Metabolism & Toxicoology. Vol. 4 (5): 1-10
Guyton dan Hall, 1997, Fisiologi Kedokteran, Edisi 9, Terjemahan oleh Irawati Setiawan, EGC,
Jakarta.
Halimah & Ekwantini, Rosa Delima. 2014. Jus Seledri (Apium Graveolens) Menurunkan
Tekanan Darah Tikus Rattus Strain Wistar dengan Hipertensi
Hembing, Wijayakusuma. 2008. Ramuan Lengkap Herbal Taklukan Penyakit. Jakarta: Niaga
Swadaya.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Pedoman Interpretasi Data Klinik. Jakarta:
Kemenkes RI.
Mohanis. 2015. Efektivitas Pemberian Air Seduhan Bawang Putih. Jurnal IPTEK Terapan. Vol.
9 (1): 124-135.
Muhadi. 2016. JNC 8: Evidence-based Guideline Penanganan Pasien Hipertensi Dewasa. Divisi
Kardiologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Vol. 43, No.1, pg 54-59.
Muzakar, & Nuryanto. 2012. Pengaruh Pemberian Air Rebusan Seledri Terhadap Penurunan
Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi. Jurnal Pembangunan Manusia. Vol 6. No 1.
Pionas. 2015. Atenolol. Diakses pada 5 Maret 2019 di Badan POM RI:
http://pionas.pom.go.id/monografi/atenolol.
Pionas. 2015. Hidroklorotiazid. Diakses pada 5 Maret 2019 di Badan POM RI:
http://pionas.pom.go.id/monografi/hidroklorotiazid.
Qidwai, Waris., Ashfaq, Tabinda. 2013. Review Article: Role of Garlic Usage in Cardiovascular
Disease Prevention: An Evidence-Based Approach. Evidence-Based Complementary and
Alternative Medicine. Department of Family Medicine, Aga Khan University Stadium
Road: 1-9.
Rahajeng, E. dan S. Tuminah. 2009. Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di Indonesia.
Majalah Kedokteran Indonesia, vol. 59, no. 12, hal. 580–587.
Rampengan, Starry H. 2015. Resistant Hypertension. Jurnal Kedokteran Yarsi. Vol. 23 (2): 114-
127
Ried, Karin., Fakler, Peter. 2014. Potential of garlic (Allium sativum) in lowering high blood
pressure: mechanisms of action and clinical relevance. Article from Dove Press Journal.
Integrated Blood Pressure Control, 7: 71-82.
Rimbawan dan A. Siagian. 2004. Indeks Glikemiks Pangan. Bogor: Penebar Swadaya.
Sartik, dkk. 2017. Faktor-Faktor Resiko dan Angka Kejadian Hipertensi Pada Penduduk
Palembang. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat. Vol.8 (3): 180-191
Williamson, Elizabeth., Driver, Samuel., Baxter, Karen. 2009. Stockley’s Herbal Medicies
Interactions. USA: Pharmaceutical Press, RPS Publishing.
Yogisusanti,Gurdani., Hari Kusnanto., Lientje Setyawati., dan Yasumasa Otsuka. 2013. Pengaruh
Pelatihan Pengendalian Kelelahan Kerja terhadap Peningkatan Pengetahuan Dosen
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan di Bandung. Jurnal Ilmu Kesehatan 7 (2).

Anda mungkin juga menyukai