Anda di halaman 1dari 39

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena atas berkat
rahmat yang diberikan-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Tutorial Skenario B Blok
18 ini dengan baik. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah
membantu dalam pembuatan laporan ini, serta berbagai sumber yang telah penulis gunakan
sebagai data dan fakta pada makalah ini. Penulis juga berterima kasih kepada dr. Puji Rizki
Suryani, M. Kes yang telah memberikan pedoman dalam melakukan tutorial, membuat
makalah hasil tutorial dan telah memberi bimbingannya sebagai tutor sehingga kami dapat
menyelesaikan masalah skenario yang telah diberikan.
Penulis menyadari akan kekurangan dalam penulisan makalah ini. Maka dari itu,
kritik dan saran sangat diharapkan untuk memperbaiki dan mengembangkan isi dari makalah
ini. Penulis juga mengharapkan kritik dan saran dari pembaca, serta penulis mohon maaf
apabila terdapat kesalahan penulisan dalam makalah ini. Akhir kata, apabila ada kesalahan
kata-kata, penulis meminta maaf dan diharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Palembang, 25 Mei 2017

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................1


DAFTAR ISI....................................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................................4
A. SKENARIO .......................................................................................................4
B. KLARIFIKASI ISTILAH ..................................................................................5
C. IDENTIFIKASI MASALAH ............................................................................5
D. ANALISIS MASALAH..................................................................................... 5
E. LEARNING ISSUE ......................................................................................... 13
F. SINTESIS ........................................................................................................36
G. KERANGKA KONSEP................................................................................... 37
H. KESIMPULAN ................................................................................................ 38
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................39

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Blok Nefrourology adalah blok ke-18 semester 4 dari Kurikulum Berbasis
Kompetensi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.
Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus sebagai bahan pembelajaran untuk
menghadapi kasus yang sebenarnya pada waktu yang akan datang.

B. MAKSUD DAN TUJUAN


Adapun maksud dan tujuan dari laporan tutorial studi kasus ini, yaitu:
1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.
2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis
pembelajaran diskusi kelompok.
3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial.

C. DATA TUTORIAL
1. Tutor : dr. Puji Rizki Suryani, M. Kes
2. Moderator : Sita Safira
3. Sekertaris : 1) Fitria Febriana
: 2) Dini Putri Mu;tazami
4. Waktu : 1. Senin, 22 Mei 2017
Pukul 13.00 – 15.30 WIB
2. Kamis, 24 Mei 2017
Pukul 13.00 – 15.30 WIB

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. SKENARIO C BLOK 18 TAHUN 2017


Tn Albert 40 th, seorang pekerja kasar di sebuah pasar, datang ke klinik anda dengan
keluhan sulit buang air kecil, pancaran kencing kecil sejak sepuluh bulan lalu. Bila BAK,
kepala kemaluan mengembang. Air kencing kadang tampak keruh. Tidak ada nanah dari
kemaluan saat ini.
Penderita mengaku 1 tahun pernah mengalami nyeri dan kemerahan pada kepala
kemaluan dan prepusiumnya, serta mengeluarkan nanah. Penderita belum menikah dan
punya riwayat berhubungan seks dengan pekerja seks komersil. Penderita pernah berobat
ke dokter sebelumnya.

Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum: compos mentis, keadaan hygene kurang
TD: 120/80 mmHg, Nadi: 80 x/menit, RR 18 x/menit, Temperatur : 36,50C
Kepala dan Leher : dalam batas normal
Thoraks : dalam batas normal
Abdomen : inspeksi: datar
Palpasi: soufle
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus normal

Pemeriksaan Laboratorium
Hb 14 gr/dl, Leukosit 10.000,/mm3, Ureum 24 gr/dl, kreatinin 1.5
Urinalisis :
Leukosit penuh, RBC 1-2/LPB
USG TUG dalam batas normal

4
B. KLARIFIKASI ISTILAH
No. Istilah Pengertian
1. Kepala kemaluan Perluasan corpus spongiosum yang berbentuk topi pada
(glans penis) ujung penis (Dorland).
2. Nanah Cairan kaya protein hasil proses peradangan yang
mengandung leukosit, debris selular, dan cairan encer
(liquor puris)
3. Preputium Lipatan kulit yang menutupi glans penis.
4. Soufle Tidak tegang atau lemas

C. IDENTIFIKASI MASALAH
No. Masalah Prioritas
1. Tn. Albert, pekerja kasar di pasar, datang dengan
keluhan sulit buang air kecil dan pancaran kencing
kecil 10 bulan lalu, saat BAK, kepala kemaluan
VVV
mengembang, air kencing kadang tampak keruh,
serta tidak ada nanah dari kemaluan saat ini.

2. Satu tahun yang lalu pernah mengalami nyeri dan


kemerahan pada kepala kemaluan dan
VV
preputiumnya serta mengeluarkan nanah.

3. Penderita belum menikah dan punya riwayat


berhubungan seks dengan pekerja seks komersial VV
dan pernah berobat ke dokter sebelumny
5. Pemeriksaan fisik V
6. Pemeriksaan laboratorium V

D. ANALISIS MASALAH
1. Tn. Albert, pekerja kasar di pasar, datang dengan keluhan sulit buang air kecil
dan pancaran kencing kecil 10 bulan lalu, saat BAK, kepala kemaluan
mengembang, air kencing kadang tampak keruh, serta tidak ada nanah dari
kemaluan saat ini.
1) Apa hubungan umur, jenis kelamin, dan pekerjaan pada kasus?
Jawaban :
Usia, jenis kelamin, dan pekerjaan termasuk ke dalam epidemiologi dari fimosis
yang disertai dengan balanopostitis. Balanopostitis dapat menyebabkan fimosis
karena terbentuknya scar pada preputium yang menyebabkan preputium
menjadi lengket dengan glans penis. Balanopostitis sering terjadi pada anak
laki-laki usia 0-15 tahun yang tidak disirkumsisi. Namun, balanopostitis dapat

5
dipengaruhi oleh riwayat hyegene yang buruk serta aktivitas seksual laki-laki
dewasa.
2) Bagaimana mekanisme sulit buang air kecil (pancaran kecil)?
Jawaban :
Terjadi akibat dari balanopostitis kronis (1 tahun) yang diderita oleh Tn. Albert
yang menyebabkan terbentuknya skar pada glans dan preputium. Skar ini akan
menyebabkan preputium dan glans menjadi kaku sehingga terjadi penyempitan
pada saluran kencing yang menyebabkan kesulitan saat miksi dan pancarannya
kecil.
3) Bagaimana mekanisme kepala kemaluan mengembang saat BAK?
Jawaban :
Pada saat BAK, kepala kemaluan (glans penis) pada kasus fimosis bisa
didapatkan menggembung atau mengembang saat mulai buang air kecil yang
kemudian menghilang setelah berkemih. Ini terjadi disebabkan oleh urin yang
keluar terlebih dahulu tertahan dalam ruangan yang dibatasi oleh kulit pada
ujung penis sebelum keluar melalui muaranya yang sangat sempit. Saat pasien
BAK, akan adanya desakan pancaran urin yang banyak, sedangkan jumlah urin
yang akan keluar tidak seimbang dengan besarnya lubang yang terdapat di glans
penis sehingga glans peni mengembang.
4) Bagaimana mekanisme air kencing tampak keruh?
Jawaban :
Air kencing tampak keruh akibat dari smegma yang keluar bersama urin.
Smegma tebentuk dari sel-sel mukosa preputium dan glans penis yang
mengalami deskuamasi oleh bakteri yang ada di dalamnya.

5) Bagaimana mekanisme normal buang air kecil?


Jawaban :
Miksi atau urinisasi merupakan proses pengosongan kandung kemih. Setelah
dibentuk oleh ginjal, urin disalurkan melalui ureter ke kandung kemih. Aliran
ini dipengaruhi oleh gaya tarik bumi, selain itu juga kontraksi peristaltik otot
polos dalam dinding ureter. Karena urin secara terus menerus dibentuk oleh
ginjal, kandung kemih harus memiliki kapasitas penyimpanan yang cukup.
Mekanisme miksi bergantung pada inervasi parasimpatis dan simpatis juga
impuls saraf volunter. Pada pengeluaran urin dibutuhkan kontraksi aktif otot

6
detrusor. Rata-rata pengeluaran urin adalah ± 1,5 liter per hari, walaupun bisa
berkurang hingga kurang dari 1 liter per harinya dan meningkat hingga
mendekati 20 liter per hari. Refleks berkemih dicetuskan apabila reseptor-
reseptor regang di dalam dinding kandung kemih terangsang. Kandung kemih
orang dewasa dapat menampung sampai 250 atau 450 ml urin sebelum tegangan
di dinding kandung kemih untuk mengaktifkan reseptor regang. Makin besar
peregangan melebihi ambang ini, makin besar tingkat pengaktifan reseptor.
Selain refleks ini dimulai, refleks ini bersifat regenerasi sendiri.
Refleks berkemih terjadi dengan cara:
 Impuls pada medulla spinalis dikirim ke otak dan menghasilkan impuls
parasimpatis yang menjalankan melalui saraf splanknik pelvis ke kandung
kemih.
 Refleks perkemihan menyebabkan otot detrusor kontraksi dan relaksasi
sfingter internal dan eksternal.
Pada anak-anak, miksi merupakan sebuah refleks lokal spinal dimana
pengosongan kandung kemih dengan pencapaian tekanan kritis. Sedangkan
pada dewasa, refleks ini dibawah kontrol volunter sehingga dapat diinhibisi oleh
otak. Selama miksi, proses yang terjadi berupa:
 Refleks detrusor meregang, mencetuskan refleks kontraksi dari otot-otot
tersebut sehingga timbul keinginan untuk miksi.
 Relaksasi otot puborectalis sehingga kandung kemih akan turun sedikit
sehingga penghambatan uvula menurun dan segmen bagian pertama uretra
melebar.
 Relaksasi otot sfingter uretra eksterna memungkinkan kandung kemih untuk
mengosongkan isinya dan dapat dibantu dengan tindakan valsava.
 Pada akhir proses miksi, kontraksi kuat dari otot sfingter uretra eksterna dan
dasar panggul akan mengeluarkan sisa urin dalam uretra, setelah itu otot
detrusor relaksasi kembali untuk pengisian urin selanjutnya.
6) Bagaimana proses penyembuhan nanah pada kasus ini?
Jawaban :
Nanah dihasilkan dari proses inflamasi pada preputium dan glans penis. Apabila
penyebab yang mendasari dari inflamasi tersebut sudah diobati, Saat tubuh
mendeteksi adanya infeksi, sistem kekebalan tubuh kita segera bereaksi untuk

7
menyingkirkannya dan membatasi kerusakannya. Neutrofil berfungsi
menyerang jamur atau bakteri berbahaya. Neutrofil berkerja 1 jam setelah
terjadi infeksi. Akumulasi cepat neutrofil pada akhirnya menyebabkan adanya
nanah, yang terbentuk akibat sejumlah besar neutrofil mati. Apabila proses
infeksi dapat ditekan dengan pengobatan atau dengan antibodi, akumulasi
neutrofil tidak perlu lagi terjadi dengan cepat dan masif ke lokasi peradangan
dan jumlah neutrofil yang mati tidak masif dan nanah semakin berkurang.

2. Satu tahun yang lalu pernah mengalami nyeri dan kemerahan pada kepala
kemaluan dan preputiumnya serta mengeluarkan nanah.
1) Bagaimana mekanisme terjadinya nyeri dan kemerahan pada glans penis dan
preputium?
Jawaban :
Fimosis menghambat kelancaran berkemih sehingga terjadi balloning yang
membuat sisa-sisa urin mudah terjebak di dalam preputium. Adanya kandungan
glukosa pada urine menjadi pusat bagi pertumbuhan bakteri sehingga terjadi
proses peradangan yang menyebabkan nyeri dan kemerahan pada kepala
kemaluan.
2) Bagaimana mekanisme timbulnya nanah pada kasus?
Jawaban :
Terdapatnya infeksi kuman pada glans penis atau preputium menyebabkan
pertahanan tubuh (neutrofil/leukosit) berpindah dalam jumlah yang besar
dengan cara mengalir melewati pembuluh darah menuju daerah yang terinfeksi
bakteri. Pembuluh darah di sekitar daerah yang terinfeksi mulai membesar,
selanjutnya neutrofil menerobos melalui dinding pembuluh darah yang
membesar tadi untuk menyerang bakteri dan menelannya. Neutrofil juga
bertugas menyerap pecahan-pecahan sel tubuh yang telah mati akibat serangan
bakteri. Banyak dari neutrofil mati karena racun kuman. Sebelum mati, neutrofil
mengeluarkan enzim pencerna yang berperan menghancurkan sel yang mati di
sekitarnya. Akibat aktivitas ini, daerah yang terinfeksi menjadi bengkak penuh
dengan darah, cairan jaringan, sel yang telah mati, bakteri yang hidup/mati,
serta neutrofil dan juga bermacam-macam jenis pecahan sel. Semua unsur ini
membentuk massa setengah cairan yang kental dan disebut nanah.

8
3) Apa kemungkinan penyakit yang mendasari keluhan Tn Albert satu tahun yang
lalu?
Jawaban :
Balanopostitis, yaitu infeksi pada glans penis dan preputium.
3. Penderita belum menikah dan punya riwayat berhubungan seks dengan
pekerja seks komersial dan pernah berobat ke dokter sebelumnya.
1) Apa hubungan riwayat berhubungan seks dengaan PSK dengan gejala yang
diderita satu tahun sebelumnya?
Jawaban :
Berhubungan seks dengan PSK dapat menyebabkan terjadinya infeksi di saluran
reproduksi, yaitu pada kasus berupa infeksi pada glans dan preputium dengan
gejala nyeri dan kemerahan pada glans penis dan preputium serta keluarnya
nanah.
2) Apa kemungkinan tatalaksana yang diberikan dokter satu tahun yang lalu?
Jawaban :
Sesuai dengan gejala yang diderita pasien satu tahun lalu, kemungkinan pasien
menderita Balanopostitis atau infeksi pada glans penis dan preputium.
Tatalaksana yang diberikan pada kasus Balanopostis, sesuai dengan etiologinya.
Candida balanophostitis
 Umum : Dibersihkan dengan Normal salin
 Regimen Rekomendasi

· Clotrimazole cream 1%
· Miconazole cream 2%
Diberikan dua kali sehari sampai sembuh
 Alternatif Regimen
- Fluconazole 150mg stat orally 5 if symptoms severe
- Nystatin cream100 000units/gm if resistance suspected, or allergy to
imidazoles
- Topical imidazole with 1% Hydrocortisone jika ditandai hadirnya inflamasi
- Meskipun ada peningkatan laporan mengenai resisten obat pada infeksi
kandida yang serius, tidak ada bukti baru menyinggung pengobatan
mengenai balanitis kandida

9
Anaerobic balanophostitis
 Regimen Rekomendasi : Metronidazol 400 mg 2 kali sehari selama seminggu
 Alternatif Regimen :
- Co-amixoclav 375 mg , 3 kali sehari untuk seminggu
- Krim clyndamicyn digunakan dua kali sehari sampai sembuh.
Aerobic Balanitis
 Regimen Rekomendasi :
- Tergantung Sensitifitas dari organisme yang diisolasi
- Erytromisin 500 mg dua kali sehari selama seminggu
- Fusidic acid 2% 3 kali sehari
HPV balanitis
 Regimen Rekomendasi :
- Krim 5-fluroacil satu/dua kali seminggu
- Krim Podofilotoksin 0,15% 2 kali sehari selama 3 hari per minggu
- Pengobatan tergantung ketersediaan
Lichen sklerosus
 Regimen Rekomendasi : Steroid Topikal (Clobetasol propionat atau
betametason valerat) satu kali sehari sampai remisi kemudian dikurangi secara
berangsur-angsur.
 Alternatif Rekomendasi:
- Sirkumsisi jika sudah fimosis
- Meatotomy jika ada meato stenosis
Zoon’s Balanitis
 Regimen Rekomendasi : Topikal Steroid dengan atau tanpa antibiotik,
contohnya trimovate cream, sekali/dua kali sehari.
 Alternatif Rekomendasi: sirkumsisi
Erythoplasia of queyrat
 Regimen Rekomendasi : pembedahan eksisi lokal, biasanya adekuat dan
efektif
 Alternatif Rekomendasi:
- Fluroasil cream
- Reseksi laser
- Cryoterapi

10
Fixed drug eruption
 Regimen Rekomendasi :
- Hidrokortison krim 1% untuk gejala simtomatik
- Pengobatan pada yang mendasari infeksi
Circinate Balanitis
 Regimen Rekomendasi : topikal steroid, hidrokortison 1% dua kali sehari
sampai remisi
 Alternatif Rekomendasi: sistemik steroid jika lesi menjadi parah
Alergic Balanitides
 Regimen Rekomendasi :
- hindari zat-zat presipitant, kuhusnya sabun
- Emmolient-krim aqueos: pengganti sabun
- Topikal steroid, hidrokortison 1% dua kali sehari sampai remisi
Semuanya harus dikombinasi.

4. Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum: compos mentis, keadaan hygene kurang
TD: 120/80 mmHg, Nadi: 80 x/menit, RR 18 x/menit, Temperatur : 36,50C
Kepala dan Leher : dalam batas normal
Thoraks : dalam batas normal
Abdomen : inspeksi: datar
Palpasi: soufle
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus normal
1) Apa dampak dari hyegene yang buruk pada kasus?
Jawaban :
Dampak hygiene yang buruk sesuai pada kasus dalam hal ini mengenai organ
genitalia eksternanya yaitu penis adalah sebagai berikut,
a) Pada pasien yang tidak disirkumsisi lebih berisiko untuk terkena berbagai
infeksi pada penisnya.
b) Pasien yang tidak disirkumsisi bisa menyebabkan berbagai macam infeksi
pada preputiumnya akibat dari setelah BAK tidak dibersihkan dengan bersih.
c) Pasien yang juga jarang mandi dan mengganti pakaian dalam akan
menyebabkan berbagai macam gangguan pada organ genitalianya karena

11
keadaan yang lembab dan kotor dari pakaian dalam bisa memicu timbulnya
kuman.

5. Pemeriksaan Laboratorium
Hb 14 gr/dl, Leukosit 10.000,/mm3, Ureum 24 gr/dl, kreatinin 1.5
Urinalisis :
Leukosit penuh, RBC 1-2/LPB
USG buli-buli dan ginjal dalam batas normal
1) Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan laboratorium?
Jawaban :
No Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi
1. Hb 14 g/dL 13-18 gr/dL Normal
2. Leukosit 10.000 mm3 5.000-10.000 mm3 Normal
3. Ureum 24 mg/dL 15-40 mg/dL Normal
5. Kreatinin 1.5 mg/dL 0.6-1.3 mg/dL Menurun
6. Leukosit Penuh - Abnormal
7. RBC 1-2/LPB 0-3/LPB Normal

2) Bagaimana mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan laboratorium?


Jawaban :
Urinalisis  Leukosit penuh (pyuria atau leukosuria
Respon inflamasi diaktifkan oleh mediator kemotaktik yang dilepaskan pada
saat bakteri patogen melekat ke dinding sel uroepitel. Mediator ini akan menarik
leukosit polimorfonuklear ke lokasi terjadinya infeksi sehingga terjadi respon
inflamasi lokal. Leukosit yang tertarik ke lokasi infeksi disaluran kemih
menyebabkan pyuria.
3) Bagaimana gambaran hasil USG berdasarkan skenario?
Jawaban :

12
Gambaran hasil USG ginjal normal.

Gambaran hasil USG vesika urinaria normal

6. LEARNING ISSUE
1. Anatomi dan Histologi Saluran Kemih

Gambar 1. Anatomi kandung kemih dan uretra pria

13
a. Vesika urinaria
Vesika urinaria terletak tpat dibelakan os pubis di dalam rongga pelvis. Pada
orang dewasa, kpasitas maksimum vesika uinaria sekitar 500 ml. Vesika urinaria
memiliki dinding otot yang kuat. Bentuk dan batas-batasnya sangat bervaiasi sesuai
dengan jumlah urin yang dikandungnya. Vesika urinaria yang kosong pada orang
dewasa terletak seluruhnya didalam pelvis; waktu terisi, dinding atasnya terangkat
sampai ke regio hypogastrica.
Vesika urinaria yang kosong berebntuk piramid, mempunyai apeks, basis dan
sebuah fasies superior dan 2 buah fasies inferolateralis; juga mempunyai collum.
Apeks vesika urinaria mengarah ke depan dan terletak dibelakang pinggir atas
symphisis pubis dan dihubungkan dengan umbilikus oleh ligamentum umbilicale
medianum. Basis menghadap ke posterior dan berbentuk segitiga. Sudut
superolateralis merupakan muara ureter dan sudut inferior merupakan tempat asal
urethra.

Batas-batas Vesicae

 Anterior : symphysis pubica, lemak retropubic, dinding naterior abdomen


 Posterior : ductus defrens, vesicula seminalis, fascia retrovesicalis, rectum
 Lateral : di atas m. obturator internus dan dibawah m. levator ani
 Superior : cavitas peritonealis, lengkung ileum, colon sigmoid
 Inferior : prostat

Pendarahan
 Arteri : arteri vesicalis superior et inferior, cabang-cabang arteri illiaca
interna
 Vena : vena-vena membentuk plexus venosus vesicalis dan bermuara do
vena illiaca interna

14
Gambar 2. Anatomi dan histologi kandung kemih

b. Penis

Gambar 3. Anatomi penis


Penis terdiri dari tiga komponen utama : bagian distal (glans atau kepala),bagian
tengah (corpus atau shaft) dan bagian proksimal (root). Pada bagiankepala terdapat
glans dan sulkus koronaria, yang ditutup oleh foreskin (virtualsac), permukaan
bagian dalam dilapisi oleh membran halus. Glans bersifatkenyal, dan berbentuk
konus, serta terdiri dari meatus, corona dan frenulum.Meatus urethralis vertikal dan
berlokasi pada apeks, dimana muncul frenulum, .glans corona merupakan lipatan
lingkaran pada dasar glans. Pada permukaanglans terdapat empat lapisan anatomi:
lapisan membran mukosa, termasukepitelium dan lamina propria,

15
korpusspongiosum dan korpora kavernosa. Tunikaalbuginea memisahkan kedua
struktur ini, penile atau pendulous urethra terletakventral didalam korpus dan
glans; sementara korpus spongiosum yang erektilmengelilinginya.Pemotongan
transversal dari shaft akan menampilkan kulit,dartos dan fascia ganda yang disebut
dengan penile fascia, albuginea dankorpus kavernosum.
Komponen anatomi utama dari penis adalah korpus, glans dan
preputium.Korpus terdiri dari korpora kavernosa (jaringan rongga vaskular yang
dibungkusoleh tunika albuginea) dan di bagian inferior terdapat korpus
spongiosumsepanjang uretra penis. Seluruh struktur ini dibungkus oleh kulit,
lapisan ototpolos yang dikenal sebagai dartos, serta lapisan elastik yang disebut
Buck fasciayang memisahkan penis menjadi dorsal (korpora kavernosa) dan ventral
(korpusspongiosum).
Kulit glans penis tersusun oleh pelapis epitel tatah berlapis tanpa
keratinsebanyak lima hingga enam lapis, setelah sirkumsisi bagian ini akan
membentukkeratin. Glans dipisahkan dengan korpus penis oleh balanopreputial
sulcus padaaspek dorsal dan lateral dan oleh frenulum pada regio ventral. Kelenjar
sebaseuspada penis dikenal sebagai kelenjar Tyson dan bertanggungjawab atas
produksismegma.

Gambar 4. Anatomi penis dilihat dari lateral

16
Gambar 5. Penis

b. Urethra
Panjang urethra pria kurang lebih 8 inchi (20 cm) dan terentang dari collum
vesicae ke meatus eksternus di glan penis. Urethra terbagi atas 3 bagian: pars
prostatica, pars membranacea, dan pars spongiosa.
Urethra pars prostatica panjangnya kurang lebih 3 cm dan mulai dari collum
vesicae. Urethra pars prostatica berjalan melalui prostat dari basis sampai ke apeks.
Urethra pars prostatica merupakan bagian yang paling berdiameter lebar dari
semua bagian urethra.
Urethra pars membranacea panjangnya kurang lebih 1,25 cm, dikelilingi oleh m.
sphincter urethra. Bagian ini merupakan bagian yang paling pendek.
Urethra pars spongiosa panjangnya kurang lebih 15 cm dan dikelilingi jaringan
erektil di dalam bulbus dan corpus spongiosum penis. Meatus urethra eksternus
merupakan bagian yang tersempit dari seluruh urethra. Bagian urethra yang terletak
dialam glan penis melebar membentuk fossa terminalis (fossa navicularis).

Histologi
Kandung kemih memiliki dinding yang berotot tebal. Dinding ini serupa dengan
dinding sepertiga bawah ureter, kecuai ketebalannya. Di dindng kandung kemih
ditemukan 3 lapisan otot polos yang tersusun longgar yaitu lapisan longitudinal
dalam, sirkular tengah dan longitudinal luar. Namun ketiga dinding ini sulit
dibedakan.

17
Mukosa kandung kemih dalam keadaan kosongmemperlihatkan banyak lipatan
mukosa yang lenyap jika kandung kemih terenggang. Epitel transisional lebih tebal
daripada di ureter dan terdiri dari sekitar 6 lapisan sel. Epitel berbentuk kuboid
rendah atau kolumner serta tampak berbentuk kubah.
Jika kandung kemih berisi urin, bentu epitel transisional berubah. Peningkatan
volume kandung kemih akan mengurangi jumlah lapisan sel menjadi kurang lebih
3 lapisan dan sel tampak skuamosa. Hal ini disebabkan karena meggepengnya sel
permukaan untuk mengakomodasi penambahan luas permukaan.

Gambar 6. Histologi kandung kemih

2. Fisiologi Buang Air Kecil


a. Pengisian Kandung Kemih
Dinding ureter terdiri dari otot polos yang tersusun dalam serabut-serabut spiral,
longitudinal dan sirkuler, tetapi batas yang jelas dari lapisan otot ini tidak terlihat.
Kontraksi peristalitik yang reguler terjadi 1-5 kali permenit yang menggerakkan
urine dari pelvis ginjal ke kandung kemih, dimana urine masuk dengan cepat dan
sinkron sesuai dengan gerakan gelombang peristaltik. Ureter berjalan miring
melalui dinding kandung kemih dan walaupun disini tidak terdapat alat seperti
spingter uretra, jalannya yang miring cenderung membiarkan ureter tertutup,
kecuali sewaktu gelombang peristaltik guna mencegah refluk urine dari kandung
kemih (Ganong,1983).
Sewaktu pengisian normal kandung kemih, akan terjadi hal-hal sebagai berikut:
 Sensasi kandung kemih harus intak

18
 Kandung kemih harus tetap dapat berkontraksi dalam keadaan tekanan rendah
walaupun volume urine bertambah.
 Bladder outlet harus tetap tertutup selama waktu pengisian ataupun saat terjadi
peninggian tekanan intra abdomen yang tiba-tiba.
 Kandung kemih harus dalam keadaan tidak berkontraksi involunter.

b. Pengosongan Kandung Kemih


Kandung kemih hanya mempunyai dua fungsi yaitu untuk mengumpulkan
(pengisian) dan mengeluarkan (pengosongan) urin menurut kehendak. Aktifitsas
sistem saraf untuk kedua sistem ini adalah berbeda. Proses berkemih adalah suatu
proses yang sangat komplet dan masih banyak membingungkan. Berkemih
dasarnya adalah suatu reflek spinal yang dirangsang dan dihambat oleh pusat-pusat
di otak, seperti halnya perangsangan defekasi, dan penghambatan ini volunter.
Urine yang masuk kedalam kandung kemih tidak menimbulkan kenaikan
tekanan intra vesikal yang berarti, sampai kandung kemih benar-benar terisi
penuh. Seperti otot polos lainnya otot-otot kandung kemih juga mempunyai sifat
elastis bila diregangkan. Pengosongan kandung kemih melibatkan banyak faktor,
tetapi faktor tekanan intra vesikal yang dihasilkan oleh sensasi rasa penuh adalah
merupakan pertama untuk berkontraksinya kandung kemih secara volunter. Selama
berkemih otot-otot perineal dan muskulus spingter uretra eksternus mengalami
relaksasi, sedangkan muskulus detrusor mengalami kontraksi yang menyebabkan
urin keluar melalui uretra. Pita-pita otot polos yang terdapat pada sisi uretra
tampaknya tidak mempunyai peranan sewaktu berkemih, dimana fungsi utamanya
diduga untuk mencegah refluk semen kedalam kandung kemih sewaktu ejakulasi
(Ganong,1983).
Mekanisme pengeluaran urine secara volunter, mulainya tidak jelas. Salah satu
peristiwa yang mengawalinya adalah relaksasi otot diafragma pelvis yang
menyebabkan tarikan otot-otot detrusor kebawah untuk memulai kontraksinya.
Otot-otot perineal dan spingter eksterna berkontraksi secara volunter yang
mencegah urine masuk kedalam uretra atau menghentikan aliran saat berkemih
telah dimulai. Hal ini diduga merupakan kemampuan untuk mempertahankan
spingter eksterna dalam keadaan berkontraksi, dimana pada orang dewasa dapat
menahan kencing sampai ada kesempatan untuk berkemih. Setelah berkemih

19
uretra wanita kosong akibat gravitasi, sedangkan urine yang masih ada dalam
uretra laki-laki dikeluarkan oleh beberapa kontraksi muskulus bulbo kavernosus
(Tanagho,1995;Turek,1993).
Pada orang dewasa volume urine normal dalam kandung kemih yang
mengawali reflek kontraksi adalah 300-400 ml. Didalam otak terdapat daerah
perangsangan untuk berkemih di pons dan daerah penghambatan di mesensefalon.
Kandung kemih dapat dibuat berkontraksi walau hanya mengandung beberapa
milliliter urine oleh perangsangan volunter reflek pengosongan spiral. Kontraksi
volunter otot-otot dinding perut juga membantu pengeluaran urine dengan
menaikkan tekanan intra abdomen. Pada saat kandung kemih berisi 300-400cc
terasa sensasi kencing dan apabila dikehendaki atas kendali pusat terjadilah proses
berkemih yaitu relaksasi spingter (internus dan eksternus) bersamaan itu terjadi
kontraksi otot detrusor buli-buli. Tekanan uretra posterior turun (spingter)
mendekati 0 cmH2O sementara itu tekanan didalam kandung kemih naik sampai
40 cmH2O sehingga urin dipancarkan keluar melalui uretra (Rochani, 2000).

Bagan 1. Refleks dan kontrol volunter berkemih

20
3. Fimosis
3.1. Definisi
Fimosis adalah preputium penis yang tidak dapat di retraksi (ditarik) ke
proksimal sampai ke korona glandis. Sekitar 96 % anak laki-laki pada saat lahir
memiliki preputium yang tidak bisa di retraksi. Hal ini disebabkan adhesi alamiah
antara preputium dan glans dan karena kulit preputium yang sempit dan adanya
frenulum breve. Ini adalah phimosis fisiologis. Preputium secara bertahap dapat
di retraksi selama periode waktu mulai dari anak lahir sampai usia 16 tahun.
3.2. Etiologi
 Ada 3 kondisi yg menghalang preputium retraktil:
- Ujung preputium terlalu sempit utk melewati glans . Hal ini normal pada
anak-anak dan remaja
- Permukaan dalam preputium menyatu dg glans penis. Hal ini normal pada
anak-anak dan remaja tetapi patologis ada dewasa.
- Prenulum terlalu pendek sehingga preputium tdk retraktil secara sempurna
(frenulum breve)
 Fimosis patologis jarang terjadi dan penyebabnya bervariasi: balanitis, lichen
sclerosis (balanitis xerotican obliterans).
 Lichen Sclerosis adalah suatu penyakit yg penyebabnya tidak diketahui, yang
menyebabkan jaringan indurasi yang melingkar dan berwarna keputihan di sekitar
ujung preputium. Jaringan kaku ini menyebabkan preputium tdk retraktil.
 Fimosis dapat juga terjadi karena inflamasi kronis lainnya seperti
balanopostitis, kateterisasi berulang, usaha menarik preputium ke belakang yang
berlebihan.
 Fimosis dapat juga terjadi pada laki-laki DM yg tdk terkontrol, dimana kadar
gula yg tinggi pada urin akan menimbulkan infeksi pada preputium.
Beberapa penyebab fimosis adalah sebagai berikut:
- Infeksi bakteri
- Infeksi jamur
- Balanitis, posthitis atau balanoposthitis (peradangan dapat disebabkan oleh
gonore, trikomoniasis, sifilis, candida albicans, tinea, atau organism koliform;
dapat pula sebagai komplikasi dari dermatitis seperti psoriasis, atau dermatitis
kontak akibat celana, pemakaian kondom dan jeli kontrasepsi)

21
- Kebersihan (hygiene) alat kelamin yang buruk
- Kongenital

3.3. Klasifikasi
Terdapat dua jenis fimosis , yaitu fimosis fisiologis dan fimosis patologi.
1. Fimosis fisiologis
Fimosis dialami oleh sebagian besar bayi baru lahir karena terdapat adesi alamiah
antara prepusium dengan glans penis. Hingga usia 3-4 tahun penis tumbuh dan
berkembang dan debris yang dihasilkan oleh epitel prepusium (smegma)
mengumpul didalam prepusium dan perlahan-lahan memisahkan prepusium dari
glans penis. Ereksi penis yang terjadi secara berkala membuat prepusium
terdilatasi perlahan-lahan sehingga prepusium menjadi retraktil dan dapat ditarik
ke proksimal. Pada sebagian anak, prepusium tetap lengket pada glans penis,
sehingga ujung preputium mengalami penyempitan dan akhirnya dapat
mengganggu fungsi miksi/berkemih. (SMF urologi, 2010).
Preputium merupakan bagian kulit retaktil yang melapisi glans penis.
Preputium memiliki banyak fungsi antara lain fungsi protektif, erogenous, dan
imunologi. Selama bayi perkembangan preputium normalnya tidak retraktil
karena adanya hubungan sebelah dalam antara epitel preputium dengan glans
yang saling melekat. Preputium yang non-retraktil umunya terjadi pada anak-anak
laki-laki muda dan merupakan bagian perkembangan preputium yang normal.
Lebih dari setengah abad yang lalu telah dibuktikan bahwa preputium pada bayi
yang baru lahir kebanyakan non-retraktil, ketika usia 3 tahun lebih dari 10%
preputium masih non-retraktil. Bahkan pada anak-anak yang masih kecil
preputiumnya tidak dapat ditarik secara sempurna karena epitel dalam preputium
masih melekat pada glans penis hingga usia 6 tahun. Preputium akan dapat ditarik
secara perlahan-lahan akibat ereksi intermiten dan keratinisasi dari epitel dalam
preputium (MCgregor, 2007).
Fimosis fisiologis biasanya terdapat pliant (liat) yang tidak ditemukan bekas
luka parut pada orifisum prepuitum (MCgregor, 2007).
Perlekatan preputium akan rusak dan membentuk smegma dan menekan
lepasnya perlekatan antara epitel mukosa preputium dan glans penis. Preputium
normalnya tidak retraktil hingga usia 2 tahun Proses retraktilnya preputium terjadi
secara spontan dan tidak membutuhkan manipulasi. Fimosis fisiologi tidak

22
menimbulkan masalah kecuali jika menyebabkan obstruksi urin, hematuria dan
nyeri setempat ( Tidy, 2014).
2. Fimosis patologi
Fimosis patologi terjadi ketika gagalnya preputium untuk ditarik akibat adanya
skar pada distal preputium. Luka parut ini sering timbul sebagai cincin putih
jaringan fibrosa yang merekat pada sekeliling dari orifisium preputium
(MCgregor, 2007).
Biasanya fimosis patologi disebabkan oleh infeksi kronik dari preputium dan
glans (balanoposthitis).

Gambar 7. Foto A menggambarkan keadaan fimosisi fisiologis dan Foto B


menggambarkan keadaan fimosis patologi.

3.4. Epidemiologi
Hanya sekitar 4% bayi yang seluruh kulit preputiumnya dapat ditarik ke
belakang penis pada saat lahir, namun mencapai 90% pada saat usia 3 tahun dan
hanya 1-1,5% laki-laki berusia 17 tahun yang masih mengalami fimosis
kongenital. Walaupun demikian, penelitian lain mendapatkan hanya 20% dari 200
anak laki-laki berusia 5-13 tahun yang seluruh kulit preputiumnya dapat ditarik ke
belakang penis.
Secara umum insiden fimosis patologi adalah 1% dari laki-laki yg tdk
dikhitan. Insiden fimosis pada laki-laki remaja dan dewasa yang tidak dikhitan
dapat mencapai 50%. Umumnya anak laki-laki akan mengalami preputium yang
retraktil (dapat ditarik ke belakang melewati glans) pada usia 10 tahun dan 95%
pada usia 16-17 tahun. Fimosis dapat terjadi pada usia berapun. Insiden fimosis
usia 6-7 tahun : 8%. Turun menjadi 1% pada usia 16-18 tahun.

23
3.5. Faktor risiko
 Higiene alat kelamin yang buruk
 Laki-laki yang tidak disirkumsisi
 Peradangan kronik pada glasns penis dan kulit preputium
 Penarikan berlebihan kulit preputium

3.6. Patofisiologi
Menurut (Muslihatun,2010:161) fimosis dialami oleh sebagian besar bayi baru
lahir karena terdapat adesi alamiah antara preputium dengan glans penis. Sampai
usia 3-4 tahun, penis tumbuh dan berkembang. Debris yang dihasilkan oleh epitel
preputium (smegma) mengumpul di dalam preputium dan perlahan-lahan
memisahkan preputium dengan glans penis. Smegma terjadi dari sel-sel mukosa
preputium dan glans penis yang mengalami deskuamasi oleh bakteri yang ada di
dalamnya.
Ereksi penis yang terjadi secara berkala membuat preputium terdilatasi
perlahan-lahan sehingga preputium menjadi retraktil dan dapat ditarik ke arah
proksimal. Pada usia 3 tahun, 90% preputium sudah dapat diretraksi. Namun,
pada beberapa orang, preputiumnya tetap lengket pada glans penis sehingga
ujung preputium mengalami penyimpangan dan akhirnya dapat mengganggu
fungsi miksi. Biasanya nyeri dan pada ujung penis tampak menggelembung. Air
kemih yang tidak lancar, kadang-kadang menetes dan memancar dengan arah
yang tidak dapat diduga. Kalau sampai terjadi infeksi, orang ini akan merasa
nyeri setiap buang air kecil dan dapat pula disertai demam. Ujung penis yang
tampak menggelembung disebabkan oleh adanya penyempitan pada ujung
preputium karena terjadi perlengketan dengan glans penis yang tidak dapat ditarik
ke arah proksimal. Adanya penyempitan tersebut menyebabkan terjadi gangguan
aliran urin pada saat miksi. Urine terkumpul di ruang antara preputium dan glans
penis, sehingga ujung penis tampak menggelembung.

3.7. Patogenesis
Balanitis adalah peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi atau
kondisi kulit kronis. Kebersihan yang tidak tepat dapat menyebabkan iritasi kulit.
Baik pembersihan yang tidak adekuat maupun pembersihan yang terlalu banyak

24
bisa menambah masalah ini. Kondisi ini sering disebabkan oleh pertumbuhan
berlebih dari bakteri atau ragi. Preputium penis adalah tempat yang ideal bagi
organisme ini untuk tumbuh karena bisa menjebak kelembaban di sekitar kepala
penis. Luka pada ujung penis atau preputium bisa menyebabkan pembengkakan
dan ketidaknyamanan.
Balanopostitis kronis bisa menyebabkan jaringan parut. Jaringan parut di
bagian penis terbuka bisa menyebabkan pembukaan menyempit. Hal ini dapat
menyebabkan ketidaknyamanan yang berlangsung lama dan sulit buang air kecil.
Higiene yang buruk dan episode berulang dari balanitis atau balanoposthitis
menyebabkan jaringan parut pada lubang prutial, yang menyebabkan fimosis
patologis. Retraksi paksa kulit preputium mengarah ke microtears pada lubang
prutial yang juga menyebabkan jaringan parut dan phimosis. Orang tua berisiko
terkena phimosis akibat hilangnya elastisitas kulit dan ereksi yang jarang terjadi.
Pasien dengan phimosis, baik fisiologis maupun patologis, berisiko
mengembangkan paraphimosis saat kulup ditarik secara paksa melewati kelenjar
dan / atau pasien atau perawat lupa mengganti kulup setelah pencabutan. Tindik
penis meningkatkan risiko pengembangan paraphimosis jika rasa sakit dan
pembengkakan mencegah pengurangan kulup yang ditarik. Seiring waktu,
penurunan aliran vena dan limfatik ke kelenjar menyebabkan pembengkakan
vena dan pembengkakan memburuk. Seiring berkembangnya pembengkakan,
suplai arteri terganggu, menyebabkan infark / nekrosis penis, gangren, dan
akhirnya, autoamputasi.

3.8. Manifestasi klinis


Fimosis menyebabkan gangguan aliran urin berupa sulit buang air kecil,
pancaran urin kecil, menggelembungnya ujung preputium pada saat mikso, dan
menimbulkan retensi urin. Higienis lokal yang kurang bersih menyebabkan
terjadinya infeksi pada preputium (postitis), infeksi pada glans penis (balanitis),
atau infeksi pada glans dan preputium penis (balanopostitis). Terkadang terdapat
juga benjolan lunak di ujung penis yang disebut dengan korpus smegma, yaitu
timbunan smegma di dalam sakus preputium penis. Smegma terjadi dari sel-sel
mukosa preputium dan glans penis yang mengalami deskuamasi oleh bakteri yang
ada di dalamnya.

25
3.9. Diagnosis banding
Balanopostitis, karsinoma penis, selulitis.

3.10. Algoritma penegakan diagnosis


Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan
Keluhan umumnya berupa gangguan aliran urin seperti:
a. Nyeri saat buang air kecil.
b. Mengejan saat buang air kecil.
c. Pancaran urin mengecil.
d. Benjolan lunak di ujung penis akibat penumpukan smegma.
Faktor Risiko :
a. Hygiene yang buruk.
b. Episode berulang balanitis atau balanoposthitis menyebabkan skar pada
preputium yang menyebabkan terjadinya fimosis patalogis.
c. Fimosis dapat terjadi pada 1% pria yang tidak menjalani sirkumsisi.
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)
Pemeriksaan Fisik :
a. Preputium tidak dapat diretraksi keproksimal hingga ke korona glandis.
b. Pancaran urin mengecil.
c. Menggelembungnya ujung preputium saat berkemih.
d. Eritema dan udem pada preputium dan glans penis.
e. Pada fimosis fisiologis, preputium tidak memiliki skar dan tampak sehat.
f. Pada fimosis patalogis pada sekeliling preputium terdapat lingkaran fibrotik.
g. Timbunan smegma pada sakus preputium.
Pemeriksaan laboratorium dilakukan seperti halnya kasus yang lain, seperti
pemeriksaan darah dan urinalisis. Untuk pasien yang tidak disirkumsisi apabila
ingin memeriksa urinalisis, pada saat pengambilan urin harus diperhatikan
preputiumnya jangan sampai membuat pencemaran saat pengambilan urin, bisa
dilakukan penarikan sedikit pada preputiumnya. Dan biasanya apabila ingin
melihat adanya infeksi tetap dilakukan kultur agar dapat diketahui kuman apa
yang menginfeksi. Selain itu juga perlu dilakukan pemeriksaan USG pada penis,
dan pemeriksaan penunjang lainnya.

26
3.11. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan pada kasus fimosis, yang pada
kasus disebabkan oleh infeksi glans penis dan preputium dapat dilakukan
urinalisis, pemeriksaan urin secara maksroskopis, miskroskopis, dan kimia. Selain
itu, untuk melihat anatomi organ dalam saluran kemih dapat digunakan
pemeriksaan radiologi.

3.12. Penatalaksanaan
Tidak dianjurkan melakukan retraksi yang dipaksakan pada fimosis karena
dapat menimbulkan luka dan terbentuk sikatriks pada ujung preputium yang
menyebabkan fimosis sekunder. Pada fimosis patologis, dapat diberikan obat
topikal steroid dalm bentuk salep 2 kali sehari selama 6-8 minggu. Steroid dapat
melembutkan preputium yang keras sehingga preputium dapat direktraksi.
Setelah preputium tidak keras lagi, pemberian steroid dapat dihentikan, dapat
dilakukan retrakrsi menual, seperti saat mandi air hangat dan buang air kecil.
Kortikoteroid yang paling umum digunakan adalah hydrocortisone 2.5 %,
betamethasone 0.05%, triamcinolone 0.01%, fluticasone propionate 0.05%. pada
pasien yang gagal terapi steroid atau yang mempunyai fimosis patologis, nyeri
pada saat ereksi, infeksi traktus urinarius yang berulang, atau balanopostitis
direkomendasikan untuk konsultasi dengan dokter spesialis urologi untuk
dilakukan sirkumsisi.
Pada fimosis yang menimbulkan keluhan miksi, menggelembungnya ujung
preputium pada saat miksi, atau fimosis yang disertai dengan infeksi postitis
merupakan indikasi untuk dilakukan sirkumsisi. Sebelumnya, balanitis atau
postitis harus diberi antibiotik.

3.13. Prognosis
Bonam, apabila dirawat dengan baik dan benar. Pembedahan diindikasikan
bila pengobatan konservatif tidak memberikan hasil yang tepat. Sirkumsisi adalah
intervensi bedah yang memecahkan masalah. Banyak pria takut untuk mengobati
phimosis dengan operasi, menunjukkan bahwa ini bisa mempengaruhi sisa
kehidupan seks mereka. Bahkan, operasi ini sangat sederhana dan relatif tidak
berbahaya untuk kesehatan.

27
3.14. Komplikasi
 Infeksi saluran kemih berulang karena penumpukan smegma
 Disfungsi berkemih
 Parafimosis atau balanitis rekuren
 Retensi urin
 Pembengkakan/radang pada ujung kemaluan
 Kanker penis

3.15. Pencegahan dan edukasi


 Tidak dianjurkan melakukan retraksi yang dipaksakan, karena dapat
menimbulkan luka dan terbentuk sikatriks pada ujung prepusium sehingga
akan terbentuk fimosis sekunder (SMF urologi, 2010).
 Pada kasus fimosis fisiologi tidak perlu dilakukan retraksi paksa karena dapat
menjadi fimosis patologi.

3.16. SKDI

Kompetensi untuk fimosis adalah 4A. Lulusan dokter dapat memperlihatkan


keterampilannya tersebut dengan menguasai seluruh teori, prinsip, indikasi,
langkah-langkah cara melakukan, komplikasi, dan pengendalian komplikasi.
Selain pernah melakukannya di bawah supervisi, pengujian keterampilan tingkat
kemampuan 4 dengan menggunakan Workbased Assessment misalnya mini-CEX,
portfolio, logbook, dsb.

4. Balanopostitis
Balanitis adalah inflamasi superfisial glans penis, sedangkan postitis adalah
inflamasi preputium penis. Kedua keadaan itu terjadi bersamaan sehingga menjadi
balanopostitis. Balanopostitis dapat disebabkan oleh infeksi bakteria, maupun
candida dan iritasi dari iritan eksterna. Seringkali terjadi pada anak usia 2 sampai 5
tahun dan terjadi biasanya karena hygiene yang kurang baik. Pada balanopostitis,
eringkali dikeluhkan adanya iritasi, kemerahan, aksudat, dan edema glans dan
permukaan dalam preputium. Penting dicatat bahwa balanopostitis seringkali
disangka sebagai penyakit menular seksual pada anak.

28
Infeksi dengan etiologi infeksi streptokokus ditandai dengan eksudat tipis,
purulent pada sulkus korona glandis, tanpa disertai adanya discharge uretra, yang
bisa bersamaan dengan infeksi tenggorok. Test rapid untuk streptococcus dan
disusul kultur secret, sangat diperlukan untuk menegakkan diagnosis streptokokus.
Oleh karena kebanyakan kasus disebabkan oleh hygiene yang kurang baik,
balanopostitis dapat sembuh dengan pembersihan lokas sederhana, dan selain itu
dapat diberikan krim hidrokortison 0,5% dan salep antibiotic dua kali sehari. Jika
terbukti penyebabnya streptokokus, dianjurkan pemberian ampisilin sistemik. Jika
keadaan ini berulang, sebaiknya setelah infeksi dianjurkan untuk sirkumsisi.

Balanitis balanitis erosif


akibat infeksi mikroba
campuran yang
berkembang menjadi
ulserasi gangren pada penis
yang mirip dengan lesi
yang terlihat pada noma
jaringan mulut.
Erosi balanitis
gangrenous kelenjar
penis menyebabkan
kehancuran yang
cepat, diyakini karena
kondisi yang terus-
menerus tidak higienis
bersamaan dengan
infeksi spirochetal
sekunder.

Gambar 8. Klasifikasi Balanopostitis


4.1 Manifestasi Klinis

Gejala dari balonopostitis meliputi nyeri dan gatal disekitar penis, kemerahan,
preputium melekat pada glans, dan bengkaknya penis.

29
Tabel 2. Manifestasi klinis, etiologi, dan tatalaksana Balanopostitis

30
4.2 Penatalaksanaan Balanopostitis dan Fimosis pada kasus
1. Balanoposthitis
- Pemberian kream ropikal kortikosteroid dan antibiotik oral diberikan pada
pasien akut bacterial balanopostitis. Obat generasi pertama cephalosporin
atau penisilin diberikan karena Group A beta hemolitik Streptokokkus
merupakan jenis bakteri yang umum menyebabkan balanopostitis (Hayashi,
2011)
2. Fimosis
- Fimosis disertai balanitis xerotica obliterans dapat diberikan salep
dexamethasone 0,1% yang dioleskan 3/4 kali, dan diharapkan setelah 6
minggu pemberian prepusium dapat diretraksi spontan (SMF urologi, 2010)
. Tropikal kortikosteroid dapat memberikan hasil yang baik pada luka parut
yang ringan (MCgregor, 2007).

Gambar 9. Balanitis xerotika obliterans

31
- Dari 95 pasien yang diperiksa ( 43 pasien fimosis sempurna (A), 34 pasien
fimosis yang tampak MUE (B), 6 pasien yang tampak setengah glans(C),
12 pasien fimosis dengan glans tidak timbul sempurna(D)) 50% pasien A,
64,2% pasien B dapat diretraksi selama pengobatan 1 bulan dengan topical
kortikosteroid (Marques, 2005)..

Gambar 10. Empat derajat fimosis pada pasien


- Dapat dilakukan bedah plastic dengan cara insisi preputium, sikumsisi
sebagian, pelepasan perlekatan, pemendekan frenulum dan meatoplasti.
Terapi ini tidak dianjurkan karena dapat terjadi fimosis berulang
(Tidy,2014).
- Fimosis dengan keluhan miksi, menggelembungnya ujung prepusium pada
saat miksi atau infeksi postitis merupakan indikasi untuk dilakukan
sirkumsisi, dimana pada fimosis disertai balanitis / postitis harus diberikan
antibiotika terlebih dahulu (SMF urologi, 2010).
- Sunat dorsumsisi (Dorsal slit), insisi longitudinal dari dorsal kulit
preputium, digunakan untuk melepas parafimosis atau balannitis yang berat
dengan retensi urin ketika preputium tidak dapat diretraksi dengan mudah.
Sirkumsisi emergent tidak dipilih karena sulit secara teknik akbita edema
yang massif dan dapat berisiko besar terhadap infeksi setelah operasi
(Hayashi, 2011).
- Preputioplasti dapat pula dilakukan pada pasien fimosis patologi.
Preputioplasti merupakan teknik insisi preputium yang masih menyisahkan
bebrapa bagian preputium. Bagian proksimal jaringan cicin fibrosa yang
melekat dipotong longitudinal ke meatu preputium kemudian dijahit secara
transversal (Hayashi, 2011).

32
Gambar 11. Triple-insisi preputioplasti

3. Resep

Dr. Machlery Agung p


SID : 0045/2022
SIP : 0134/2023
Senin-kamis, 15:00-22:00 WIB
Jalan padat karya lr. Harapan No. 03 Baturaja

Baturaja, 22 mei 2017

R/ Dexametasone 0,1%
mf Cream
SUE

R/ Cepalosporin 500 mg tab no.XX


S b dd Tab I pc

Pro : Tn. Albert (40 tahun)

4.3 Pencegahan dan edukasi Balanopostitis


 Menjaga personal hygiene terutama penis dan tidak mencuci penis dengan
banyak sabun (SMF urologi, 2010).

33
 Tidak melakukan sek bebas karena risiko infeksi gonorrhea dan sifflis serta
dapat mengakibatkan radang akibat kontak fisik.
 Menjaga kondisi imun tubuh dengan baik dengan cara pemberian gizi yang
seimbang.

7. TABEL KETERBATASAN PENGETAHUAN


How I
Topik What I Don’t What I Have
No What I Know Will
Pembelajaran Know to Prove
Learn
1. Anatomi dan Organ-organ yang
Histologi Saluran terlibat di dalam
Kemih pengeluaran urin
dan struktur
histologinya
2. Fisiologi buang Mekanisme
air kecil pengaturan buang
air kecil
3. Fimosis patologi Definisi, etiologi, Tatalaksana
patogenesis, fimosis Jurnal
patofisiologi, patologis pada Textbook
tatalaksana, pasien laki- Internet
pencegahan dan laki dewasa Pakar
edukasi, prognosis,
serta SKDI
4. Blanopostitis Definisi, etiologi, Tatalaksana
patogenesis, balanopostitis
patofisiologi, pada pasien
tatalaksana, laki-laki
pencegahan dan dewasa
edukasi, prognosis,
serta SKDI

34
8. SINTESIS
Tn. Albert, 40 tahun, memiliki kebiasaa hyegene yang buruk serta beberapa kali
berhubungan seks dengan pekerja seks komersial. Kedua hal ini menjadi faktor pencetus
terjadinya infeksi di glans dan preputium atau yang disebut dengan balanopostitis.
Kejadian balanopostitis ini sudah terjadi sejak satu tahun yang lalu dengan gejala nyeri
dan kemerahan pada glans dan preputium serta terbentukya nanah akibat proses
peradangan sehingga mengundang leukosit dan neutrofil untuk menyerang kuman yang
masuk. Balanopostitis yang kronis menimbulkan skar pada preputium sehingga mukosa
preputium lengket dengan glans penis. Keadaan ini disebut fimosis, yaitu preputium
tidak bisa retraksi melewati glans penis. Fimosis menimbulkan gejala seperti pancaran
kecil saat buang air kecil, sulit buang air kecil, glans mengembang saat buang air kecil,
dan urin bersisa disekitar glans dan preputium. Urin yang bersisa ini menyebabkan
infeksi saluran kemih yang ditandai dengan terdapatnya leukosit penuh pada
pemeriksaan urinalisis.

35
9. KERANGKA KONSEP

Riwayat Hubungan Seks


Hygiene yang Buruk dengan PSK

Infeksi di Glans
ISK
Penis dan
Preputium Nyeri dan Kemerahan pada
Glans dan Preputium
Urinalisis :
Balanopostitis
Leukosit Penuh
Kronis
Terbentuk Nanah

Fimosis Pembentukan Skar

Preputium Tidak Dapat Perlekatan Mukosa


Ditarik (Non-retraktil) Preputium dengan Glans

Orificium Preputium
Menyempit

Urin Bersisa disekitar Glans Mengembang Sulit BAK Pancaran kecil


Glans dan Preputium saat BAK saat BAK
10.
Setelah BAK

36
10. KESIMPULAN
Tn. Albert menderita fimosis patologis et causa balanopostitis kronis disertai infeksi
saluran kemih.

37
DAFTAR PUSTAKA
Ganong. 1983. Berkemih. Dalam Fisiologi Kedokteran (Review of Medical Physiology).
Jakarta : EGC.
Ghory, Hina Z dan Sharma, Rahul. Phimosis and paraphimosis. 2016. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/777539-overview#a2
Guyton, A.C. and Hall, J.E., 2006. Textbook of Medical Physiology, 11th ed. Philadelphia,
PA, USA: Elsevier Saunders.
Hall, John E. 2011. Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology 12th Edition. United
States: Elsevier.
Hayashi, Yutaro . Prepuce: Phimosis, Paraphimosis, and Circumcision, The Scientific World
JOURNAL (2011) 11, 289–301.
Huang, Craig J. 2009. Clinical Pediatric Emergency Medicine: Problems of the Foreskin and
Glans Penis dalam http://www.hkmacme.org/course/2009bw06-05-
00/id%20cs_jun.pdf diakses pada 23 Mei 2017
Marques, Tatiana .C. Treatment Of Phimosis With Topical Steroids And Foreskin Anatomy,
International Braz J Urol Official Journal of the Brazilian Society of Urology
Vol. 31 (4): 370-374, July - August, 2005.
McGregor TB, Pike JG, Leonard MP. Pathologic and physiologic phimosis: approach to the
phimotic foreskin, Canadian Family Physician • Le Médecin de famille canadien
Vol 53, 2007.
Osipov, Vladimir O dan Acker, Scott M. 2016. Balanoposthitis. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/1124734-overview#a5
Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter. 2014. Ginjal dan Saluran Kemih: Fimosis. Jakarta: Bina
Upaya Kesehatan

Pandya, Ipsa. 2014. Approach to Balanitis/Balanoposthitis: Current Guideline. Availabled at


: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4553848/

Pedoman Diagnosis dan Terapi SMF Urologi. 2010. Divisi Pediatric Urology: Fimosis.
Malang: FK Universitas Brawijaya

Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2013. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta: EGC

Purnomo, Basuki. Dasar-dasar Urologi. Ed 2. Jakarta. Penerbit CV Sagung Seto. 2008


Price, SW dan Wilson, LM. Patofisiologi. Edisi 6. Volume 1. Jakarta : EGC. 2005

38
Riedmiller, et all. 2001. EAU Guidelines on Paediactric Urology: Phimosis dalam
http://www.urology-textbook.com/phimosis.html diakses pada 23 Mei 2017

Sherwood, Lauralee. 2016. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: ECG.

Silverthorn. 2001. Human Physiology An Integrated Approach. Second Edition.

SMF Urologi RSU Dr.saiful Anwar. Pedoman Diagnosis dan Terapi SMF Urologi RSU Dr.
Saiful Anwar Malang, SMF Urologi RSU Saiful Anwar Malang , 2010.
Terlecki, Ryan P dan Santucci, Richard A. Phimosis, Adult Circumcision, and Buried Penis.
2015. Available at http://emedicine.medscape.com/article/442617-treatment.
Tidy, Colin. 2014. Phimosis and Paraphimosis, http://patient.info/doctor/phimosis-and-
paraphimosis (diakses tanggal 22 mei 2017) .
Tim Penyusun. 2014. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Primer. Dalam : http://fk.unila.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/PPK-Dokter-
di-Fasyankes-Primer.pdf. Diakses pada 22 Mei 2017.

Treacy, C. (2014). Anatomy and physiology of Erection and Sexual Response; Common
causes & co-morbidities associated with ED. Paper presented at the British
Association of Urological Nurses (BAUN), 09-09-2014, Homerton University
Hospital, London, UK

Turek PJ, Savage EB. 1993. Kidney and Urinary Tract Physiology. Dalam Essensials

39

Anda mungkin juga menyukai