Nim : 2008020133
Pspa : Angkatan 34
Kelompok : 7 (tujuh)
Tutor : Ibu Apt. Fitriyani, S.Farm
Perihal : Hasil Belajar Mandiri
TOPIK TUTORIAL 1
STEMI DAN CKD
Skenario kaSUS
Pasien Tn. S (83 tahun) mengalami penurunan kesadaran dan terdapat gangguan jantung. Sejak 10 hari
sebelum masuk rumah sakit pasien mengalami keluhan sisi kanan lebih lemah. Awalnya kontak adekuat
namun sejak 1-2 hari sebelum masuk rumah sakit kontak menurun, bicara meracau, tidak ada keluhan
kejang. Pasien dibawa ke RS X, dikatakan sakit jantung dan dirujuk ke RS saat ini. Pasien sudah mulai
mengeluh adanya keluhan sering lupa sejak 6 bulan sebelum masuk rumah sakit. Penyakit DM disangkal.
Pasien juga memiliki Hipertensi dan tidak terkontrol. Setelah melalui proses pemeriksaan Tn. S
didagnosa STEMI TIMI 2, KILLIP 1 GRACE 157, Acute Confusional State, CKD.
BELAJAR MANDIRI
Bagaimana patofisiologi STEMI dan CKD
1. Tanda dan gelaja STEMI dan CKD
2. Patofisiologis Stemi dan CKD
3. Pemeriksaan Laboratorium
4. Pemantauan Terapi Obat
5. Merumuskan tujuan terapi
6. Pemantauan Terapi Obat (Analisis drug related problem)
7. Mampu merencanakan monitoring dan evaluasi penggunaan obat
1. Tanda dan gelaja STEMI dan CKD
Tanda dan gejala STEMI diantaranya:
Nyeri dada terasa sesak
Nyeri di salah satu lengan, punggung, leher, atau rahang
Kesulitan bernapas
Cemas
Mual
Muncul keringat dingin
Tanda dan gejala CKD diantaranya:
Mual
Muntah
Penurunan nafsu makan
Kelelahan
Gangguan tidur
Perubahan frekuensi berkemih
Penurunan konsentrasi
Kram pada otot
Pembengkakan pada kaki dan pergelangan kaki
Gatal yang menetap
Sesak napas
Tanda dan gejala pada gagal ginjal kronik tidak spesifik, dan dapat disebabkan oleh kondisi
kesehatan lainnya. Karena ginjal merupakan organ yang mudah beradaptasi dan dapat
berkompensasi bila terjadi kehilangan fungsi, tanda dan gejala umumnya tidak tampak hingga
penyakit mencapai tahap yang lebih lanjut.
2. Patofisiologis Stemi dan CKD
a. STEMI
STEMI umumnya disebabkan penurunan atau berhentinya aliran darah secara tiba-tiba akibat
oklusi trombus pada arteri koroner yang sudah mengalami arterosklerosis. Pada kebanyakan kasus,
proses akut dimulai dengan ruptur atau pecahnya plak aterotoma pembuluh darah koroner, dimana
trombus mulai timbul pada lokasi ruptur dan menyebabkan oklusi arteri koroner, baik secara total
atau parsial. Hal ini berkaitan dengan perubahan komposisi plak atau penipisan fibrous cap yang
menutupi plak tersebut. Kejadian ini akan diikuti oleh proses agregasi trombosit dan aktivasi jalur
koagulasi. Faktor-faktor seperti usia, genetik, diet, merokok, diabetes mellitus tipe II, hipertensi,
dan inflamasi menyebabkan disfungsi dan aktivasi endotelial. Pemaparan terhadap faktor-faktor di
atas menyebabkan injury bagi sel endotelial.Akibat disfungsi endotel, sel-sel tidak dapat lagi
memproduksi molekul vasoaktif seperti nitric oxide.Pasokan oksigen yang berhenti selama kira-
kira 20 menit dapat menyebabkan nekrosis pada miokardium
b. CKD
Pada awal perjalananya, keseimbangan cairan, penanganan garam, dan penimbunanan zat-zat
sisa masih bervariasi dan bergantung pada bagian ginjal yang sakit. Sampai fungsi ginjal turun
kurang dari 25% normal, manifestasi klinis gagal ginjal kronik mungkin minimal karena nefron-
nefron sisa yang sehat mengambil alih fungsi nefron yang rusak. Nefron yang tersisa meningkatkan
kecepatan filtrasi, reabsorpsi, dan sekresinya serta mengalami hipertrofi. Seiring dengan semakin
banyaknya nefron yang mati, maka nefron yang tersisia menghadapi tugas yang semakin berat,
sehingga nefron-nefron tersebut ikut rusak dan akhirnya mati (Corwin, 2001).
Sebagian dari siklus kematian ini tampaknya berkaitan dengan tuntutan pada nefron-nefron
yang ada untuk meningkatkan reabsorpsi protein. Seiring dengan penyusutan progresif nefron-
nefron, terjadi pembentukan jaringan parut dan aliran darah ginjal mungkin berkurang. Pelepasan
renin meningkat bersama dengan kelebihan beban cairan yang menyebabkan hipertensi. Hipertensi
akan mempercepat gagal ginjal (Corwin, 2001).
3. Pemeriksaan Laboratorium
a. APTT dan PT
Protrombin Time (PT) dan Activated Partial Thromboplastin Time (APTT) adalah
pemeriksaan untuk mengetahui proses pembekuan darah, yang diukur dalam satuan detik. Bagi
kebanyakan orang, luka berdarah ringan bisa cepat sembuh hanya dengan perawatan sederhana.
Apabila terjadi pemanjangan PT dan APTT, biasanya perdarahan luka akan lebih lama berhenti.
PT adalah pemeriksaan yang digunakan untuk menilai kemampuan faktor pembekuan jalur
ekstrinsik dan jalur bersama, yang apabila nilainya memanjang, biasanya disebabkan oleh
penyakit sepertipada penyakit hati (sirosis hati, hepatitis, abses hati, kanker hati), kekurangan
faktor pembekuan (II, V, VII, X), Disseminated Intravascular Coagulation (DIC), perdarahan pada
bayi baru lahir (HDN), gangguan penyerapan usus, dan konsumsi obat tertentu.
APTT adalah uji laboratorium untuk menilai aktivitas faktor pembekuan jalur intrinsik dan
jalur bersama. Apabila terjadi pemanjangan nilai APTT biasanya disebabkan oleh penyakit seperti
kekurangan faktor pembekuan (VIII, IX, XI, XII), kekurangan vitamin K, sirosis hati, kanker
darah atau leukemia, penyakit von Willebrand (hemophilia vaskular), malaria, DIC, dan terapi
anti pembekuan oral atau heparin.
b. Albumin
Albumin adalah protein dalam darah yang dihasilkan oleh hati. Sebanyak 60% komposisi
protein dalam darah merupakan albumin. Albumin juga memiliki banyak fungsi, seperti
regenerasi jaringan tubuh dan menjaga cairan tubuh agar tidak bocor keluar dari pembuluh darah.
Selain itu, albumin juga berfungsi untuk menyalurkan beberapa zat ke seluruh tubuh, di antaranya
hormon, vitamin, mineral, bilirubin, lemak, serta obat-obatan.
Rendahnya kadar albumin juga bisa terjadi akibat sejumlah kondisi berikut: Hipertiroidisme,
yaitu kondisi kelenjar tiroid yang menghasilkan hormon secara berlebih. Sindrom nefrotik, yaitu
gangguan pada ginjal yang menyebabkan protein bocor melalui urine.
c. Analisis Gas Darah
Analisa gas darah dilakukan untuk mengukur kadar asam basa (pH) untuk mengetahui bila
darah terlalu asam (asidosis) atau basa (alkalosis), serta untuk mengetahui apakah tekanan oksigen
dalam darah terlalu rendah (hipoksia), atau karbon dioksida terlalu tinggi (hiperkarbia).
d. Asam Urat
Asam urat tinggi saat dilakukan pemeriksaan laboratorium
e. CRP-Quantitative
Nilai CRP di atas 10 mg/L menandakan adanya peradangan atau kondisi serius yang terjadi
di dalam tubuh. Kadar CRP yang meningkat hingga lebih dari 10 mg/L bisa jadi disebabkan oleh
beberapa kondisi berikut ini: Infeksi berat, misalnya sepsis, meningitis, pneumonia, peritonitis,
dan osteomielitis.
f. Darah Perifer lengkap
Catatan:
1) Kadar hemoglobin yang rendah merupakan faktor risiko untuk outcome yang lebih buruk pada
pasien dengan PJK setelah infark miokardium dan intervensi koroner perkutan.
2) Berdasarkan teori yang ditemukan meningkatnya kadar leukosit adalah akibat leukosit
merupakan salah satu komponen inflamasi dan peningkatan dari kadar leukosit ini bisa
digunakan untuk memprediksi kemungkinan meninggalnya pasien akibat penyakit jantung
koroner.
3) Pasien sindrom koroner akut cenderung memiliki kadar trombosit meningkat dikarenakan
dalam proses penyakitnya terlibat proses inflamasi dan agregasi trombosis.
4) nilai kadar hematokrit rendah bisa dijadikan prediktor independen bagi CVD (cardiovascular
death), IHD (ischaemic heart disease), dan non-CVD mortality.
5) Kadar leukosit dan neutrofil tinggi
g. SGOT dan SGPT
Hasil tes SGOT bersama tes SGPT yang menunjukkan angka sangat jauh di atas normal akan
mengindikasikan adanya penyakit, yang bisa menyebabkan kerusakan parah pada organ hati.
h. Ureum dan Kreatinin
Ginjal yang sehat mampu menjaga kadar kreatinin dan berbagai zat lain, seperti ureum dan
elektrolit, dalam darah tetap berada pada batas normal. Kadar kreatinin dan ureum yang tinggi
dalam darah menunjukkan bahwa fungsi ginjal terganggu.
4. Pemantauan Terapi Obat
1 November 2020
2 November 2020
Kontak adekuat,Hemodinamik relatif stabil, diastolik cenderung rendah, sputum kental kuning
TD: 123/60 (93-135/52-61) mmHg; Nadi: 60 (39-47) x/menit Pernafasan: 16 (18-25)x/menit; Suhu:
36,2oC; MAP: 57-70; SaO2 : 100%
Pemberian Obat :
Kontak adekuat
TD: 106-164/33-50 mmHg; Nadi: 63-77 x/menit Pernafasan: 18-20x/menit; Suhu: 36,1-36,3oC; MAP:
54-71; SaO2 : 100%
Pemberian Obat :
5 November 2020
Kontak ada, inadekuat, bicara masih melantur
Kesadaran: Compos mentis, tampak sakit sedang
Urine kemerahan→ heparin stop→ cek urinalisis
Koreksi MgSO4 2 gram IV dalam D5% → Hipomagnesia (1,63)
TD: 150/90 (110-166/36-60) mmHg; Nadi: 74 (61-80) x/menit; Pernafasan: (13-21) 20x/menit; Suhu:
36oC; MAP: 74-110; SaO2 : 100%
Pemberian Obat :
6 November 2020
Kontak belum adekuat
TD: 134/59 (103-137/39-67) mmHg; Nadi: 64 (62-78) x/menit; Pernafasan: 20 (16-18)x/menit; Suhu:
36oC; MAP: 59-78; SaO2 : 99-100%
Pemberian Obat :
7 November 2020
Kontak ada belum adekuat, sakit sedang
TD: 142-168/ 46-73 mmHg; Nadi: 67-73x/menit; RR: 14-19 x/menit; suhu: 36oC; SaO2: 100%; MAP:
70-87
Pemberian Obat :
REFERENSI
Departemen Kesehatan Republik Indonesia b. 2006. Penggunaan Obat Rasional. Ditjen Bina kefarmasian
dan Alat Kesehatan Depkes RI, Jakarta.
Dipiro., Joseph, T., Robert,L. 2008. The Seventh Edition Of The Benchmark Evidence-Based
Pharmacotherapy. The McGraw-Hill Companies Inc, USA.
Gabriella N.Taroreh, Deby Mpila, G. C. (2017). Evaluasi Penggunaan Obat Pada Pasien Dengan Penyakit
Jantung Koroner Di Instalasi Rawat Inap Rsup Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.
PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi, 6(4), 55–66.
Kurniawan, I., & Simadibrata, M. (2013). Potential interaction between proton pump inhibitor and
clopidogrel. Medical Journal of Indonesia, 22(1), 57–62. https://doi.org/10.13181/mji.v22i1.520
Medscape.com. 2018. Drug Interaction Checker. Terdapat di: https://reference.medscape.com/drug-
interactionchecker. [Diakses pada 4 Maret 2021].
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI). 2015. Pedoman Tatalaksana Sindrom
Koroner Akut. Centra Communications, Jakarta.