Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERTENSI

DI SUSUN OLEH:
MARIA NOVIANA KII
20226111023

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI

MALANG

2022
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Teori

1. Hipertensi

a) Definisi Hipertensi

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu keadaan kronis yang

ditandai dengan meningkatnya tekanaan darah pada dinding pembuluh darah arteri.

Keadaan tersebut mengakibatkan jantung bekerja lebih keras untuk mengedarkan

darah ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah (Azizah,Hasanah,Pakarti. 2022)

b) Klasifikasi berdasarkan etiologi

Join nation comitten on detection evolution and treatment of high blood

pressure, badan penelitian hipertensi di Amerika Serikat, menentukan batasan

tekanan darah yang berbeda. Pada laporan JPC-V, tekanan darah pada orang

dewasa berusia 18 tahun diklasifikasikan pada tabel 1 dibawah ini:

no Kriteria Tekanan darah

Sistol Diastol

1 Normal <130 <85

2 Pembatasan Hgh Normal 130- 139 85 – 89

Derajat 1 (ringan) 140 -159 90 – 99

Derajat 2 (sedang) 160 – 179 100 -109

Derajat 3 (berat) 180 - 290 110 – 119


Derajat 4 (sangat berat) >210 >120

c) Etiologi Hipertensi

Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik.

Hipertensi terjadi sebagai respons peningkatan curah jantung atau peningkatan

tekanan perifer (Aspiani, 2015). Akan tetapi, ada beberapa faktor yang

memengaruhi terjadinya hipertensi:

1) Genetik: respons neurologi terhadap stress atau kelainan ekskresi

2) Obesitas: terkait dengan tingkat insulin yang tinggi yang megakibatkan

tekanan darah meningkat.

3) Stress karena lingkungan

4) Hilangnya elastisitas jaringan dan arterosklerosis pada orang tua serta

pelebaran pembuluh darah.

d) Tanda dan Gejala

Gejala umum yang ditimbulkan akibat menderita hipertensi tidak sama pada

setiap orang, bahkan terkadang timbul tanpa gejala (Aspiani, 2015). Secara umum

gejala yang dikeluhkan oleh penderita hipertensi sebagai berikut:

1) Sakit kepala

2) Rasa pegal dan tidak nyaman pada tengkuk

3) Perasaan berputar seperti tujuh keliling serasa ingin jatuh


4) Berdebar atau detak jantung terasa cepat

5) Telinga berdenging
e) Patofisiologi

Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak

dipusat vasomotor pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jarak

saraf simpatis yang berlanjut ke bawah korda spinalis dan keluar dari kolumna

medulla spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat

vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak kebawah melalui

sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron pre-ganglion

melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke

pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrine mengakibatkan

kontriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat

memengaruhi respons pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstiktor. Klien

dengan hipertensi sangat sensitif terhadap neropinefrin, meskipun tidak diketahui

dengan jelas mengapa hal tersebut dapat terjadi.

Pada saat bersamaan ketika system saraf simpatis merangsang pembuluh

darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,

mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medulla adrenal menyekresi

epinefrin, yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal menyekresi kortisol

dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh

darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah keginjal,

menyebabkan pelepasan renini. Rennin yang dilepaskan merangsang pembentukan

angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, vasokonstriktor kuat,

yang pada akhirnya merangsang sekresialdosteron oleh korteks adrenal. Hormone


ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan

peningkatan volume intravaskuler (Aspiani, 2015). Semua faktor tersebut

cenderung mencetuskan hipertensi.

f) Komplikasi

Tekanan darah tinggi atau hipertensi jika tidak diobati dan di tanggulangi maka

dalam jangka waktu yang panjang dapat menyebabkan kerusakan arteri didalam

tubuh sampai organ yang mendapat suplai darah dari arteri tersebut (Aspiani,

2015). Komplikasi yang paling sering dipengaruhi hipertensi antara lain:

1) Stroke

Stroke dapat terjadi akibat hemoragi akibat tekanan darah tinggi di otak, atau

akibat embolus yang terlepas dari pembuluh, selain daerah otak yang tekanan

tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronis apabila arteri yang memperdarahi

otak mengalami hipertrofi dan penebalan, sehingga aliran darah ke otak yang

diperdarahi berkurang. Arteriotak yang mengalami arterosklerosis dapat melemah

sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma.

2) Infark miokard

Infark miokard dapat terjadi apabila arterikoroner yang arterosklerotik tidak

dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk thrombus

yang menghambat aliran darah melewati pembuluh darah. Pada hipertensi kronis

dan hipertrofi ventrikel, kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat

dipenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark. Demikian
juga, hipertrofi ventrikel dapat menyebabkan perubahan waktu hantaran listrik

melintasi ventrikel sehingga disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan risiko

pembentukan bekuan.

3) Gagal ginjal

Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi

pada kapiler glomerulus ginjal. Dengan rusaknya glomerulus, aliran darah ke

nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksik dan kematian. Dengan

rusaknya membrane glomerulus, protein akan keluar melalui urine sehingga

tekanan osmotic koloid plasma berkurang dan menyebabkan edema, yang sering

dijumpai pada hipertensi kronis.

4) Ensefalopati

Ensefalopati (kerusakan otak) dapat terjadi, terutama pada hipertensi maligna

(hipertensi yang meningkat cepat dan berbahaya). Tekanan yang sangat tinggi pada

kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan

keruang interstisial di seluruh susunan saraf pusat. Neuron disekitarnya kolaps dan

terjadi koma serta kematian.

5) Kejang

Kejang dapat terjadi pada wanita pre-eklampsia. Bayi yang lahir mungkin

memiliki berat lahir kecil akibat perfusi plasenta yang tidak adekuat, kemudian

dapat mengalami hipoksia dan asidosis jika ibu mengalami kejang selama atau

sebelum proses persalinan.


g) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang sebaiknya dilakukan saat menemukan kasus

hipertensi adalah

pemeriksaan penunjang nilai normal

darah (HBg) laki" : 14-19 g/d

lperempuan : 12 - 16 g/dl

GDA >200 mg/dl

fungsi ginjal

Bun 8-24 mg/dl

kreatinin 0.7-1.3 mg/dl

elektrolit

Na 135-145 mmol/L

K 3.7-5.2 mmol/L

Cl 98 - 109 mmol/L

EKG Dapat menunjukkan perbesaran jantung, pola regangan,


gangguan konduksi

Ronsen Dada

h) Penatalaksanaan

Penatalaksanaan hipertensi adalah menurunkan risiko penyakit kardiovaskuler

dan mortalitas serta morbiditas yang berkaitan yang bertujuan mencapai dan

mempertahankan tekanan sistolik di bawah 140 mmHg dan tekanan diastolik di

bawah 90 mmHg dan mengontrol factor risiko. (Aspiani, 2015)

1) Penatalaksanaan faktor risiko hipertensi dengan cara non-farmakologis

Beberapa penatalaksanaan faktor risiko hipertensi dengan cara non-farmakologis:

a) Pengaturan diet

Berbagai studi menunjukkan bahwa diet dan gaya hidup sehat dan/atau dengan

obat-obatan yang menurunkan gejala gagal jantung dan dapat memperbaiki

keadaan hipertrofi ventrikel kiri.

Beberapa diet yang dianjurkan antara lain:

(1) Rendah garam

Diet rendah garam dapat menurunkan tekanan darah pada klien hipertensi.

Dengan pengurangan konsumsi garam dapat mengurangi stimulasi sistem rennin-

angiotensin sehingga sangat berpotensi sebagai anti hipertensi. Jumlah asupan


natrium yang dianjurkan 50-mmol atau setara dengan 3-6 gram garam per hari.

(2) Diet tinggi kalium

Diet tinggi kalium, dapat menurunkan tekanan darah tetapi mekanismenya

belum jelas. Pemberian kalium secara intravena dapat menyebabkan vasodilatasi,

yang dipercaya dimediasi oleh oksidanitrat pada dinding vaskular.

(3) Diet kaya buah dan sayur.

(4) Diet rendah kolesterol sebagai pencegah terjadinya jantung koroner.

b) Penurunan berat badan

Mengatasi obesitas, pada sebagian orang dengan cara menurunkan berat badan

mengurangi tekanan darah kemungkinan dengan mengurangi beban kerja jantung

dan volume sekuncup.pada beberapa studi menunjukkan bahwa obesitas

behubungan dengan kejadian hipertensi dan hipertrofi ventrikel kiri. Jadi,

penurunan berat badan adalah hal yang sangat efektif untuk menurunkan tekanan

darah. Penurunan berat badan (1kg/minggu) sangat dianjurkan. Penurunan berat

badan dengan menggunakan obat-obatan perlu menjadi perhatian khususnya karena

obat penurun berat badan yang terjual bebas mengandung simpatomimetik,

sehingga dapat meningkatkan tekanan darah, memperburuk angina atau gejala

gagal jantung dan terjadinya eksaserbasi aritmia.

c) Olahraga

Olahraga teratur seperti berjalan, lari, berenang, bersepeda bermanfaat untuk

menurunkan tekanan darah dan memperbaiki keadaan jantung. Olahraga isotonic


dapat juga meningkatkan fungsi endotel, vasodilatasi perifer, dan mengurangi

katakolamin plasma. Olahraga teratur selama 30 menit sebanyak 3-4 kali dalam

satu minggu sangat dianjurkan untuk menurunkan tekanan darah. Olahraga

meningkatkan kadar HDL, yang dapat mengurangi terbentuknya arteriosklerosis

akibat hipertensi.

d) Memperbaiki gaya hidup yang kurang sehat

Berhenti merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol, penting untuk mengurangi

efek jangka panjang hipertensi karena asap rokok diketahui menurunkan aliran

darah ke berbagai organ dan dapat meningkatkan kerja jantung.

2) Penatalaksanaan factor risiko hipertensi dengan cara medis

Obat-obatan hipertensi dapat digunakan sebagai obat tunggal atau dicampur

dengan obat lain (Muttaqin, 2014). Klasifikasi obat hipertensi dibagi menjadi lima

kategori berikut ini:

a) Diuretik (Hidroklorotiazid)

Hidroklorotiazid adalah diuretic yang paling sering diresepkan untuk

mengobati hiperten siringan. Hidroklorotiazid dapat diberikan sendiri pada

penderita hipertensi ringan atau penderita yang baru. Banyak obat hipertensi dapat

menyebabkan retensi cairan. Oleh karena itu, sering kali diuretic diberi bersamaan

hipertensi.

Penghambat adrenergik beta sering kali disebut penghambat beta (beta

blocker), digunakan sebagai obat hipertensi tahap I atau dikombinasikan dengan


diuretic dalam pendekatan tahap II untuk mengobati hipertensi. Penghambat beta

juga digunakan sebagai antiangina dan antidisritma.

b) Menekan simpatetik (simpatolitik)

Penghambat adrenergik yang bekerja di sentral simpatolitik. Penghambat

adrenergik alfa, dan penghambat neuron adrenergic diklasifikasikan sebagai

penekan simpatetik, atau simpatolitik.

(1) Simpatolitik yang bekerja di pusat

Golongan obat penghambat adrenergik-alfa ini memblok reseptor adrenergik

alfa I, sehingga menyebabkan vasodilatasi dan penurunan tekanan darah.

(2) Penghambat adrenergik-alfa

Penghambat alfa yang lebih kuat, yaitu: fentolamin, fenoksibenzamin, dan

tolazim. Terutama digunakan untuk krisis hipertensi dan hipertensi berat yang

disebabkan oleh tumor medulla adrenal (feokromositoma). Prazosin, terazosin, dan

diksazosin (penghambat adrenergik alfa selektif) terutama digunakan untuk

menurunkan tekanan darah.

Obat-obat ini, seperti simpatolitik yang bekerja di pusat, menyebabkan retensi

natrium dan air dengan edema, dan sering kali diberikan diuretic untuk menurunkan

akumulasi cairan di tungkai. Pemakaian prazosin, terazosin, atau dosazosin sebagai

obat tunggal diklasifikasikan sebagai terapi tahap II, tetapi jika ditambah diuretic

menjadi tahap III.

(3) Penghambat neuron adrenergik (simpatolitik yang bekerja perifer)


Penghambat neuron adrenergic merupakan obat anti hipertensi kuat yang

menghambat norepinefrin dari ujung saraf simpatis, sehingga pelepasan

norepinefrin menjadi berkurang. Hal ini menyebabkan baik curah jantung maupun

tahanan vaskuler perifer menurun. Reserpin dan guanetidin (dua obat yang paling

kuat), digunakan untuk mengendalikan hipertensi berat. Hipotensi ortostatik

merupakan efek samping yang sering terjadi. Klien harus dinasehati untuk bangkit

perlahan-lahan dari posisi berbaring atau dari posisi duduk. Obat-obat dalam

kelompok ini dapat menyebabkan retensi natrium dan air. Obat-obat ini

dikelompokkan sebagai obat-obat tahap IV dan dapat digunakan sendiri atau

bersama-sama dengan diuretic untuk mengurangi edema perifer.

c) Vasodilator arteriola langsung

Vasilidator yang bekerja langsung adalah obat tahap III yang bekerja dengan

merelaksasikan otot-otot polos dari pembuluh darah terutama arteri, sehingga

menyebabkan vasodilatasi. Dengan terjadinya vasodilatasi, tekanan darah akan

turun dan natrium serta air tertahan, sehingga terjadi edema perifer. Diuretic dapat

diberikan bersama-sama dengan vasodilator yang bekerja langsung untuk

mengurangi edema. Reflek staki kardia disebabkan oleh vasodilatasi dan

menurunnya tekanan darah.

Penghambat beta sering kali diberikan bersama-sama dengan vasodilator

srteriol untuk menurunkan denyut jantung, hal ini untuk melawan reflek takikardia.

Dua dari vasodilator yang bekerja langsung adalah hidralazin dan minoksidil. Obat
ini digunakan untuk pengobatan hipertensi yang sedang dan berat. Nitropusid dan

diazoksid diresepkan untuk hipertensi akut yang darurat. Kedua obat terakhir ini

merupakan vasodilator kuat yang dengan cepat menurunkan tekanan darah.

Nitropusid bekerja pada pembuluh darah arteri dan vena. Sedangkan diazoksid

bekerja hanya pada pembuluh darah arteri.

d) Antagonis angiotensin

Obat dalam golongan ini menghambat enzim pengubah angiotensin (ACE)

yang nantinya akan menghambat pembentukan angiottensin II (vasokonstriktor)

dan menghambat pelepasan aldosteron. Aldosteron meningatkan retensi natrium

dan ekskresi kalium. Jika aldosteron dihambat, natrium diekskresikan bersama-

sama dengan air. Katopril, enalapril, dan lisinopril adalah ketiga antagonis

angiotensin. Obat-obat ini digunakan pada klien yang mempunyai kadar rennin

serum yang tinggi.

e) Penghambat saluran kalsium

Penghambat saluran kalsium menurunkan kontraksi otot polos jantung atau

arteri jantung dengan mengintervensi influx kalsium yang dibutuhkan untuk

kontraksi. Sebagian penghambat saluran kalsium bersifat lebih spesifik untuk

saluran lambat kalsium otot jantung; sebagian yang lebih spesifik untuk saluran

kalsium otot polos vaskular. Dengan demikian, berbagai penyekat kalsium

memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam menurunkan kecepatan denyut

jantung, volume sekuncup, dan TPR.


B. Konsep asuhan keperawatan

1. Pengkajian

Tujuan pengkajian adalah mengumpulkan data objektif dan subjektif dari klien.

Adapun data yang terkumpul mencakup informasi klien, keluarga, masyarakat,

lingkungan, atau budaya. (Deswani, 2011)

Menurut (Wijaya, 2013), yang harus dikaji pada klien hipertensi yaitu:

a) Data biografi

Nama, alamat, umur, pekerjaan, tanggal masuk rumah sakit , nama

penanggung jawab dan catatan kedatangan.

b) Riwayat kesehatan:

1) Keluhan utama
Alasan utama klien datang kerumah sakit atau pelayanan kesehatan. Biasanya
pasien hipertensi mengelukan sakit kepala/Nyeri pada kepala akibat peningkatan
tekanan aliran darah ke otak.
2) Riwayat kesehatan sekarang

Keluhan klien yang dirasakan saat melakukan pengkajian. sakit kepala/nyeri


kepala, pusing, dada sakit, jantung berdebar-debar dan mudah lelah serta TD
diatas dari normal
3) Riwayat kesehatan dahulu

Riwayat kesehatan terdahulu biasanya penyakit hipertensi adalah penyakit

yang sudah lama dialami oleh klien dan biasanya dilakukan pengkajian tentang

riwayat minum obat klien.

4) Riwayat kesehatan keluarga


Riwayat kesehatan keluarga adalah mengkaji riwayat keluarga apakah ada

yang menderita penyakit yang sama.

c) Data fisiologis, menyangkut pengkajian pada

 Sirkulasi
Kenaikan tekanan darah Nadi: denyutan jelas dari karotis, jugularis,
radialis, perbedaan denyut. Denyut apical: titik point of maksimum impuls, mungki
bergeser atau sangat kuat. Frekuensi / irama: takikardia, berbagai disritmia. Bunyi
jantung: tidak terdengar bunyi jantung I, pada dasar bunyi jantung II dan bunyi
jantung III. Murmur stenosis valvular. Distensi vena jogularis. Ekstremitas :
perubahan warna kulit, suhu dingin, pengisian kapiler lambat.

:
 Neurosensori

Status mental: perubahan keterjagaaan, orientasi. Pola/isi bicara, afek,

proses fikir atau memori. respon motorik: penurunan kekuatan,

genggaman tangan Perubahan retinal optik: sclerosis, penyempitan arteri

ringan-mendatar, edema, papiladema, exudat, hemoragi.

 Respirasi

Gejala: Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas/kerja tachypnea, ortopnea,

dispnea, nocturnal paroxysmal, batuk dengan/tanpa pembentukan

sputum, riwayat merokok. Tanda: Distress respirasi / penggunaan otot

aksesori pernafasan bunyi nafas tambahan, sianosis.

 nutrisi/cairan

Gejala: Makanan yang disukai mencakup makanan tinggi garam ,


lemak, kolesterol serta makanan dengan kandungan tinggi kalori. Tanda:

Berat badan normal atau obesitas. Adanya edema, kongesti vena,

distensi vena jugulalaris, glikosuria.

 Eliminasi

Gejala: Gejala ginjal saat ini atau yang lalu (misalnya: infeksi ,

obstruksi atau riwayat penyakit ginjal masa lalu).

 aktivitas/istirahat

Gejala: Kelemahan, letih nafas pendek, gaya hidup monoton. Tanda:

Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, tachypnea.

 reproduksi/seksualitas, psikologi, perilaku, relasional dan lingkungan.

2. Diagnosis Keperawatan

Diagnosis keperawatan adalah proses menganalisis data subjektif dan objektif

yang telah diperoleh pada tahap pengkajian. Untuk merumuskan diagnosis

keperawatan dibutuhkan keterampilan klinik yang baik mencakup proses diagnosis

keperawatan dan perumusan pernyataan keperawatan. Proses diagnosis

keperawatan dibagi menjadi dua yaitu proses interpretasi dan proses menjamin

keakuratan diagnosis itu sendiri. Perumusan pernyataan diagnosis keperawatan

memiliki beberapa syarat, yaitu dapat membedakan antara sesuatu yang actual,

risiko dan potensial. Metode penulisan diagnosis aktual terdiri dari masalah,

penyebab, dan tanda/gejala. (SDKI DPP PPNI, 2018)

Diagnosis keperawatan studi kasus yang penulis tulis menurut (SDKI DPP
PPNI, 2018), dalam buku Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia yaitu Resiko

tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan

afterload, vasokonstriksi, hipertrofi, dan iskemia miokardia, Nyeri (akut): sakit

kepala berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral pada region

sub oksipital, Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan

antara suplai dan kebutuhan oksigen, defisit pengetahuan tentang hipertensi

berhubungan dengan klien kurang terpapar informasi.

3. Intervensi Keperawatan

Dalam buku Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), intervensi

keperawatan segala bentuk terapi yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan

pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai peningkatan, pencegahan,

dan pemulihan kesehatan klien individu, keluarga, dan komunitas.

Intervensi keperawatan terdiri dari intervensi utama dan pendukung.Intervensi

utama dari defisit pengetahuan adalah edukasi kesehatan. Sedangkan intervensi

pendukung dari defisit pengetahuan adalah bimbingan system kesehatan, edukasi

aktivitas/istirahat, edukasi perilaku upaya kesehatan, edukasi diet, edukasi keluarga:

pola kebersihan, edukasi manajemen stress, edukasi nutrisi, edukasi pengukuran

tekanan darah. (SIKI DPP PPNI, 2018)

Tujuan berdasarkan Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) menurut

(SLKI DPP PPNI, 2018) dan intervensi berdasarkan Standar Intervensi

Keperawatan Indonesia (SIKI) menurut (SIKI DPP PPNI, 2018)


1. Penurunan curah jantung tidak terjadi dengan Kriteria hasil :

 Tekanan darah dalam batas normal/terkontrol (110/70-120/80 mmHg)

 Irama dan Frekuensi Jantung stabil (HR=60-100x/mnt)

 Akral hangat

 Pengisian kapiler (Capilarry refile) baik, kembali dalam waktu 2-3 detik

 Kulit tidak pucat

 Oedema tidak ada

2. nyeri akut

 Keluhan nyeri menurun

 Meingis menurun

 Gelisah menurun

3. Intoleransi aktivitas

 Frekuensi nadi meningkat

 Keluhan lelah menurun

 Dispnea saat aktivitas menurun

 Dispnea saat aktivitas menurun

4. defisit pengetahuan sebagai berikut :

 Perilaku sesuai anjuran meningkat

 Vebralisasi minat dalam belajar meningkat

 Kemampuan menjelaskan pengetahuan tentang suatu topik meningkat


 Kemampuan menggambarkan pengalaman sebelumnya yang sesuai

dengan topik meningkat

 Perilaku sesuai dengan pengetahuan meningkat

 Pertanyaan tentang masalah yang dihadapi menurun

 Persepsi yang keliru terhadap masalah menurun

4. Implementasi Keperawatan

Tindakan keperawatan adalah perilaku atau aktivitas spesifik yang dikerjakan

oleh perwat untuk mengimplementasikan intervensi keperawatan (SIKI DPP PPNI,

2018). Perawat melaksanakan dan mendelegasikan tindakan keperawatan untuk

intervensi yang disusun pada tahap perencanaan dan kemudian mengakhiri tahap

implementasi dengan mencatat tindakan keperawatan dan respons klien terhadap

tindakan tersebut (Kozier dkk, 2011).

IMPLEMENTASI

1. Penurunan Curah Jantung

 Pantau TD

 Aukultasi Tonus Jantung Dan Bunyi Nafas

 Amati warna kulit, kelembaban suhu dan CRT

 Catat oedema

 Berikan lingkungan yang tenang dan pertahankan pembatasan aktivitas

 Berika obat obatan sesuai indikasi

 Berikan pembatasan cairan dan diit natrium sesuai indikasi.


2. Nyeri akut

 Identifikasi kualitas nyeri

 Berikan tindakan non farmakologis untuk menghilangkan nyeri

 Bantu pasien ambulasi

 Berikan obat sesuai indikasi analgesik

3. intoleran aktivitas

 Kaji respon pasien terhadap aktivitas, perhitungan frekuensi nadi

 Intruksikan kepda pasien tentang teknik penghematan energy

 Berikan dorongan utnuk melakukan aktivitas perawatan diri jika dapt

ditoleransi

4. Tekanan darah tinggi pada lansia hipertensi dapat dikontrol dengan

mengonsumsi obat tradisional. Obat tradisional tersebut antara lain jus mentimun

dengan bahan dua buah mentimun, gula (secukupnya), satu buah jeruk lemon (peras

airnya), es serut (secukupnya jika perlu), setengah gelas air minum. Cara

membuatnya bersihkan buah mentimun lalu potong kecil-kecil sesuai selera,

masukkan ke dalam blender, tambahkan setengah gelas air putih dan blender buah

mentimun hingga hancur, tambahkan gula, air jeruk lemon dan sedikit es serut (jika

perlu), lalu blender lagi hingga mentimun halus, saring jus mentimun ke dalam gelas

dan tambahkan es serut ke dalam gelas (jika perlu), jus buah mentimun telah siap

untuk disajikan dan menjadi minuman penurun darah yang menyehatkan.(Fimela,

2016)
5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi dibagi menjadi dua yaitu Evaluasi Formatif dan Evaluasi Sumatif.

Evaluasi Formatif menggambarkan hasil observasi dan analisis perawat terhadap

respon kliensegera setelah tindakan. Evaluasi sumatif menjelaskan perkembangan

kondisi dengan menilai hasil yang diharapkan telah tercapai. (Deswani, 2011)

Evaluasi yang diharapkan dapat dicapai pada klien dengan defisit pengetahuan

adalah:

a) Klien mampu meningkatkan pengetahuan tentang masalahnya

b) Klien mampu memotivasi diri sendiri dengan masalah yang dihadapi

c) Klien mampu memahami proses informasi yang disampaikan

d) Klien mampu mengatasi tingkat agitasi yang dihadapi.

Daftar Pustaka

Azizah,Hasanah,Pakarti. 2022. Implementation Of Slow Deep Breathing On Blood

Pressure In Hypertension Patients. E.journal. Cendikia Muda Volume 2,

Nomor 4, Desember 2022

PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator


Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Rencana Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tujuan Keperawatan,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai