Anda di halaman 1dari 2

BAB 1

PENDAHULUAN

(Ozaena atau rhinitis atrofi adalah peradangan hidung kronis yang ditandai

oleh atrofi mukosa hidung dan tulang konka. Rinitis atrofi terdiri dari dua jenis

yaitu primer dan sekunder (Dhingra, 2014). Rhinitis atrofi merupakan kondisi

kronis yang berangsur-angsur berkembang menjadi kondisi degeneratif dari

rongga hidung yang ditandai oleh bau busuk, sumbatan hidung, kering, dan

krusta. Etiologi rinitis atrofi primer sebagian besar tidak diketahui. Metaplasia

progresif dan atrofi semua komponen mukosa (epitel, pembuluh, dan kelenjar)

terjadi karena peningkatan aktivitas osteoklastik, menghasilkan penurunan

volumetrik struktur sinonasal (Park, 2017).

Kondisi ini terutama terlihat pada usia muda dan dewasa menengah,

terutama perempuan (6: 1.5). Prevalensinya bervariasi di berbagai wilayah di

dunia. Kondisi ini umum di negara-negara tropis seperti India, Pakistan, Cina,

Filipina, Malaysia, Arab Saudi, Mesir, Afrika Tengah, Eropa Timur (Polandia),

daerah Mediterania dan Amerika Selatan. Rhinitis atrofik primer memiliki

prevalensi tinggi di daerah kering yang berbatasan dengan padang pasir besar di

Arab Saudi. Di negara-negara dengan prevalensi tinggi, rinitis atrofi primer dapat

mempengaruhi antara 0,3% dan 1,0% dari populasi. Lingkungan yang

berpengaruh pada peningkatan prevalensi, yaitu di daerah pedesaan (69,6%) dan

di antara pekerja industri (43,5%). Lebih sering terjadi pada kelas sosial ekonomi

rendah, populasi miskin dan mereka yang hidup dalam kondisi kebersihan yang

buruk (Mishra, 2010).

1
Diagnosis rinitis atrofi pada dasarnya bersifat klinis dan berdasarkan

trias karakteristik: foetor, krusta kehijauan dan rongga hidung yang lapang

(Narayan, 2005). Pada pemeriksaan endoskopi menunjukkan sebagian atau tidak

adanya konka inferior atau konka tengah dalam banyak kasus. Analisis

histopatologi jaringan biopsi mengungkapkan temuan tipikal, termasuk atrofi

kelenjar serosa dan musinosum, kehilangan silia dan sel goblet, dan infiltrasi sel

radang sporadis. Infeksi bakteri termasuk Klebsiella ozaenae, spesies

Staphylococcus, Proteus mirabilis, dan Escherichia coli. Computed tomography

dari sinus paranasal mengungkapkan berbagai kelainan, termasuk penebalan

mukosa dari sinus, pembesaran rongga hidung, dan kerusakan tulang / kehilangan

konka inferior dan atau tengah. Manajemen terapi termasuk irigasi hidung dengan

salin, antibiotik, dan teknik bedah yang memulihkan fungsi mukosa hidung dan

mempersempit saluran napas menggunakan berbagai implan (Shah, 2016).

Rhinitis atrofi sering disertai dengan sinusitis, depresi, nyeri wajah,

epistaksis, anosmia, dan perforasi septum. Pada beberapa pasien, foetor begitu tak

tertahankan, bahkan untuk pasangan dan teman, dan pasien mungkin akan

mengalami pengucilan sosial (Garcia, 2007).

Anda mungkin juga menyukai