Anda di halaman 1dari 43

BAB II

TINJAUAN TEORI
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian Hipertensi
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg
dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran
dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang
(Kemenkes RI, 2018). Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam jangka
waktu lama dapat menyebabkan kerusakan pada ginjal, jantung, dan otak bila
tidak dideteksi secara dini dan mendapat pengobatan yang memadai (Kemenkes
RI, 2018).
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan abnormal
tekanan darah dalam pembuluh darah arteri yang mengangkut darah dari jantung
dan memompa keseluruh jaringan dan organ-organ tubuh secara terus-menerus
lebih dari satu periode (Irianto, 2014).
Hal ini terjadi bila arteriol-arteriol kontriksi. Kontriksi arterioli membuat darah
sulit mengalir dan meningkatkan tekanan melawan dinding arteri. Hipertensi
menambah beban kerja jantung dan arteri yang bila berlanjut dapat menimbulkan
kerusakan jantung dan pembuluh darah (Udjianti, 2013).
2. Etiologi Hipertensi
Berdasarkan penyebab hipertensi dibagi menjadi 2 golongan menurut
(Ardiansyah, 2012):
a. Hipertensi primer (esensial)
Hipertensi primer adalah hipertensi esensial atau hiperetnsi yang 90% tidak
diketahui penyebabnya. Beberapa faktor yang diduga berkaitan dengan
berkembangnya hipertensi esensial diantaranya:
1) Genetik
Individu dengan keluarga hipertensi memiliki potensi lebih tinggi
mendapatkan penyakit hipertensi.
2) Jenis kelamin dan usia
Lelaki berusia 35-50 tahun dan wanita yang telah menopause berisiko
tinggi mengalami penyakit hipertensi.
3) Diit konsumsi tinggi garam atau kandungan lemak.

11
12

Konsumsi garam yang tinggi atau konsumsi makanan dengan kandungan


lemak yang tinggi secara langsung berkaitan dengan berkembangnya
penyakit hipertensi.
4) Berat badan berlebih atau obesitas
Berat badan yang 25% melebihi berat badan ideal sering dikaitkan
dengan berkembangnya hipertensi.
5) Gaya hidup merokok dan konsumsi alkohol
Merokok dan konsumsi alkohol sering dikaitkan dengan berkembangnya
hipertensi karena reaksi bahan atau zat yang terkandung dalam
keduanya.
b. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder adalah jenis hipertensi yang diketahui penyebabnya.
Hipertensi sekunder disebabkan oleh beberapa penyakit, yaitu:
1) Coarctationaorta, yaitu penyempitan aorta congenital yang mungkin
terjadi beberapa tingkat pada aorta toraksi atau aorta abdominal.
Penyembitan pada aorta tersebut dapat menghambat aliran darah
sehingga terjadi peningkatan tekanan darah diatas area kontriksi.
2) Penyakit parenkim dan vaskular ginjal. Penyakit ini merupakan penyakit
utama penyebab hipertensi sekunder. Hipertensi renovaskuler
berhubungan dengan penyempitan.
3) Satu atau lebih arteri besar, yang secara langsung membawa darah ke
ginjal. Sekitar 90% lesi arteri renal pada pasien dengan hipertensi
disebabkan oleh aterosklerosis atau fibrous dyplasia (pertumbuhan
abnormal jaringan fibrous). Penyakit parenkim ginjal terkait dengan
infeksi, inflamasi, serta perubahan struktur serta fungsi ginjal.
4) Penggunanaan kontrasepsi hormonal (esterogen). Kontrasepsi secara oral
yang memiliki kandungan esterogen dapat menyebabkan terjadinya
hipertensi melalui mekanisme renin-aldosteron-mediate volume
expantion. Pada hipertensi ini, tekanan darah akan kembali normal
setelah beberapa bulan penghentian oral kontrasepsi.
5) Gangguan endokrin. Disfungsi medulla adrenal atau korteks adrenal
dapat menyebabkan hipertensi sekunder. Adrenalmediate hypertension
disebabkan kelebihan primer aldosteron, kortisol, dan katekolamin.
6) Kegemukan (obesitas) dan malas berolahraga.
13

7) Stres, yang cenderung menyebabkan peningkatan tekanan darah untuk


sementara waktu.
8) Kehamilan
9) Luka bakar
10) Peningkatan tekanan vaskuler
11) Merokok
Nikotin dalam rokok merangsang pelepasan katekolamin. Peningkatan
katekolamin mengakibatkan iritabilitas miokardial, peningkatan denyut
jantung serta menyebabkan vasokortison yang kemudian menyebabkan
kenaikan tekanan darah.
Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas (Nurarif, A. H., & Kusuma, 2016):
a. Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan
atau tekanan diastolik sama atau lebih besar dari 90 mmHg.
b. Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik lebih besar dari 160
mmHg dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg.
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya
perubahan-perubahan pada (Nurarif, A. H., & Kusuma, 2016):
a. Elastisitas dinding aorta menurun.
b. Katub jantung menebal dan menjadi kaku.
c. Kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan menurunnya
kontraksi dan volumenya.
d. Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karena kurangnya
efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi.
e. Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi yaitu:
a. Pola Konsumsi
Konsumsi tinggi natrium (Na) terutama yang berasal dari garam (NaCl)
diketahui menjadi salah satu penyebab hipertensi. Selain itu, natrium juga
terdapat dalam penyedap makanan (MSG, monosodium glutamate) dan soda
kue (NaHCO3, natrium bikarbonat) (Muchtadi, 2013).
b. Kelainan Ginjal
Adanya kelainan atau kerusakan pada ginjal dapat menyebabkan gangguan
pengaturan tekanan darah melalui produksi renin oleh sel juxtagomerular
ginjal. Renin merupakan enzim yang berperan dalam lintasan metabolisme
14

sistem RAA (Renin Angiostensin Aldosteron). Renin penting untuk


mengendalikan tekanan darah, mengatur volume ekstraseluler plasma darah
dan vasokontriksi arteri. Selain itu, ginjal mensekresi hormon antidiuretik
(antidiuretic hormone) dan aldosteron. ADH dikeluarkan oleh kelenjar
hipofisis posterior di otak melalui stimuli terhadap sel sel collecting duct dan
distal convouted tubule ginjal sehingga terjadi peningkatan reabsorbsi air dan
penurunan voume urin. Sekresi hormone ini dikendalikan oleh peningkatan
osmolaritas plasma darah, berkurangnya volume darah dan penurunan
tekanan darah (Muchtadi, 2013).
c. Penuaan
Insiden hipertensi meningkat sering dengan pertambahan usia. Hampir setiap
orang mengalami peningkatan tekanan darah pada usia lanjut. Tekanan
sistolik biasanya terus meningkat seumur hidup dan tekanan diastolik
meningkat sampai usia 50-60 tahun kemudian menurun secara perlahan. Hal
ini terkait dengan salah satu perubahan yang terjadi karena proses penuaan
yaitu berkurangnya kecepatan aliran darah dalam tubuh. Dengan
bertambahnya usia, dinding pembuluh darah arteri menjadi kaku dan
menurun elastisitasnya (arterioklerosis) sehingga terjadi peningkatan
resistensi pembuluh darah yang menyebabkan jantung bekerja lebih keras
untuk memompa darah. Akibatnya, terjadi peningkatan tekanan darah
sistoliik (Muchtadi, 2013).
d. Obesitas
Pada sebagian penderita, peningkatan berat badan yang berlebihan dan
perubahan gaya hidup memiliki peran utama dalam menyebabkan hipertensi.
Suatu penelitian dari Framingham Heart Study menunjukkan bahwa 78%
hipertensi yang terjadi pada laki-laki dan 65% pada wanita diakibatkan
secara langsung oleh kegemukan atau obesitas. Tiap kenaikan berat badan ½
kg dari berat badan normal yang direkomendasikan dapat mengakibatkan
tekanan darah sistolik 4,5 mmHg (Muchtadi, 2013).
e. Kualitas tidur buruk
Kualitas tidur yang buruk dapat mengakibatkan peningkatan aktivitas
simpatis dan peningkatan rata-rata tekanan darah dan heart rate selama 24
jam. Dengan cara ini, kebiasaan pembatasan tidur yang mengakibatkan
15

gangguan tidur dapat menyebabkan peningkatan aktivitas saraf simpatik yang


berkepanjangan (Roshifanny, 2016).
3. Patofisiologi
Tekanan darah di pengaruhi oleh curah jantung dan tahanan perifer. Faktor
yang mempengaruhi curah jantung dan tahanan perifer akan mempengaruhi
tekanan darah seperti faktor genetik dan umur (faktor yang tidak dapat di ubah),
stress, obesitas, merokok, asupan Na yang meningkat, kelainan hormonal dan
penyakit ginjal. Perubahan fungsi membran sel pada kelaianan genetik diduga
terjadi perubahan pada membran sel yang dapat menyebabkan konstriksi
fungsional dan hipertensi struktural. Kontriksi yang terjadi pada pembuluh darah
yang mengakibatkan terjadi peningkatan tekanan perifer yang kemudian
menyebabkan peningkatan tekanan darah (Widodo, 2019).
Perkembangan gerontologis. Perubahan struktural dan fungsional pada sistem
pembuluh darah perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang
terjadi pada lansia. Perubahan tersebut meliputi atereklerosis, hilangnya elastisitas
jaringan ikat dan penurunan relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada
gilirannya menurunkan kemampuan ekstensi dan daya regang pembuluh darah
konsekuensinya aorta dan arteri besar berkurang. Kemampuannya dalam
mengakomodasi volume darah yang di pompa oleh jantung menyebabkan
peningkatan tekanan perifer yang pada akhirnya mengakibatkan peningkatan
tekanan darah. System renin anguiotensin dan aldosteron berperan dalam
timbulnya hipertensi. Produksi renin di pengaruhi oleh berbagai faktor antara lain
stimulasi sistem saraf simpatis yang merupakan respon dari stress psikologis dan
penurunan aliran darah ke ginjal .renin berperan mengubah angiotensinogen
menjadi angiotensi 1 kemudian di ubah menjadi angiotensi 2 yang merupakan
vasokonstriktor kuat yang pada gilirannya merangsang pelepasan aldosteron oleh
korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus
ginjal, menyebabkan peningkatan tekanan intravascular (Widodo, 2019).
Hipertensi yang disebabkan oleh kelainan hormonal misalnya pada sindrom
chusing adanya pelepasan ACTH yang tidak adekuat akan meningkatan
konsentrasi glukokortikoid plasma sehingga meningkatkan efek katekolamin
(peningkatan curah jantung) dan kerja mineralokortikoid, kortisol yang berkadar
tinggi (retensi natrium).
16

Faktor gaya hidup yang dapat mempengaruhi hipertensi adalah obesitas,


merokok, asupan natrium yang meningkat. Pasien Obesitas terjadi peningkatan
glokosa dalam darah. Peningkatan glukosa dalam darah dapat merusak sel endotel
pembuluh darah sehingga terjadi reaksi imun dan peradangan sehingga akhirnya
terjadi pengendapan trombosit, makrofag, dan jaringan fibrosa yang akan
menyebabkan penebalan dinding pembuluh darah sehingga terjadi peningkatan
tahanan perifer dan menyebabkan peningkatan tekanan darah. Peningkatan intake
sodium menyebabkan retenasi sodium di ginjal yang mengakibatkan retensi
cairan di ginjal yang akan meningkatkan volume plasma. Dengan peningkatan
volume plasma akan terjadi peningkatan curah jantung dan peningkatan tekanan
darah (Widodo, 2019).
Berbagai teori yang menjelaskan tentang terjadinya hipertensi, teori teori
tersebut antara lain (Kowalak et. al., 2012):
a. Perubahan yang terjadi pada bantalan dinding pembuluh darah arteri yang
mengakibatkan retensi perifer meningkat.
b. Terjadi peningkatan tonus pada sistem saraf simpatik yang abnormal dan
berasal dalam pusat vasomotor, dapat mengakibatkan peningkatan retensi
perifer.
c. Bertambahnya volume darah yang disebabkan oleh disfungsi renal atau
hormonal.
d. Peningkatan penebalan dinding arteriol akibat faktor genetik yang
disebabkan oleh retensi vaskuler perifer.
e. Pelepasan renin yang abnormal sehingga membentuk angiotensin II yang
menimbulkan konstriksi arteriol dan meningkatkan volume darah.
Kerja jantung terutama ditentukan besarnya curah jantung dan tahanan perifer.
Umumnya curah jantung pada penderita hipertensi adalah normal. Adanya
kelainan terutama pada peninggian tahanan perifer. Peningkatan tahanan perifer
disebabkan karena vasokonstriksi arteriol akibat naiknya tonus otot polos pada
pembuluh darah tersebut. Jika hipertensi sudah dialami cukup lama, maka yang
akan sering dijumpai yaitu adanya perubahan-perubahan struktural pada
pembuluh darah arteriol seperti penebalan pada tunika interna dan terjadi
hipertrofi pada tunika media. Dengan terjadinya hipertrofi dan hiperplasia, maka
sirkulasi darah dalam otot jantung tidak mencukupi lagi sehingga terjadi anoksia
relatif. Hal ini dapat diperjelas dengan adanya sklerosis koroner (Riyadi, 2011)
17

4. Pathway

Umur Jenis Kelamin Gaya Hidup Obesitas

Aterosklerosis dan
elastisitas Hipertensi
pembuluh darah
menurun Kerusakan vascular pembuluh
darah
Perubahan struktur pembuluh darah

Vasokontriksi

Gangguan sirkulasi

Otak Ginjal Pembuluh darah Retina


Retina
koroner
Vasokon Sitemik spasme
Resistien Supplai triksi
pembuluh darah O2 otak arteriole
pembulu iskemik
otak meningkat menurun vasokontriksi
h darah miokard
Diplopia
Bloodflow aftrerload
Gangguan Nyeri sinkop menurun meningkat Resti
pot tidur Kepala atau nyeri dada
Injuri
pingsan Retensi natrium
Penuruna fatigue
Gangguan Edema n curah
perfusi jaringan jantung Intoleransi
serbral
aktivitas

Gambar 2.1 Pathway Hipertensi


Sumber: Doenges E. Marilyn (2005) dalam Widodo (2019)
18

5. Manifestasi Klinik
Hipertensi sulit dideteksi oleh seseorang sebab hipertensi tidak memiliki
tanda/ gejala khusus. Gejala-gejala yang mudah untuk diamati seperti terjadi pada
gejala ringan yaitu pusing atau sakit kepala, cemas, wajah tampak kemerahan,
tengkuk terasa pegal, cepat marah, telinga berdengung, sulit tidur, sesak napas,
rasa berat di tengkuk, mudah lelah, mata berkunang-kunang, mimisan (keluar
darah di hidung) (Ignatavicius, Workman, 2017).
Selain itu, hipertensi memiliki tanda klinis yang dapat terjadi, diantaranya
adalah (Smeltzer, S.C. & Bare, 2013):
a. Pemeriksaan fisik dapat mendeteksi bahwa tidak ada abnormalitas lain selain
tekanan darah tinggi.
b. Perubahan yang terjadi pada retina disertai hemoragi, eksudat, penyempitan
arteriol, dan bintik katun-wol (cotton-wool spots) (infarksio kecil), dan
papiledema bisa terlihat pada penderita hipertensi berat.
c. Gejala biasanya mengindikasikan kerusakan vaskular yang saling
berhubungan dengan sistem organ yang dialiri pembuluh darah yang
terganggu.
d. Dampak yang sering terjadi yaitu penyakit arteri koroner dengan angina atau
infark miokardium.
e. Terjadi Hipertrofi ventrikel kiri dan selanjutnya akan terjadi gagal jantung.
f. Perubahan patologis bisa terjadi di ginjal (nokturia, peningkatan BUN, serta
kadar kreatinin).
g. Terjadi gangguan serebrovaskular (stroke atau serangan iskemik transien
(TIA) yaitu perubahan yang terjadi pada penglihatan atau kemampuan bicara,
pening, kelemahan, jatuh mendadak atau hemiplegia transien atau permanen.
Perbedaan Hipertensi Esensial dan sekunder Evaluasi jenis hipertensi
dibutuhkan untuk mengetahui penyebab. Peningkatan tekanan darah yang
berasosiasi dengan peningkatan berat badan, faktor gaya hidup (perubahan
pekerjaan menyebabkan penderita bepergian dan makan di luar rumah),
penurunan frekuensi atau intensitas aktivitas fisik, atau usia tua pada pasien
dengan riwayat keluarga dengan hipertensi kemungkinan besar mengarah ke
hipertensi esensial. Labilitas tekanan darah, mendengkur, prostatisme, kram otot,
19

kelemahan, penurunan berat badan, palpitasi, intoleransi panas, edema, gangguan


berkemih, riwayat perbaikan koarktasio, obesitas sentral, wajah membulat,
mudah memar, penggunaan obat-obatan atau zat terlarang, dan tidak adanya
riwayat hipertensi pada keluarga mengarah pada hipertensi sekunder (Adrian,
2019).
Saat hipertensi terjadi sudah lama pada penderita atau hipertensi sudah dalam
keadaan yang berat dan tidak diobati gejala yang timbul yaitu sakit kepala,
kelelahan, mual, muntah, sesak nafas, gelisah, pandangan menjadi kabur (Irianto,
2014).
Semua itu terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung dan
ginjal. Pada penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan
bahkan mengakibatkan penderita mengalami koma karena terjadi pembengkakan
pada bagian otak. Keadaan tersebut merupakan keadaan ensefalopati hipertensi
(Irianto, 2014).
6. Komplikasi
Komplikasi hipertensi berdasarkan target organ, antara lain sebagai berikut
(Irwan, 2016):
a. Serebrovaskuler: stroke, transient ischemic attacks, demensia vaskuler,
ensefalopati.
b. Mata : retinopati hipertensif.
c. Kardiovaskuler : penyakit jantung hipertensif, disfungsi atau hipertrofi
ventrikel kiri, penyakit jantung koroner, disfungsi baik sistolik maupun
diastolik dan berakhir pada gagal jantung (heart failure).
d. Ginjal : nefropati hipertensif, albuminuria, penyakit ginjal kronis.
e. Arteri perifer : klaudikasio intermiten.
Menurut (Ardiansyah, 2012) komplikasi dari hipertensi adalah:
a. Stoke
Stroke akibat dari pecahnya pembuluh yang ada di dalam otak atau
akibat embolus yang terlepas dari pembuluh nonotak. Stroke bisa terjadi pada
hipertensi kronis apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami
hipertrofi dan penebalan pembuluh darah sehingga aliran darah pada area
tersebut berkurang. Arteri yang mengalami aterosklerosis dapat melemah dan
meningkatkan terbentuknya aneurisma.
20

b. Infark Miokardium
Infark miokardium terjadi saat arteri koroner mengalami
arterosklerotik tidak pada menyuplai cukup oksigen ke miokardium apabila
terbentuk thrombus yang dapat menghambat aliran darah melalui pembuluh
tersebut. Karena terjadi hipertensi kronik dan hipertrofi ventrikel maka
kebutuhan okigen miokardioum tidak dapat terpenuhi dan dapat terjadi
iskemia jantung yang menyebabkan infark.
c. Gagal Ginjal
Kerusakan pada ginjal disebabkan oleh tingginya tekanan pada kapiler-
kapiler glomerulus. Rusaknya glomerulus membuat darah mengalir ke unti
fungsionla ginjal, neuron terganggu, dan berlanjut menjadi hipoksik dan
kematian. Rusaknya glomerulus menyebabkan protein keluar melalui urine
dan terjadilah tekanan osmotic koloid plasma berkurang sehingga terjadi
edema pada penderita hipertensi kronik.
d. Ensefalopati
Ensefalopati (kerusakan otak) terjadi pada hipertensi maligna
(hipertensi yang mengalami kenaikan darah dengan cepat). Tekanan yang
tinggi disebabkan oleh kelainan yang membuat peningkatan tekanan kapiler
dan mendorong cairan ke dalam ruang intertisium diseluruh susunan saraf
pusat. Akibatnya neuro-neuro disekitarnya terjadi koma dan kematian.
7. Penatalaksanaan Medis
Menurut (Kemenskes RI, 2013) penanganan hipertensi dibagi menjadi dua
yaitu secara nonfarmakologis dan farmakologi.
a. Terapi non farmakologi
Menerapkan gaya hidup sehat bagi setiap orang sangat penting untuk
mencegah tekanan darah tinggi dan merupakan bagian yang penting dalam
penanganan hipertensi. Semua pasien dengan prehipertensi dan hipertensi
harus melakukan perubahan gaya hidup. Disamping menurunkan tekanan
darah pada pasien-pasien dengan hipertensi, modifikasi gaya hidup juga
dapat mengurangi berlanjutnya tekanan darah ke hipertensi pada pasien-
pasien dengan tekanan darah prehipertensi. Modifikasi gaya hidup yang
penting dalam menurunkan tekanan darah adalah mengurangi berat badan
untuk individu yang obes atau gemuk, mengadopsi pola makan DASH
(Dietary Approach to Stop Hypertension) yang kaya akan kalium dan
21

kalsium diet rendah natrium, aktifitas fisik dan mengkonsumsi alkohol


sedikit saja. Pada sejumlah pasien dengan pengontrolan tekanan darah cukup
baik dengan terapi satu obat antihipertensi mengurangi garam dan berat
badan dapat membebaskan pasien dari menggunakan obat. Program diet yang
mudah diterima adalah yang didisain untuk menurunkan berat badan secara
perlahan-lahan pada pasien yang gemuk dan obes disertai pembatasan
pemasukan natrium dan alkohol. Untuk ini diperlukan pendidikan kepada
pasien, dan dorongan moril. Hal-hal berikut dapat diberitahukan kepada
pasien agar pasien mengerti rasionalitas intervensi diet:
1) Hipertensi 2 – 3 kali lebih sering pada orang gemuk dibanding orang
dengan berat badan ideal
2) Lebih dari 60 % pasien dengan hipertensi adalah gemuk (overweight)
3) Penurunan berat badan, hanya dengan 10 pound (4.5 kg) dapat
menurunkan tekanan darah secara bermakna pada orang gemuk
4) Obesitas abdomen dikaitkan dengan sindroma metabolik, yang juga
prekursor dari hipertensi dan sindroma resisten insulin yang dapat
berlanjut ke DM tipe 2, dislipidemia, dan selanjutnya ke penyakit
kardiovaskular.
5) Diet kaya dengan buah dan sayuran dan rendah lemak jenuh dapat
menurunkan tekanan darah pada individu dengan hipertensi.
6) Walaupun ada pasien hipertensi yang tidak sensitif terhadap garam,
kebanyakan pasien mengalami penurunaan tekanan darah sistolik dengan
pembatasan natrium.
Terapi nonfarmakologi diberikan untuk semua pasien hipertensi
dengan tujuan menurunkan tekanan darah dan mengendalikan faktor resiko
serta penyakit lainnya. Pengendalian faktor risiko meliputi mengonsumsi
makanan gizi seimbang, menurunkan kelebihan berata badan, olahraga
teratur, berhenti merokok, dan mengurangi konsumsi alkohol.
b. Terapi farmakologi
Penanganan hipertensi bertujuan untuk mengendalikan angka
kesakitan, komplikasi dan kematian akibat hipertensi. Terapi farmakologis
hipertensi dsapat dilakukan di pelayanan strata primer/Puskesmas, sebagai
penanganan awal. Berbagai penelitian klinik membuktikan bahwa, obat anti
22

hipertensi yang diberikan tepat waktu, dapat menurunkan kejadian stroke


hingga 35-40%. Infark miokard 20-25% dan gagal jantung lebih dari 50%.
Pengobatan hipertensi dimulai dengan obat tunggal yang mempunyai
masa kerja panjang sehingga dapat diberikan sekali sehari dan dosisnya
dititrasi. Obat berikutnya mungkin dapat ditambahkan selama beberapa bulan
pertama perjalanan terapi.
Jenis-jenis obat anti hipertensi yaitu (Kemenkes RI, 2013):
1) Diuretik
Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan mengeluarkan cairan tubuh
(lewat kencing), sehingga volume cairan tubuh berkurang, tekanan darah
turun dan beban jangung lebih ringan. Populasi lanjut usia lebih rentan
mengalami dehidrasi dan hipotensi ortostatik akibat penggunaan
thiazide. Jadi pengukuran tekanan darah posisi berdiri perlu dilakukan,
disamping pemantauan kadar kalium serum. Diuretik thiazid seperti:
cholothazid dan chlorth lidon, Diuretik loop seperti: fulrosemide (lasix)
dengan cara kerja untuk membantu ginjal membunag garam dan air,
yang akan mengurangi volume cairan di seluruh tubuh dan melebarkan
pembuluh darah dan keseimbangan natrium.
2) Penyekat beta (β-blockers)
Mekanisme kerja obat antihipertensi ini adalah melalui penurunan laju
nadi dan daya pompa jantung. Obat golongan β-blockers dapat
menurunkan mortalitas dan morbiditas pasien hipertensi lanjut usia,
menurunkan risiko penyakit jantung koroner, prevensi terhadap serangan
infark miokard ulangan dan gagal jantung. Jenis obat ini tidak dianjurkan
pada penderita asma bronkhial. Pemakaian pada penderita diabetes harus
hati-hati, karena dapat menutupi gejala hipoglikemia.
Beta-blocker seperti: propranadol, Hcl, nodolol, dokzasoin, prazoin
dengan cara kerja menghambat sistem saraf simpatis, mengurangi denyut
jantung dan keluaran total darah dari jantung dan menghambat produksi
adrenalin.
3) Golongan penghambat Angiotensin Converting Enzyme (ACE) dan
Angiotensin Receptor Blocker (ARB)
Obat-obatan yang termasuk golongan ACE adalah valsartan, lisinopril,
dan ramipril. Efek samping yang mungkin timbul yaitu sakit kepala,
23

pusing, lemas dan mual. Lisinopril dan ramipril terutama diindikasikan


untuk pasien pasca infark miokard, pasien dengan risiko tinggi penyakit
kardiovaskular dan mencegah rekurensi stroke. Hipotensi saat obat mulai
diberikan harus diwaspadai pada pasien dehidrasi, gagal jantung, dan
stenosis arteri renalis bilateral.
4) Golongan Calcium Channel Blockers (CCB)
Calcium channel blocker (CCB) menghambat masuknya kalsium ke
dalam sel pembuluh darah arteri, sehingga menyebabkan dilatasi arteri
koroner dan juga arteri perifer. Ada dua kelompok obat CCB, yaitu
dihidropyridin dan nondihidropyridin. Keduanya efektif untuk
pengobatan hipertensi pada lanjut usia. secara keseluruhan, CCB
diindikasikan untuk pasien yang memiliki faktor risiko tinggi penyakit
koroner dsan untuk pasien-pasien diabetes.
5) Golongan Antihipertensi Lain
Penggunaan penyekat reseptor alfa perifer, obat-obatan yang bekerja
sentral, dan obat golongan vasodilator pada populasi lanjut usia sangat
terbatas, karena efek samping yang signifikan. Meskipun obat-obatan ini
mempunyai efektifitas yang cukup tinggi dalam menurunkan tekanan
darah, tidak ditemukan asosiasi antara obat-obatan tersebut dengan
reduksi angka mortalitas maupun morbiditas pasien-pasien hipertensi.
Agonis alfa sentral (termasuk konidin, guanfacine, methyldopa, and
reserpine) bekerja sentral sehingga dapat menimbulkan sedasi, mulut
kering, dan depresi.
B. Konsep Masalah Keperawatan Nyeri
1. Pengertian Nyeri
Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan
akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial atau yang digambarkan
dalam bentuk kerusakan tersebut. Nyeri adalah suatu pengalaman sensorik yang
multidimensional. Fenomena ini dapat berbeda dalam intensitas (ringan,sedang,
berat), kualitas (tumpul, seperti terbakar, tajam), durasi (transien,
intermiten,persisten), dan penyebaran (superfisial atau dalam, terlokalisir atau
difus). Meskipun nyeri adalah suatu sensasi, nyeri memiliki komponen kognitif
dan emosional, yang digambarkan dalam suatu bentuk penderitaan. Nyeri juga
24

berkaitan dengan reflex menghindar dan perubahan output otonom (Meliala, 2004
dalam Bahrudin, 2017).
Nyeri merupakan pengalaman yang subjektif, sama halnya saat seseorang
mencium bau harum atau busuk, mengecap manis atau asin, yang kesemuanya
merupakan persepsi panca indera dan dirasakan manusia sejak lahir. Walau
demikian, nyeri berbeda dengan stimulus panca indera, karena stimulus nyeri
merupakan suatu hal yang berasal dari kerusakan jaringan atau yang berpotensi
menyebabkan kerusakan jaringan (Meliala, 2004 dalam Bahrudin, 2017).
Berdasarkan waktu serangan nyeri dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Nyeri Akut
Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional tidak
menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial,
atau yang digambarkan sebagai kerusakan (International Association for the
Study of Pain), awitan yang tiba-tiba atau lambat dengan intensitas ringan
hingga berat, dengan berakhirnya dapat diantisipasi atau diprediksi, dan
dengan durasi kurang dari 3 bulan (Herdman, 2018).
b. Nyeri Kronis
Nyeri kronis merupakan pengalaman sensorik atau emosional yang
berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset
mendadak atauleambat dsan berintensitas ringan hingga berat dan konstan,
yang berlangsung lebih dari 3 bulan (PPNI, 2017).
2. Penyebab Nyeri
Menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) penyebab nyeri
akut dibagi menjadi 3 yaitu:
a. Agen pencedera fisiologis (misalnya inflamasi, iskemia, neoplasma).
b. Agen pencedera kimiawi (misalnya terbakar, bahan kimia iritan)
c. Agen pencedera fisik (misalnya abses, amputasi, terbakar, terpotong,
mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)
(PPNI, 2017).
Sedangkan penyebab nyeri kronis yaitu:
a. Kondisi muskuloskeletal kronis
b. Kerusakan sistem saraf
c. Penekanan saraf
d. Infiltrasi tumor
25

e. Ketidakseimbangan neurotransmiter, neuromodulator, dan reseptor


f. Gangguan imunitas (misalnya neuropati terkati HIV, virus varicella-zoster)
g. Gangguan fungsi metabolik
h. Riwayat posisi kerja statis
i. Peningkatan indeks massa tubuh
j. Kondisi pasca trauma
k. Tekanan emosional
l. Riwayat penganiayaan
m. Riwayat penyalahgunaan obat/zat
(PPNI, 2017).
Faktor yang mempengaruhi nyeri diantaranya persepsi nyeri, usia, jenis
kelamin, faktor sosiobudaya, pengalaman masa lalu (Black dan Hawks, 2014).
a. Persepsi nyeri
Persepsi nyeri merupakan persepsi individu menerima dan
menginterpretasikan nyeri berdasarkan pengalaman masing-masing. Nyeri
yang dirasakan tiap individu berbeda-beda. Persepsi nyeri dipengaruhi oleh
toleransi individu terhadap nyeri.
b. Faktor sosiobudaya
Faktor sosiobudaya merupakan faktor penting dalam respons individu
terhadap nyeri. Respon terhadap nyeri cenderung merefleksikan moral dan
budaya masing-masing.
c. Usia
Usia dapat mengubah persepsi dan pengalaman nyeri. Individu yang
berumur lebih tua mempunyai metabolisme yang lebih lambat dan rasio
lemak tubuh terhadap masa otot lebih besar dibanding individu berusia lebih
muda, sehingga analgesik dosis kecil mungkin cukup untuk menghilangkan
nyeri.
d. Jenis kelamin
Jenis kelamin dapat menjadikan faktor yang dapat mempengaruhi
respon nyeri. Pada dasarnya pria lebih jarang melaporkan nyeri dibandingkan
wanita.
e. Pengalaman masa lalu
Pengalaman sebelumnya mengenai nyeri mempengaruhi persepsi akan
nyeri yang dialami saat ini. Individu yang memiliki pengalaman negatif
26

dengan nyeri pada masa kanak-kanak dapat memiliki kesulitan untuk


mengelola nyeri.
f. Ansietas (kecemasan)
Hubungan antara nyeri dengan kecemasan bersifat kompleks.
Kecemasan terkadang meningkatkan persepsi terhadap nyeri, tetapi nyeri
juga menyebabkan perasaan cemas. Dalam teorinya melaporkan bahwa
stimulus nyeri yang mengaktivasi bagian dari sistem limbic dipercaya dapat
mengontrol emosi, terutama kecemasan. Sistem limbik memproses reaksi
emosional terhadap nyeri, apakah dirasa mengganggu atau berusaha untuk
mengurangi nyeri.
g. Suku bangsa
Nilai-nilai dan kepercayaan terhadap budaya mempengaruhi
bagaimana seseorang individu mengatasi rasa sakitnya. Individu belajar
tentang apa yang diharapkan dan diterima oleh budayanya, termasuk
bagaimana reaksi terhadap nyeri. Beberapa budaya percaya bahwa
menunjukan rasa sakit adalah suatu hal yang wajar. Sementara budaya yang
lain lebih cenderung untuk tertutup. Ada perbedaan makna dan perilaku yang
berhubungan dengan nyeri antara beragam kelompok budaya. Suatu
pemahaman yang baik tentang makna nyeri berdasarkan budaya seseorang
akan membantu perawat dalam membuat rencana asuhan keperawatan yang
lebih relevan untuk nyeri yang dialami.
h. Perhatian
Tingkat perhatian seseorang terhadap nyeri akan mempengaruhi
persepsi nyeri yang dirasakan, sedangkan upaya pengalihan (distraksi)
dihubungkan dengan respon nyeri. Konsep inilah yang mendasari berbagai
terapi untuk menghilangkan nyeri, seperti relaksasi, teknik imajinasi
terbimbing (guided imagery), dan masase. Dengan memfokuskan perhatian
dan kosentrasi klien terhadap stimulus lain, kesadaran mereka akan adanya
nyeri menjadi menurun.
i. Kelemahan (fatigue)
Kelemahan akan meningkatkan persepsi seseorang terhadap nyeri dan
dapat menurunkan kemampuan untuk mengatasi suatu masalah. Apabila
kelemahan terjadi disepanjang waktu istirahat, persepsi terhadap nyeri akan
lebih besar.
27

j. Teknik koping
Teknik koping mempengaruhi kemampuan seseorang untuk mengatasi
nyeri. Seseorang yang memiliki koping yang baik mereka dapat mengontrol
rasa nyeri yang dirasakan. Tetapi sebaliknya, jika seseorang yang memiliki
koping yang buruk mereka akan merasa bahwa orang lainlah yang akan
bertanggung jawab terhadap nyeri yang dialaminya. Konsep inilah yang
dapat diaplikasikan dalam penggunaan analgesik yang dikontrol pasien
(patient-controlled analgesia/PCA).
k. Keluarga dan dukungan sosial
Seseorang yang merasakan nyeri terkadang bergantung kepada anggota
keluarga yang lain atau teman dekat untuk memberikan dukungan, bantuan,
atau perlindungan. Walaupun rasa nyeri masih terasa, tetapi kehadiran
keluarga ataupun teman terkadang dapat membuat pengalaman nyeri yang
menyebabkan stress sedikit berkurang. Kehadiran orang tua sangat penting
bagi anak-anak yang mengalami nyeri.
3. Gejala dan Tanda Mayor pada Nyeri
Gejala dan tanda mayor nyeri akut dapat dilihat dari data subyektif dan obyektif
yang meliputi:
a. Gejala Subyektif
Klien mengeluh nyeri.
b. Gejala Obyektif
1) Tampak meringis.
2) Bersikap Protektif (Misalnya waspada, posisi menghindari nyeri).
3) Gelisah.
4) Frekuensi nadi meningkat.
5) Sulit tidur.
(PPNI, 2017)
Antara suatu rangsang sampai dirasakannya sebagai persepsi nyeri
terdapat 5 proses elektrofisiologik yang jelas, dimulai dengan proses
transduksi, konduksi, modulasi, transmisi dan persepsi. Keseluruhan proses
ini disebut nosisepsi (nociception) (Perry & Potter, 2009). Mekanisme Nyeri
Akut melalui proses nosisepsis adalah sebagai berikut:
28

a. Transduksi
Transduksi adalah proses di mana suatu stimulus kuat dubah menjadi
aktivitas listrik yang biasa disebut potensial aksi. Dalam hal nyeri akut
yang disebabkan oleh adanya kerusakan jaringan akan melepaskan
mediator kimia, seperti prostaglandin, bradikinin, serotonin, substasi P,
dan histamin. Zat-zat kimia inilah yang mengsensitasi dan mengaktivasi
nosiseptor mengasilkan suatu potensial aksi (impuls listrik). Perubahan
zat-zat kimia menjadi impuls listrik inilah yang disebut proses transduksi.
b. Konduksi
Konduksi adalah proses perambatan dan amplifikasi dari potensial aksi
atau impuls listrik tersebut dari nosiseptor sampai pada kornu posterior
medula spinalis pada tulang belakang.
c. Modulasi
Modulasi merupakan proses inhibisi terhadap impuls listrik yang
masuk ke dalam kornu posterior, yang terjadi secara spontan yang
kekuatanya berbeda- beda setiap orang, (dipengaruhi oleh latar belakang
pendidikan, kepercayaan atau budaya). Kekuatan modulasi inilah yang
membedakan persepsi nyeri orang per orang terhadap suatu stimlus yang
sama.
d. Transmisi
Transmisi adalah proses perpindahan impuls listrik dari neuron
pertama ke neuron kedua terjadi dikornu posterior medula spinalis, dari
mana ia naik melalui traktus spinotalamikus ke talamus dan otak tengah.
Akhirnya, dari talamus, impuls mengirim pesan nosiseptif ke korteks
somatosensoris, dan sistem limbik.
e. Persepsi
Persepsi adalah proses yang sangat kompleks yang sampai saat ini
belum diketahui secara jelas. Namun, yang dapat disimpulkan di sini
bahwa persepsi nyeri merupakan pengalaman sadar dari penggabungan
antara aktivitas sensoris di korteks somatosensoris dengan aktivitas
emosional dari sistim limbik, yang akhirnya dirasakan sebagai persepsi
nyeri berupa “unpleasant sensory and emotional experience” (Potter and
Perry, 2009).
29

4. Kondisis Klinis Terkait Nyeri


Kondisi klinis terkait nyeri akut menurut (PPNI, 2017) dalam buku Standar
Diagnosis Keperawatan Indonesia:
a. Kondisi pembedahan
b. Cedera traumatis
c. Infeksi
d. Sindrom koroner akut
e. Glaukoma
5. Penatalaksanaan Masalah Keperawatan Nyeri
Penatalaksanaan nyeri dibedakan menjadi dua yaitu terapi farmakologi dan
terapi nonfarmakologi:
a. Terapi farmakologi
Semua obat yang mempunyai efek analgetika biasanya efektif untuk
mengatasi nyei akut. Hal ini dimungkinkan karena nyeri akut akan mereda
atau hilang sejalan dengan laju proses penyembuhan jaringan yang sakit.
Dalam melaksanakan farmakoterapi terdapat beberapa prinsip umum dalam
pengobatan nyeri.
Praktik dalam tatalaksana nyeri, secara garis besar strategi farmakologi
mengikuti “WHO Three Step Analgesic Ladder” yaitu:
1) Tahap pertama dengan menggunakan obat analgetik nonpiat seperti
NSAID atau COX2 spesific inhibitors.
2) Tahap kedua, dilakukan jika pasien masih mengeluh nyeri. Maka
diberikan obat-obat seperti tahap 1 ditambah opiat secara intermiten.
3) Tahap ketiga, dengan memberikan obat pada tahap 2 ditambah opiat
yang lebih kuat (Wardani, 2014).
Penanganan nyeri berdasarkan patofisiologi nyeri pada proses transduksi
dapat diberikan anestetik lokal dan atau obat anti radang non steroid, pada
transmisi impuls saraf dapat diberikan kombinasi anastetik lokal, narkotik,
dan atau prasetamol. Pada dasarnya ada 3 kelompok obat yang mempunyai
efek analgetika yang dapat digunakan untuk menanggulangi nyeri akut.
1) Obat analgetika non narkotika
Manfaat dan efek samping obat-obat ini wajib dipahami sebelum
memberikan obat pada penderita. Obat anti inflamasi nonsteroid
mempunyai titik tangkap kerja dengan mencegah kerja enzim siklo
30

oksigenase untuk mensintesa prostaglandin . Prostaglandin yang sudah


terbentuk tidak terpengaruh oleh obat ini.
2) Obat analgetika narkotik
Obat ini bekerja dengan mengaktifkan reseptor opioid yang banyak
terdapat didaerah susunan saraf pusat. Obat ini terutama untuk
menanggulangi nyeri akut dengan intensitas berat (Wardani, 2014).
b. Terapi Nonfarmakologi
Terapi nonfarmakogi atau disebut juga terapi komplementer
merupakan terapi alternatif selain pengobatan secara medis. Terapi
komplementer diantaranya yaitu akupuntur, cupping therapy (bekam), terapi
energy (tai chi, prana, terapi suara), terapi biologis (herbal dan food
combining) serta terapi sentuhan modalitas: acupressure, pijat, refleksi, dan
terapi lainnya (Adi, et. al., 2018).
Penelitian lain menyebutkan bahwa dari aspek fisiologis partisipan menderita
hipertensi mengungkapkan setelah menjalani terapi bekam didapatkan
peningkatan kualitas hidup melalui aspek fisiologis yaitu bekam dapat
mengurangi rasa nyeri, menurukan tekanan darah, dan dapat mengurangi
kecemasan (Setyawan, 2020).
Untuk mendapatkan manfaat yang maksimal dari bekam tentulah proses terapi
harus dilakukan dengan sangat baik, apalagi sebagaimana kita pahami bersama
bahwa bekam adalah suatu terapi utama dalam pandangan islam yang dikatakan
“mendapat rekomendasi dari Allah dan Nabi SAW” tentu harus dilakukan dengan
kaidah-kaidah yang sesuai dengan pendekatan kesehatan dan sunnah, dilakukan
dengan standar minimal alat, perilaku, tindakan, sterilisasi, penguasaan
pengetahuan yang menunjang keberhasilan bekam dan harus dilakukan dengan
cara yang bermartabat terhidar dari efek negatif yang diakibatkan yang justru
dapat mencederai metode pengobatan bekam secara umum merupakan bagian
dari Thibb ilhahi dan Nabawi. Berikut urutan langkah berbekam profesional
dalam buku Panduan Pengajaran Bekam Perkumpulan Bekam Indonesia (PBI)
tahun 2019:
a. Persiapan proses bekam
1) Berwudhu sebelum pelaksanaan terapi
31

2) menyiapkan ruangan bekam dan menyediakan semua alat, instrument


dan perlengkapan bekam, meyakinkan bahwa semua sudah siap
digunakan.
3) Pembekaman memakai apron, kopiah (peci) bagi laki-laki, akhwat
menggunakan jilbab dan pilihlah yang tidak mengganggu selama proses
bkam, masker, kacamatan dan pasang sarung tangan terakhir setelah
semua perlengkapan tersebut dikenakan sebagai alat keselamatan
pembekaman.
4) Selanjutnya menyiapkan lancing device dengan kondisi jarum terpasang
siap pakai yaitu menyiapkan jarum steril, memasukkan ke posisi pada
lancing device kmudian buka bagian kepalanya. Kemudian pasang
penutup lancing device dan jangan lupa mengatur tingkat kedalaman
lancet dengan memutar pengaturannya berdasarkan angka dari 1-5.
5) Jika diperlukan menggunakan metode torehan, maka ambil salah satu
buah sugical blade, buka setengah bagian pembungkusnya, lalu
pasangkan ke scaple dengan posisi sejajar dngan bidang kemiringan
scaple.
6) Untuk penampung limbah infeksius seperti jarum, lancet dan surgical
blade standardnya ditampung di wadah yang lebih kokoh, biasanya
terbuat dari bahan kardus dengan lapisan plastik.
7) Mempersilahkan pasien untuk berbaring diatas dipan atau duduk di kursi
khusus untuk tindakan bekam dalam keadaan santai agar siap untuk
dilakukan proses pembekaman.
8) Sebelum memulai proses bekam, membaca doa untuk kesembuhan klien
bekam “Allahumma robbanas adzhibil ba’tsa isyfi wa antasy sayafii la
syifa a illa syifaa uka syifaa al layughodiru saqomaa”
(PBI, 2019).
b. Penyiapan kulit area bekam dengan minyak zaitun
Menggunakan minyak zaitun untuk menyiapkan kulit pada area yang akan
dilakukan pembekaman. Menyiapkan kassa steril dan basahi atau bubuhkan
minyak zaitun secukupnya, lalu oleskan ke kulit yang akan dibekam secara
memutar dari dalam keluar. Tujuan sterilisasi yang pertama ini untuk
membersihkan kulit dari debu, daki dan kotoran-kotoran yang bersifat renik
(mikroskopik) (PBI, 2019).
32

c. Teknik pembekaman
1) Melakukan pengekopan pada area titik bekam yang sudah disiapkan
(sudah dibaluri minyak zaitun) dengan tarikan disesuaikan dengan
kemyamanan dan kondisi serta usia pasien. Saat dilkukan pengekopan,
tanyakan ke pasien apakah tarikan/penyedotan terlalu kuat atau tidak.
2) Area titik bekam yang sudsah dikop dibiarkan sekitar 5 menit. Jika
pengekopan terlalu lama dapat mengakibatkan munculnya blister
dikulit yang termasuk jenis mal praktik bekam (PBI, 2019).
d. Teknik perlukaan
1) Setelah pengekopan berjalan sekitar 5 menit, segera buka kop bekam
dengan cara menarik bagian atasnya di ujung ventilator dan letakkan kop
diatas nierbaken dalam posisi miring (terbuka) dan tidak boleh
meletakkannya dalam posisi tengkurep, bibir dibagian bawah.
2) Kop bekam yang sudah digunakan diletakkan pada nampan khusus dan
lancing device, lancet atau skapel, surgical blade diletakkan di nerbeken
atau tempat lain yang terpisah dengna kop bekam.
3) Melakukan perlukaan pada area titik bekam dengan menggunakan
lancing device atau pisau bedah.
4) Kemudian area titik bekam tadi di kop kembali untuk pengeluaran darah
(PBI, 2019).
e. Teknik pembersihan darah
1) Area titik bekam yang sudah dilukai dan dikop dibiarkan beberapa saat
sampai terjadi bendungan lokal yang menyebabkan darah statis keluar
dari kulit dsan tertampung didalam gelas kop. Pengekopan untuk
mengeluarkan darah berjalan 3-5 menit.
2) Menyiapkan kassa steril dan meletakkan dibawah kop yang menampung
darah. Memastikan darah tidak sampai meluber ke sisi pinggir yang
dsapat mengakibatkan darah mengalir dan berceceran.
3) Membuka kembali kop dengan hati-hati dan membersihkan darah yang
ada diarea bekam dengan menggunakan kassa seteril.
4) Kop yang sudah dipakai diletakkan kembali ke nierbeken.
5) Kassa pembersih darah dibuang ke kantong plastik warna kuning
6) Membersihkan dan mengelap darah di kulit menggunakan tangan kiri
secara khusus dan jangan dibolak-balik antara kanan dan kiri. Hal ini
33

untuk menjaga agar tidak semua tangan terpapar darah sehingga tetap
terjaga kebersihannya selama proses bekam beralangsung (PBI, 2019).
7) Melakukan pengulangan pengeluaran darah sesuai keadaan dan kondisi.
f. Tahap akhir proses bekam
1) Area titik bekam yang telah selesai dibekam ditetesi minyak zaitun
dengan menggunakan kassa steril, diratakan keseluruh area titik bekan
dan tidak boleh keluar dari titik bekam dan menunggu beberapa saat.
2) Memastikan alat bekam yang sudah digunakan diseka dengan bersih
(tanpa tertinggal noda darah), kemudian dimasukkan dalam larutan
klorin yang sudah disiapkan (PBI, 2019).
C. Tahap Perkembangan Keluarga Lansia
1. Definisi Keluarga
Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran dan
adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya dan
meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional serta sosial dari tiap
anggota keluarga (Friedman, 2013).
Keluarga merupakan perkumpulan dua atau lebih individu yang diikat oleh
hubungan darah, perkawinan atau adopsi, dan tiap-tiap anggota keluarga selalu
berinteraksi satu dengan yang lain (Mubarak, 2011).
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri ataskepala keluarga
dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah suatu
atap dalam keadaan saling ketergantungan (Setiadi, 2012).
2. Tipe Keluarga
Menurut Murwani (2014) tipe keluarga dibagi menjadi dua yaitu:
a. Tipe Tradisional
1) The Nuclear Family
Keluarga yang terdiri dari suami-istri dan anak.
2) The Dyad Family
Keluarga yang terdiri dari suami-istri (tanpa anak) yang hidup bersama
dalam satu rumah.
3) Keluarga Usila
Keluarga yang terdiri dari suami istri yang sudah tua dengan anak sudah
memisahkan diri
34

4) The Childless Family


Keluarga tanpa anak karena terlambat menikah dan untuk mendapatkan
anak terlambat waktunya yang disebabkan karena mengejar karir atau
pendidikan yang terjadi pada wanita.
5) The Extenden Family
Keluarga yang terdiri dari tiga generasi.
6) The Single Parent Family
Keluarga yang terdiri dari satu orang tua dengan anak, hal ini terjadi
melalui proses perceraian atau kematian.
7) Commuter Family
Keluarga dengan kedua orang tua bekerja di kota yang berbeda, tapi
salah satu kota tersebut sebagai tempat tinggal dan orang tua yang
bekerja diluar kota bisa berkumpul dengan keluarga saat akhir pekan.
8) Multigeneral Family
Multigenerational famili, adalah keluarga dengan beberapa generasi atau
kelompok umur yang tinggal bersama dalam satu rumah.
9) Kin-network Family
Keluarga yang terdiri dari beberapa keluarga inti yang tinggal dalam satu
rumah atau saling berdekatan dan menggunakan barang-barang dan
pelayanan yang sama seperti dapur, kamar mandi, TV telepon, dan lain-
lain.
10) Blended Family
Keluarga yang dibentuk oleh duda atau janda yang menikah kembali dan
membesarkan anak dari perkawinan sebelumnya.
11) The Single Adult Living Alone atau Single Adult Family
Keluarga yang terdiri dari orang dewasa yang hidup sendiri karena
pilihannya atau perpisahan (separasi) seperti perceraian atau ditinggal
inti.
b. Tipe Non Tradisional
1) The Unmarriedteenege Mather
Keluarga yang terdiri dari orang tua (terutama ibu) dengan anak dari
hubungan tanpa menikah.
2) The Stepparent Family
Keluarga dengan orang tua tiri.
35

3) Commune Family
Beberapa pasangan keluarga (dengan anaknya) yang tidak ada hubungan
saudara hidup bersama dalam satu rumah, sumber dan fasilitas yang
sama, pengalaman yang sama, sosialisasi anak dengan melalui aktivitas
kelompok atau membesarkan anak bersama.
4) The Non Material Heterosexual Cohibitang Family
Keluarga yang hidup bersama dan berganti-ganti pasangan tanpa melalui
pernikahan.
5) Gay and Lesbian Family
Seseorang yang mempunyai persamaan seks hidup bersama sebagaimana
suami istri.
6) Cohibiting Couple
Orang dewasa yang hidup bersama diluar ikatan perkawinan karena
beberapa alasan tertentu.
7) Group-Marriage Family
Beberapa orang dewasa menggunakan alat-alat rumah tangga bersama
yang saling merasa sudah menikah, berbagi sesuatu termasuk sexual dan
membesarkan anaknya.
8) Group Network Family
Keluarga inti yang dibatasi set aturan atau nilai-nilai, hidup bersama atau
berdekatan satu sama lainnya dan saling menggunakan barang rumah
tangga bersama, pelayanan, dan tanggung jawab membesarkan anaknya.
9) Foster Family
Keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan keluarga atau saudara
didalam waktu sementara, pada saat orang tua anak tersebut perlu
mendapatkan bantuan untuk menyatukan kembali keluarga yang aslinya.
10) Homeless Family
Keluarga yang terbentuk dan tidak mempunyai perlindungan yang
permanen karena krisis personal yang dihubungkan dengan keadaan
ekonomi dan atau problem kesehatan mental.
11) Gang
Sebuah bentuk keluarga yang destruktif dari orang-orang muda yang
mencari ikatan emosional dan keluarga yang mempunyai perhatian tetapi
berkembang dalam kekerasan dan kriminal dalam kehidupannya.
36

3. Fungsi Keluarga
Ada lima fungsi keluarga menurut (Friedman, 2010), yaitu :
a. Fungsi afektif
Fungsi afektif merupakan dasar utama baik untuk pembentukan maupun
untuk berkelanjutan unit keluarga itu sendiri, sehingga fungsi afektif
merupakan salah satu fungsi keluarga yang paling penting. Peran utama
orang dewasa dalam keluarga adalah fungsi afektif, fungsi ini berhubungan
dengan persepsi keluarga dan kepedulian terhadap kebutuhan sosio
emosional semua anggota keluarganya.
b. Fungsi sosialisasi dan status sosial
Sosialisasi merujuk pada banyaknya pengalaman belajar yang diberikan
dalam keluarga yang ditunjuk untuk mendidik anak-anak tentang cara
menjalankan fungsi dan memikul peran sosial orang dewasa seperti peran
yang dipikul suami-ayah dan istri-ibu. Status sosial atau pemberian status
adalah aspek lain dari fungsi sosialisasi. Pemberian status kepada anak
berarti mewariskan tradisi, nilai dan hak keluarga, walaupun tradisi saat ini
tidak menunjukan pola sebagian besar orang dewasa Amerika.
c. Fungsi reproduksi
Untuk menjamin kontiniutas antar generasi kleuarga dan masyarakat yaitu
menyediakan anggota baru untuk masyarakat.
d. Fungsi perawatan kesehatan
Fungsi fisik keluarga dipenuhi oleh orang tua yang menyediakan makanan,
pakaian, tempat tinggal, perawatan terhadap kesehatan dan perlindungan
terhadap bahaya. Pelayanan dan praktik kesehatan adalah fungsi keluarga
yang paling relafan bagi perawat keluarga.
e. Fungsi ekonomi
Fungsi ekonomi melibatkan penyediaan keluarga akan sumber daya yang
cukup finansial, ruang dan materi serta alokasinya yang sesuai melalui
proses pengambilan keputusan
4. Tugas Kesehatan Keluarga
Ada 5 pokok tugas keluarga dalam bidang kesehatan menurut Friedman (2010)
adalah sebagai berikut:
37

a. Mengenal masalah kesehatan keluarga


Keluarga perlu mengenal keadaan kesehatan dan perubahan-perubahan
yang dialami anggota keluarga. Perubahan sekecil apapun yang dialami
anggota keluarga secara tidak langsung menjadi perhatian keluarga dan
orang tua. Sejauh mana keluarga mengetahui dan mengenal fakta-fakta dari
masalah kesehatan yang meliputi pengertian, tanda dan gejala, faktor
penyebab yang mempengaruhinya, serta persepsi keluarga terhadap
masalah.
b. Membuat keputusan tindakan yang tepat
Sebelum keluarga dapat membuat keputusan yang tepat mengenai masalah
kesehatan yang dialaminya, perawat harus dapat mengkaji keadaan keluarga
tersebut agar dapat menfasilitasi keluarga dalam membuat keputusan.
c. Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit Ketika memberikan
perawatan kepada anggota keluarga yang sakit, keluarga harus mengetahui
hal-hal sebagai berikut :
1) Keadaan penyakitnya (sifat, penyebaran, komplikasi, prognosis dan
perawatannya).
2) Sifat dan perkembangan perawatan yang dibutuhkan.
3) Keberadaan fasilitas yang dibutuhkan untuk perawatan.
4) Sumber-sumber yang ada dalam keluarga (anggota keluarga yang
bertanggung jawab, sumber keuangan dan financial, fasilitas fisik,
psikososial).
5) Sikap keluarga terhadap yang sakit.
d. Mempertahankan atau mengusahakan suasana rumah yang sehat Ketika
memodifikasi lingkungan atau menciptakan suasana rumah yang sehat,
keluarga harus mengetahui hal-hal sebagai berikut :
1) Sumber-sumber yang dimilki oleh keluarga.
2) Keuntungan atau manfaat pemeliharaan lingkungan
3) Pentingnya hiegine sanitasi.
4) Upaya pencegahan penyakit.
5) Sikap atau pandangan keluarga terhadap hiegine sanitasi.
6) Kekompakan antar anggota kelompok.
38

e. Menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat Ketika


merujuk anggota keluarga ke fasilitas kesehatan, keluarga harus mengetahui
hal-hal sebagai berikut :
1) Keberadaan fasilitas keluarga.
2) Keuntungan-keuntungan yang diperoleh oleh fasilitas kesehatan.
3) Pengalaman yang kurang baik terhadap petugas kesehatan.
4) Fasilitas kesehatan yang ada terjangkau oleh keluarga.
5. Tugas Perkembangan Keluarga Lansia
Tugas perkembangan keluarga usia lanjut merupakan bagian penting dalam
konsep keluarga usia lanjut. Perawat keluarga perlu memahami setiap tahap
perkembangannya yaitu menerima penurunan kemampuan dan keterbatasan,
menyesuaikan dengan masa pensiun, mengatur pola hidup yang terorganisir,
menerima kehilangan dan kematian dengan tentram (Mubarak, 2011).
Tugas Perkemgan keluarga lansia
a. Mempertahankan suasana kehidupan rumah tangga yang saling
menyenangkan pasangannya.
b. Adaptasi dengan perubahan yang akan terjadi kehilangan pasangan,
kekuatan fisik, dan penghasilan keluarga.
c. Mempertahankan keakraban pasangan dan saling merawat.
d. Melakukan life review masa lalu.
(Murwani, 2014).
6. Masalah-masalah Kesehatan pada Tahap Perkembangan Keluarga Lansia
a. Menurunnya fungsi fisik
b. Sumber-sumber financial yang tidak memadai
c. Isolasi sosial
d. Kesepian dan banyak kehilangan lainnya yang dialami lansia menunjukkan
adanya kerentanan psikofisiologi dari lansia
Peran perawat pada tahap ini yaitu memfasilitasi perawatan kesehatan bagi
lansia (Harmoko, 2012).
D. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
Berikut adalah uraian dari pengkajian keluarga model Friedman dalam (Murwani,
2014):
a. Data Umum
39

1) Identifikasi Keluarga
Identifikasi keluarga yang dimaksud adalah: Nama kepala keluarga,
umur, alamat dan telpon, pekerjaan kepala keluarga, pendidikan kepala
keluarga.
2) Komposisi Keluarga dan Genogram
Komposisi keluarga perlu sekali dalam hal ini diketahui, kemudian dapat
diperjelas dengangenogram, yang dapat dilukiskan dengan tabel dan
lambang-lambang atau simbol-simbol, berikut. Aturan yang harus
dipenuhi dalam pembuatan genogram:
a) Anggota kleuarga yang lebih tua berada disebelah kiri.
b) Umur anggota kleuarga ditulis pada sombol laki-laki atau
perempuan.
c) Tahun dan penyebab kematian ditulis di sebelah simbol laki-laki
atau perempuan.
d) Penggunaan simbol dalam genogram.
3) Tipe Keluarga
Tipe keluarga, menjelaskan tentang bentuk dan model atau jenis
keluarga, seperti apa. Apakah keluarga besar, keluarga kecil, keluarga
agamis,keluarga seniman, keluarga satearawan, dan lain sebagainya.
Untuk menentukan tipe keluarga, lakukan identifikasi terhadap KK-nya.
Kemudian lakukan penentuan tipe keluarga.
4) Suku Bangsa
Mengkaji asal/ suku bangsa keluarga (pasangan), dapat digunakan untuk
mengidentifikasi budaya suku keluarga yang terkait dengan kesehatan,
juga dapat mengidentifikasi bahasa sehari-hari yang digunakan oleh
keluarga.
5) Agama
Mengidentifikasi agama dan kepercayaan keluarga yang dianut oleh
setiap anggota keluarga, seberapa aktif keluarga tersebut terlibat dalam
kegiatan agama, organisasi agama, kepercayaan kepercayaan dan nilai-
nilai keagamaan yang dianut dalam kehidupan keluarga terutama dalam
hal kesehatan.
40

6) Status Sosial Ekonomi Keluarga


Status ekonomi keluarga ditentukan oleh pendapatan, baik dari kepala
keluarga maupun anggota keluarga lainnya. Selain itu ditentukan oleh
kebutuhan-kebutuhan yang dikeluarkan oleh keluarga, barang-barang
yang dimilki oleh keluarga. Tanyakan mengenai jumlah pendapat
perbulan, sumber-sumber pendapatan perbulan jumlah pengeluaran
perbulan, apakah sumber pendapatan mencukupi kebutuhan keluarga,
dan bagaimana keluarga mengatur pendapatan dan pengeluaran.
7) Aktivitas Rekreasi Keluarga
Aktivitas rekreasi keluarga tidak hanya bepergian ke luar rumah secara
bersama atau sendiri menuju tempat rekreasi, tetapi kesempatan
berkumpul di rumah untuk menikmati hiburan radio atau televisi
bersama juga bercengkerama bersama keluarga.
b. Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga
a. Tahap Perkembangan Keluarga Saat Ini
Tahap perkembangan keluarga ini mengkaji keluarga berdasarkan tahap
kehidupan keluarga, yang ditentukan oleh usia anak tertua dari keluarga
ini Contoh keluarga bapak H mempunyai anak Bumur 10 tahun dan 5
umur 2 tahun, maka tahap perkembangan keluarga bapak H berada pada
tahap keluarga dengan anak usia sekolah.
b. Tugas Perkembangan Keluarga yang Belum Terpenuhi
Bagian ini menjelaskan tentang tugas keluarga yang belum terpenuhi dan
kendala yang dihadapi oleh keluarga. Juga dilakukan pengidentifikasian
mengapa tugas keluarga belum terpenuhi dan upaya yang telah
dilakukan oleh keluarga untuk menghadapi hal tersebut.
a) Riwayat Kesehatan Keluarga Inti
b) Menjelaskan riwayat kesehatan keluarga inti, riwayat kesehatan
masing-masing anggota keluarga, perhatian terhadap upaya
pencegahan penyakit, upaya dan pengalaman keluarga terhadap
pelayanan kesehatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan
kesehatan.
c) Riwayat Kesehatan Keluarga Sebelumnya
Menjelaskan riwayat kesehatan keluarga sebelumnya atau generasi
di atasanya, yang menjelaskan tentang riwayat penyakit keturunan,
41

upaya generasi tersebut untuk menanggulangi penyakit, upaya


kesehatan yang dipertahankan sampai saat ini.
c. Data Lingkungan
1) Karakteristik Rumah
a) Gambaran tipe tempat tinggal (rumah, apatemen, sewa kamar
dll). Apakah keluarga memiliki sendiri atau menyewa.
b) Gambaran kondisi rumah baik interior maupun eksterior
rumah. Interior rumah meliputi jumlah kamar dan tipe kamar
(kamar tamu, kamar tidur, dll), penggunaan-penggunaan
kamar tersebut dan bagaimana kamar tersebut
diatur.bagaimana kondisi dan kecukupan perabot, penerangan,
ventilasi, lantai, tangga, susunan dan kondisi bangunan.
c) Dapur: suplai air minum, penggunaan alat alat masak,
pengamanan untuk kebakaran.
d) Kamar mandi: sanitasi, air, fasilitas toilet. Ada tidaknya sabun,
handuk dll.
e) Mengkaji pengaturan tidur di dalam rumah. Apakah
pengaturan memadai bagi para anggota keluarga, dengan
pertimbangan usia mereka, hubungan dan kebutuhan-
kebutuhan khusus mereka lainnya.
f) Mengkaji keadaan umum kebersihan sanitasi rumah. Apakah
ada serangga-serangga kecil (khususnya didalam rumah) dan
atau masalah-masalah sanitasi yang disebabkan oleh kehadiran
binatang piaraan.
g) Mengkaji perasaan-perasaan subjektif keluarga terhadap
rumah. Apakah keluarga menganggap rumahnya memadai
bagi meeka.
h) Evaluasi pengaturan privasi dan bagaimana keluarga
merasakan privasi terhadap keamanan rumah atau lingkungan.
i) Evaluasi adekuasi pembuangan sampah.
2) Karakteristik Tetangga dan Komunitasnya
Hal ini menjelaskan tentang karakteristik dari tetangga dan
komunitas setempat, yaitu tempat keluarga bertempat tinggal,
meliputi kebiasaan, seperti lingkungan fisik, nilai atau norma serta
42

aturan atau kesepakatan penduduk setempat, dan budaya setempat


yang mempengaruhi kesehatan.
3) Mobilitas Geografis Keluarga
Mobiliyas geografis keluarga menggambarkan berapa lama
keluarga tinggal di daerah yang ditempat sekarang, apakah sering
berpindah-pindah tempat tinggal?
4) Perkumpulan Keluarga dan Interaksi dengan Masyarakat
Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat
menjelaskan mengenai waktu yang digunakan keluarga untuk
berkumpul serta perkumpulan apa yang dikuti oleh keluarga adan
sejauh mana keluarga berinteraksi dengan masyarakat sekitar.
5) Sistem Pendukung Keluarga
Sistem pendukung keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang
sehat dan fasilitas keluarga yang mennjang kesehatan (askes,
jamsostek, kartu sehat, asuransi dll). Fasilitas fisik yang dimiliki
anggota keluarga (peralatan kesehatan), dukungan psikologis
anggota keluarga atau masyarakat, dan fasilitas sosial yang ada di
sekitar keluarga yang dapat digunakan untuk meningkatkan upaya
kesehatan.
d. Struktur Keluarga
1) Pola-Pola Komunikasi
Mengenai hal ini perlu kita kaji hal-hal sebagai berikut.
a) Apakah mayoritas pesan anggota keluarga sesuai dengan isi dan
instruksi?
b) Apakah anggota keluarga mengutarakan kebutuhan-kebutuhan
dan perasaan-perasaan mereka dengan jelas ?
c) Apakah anggota keluarga memperoleh dan memberikan respons
dengan baik terhadap pesan ?
d) Apakah anggota keluarga mendengar dan mengikuti pesan?
e) Bahasa apa yang digunakan dalam keluarga?
f) Apakah keluarga berkomunikasi secara langsung atau tidak
langsung?
g) Bagaimana pesan-pesan emosional (afektif) disampaikan dalam
keluarga? (Langsung atau tidak langsung).
43

h) Jenis-jenis emosi apa yang disampaikan dalam keluarga ?


i) Apakah emosi-emosi yang disampaikan bersifat negatif, positif
atau keduanya ?
j) Bagaimana frekuensi dan kulitas komunikasi yang berlangsung
dalam keluarga?
k) Pola-pola umum apa yang digunakan menyampaikan pesan-pesan
penting (Langsung atau tidak langsung)
l) Jenis-jenis disfungsional komunikasi apa yang nampak dalam
pola-pola komunikasi keluarga?
m) Adakah hal-hal atau masalah dalam keluarga yang tertutup untuk
didiskusikan?
2) Struktur Kekuasaan
Untuk mempelajari struktur kekuasaan, perlu kita perhatikan hal-hal
sebagai berikut.
a) Keputusan dalam keluarga Siapa yang membuat keputusan dalam
keluarga, siapa yang memutuskan dalam penggunaan keuangan
keluarga, siapa yang memutuskan dalam masalah pindah
pekerjaan, atau tempat tinggal ? Siapa yang mendisiplinkan dan
memutuskan kegiatan-kegiatan anak?
b) Bagimana cara keluarga mengambil keputusan (otoritas,
musyawarah atau kesepakatan, diserahkan pada masing-masing
individu), apakah keluarga merasa puas dengan pola pengambilan
keputusan tersebut?
c) Model kekuasaan yang digunakan keluarga dalam membuat
keputusan (Kekuasaan tak berdaya, keahlian, penghargaan,
paksaan, dll).
3) Struktur Peran
Untuk menentukan struktur peran ini, kita kaji hal hal berikut.
a) Struktur Peran Formal. Posisi peran formal apa pada setiap
anggota kleuarga, gambarkan bagaimana setiap anggota kleuarga
melakukan peran-peran formal mereka. Adakah konflik peran
dalam keluarga.
b) Struktur peran informal. Yakni peran-peran informal dalam
kleuarga, siapa yang memainkan peran-peran tersebut, berapa
44

kaliperan-peran tersebut sering dilakukan atau bagaimana peran-


peran tersebut dilaksanakan secara konsisten? Tujuan peranperan
informal yang dijalankan keluarga apa ?
c) Peran-Peran Informal. Peran-peran informal bersifat yang
disfungsional, siapa yang melaksanakan peran-peran ini?
d) Dampak Peran. Apa pengaruh atau dampak terhadap orang yang
memainkan peran-peran tersebut?
e) Analisis Model Peran.
Siapa yang menjadi model dalam menjalankan peran di keluarga
Apakah status sosial keluarga mempengaruhi dalam pembagian
peran keluarga ?
4) Struktur Nilai-Nilai Keluarga
Untuk mempelajari struktur nilai-nilai keluarga, perlu diperhatikan
hal-hal sebagai berikut.
a) Kesesuaian antara nilai-nilai keluarga dengan kelompok atau
komunitas yang lebih luas.
b) Pentingnya nilai-nilai yang dianut secara sadar atau tidak sadar.
c) Konflik nilai yang menonjol dalam keluarga.
d) Kelas sosial keluarga, latar belakang kebudayaan mempengaruhi
nilai keluarga.
e) Bagaimana nilai-nilai keluarga mempengaruhi status kesehatan
keluarga.
e. Fungsi Keluarga
1) Fungsi Ekonomi
2) Fungsi Mendapatkan Status Sosial
3) Fungsi Pendidikan
4) Fungsi Sosialisasi
5) Fungsi Perawatan Kesehatan
Pada pengkajian, perawat malakukan pengkajian yang berkaitan
dengan tugas keluarga di bidang kesehatan, seperti halnya:
a) Mengetahui kemampuan keluarga untuk mengenal masalah.
b) Mengetahui kemampuan kleuarga dalam mengambil
keputusan mengenai tindakan kesehatan yang tepat
45

c) Mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga merawat


anggota keluarga yang sakit,
d) Mengetahui kemampuan keluaraga memelihara/ memodifikasi
lingkungan rumah
e) Mengetahui menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan di
masyarakat.
6) Fungsi Religius
Fungsi religius menjelaskan tentang kegiatan keagamaan yang
dipelajari dan dijalankan oleh keluarga yang berhubungan dengan
kesehatan.
7) Fungsi Rekreasi
Fungsi rekreasi menjelaskan kemampuan keluarga dan kegiatan
kleuarga untuk melakukan rekreasi secara bersama baik di laur dan
di dalam rumah, juga tentang kuantitas yang dilakukan.
8) Fungsi Reproduksi
Fungsi reproduksi menjelaskan tentang jumlah anak yang
diinginkan keluarga, bagaimana keluarga mrencanakan jumlah
anggota kleuarga dan metode apa yang digunakan keluarga dalam
upaya mengendalikan jumlah anggota keluarga.
9) Fungsi Afeksi
Pada fungsi ini perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut.
a) Pola Kebutuhan Keluarga-Respon.
b) Saling Memperhatikan (Mutual Naturance),
c) Keterpisahan dan Keterikatan.
f. Stres dan Koping Keluarga
1) Stres jangka pendek adalah stresor yang dialami keluarga dan
memerlukan waktu penyelesaian lebih kurang 6 bulan.
2) Stress jangka panjang adalah stresor yang dialami keluarga dan
memerlukan waktu penyelesaian lebih dari 6 bulan.
3) Kaji kemampuan keluarga dalam menghadapi stresor, bagaimana
cara keluarga dalam menghadapi stresor.
4) Kaji strategi koping yang digunakan oleh keluarga ntuk menghadapi
stresor, apakah anggota kleuarga berbeda dalam cara-cara koping
terhadap masalah-masalah mereka sekarang.
46

g. Pemeriksaan Kesehatan
Pemeriksaan kesehatan pada individu anggota keluarga yang dilakukan
tidak berbeda jauh dengan pemeriksaan pada klien di klinik (rumah
sakit) meliputi pengkajian kebutuhan dasar individu, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang yang perlu.
h. Harapan Keluarga
Perlu dikaji bagaimana harapan keluaraga terhadap perawat (petugas
kesehatan) untuk membantu penyelesaian masalah kesehatan yang
terjadi.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan keluarga dianalisis dari hasil pengkajian terhadap
adanya masalah dalam tahap perkembangan keluarga, lingkungan keluarga,
sturuktur keluarga, fungsi-fungsi keluarga dan koping keluarga, baik yang
bersifat aktual, risiko maupun sejahtera dimana perawat memiliki kewenangan
dan tanggung jawab untuk melaksanakan tindakan keperawatan bersama dengan
keluarga dan berdasarkan kemampuan dan sumber daya keluarga (Murwani,
2014). Tipologi dari diagnosa keperawatan adalah:
a. Diagnosa keperawatan keluarga aktual (terjadi defisit/gangguan kesehatan).
b. Diagnosa keperawatan keluarga risiko (ancaman) dirumuskan apabila sudah
ada data yang menunjang namun belum terjadi gangguan.
c. Diagnosa keperawatan keluarga sejahtera (potensial) merupakan suatu
keadaan dimana keluarga dalam kondisi sejahtera sehingga kesehatan
keluarga dapat ditingkatkan.
Secara umum faktor-faktor yang berhubungan atau etiologi dari diagnosis
keperawatan keluarga menurut (Mubarak, 2011), adalah :
a. Ketidaktahuan (kurangnya pengetahuan, pemahaman, dan kesalahan
persepsi)
b. Ketidakmauan (sikap dan motivasi)
c. Ketidakmampuan (kurangnya keterampilan terhadap suatu prosedur atau
tindakan, kurangnya sumber daya keluarga, baik financial, fasilitas, system
pendukung, lingkungan fisik, dan psikologis)
47

Menurut Zakarudin (2018), secara umum faktor-faktor penyebab / etiologi


yaitu : ketidaktahuan, ketidakmampuan. Ketidakmampuan yang mengacu pada 5
tugas keluarga, antara lain :
a. Mengenal Masalah
b. Mengambil keputusan yang tepat
c. Merawat anggota keluarga
d. Memelihara / Memodifikasi lingkungan
e. Memanfaatkan fasilitas kesehatan
Setelah data dianalisa dan ditetapkan masalah keperawatan keluarga,
selanjutnya masalah kesehatan keluarga yang ada perlu diprioritaskan bersama
keluarga dengan memperhatikan sumber daya dan sumber dana yang dimiliki
keluarga. Prioritas masalah asuhan keperawatan keluarga dibuat dengan
menggunakan proses skoring.
Proses skoringnya dilakukan pada setiap diagnosis keperawatan keluarga yang
telah ditetapkan, adalah sebagai berikut:
a. Tentukan skornya sesuai dengan kriteria yang dibuat perawat.
b. Selanjutnya skor dibagi dengan skor tertinggi dan kalikan dengan bobot.
c. Jumlahkan skor untuk semua kriteria (skor maksimum sama dengan jumlah
bobot yaitu 5).
Tabel 2.1 Skala untuk menentukan prioritas asuhan keperawatan keluarga

No Kriteria Skor Bobot


1. Sifat masalah
Skala:
- Aktual 3 1
- Risiko 2
- Keadaan sejahtera 1
2. Kemungkinan masalah dapat diubah
Skala:
- Mudah 2 2
- Sebagian 1
- Tidak dapat 0
3. Potensi masalah dapat dicegah
Skala:
- Tinggi 3 1
- Cukup 2
- Rendah 1
4. Menonjolnya masalah 1
Skala:
- Masalah dapat dirasakan dan 2
48

harus segera ditangani


- Ada masalah tetapi tidak perlu 1
ditangani
- Masalah tidak dirasakan 0
Murwani (2014)
Dalam menentukan prioritas perawat harus memperhatikan faktor-faktor yang
mempengaruhi yaitu:
a. Kriteria pertama, yaitu sifat masalah, skor yang tinggi diberikan pada
masalah aktual karena yang pertama memerlukan tindakan segera dan
biasanya disadari dan dirasakan oleh keluarga.
b. Kriteria kedua perlu diperhatikan:
1) Pengetahuan yang ada sekarang, tekonologi, dan tindakan untuk
menagani masalah.
2) Sumber daya keluarga: fisik, keuangan, dan tenaga.
3) Sumber daya perawat: pengetahuan, ketrampilan dan waktu.
4) Sumberdaya lingkungan: fasilitas, organisasi, dan lingkungan.
c. Kriteria ketiga perlu diperhatikan:
1) Kepelikan dari masalah yang berhubungan dengan penyakit atau
masalah.
2) Lamanya masalah yang berhubungan dengan jangka waktu.
3) Tindakan yang sedang dijalankan atau yang tepat untuk memperbaiki
masalah.
4) Adanya kelompok “high risk” atau kelompok yang sangat peka
menambah potensi untuk mencegah masalah.
d. Kriteria keempat, yaitu menonjolnya masalah perawat perlu menilai persepsi
atau bagaimana keluarga melihat masalah kesehatan tersebut.
(Murwani, 2014).
Kemungkinan diagnosa keperawatan yang muncul pada keluarga dengan
masalah Hipertensi dalam NANDA NIC NOC (2018-2020) dan SDKI (Standar
Diagnosa Keperawatan Indonesia) tahun 2017 adalah:
a. Defisit pengetahuan berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga dalam
mengenal masalah.
b. Nyeri akut berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga dalam mengenal
masalah.
49

c. Gangguan proses keluarga berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga


merawat anggota keluarga yang sakit
d. Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan
e. Manajemen kesehatan keluarga tidak efektif berhubungan dengan konflik
pengambilan keputusan
3. Perencanaan Keperawatan
Setelah merumuskan diagnosis keperawatan maka perlu dibuat perencanaan
intervensi keperawatan dan aktivitas keperawatan. Tujuan perencanaan adalah
untuk mengurangi, menghilangkan dan mencegah masalah keperawatan keluarga.
Tahapan perencanaan keperawatan adalah penentuan prioritas diagnosis
keperawatan, pentapan sasaran (goal) dan tujuan (objektif), Penetapan kriteria
evaluasi dan merumuskan intervensi keperawatan.
Rencana tindakan keperawatan adalah menyusun alternatif-alternatif dan
mengidentifikasi sumber-sumber kekuatan dari keluarga (kemampuan perawatan
mandiri, sumber pendukung atau bantuan yang bisa dimanfaatkan) yang
digunakan untuk menyelesaikan masalah dalam keluarga (Murwani, 2014).
a. Defisit pengetahuan berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga dalam
mengenal masalah.
Setelah dilakukan kunjungan 1x24 jam diharapkan keluarga mampu
mengenal masalah hipertensi dengan kriteria hasil: Pengetahuan:
Management hipertensi (1837)
1) Keluarga mampu menjelaskan pengertian dari hipertensi.
2) Keluarga mengerti mengenai tanda dan gejala hipertensi.
3) Keluarga mampu memilih pengobatan yang tepat terkait penyakit
hipertensi.
4) Keluarga mampu memodifikasi lingkungan.
5) Keluarga mampu membawa keluarganya yang sakit ke fasilitas
kesehatan.
Intervensi NIC: Pengajaran proses penyakit (5602)
1) Kaji pengetahuan tentang pengertian dan tanda gejala hipertensi.
2) Diskusikan dengan keluarga tentang pengertian dan tanda gejala
hipertensi dengan mengguanakan media sepeti leaflet atau media yang
lain.
50

3) Diskusikan dengan keluraga terkait terapi pengobatan untuk hipertensi


4) Ajarkan kepada keluarga untuk memodifikasi lingkungan yang baik.
5) Motivasi keluarga untuk membawa keluraga yang sakit ke fasilitas
kesehatan terdekat.
b. Nyeri akut berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga dalam mengenal
masalah.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x30 menit diharapkan nyeri dapat
teratasi dengan kriteria hasil: Kepuasan klien: manajemen nyeri (1843)
1) Keluarga mampu mengenal tanda dan gejala nyeri
2) Keluarga mengetahui strategi untuk mengontrol nyeri
3) Keluarga mengetahui teknik relaksasi yang efektif
4) Anggota keluarga yang sakit mampu melaporkan nyeri yang terkontrol
Intervensi NIC: Manajemen nyeri (1400)
1) Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, intensitas atau beratnya nyeri, dan faktor pencetus.
2) Observasi adanya petunjuk nonverbal mengenai ketidaknyamanan.
3) Ajarkan penggunaan teknik non farmakologis (seperti, relaksasi, tarik
nafas dalam, terapi musik).
4) Anjurkan pasien untuk istirahat/tidur yang adekuat untuk membantu
penurunan nyeri.
5) Informasikan kepada anggota keluarga mengenai strategi non
farmakologi yang sedang digunakan untuk mendorong keluarga dapat
terlibat dalam perawatan pasien.
c. Gangguan proses keluarga berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga
merawat anggota keluarga yang sakit
Setelah dilakukan kunjungan 1x24 jam keluarga mamapu memenuhi fungsi
keluarga dengan kriteria hasil: Fungsi keluarga (2602)
1) Keluarga mampu merawat anggota keluarganya yang sakit.
2) Setiap anggota keluarga dapat saling mendukung.
3) Melibatkan anggota keluarga dalam pemecahan masalah.
Intervensi NIC: Pemeliharaan proses keluarga (7130)
1) Identifikasi efek perubahan peran terhadap proses keluarga
2) Diskusikan strategi untuk menormalkan kehidupan keluarga dengan
seluruh anggota keluarga.
51

3) Bantu anggota keluarga untuk menerapkan strategi normalisasi terhadap


situasi yang mereka hadapi.
4) Minimalkan gangguan pada kebiasaan keluraga dengan memfasilitasi
kebiasaan dan ritual keluarga, seperti makan bersama keluarga atau
diskusi keluarga untuk berkomunikasi dan membuat keputusan.
d. Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan.
Setelah dilakukan kunjungan 1x24 jam diharapkan pemeliharaan kesehatan
efektif dengan kriteria hasil: Keluarga memiliki kemampuan untuk
memanfaatkan pelayanan kesehatan
Partisipasi keluarga dalam perawatan profesional (2605)
1) Keluarga berpartisipasi dalam perencanaan perawatan
2) Keluarga mampu membuat keputusan ketikan pasien tidak dalam
melakukan perawatan secara mandiri.
3) Keluarga berpartisipasi dalam tujuan bersama terkait dengan perawatan
Intervensi NIC: Bantuan sisem kesehatan (7400)
1) Menjelaskan sistem perawatan kesehatan segera, cara kerjanya dan apa
yang bisa diharapkan pasien/keluarga.
2) Menganjurkan pasien mengetahui jenis layanan yang bisa diharapkan
dari setiap jenis persediaan layanan kesehatan.
3) Memberikan informasi tentang biaya, waktu, proses dan risiko.
e. Manajemen kesehatan keluarga tidak efektif berhubungan dengan konflik
pengambilan keputusan
Setelah dilakukan kunjungan 1x24 jam diharapkan manajemen kesehatan
keluarga efektif dengan kriteria hasil: Manajemen kesehatan keluarga
(L.12105)
1) Keluarga mampu menjelaskan masalah kesehatan yang dialami
2) Aktivitas keluarga mampu mengatasi masalah kesehatan dengan tepat
3) Keluarga mampu melakukan tindakan untuk mengurangi risiko
Intervensi: Dukungan keluarga merencanakan perawatan (I. 13477)
1) Identifikasi kebutuhan dan harapan keluarga tentang kesehatan
2) Identifikasi sumber-sumber yang dimiliki oleh keluarga
3) Motivasi pengembangan sikap dan emosi yang mendukung upaya
kesehatan
52

4) Gunakan sarana dan fasilitas yang ada dalam keluarga


5) Informasikan fasilitas kesehatan yang ada di lingkungan keluarga
6) Anjurkan cara perawatan yang bisa dilakukan oleh keluarga
4. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan kegiatan membandingkan antara hasil dan implementasi
dengan kriteria yang telah ditetapkan untuk melihat keberhasilannya. Kegiatan
evaluasi meliputi mengkaji kemajuan status kesehatan keluarga, membandingkan
respon keluarga dengan kriteria hasil dan menyimpulkan hasil kemajuan masalah
dan kemajuan pencapaian tujuan keperawatan. Bila hasil evaluasi tidak atau
berhasil sebagian, perlu disusun rencana keperawatan yang baru. Perlu
diperhatikan juga evaluasi yang perlu dilakukan beerapa kali dengan melibatkan
keluarga sehingga perlu pula drencanakan waktu yang sesuai dengan kesediaan
keluarga (Murwani, 2014).
Dalam menelaah kemajuan keluarga dalam pencapaian hasil, perawat akan
mencatat salah satu dari keputusan berikut, dalam lembar evaluasi atau dalam
catatan kemajuan pada saat ditentukan untuk melakukan evaluasi:
a) Lanjutkan: diagnosa masih berlaku, tujuan dan kriteria standar masih relevan.
b) Direvisi: diagnosis masih berlaku, tapi tujuan dan tindakan keperawatan
memerlukan perbaikan.
c) Teratasi: tujuan keperawatan telah dicapai dan rencana perawatan tidak
dilanjutkan.
d) Dipakai lagi: diagnosis yang telah teratasi terjadi lagi.
Yang harus dievaluasi pada tujuan keperawatan adalah:
a) apakah respon keluarga sesuai dengan kriteria standar yang telah ditetapkan.
b) apakah tujuan yang telah dicapai sudah menggambarkan fokus perawatan
sekarang.
c) Adakah tambahan tujuan keperawatan sesuai dengan perkembangan hasil
yang sekarang.
d) Apakah tujuan diterima oleh keluarga.
Sedangkan pada saat mengevaluasi tindakan keperawatan yang harus dievaluasi
adalah:
a) Apakah intervensi dapat diterima oleh keluarga.
b) Apakah intervensi itu bersifat spesifik untuk keluarga
c) Apakah intervensi dapat dikerjakan oleh keluarga maupun perawat.
53

Evaluasi disusun menggunakan format SOAP secara operasional:


- S: Hal-hal yang dimukakan oleh keluarga secara subjektif setelah dilakukan
intervensi keperawatan.
- O: Hal-hal yang ditemui oleh perawat secara objektif setelah dilakukan
intervensi keperawatan.
- A: Analisa dari hasil yang telah dicapai dengan mengacu pada tujuan
keperawatan dan kriteria hasil terkait dengan diagnosis.
- P: Perencanaan yang akan dilakukan berdasarkan hasil analisis respon
keluarga.

Anda mungkin juga menyukai