Anda di halaman 1dari 40

REFERAT

Hepatorenal Syndrome

Pembimbing:
dr. Agatha Maharani, Sp. PD

Oleh:
Amira Tauhida
201720401011107

SMF ILMU PENYAKIT DALAM RSUD JOMBANG


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
2018
BAB 1
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN

Sindrom hepatorenal (SHR) adalah kegagalan


faal ginjal yang terjadi pada pasien dengan
penyakit hati berat (akut maupun konik) tanpa
disertai kelainan patologi ginjal.

Sindrom hepatorenal (SHR) merupakan


komplikasi yang cukup serius dari sirosis
hepatis dimana terjadi kegagalan fungsi
ginjal dan mempunyai prognosis yang buruk.
Angka kejadian SHR kira-kira 4% pada penderita sirosis
hati dekompensata rawat inap, dan kemungkinan
mencapai 18% pada tahun pertama dan meningkat
39% pada tahun ke lima.

Prognosis SHR umumnya buruk dengan angka


mortalitas lebih dari 95% dan survival rata-rata kurang
dari dua minggu.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi

Sindrom hepatorenal (SHR) menurut International Ascites Club


(IAC, 1994) adalah sindrom klinis yang terjadi pada pasien
penyakit hati kronis dangan kegagalan hati lanjut serta
hipertensi porta yang ditandai oleh penurunan fungsi ginjal
dan abnormalitas yang nyata dari sirkulasi arteri dan aktivitas
vasoactive system yang bersifat fungsional dan progresif.
Pada ginjal terjadi vasokontriksis yang menyebabkan
penurunan laju filtrasi glomerulus (Munos, 2008).
Epidemiologi

 Angka kejadian SHR kira-kira 4% pada


penderita sirosis hati dekompensata
rawat inap, dan kemungkinan
mencapai 18% pada tahun pertama
dan meningkat 39% pada tahun ke lima.
Gines dkk melaporkan penderita sirosis
hepatic dengan asites mencapai 10%
kasus (Karp, 2008).
Patofisiologi
Manifestasi klinis

• Penurunan produksi urin


• Urin warna teh pekat
• Ikterus Penambahan
berat badan
• Perut membesar
(abdominal swelling)
• Penurunan kesadaran
• Kejang otot
• Mual
• Muntah
• Hematemesis
• Melena
Pemeriksaan fisik

 Pada pemeriksaan fisik bisa ditemukan tanda-


tanda ensefalopati, asites dan jaundice dan
tanda gagal hati lain bersamaan dengan
penurunan fungsi ginjal.
 Refleks tendon meningkat dan adanya refleks
abnormal lain menunjukkan adanya gangguan
sistem saraf. Bisa juga terdapat ginekomasti,
penurunan ukuran testis, adanya spider naevi
(spider telangiectasia) di kulit, atau tanda-tanda
gagal hati lainnya.
Klasifikasi Hepatorenal
Syndrome
 Sindrom Hepatorenal tipe I
 Tipe I ditandai oleh peningkatan yang cepat
dan progresif dari BUN (Blood urea nitrogen)
dan kreatinin serum dimana nilai kreatinin >2,5
mg/dl atau penurunan kreatinin klirens dalam
24 jam sampai 50%, keadaan ini timbul dalam
beberapa hari hingga 2 minggu.
 Sindroma Hepatorenal tipe II
 Tipe II SHR ditandai dengtan penurunan
yang sedang dan stabil dari laju filtrasi
glomerulus (BUN dibawah 50 mg/dl dan
kreatinin serum < 2 mg / dl).
DIAGNOSIS
DIAGNOSIS
Berikutnya pada tahun 2008, IAC kembali merevisi kriteria
diagnostic untuk SHR pasien sirosis, yaitu :
Kriteria mayor :
 Sirosis dengan asites
 Serum kreatinin > 133 µmol/l (1,5 mg/dl).
 Tidak ada perbaikan kreatinin serum (menurun hingga ≤ 133
µmo/l) setelah sekurang-kurangnya 2 hari pasca pemberian
diuretic dan albumin. Dosis albumin yang direkomendasikan
adalah 1 g/kg BB perhari, maksimal 100 g perhari.
 Tidakada syok
 Tidak setelah atau sedang dalam pemakaian obat nefrotoksik.
 Tidak ada penyakit parenkim ginjal yang ditandai dengan
proteinuria > 500 mg/hari, mikrohematuria (>50 sel darah
merah/lpb) dan/atau kelaianan pada USG ginjal.
Penatalaksanaan

 Terapi umum
 Diet tinggi kalori dan rendah protein
 Koreksi keseimbangan asam basa
 Hindari pemakaiaian oains
 Peritonitis bacterial sepontan pada sirosis hati harus
segera diobati sedini dan seadekuat mungkin
 Hemodialisis belum pernah secara formal diteliti
pada pasien SHR, namun tampaknya tidak cukup
efektif dan efek samping tindakan cukup berat
misalnya hipotensi, sepsis, dan pendarhan saluran
cerna.
Terapi
 Vasodilator
 Vasokontriktor

 Tindakan Invasif
 Peritoneovenous shunt
 Portosystemic shunt
 Dialisis
 Transplantasi Hati
Prognosis

SHR merupakan komplikasi terminal penyakit hati yang


sudah lanjut atau berat, sehingga prognosis penyakit ini
buruk dengan angka kematian lebih dari 90%.

Kebanyakan pasien SHR meninggal akibat kegaalan


faal hati, perdarahan saluran cerna dan infeksi. Jarang
akibat langsung dari gagal ginjalnya. Umunya pasien
meninggal 3 minggu setelah diketahui adanya gagal
ginjal.
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
 Nama : Tn. I
 Umur : 38 tahun
 Jenis Kelamin : laki-laki
 Alamat : Gempol pahit - Banjardowo -
Jombang
 Suku : Jawa
 Bangsa : Indonesia
 Agama : Islam
 Pendidikan : SD
 Pekerjaan : Wiraswasta
 Tanggal Pemeriksaan: 8 Juli 2018
 Keluhan Utama
Sesak nafas

 Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSUD Jombang pukul 20.15


dengan keluhan sesak nafas sejak 1 minggu dan
semakin bertambah jika pasien tidur terlentang,
pasien mengeluh badan terasa lemah, mual muntah
setiap makan dan minum, nafsu makan menurun.
BAK jumlahnya lebih sedikit disbanding biasanya, BAK
warna kuning kemerahan. batuk -, nyeri dada -,
demam -
 Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat penyakit liver dengan
perut tampak cembung (asites)
DM (-), HT (-), alergi (-)
Riwayat penyakit lain disangkal
Penggunaan obat pegel linu 4 tahun terakhir

 Riwayat Penyakit Keluarga


Dikeluarga tidak ada yang pernah mengalami
kelainan yang sama dengan penderita.
 Riwayat Sosial

 Pasien sudah lama tidak bekerja


dikarenakan sakitnya. Di lingkungan
tempat tinggal pasien tidak ada yang
sakit seperti ini. Pasien tidak mempunyai
kebiasaan merokok, minum jamu, dan
minum alkohol
Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Lemah


GCS : 456
Tekanan Darah : 150/100mmHg
Nadi : 72 x/menit
Respirasi : 36 x/menit
Temperatur aksila : 36,2º C
BB : 60kg
TB : 165cm
Status General

Kepala : Normocephali
: A/I/C/D; -/+/-/+
JVP flat, pembesaran KGB -, pembesaran
kelenjar thyroid -
Thorax :
pulmo
Inspeksi: bentuk simetris, pergerakan dada
simetris, pola pernafasan hiperventilasi
Palpasi: ekspandi dinding dada simetris, krepitasi-
Perkusi: sonor +/+
Auskultasi: Vesikuler +/+, ronkhi -/-,wheezing -/-
Cor
Inspeksi: ictus cordis tak tampak
Palpasi: ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi: Batas atas jantung ICS II sinistra
Batas kanan jantung ICS III-IV parasternal line D
Batas kiri jantung ICS V midclavicular line sinistra
Auskultasi: S1 S2 reguler, murmur (-) gallop (-)
 Abdomen:Inspeksi: asites

Palpasi: distensi, nyeri tekan semua kuadran -,


hepar/ lien/ ginjal sulit dinilai

Perkusi: shifting dullness +

Auskultasi: BU (+) menurun

 Ekstremitas: Akral hangat, edema pada ektremitas inferior,


CRT<2dtk, ikterik
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium
Hemoglobin : 8.6
Leukosit : 18.400
Hematokrit : 23.4
Eritrosit : 2.920.000
Trombosit : 411.000
Eosinophil :-
Basophil :-
Neutrophil stab :-
Neutrophil seg : 81
Limfosit :9
Monosit : 10
Cl : 97 meq/L Hematologi:
Masa pedarahan 1’00”
Na : 126 meq/L
Masa pembekuan 9’00”
Kalium : 2,52 meq/L
Kimia darah
GDS : 172 mg/dl
Bilirirubin total 1.26
SGOT : 3496
Bilirubin direk 0.91
SGPT : 3319
Serologi:
Kreatin : 11.29
HBsAg –
Urea : 209.6
Anti HCV -
Analisa gas darah
pH : 7,517
p CO2 : 20.2
p O2 : 181,3
HCO3- : 16,5
BE : -6,6
O2 sat : 99,8
Ct CO2 : 17.1
Anion gap : 27.8
Na : 131
K : 4.60
• USG Abdomen:
Kalix dan medula dextra membesar dan
CKD
• Foto Thorak AP
Cardiomegali dan pulmonal edem
PEMBAHASAN
ANAMNESIS

 Didapatkan keluhan sesak nafas sejak 1 minggu, badan


terasa lemah, mual muntah setiap makan dan minum serta
nafsu makan turun, BAK sedikit warna kuning kemerahan,
dan riwayat penyakit hati.

 Gambaran klinis penderita SHR ditandai dengan kombinasi


gagal ginjal, gangguan sirkulasi, dan gagal hati. Gagal
ginjal dapat timbul secara perlahan atau progresif dan
biasanya diikuti dengan retensi natrium dan air yang
menimbulkan asites dan edema yang ditandai oleh ekskresi
natrium urin rendah dan pengurangan kemampuan buang
air.
 Udem pada kaki pada pasien merupakan akibat
gagal hati (gangguan sintesis albumin) maupun gagal
ginjal. SHR biasanya diketahui ketika pasien
memperhatikan adanya penurunan jumlah urin atau
ketika hasil pemeriksaan darah menunjukan penurunan
fungsi renal.
PEMERIKSAAN FISIK
 Didapatkan sklera ikterik, asites, shifting dullness +,
udem tungkai +.
 Tidak ditemukan adanya stigma sirosis hepatis
seperti eritema palmaris, spider nervi, hilangnya
rambut aksila dan pubis.
 Sindrom hepatorenal tidak memiliki tanda yang
spesifik.
 Mendeteksi adanya stigmata penyakit hati kronik
penting untuk dilakukan karena kebanyakan
pasien sindrom hepatorenal mengalami sirosis.
 Beberapa hal yang dapat ditemukan pada
pemeriksaan fisik pasien sindrom hepatorenal,
kepala/leher/thorax terdapat sklera ikterik, spider
nervi, fetor hepatikum, xanthelasma, ginekomastia
serta hilangnya rambut aksila. Pada abdomen
terdapat caput medusa, hepatosplenomegaly,
asites, hernia paraumbilikalis, dan bruitus. Pada
genitalia terdapat hilangnya rambut pubis. Pada
ekstremitas terdapat eritema palmaris, leukonikia,
asterixis, muscle wasting, clubbing finger, dan
edema perifer.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
 didapatkan kadar ureum dan kreatinin
pasien ini tinggi, menandakan terjadinya
insufisiensi renal.
 Pemeriksaan elektrolit untuk melihat Na+
serum telah dilakukan dan didapatkan
penurunan, hal ini sering ditemukan pada
gagal ginjal
 Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang dapat disimpulkan bahwa
pasien memenuhi gambaran sirosis karena memenuhi
kriteria ikterik dana sites. Pasien juga memenuhi
hamper semua kriteria mayor untuk diagnosis sindrom
hepatorenal. Gambaran hasil pemeriksaan
laboratorium paien mengarah ke sindroma
hepatorenal tipe 1, dimana tejadi peningkatan
ureum dan kreatinin yang progresif dalam waktu
relative singkat. Penderita dengan tipe ini biasanya
dalam kondisi klinik yang sangat berat dengan tanda
gagal hati lanjut seperti icterus dan ensefalopati.
PENATALAKSANAAN
• Penatalaksanaan sindrom hepatorenal yang dilakukan
adalah bersifat suportif yaitu monitoring kadar urin dan
retriksi cairan.
• Terapi definitive sindrom hepatorenal adalah transplantasi
hati.
• Pemberian ceftriaxone dapat dilakukan karena jumlah
leukosit darah yang tinggi.
• Tatalaksana asites

• tirah baring

• diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5.2


gram, dikombinasi dengan obat diuretic.

• Awalnya dapat diberikan spironolakton dengan


dosis 100-200mg sekali sehari. Respon diuretic bisa
dimonitor dengan penurunan berat badan
0,5kg/hari.

• Bila pemberian spironolakton tidak adekuat dapat


dikombinasi dengan furosemide 20-40mg/hari.
• Parasintesis dilakukan apabila asites sangat
besar. Pengeluaran asites bisahingga 4-6 liter
dan dilindungi dengan pemberian albumin.

• Oleh karena pasien SH sangat sensitive


dengan perubahan keseimbangan cairan
dan elektrolit, maka pemberian diuretic
agresif, parasintesis asites, dan retriksi cairan
yang berlebihan harus dihindari.
Prognosis

 Pasien termasuk kategori membutuhkan


transplantasi hati, tetapi karena prosedur tersebut
tidak dapat dilakukan maka prognosis pasien
buruk (malam), selain itu sindrom hepatorenal
memang berkaitan dengan prognosis buruk.
Komunikasi, Informasi, Dan Edukasi

pasien tentang penyakit yang di derita pasien


yaitu merupakan kronis yang terjadi pada hepar
yang juga dapat berpengaruh pada ginjalnya.
Saat ini keadaan pasien dengan penurunan
kesadaran jadi prognosisnya buruk, diharapkan
semua keluarga untuk bersabar.

Anda mungkin juga menyukai