Anda di halaman 1dari 7

HIPERTENSI

ASPEK FARMAKOTERAPI
1.

Definisi Penyakit
Hipertensi merupakan suatu penyakit yang didefiniskan sebagai peningkatan tekanan darah arteri secara persisten. Hipertensi
merupakan salah satu faktor resiko yang paling signifikan terhadap penyakit kardiovaskular. Peningkatan kewaspadaan dan
diagnosis hipertensi, serta peningkatan kontrol tekanan darah dengan terapi yang sesuai, merupakan tindakan yang kritis dalam
menurunkan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular.
th

(dipiro 8 ed, chapter 19)


Tekanan darah tinggi merupakan salah satu penyakit degeneratif. Umumnya tekanan darah bertambah secara perlahan dengan
bertambahnya umur. Resiko untuk menderita hipertensi pada populasi 55 tahun yang tadinya tekanan darahnya normal
adalah 90%. Kebanyakan pasien mempunyai tekanan darah prehipertensi sebelum mereka didiagnosis dengan hipertensi, dan
kebanyakan diagnosis hipertensi terjadi pada umur diantara dekade ketiga dan dekade kelima. Sampai dengan umur 55 tahun,
laki-laki lebih banyak menderita hipertensi dibanding perempuan. Dari umur 55 s/d 74 tahun, sedikit lebih banyak perempuan
dibanding laki-laki yang menderita hipertensi. Pada populasi lansia (umur 60 tahun), prevalensi untuk hipertensi sebesar
65.4%.
(Pharmaceutical Care untuk hipertensi, hal. 2)
Prevalensi hipertensi di Indonesia yang didapat melalui pengukuran pada umur 18 tahun sebesar 25,8%, tertinggi di Bangka
Belitung (30,9%), diikuti Kalimantan Selatan (30,8%), Kalimantan Timur (29,6%) dan Jawa Barat (29,4%). Prevalensi hipertensi di
Indonesia yang didapat melalui kuesioner terdiagnosis tenaga kesehatan sebesar 9,4%, yang didiagnosis tenaga kesehatan atau
sedang minum obat sebesar 9,5%. Jadi, ada 0,1% yang minum obat sendiri. Responden yang mempunyai tekanan darah normal
tetapi sedang minum obat hipertensi sebesar 0.7 persen. Jadi prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 26,5% (25,8% + 0,7%).
Pada analisis hipertensi terbatas pada usia 15-17 tahun menurut JNC VII 2003 didapatkan prevalensi nasional sebesar 5,3 persen
(laki-laki 6,0% dan perempuan 4,7%), perdesaan (5,6%) lebih tinggi dari perkotaan (5,1%).
(Riset Kesehatan Dasar 2013, hal. 88)
Jenis hipertensi:
a. Hipertensi essensial (primer)
Lebih dari 90% pasien dengan hipertensi merupakan hipertensi essensial (hipertensi primer). Beberapa mekanisme yang
mungkin berkontribusi untuk terjadinya hipertensi ini telah diidentifikasi, namun belum satupun teori yang tegas
menyatakan patogenesis hipertensi primer tersebut. Hipertensi sering turun temurun dalam suatu keluarga, hal ini
setidaknya menunjukkan bahwa faktor genetik memegang peranan penting pada patogenesis hipertensi primer. Menurut
data, bila ditemukan gambaran bentuk disregulasi tekanan darah yang monogenik dan poligenik mempunyai
kecenderungan timbulnya hipertensi essensial. Banyak karakteristik genetik dari gen-gen ini yang mempengaruhi
keseimbangan natrium, tetapi juga di dokumentasikan adanya mutasi-mutasi genetik yang merubah ekskresi kallikrein,
pelepasan nitric oxide, ekskresi aldosteron, steroid adrenal, dan angiotensinogen.
b. Hipertensi sekunder
Kurang dari 10% penderita hipertensi merupakan sekunder dari penyakit komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat
meningkatkan tekanan darah. Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit
renovaskular adalah penyebab sekunder yang paling sering. Obat-obat tertentu, baik secara langsung ataupun tidak, dapat
menyebabkan hipertensi atau memperberat hipertensi dengan menaikkan tekanan darah. Ketika penyebab sekunder dapat
diidentifikasi, maka dengan menghentikan obat yang bersangkutan atau mengobati/mengoreksi kondisi komorbid yang
menyertainya sudah merupakan tahap pertama dalam penanganan hipertensi sekunder.
th
(dipiro 8 ed, chapter 19)

Penyebab hipertensi sekunder


Penyakit
penyakit ginjal kronis
hiperaldosteronisme primer
penyakit renovaskular
sindroma Cushing
pheochromocytoma
koarktasi aorta
penyakit tiroid atau paratiroid

2.

Obat
Kortikosteroid, ACTH
Estrogen (biasanya pil KB dg
kadar estrogen tinggi)
NSAID, cox-2 inhibitor
Fenilpropanolamine dan analog
Cyclosporin dan tacrolimus
Eritropoetin
Sibutramin
Antidepresan (terutama venlafaxine)
( Pharmaceutical care untuk hipertensi Hal. 5)

Patofisiologi
a. Mekanisme Humoral
Beberapa abnormalitas humoral yang terlibat dalam perkembangan hipertensi adalah sebagai berikut:
Renin-angiotensin-Aldosteron system ( RAAS)
Aktivasi dan regulasi RAAS diatur oleh ginjal. Sistem ini mengatur keseimbangan natrium, kalium dan cairan dan
mempengaruhi tonus vascular dan aktivasi saraf simpatetik. Renin merupakan enzim yang disimpan pada sel
juxtaglomerular pada atreriol eferen ginjal. Pelepasan renin disebabkan beberapa factor antara lain factor internal (
tekanan perfusi ginjal, katekolamin, angiotensin II) dan factor eksternal ( natrium, klorida, kalium). Gangguan dalam
tubuh yang meningkatkan aktivasi RAAS dapat menyebabkan hipertensi.
th
(dipiro 8 ed, chapter 19)
Hormon Natriuretik
Hormon ini menghambat kalium ATP dan natrium dan mempengaruhi transport natrium melalui membrane sel.
Peningkatan konsentrasi hormone natriuretic dalam sirkulasi meningkatkan eksresi air dan natrium melaui urine.
Gangguan dalam kemampuan ginjal mengeliminasi natrium dapat meningkatkan volume darah.Bila eksresi natrium
menurun, terjadi peningkatan tonus vascular dan tekanan darah.
th
(dipiro 8 ed, chapter 19)
Resistensi insulin dan hiperinsulinemia
Peningkatan konsentrasi insulin dapat menyebabkan hipertensi karena terjadi peningkatan retensi natrium pada ginjal
dan peningkatan aktivitas saraf simpatik.Insuin juga meningkatkan kalsium intraseluler sehingga resistensi seluler
meningkat.
th
(dipiro 8 ed, chapter 19)
b. Regulasi neuronal
Regulasi neuronal bertujuan untuk mengatur tekanan darah dan menjaga homeostatis. Gangguan patologi yang
mempengaruhi komponen utama regulasi ini ( saraf otonom, reseptor adrenergic, baroreseptor, SSP) dapat menyebabkan
peningkatan tekanan darah.
th
(dipiro 8 ed, chapter 19)
c. Komponen autoregulasi perifer
Abnormalitas pada autoregulasi ginjal atau jaringan dapat menyebabkan hipertensi.Ginjal menjaga tekanan darah normal
melalui mekanisme adaftif volume-tekanan.Ketika tekanan darah rendah, ginjal meningkatkan retensi air dan natrium
sehingga volume dan tekanan darah meningkat.Kerusakan intrinsic pada mekanisme adaptif ini dapat menyebabkan
peningkatan volume dan aliran darah ke jaringan perifer, walaupun saat itu tekanan darah sedang normal.Selanjutnya,
dapat terjadi peningkatan resistensi perifer dan penebalan dinding arteri.
th
(dipiro 8 ed, chapter 19)
d. Mekanisme endothelial vascular
Defisiensi substansi vasodilatasi ( prostasiklin, bradikinin) atau kelebihan substansi vasokonstriksi ( angiotensin II dan
angiotensin I) berkontribusi dalam perkembangan hipertensi. Selain itu, defisiensi nitrit oksida intrinsic yang berperan
dalam vasodilatasi juga menyebabkan hipertensi.

th

(dipiro 8 ed, chapter 19)


e.

Elektrolit
Kelebihan asupan natrium dalam diet menyebabkan peningkatan hormone natriuretic yang selanjutnya menyebabkan
peningkatan reaktivitas vascular dan tekanan darah, kekurangan kalsium dlam diet menyebabkan peningkatan resistensi
perifer.Selain itu, kekurangan kalium juga menyebabkan peningkatan resistensi perifer.
th
(dipiro 8 ed, chapter 19)

3.

Etiologi (penyebab)
Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis yang beragam. Pada kebanyakan pasien etiologi patofisiologi-nya
tidak diketahui (essensial atau hipertensi primer). Hipertensi primer ini tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol.
Kelompok lain dari populasi dengan persentase rendah mempunyai penyebab yang khusus, dikenal sebagai hipertensi sekunder.
Banyak penyebab hipertensi sekunder antara lain kondisi medis maupun induksi eksogen. Jika penyebabnya dapat diidentifikasi,
hipertensi tersebut bisa untuk disembuhkan.
th
(dipiro 8 ed, chapter 19)
Faktor resiko
Usia ( 55 tahun untuk pria sampai 65 tahun untuk wanita)
Diabetes mellitus
Dislipidemia (peningkatan LDL, kolesterol total atau trigliserida; rendah HDL)
Mikroalbuminuria
Riwayat keluarga penyakit kardiovaskuler dini
Obesitas (indeks massa tubuh 30 kg/m2)
Minim aktivitas fisik
Merokok
th
(dipiro 8 ed, chapter 19)

4.

Manifestasi Klinik (gejala yang muncul)


Gejala : Secara umum, pasien hipertensi tidak memperlihatkan gejala hipertensi ( asimptomatik).
th

(dipiro 8 ed, chapter 19)


Tanda : Nilai tekanan darah masuk dalam kategori prehipertensi atau hipertensi.
th

(dipiro 8 ed, chapter 19)


Data laboratorium: Pasien mungkin memiliki nilai normal dan masih memiliki hipertensi. Namun, beberapa mungkin
memiliki nilai abnormal yang konsisten dengan baik faktor risiko kardiovaskular tambahan atau kerusakan terkait
hipertensi. (Blood urea nitrogen (BUN) dan kreatinin serum, lipid puasa, Glukosa darah puasa, Kalium serum, Urinalisis).
th

(dipiro 8 ed, chapter 19)


Pemeriksaan penunjang dalam penegakan diagnosis
Dalam upaya penegakkan diagnosis, data diperoleh melalui anamnesis mengenai keluhan pasien, riwayat penyakit
terdahulu dan penyakit keluarga, pemeriksaan fisik, tes laboratorium rutin, dan prosedur diagnostik lainnya.
Pemeriksaan fisik termasuk pengukuran tekanan darah yang benar, pemeriksaan funduskopi, perhitungan BMI (body mass
index) yaitu berat badan (kg) dibagi dengan tinggi badan (meter kuadrat), auskultasi arteri karotis, abdominal, dan bruit
arteri femoralis; palpasi pada kelenjar tiroid; pemeriksaan lengkap jantung dan paru-paru; pemeriksaan abdomen untuk
melihat pembesaran ginjal, massa intra abdominal, dan pulsasi aorta yang abnormal; palpasi ektremitas bawah untuk
melihat adanya edema dan denyut nadi, serta penilaian neurologis.
Pemeriksaan laboratorium rutin yang direkomendasikan sebelum memulai terapi antihipertensi adalah urinalysis, kadar
gula darah dan hematokrit; kalium, kreatinin, dan kalsium serum; profil lemak (setelah puasa 9 12 jam) termasuk HDL,
LDL, dan trigliserida, serta elektrokardiogram. Pemeriksaan opsional termasuk pengukuran ekskresi albumin urin atau rasio

albumin / kreatinin.Pemeriksaan yang lebih ekstensif untuk mengidentifikasi penyebab hipertensi tidak diindikasikan
kecuali apabila pengontrolan tekanan darah tidak tercapai.
Untuk mendeteksi kerusakan organ target Didapat melalui anamnesis mengenai riwayat penyakit atau penemuan
diagnostic sebelumnya guna membedakan penyebab yang mungkin, apakah sudah ada kerusakan organ target sebelumnya
atau disebabkan hipertensi. Anamnesis dan pemeriksaan fisik harus meliputi hal-hal seperti:

Otak: stroke, TIA, dementia

Mata: retinopati

Jantung: hipertropi ventrikel kiri, angina atau pernah infark miokard, pernah revaskularisasi coroner

Ginjal: penyakit ginjal kronis

Penyakit arteri perifer


( Pharmaceutical Care untuk Hipertensi, hal.7-8)

Kerusakan organ target:


Otak ( stroke, serangan iskemi transien)
Mata ( retinopati)
Jantung ( hipertrofi bilik kiri, angina, gagal jantung, prior infark miokardia)
Ginjal ( penyakit ginjal kronik )
Pembuluh perifer ( penyakit arterial perifer)
th

(dipiro 8 ed, chapter 19)


5.
6.

Guidline / Algoritma Terapi


Dilampirkan
Mekanisme kerja obat yang digunakan
A. Terapi Non Farmakologi
Pola makan DASH merupakan diet kaya buah, sayuran, dan produk susu rendah lemak. Asupan natrium (garam) sedikit
mungkin, idelanya hingga 1,5 g/hari. Pasien harus hati-hati dengan sumber makanan lain yang mengandung natrium seperti
pada makanan2 instan. Asupan kalium diperoleh dari buah-buahan dan sayuran yang mengandung tinggi kalium (idealnya
4,7 g/hari).
Aktivitas fisik yang dianjurkan adalah olahraga secara teratur paling tidak 30 menit setiap harinya, atau 6o menit pada
pasien yang perlu menurunkan bobot badan, pasien harus konsultasi terlebih dahulu pada dokter sebelum memulai
program olahraga.
th
(dipiro 8 ed, chapter 19)
B.

Terapi Farmakologi
Pilihan pertama:
1. Diuretik
MEKANISME KERJA: Menghambat reabsorpsi natrium di tubulus distal; meningkatkan ekskresi natrium, air, kalium dan
hidrogen ion. (Rapid Review Pharmacology Third Edition, page 110-111)
a. Thiazide

Dosis di pagi hari untuk menghindari diuretik nocturnal; tiazid adalah antihipertensi lebih efektif
daripada diuretik loop pada kebanyakan pasien; menggunakan dosis yang biasa untuk menghindari efek
metabolik yang merugikan; hydrochlorothiazide dan chlorthalidone lebih disukai; chlorthalidone adalah
sekitar 1,5 kali lebih ampuh sebagai hydrochlorothiazide; memiliki manfaat tambahan osteoporosis;
mungkin memerlukan pemantauan tambahan pada pasien dengan riwayat gout atau hiponatremia.
Contoh Obat:
hydrochlortiazide 12.525mg/hari (1x1)
indapamide 1.252.5mg/hari (1x1)

b.

Loop diuretik

Dosis di pagi hari dan sore hari (ketika dua kali sehari) untuk menghindari enuresis nocturnal; dosis yang
lebih tinggi mungkin diperlukan untuk pasien dengan berat penurunan laju filtrasi glomerulus atau gagal.

2.

3.

Contoh Obat:
furosemide 2080mg/hari (2x1)
bumetanide 0.54mg/hari (2x1)
c. Hemat kalium
Dosis di pagi dan sore hari (ketika dua kali sehari) untuk menghindari diuresis nokturnal; diuretik lemah yang
umumnya digunakan dalam kombinasi dengan diuretik tipe diuretik untuk meminimalkan hipokalemia; tidak
signifikan menurunkan BP kecuali digunakan dengan diuretik tipe tiazid; umumnya harus disediakan untuk pasien
yang mengalami hipokalemia yang diinduksi diuretik; menghindari pada pasien dengan penyakit ginjal kronis
(perkiraan bersihan kreatinin <30 mL / menit); dapat menyebabkan hiperkalemia, terutama dalam kombinasi
dengan inhibitor ACE, ARB, inhibitor renin langsung, atau suplemen kalium.
Contoh obat:
Amiloride510mg/hari (1or 2x1)
Triamterene50100mg/hari (1or2x1)
d. Antagonis aldosteron
Dosis di pagi hari dan sore hari (ketika dua kali sehari) untuk menghindari diuresis nocturnal; eplerenone
kontraindikasi pada pasien dengan bersihan kreatinin diperkirakan <50 mL / menit, peningkatan serum kreatinin (>
1,8 mg / dL pada wanita,> 2 mg / dL pada pria), dan diabetes tipe 2 dengan mikroalbuminuria; spironolactone
sering digunakan sebagai terapi tambahan pada hipertensi resisten; menghindari spironolactone pada pasien
dengan penyakit ginjal kronis (perkiraan bersihan kreatinin <30 mL / menit); dapat menyebabkan hiperkalemia,
terutama dalam kombinasi dengan inhibitor ACE, ARB, inhibitor renin langsung atau suplemen kalium.
Contoh obat:
Eplerenone50100mg/hari (1or2x1)
Spironolaktone2550mg/hari (1or2x1)
ACE Inhibitor
MEKANISME KERJA:
Blokade konversi angiotensin I menjadi angiotensin II dengan menghambat ACE
Penghambatan inaktivasi bradikinin (batuk, angioedema)
Bradikinin menyebabkan vasodilatasi dan memberikan kontribusi untuk menurunkan tekanan darah
Peningkatan plasma renin karena penurunan angiotensin II dan aldosteron
Angiotensin II memiliki mekanisme umpan balik negatif pada sekresi renin di densa makula
Menurunkan baik preload dan afterload
Efek penghambatan aldosteron sering hilang dari waktu ke waktu
Membutuhkan penambahan aldosteron blocker
ACE inhibitor: mengurangi afterload (penurunan ATII); mengurangi preload (penurunan aldosteron)
Mencegah pembuluh darah dan hipertrofi jantung dan renovasi. (Rapid Review Pharmacology Third Edition, page
109-110)
CATATAN TAMBAHAN:
Dapat menyebabkan hiperkalemia pada pasien dengan penyakit ginjal kronis atau pada mereka yang menerima
diuretik hemat kalium, aldosteron antagonis, ARB, atau inhibitor renin langsung; dapat menyebabkan gagal ginjal akut
pada pasien dengan stenosis arteri parah bilateral ginjal atau stenosis berat pada arteri ginjal soliter; tidak digunakan
dalam kehamilan atau pada pasien dengan riwayat angioedema; Dosis awal harus dikurangi 50% pada pasien yang
berada di diuretik, yang volume yang habis, atau sangat tua karena risiko hipotensi.
Captopril 12,5-25mg/hari (2or3x1)
Lisinopril 10-40mg/hari (1x1)
ARBs (Angiotensin Reseptor Blokers)
MEKANISME KERJA:

4.

5.

Blokade reseptor angiotensin tipe II 1 (AT1)


Penghambatan lebih lengkap efek angiotensin dari ACE inhibitor
Tidak ada efek pada metabolisme bradikinin
ARB: obat pilihan jika batuk / ada masalah angioedema. (Rapid Review Pharmacology Third Edition, page 109-110)
CATATAN TAMBAHAN:
Dapat menyebabkan hiperkalemia pada pasien dengan penyakit ginjal kronis atau pada mereka yang menerima
diuretik hemat kalium, aldosteron antagonis, ACE inhibitor, atau inhibitor renin langsung; dapat menyebabkan gagal
ginjal akut pada pasien dengan stenosis arteri parah bilateral ginjal atau stenosis berat pada arteri ginjal soliter;
mungkin tidak menyebabkan batuk kering seperti ACE inhibitor; tidak digunakan dalam kehamilan; Dosis awal harus
dikurangi 50% pada pasien yang berada di diuretik, yang volume yang habis, atau sangat tua karena risiko hipotensi.
valsartan 80-320mg/hari (1x1)
losartan 50-100m/hari (1or2x1)
Calcium Chanel Bloker
amlodipine 2.510mg/hari (1x1)
nifedipin 3090mg/hari (1x1)
bloker
MEKANISME KERJA:
(1) Penurunan denyut jantung dan kontraktilitas miokard Mengurangi konsumsi oksigen
(2) Penurunan tekanan darah
(3) Penurunan pelepasan renin
(4) Penurunan aliran simpatik dari otak Beta-blocker menurunkan aliran simpatik dari otak melalui mekanisme yang
berbeda dari sympatholytics terpusat-acting (clonidine). (Rapid Review Pharmacology Third Edition, page 105-106)
a. Kardioselektif
Penghentian mendadak dapat menyebabkan Rebound hipertensi; menghambat reseptor 1 pada dosis moderat,
dosis yang lebih tinggi juga memblokir reseptor 2; dapat memperburuk asma ketika selektivitas hilang; memiliki
manfaat tambahan pada pasien dengan atrial takiaritmia atau hipertensi preoperatif.
atenolol 25100mg/hari (1x1)
Bisoprolol2.510mg/hari (1x1)
b. Non-selektif
Penghentian mendadak dapat menyebabkan Rebound hipertensi; menghambat reseptor 1 dan 2 pada semua
dosis; dapat memperburuk asma; memiliki manfaat tambahan pada pasien dengan tremor esensial, sakit kepala
migrain, tirotoksikosis
Propranolol160480mg/hari (2x1)
c. Aktivitas simpatomimetikintrinsic
Penghentian mendadak dapat menyebabkan Rebound hipertensi; sebagian merangsang reseptor 1 sementara
memblokir terhadap stimulasi tambahan; kontraindikasi pada pasien pasca-infark miokard.
Acebutolol 200800mg/hari (2x1)
d. Campuran dan bloker
Penghentian mendadak dapat menyebabkan Rebound hipertensi; blokade tambahan terhadap menghasilkan
vasodilatasi dan hipotensi ortostatik lebih.
Carvedilol12.550mg/hari (2x1)
e. Cardioselective dan vasodilatory
Penghentian mendadak dapat menyebabkan Rebound hipertensi; vasodilatasi tambahan tidak mengakibatkan
hipotensi ortostatik lebih.
Nebivolol 520mg/hari (1x1)

Alternatif:
1. 1 bloker
MEKANISME KERJA: Antagonis reseptor 1-adrenergik memblokir 1-reseptor selektif pada arteriol dan venula,
sehingga menurunkan resistensi pembuluh darah perifer (afterload). Obat ini mengendurkan leher kandung kemih dan

7.
8.

prostat dengan memblokir reseptor 1-adrenergik yang terletak di otot polos. (Rapid Review Pharmacology Third
Edition, page 105-106).
CATATAN TAMBAHAN:
Beri dosis pertama pada waktu tidur; pasien harus bangkit dari duduk atau berbaring secara perlahan untuk
meminimalkan risiko hipotensi ortostatik; manfaat tambahan pada pria dengan benign prostatic hyperplasia.
Doxazosin18mg/hari (1x1)
2. Penghambat langsung renin
MEKANISME KERJA: Menghambat renin secara langsung. (Rapid Review Pharmacology Third Edition, page 109-110)
CATATAN TAMBAHAN:
Dapat menyebabkan hiperkalemia pada pasien dengan penyakit ginjal kronis dan diabetes atau mereka yang menerima
diuretik hemat kalium, aldosteron antagonis, ACE inhibitor, atau ARB; dapat menyebabkan gagal ginjal akut pada
pasien dengan stenosis arteri parah bilateral ginjal atau stenosis berat pada arteri ginjal soliter; tidak digunakan dalam
kehamilan.
Aliskiren150300mg/hari (1x1)
3. Antagonis A2 Sentral
MEKANISME KERJA: Agen pusat akting ini diubah menjadi -methylnorepinephrine, yang merangsang reseptor 2adrenergik di SSP untuk mengurangi aliran simpatik. (Rapid Review Pharmacology Third Edition, page 105-106)
CATATAN TAMBAHAN:
Penghentian mendadak dapat menyebabkan Rebound hipertensi; paling efektif jika digunakan dengan diuretik untuk
mengurangi retensi cairan; clonidine patch diganti sekali per minggu.
Clonidine0.10.8mg/hari (2x1)
4. Antagonis adrenergic peripher
Harus digunakan dengan diuretik untuk mengurangi retensi cairan.
Reserpine0.050.25mg/hari
5. Vasodilator arteri langsung
Harus digunakan dengan diuretik dan -blocker untuk mengurangi retensi cairan dan refleks takikardia.
Minoxidil 10-40mg/hari (1or2x1)
Identifikasi DPR, penyelesaian dan pencegahan
Rekomendasi dan plan untuk pasien

ASPEK FARMASETIKA
1.
2.
3.
4.

Pertimbangan bentuk sediaan (cari dipustaka ada sediaan apa saja. Tuliskan semua sediaan kalo ada, terus lihat studi kaus pake
sediaan apa. Misalkan tablet jelaskan kenapa dipilih tablet)
Hubungan kekuatan sediaan dengan dosis ( jelaskan kekuatan tablet misalkan tablet ada yang berapa aja dipasaran, lihat yang di
studi kasus pake yang berapa, lalu dianalisa kaitkan kekuatan sediaan dengan dosis, kaitkan dosis dengan indikasi.
Wadah dan penyimpanan (kaitkan dengan stabilitas)
Stabilitas (ph,suhu,cahaya,oksigen. Missal antibiotik kenapa ada yang dibuat serbuk).

Anda mungkin juga menyukai