Sirosis Hepatis
Oleh:
Indah Febrini Triana Jalal
Pembimbing:
dr. Suriani
NIM : C11108148
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Interna
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
i
Daftar Isi
ii
SIROSIS HEPATIS
Indah Febrini Triana, Suriani
Pendahuluan
Anatomi Hati
1
ligamentum yang merupakan lipatan peritoneum membantu menyokong hati.
Dibawah peritoneum terdapat jaringan penyambung padat yang dinamakan
kapsula Glisson, yang meliputi seluruh permukaan organ; kapsula ini melapisi
mulai dari hilus atau porta hepatis di permukaan inferior, melanjutkan diri ke
dalam massa hati, membentuk rangka untuk cabang-cabang vena porta, arteri
hepatika, dan saluran empedu. [3,4]
2
Histologi Hati
3
Gambar 4. Pola lobular hati normal [5]
Vaskularisasi Hati
Hati memiliki dua sumber suplai darah, dari saluran cerna dan limpa
melalui vena porta, dan aorta melalui arteria hepatika. Sekitar sepertiga darah
yang masuk adalah darah arteria dan sekitar dua pertiga adalah darah dari vena
porta. Volume total darah yang melewati hati setiap menit adalah 1.500 ml dan
dialirkan melalui vena hepatika dekstra dan sinistra, yang selanjutnya bermuara
pada vena kava inferior. [3]
Vena porta bersifat unik karena terletak antara dua daerah kapiler, satu
dalam hati dan lainnya dalam saluran cerna. Saat mencapai hati, vena porta
bercabang-cabang yang menempel melingkari lobulus hati. Cabang-cabang ini
kemudian mempercabangkan vena interlobularis yang berjalan di antara lobulus-
lobulus. Vena-vena ini selanjutnya membentuk sinusoid yang berjalan diantara
lempengan hepatosit dan bermuara dalam vena sentralis. Vena sentralis dari
beberapa lobulus membentuk vena sublobularis yang selanjutnya kembali
menyatu dan membentuk vena hepatika. Cabang-cabang terhalus dari arteria
hepatika juga mengalirkan darahnya ke dalam sinusoid, sehingga terjadi campuran
darah arteria dari arteria hepatika dan darah vena dari vena porta. Peningkatan
tekanan dalam sistem ini sering menjadi manifestasi gangguan hati dengan akibat
4
serius yang melibatkan pembuluh-pembuluh darimana darah portal berasal.
Beberapa lokasi anastomosis portakaval memiliki arti klinis yang penting. Pada
obstruksi aliran ke hati, darah porta dapat dipirau ke sistem vena sistemik. [3]
Fisiologi Hati
5
ginjal (misalnya obat-obatan)
Ruang penampung dan fungsi Sinusoid hati merupakan depot darah yang mengalir kembali dari
penyaring vena kava (payah jantung kanan); kerja fagositik sel Kupffer
membuang bakteri dan debris dari darah.
Pembentukan dan ekskresi empedu merupakan fungsi utam ahati; saluran
empedu hanya mengangkut empedu sedangkan kandung empedu menyimpan dan
mengeluarkan empedi ke usus halus sesuai kebutuhan. Hati mensekresi sekitar 1
liter empedu kuning setiap hari. Unsur utama empedu adalah air (97%), elektrolit,
garam empedu, fosfolipid (terutama lesitin) kolesterol, dan pigmen empedu
(terutama bilirubin terkonjugasi). Garam empedu penting untuk pencernaan dan
absorbsi lemak dalam usus halus. Setelah diolah oleh bakteri usus halus, maka
sebagian besar garam empedu akan direabsorbsi di ileum, mengalami resirkulasi
ke hati, serta kembali dikonjugasi dan disekresi. Bilirubin (pigmen empedu)
merupakan hasil akhir metabolisme dan secara fisiologis tidak penting, namun
merupakan petunjuk penyakit hati dan saluran empedu yang penting, karena
bilirubin cenderung mewarnai jaringan dan cairan yang berkontak dengannya. [3]
Hati memegang peranan penting pada metabolisme tiga bahan makanan
yang dikirimkan oeh vena porta pasca absorbsi di usus. Bahan makanan tersebut
adalah karbohidrat, protein, dan lemak. Monosakarida dari usus halus diubah
menjadi glikogen dan disimpan dalam hati (glikogenesis). Dari depot glikogen ini,
glukosa dilepaskan secara konstan ke dalam darah (glikogenolisis) untuk
memenuhi kebutuhan tubuh. Sebagian glukosa dimetabolisme dalam jaringan
untuk menghasilkan panas dan energi, dan sisanya diubah menjadi glikogen dan
disimpan dalam jaringan subkutan. Hati mampu mensintesis glukosa dari protein
dan lemak (glukoneogenesis). Peranan hati pada metabolisme sangat penting
untuk kelangsungan hidup. Semua protein plasma, kecuali gamma globulin,
disintesis oleh hati. Protein ini termasuk albumin yang diperlukan untuk
mempertahankan tekanan osmotik koloid, dan protrombin, fibrinogen, dan faktor-
faktor pembekuan lain. Selain itu, sebagian besar degradasi asam amino dimulai
dalam hati melalui proses deaminasi atau pembuangan gugus amonia (NH3).
Amonia yang dilepaskan kemudian disintesis menjadi urea dan disekresi oleh
ginjal dan usus. Amonia yang terbentuk dalam usus oleh kerja bakteri pada
protein juga diubah menjadi urea dalam hati. Fungsi metabolisme hati yang lain
adalah metabolisme lemak, penyimpanan vitamin, besi, dan tembaga; konjugasi
6
dan ekskresi steroid adrenal dan gonad, serta detoksifikasi sejumlah besar zat
endogen dan eksogen. Fungsi detoksifikasi sangat penting dan dilakukan oleh
enzim-enzim hati melalui oksidasi, reduksi, hidrolisis, atau konjugasi zat-zat yang
dapat berbahaya, dan mengubahnya menjadi zat yang secara fisiologis tidak aktif.
Zat-zat seperti indol, skatol, dan fenol yang dihasilkan oleh kerja bakteri pada
asam amino dalam usus besar dan zat-zat eksogen seperti morfin, fenobarbital,
dan obat-obat lain, didetoksifikasi dengan cara demikian. [3]
Akhirnya, fungsi hati adalah sebagai ruang penampung atau saringan
karena letaknya yang strategis antara usus dan sirkulasi umum. Sel kupffer pada
sinusoid menyaring bakteri darah portal dan bahan-bahan yang membahayakan
dengan cara fagositosis. [3]
Regenerasi Hati
Berbeda dengan organ padat lainnya, hati orang dewasa tetap mempunyai
kemampuan beregenerasi. Ketika kemampuan hepatosit untuk beregenerasi sudah
terbatas, maka sekelompok sel pruripotensial oval yang berasal dari duktulus-
duktulus empedu akan berproliferasi sehingga membentuk kembali hepatosit dan
sel-sel bilier yang tetap memiliki kemampuan beregenerasi. [6,4]
Dari penelitian model binatang ditemukan bahwa hepatosit tunggal dari
tikus dapat mengalami pembelahan hingga ± 34 kali, atau memproduksi jumlah
sel yang mencukupi sel-sel untuk membentuk 50 hati tikus. Dengan demikian
dpaat dikatakan sengatlah memungkinkan untuk melakukan hepatektomi hingga
2/3 dari seluruh hati. [6,4]
Etiologi
7
Di negara barat, penyebab sirosis yang utama adalah alkoholik, sedangkan
di Indonesia terutama akibat infeksi virus hepatitis B maupun C. Berdasarkan
hasil penelitian di Indonesia, disebutkan bahwa virus hepatitis B menyebabkan
sirosis sebesar 40-50%, dan virus hepatitis C 30-40%, sedangkan 10-20%
penyebabnya tidak diketahui dan termasuk kelompok virus bukan B dan C (non
B-non C). Alkohol sebagai penyebab sirosis di Indonesia diduga frekuensinya
sangat kecil walaupun belum terdapat data yang menunjukkan hal tersebut. [2]
Patofisiologi
Gejala Sirosis
8
testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya dorongan seksualitas. Bila sudah
lanjut (sirosis dekompensata), gejala-gejala lebih menonjol terutama bila timbul
komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi gangguan pembekuan
darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih
seperti teh pekat, muntah darah dan/atau melena, serta perubahan mental, meliputi
mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma.. Mungkin disertai
hilangnya rambut badan, gangguan tidur, demam tidak begitu tinggi [2]
9
Gambar 5. Manifestasi klinis dari sirosis hepatis [1]
10
Pemeriksaan Fisis
11
Perubahan kuku-kuku Muchrche berupa pita putih horizontal dipisahkan
dengan warna normal kuku. Mekanismenya juga belum diketahui, diperkirakan
akibat hipoalbuminemia. Tanda ini juga bisa ditemukan pada kondisi
hipoalbuminemia yang lain seperti sindrom nefrotik. [2]
Jari gada lebih sering ditemukan pada sirosis billier. Osteoarthropati
hipertrofi suatu periostitis proliferative kronik, menimbulkan nyeri. [2]
Kontraktur Dupuytren akibat fibrosis fasia Palmaris menimbulkan
kontraktur fleksi jari-jari berkaitan dengan alkoholisme tetapi tidak secara spesifik
berkaitan dengan sirosis. Tanda ini juga ditemukan pada pasien diabetes mellitus,
distrofi reflex simpatetik, dan perokok yang juga mengkonsumsi alkohol. [2]
Ginekomastia secara histologist berupa proliferasi benigna jaringan
glandula mammae laki-laki, kemungkinan akibat peningkatan androstenedion.
Selain itu, ditemukan juga hilangnya rambut dada dan aksilla pada laki-laki,
sehingga laki-laki mengalami perubahan ke arah feminism. Kebalikannya pada
perempuan menstruasi cepat berhenti sehingga diduga fase menopause. [2]
Atrofi testis hipogonadisme menyebabkan impotensi dan infertile. Tanda
ini menonjol pada alkoholik sirosis dan hemokromatosis. [2]
Hepatomegali, ukuran hati yang sirotik bisa membesar, normal, atau
mengecil. Bilamana hati teraba, hati sirotik teraba keras dan nodular. [2]
Splenomegali sering ditemukan terutama pada sirosis yang penyebabnya
nonalkoholik. Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien karena hipertensi
porta. [2]
Asites, penimbunan cairan dalam rongga peritoneum akibat hipertensi
porta dan hipoalbuminemia. Caput medusa juga sebagai akibat hipertensi porta. [2]
Foetor Hepatikum, Bau napas yang khas pada pasien sirosis disebabkan
peningkatan konsentrasi dimetil sulfide akibat pintasan porto sistemik yang berat.
[2]
12
Tanda-tanda lain lain yang menyertai diantaranya: [2]
Demam yang tidak tinggi akibat nekrosis hepar
Batu pada vesika felea akibat hemolisis
Pembesaran kelenjar parotis terutama pada sirosis alkoholik, hal ini
akibat sekunder infiltrasi lemak, fibrosis, dan edema.
Diabetes melitus dialami 15 sampai 30% pasien sirosis. Hal ini akibat
resistensi insulin dan tidak adekuatnya sekresi insulin oleh sel beta pankreas. [2]
Pemeriksaan Penunjang
13
Prothrombin time mencerminkan derajat/ tingkatan disfungsi sintesis hati,
sehingga pada sirosis memanjang. [2]
Natrium serum menurun terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan
dengan ketidakmampuan eksresi air bebas. [2]
Kelainan hematologi anemia, penyebabnya bisa bermacam-macam,
anemia normokrom, normositer, hipokrom mikrositer atau hipokrom makrositer.
Anemia dengan trombositopenia, leukopenia, dan neutropenia akibat
splenomegali kongestif berkaitan dengan hipertensi porta sehingga terjadi
hipersplenisme. [2]
14
Gambar 8. Algoritma untuk evaluasi tes fungsi hati abnormal [8]1
1
Algoritma untuk evaluasi tes fungsi hati abnormal. Pada pasiendengan dugaan penyakit hati,
pendekatan yang tepat untuk evaluasi adalah pemeriksaan awal fungsi hati rutin, seperti bilirubin,
albumin, alanin aminotransferase (ALT), aspartat aminotransferase (AST) dan alakaline
pohospatase (ALP). Hasil ini (kadang disertai dengan pemeriksaan γ-glutamyl transpeptidase ,
GGT) akan menunjukkan apakah pola kelainan yang ada merupakan hepatik, kolestatik, atau
campuran. Sebagai tambahan, durasi dari gejala akan memberikan gambaran apakah penyakit
tersebut akut atau kronik. Jika penyakit tersebut adalah akut dan jika dari adanmnesis,
pemeriksaan laboratorium, dan pencitraan tidak menunjukkan sebuah diagnosis, biopsi hati
merupakan langkah yang tepat untuk menegakkan diagnosis. Kalau penyakit tersebut kronik,
biopsi hati dapat bermanfaat bukan hanya untuk diagnosis, tetapi juga untuk menilai aktivitas dan
staging perjalanan penyakit. Pendekatan ini sebagian besar berlaku pada pasien tanpa penurunan
kekebalan tubuh. Pada pasien dengan infeksi HIV atau setelah transplantasi sumsum tulang atau
transplantasi organ padat, evaluasi diagnostik juga harus mencakup evaluasi infeksi oportunistik
(adenovirus, sitomegalovirus, coccidioidomyocosis, dll) serta pembuluh darah dan kondisi
imunologi (penyakit, venoocclusive graft-vs-host penyakit). HAV, HCV: Hepatitis A atau C virus,
HbsAg, Hepatitis B sulface antigen, anti-HBc, antibodi terhadap hepatitis B inti (antigen); ANA,
antibodi antinuklear, SMA, mulus-otot antibodi, MRI, magnetic resonance imaging, MRCP;
cholangiopancreatography resonansi magnetik; ERCP cholangiopancreatography, endoscopic
retrograde; α1AT, α1 antitrypsin; AMA; antimitochondrial antibodi; P-ANCA, antibodi sitoplasmik
antineutrofil perifer. [8]
15
Abdomen, sudah secara rutin digunakan karena pemeriksaannya noninvasif dan
mudah dilakukan. Pemeriksaan USG meliputi sudut hati, permukaan hati, ukuran,
homogenitas, dan adanya massa. Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan noduler,
permukaan irreguler, dan ada peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu
USG juga dapat menilai asites, splenomegali, thrombosis vena porta, pelebaran
vena porta, dan skrining karsinoma hati pada pasien sirosis. [2]
Tomografi komputerisasi, informasinya sama dengan USG, tidak rutin
digunakan karena biayanya relatif mahal. [2]
Magnetic Resonance Imaging, peranannya tidak jelas dalam mendiagnosis
sirosis selain mahal biayanya. [2]
Komplikasi
16
Tabel 2. Grade ensefalopati hepatik [8]
Penatalaksanaan
17
tiga kali seminggu dan dikombinasikan ribavirin 800-1000 mg/ hari selama 6
bulan. [2]
Pada pengobatan fibrosis hati; pengobatan antifibrotik pada saat ini lebih
mengarah kepada peradangan dan tidak terhadap fibrosis. Di masa datang,
menempatkan stelata sebagai target pengobatan dan mediator fibrogenik akan
merupakan terapi utama. Pengobatan untuk mengurangi aktifasi sel stelata bisa
merupakan salah satu pilihan. Interferon memiliki aktifitas antifibrotik yang
dihubungkan dengan pengurangan aktivasi sel stelata. Kolkisin memiliki efek
antiperadangan dan mencegah pembentukan kolagen, namun belum tebukti dalam
penelitian sebagai anti fibrosis dan sirosis. Metotreksat dan vitamin A juga
dicobakan sebagai antifibrosis. Selain itu, obat-obatan herbal juga sedang dalam
penlitian. [2]
Asites, Tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam
sebanyak 5,2 gram atau 90 mmol/hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan
obat-obatan diuretic. Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-
200 mg sehari.Respon diuretic bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5
kg/hari, tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/hari dengan edema kaki. Bilamana
pemberian spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasikan dengan furosemid
dengan dosis 20-40 mg/hari. Pemberian furosemid bisa ditambah dosisnya bila
tidak ada respon, maksimal dosisnya 160 mg/hari. Parasentesis dilakukan bila
asites sangat besar. Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan
pemberian albumin. [2]
Ensefalopati hepatik, Laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan
ammonia. Neomisin bisa digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil
ammonia, diet protein dikurangi sampai 0,5 gr/kg berat badan per hari, terutama
diberikan yang kaya asam amino rantai cabang. [2]
Varises esophagus, Sebelum berdarah dan sesudah berdarah bisa diberikan
obat β-blocker. Waktu perdarahan akut, bisa diberikan preparat somatostatin atau
oktreotid, diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi. [2]
18
Peritonitis bakterial spontan, diberikan antibiotika seperti sefotaksim
intravena, amoksilin, atau aminoglikosida. [2]
Sindrom hepatorenal, mengatasi perubahan sirkulasi darah hati, mengatur
keseimbangan garam dan air. [2]
Transplantasi hati, terapi definitive pada pasien sirosis dekompensata.
Namun sebelum dilakukan transplantasi ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi
resipien dahulu. [2]
Prognosis
2
Klasifikasi Child-Pugh dihitung dengan menjumlahkan skor dari lima faktor dan dapat bernilai dari 5 sampai 15. Klasifikasi Child-Pugh
kelas A (5-6), B (7-9), atau C (10 atau lebih). Keadaan dekompensasi mengindikasikan cirrhosis dengan skor Child-Pugh 7 atau lebih (kelas
B). [8]
19
Daftar Pustaka
3. Wilson LM, Lester LB. Hati, saluran empedu, dan pankreas. In Wijaya C,
editor. Patofisiologi konsep klinis proses proses penyakit. Jakarta: ECG; 1994.
p. 426-63.
4. Guyton AC, Hall JE. The liver as an organ. In Textbook of medical physiology.
11th ed.: Elsevier; 2006. p. 859-64.
8. Ghany M, Hoofnagle JH. Approach to the patient with liver disease. In Kasper
DL, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, editors.
Harrison's principles of internal medicine. New York: McGraw-Hill; 2005. p.
1808-13.
LAPORAN KASUS
No. Reg. : 565482
Ruangan : Lontara 1 atas depan
Nama : Tn. Y
Umur : 56 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Prof Rauf Tarimana, Makassar
Tanggal MRS : 27 Agustus 2012
KU : Perut membesar
AT : Pasien mengeluh perut membesar sejak ± 3 bulan sebelum masuk rumah sakit
dan dirasakan semakin hari semakin membesar. Pada awalnya tungkai lebih dulu membengkak
sejak ± 1 bulan yang lalu. Perut membesar secara perlahan, yang lama kelamaan membuat
penderita sesak napas.
Mual (-), muntah (-)
Demam (-) riwayat demam (-) sakit kepala (-) pusing (-)
Batuk (-), sesak (+) dirasakan sejak ± 3 minggu sebelum masuk rumah sakit. Sesak dirasakan
terus-menerus. Sesak dirasakan dipengaruhi aktifitas dan tidak dipengaruhi cuaca. Penderita
nyaman tidur setengah duduk. Riwayat terbangun tengah malam karena sesak (-).
BAB : biasa, kuning.
BAK : kuning, kesan lancar dan cukup.
Riwayat menderita penyakit yang sama sebelumnya pada tahun 2004 namun sembuh sendiri.
Riwayat keluarga DM (-)
Riwayat keluarga HT (-)
Pemeriksaan fisik
Jantung:
Inspeksi : IC tidak tampak
Palpasi : IC tidak teraba
Perkusi : pekak kesan normal
Auskultasi : BJ I/II murni reguler
Abdomen
Inspeksi : Cembung, ikut gerak nafas, umbilikus menonjol
Auskultasi : BU (+) kesan normal
Palpasi : MT (-) NT (-).
Hepar: sulit dinilai. Lien: Schuffner I
Perkusi : Ascites (+) Shifting dullness
Ekstremitas
Edema +/+ (pitting edem): pretibial dan dorsum pedis
Eritema palmaris (-)
Lain-lain
Rectal touche : Sphincter mencekik, mukosa licin. Feses (+) warna kuning, darah (-), lendir (-)
Rencana Pemeriksaan
DR, Ureum, Kreatinin, SGOT, SGPT, GGT, HBsAg, Anti HCV, ALP, Bil. Total, Protein total,
Albumin, PT, APTT
Assessment
Susp. Sirosis Hepatis Dekompensata ec HCV
Efusi pleura dextra
Pemeriksaan penunjang
Lab 27/8/12 3/9/12
WBC 14,59 x 103 9,2 x 103
RBC 3,31 x 108 3,23 x 108
HGB 11,5 11,6
HCT 35,4 33,9
PLT 85 x 103 87 x 103
MCV 106,9 105,0
MCH 32,5 35,9
MCHC 30,8 34,2
LED
Creatinine 1,2 1,0
Ureum 47 40
ALP 201
SGOT 43 43
SGPT 23 30
Albumin 1,9 2,0
Tot. Protein 7,2 6,7
Bil. Total 10,4
Bil. Direct 9,1
GDS
γGT
natrium 126
Kalium 3,8
klorida 103
PT
APTT
fibrinogen
Patologi klinik
27/8/12
HbsAg (-)
Anti HCV (+)
Follow Up Harian
Pasien datang dengan keluhan utama perut membesar (distensi abdomen), diduga
beberapa penyebab distensi abdomen, yaitu fas (flatus), lemak (fat), cairan (fluid), feses, dan
fetus. Penyebab fetus dapat disingkirkan berdasarkan jenis kelamin pasien : laki-laki. Penyebab
gas dan feses dapat disingkirkan berdasarkan anamnesis dimana pasien masih buang angin
(terakhir 5 jam sebelum masuk rumah sakit) dan buang air besar dengan konsistensi biasa warna
kuning-coklat, lendir (-), darah (-). Berdasarkan data antropometrik, BB koreksi pasien = 49 Kg
dengan IMT=17,36 kg/m2 dengan status gizi kurang, maka penyebab lemak dapat disingkirkan.
Dari pemeriksaan fisis juga diperoleh bukti shifting dullness (+), yang menandakan bahwa
penyebab distensi abdomen pada pasien ini merupakan cairan atau disebut juga ascites.
Terdapat beberapa penyakit yang menyebabkan ascites, antara lain sirosis hepatis, gagal
jantung kongestif, hipotiroidisme, dan peritonitis.
Diagnosis gagal jantung kongestif dapat disingkirkan berdasarkan tidak adanya keluhan
gejala-gejala gagal jantung kongestif, seperti sesak nafas terutama setelah beraktivitas, terbangun
tengah malam dengan sesak nafas, harus tidur dengan bantal yang menyangga kepala lebih dari
dua buah (posisi ½ duduk). Dari pemeriksaan fisis juga tidak diperoleh peningkatan desakan
vena sentralis, kardiomegali, irama gallop (S3), dan takikardi.
Diagnosis hipotiroidisme juga dapat disingkirkan berdasarkan tidak adanya keluhan
gejala-gejala hipotiroidisme, seperti lebih menyukai suhu yang panas, selalu merasa kedinginan
atau tidak tahan dingin, konstipasi, jarang berketingat. Dari pemeriksaan fisis juga tidak
diperoleh bradikardi, suhu tubuh dingin, dan edema non-pitting.
Diagnosis peritonitis juga dapat disingkirkan berdasarkan tidak adanya keluhan nyeri
perut hebat yang muncul tiba-tiba, perut terasa kaku, dan perut terasa panas atau hangat. Dari
pemeriksaan fisis juga tidak didapatkan rigiditas abdomen, hilangnya pekak hepar, nyeri tekan
seluruh abdomen dan nyeri pantul.
Pasien didiagnosis Sirosis Hepatis (SH), oleh karena ditemukannya gejala kegagalan
fungsi hati, yang dibuktikan mealalui hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan
hipoalbuminemia. Hipoalbuminemia disebabkan karena gangguan sintesis dan sekresi albumin
yang menyebabkan edema. Selain itu terdapat pula tanda-tanda hipertensi porta, yaitu ascites dan
edema tungkai. Pada pasien ini, juga terjadi penurunan nafsu makan, mual, dan kembung.
Diagnosis ini semakin diperkuat dengan adanya hasil hasil USG abdomen yang menyatakan
gambaran sesuai asites.
Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber energi tubuh
sebanyak 20% serta menggunakan 20 – 25% oksigen darah. Ada beberapa fungsi hati yaitu :
sebagai metabolisme karbohidrat, sebagai metabolisme lemak, sebagai metabolisme protein,
sebagai hemodinamik, sebagai detoksikasi, sebagai metabolisme bilirubin.
Kegagalan fungsi hati menimbulkan keluhan seperti rasa lemah, turunnya berat badan,
kembung, dan mual. Kulit tubuh di bagian atas, muka, dan lengan atas akan bisa timbul bercak
mirip laba-laba (spider nevi). Telapak tangan bewarna merah (eritema palmaris), perut
membuncit akibat penimbunan cairan secara abnormal di rongga perut (asites), dan pembesaran
payudara pada laki-laki. Bisa pula timbul hipoalbuminemia, pembengkakan pada tungkai bawah
sekitar tulang (edema pretibial), dan gangguan pembekuan darah yang bermanifestasi sebagai
peradangan gusi, mimisan, atau gangguan siklus haid. Kegagalan hati pada sirosis hati fase lanjut
dapat menyebabkan gangguan kesadaran akibat encephalopathy hepatic atau koma hepatik.
Tekanan portal yang normal antara 5-10 mmHg. Pada hipertensi portal terjadi kenaikan
tekanan dalam sistem portal yang lebih dari 15 mmHg dan bersifat menetap. Keadaan ini akan
menyebabkan limpa membesar (splenomegali), pelebaran pembuluh darah kulit pada dinding
perut disekitar pusar (caput medusae), pada dinding perut yang menandakan sudah terbentuknya
sistem kolateral, wasir (hemoroid), dan penekanan pembuluh darah vena esofagus atau cardia
(varices esofagus) yang dapat menimbulkan muntah darah (hematemesis), atau berak darah
(melena). Kalau pendarahan yang keluar sangat banyak maka penderita bisa timbul syok
(renjatan). Bila penyakit akan timbul asites, encephalopathy, dan perubahan ke arah kanker hati
primer (hepatoma).
Ada 2 faktor yang mempengaruhi terbentuknya asites pada penderita Sirosis Hepatis,
yaitu :
Tekanan koloid plasma yang biasa bergantung pada albumin di dalam serum. Pada
keadaan normal albumin dibentuk oleh hati. Bilamana hati terganggu fungsinya, maka
pembentukan albumin juga terganggu, dan kadarnya menurun, sehingga tekanan koloid
osmotic juga berkurang. Terdapatnya kadar albumin kurang dari 3 gr % sudah dapat
merupakan tanda kritis untuk timbulnya asites.
Tekanan vena porta. Bila terjadi perdarahan akibat pecahnya varises esophagus, maka
kadar plasma protein dapat menurun, sehingga tekanan koloid osmotic menurun pula,
kemudian terjadilah asites. Sebaliknya bila kadar plasma protein kembali normal, maka
asitesnya akan menghilang walaupun hipertensi portal tetap ada. Hipertensi portal
mengakibatkan penurunan volume intravaskuler sehingga perfusi ginjal pun menurun.Hal
ini meningkatkan aktifitas plasma rennin sehingga aldosteron juga meningkat. Aldosteron
berperan dalam mengatur keseimbangan elektrolit terutama natrium . dengan peningkatan
aldosteron maka terjadi terjadi retensi natrium yang pada akhirnya menyebabkan retensi
cairan.