TINJAUAN TEORI
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian Hipertensi
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg
dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran
dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang
(Kemenkes RI, 2018). Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam jangka
waktu lama dapat menyebabkan kerusakan pada ginjal, jantung, dan otak bila
tidak dideteksi secara dini dan mendapat pengobatan yang memadai (Kemenkes
RI, 2018).
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan abnormal
tekanan darah dalam pembuluh darah arteri yang mengangkut darah dari jantung
dan memompa keseluruh jaringan dan organ-organ tubuh secara terus-menerus
lebih dari satu periode (Irianto, 2014).
Hal ini terjadi bila arteriol-arteriol kontriksi. Kontriksi arterioli membuat darah
sulit mengalir dan meningkatkan tekanan melawan dinding arteri. Hipertensi
menambah beban kerja jantung dan arteri yang bila berlanjut dapat menimbulkan
kerusakan jantung dan pembuluh darah (Udjianti, 2013).
2. Etiologi Hipertensi
Berdasarkan penyebab hipertensi dibagi menjadi 2 golongan menurut
(Ardiansyah, 2012):
a. Hipertensi primer (esensial)
Hipertensi primer adalah hipertensi esensial atau hiperetnsi yang 90% tidak
diketahui penyebabnya. Beberapa faktor yang diduga berkaitan dengan
berkembangnya hipertensi esensial diantaranya:
1) Genetik
Individu dengan keluarga hipertensi memiliki potensi lebih tinggi
mendapatkan penyakit hipertensi.
2) Jenis kelamin dan usia
Lelaki berusia 35-50 tahun dan wanita yang telah menopause berisiko
tinggi mengalami penyakit hipertensi.
3) Diit konsumsi tinggi garam atau kandungan lemak.
11
12
4. Pathway
Aterosklerosis dan
elastisitas Hipertensi
pembuluh darah
menurun Kerusakan vascular pembuluh
darah
Perubahan struktur pembuluh darah
Vasokontriksi
Gangguan sirkulasi
5. Manifestasi Klinik
Hipertensi sulit dideteksi oleh seseorang sebab hipertensi tidak memiliki
tanda/ gejala khusus. Gejala-gejala yang mudah untuk diamati seperti terjadi pada
gejala ringan yaitu pusing atau sakit kepala, cemas, wajah tampak kemerahan,
tengkuk terasa pegal, cepat marah, telinga berdengung, sulit tidur, sesak napas,
rasa berat di tengkuk, mudah lelah, mata berkunang-kunang, mimisan (keluar
darah di hidung) (Ignatavicius, Workman, 2017).
Selain itu, hipertensi memiliki tanda klinis yang dapat terjadi, diantaranya
adalah (Smeltzer, S.C. & Bare, 2013):
a. Pemeriksaan fisik dapat mendeteksi bahwa tidak ada abnormalitas lain selain
tekanan darah tinggi.
b. Perubahan yang terjadi pada retina disertai hemoragi, eksudat, penyempitan
arteriol, dan bintik katun-wol (cotton-wool spots) (infarksio kecil), dan
papiledema bisa terlihat pada penderita hipertensi berat.
c. Gejala biasanya mengindikasikan kerusakan vaskular yang saling
berhubungan dengan sistem organ yang dialiri pembuluh darah yang
terganggu.
d. Dampak yang sering terjadi yaitu penyakit arteri koroner dengan angina atau
infark miokardium.
e. Terjadi Hipertrofi ventrikel kiri dan selanjutnya akan terjadi gagal jantung.
f. Perubahan patologis bisa terjadi di ginjal (nokturia, peningkatan BUN, serta
kadar kreatinin).
g. Terjadi gangguan serebrovaskular (stroke atau serangan iskemik transien
(TIA) yaitu perubahan yang terjadi pada penglihatan atau kemampuan bicara,
pening, kelemahan, jatuh mendadak atau hemiplegia transien atau permanen.
Perbedaan Hipertensi Esensial dan sekunder Evaluasi jenis hipertensi
dibutuhkan untuk mengetahui penyebab. Peningkatan tekanan darah yang
berasosiasi dengan peningkatan berat badan, faktor gaya hidup (perubahan
pekerjaan menyebabkan penderita bepergian dan makan di luar rumah),
penurunan frekuensi atau intensitas aktivitas fisik, atau usia tua pada pasien
dengan riwayat keluarga dengan hipertensi kemungkinan besar mengarah ke
hipertensi esensial. Labilitas tekanan darah, mendengkur, prostatisme, kram otot,
19
b. Infark Miokardium
Infark miokardium terjadi saat arteri koroner mengalami
arterosklerotik tidak pada menyuplai cukup oksigen ke miokardium apabila
terbentuk thrombus yang dapat menghambat aliran darah melalui pembuluh
tersebut. Karena terjadi hipertensi kronik dan hipertrofi ventrikel maka
kebutuhan okigen miokardioum tidak dapat terpenuhi dan dapat terjadi
iskemia jantung yang menyebabkan infark.
c. Gagal Ginjal
Kerusakan pada ginjal disebabkan oleh tingginya tekanan pada kapiler-
kapiler glomerulus. Rusaknya glomerulus membuat darah mengalir ke unti
fungsionla ginjal, neuron terganggu, dan berlanjut menjadi hipoksik dan
kematian. Rusaknya glomerulus menyebabkan protein keluar melalui urine
dan terjadilah tekanan osmotic koloid plasma berkurang sehingga terjadi
edema pada penderita hipertensi kronik.
d. Ensefalopati
Ensefalopati (kerusakan otak) terjadi pada hipertensi maligna
(hipertensi yang mengalami kenaikan darah dengan cepat). Tekanan yang
tinggi disebabkan oleh kelainan yang membuat peningkatan tekanan kapiler
dan mendorong cairan ke dalam ruang intertisium diseluruh susunan saraf
pusat. Akibatnya neuro-neuro disekitarnya terjadi koma dan kematian.
7. Penatalaksanaan Medis
Menurut (Kemenskes RI, 2013) penanganan hipertensi dibagi menjadi dua
yaitu secara nonfarmakologis dan farmakologi.
a. Terapi non farmakologi
Menerapkan gaya hidup sehat bagi setiap orang sangat penting untuk
mencegah tekanan darah tinggi dan merupakan bagian yang penting dalam
penanganan hipertensi. Semua pasien dengan prehipertensi dan hipertensi
harus melakukan perubahan gaya hidup. Disamping menurunkan tekanan
darah pada pasien-pasien dengan hipertensi, modifikasi gaya hidup juga
dapat mengurangi berlanjutnya tekanan darah ke hipertensi pada pasien-
pasien dengan tekanan darah prehipertensi. Modifikasi gaya hidup yang
penting dalam menurunkan tekanan darah adalah mengurangi berat badan
untuk individu yang obes atau gemuk, mengadopsi pola makan DASH
(Dietary Approach to Stop Hypertension) yang kaya akan kalium dan
21
berkaitan dengan reflex menghindar dan perubahan output otonom (Meliala, 2004
dalam Bahrudin, 2017).
Nyeri merupakan pengalaman yang subjektif, sama halnya saat seseorang
mencium bau harum atau busuk, mengecap manis atau asin, yang kesemuanya
merupakan persepsi panca indera dan dirasakan manusia sejak lahir. Walau
demikian, nyeri berbeda dengan stimulus panca indera, karena stimulus nyeri
merupakan suatu hal yang berasal dari kerusakan jaringan atau yang berpotensi
menyebabkan kerusakan jaringan (Meliala, 2004 dalam Bahrudin, 2017).
Berdasarkan waktu serangan nyeri dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Nyeri Akut
Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional tidak
menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial,
atau yang digambarkan sebagai kerusakan (International Association for the
Study of Pain), awitan yang tiba-tiba atau lambat dengan intensitas ringan
hingga berat, dengan berakhirnya dapat diantisipasi atau diprediksi, dan
dengan durasi kurang dari 3 bulan (Herdman, 2018).
b. Nyeri Kronis
Nyeri kronis merupakan pengalaman sensorik atau emosional yang
berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset
mendadak atauleambat dsan berintensitas ringan hingga berat dan konstan,
yang berlangsung lebih dari 3 bulan (PPNI, 2017).
2. Penyebab Nyeri
Menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) penyebab nyeri
akut dibagi menjadi 3 yaitu:
a. Agen pencedera fisiologis (misalnya inflamasi, iskemia, neoplasma).
b. Agen pencedera kimiawi (misalnya terbakar, bahan kimia iritan)
c. Agen pencedera fisik (misalnya abses, amputasi, terbakar, terpotong,
mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)
(PPNI, 2017).
Sedangkan penyebab nyeri kronis yaitu:
a. Kondisi muskuloskeletal kronis
b. Kerusakan sistem saraf
c. Penekanan saraf
d. Infiltrasi tumor
25
j. Teknik koping
Teknik koping mempengaruhi kemampuan seseorang untuk mengatasi
nyeri. Seseorang yang memiliki koping yang baik mereka dapat mengontrol
rasa nyeri yang dirasakan. Tetapi sebaliknya, jika seseorang yang memiliki
koping yang buruk mereka akan merasa bahwa orang lainlah yang akan
bertanggung jawab terhadap nyeri yang dialaminya. Konsep inilah yang
dapat diaplikasikan dalam penggunaan analgesik yang dikontrol pasien
(patient-controlled analgesia/PCA).
k. Keluarga dan dukungan sosial
Seseorang yang merasakan nyeri terkadang bergantung kepada anggota
keluarga yang lain atau teman dekat untuk memberikan dukungan, bantuan,
atau perlindungan. Walaupun rasa nyeri masih terasa, tetapi kehadiran
keluarga ataupun teman terkadang dapat membuat pengalaman nyeri yang
menyebabkan stress sedikit berkurang. Kehadiran orang tua sangat penting
bagi anak-anak yang mengalami nyeri.
3. Gejala dan Tanda Mayor pada Nyeri
Gejala dan tanda mayor nyeri akut dapat dilihat dari data subyektif dan obyektif
yang meliputi:
a. Gejala Subyektif
Klien mengeluh nyeri.
b. Gejala Obyektif
1) Tampak meringis.
2) Bersikap Protektif (Misalnya waspada, posisi menghindari nyeri).
3) Gelisah.
4) Frekuensi nadi meningkat.
5) Sulit tidur.
(PPNI, 2017)
Antara suatu rangsang sampai dirasakannya sebagai persepsi nyeri
terdapat 5 proses elektrofisiologik yang jelas, dimulai dengan proses
transduksi, konduksi, modulasi, transmisi dan persepsi. Keseluruhan proses
ini disebut nosisepsi (nociception) (Perry & Potter, 2009). Mekanisme Nyeri
Akut melalui proses nosisepsis adalah sebagai berikut:
28
a. Transduksi
Transduksi adalah proses di mana suatu stimulus kuat dubah menjadi
aktivitas listrik yang biasa disebut potensial aksi. Dalam hal nyeri akut
yang disebabkan oleh adanya kerusakan jaringan akan melepaskan
mediator kimia, seperti prostaglandin, bradikinin, serotonin, substasi P,
dan histamin. Zat-zat kimia inilah yang mengsensitasi dan mengaktivasi
nosiseptor mengasilkan suatu potensial aksi (impuls listrik). Perubahan
zat-zat kimia menjadi impuls listrik inilah yang disebut proses transduksi.
b. Konduksi
Konduksi adalah proses perambatan dan amplifikasi dari potensial aksi
atau impuls listrik tersebut dari nosiseptor sampai pada kornu posterior
medula spinalis pada tulang belakang.
c. Modulasi
Modulasi merupakan proses inhibisi terhadap impuls listrik yang
masuk ke dalam kornu posterior, yang terjadi secara spontan yang
kekuatanya berbeda- beda setiap orang, (dipengaruhi oleh latar belakang
pendidikan, kepercayaan atau budaya). Kekuatan modulasi inilah yang
membedakan persepsi nyeri orang per orang terhadap suatu stimlus yang
sama.
d. Transmisi
Transmisi adalah proses perpindahan impuls listrik dari neuron
pertama ke neuron kedua terjadi dikornu posterior medula spinalis, dari
mana ia naik melalui traktus spinotalamikus ke talamus dan otak tengah.
Akhirnya, dari talamus, impuls mengirim pesan nosiseptif ke korteks
somatosensoris, dan sistem limbik.
e. Persepsi
Persepsi adalah proses yang sangat kompleks yang sampai saat ini
belum diketahui secara jelas. Namun, yang dapat disimpulkan di sini
bahwa persepsi nyeri merupakan pengalaman sadar dari penggabungan
antara aktivitas sensoris di korteks somatosensoris dengan aktivitas
emosional dari sistim limbik, yang akhirnya dirasakan sebagai persepsi
nyeri berupa “unpleasant sensory and emotional experience” (Potter and
Perry, 2009).
29
c. Teknik pembekaman
1) Melakukan pengekopan pada area titik bekam yang sudah disiapkan
(sudah dibaluri minyak zaitun) dengan tarikan disesuaikan dengan
kemyamanan dan kondisi serta usia pasien. Saat dilkukan pengekopan,
tanyakan ke pasien apakah tarikan/penyedotan terlalu kuat atau tidak.
2) Area titik bekam yang sudsah dikop dibiarkan sekitar 5 menit. Jika
pengekopan terlalu lama dapat mengakibatkan munculnya blister
dikulit yang termasuk jenis mal praktik bekam (PBI, 2019).
d. Teknik perlukaan
1) Setelah pengekopan berjalan sekitar 5 menit, segera buka kop bekam
dengan cara menarik bagian atasnya di ujung ventilator dan letakkan kop
diatas nierbaken dalam posisi miring (terbuka) dan tidak boleh
meletakkannya dalam posisi tengkurep, bibir dibagian bawah.
2) Kop bekam yang sudah digunakan diletakkan pada nampan khusus dan
lancing device, lancet atau skapel, surgical blade diletakkan di nerbeken
atau tempat lain yang terpisah dengna kop bekam.
3) Melakukan perlukaan pada area titik bekam dengan menggunakan
lancing device atau pisau bedah.
4) Kemudian area titik bekam tadi di kop kembali untuk pengeluaran darah
(PBI, 2019).
e. Teknik pembersihan darah
1) Area titik bekam yang sudah dilukai dan dikop dibiarkan beberapa saat
sampai terjadi bendungan lokal yang menyebabkan darah statis keluar
dari kulit dsan tertampung didalam gelas kop. Pengekopan untuk
mengeluarkan darah berjalan 3-5 menit.
2) Menyiapkan kassa steril dan meletakkan dibawah kop yang menampung
darah. Memastikan darah tidak sampai meluber ke sisi pinggir yang
dsapat mengakibatkan darah mengalir dan berceceran.
3) Membuka kembali kop dengan hati-hati dan membersihkan darah yang
ada diarea bekam dengan menggunakan kassa seteril.
4) Kop yang sudah dipakai diletakkan kembali ke nierbeken.
5) Kassa pembersih darah dibuang ke kantong plastik warna kuning
6) Membersihkan dan mengelap darah di kulit menggunakan tangan kiri
secara khusus dan jangan dibolak-balik antara kanan dan kiri. Hal ini
33
untuk menjaga agar tidak semua tangan terpapar darah sehingga tetap
terjaga kebersihannya selama proses bekam beralangsung (PBI, 2019).
7) Melakukan pengulangan pengeluaran darah sesuai keadaan dan kondisi.
f. Tahap akhir proses bekam
1) Area titik bekam yang telah selesai dibekam ditetesi minyak zaitun
dengan menggunakan kassa steril, diratakan keseluruh area titik bekan
dan tidak boleh keluar dari titik bekam dan menunggu beberapa saat.
2) Memastikan alat bekam yang sudah digunakan diseka dengan bersih
(tanpa tertinggal noda darah), kemudian dimasukkan dalam larutan
klorin yang sudah disiapkan (PBI, 2019).
C. Tahap Perkembangan Keluarga Lansia
1. Definisi Keluarga
Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran dan
adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya dan
meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional serta sosial dari tiap
anggota keluarga (Friedman, 2013).
Keluarga merupakan perkumpulan dua atau lebih individu yang diikat oleh
hubungan darah, perkawinan atau adopsi, dan tiap-tiap anggota keluarga selalu
berinteraksi satu dengan yang lain (Mubarak, 2011).
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri ataskepala keluarga
dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah suatu
atap dalam keadaan saling ketergantungan (Setiadi, 2012).
2. Tipe Keluarga
Menurut Murwani (2014) tipe keluarga dibagi menjadi dua yaitu:
a. Tipe Tradisional
1) The Nuclear Family
Keluarga yang terdiri dari suami-istri dan anak.
2) The Dyad Family
Keluarga yang terdiri dari suami-istri (tanpa anak) yang hidup bersama
dalam satu rumah.
3) Keluarga Usila
Keluarga yang terdiri dari suami istri yang sudah tua dengan anak sudah
memisahkan diri
34
3) Commune Family
Beberapa pasangan keluarga (dengan anaknya) yang tidak ada hubungan
saudara hidup bersama dalam satu rumah, sumber dan fasilitas yang
sama, pengalaman yang sama, sosialisasi anak dengan melalui aktivitas
kelompok atau membesarkan anak bersama.
4) The Non Material Heterosexual Cohibitang Family
Keluarga yang hidup bersama dan berganti-ganti pasangan tanpa melalui
pernikahan.
5) Gay and Lesbian Family
Seseorang yang mempunyai persamaan seks hidup bersama sebagaimana
suami istri.
6) Cohibiting Couple
Orang dewasa yang hidup bersama diluar ikatan perkawinan karena
beberapa alasan tertentu.
7) Group-Marriage Family
Beberapa orang dewasa menggunakan alat-alat rumah tangga bersama
yang saling merasa sudah menikah, berbagi sesuatu termasuk sexual dan
membesarkan anaknya.
8) Group Network Family
Keluarga inti yang dibatasi set aturan atau nilai-nilai, hidup bersama atau
berdekatan satu sama lainnya dan saling menggunakan barang rumah
tangga bersama, pelayanan, dan tanggung jawab membesarkan anaknya.
9) Foster Family
Keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan keluarga atau saudara
didalam waktu sementara, pada saat orang tua anak tersebut perlu
mendapatkan bantuan untuk menyatukan kembali keluarga yang aslinya.
10) Homeless Family
Keluarga yang terbentuk dan tidak mempunyai perlindungan yang
permanen karena krisis personal yang dihubungkan dengan keadaan
ekonomi dan atau problem kesehatan mental.
11) Gang
Sebuah bentuk keluarga yang destruktif dari orang-orang muda yang
mencari ikatan emosional dan keluarga yang mempunyai perhatian tetapi
berkembang dalam kekerasan dan kriminal dalam kehidupannya.
36
3. Fungsi Keluarga
Ada lima fungsi keluarga menurut (Friedman, 2010), yaitu :
a. Fungsi afektif
Fungsi afektif merupakan dasar utama baik untuk pembentukan maupun
untuk berkelanjutan unit keluarga itu sendiri, sehingga fungsi afektif
merupakan salah satu fungsi keluarga yang paling penting. Peran utama
orang dewasa dalam keluarga adalah fungsi afektif, fungsi ini berhubungan
dengan persepsi keluarga dan kepedulian terhadap kebutuhan sosio
emosional semua anggota keluarganya.
b. Fungsi sosialisasi dan status sosial
Sosialisasi merujuk pada banyaknya pengalaman belajar yang diberikan
dalam keluarga yang ditunjuk untuk mendidik anak-anak tentang cara
menjalankan fungsi dan memikul peran sosial orang dewasa seperti peran
yang dipikul suami-ayah dan istri-ibu. Status sosial atau pemberian status
adalah aspek lain dari fungsi sosialisasi. Pemberian status kepada anak
berarti mewariskan tradisi, nilai dan hak keluarga, walaupun tradisi saat ini
tidak menunjukan pola sebagian besar orang dewasa Amerika.
c. Fungsi reproduksi
Untuk menjamin kontiniutas antar generasi kleuarga dan masyarakat yaitu
menyediakan anggota baru untuk masyarakat.
d. Fungsi perawatan kesehatan
Fungsi fisik keluarga dipenuhi oleh orang tua yang menyediakan makanan,
pakaian, tempat tinggal, perawatan terhadap kesehatan dan perlindungan
terhadap bahaya. Pelayanan dan praktik kesehatan adalah fungsi keluarga
yang paling relafan bagi perawat keluarga.
e. Fungsi ekonomi
Fungsi ekonomi melibatkan penyediaan keluarga akan sumber daya yang
cukup finansial, ruang dan materi serta alokasinya yang sesuai melalui
proses pengambilan keputusan
4. Tugas Kesehatan Keluarga
Ada 5 pokok tugas keluarga dalam bidang kesehatan menurut Friedman (2010)
adalah sebagai berikut:
37
1) Identifikasi Keluarga
Identifikasi keluarga yang dimaksud adalah: Nama kepala keluarga,
umur, alamat dan telpon, pekerjaan kepala keluarga, pendidikan kepala
keluarga.
2) Komposisi Keluarga dan Genogram
Komposisi keluarga perlu sekali dalam hal ini diketahui, kemudian dapat
diperjelas dengangenogram, yang dapat dilukiskan dengan tabel dan
lambang-lambang atau simbol-simbol, berikut. Aturan yang harus
dipenuhi dalam pembuatan genogram:
a) Anggota kleuarga yang lebih tua berada disebelah kiri.
b) Umur anggota kleuarga ditulis pada sombol laki-laki atau
perempuan.
c) Tahun dan penyebab kematian ditulis di sebelah simbol laki-laki
atau perempuan.
d) Penggunaan simbol dalam genogram.
3) Tipe Keluarga
Tipe keluarga, menjelaskan tentang bentuk dan model atau jenis
keluarga, seperti apa. Apakah keluarga besar, keluarga kecil, keluarga
agamis,keluarga seniman, keluarga satearawan, dan lain sebagainya.
Untuk menentukan tipe keluarga, lakukan identifikasi terhadap KK-nya.
Kemudian lakukan penentuan tipe keluarga.
4) Suku Bangsa
Mengkaji asal/ suku bangsa keluarga (pasangan), dapat digunakan untuk
mengidentifikasi budaya suku keluarga yang terkait dengan kesehatan,
juga dapat mengidentifikasi bahasa sehari-hari yang digunakan oleh
keluarga.
5) Agama
Mengidentifikasi agama dan kepercayaan keluarga yang dianut oleh
setiap anggota keluarga, seberapa aktif keluarga tersebut terlibat dalam
kegiatan agama, organisasi agama, kepercayaan kepercayaan dan nilai-
nilai keagamaan yang dianut dalam kehidupan keluarga terutama dalam
hal kesehatan.
40
g. Pemeriksaan Kesehatan
Pemeriksaan kesehatan pada individu anggota keluarga yang dilakukan
tidak berbeda jauh dengan pemeriksaan pada klien di klinik (rumah
sakit) meliputi pengkajian kebutuhan dasar individu, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang yang perlu.
h. Harapan Keluarga
Perlu dikaji bagaimana harapan keluaraga terhadap perawat (petugas
kesehatan) untuk membantu penyelesaian masalah kesehatan yang
terjadi.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan keluarga dianalisis dari hasil pengkajian terhadap
adanya masalah dalam tahap perkembangan keluarga, lingkungan keluarga,
sturuktur keluarga, fungsi-fungsi keluarga dan koping keluarga, baik yang
bersifat aktual, risiko maupun sejahtera dimana perawat memiliki kewenangan
dan tanggung jawab untuk melaksanakan tindakan keperawatan bersama dengan
keluarga dan berdasarkan kemampuan dan sumber daya keluarga (Murwani,
2014). Tipologi dari diagnosa keperawatan adalah:
a. Diagnosa keperawatan keluarga aktual (terjadi defisit/gangguan kesehatan).
b. Diagnosa keperawatan keluarga risiko (ancaman) dirumuskan apabila sudah
ada data yang menunjang namun belum terjadi gangguan.
c. Diagnosa keperawatan keluarga sejahtera (potensial) merupakan suatu
keadaan dimana keluarga dalam kondisi sejahtera sehingga kesehatan
keluarga dapat ditingkatkan.
Secara umum faktor-faktor yang berhubungan atau etiologi dari diagnosis
keperawatan keluarga menurut (Mubarak, 2011), adalah :
a. Ketidaktahuan (kurangnya pengetahuan, pemahaman, dan kesalahan
persepsi)
b. Ketidakmauan (sikap dan motivasi)
c. Ketidakmampuan (kurangnya keterampilan terhadap suatu prosedur atau
tindakan, kurangnya sumber daya keluarga, baik financial, fasilitas, system
pendukung, lingkungan fisik, dan psikologis)
47