Clinical Instructure :
apt. Heryenni, S. Farm
Disusun Oleh :
Edward Andre M.S Pardede (2043700413)
Yuliana (2043700311)
Bilia Ayu Septiani (2043700326)
Riska Ramadhani (2043700433)
Gina Puspita Pertiwi (2043700455)
A. Pengertian CKD
B. Epidemiologi
Sedangkan untuk grading penyakit ginjal kronis itu sendiri hanya menggunakan
GFR dengan beberapa kriteria tambahan yang dapat dilihat pada tabel dibawah:
E. Manifestasi Klinis
Penyakit ginjal kronis secara umum pada stadium awal tidak terdapat
gejala yang khas, namun penyakit ginjal kronis stadium awal hanyak dapat
dideteksi dengan peningkatan serum kreatinin dan proteinuria. Namun jika fungsi
ginjal terus menerus mengalami penurunan akan menimbulkan gejala-gejala
sebagai berikut:
Peningkatan tekanan darah akibat kelebihan cairan dan produksi dari
hormone vasoaktif yang diekskresikan oleh ginjal melalui sistam Renin-
AngiotensinAldosterone-System (RAAS), menyebabkan resiko penderita
penyakit ginjal kronis menderita hipertensi atau penyakit jantung kongestif
Akumulasi urea pada darah yang menyebabkan uremia, gejala uremia
dapat berupa pericarditis, ensefalopati, gastropati. Akibat jumlah urea yang
tinggi dalam darah, urea dapat diekskresikan melalui kelenjar keringat
dalam konsentrasi tinggi dan mengkristal pada kulit yang disebut dengan
“uremic frost”
Kalium terakumulasi dalam darah sehingga menyebabkan hiperkalemi
yang mempunyai gejala-gejala seperti malaise, hingga aritmia jantung.
Hiperkalemi dapat terjadi jika GFR dari ginjal mencapai
Penurunan produksi eritropoietin yang dapat menyebabkan penurunan
produksi sel darah merah yang dapat menyebabkan anemia, eritropoietin
diproduksi di jaringan interstitial ginjal, dalam penyakit ginjal kronis,
jaringan ini mengalami nekrosis sehingga produksi eritropoietin berkurang
Overload volume cairan yang disebabkan oleh retensi natrium dan cairan
pada ginjal sehingga dapat menyebabkan edema ringan hingga edema
yang mengancam nyawa misalnya pada edema paru
Hyperphosphatemia yang disebabkan oleh berkurangnya ekskresi
phosphate oleh ginjal. Hiperphospatemia meningkatkan resiko dari
penyakit kardiovaskular, dimana phosphate merupakan stimulus dari
kalsifikasi vaskular
Hipokalsemia yang disebabkan oleh stimulasi pembentukan FGF-23 oleh
osteosit dibarengi dengan penurunan masa ginjal. FGF-23 merupakan
inhibitor dari enzim pembentukan vitamin D yang secara kronis akan
menyebabkan hipertropi kelenjar paratiroid, kelainan tulang akibat
panyakit ginjal, dan kalsifikasi vaskular.
Asidosis metabolic yang disebabkan oleh akumulasi dari fosfat dan urea.
Asidosis juga dapat disebabkan oleh penuruan kemampuan produksi
ammonia pada sel-sel ginjal.
Anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh beberapa factor yaitu:
peningkatan inflamasi yang disebabkan oleh akumulasi urea, penurunan
eritropoietin dan penurunan fungsi sumsum tulang.
F. Patofisiologi
Secara umum penyebab dari penyakit ginjal kronis adalah penurunan
aliran darah ke ginjal yang umumnya disebabkan oleh Hipertensi. Mekanisme
kerusakan ginjal oleh hipertensi disebabkan oleh penebalan sel-sel tunica intima
pada glomerulus ginjal, penebalan sel tunica intima menyebabkan mengecilnya
vaskular yang berujung pada mengecilnya aliran pembuluh darah ke bagian
glomerulus, berkurangnya aliran pembuluh darah ke glomerulus menyebabkan
aktifnya system Renin- 8 Angiotensin-Aldosteron yang menyebabkan kenaikan
tekanan darah lebih lanjut sehingga terjadi kerusakan ginjal yang permanen.
Awalnya mekanisme aktifasi system Renin-Angiotensin-Aldosterone dapat
mengkompensasi kurangnya aliran darah ke ginjal, namun seiring waktu akan
menyebabkan nekrosis pada sel ginjal. Kerusakan glomerulus ginjal dapat
menyebabkan Global sclerosis dimana terjadi kerusakan yang permanen dari
glomerulus atau Focal segmental necrosis yang merupakan system kompensasi
ginjal dimana terjadi pembesaran glomerulus pada suatu area karena kerusakan
nefron pada area lain pada ginjal. Secara kronik perubahan-perubahan pada
glomerulus ginjal akan menyebabkan kematian nefron yang akan menyebabkan
penurunan GFR secara perlahan.
G. Diagnosis
Secara definisi, penyakit ginjal kronis merupakan penurunan fungsi ginjal
secara kronis yang ditandai dengan penurunan GFR (Glomerulus Filtration Rate)
<60 ml/min/1.73mm selama 3 bulan atau lebih. Namun untuk mendiagnosis CKD
dapat dilakukan secara objektif dan dapat dipastikan melalui tes laboratorium
tanpa mengidentifikasi penyebab penyakit, sehingga dapat dideteksi oleh dokter
non-nefrologi dan ahli kesehatan lainnya.
Penyakit ginjal dibagi menjadi akut atau kronik. Untuk menetukannya,
dibagi berdasarkan durasinya. Jika durasi 3 bulan ( >90hari) maka disebut kronik.
Kronisitas ini untuk membedakan CKD dengan penyakit ginjal akut lainnya
seperti akut GN termasuk AKI yang memerlukan intervensi dan memiliki etiologi
dan hasil yang berbeda. Durasi penyakit ginjal ini dapat didokumentasikan dan
disimpulkan berdasarkan konteks klinis. Untuk diagnosis yang akurat, dianjurkan
untuk pemeriksaan ulang fungsi ginjal dan kerusakan ginjal. Untuk waktu
evaluasi bergantung pada penilaian klinis, dengan evaluasi awal untuk pasien
diduga memiliki AKI dan evaluasi selanjutnya untuk pasien diduga memiliki
CKD. Pada AKI terjadi peningkatan serum creatinin secara tiba-tiba dengan
jumlah yang tinggi namun pada CKD peningkatan serum creatinin terjadi secara
perlahan dan kronis.
Kebanyakan dari penyakit ginjal tidak memiliki gejala atau temuan dan
hanya terdeteksi ketika sudah kronis. Sebagian CKD tidak dapat disembuhkan
dengan pengobatan seumur hidup hanya untuk memperlambat perkembangan
gagal ginjal. Tetapi, dalam beberapa kasus dapat sepenuhnya sembuh, baik secara
spontan maupun dengan pengobatan. Pada kasus lain, pengobatan menyebabkan
penyembuhan parsial pada kerusakan ginjal dan peningkatan fungsi ginjal.
1. Penurunan GFR
GFR merupakan salah satu komponen dari fungsi eksresi yang dapat
dijadikan acuan sebagai keseluruhan index dari fungsi ginjal. Kerusakan
struktual yang meluas dapat mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang
ditandai dengan berkurangnya GFR. 12 GFR 3bulan dapat diindikasi dengan
CKD dengan nilai normal GFR yaitu sekitar 125ml/min/1,73m2 . GFR ini
dapat dideteksi secara rutin dengan tes laboratorium. GFR ini dapat dilihat
berdasarkan serum creatinin (SCr) tetapi bukan hanya SCr saja yang sensitive
untuk mendeteksi GFR. Penurunan eGFR menggunakan SCr dapat di
konfirmasi dengan penggunakan penanda filtrasi alternative yaitu Cystatin C.
2. Kerusakan Ginjal
Kerusakan ginjal bisa terjadi di dalam parenkim, pembuluh darah besar
atau tubulus collecting duct yang paling sering dipakai sebagai penanda dari
jaringan ginjal. Penanda ini dapat memberikan petunjuk tentang kemungkinan
kerusakan dalam ginjal dan temuan klinis penyebab penyakit ginjal.
a. Proteinuria Merupakan istilah yang ditandai dengan adanya peningkatan
jumlah protein dalam urin. Proteinuria menyebabkan hilangnya protein
plasma akibat dari peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein,
reabsorpsi protein pada tubular tidak adekuat dan peningkatan konsentrasi
plasma protein. Proteinuria dapat menunjukan adanya protein hilang pada
ginjal dan saluran kencing bagian bawah.
b. Albuminuria Albumin merupakan salah satu jenis protein plasma yang
ditemukan dalam urin dengan jumlah sedikit dan jumlah sangat besar pada
pasien dengan penyakit ginjal. Albuminuria mengacu pada peningkatan
albumin secara abnormal dalam urin. Beberapa alasan untuk lebih fokus
pada albuminuria dibanding proteinuria yaitu albumin adalah komponen
utama protein urin pada sebagian besar penyakit ginjal, lalu data
epidemiologi penelitian di seluruh dunia menunjukan bahwa hubungan
adanya hubugnan kuat dari jumlah albumi urin dengan resiko penyakit
ginjal dan CVD, dan klasifikasi penyakit ginjal berdasarkan dari tingkat
albuminuria. Albuminuria merupakan temuan umum namun tidak
semuanya mengarah ke CKD. Adanya albuminuria ini menandakan
adanya penyakit glomerular dimana umumnya muncul sebelum terjadi
pengurangan GFR. Albuminuria dapat dikaitkan dengan hipertensi,
obesitas dan penyakit pembuluh darah dimana penyakit ginjal yang
mendasari tidak diketahui. Tingka kehilangan albumin dan protein
umumnya disebut AER ( Albumin Excretion Rate) dan PER (Protein
Excretion Rate). Batas AER ≥30mg/24 jam yang bertahan selama >3
bulan untuk menunjukkan CKD. Batas ini kira-kira setara dengan ACR
dalam sample urin acak ≥30mg/g atau ≥3mg/mmol.
c. Sedimen Urin Abnormal Temuan seperti sel, Kristal dan mikroorganisme
dapat muncul dalam endapan urin dalam berbagai gangguan ginjal dan
saluran kemih, tetapi temuan sel tubular ginjal, sel darah merah (RBC), sel
darah putih (WBC), granular kasar, wide cast, dan banyak sel dismorfik
sel darah merah adalah patognomic kerusakan ginjal.
d. Elektrolit dan kelainan lain akibat gangguan tubular Abnormalitas
elektrolit dapat terjadi akibat kelainan reabsopsi dan sekresi tubulus ginjal.
Seringkali penyakit yang bersifat genetik tanpa kelainan patologis yang
mendasari. Penyakit lain didapat seperti karena obat atau racun dan
biasanya dengan lesi patologis tubular yang menonjol.
e. Kelainan Imaging Tes imaging dapat memungkinkan diagnosis penyakit
pada struktur ginjal, pembuluh darah atau tubulus collecting. Pasien
dengan kelainan struktural yang signifikan dianggap memiliki CKD jika
kelainan tersebut dapat bertahan > 3 bulan.
f. Riwayat transplatasi ginjal Penerima transplantasi ginjal didefinisikan
CKD terlepas dari tingkat GFR atau adanya penanda kerusakan ginjal.
Penerima transplantasi ginjal memiliki peningkatan resiko kematian dan
hasil ginjal dibanding dengan populasi umum dan mereka memerlukan
pengobatan medis khusus.
H. Penatalaksanaan
Hipertensi Pasien dengan hipertensi diperlukan terapi antihipertensi yang
mencakup ACE inhibitor atau angiotensin receptor blocker. untuk tekanan darah
ditargetkan systolik kurang dari 130 mm Hg dan diastolic kurang dari 80mm Hg.
PEMBAHASAN
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA