“GANGGUAN LIVER”
SEMESTER GENAP
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
TA 2019/2020
BAB I
PATOFISIOLOGI
Penyakit liver kronik dan paparan substansi yang sifatnya hepatotoksik menyebabkan
kerusakan pada jaringan normal yang terdapat di liver. Hal ini memicu terjadinya respon
inflamasi dan sekresi kolagen yang abnormal. Manifestasi awal dari inflamasi dan sekresi
kolagen tersebut adalah fibrosis hepatik. Fibrosis didefinisikan sebagai akumulasi protein
berlebih (seperi kolagen) pada matriks ekstraseluler hepar. Akumulasi protein merupakan
respon tubuh untuk mengatasi inflamasi yang terjadi, namun bila terjadi penumpukan
berlebih dari protein tersebut terjadi penyakit yang disebut dengan sirosis. Sirosis, berasal
dari Bahasa yunani, kirrhos, yang berarti berwarna oranye/jingga, yang ditujukan pada warna
jingga yang nampak sebagai manifestasi dari kondisi patologis yang terjadi di hepar. Secara
histologis, sirosis nampak melalui tiga kriteria ; kelainan difusi, keberadaan fibrosis, dan
adanya nodul abnormal yang mengganti atau menutupi jarringan normal liver. Ketika
jaringan fibrosis menggantikan jaringan normal, resistensi aliran darah menyebabkan portal
hipertensi dan memicu terjadinya asites dan varises. Penurunan kadar hepatosit dan peralihan
jalur laju darah inilah yang menyebabkan terjadinya ensefalopati hepatik dan koagulopati.
Hepatik ensefalopati adalah suatu gangguan fungsi otak yang dipicu oleh
glutamate, agonis reseptor benzodiazepine, asam amino aromatik, dan nilai mangan.
Manifestasi klinis dari hepatik ensefalopati dihasilkan dari akumulasi substansi nitrogen yang
teralirkan secara sistemik. Substansi ini kemudian memasuki system saraf pusat dan
dan perilaku penderita. Meski demikian, kadar ammonia dalam darah tidak memiliki
keterkaitan yang bermakna terhadap perubahan kesadaran. Terdapat tiga tipe hepatik
ensefalopati, yakni tipe A (diinduksi oleh gagal ginjal akut), tipe B (dipicu oleh portal
systemic bypass tanpa penyakit liver), dan tipe C (umumnya bersamaan dengan kejadian
Asites (berasal dari Bahasa yunani, askos yang berarti kantung air) adalah sebuah
kondisi patologis dimana cairan limpa terakumulasi pada rongga peritoneal. Faktor pencetus
terjadinya asites adalah multifactorial. Pada umumnya, asites merupakan gejala awal
pembuluh darah arteri dan penurunan tahanan perifer yang memicu aktivasi baroreseptor
pada ginjal dan aktivasi system renin-angiotensin-aldosterone, aktivasi system saraf simpatis,
dan pelepasan hormone antidiuretic sebagai reaksi hipotensi arteri. Perubahan-perubahan tsb.
Seorang pasien Tn.G (60 tahun) dibawa ke rumah sakit dan diketahui
IgM (-); HbeAg (-). Nilai pemeriksaan AST 153 IU/L; ALT 90 IU/L; bilirubin 1,4
mg/dl; dan INR 1,3. Tn.G juga diketahui mengalami ascites sedang (mild to
moderate). Nilai BUN adalah 34 dan serum kreatinin 1,5. Pasien mendapatkan terapi
lamivudine.
Pertanyaan :
sebagai berikut:
a. Antivirus
b. Hepatoprotektif
c. Antifibrosis
Sebutkan nama tanaman, kandungan senyawa aktif, mekanisme kerja, dan dosis/cara
preparasi masing-masing!
5. Jelaskan potensi efek samping dan interaksi yang terjadi!
atau toksisitas ammonia yang dapat terjadi pada penyakit hati akut dan kronik berat
dengan beragam manifestasi, mulai dari ringan hingga berat, mencakup perubahan
menjadi urea dan glutamin. Otot dan ginjal juga akan mendetoksifikasi amonia jika
terjadi gagal hati di mana otot rangka memegang peranan penting dalam metabolisme
amonia melalui pemecahan amonia menjadi glutamin melalui jalur glutamin sintetase.
Ginjal berperan dalam produksi dan eksresi amonia, terutama dipengaruhi oleh
Amonia yang berasal dari ginjal dikeluarkan melalui urin dalam bentuk amonium
(NH4+) dan urea, ataupun diserap kembali ke dalam tubuh yang dipengaruhi oleh pH
tubuh. Amonia akan masuk ke dalam hati melalui vena porta untuk proses
sistemik tanpa melalui hati. Peningkatan kadar amonia dalam darah menaikkan risiko
toksisitas amonia. Meningkatnya permeabilitas sawar darah otak untuk amonia pada
pasien sirosis menyebabkan toksisitas amonia terhadap astrosit otak yang berfungsi
Sedangkan asites yang dialami pasien dapat terjadi karena banyak hal seperti
peritoneum yang disebabkan oleh sirosis hati dan hipertensi porta. Sirosis hati akan
peningkatan resistensi system porta yang berujung kepada hipertensi porta. Hipertensi
porta ini dibarengi dengan vasodilatasi splanchnic bed (pembuluh darah splanknik)
akibat adanya vasodilator endogen (NO, endotelin, dll). Dengan adanya vasodilatasi
splanknik tadi, akan menyebabkan peningkatan aliran darah dan membuat hipertensi
sirkulasi arterial sistemik sehingga terjadi vasodilatasi perifer. Respon tubuh akan
dan ginjal diikuti dengan reabsorpsi (N2O) dan menyebabkan semakin banyak cairan
transudasi pada daerah sinusoid dan kapiler usus, sehingga transudate akan terkumpul
Berdasarkan data Lab didapatkan HbsAg (+), Anti-Hbc IgM (-), HbeAg
(-),AST 153 IU/L, ALT 90 IU/L, bilirubin 1,4 mg/dl, INR 1,3, BUN 34 dan serum
kreatinin 1,5. Pada pasien, HbsAg (+) menandakan bahwa pada tubuh pasien terdapat
virus Hepatitis B dengan Anti-Hbc IgM (-) untuk mendeteksi antibodi IgM dan
dinyatakan negatif menunjukkan infeksi kronis atau pernah terinfeksi virus Hepatitis
B serta HbeAg (-) menandakan tidak terjadinya replikasi. INR 1,3 menunjukkan
bahwa pasien rentan mengalami pendarahan. AST pasien ialah 153 IU/L sedangkan
kadar normalnya ialah 5-43 yang menandakan kadar AST pasien Tinggi dengan ALT
pasien 90 IU/L sedangkan kadar normal ialah 5-60 yang menandakan kadar ALT
Apabila tidak diTerapi dapat menjadi fibrosis dan sirosis. Bilirubin pasien ialah 1,4
mg/dL yaitu Normal. Kadar kreatinin dalam darah digunakan untuk menilai fungsi
ginjal. Serum Kreatinin pasien adalah 1,5 dengan normalnya 0,6-1,2 mg/dL
menandakan kadar serum kreatinin Tinggi. Hal ini menunjukkan adanya gangguan
fungsi ginjal. Nilai BUN pasien ialah 34 yang dikategorikan Tinggi menunjukkan
REKOMENDASI TERAPI
3.1.1 Hepatoprotektor
Mekanisme kerja :
Mekanisme kerja :
Sebagai antioxidant
Detoksifikasi fenol dan substansi toxic lainnya dengan aktivasi enzim yang terlibat
dalam jalur biosintesis UDP-asam glukoronat
Meningkatkan sintesis DNA dan stimulasi DNA polymerase, peningkatan sintesis
RNA ribosomal dan stimulasi regenerasi liver, menstabilkan membran sel dan
meningkatkan glutation di liver
(25 mg ekstrak/hari)
3.1.2 Antivirus
a. Astragalus membranaceus
efek penghambatan yang lemah pada virus hepatitis B pada tikus, tetapi astragaloside
Root kering untuk rebusan; ekstrak cair, tablet dan kapsul; akar bubuk.
b. Phyllanthus niruri
efektif melawan Hepatitis B dan infeksi virus lainnya. Sebuah studi melaporkan
penentuan kuantitatif efek anti-virus herbal dalam sistem in vitro yang terdefinisi
dengan baik. Phyllanthus niruri telah dilaporkan menunjukkan aktivitas antigen anti-
virus B dalam studi in-vivo dan in-vitro. Dalam sebuah penelitian, 37 pasien dengan
virus hepatitis B kronis diobati dengan dosis harian 600mg Phyllanthus niruri selama
30 hari. 59% pasien mengalami penurunan HBsAg pada dua minggu setelah akhir
pengobatan. Selanjutnya, tidak satu pun kasus yang diikuti sampai 9 bulan memiliki
diminum tiga kali sehari hingga tiga bulan. Apabila HbsAg pasien masih tinggi maka
pasien dianjurkan mengkonsumsi dalam bentuk kapsul dengan dosis 600 mg/ hari
selama 30 hari. Namun apabila data lab pasien sudah baik, pasien disarankan
mengkonsumsi ekstrak Phyllantus niruridalam bentuk kapsul dengan dosis 150 mg/hari
3.1.3 Antifibrosis
Dosis dan preparasi: Dosis kapsul 1–2 g 3x1. Pada sediaan memiliki kekuatan 400
Efek Samping : sakit kepala, sakit perut, mual, iritasi mukosa lambung, reflux,
pusing, rasa kantuk yang berlebihan, kulit terasa seperti terbakar atau perih,
al., 2014).
Dosis dan preparasi: Dosis kapsul 3 - 4,5 g 2x1 (UMHS, 2015). Pada sediaan
memiliki kekuatan 500 mg sehingga dapat dikonsumsi 3x2 caps. Tiap kemasan
Interaksi : Pada obat anti kolesterol, anti diabetes, anti koagulan, dan sejumlah
obat anti depresan meningkatkan efek sehingga bisa berakibat toksik. Antagonis
3.2.1 Antivirus
Nama tanaman : Astragalus (Astragalus membranaceus)
Senyawa aktif : Kandungan utamanya adalah saponin triterpen, yang meliputi
dan metoksil dari pterocarpan dan isoflavan, dan serangkaian polisakarida yang
Dosis :
- Dekokta : 8 – 12 gram yang dibagi dalam dua dosis per hari, diminum saat perut
antioksidan yang mampu menangkap ion superoksida dan memutus rantai antar ion
superoksida (O2) sehingga mencegah kerusakan sel hepar karena peroksidasi lipid
dengan cara dimediasi oleh enzim antioksidan yaitu superoxide dismutase (SOD)
dimana enzim SOD akan mengonversi O2 menjadi produk yang kurang toksik.
profibrotik sitokin.
gen penting dalam proses imunitas dan inflamasi, salah satunya untuk membentuk
TNF-α. Dengan menekan kerja NF-kB maka radikal bebas dari hasil sampingan
inflamasi berkurang.
Cara preparasi : Sebanyak 0,5-1 gram simplisia direbus dengan air mendidih dalam
penangas air, tutup, diamkan 5 menit dan dalam penangas air, tutup, diamkan 5 menit
dan kemudian dalam penangas air, tutup, diamkan 5 menit dan kemudian saring dan
encerkan dengan perbandingan 1:10. saring dan encerkan dengan perbandingan 1:10.
Dosis : 3 x 1 tablet (500 mg ekstrak)/hari, sementara untuk sediaan simplisia 3-9 gram
perhari. Rata-rata dosis adalah 1,5-3 gram. Serbuk harus diminum 2 sampai 3 kali
perhari setelah makan, teh (2 sampai 3 gelas) harus diminum sebelum makan. Dosis
3.2.3 Antifibrosis
Platelet- derived growth factor (PDGF), Interleukin-2 (IL-2), serta menurunkan aktivasi
Proses meatbolit ini mengoksidasi sitokrom P450, sehingga terjadinya jejas pada hati
Ketika berinteraksi dengan lipid dan protein pada sel hepar, radikal bebas ini
sebelumnya; yakni suatu proses yang disebut reaksi berantai. Peroksidasi lipid ini
memicu kerusakan struktur dan gangguan fungsi membran sel, dan apabila jumlah
parasetamol yang terpapar cukup banyak, terjadi pengosongan glutation hepar sehingga
alur glukoronidasi dan sulfas mengalami kejenuhan yang berdampak pada kematian sel
(Klaassen, 2001). Kerusakan berantai oleh radikal bebas ini akan menimbulkan efek
Kerusakan ini dapat dinetralkan oleh antioksidan (Cotran & Pober, 2007).
propagasi rantai dan atau peningkatan terminasi rantai. Antioksidan dapat diproduksi
oleh tubuh secara fisiologis (endogen) maupun diperoleh melalui diet (eksogen) (Papas,
(fitofarmaka).
sel hepar yang rusak (Liu & Shen, 2003; Holliday et al, 2007). Cordyceps menghambat
bubuk. Sementara, menurut Medscape yaitu 3g per hari difermentasi dengan teh, untuk
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 STUDI KASUS
Seorang pasien Tn G (60 tahun) dibawa ke rumah sakit dan diketahui menderita
encefalopati. Hasil pemeriksaan menyebutkan bahwa HbsAg (+); Anti-HBc IgM (-);
HbeAg (-) .Nilai pemeriksaan AST 153, ALT 90 IU/L, bilirubin 1,4 mg/dL dan INR 1,3.
Tn G juga diketahui mengalami ascites sedang (mild to moderate). Nilai BUN adalah 34
Pertanyaan:
sebagai berikut:
a. Antivirus
b. Hepatoprotektif
c. Antifibrosis
Sebutkan nama tanaman, kandungan senyawa aktif, mekanisme kerja, dan dosis/ cara
preparasi masing-masing!
phenol, short cain fatty acid, di mana toksin bekerja sinergis dengan hasil
yang meningkat (5-10 kali lebih tinggi pada sistem portal dari hepar). Secara
fisiologis, amonia akan dimetabolisme oleh hati menjadi urea dan glutamin. Otot dan
ginjal juga akan mendetoksifikasi amonia jika terjadi gagal hati di mana otot rangka
menjadi glutamin melalui jalur glutamin sintetase. Ginjal berperan dalam produksi
dan eksresi amonia, terutama dipengaruhi oleh keseimbangan asam basa tubuh. Ginjal
glutamat, bikarbonat dan amonia. Amonia yang berasal dari ginjal dikeluarkan
melalui urin dalam bentuk amonium (NH4+) dan urea, ataupun diserap kembali ke
dalam tubuh yang dipengaruhi oleh pH tubuh. Dalam kondisi asidosis, ginjal akan
mengeluarkan amonium dan urea melalui urin, sedangkan dalam kondisi alkalosis,
penurunan laju filtrasi glomerolus dan penurunan perfusi perifer ginjal akan menahan
masuk ke dalam hati melalui vena porta untuk proses detoksifikasi. Metabolisme oleh
hati dilakukan di dua tempat, yaitu sel hati periportal yang memetabolisme amonia
menjadi urea melalui siklus Krebs-Hensleit dan sel hati yang terletak dekat vena
yang membawa darah yang mengandung amonia masuk ke aliran sistemik tanpa
melalui hati. Peningkatan kadar amonia dalam darah menaikkan risiko toksisitas
amonia. Meningkatnya permeabilitas sawar darah otak untuk amonia pada pasien
melakukan metabolisme amonia melalui kerja enzim sintetase glutamin (Prio dan
Adityo, 2017)
- Ascites
Asites ditandai dengan adanya kelebihan cairan didalam rongga peritoneum.
Asites terjadi karena adanya sirosis hepatik. Terdapat beberapa faktor yang terlibat
dalam pathogenesis asites pada sirosis hati. (1) hipertensi porta, (2) hipoalbuminemia,
(3) meningkatnya pembentukan dan aliran limfe hati, (4) retensi natrium, (5)
resistensi aliran darah melalui hati. Hal ini meningkatkan tekanan hidrostatik dalam
ruang interstisia. Asites yang ada hubungannya dengan sirosis hati dan hipertensi
porta adalah salah satu contoh penimbunan cairan di rongga peritoneum yang terjadi
melalui mekanisme transudasi. Asites jenis ini paling sering dijumpai di Indonesia.
kronis sehingga terapinya menggunakan lamivudin. Selain itu pasien juga sudah ada
sendiri diharapkan dapat mengurangi jumlah virus hepatitis dalam tubuh dan
balik dari RNA menjadi DNA yang terjadi dalam replikasi VHB. Lamivudin
menghambat produksi VHB baru dan mencegah terjadinya infeksi hepatosit sehat
yang belum terinfeksi, tetapi tidak mempengaruhi sel-sel yang telah terinfeksi
(Soemoharjo, 2008)
menjadi kronis.
VHB
replikasi)
Aminotransferase) merupakan
lama.
ALT 90 5-35 SGPT (Serum Glutamic Pyruvic
Aminotransferase) merupakan
mendiagnosis destruksi
hepatitis
Bilirubin 1,4 - Total ≤ 1,4 mg/dL Batas atas. Bilirubin terjadi dari
SI = <24 μmmol/L
- Langsung ≤ 0,40 hasil peruraian hemoglobin dan
fungsi hati.
serum mencerminkan
dan ekresi.
Kadar urea darah bisa dicek
dengan baik
mengisyaratkan adanya
a. Antivirus
Nama tanaman : Astragalus (Astragalus membranaceus)
dan II dan lainnya. Terdapat kandungan isoflavon, terutama glikosida calycosin dan
MekanismeKerja :
Dosis :
- Dekokta : 8 – 12 gram yang dibagi dalam dua dosis per hari, diminum
b. Hepatoprotektif
Mekanisme kerja :
yang mampu menangkap ion superoksida dan memutus rantai antar ion
superoksida (O2) sehingga mencegah kerusakan sel hepar karena peroksidasi lipid
dengan cara dimediasi oleh enzim antioksidan yaitu superoxide dismutase (SOD)
dimana enzim SOD akan mengonversi O2 menjadi produk yang kurang toksik.
profibrotiksitokin.
sejumlah gen penting dalam proses imunitas dan inflamasi, salah satunya untuk
membentuk TNF-α. Dengan menekan kerja NF-kB maka radikal bebas dari hasil
Cara preparasi : Sebanyak 0,5-1 gram simplisia direbus dengan air mendidih
dalam penangas air, tutup, diamkan 5 menit dan dalam penangas air, tutup, diamkan 5
menit dan kemudian dalampenangas air, tutup, diamkan 5 menit dan kemudian saring
dan encerkan dengan perbandingan 1:10. saring dan encerkan dengan perbandingan
simplisia 3-9 gram per hari. Rata-rata dosis adalah 1,5-3 gram. Serbuk harus diminum
2 sampai 3 kali perhari setelah makan, teh (2 sampai 3 gelas) harus diminum sebelum
makan. Dosis tingtur adalah 10 sampai 15 tetes (0,5-1 ml) 2 sampai 3 kali perhari.
c. Antifibrosis
Proses meatbolit ini mengoksidasi sitokrom P450, sehingga terjadinya jejas pada
- Ketika berinteraksi dengan lipid dan protein pada sel hepar, radikal bebas ini
sebelumnya; yakni suatu proses yang disebut reaksi berantai. Peroksidasi lipid ini
memicu kerusakan struktur dan gangguan fungsi membrane sel, dan apabila
jumlah parasetamol yang terpapar cukup banyak, terjadi pengosongan glutation
bebas ini akan menimbulkan efek merugikan yaitu peningkatan stress peroksidatif
diproduksi oleh tubuh secara fisiologis (endogen) maupun diperoleh melalui diet
kemampuan perbaikan sel hepar yang rusak (Liu & Shen, 2003; Holliday et al,
direkomendasikan yaitu 3-9 gram 2x1 pada sediaan ekstrak Cair maupun ekstrak
bubuk. Sementara, menurut Medscape yaitu 3g per hari di fermentasi dengan teh,
dan rematik.
Interaksi : astragalus adalah
membuat tubuh sulit terbebas dari lithium, sehingga tingkat obat tinggi yang
kurkumin dengan herbal yang lain: Orang sehat diberi 2 g curcumin dikombinasi
sebagai makanan dan tergolong aman. Tidak ada informasi keamanan pada
powder. Cordyceps should only be purchased from companies that test to exclude
KESIMPULAN
Berdasarkan kasus diatas dapat disimpulkan bahwa, seorang pasien Tn G (60 tahun)
menderita hepatitis B dengan gejala encefalopati dan ascites sedang (mild to moderate) serta
hasil pemeriksaan HbsAg (+) ; Anti-HBc IgM (-); HbeAg (-). Nilai pemeriksaan AST 153,
ALT 90 IU/L, bilirubin 1,4 mg/dL, dan INR 1,3. Sehingga diberikan terapi Astragalus
Albanis E.L., Rifaat S.L., and ScottF.L. 2003. Treatment of hepatic fibrosis almost there.
http://www.hcvets.com/data/hcv_liver/fibrosis.htm.
Bone, Kerry., dan Simon Mills. 2013. Principles and Practice of Phytotherapy. US:
Elsevier.
Braun, Lesley dan Marc Cohen. 2007. Herbs & Natural Supplement :s An Evidence-based
Dipiro, J. T., Robert L. T., Gary C. Y., Gary R. M., Barbara G. W., dan Michael Posey. 2008.
Hill.
Holiday J.C., and Cleaver M. 2004. On the trail of the yak ancient cordyceps in modern
world. http://www.nwbotanicals.org/nwb/lexicon/hybridcordyceps.htm.
Katno, Pramono S. 2005. Tingkat Manfaat dan Keamanan Tanaman Obat dan Obat
Kumar, Verendra dan Gupta. 2006. Centella asiatica. Dalam jurnal penelitian: Provital
Group.
Liu Y.K., Shen W. 2003. Inhibitive effect of cordyceps sinensis on experimental hepatic
Prio, Prayudo dan Aditya, Wibowo. 2017. Ensefalopati hepatic pada pasien Sirosis hepatic.
Shrestha B. 2011. Diversity of Cordyceps Fungi in Nepal. Nepal Journal of Science and
Soemoharjo, S. 2008. Hepatitis Virus B. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Wells, Barbara G., Joseph T. Dipiro, Terry L. S., dan Cecily D.. 2015. Pharmacotherapy
Williamson, Elizabeth., Samuel Driver dan Karen Baxter. 2009. Stockley’s Herbal