Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HIPERTENSI


DI DESA GEBUGAN, DUSUN BENGKLE, KEC. BERGAS, KAB. SEMARANG

DISUSUN OLEH:
WIDIYATUL KHASANAH
P1337420118095

JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI DIII KEPERWATAN SEMARANG
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
2021
I. HALAMAN JUDUL : Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Hipertensi di Desa Gebugan, Dusun Bengkle, Kec. Bergas, Kab. Semarang
II. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengertian
Hipertensi lebih dikenal dengan istilah penyakit tekanan darah tinggi. Batas
tekanan darah yang dapat digunakan sebagai acuan untuk menentukan normal atau
tidaknya tekanan darah adalah tekanan sistolik dan diastolik. Bedasarkan JNC (Joint
National Comitee) VII, seorang dikatakan mengalami hipertensi jika tekanan sistolik
140 mmHg atau lebih dan diastolik 90 mmHg atau lebih (Chobaniam, 2011).
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan
sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Pada populasi
lanjut usia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan
diastolik 90 mmHg (Sheps, 2010).
Hipertensi adalah salah satu penyakit yang sering disebut dengan “pembunuh
diam-diam” karena penyakit ini tidak menyebabkan gejala jangka panjang. Namun,
penyakit ini mungkin mengakibatkan komplikasi yang mengancam nyawa layaknya
penyakit jantung. Jika tidak terdeteksi dini dan terobati tepat waktu, hipertensi dapat
mengakibatkan komplikasi serius penyakit jantung koroner, gagal jantung, stroke,
gagal ginjal, kebutaan, diabetes, dan banyak penyakit berbahaya lainnya.

2. Etiologi 
Menurut Smeltzer (2013), berdasarkan penyebab terjadinya, hipertensi terbagi
atas dua bagian yaitu:
a. Hipertensi Primer
Jenis hipertensi primer sering terjadi pada populasi dewasa antara 90-95%.
Hipertensi primer, tidak memiliki penyebab klinis yang dapat diidentifikasi, dan
juga kemungkinan kondisi ini bersifat multifaktor (Smeltzer, 2013;Lewis,
Dirksen, Heitkemper, & Bucher, 2014). Hipertensi primer tidak bisa
disembuhkan, akan tetapi bisa dikontrol dengan terapi yang tepat. Dalam hal ini,
faktor genetik mungkin berperan penting untuk pengembangan hipertensi primer
dan bentuk tekanan darah tinggi yang cenderung berkembang secara bertahap
selama bertahun-tahun (Bell, Twiggs, & Olin, 2015).
b. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder memiliki ciri dengan peningkatan tekanan darah dan
disertai penyebab yang spesifik, seperti penyempitan arteri renalis, kehamilan,
medikasi tertentu, dsn penyebab lainnya. Hipertensi sekunder juga bisa bersifat
menjadi akut, yang menandakan bahwa adanya perubahan pada curah jantung
(Ignatavicus, Workman, & Rebar, 2017).

3. Tanda dan Gejala


Hipertensi sulit disadari oleh seseorang karena hipertensi tidak memiliki
gejala khusus. Menurut Sutanto (2009), gejala-gejala yang mudah diamati antara
lain yaitu :
1) Gejala ringan seperti pusing
2) Sering Gelisah
3) Wajah Merah
4) Telinga berdengung
5) Sukar tidur
6) Sesak napas
7) Rasa berat ditengkuk
8) Mudah Lelah
9) Mata berkunang-kunang
10) Mimisan (Keluar darah dari hidung)
Menurut Crea (2008) gejala hipertensi adalah sakit kepala bagian belakang
dan kaku kuduk, sulit tidur dan gelisah atau cemas dan kepala pusing, dada
berdebar-debar dan lemas, sesak nafas, berkeringat, dan pusing.
4. Patofisiologi
Tekanan darah arteri sistemik merupakan hasil perkalian total
resistensi/tahanan perifer dengan curah jantung (cardiac output). Hasil Cardiac
Output didapatkan melalui perkalian antarastroke volume (volume darah yang
dipompa dari ventrikel jantung)denganhearth rate (denyut jantung). Sistem
otonom dan sirkulasi hormonal berfungsi untuk mempertahankan pengaturan
tahanan perifer. Hipertensi merupakan suatuabnormalitas dari kedua faktor
tersebut yang ditandai dengan adanya peningkatan curah jantung dan resistensi
periferyang juga meningkat(Kowalak, 2011; Ardiansyah, 2012).
Berbagaiteori yang menjelaskantentangterjadinya hipertensi, teori-teori
tersebut antara lain(Kowalak, 2011):
a. Perubahan yang terjadi pada bantalan dinding pembuluh darah arteri yang
mengakibatkan retensi perifermeningkat.
b. Terjadipeningkatan tonus pada sistem saraf simpatik yangabnormal dan berasal
dalam pusat vasomotor, dapat mengakibatkan peningkatan retensi perifer.
c. Bertambahnyavolume darah yang disebabkan oleh disfungsi renal atau hormonal.
d. Peningkatan penebalan dinding arteriol akibat faktor genetik yang disebabkan
oleh retensi vaskuler perifer.
e. Pelepasan renin yang abnormal sehingga membentuk angiotensin II yang
menimbulkan konstriksi arteriol dan meningkatkan volume darah.
Tekanan darah yang meningkat secara terus-menerus padapasien
hipertensi dapat menyebabkan beban kerja jantung akan meningkat. Hal ini terjadi
karena peningkatan resistensi terhadap ejeksiventrikel kiri. Agarkekuatan
kontraksi jantungmeningkat, ventrikel kiri mengalami hipertrofi sehingga
kebutuhan oksigen dan beban kerja jantung juga meningkat. Dilatasi dan
kegagalan jantung bisa terjadi, jika hipertrofi tidak dapatmempertahankan curah
jantung yang memadai. Karena hipertensi memicu aterosklerosis arteri koronaria,
maka jantung bisa mengalami gangguan lebih lanjut akibat aliran darah yang
menurun menuju miokardium, sehingga timbul angina pektoris atau infark
miokard. Hipertensi juga mengakibatkan kerusakan pada pembukuh darah yang
semakin mempercepat proses aterosklerosis dan kerusakan organ-organ vital
seperti stroke, gagal ginjal, aneurisme, dan cedera retina (Kowalak, 2011).
Kerja jantung terutama ditentukan besarnya curah jantung dan tahanan
perifer. Umumnya curah jantung pada penderita hipertensi adalah normal. Adanya
kelainan terutama pada peninggian tahanan perifer. Peningkatan tahanan perifer
disebabkan karena vasokonstriksi arteriol akibat naiknya tonus otot polos pada
pembuluh darah tersebut. Jika hipertensi sudah dialami cukup lama, maka yang
akan sering dijumpai yaitu adanya perubahan-perubahan struktural pada
pembuluh darah arteriol seperti penebalan pada tunika interna dan terjadi
hipertrofi pada tunika media. Dengan terjadinya hipertrofi dan hiperplasia, maka
sirkulasi darah dalam otot jantung tidak mencukupi lagisehingga terjadi anoksia
relatif. Halini dapat diperjelasdengan adanya sklerosis koroner (Riyadi, 2011).
5. Pathways
6. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang dilakukan dengan 2 cara yaitu :
a.) Pemeriksaan yang segera
1) Darah Rutin (Hematokrit / Hemoglobin)
2) Blood unit Nitrogen/kreatinin
3) Glukosa
4) Kalium Serum
5) Kolesterol dan Trigliserid serum
6) Pemeriksaan Tiroid
7) Kadar Aldosteron Urin/ Serum
8) Urinalissa
9) Steroid Urin
10) EKG
b.) Pemeriksaan Lanjutan (tergantung dari keadaan klinis dan hasil
pemeriksaan yang pertama)
1) IVP : Dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti
parenkim ginjal, batu ginjal/ureter.
2) CT Scan : Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati
3) IUP : Mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti : batu
ginjal, perbaikan ginjal.
4) USG : Untuk melihat struktur ginjal dilaksanakan sesuai
kondisi klinis pasien.
7. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan hipertensi ada dua pilihan yaitu : pengobatan
farmakologis dan pengobatan nonfarmakologis. Pengobatan farmakologis
dilakukan dengan menggunakan obat-obatan anthihipertensi sedangkan
pengobatan nonfarmakologis atau tanpa obat, antara lain dilakukan dengan
menganut gaya hidup sehat, rendam air hangat, terapi musik klasik, bekam
dan senam lansia.
a. Penatalaksanaan farmakologi hipertensi
Tujuan penatalaksanaan farmakologi atau pengobatan tekanan darah
adalah untuk menurunkan tekanan darah dan mengembalikan tekanan
darah pada ukuran normal dengan obat-obatan yang dikonsumsi.
Pemberian obat hipertensi yang biasa diberikan pada orang hipertensi
menurut Darmawan (2012) adalah :
1) Diuretik thiazide merupakan obat yang diberikan untuk mengobati
hipertensi
2) Pengobatan adrenergic seperti alfa-bloker dan beta-bloker merupakan obat
yang menghambat efek system saraf simpatis.
3) Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE-INHIBITOR) merupakan
obat penurun tekanan darah dengan cara melebarkan arteri.
4) Angiotensin II bloker merupakan obat penurun tekanan darah dengan cara
melebarkan arteri
5) Antagonis kalsium menyebabkan melebarnya pembuluh darah
6) Vasodilator pembuluh darah menyebabkan melebarnya pembuluh darah
7) Kedaruratan hipertensi merupakan penatalaksanaan dengan memerlukan
obat yang menurunkan tekanan darah tinggi dengan segera contoh nya :
diazoxide, nitroprusside, nitroglycerin, dan labelatol
b. Penatalaksanaan Hipertensi Nonfarmakologi
Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi
ringan dan sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat.
Terapi tanpa obat ini meliputi :
1) Diet
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
a) Pengurangan konsumsi garam dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr
b) Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh
c) Konsumsi buah dan sayur seperti semangka, mentimun, seledri, tomat,
kesemek
2) Penurunan Berat Badan
3) Penurunan Asupan Etanol
4) Menghentikan Merokok
5) Latihan Fisik
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang
dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah olahraga yang mempunyai
empat prinsip yaitu: macam olahraga isotonis dan dinamis seperti lari,
jogging, bersepeda, berenang dan lain-lain. Intensitas olah raga yang baik
antara 60-80 % dari kapasitas aerobik atau 72-87 % dari denyut nadi
maksimal yang disebut zona latihan. Lamanya latihan berkisar antara 20 –
25 menit berada dalam zona latihan Frekuensi latihan sebaiknya 3x
perminggu dan paling baik 5x perminggu.

B. Konsep Asuhan Keperawatan Hipertensi pada Lansia


1. Pengkajian Fokus pengkajian menurut Wijayaningsih (2013) Asuhan
keperawatan pada klien hipertensi dilaksanakan melalui proses
keperawatan yang terdiri dari :
a. Aktivitas atau istirahatkelemahan, letih, nafas pendek, frekuensi jantung
tinggi, perubahan irama jantung.
b. Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit selebravaskular, kenaikan
tekanan darah, takikardi, distritmia, kulit pucat, sianosis, diaphoresis.
c. Integritas Ego
Perubahan kepribadian, ansietas, depresi atau marah kronik, gelisah, otot
muka tegang, pernafasan, maligna, peningkatan pola bicara.
d. Gangguan ginjal saat ini atau masa lalu seperti infeksi, obstruksi atau
riwayat penyakit ginjal.
e. Makanan / cairanMakanan yang disukai tinggi garam, tinggi lemak, tinggi
kolesterol, mual dan muntah, perubahan berat badan, adanya edema.
f. Neurosensori
Pusing, sakit kepala, gangguan penglihatan, perubahan keterjagaan,
orientasi pola atau isi bicara efek proses pikir atau memori (ingatan),
respon motorik (penurunan kekuatan genggaman tangan), perubahan retina
optic.
g. Nyeri atau kenyamananAngina, nyeri hilang atau timbul pada tungkai
klaudikasi, sakit kepala, nyeri abdomen.
h. Pernapasan
Dispnea, takipnea, dispnea nocturnal paroksimal, riwayat merokok, batuk
dengan atau tanpa sputum, distress respirasi atau penggunaan otot aksesori
pernafasan

2. Diagnosa
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon
individu, keluarga atau komunitas terhadap proses kehidupan/ masalah
kesehatan. Aktual atau potensial dan kemungkinan dan membutuhkan
tindakan keperawatan untuk memecahkan masalah tersebut.Adapun
diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien hipertensi adalah sebagai
berikut (NANDA, 2015-2017):
a. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan
peningkatan afterload dan vasokontriksi.
b. Nyeri atau sakit kepala berhubungan dengan peningkatan tekanan
vascular selebral.
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
3. Intervensi
Intervensi atau rencana keperawatan adalah pedoman untuk
merumuskan tindakan keperawatan dalam usaha membantu
meningkatkan, memecahkan masalah atau untuk memenuhi kebutuhan
klien (Setiadi, 2012) Intervensi asuhan keperawatan yang direncanakan
pada pasien dengan hipertensi berdasarkan diagnosa keperawatan
menurut Wijayaningsih (2013) adalah sebagai berikut :
a. Diagnosa : Risiko tinggi terhadap penurunan curah jantung
berhubungan dengan peningkatan afterload dan
vasokontriksiPerencanaan :
1) Pantau tekanan darah untuk evaluasi awal. Rasional :
Perbandingan dari tekanan memberikan gambaranyang
lebih lengkap tentang keterlibatan / bidang masalah
vascular.
2) Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer.
Rasional : Denyutan karotis, jugularis, radialis dan
femoralis mungkin teramati / terpalpasi.
3) Auskultasi tonus jantung dan bunyi nafas.Rasional : S4
terdengar pada pasien hipertensi berat karena ada hipertropi
atrium (peningkatan volume atau tekanan atrium),
perkembangan S3 menunjukkan hipertropi ventrikel atau
kerusakan fungsi
4) Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurang
aktivitas/keributan lingkungan Rasional : Membantu untuk
menurunkan rangsang simpatis.
5) Pemberian obat non farmakologi (jus semangka) Rasional :
Membantu untuk menurunkan tekanan darah
b. Diagnosa : Nyeri atau sakit kepala berhubungan dengan peningkatan
tekanan vascular selebral Perencanaan :
1) Pertahankan tirah baring selama fase akut Rasional : Meminimalkan
stimulasi / meningkatkan relaksasi.
2) Berikan tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan sakit kepala
(teknik relaksasi) Rasional : Tindakan yang menurunkan tekanan vaskuler
selebral dan yang memperlambat.
3) Minimalkan aktivitas vasokontriksi yang dapat meningkatkan sakit kepala
(mengejan saat BAB, batuk, membungkuk) Rasional : Aktivitas yang
meningkatkan vasokontriksi menyebabkan sakit kepala.
4) Kolaborasi dengan tim dokter pemberian analgetik Rasional : Menurunkan
atau mengontrol nyeri dan rangsang.
c. Diagnosa : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
Perencanaan
1) Kaji respon pasien terhadap aktivitas Rasional : Menyebutkan parameter
membantu dalam mengkajirespon fisiologi terhadap stress aktivitas dan
bila ada indikator dari kelebihan kerja yang berkaitan dengan tingkat
aktivitas.
2) Instruksikan pasien tentang teknik penghematan energi (duduk saat gosok
gigi, atau menyisir rambut)Rasional : Teknik menghemat energi
mengurangi jugamembantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
3) Dorongan untuk melakukan aktivitas atau perawatan diribertahap, berikan
bantuan sesuai kebutuhan. Rasional : Kemajuan aktivitas bertahap
mencegah peningkatan kerja jantung tiba-tiba. Memberikan bantuan hanya
kebutuhan akan mendorong kemandirian dalam melakukan aktivitas
4) Anjurkan klien istrahat bila terjadi kelelahan dan kelemahan, anjurkan
pasien melakukan aktivitas semampunya. Rasional : meningkatkan
aktivitas secara bertahap sampai normal dan memperbaiki tonus otot.
4. Impementasi keperawatan
Implementasi keperawatan adalah tahap keempat dari proses
keperawatan yang dimulai setelah perawat menyusun rencana
keperawatan. Rencana keperawatan yang dibuat berdasarkan diagnosa
yang tepat, intervensi diharapkan dapat mencapai tujuan dan hasil yang
diinginkan untuk mendukung dan meningkatkan status kesehatan klien
menurut Potter & Perry (2009) dalam jurnal ade cahya lesmana.
a. Diagnosa : Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung
berhubungan dengan afterload dan vasokontriksi.
1) Memantau tekanan darah untuk evaluasi awal.
2) Mencatat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer.
3) Mengauskultasi tonus jantung dan bunyi nafas.
4) Memberikan lingkungan yang tenang, nyaman, kurang
aktivitas / keributan lingkungan.
5) Memberikan obat nonfarmakologi (jus semangka)
b. Diagnosa : Nyeri atau sakit kepala berhubungan dengan
peningkatan tekanan vascular selebral
1) Mempertahankan tirah baring selama fase akut.
2) Memberikan tindakan nonfarmakologi untuk
menghilangkan sakit kepala (teknik relaksasi).
3) Meminimalkan aktivitas vasokontriksi yang dapat
meningkatkan sakit kepala (mengejan saat BAB, batuk,
membungkuk).
4) Berkolaborasi dengan tim dokter pemberian analgetik
c. Diagnosa : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan
fisik
1) Mengkaji respon pasien terhadap aktivitas.
2) Menginstruksikan pasien tentang teknik penghematan
energi(duduk saat gosok gigi, atau menyisir rambut).
3) Memotivasi untuk melakukan aktivitas atau perawatan diri
bertahap, berikan bantuan sesuai kebutuhan.
4) Menganjurkan klien istrahat bila terjadi kelelahan dan
kelemahan, anjurkan pasien melakukan aktivitas
semampunya.

5. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses
keperawatan dengan cara melakukan identifikasi sejauh
mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak.
Dalam melakukan evaluasi perawat harusnya memiliki
pengetahuan dan kemampuan dalam memahami respon
terhadap intervensi keperawatan, kemampuan
menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai
serta kemampuan dalam menghubungkan tindakan
keperawatan pada kriteria hasil. Diharapkan setelah
dilakukan tindakan keperawatan pemberian jus semangka
(Cilitrus vulgaris schrad)tekanan darah pada lansia turun
(terkontrol)

   

               


DAFTAR PUSTAKA
   

1. Arjatmo T, 2006. Keperawatan Medikal Bedah. EGC : Jakarta


2. Brunner, Suddarth, 2006. Buku Ajar Keperawatan-Medikal Bedah. Edisi 8 Volume 3,
EGC : Jakarta
3. Bulecheck, Gloria. 2013. Nursing Interventions Classification, Jakarta : ELSEIVER
4. Blackwell, Wiley 2015. Diagnosa Keperawatan, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC
5. Moorhead, Sue. 2013. Nursing Outcomes Classification, Jakarta : ELSEIVER
6. Pamela L.swearingen .(2006). Keperawatan Medikal –Bedah . Ed.2. Jakarta : EGC 
7. Yohanes. 2017. Kebutuhan Dasar Manusia.
http://yohanesjohn.blogspot.co.id/2010/11/kebutuhan-dasar-manusia-kebutuhan.html (diakses
pada Rabu, 11 Januari 2017, pukul 20.00)
8. http://keperawatan.blogspot.com/2014/01/ -diabetes-melitus-dm.html#.XJjVu1UzbIU

Anda mungkin juga menyukai