ORYZA
DR. REZA | DR. RESTHIE | DR. CEMARA | DR. JELITHA | DR. RYNALDO
OFFICE ADDRESS:
Jl padang no 5, manggarai, setiabudi, jakarta selatan Medan :
(belakang pasaraya manggarai) Jl. Setiabudi no. 65 G, medan
phone number : 021 8317064 Phone number : 061 8229229
pin BB D3506D3E / 5F35C3C2 Pin BB : 24BF7CD2
WA 081380385694 / 081314412212 Www.Optimaprep.Com
I L MU
P E N YA K I T
DALAM
1. Terapi Hipertensi Pada Usia Lanjut
• Hipertensi pada usia lanjut:
– Hipertensi diatas usia 65 tahun
• Hipertensi pada usia sangat lanjut:
– Hipertensi yang terjadi pada usia diatas 80 tahun
– HYVET (Hypertension in the very elderly trials):
• Usia diatas 80thn
• TD sistolik saat duduk 160-199
• TD diastolik saat duduk ≤ 109
• TD sistolik saat berdiri >140
– Target TD belum dapat ditentukan, tapi HYVET merekomendasikan TD
< 150/80
• Patients-specific, accounting comorbidities
• Pada kedua populasi tersebut, dengan pengobatan, maka resiko
terjadinya komplikasi kardiovaskular, terutama stroke dan gagal
jantung dapat dikurangi
http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMoa0801369#t=article
http://www.hyvet.com/pro/Slideset2.asp
1. Terapi Hipertensi Pada Usia Lanjut
1. Hypertension in Elderly
• Initial drug choice of hypertension in elderly
population should be diuretics or CCB.
• ACEi or ARB could be used but have less favorable
outcome than diuretics or CCB.
• ACEi altered changes of angiotensin I to
angiotensin II
• ARB blocks angiotensin receptors
• CCB inhibit slow Ca channel
• Diuretics inhibit sodium and chloride
reabsorbtion in distal tubule (thiazide)
Calsium Channel Blocker
Klasifikasi
1. Hipertensi (JNC VIII)
Acuan Terapi Berdasarkan Komorbid
Golongan Obat Anti Hipertensi
2. Penyakit Ginjal
http://acutemed.co.uk/diseases/ACS+%28Acute+Coronary+Syndrome%29
3. Sindrom Koroner Akut
Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. Lipincott Williams & Wilkins; 2011.
3. Sindrom Koroner Akut
• Gejala khas
– Rasa tertekan/berat di bawah dada, menjalar ke lengan
kiri/leher/rahang/bahu/ulu hati.
– Dapat disertai berkeringat, mual/muntah, nyeri perut, sesak napas, & pingsan.
• Angina stabil:
– Umumnya dicetuskan aktivtas fisik atau emosi (stres, marah, takut),
berlangsung 2-5 menit,
– Angina karena aktivitas fisik reda dalam 1-5 menit dengan beristirahat &
nitrogliserin sublingual.
• Hasil lab:
• Dibagi menjadi : – Anemia NN
– Primer : tanpa adanya – Retikulositosis (>2%)
underlying disease – Peningkatan LDH
– Sekunder: ada underlying – Peningkatan bil.indirek
diseas, seperti limfoma, – Direct antiglobulin test (DAT)/
Evans syndrome, SLE, Coombs test untuk
antiphospholipid membedakan anemia
syndrome, IBD. hemolitik autoimun dengan
non-autoimun.
Hematology: basic& principle practice, Ed.6
4. Komponen
Darah
Indikasi whole blood:
• Perdarahan akut dengan hipovolemia
• Transfusi Tukar (Exchange transfusion)
• Pengganti darah merah endap (packed red
cell) saat memerlukan transfusi sel darah
merah
Indikasi PRC:
• Pengganti sel darah merah pada anemia
• Anemia karena perdarahan akut (setelah
resusitasi cairan kristaloid atau koloid)
Indikasi washed erythrocyte:
• Transfusi masif pada neonatus sampai usia < 1 tahun
• Penderita dengan anti-IgA atau defisiensi IgA dengan
riwayat alergi transfusi berat
• Riwayat reaksi transfusi berat yang tidak membaik
dengan pemberian premedikasi
• Penderita dengan reaksi terhadap protein plasma
darah transfusi (pada pasien dengan Coombs test
positif)
Indikasi FFP:
• Defisiensi faktor koagulasi (penyakit hati, overdosis
antikoagulan-warfarin, kehilangan faktor koagulasi
pada penerima transfusi dalam jumlah besar)
• DIC
• TTP
Indikasi trombosit konsentrat:
• Perdarahan akibat trombositopenia atau gangguan
fungsi trombosit
• Pencegahan perdarahan karena trombositopenia
(gangguan sumsum tulang) kurang dari 10.000 /micro
liter
Indikasi Cryoprecipitate:
• Alternatif terapi F VIII konsentrat pada defisiensi :
– Faktor von Willebrand (von Willebrand’s disease)
– Faktor VIII (hemofilia A)
– Faktor XIII
• Sumber fibrinogen pada gangguan koagulopati dapatan
misalnya DIC
Type Descriptions Indications
Whole • Up to 510 ml total volume • Red cell replacement in acute blood loss
blood • Hb ± 12 g/ml, Ht 35%–45% with hypovolaemia
• No functional platelets • Exchange transfusion
• No labile coagulation factors (V & VIII) • Patients needing red cell transfusions
where PRC is not available
PRC • 150–200 ml red cells from which most of the • Replacement of red cells in anaemic
plasma has been removed patients
• Hb ± 20 g/dL (not less than 45 g per unit) • Use with crystalloid or colloid solution
• Ht: 55%–75% in acute blood loss
FFP • Plasma separated from whole blood within 6 • Replacement of multiple coagulation
hours of collection and then rapidly frozen to factor
–25°C or colder • deficiencies,
• Contains normal plasma levels of stable • DIC
clotting factors, albumin & immunoglobulin • TTP
Platelet Single donor unit in a volume of 50–60 ml of • Treatment of bleeding due to:
conc. plasma should contain: — Thrombocytopenia
At least 55 x 10 9 platelets, <1.2 x 109 red cells, — Platelet function defects
<0.12 x 109 leucocytes • Prevention of bleeding due to
thrombocytopenia.
Cryopresi • Prepared by resuspending FFP presipitate. Treatment of vWD, Haemophilia A, FXIII
pitate • Contains about half of the Factor VIII and def, source of fibrinogen acquired
fibrinogen in the donated whole blood. coagulopathies (DIC)
4. Reaksi Transfusi
5. Demam Tifoid
Gejala dan Tanda Klinis
• demam persisten
• nyeri kepala
• gejala abdomen (biasanya berupa nyeri
epigastrium, diare atau konstipasi), mual, muntah
• bradikardi relatif,
• lidah yang tremor dan berselaput
• meteorismus.
• hepatomegali, splenomegali
43
Patofisiologi Demam Tifoid
Tubex TF
• Deteksi IgM anti lipopolisakarida O9 dari Salmonella serogroup D (salah satunya
S. typhi).
• Positif setelah hari ke 3-4.
A Comparative Study of Typhidot and Widal Test in Patients of Typhoid Fever. JIACM 2004; 5(3): 244-6.
Pilihan Antibiotik Untuk Demam Tifoid
(WHO 2011)
5. Demam Tifoid
• Tatalaksana
– Kloramfenikol, DOC di Indonesia (Buku ajar IPD), 4x500 mg/hari
sd 7 hari bebas demam.
– Kotrimoksazol 2x480 mg selama 2 minggu, efektivitas hampir
sama dengan kloramfenikol.
– Ampisilin & amoksisilin, 50-150 mg/kgBB, selama 2 minggu,
kemampuan menurunkan demam lebih rendah dari
kloramfenikol.
– Ceftriakson, 3-4 g dalam 100 mL dekstrosa, infus dalam ½ jam,
1x/hari, selama 3-5 hari.
– Siprofloksasin 2x500 mg/hari selama 6 hari.
Golongan Fluorokionolon:
- Norfloksasin 2x400mg/hari selama 14 hari
- Siprofloksasin 2x500mg selama 6 hari
- Ofloksasin 2x400 mg/hari selama 7 hari
- Pefloksasin 400 mg/hari selama 7 hari
- Fleroksasin 400 mg/hari selama 7 hari
51
6. Diabetes Mellitus
• Kriteria diagnosis DM:
1. Glukosa darah puasa ≥126 mg/dL. Puasa adalah kondisi
tidak ada asupan kalori minimal 8 jam, atau
Diagnostic criteria and severity assessment of acute cholecystitis: Tokyo Guidelines. J Hepatobiliary Pancreat Surg. 2007 Jan; 14(1): 78–82.
PENYAKIT HEPATOBILIER
Lokasi Nyeri Anamnesis Pemeriksaan Pemeriksaan Diagnosis Terapi
Fisis Penunjang
Urea breath test (+): H.
pylori
Membaik dgn makan PPI: ome/lansoprazol
Endoskopi:
Nyeri epigastrik (ulkus duodenum), H. pylori:
Tidak spesifik eritema (gastritis akut) Dispepsia
Kembung Memburuk dgn makan klaritromisin+amoksili
atropi (gastritis kronik)
(ulkus gastrikum) n+PPI
luka sd submukosa
(ulkus)
Prodromal (demam,
Nyeri kanan atas/ Transaminase, Serologi
malaise, mual) Ikterus, Hepatomegali Hepatitis Akut Suportif
epigastrium HAV, HBSAg, Anti HBS
kuning.
Risk: Female, Fat,
Fourty, Hamil Nyeri tekan abdomen
Nyeri kanan atas/ USG: hiperekoik dgn Kolesistektomi
Prepitasi makanan Berlangsung 30-180 Kolelitiasis
epigastrium acoustic window Asam ursodeoksikolat
berlemak, Mual, TIDAK menit
Demam
Resusitasi cairan
Nyeri epigastrik/ USG: penebalan dinding
Mual/muntah, AB: sefalosporin gen.
kanan atas menjalar Murphy Sign kandung empedu Kolesistitis
Demam 3 + metronidazol
ke bahu/ punggung (double rims)
Kolesistektomi
9. Demam Berdarah
• Dengue merupakan infeksi yang disebabkan
oleh virus dengue dan dibawa oleh nyamuk
sebagai vektor penyakitnya. Infeksi ini banyak
ditemukan di daerah tropis dan subtropis,
terutama di negara-negara berkembang.
Insidensi dengue bertambah tiap tahunnya.
WHO mencatat sekitar 50-100 juta orang
terinfeksi dengue tiap tahunnya.
• Infeksi dengue dicurigai apabila ditemukan demam
tinggi (40° C) diikuti 2 dari gejala berikut : nyeri kepala,
nyeri di belakang mata, nyeri otot dan sendi, mual,
muntah, atau timbul bintik merah. Gejala ini muncul
selama 2-7 hari setelah 4-10 hari dari pertama gigitan
nyamuk yang terinfeksi.
• Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue (DENV)
merupakan virus penyebab demam dengue. DENV
merupakan virus RNA dari family Flaviviridae, genus
Flavivirus. DENV mempunyai 4 serotipe yang
kesemuanya dapat menyebabkan demam dengue,
yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4.
Infeksi Dengue
Fase-fase infeksi dengue.WHO
Shock
Bleeding
• Transfusi trombosit:
• Hanya diberikan pada
DBD dengan
perdarahan masif (4-5
ml/kgBB/jam) dengan
jumlah trombosit
<100.000/uL, dengan
atau tanpa DIC.
• Pasien DBD
trombositopenia tanpa
perdarahan masif tidak
diberikan transfusi
trombosit.
Primary infection: Secondary infection:
• IgM: detectable by days 3–5 after the onset of • IgG: detectable at high levels in the initial phase,
illness, by about 2 weeks & undetectable after persist from several months to a lifelong period.
2–3 months.
• IgG: detectable at low level by the end of the first • IgM: significantly lower in secondary infection
week & remain for a longer period (for many cases.
years).
Infeksi Sekunder
9. Infeksi Dengue
• Secara laboratoris, kasus DBD diklasifikasikan
menjadi:
– presumtif positif/kemungkinanan demam dengue:
apabila ditemukan kriteria klinis infeksi dengue, uji
hemaglutinasi inhibisi ≥1:1280 dan/atau IgM
antidengue positif, atau pasien berasal dari daerah
yang pada saat yang sama ditemukan kasus confirmed
dengue infection
– confirmed DBD (pasti DBD): deteksi antigen dengue,
peningkatan titer antibodi >4 kali pada pasangan
serum akut, dan/atau isolasi virus.
http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/640/treatment/step-by-step.html
Kapan perlu dilakukan pembedahan
pada abses hepar?
• Bila disertai ruptur abses dan peritonitis
• Dengan abses multiloculated dan diameter
abses >5 cm
• Tidak respons dengan antibiotik atau drainase
perkutan
• Dengan kelainan pada saluran bilier
http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/640/treatment/step-by-step.html
11. Asma
• Pemeriksaan faal paru bermanfaat untuk
diagnosis, menilai berat asma, memonitor
keadaan asma, & menilai respons pengobatan.
• Acetylcholinesterase inhibition
accumulation of acetylcholine &
overstimulation of acetylcholine
receptors in synapses of the
autonomic nervous system, CNS,
and neuromuscular junctions
DUMBELS.
• CDC:
– Dosis awal atropin untuk dewasa 1-2 mg, untuk anak
0,01 mg/kg (minimum 0,01 mg), diberikan IV. Jika
tidak bisa IV, boleh via IM, SK, ETT.
– Dosis diulang tiap 15 menit sampai sekret & keringat
berlebih terkontrol.
– Dosis pralidoksim untuk dewasa 1 g, anak 25-
50mg/kg. Diberikan IV selama 30-60 menit.
14. Efusi Pleura
14. Efusi Pleura
• Perbedaan eksudat
dengan transudat
– Tes rivalta: prinsipnya,
cairan yang mengandung
protein akan mengendap
pada pH 4-5
Transudat Eksudat
Rivalta - +
Kriteria light - +
1/lebih:
LDH cairan pleura/LDHserum >0,6
LDH cairan >2/3 LDH serum
Protein pleura/Protein serum >0,5
14. Efusi Pleura
Fungsi: meminimalkan
gesekan antar-pleura
1.Strasinger SK, Di Lorenzo MS. Serous fluid. Urinalysis and body fluids. 5th ed. Philadelphia: F.A. Davis Company; 2008. p.221-32.
2.Light RW. Physiology of the pleural space. In: Light RW, ed. Pleural diseases. 6th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2013:8-17.
3.Mundt LA, Shanahan K. Serous body fluid. Graff’s Text book of urinalysis and body fluids. 2nd ed. Philadelphia: Lippincott Willams & Wilkins; 2011. p.241-52.
14. Efusi Pleura
Tekanan hidrostatik kapiler
mendorong cairan ke
ekstravaskular
Permeabilitas kapiler
Contoh: inflamasi/infeksi
Aliran Limfatik
Contoh: obstruksi (keganasan),
destruksi (radioterapi)
Tekanan onkotik
Contoh: hipoalbuminemia
1.Strasinger SK, Di Lorenzo MS. Serous fluid. Urinalysis and body fluids. 5th ed. Philadelphia: F.A. Davis Company; 2008. p.221-32.
2.Light RW. Physiology of the pleural space. In: Light RW, ed. Pleural diseases. 6th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2013:8-17..
14. Efusi Pleura
14. Efusi Pleura
14. Efusi Pleura
• Classical radiologic signs are consistent with a dependent opacity with lateral upward sloping of a
meniscus-shaped contour. The diaphragmatic contour is partially or completely obliterated, depending
on the amount of collected fluid (silhouette sign). In case of massive effusion, all the hemi -thorax can be
filled and mediastinum can be shifted contra laterally.
14. Efusi Pleura
• Kerusakan hepar
metabolisme ammonia
menurun kadar
ammonia meningkat
16. Ensefalopati Hepatikum
16. Ensefalopati Hepatikum
• Lactulose
– first-line therapy of HE
– menurunkan pH kolon dan mengganggu uptake glutamin
pada mukosa usus menurunkan sintesis dan absorbsi
amonia.
• Antibiotic (rifaximin, neomycin)
– menghambat glutaminase mukosa saluran cerna
menurunkan produksi amonia di usus.
• Sodium benzoat
– berinteraksi dengan glisin membentuk hipurat, senyawa
yang membutuhkan amonia ketika diekskresi di renal.
17. Aritmia
Atrial fibrilasi
Ventricular tachycardia:
The rate >100 bpm
Broad QRS complex (>120 ms)
Regular or may be slightly irregular
Mekanisme fibrilasi atrial
17. Aritmia
• AF berpotensi berbahaya karena:
1. HR yang terlalu cepat menurunkan preload sehingga curah jantung
menurun,
2. Kontraksi atrium yang ireguler mengakibatkan stasis di atrium trombus
embolisasi stroke
• Klasifikasi AF:
– Paroksismal:
• Episode < 48 jam.
• Sekitar 50% kembali normal dalam 24 jam.
– Persisten:
• Episode 48 jam s.d. 7 hari
• Diperlukan kardioversi untuk kembali ke irama sinus
– Kronik/permanen
• Berlangsung lebih dari 7 hari
• Dengan kardioversi pun sulit kembali ke irama sinus.
Proliferate in the
bloodstream or
extracellularly within organ
Disseminate
hematogenously to all
organs
Chvostek sign
• Tap facial nerve
twitching of lip
and spasm of
facial muscles
Tatalaksana
• Hipokalsemia ringan tanpa gejala
• suplementasi kalsium oral dengan anjuran
sebanyak 1-3 g/hari.
• Hipokalsemia berat dengan gejala
simptomatik
• kalsium IV sebanyak 0,5-2 mg/kg per jam
• Terapi parenteral biasanya hanya diberikans elama
beberapa hari dan selanjutnya diberikan terapi
oral.
21. Abses Paru
• Abses paru merupakan nekrosis jaringan paru
dengan pembentukan kavitas dengan ukuran
umumnya diatas 2 cm.
• Kavitas mengandung debris nekrotik dan cairan
akibat infeksi bakteri air fluid level
• Berbagai penyebab abses paru adalah
pneumonia, emboli sptik, vasculitis.
• Faktor risiko: kondisi yang menyebabkan
penurunan refleks batuk/ aspirasi
• Gejala: batuk, demam, keringat malam. Pada
pasien dengan gejala >3 minggu clubbing finger
• Diagnosis dari abses paru:
– Gejala klinis
– Pemeriksaan lab (peningkatan LED, sputum, aspirasi
transbronkial)
– Pemeriksaan radiologis (contohnya pada xray dapat
terlihat abses terlihat pada sisi unilateral melibatkan
lobus atas dan segmen apikal dari lobus bawah)
• Penanganan dari abses adalah antibiotik
spektrum luas, fisioterapi paru.
• Jika tidak ada respon adekuat dapat dilakukan
drainase perkutan atau lobektomi
22. Koma Miksedema
• Koma miksedema merupakan keadaan dekompensasi dari
hipotiroid.
• Gejala koma miksedema meliputi
• penurunan kesadaran
• Hypothermia
• Hipotensi
• bradikardia.
• Miksedema
• deposit jaringan konektif (glycosaminoglycan, asam hyaluronic)
pada kulit
• Tidak harus dijumpai pada keadaan koma hypothyroid namun
merupakan sebuah fenomena yang dapat ditemui.
• Terapi
• salah satu terapi berupa pemberian levothyroxine IV.
22. Penyakit Endokrin
Limfosit tersensitisasi oleh antigen tiroid
• Physical examination:
– Distant heart sound.
– Heart border extended to both side.
– Dullness over left posterior lung field due to compressive
atelectasis.
• Diagnostic studies:
– ECG: pericarditis (diffuse ST elevation), effusion low voltage.
– CXR: large effusion (250 mL): cardiomegaly with waterbottle
heart & epicardial halo.
24. Pericardial Disease
• Treatment
– If the cause of the effusion is known, therapy is
directed toward the underlying disorder (e.g.,
intensive dialysis for uremic effusion).
– If the cause is not evident, the clinical state of the
patient determines whether pericardiocentesis
(removal of pericardial fluid) should be undertaken.
• An asymptomatic effusion observation
• A precipitous rise in pericardial volume or if there is a
hemodynamic compression pericardiocentesis + analysis
of the fluid.
25. Angina Pektoris Stabil
• Nyeri dada muncul saat aktivitas, stres emosional
• Nyeri dada hilang dengan istirahat atau nitrogliserin
• Nyeri dada muncul <20 menit.
• Disebabkan oleh obstruksi pada arterikoroner
epikardial akibat aterosklerosis.
• Diagnosis
– Stress test
– Angiografi dan revaskularisasi koroner
• Jika angina mengganggu aktivitas pasien walaupun dengan terapi
yang maksimal.
• Pasien dengan risiko tinggi.
26. Intoksikasi Asam Jengkolat
• Jengkol mengandung asam jengkolat & sulfur yang dapat mengkristal di
tubulus renal menimbulkan uropati obstruktif, acute kidney injury, atau
penyakit ginjal kronik.
• Manifestasi klinis:
– Nyeri pinggang
– Kolik abdomen
– Oliguria
– Hematuria
• Terapi:
– Hidrasi agresif untuk meningkatkan aliran urine
– Alkalinisasi (biknat) untuk melarutkan kristal asam jengkolat
26. Intoksikasi Asam Jengkolat
CAP yang
Terjadi dalam terjadi karena
Onsetnya
48 jam kontak dengan Terjadi setelah
setelah 48-72
pertama petugas 48 jam pasca
jam masuk
masuk rumah kesehatan. intubasi
rumah sakit
sakit Mis: pasien HD
rutin
Am J Respir Crit Care Med Vol 171. pp 388–416, 2005 D
OI: 10.1164/rccm.200405-644ST
27. Pneumonia
• Diagnosis pneumonia komunitas:
Infiltrat baru/infiltrat progresif + ≥2 gejala:
1. Batuk progresif
2. Perubahan karakter dahak/purulen
3. Suhu aksila ≥38 oC/riw. Demam
4. Fisis: tanda konsolidasi, napas bronkial, ronkhi
5. Lab: Leukositosis ≥10.000/leukopenia ≤4.500
• Gambaran radiologis:
– Infiltrat sampai konsolidasi dengan “air bronchogram”, penyebaran
bronkogenik & interstisial serta gambaran kaviti.
– Air bronchogram: gambaran lusen pada bronkiolus yang tampak
karena alveoli di sekitarnya menjadi opak akibat inflamasi.
Pneumonia komuniti, pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indoneisa. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003.
27. Pneumonia
• Diagnosis pneumonia nosokomial:
1. Onset pneumonia yang terjadi 48 jam setelah
dirawat di rumah sakit dan menyingkirkan semua
infeksi yang inkubasinya terjadi pada waktu masuk
rumah sakit
2. Diagnosis pneumonia nosokomial ditegakkan atas
dasar :
– Foto toraks : terdapat infiltrat baru atau progresif
– Ditambah 2 diantara kriteria berikut:
• suhu tubuh > 38oC
• sekret purulen
• leukositosis
Pneumonia nosokomial, pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indoneisa. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003.
Pneumonia
HCAP
• Fluoroquinolon respirasi levofloksasin, moxifloksasin, gemifloksasin
28. Absorbsi Vitamin B12
29. Pneumothorax
• Suatu keadaan dimana terdapat Klasifikasi
udara atau gas di dalam rongga
pleura, yaitu ruang potensial antara • Spontan
pleura parietal dan pleura viseral,
yang dapat mengganggu ventilasi
– Primer
dan oksigenasi jaringan. – Sekunder
• Traumatik
– Iatrogenik
– Non- Iatrogenik
• Berdasarkan jenis fistula:
– Pneumotoraks terbuka
– Pneumotoraks tertutup
– Tension pneumotoraks
Pneumotoraks sederhana (simple)
Pneumothorax Spontan
terjadi tanpa adanya riwayat trauma, terbagi menjadi:
Primer Sekunder
• Pneumotoraks primer terjadi pada • Pneumotoraks spontan sekunder
orang tanpa penyakit paru (dari terjadi pada pasien yang
anamnesis tidak ada keluhan) mengidap penyakit paru yang
maupun kejadian yang memicu mendasari dan merusak struktur
kondisi tersebut, seperti trauma. paru, termasuk alveolus, sehingga
• Faktor risiko: udara dapat masuk ke rongga
– Pria pleura.
– Usia muda 20-30 tahun • Faktor Resiko
– Merokok tembakau – Penyakit paru obstruktif kronik
– Perawakan kurus, tinggi (PPOK) dan asma
– Riwayat keluarga (genetik), mutasi – Imunokompromais dengan infeksi
gen yang mengkode folliculin (FLCN) jamur (Pneumocystis jiroveci
– Marfan syndrome pneumonia/PCP)
– Wanita hamil (pneumotoraks – Pneumonia nekrotikan
katamenial)
– Tuberkulosis paru
Manifestasi klinis & diagnosis
Anamnesis Pemeriksaan fisik
• Tanda vital dapat normal, takikardia
• Keluhan utama yang paling sering ringan disertai takipnea
ialah nyeri dada dan sesak napas. • Sisi yang mengalami pneumotoraks dapat
– Nyeri dada onset akut dan menjadi lebih besar, terjadi ekspansi dada
terlokalisasi pada sisi yang mengalami yang asimetris, pergerakan terbatas,
pneumotoraks. fremitus taktil menghilang, perkusi
– Tanyakan riwayat dispnea, riwayat hipersonor, dan suara napas berkurang
trauma, riwayat penyakit paru, dan atau menghilang
riwayat keluarga dengan pneumotoraks. • Pada pneumotoraks yang besar, trakea
• Pada tension pneumotoraks, dapat terdorong ke sisi kontralateral.
keluhan nyeri dada dan sesak lebih • Pada tension pneumotoraks, terdapat
takikardia lebih dari 140 kali/menit,
hebat, terdapat riwayat trauma hipotensi, distress napas, sianosis, pulsus
atau pneumotoraks sederhana paradoksus, distensi vena leher (akibat
sebelumnya, menggunakan alat mediastinum terdorong), deviasi trakea,
ventilasi, dll. dan hilangnya suara napas pada
hemitoraks yang terkena.
Pemeriksaan Penunjang
183
Patologi dan sitogenetik
• Satu dari sekian banyak tumor
‘small round blue cell’ tumors
yang terlihat pada anak-anak.
• Tidak berdiferensiasi dengan
baik
• Tidak diketahui asalnya,
kemungkinan dari sel
progenitor neural crest
• Abnormalitas sitogenetik
t(11;22) (q24;q12) tampak pada
90-95% kasus
Gejala Klinis
• Nyeri dan Bengkak pada area yang
terkena
• Fraktur patologis
Skull(3.8%)
Ekstrimitas (53%)
CSMMU, Lucknow
Tatalaksana Umum
Iskemi tungkai
Iskemi tungkai Iskemi Tungkai
kronis non
kronis kritis Akut
kritis
1. Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5 th ed. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins; 2011. p. 350
2. Kumar, Abbas, Fausto. Robbins and Cotran’s pathologic basis of disease. 7 th ed.
Tatalaksana
Farmakologi Non Farmako
• Antikoagulan (heparin • Kateter : trombolisis /
warfarin) tromboektomi
Mencegah pembesaran • Pembedahan embolektomi
sumbatan + mengurangi • Pembedahan bypass
risiko emboli di tempat lain
1. Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5 th ed. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins; 2011. p. 350
2. Kumar, Abbas, Fausto. Robbins and Cotran’s pathologic basis of disease. 7 th ed.
Penatalaksanaan
• Tujuan pengobatan:
Klaudikasio intermiten
224
Mandible Midline fracture
Gejala dan Tanda Clinical assessment and diagnosis
• Pain and tenderness • History of trauma
• Swelling and odemea (traumatized patients with possible
head injury) and facial injuries
• Development of step deformity
• Baal daerah mentalis • Pemeriksaan fisik
• Heamatoma pada dasar rongga Extroral
mulut atau mukosa bukal • Inspection penilaian terhadap
• Cedera jaringan lunak pada daerah asimetris, pembengkakan, ekimosis,
dagu dan bibi bawah laserasi
• Palpation tenderness, pain, step
deformity
Bila terdapat fraktur condilus
Intra- and paraoral
• Tidak ada pergerakan kondilus pada – Perdarahan, hematom, robekan
sisi yang berlawanan ginggiva, gagging of occlussion and
• Deviasi mandibula step deformity dan berkurangnya
sensori dan motorik
• Anterior open bite
• Terhambat saat menggigit(Gagging
of oclussion) • Radiographs fracture line
• Trismus 225
Condylar fractures
226
Fraktur Prosesus Coronoid
• Jarang terjadi trauma langsung ke ramus
mandibula dan mengakibatkan kontraksi
M.Temporalis
• Dapat ditemukan pada operasi kista ramus
mandibula
• Nyeri tekan pada bagian depan ramus
• Mengakibatkan terbentuknya hematom yang
khas tell-tale haematoma
227
Fraktur Ramus Mandibula
Type I Single fracture
• Tampak seperti low condylar fracture yang
melewati sigmoid notch
229
Radiographs
• Plain radiograph
• OPG
• Lateral oblique
• PA mandible
• AP mandible (reverse
Townes)
• Lower occlusal
• CT scan
• 3-D CT imaging
• MRI
230
36. Golfer’s Elbow (Medial
Epicondylitis)
• Lebih jarang terjadi
• Etiologi: Micro-tears
dari origo otot-otot
fleksor-pronator lengan
bawah.
• Akibat olahraga yang
sifatnya throwing/
racquets.
Tennis Elbow
• Lateral epicondylitis
• Klinis
– Nyeri pada origo otot-otot
lengan bawah, terutama
extensor carpi radialis
brevis.
– Lokasi nyeri biasanya 5mm
distal dan sedikit ke arah
anterior dari epicondilus
lateral humeri.
– Nyeri disertai dengan
keterbatasan ekstensi
pergelangan tangan dan
ekstensi jari jemari.
• Terjadi karena
penggunaan siku yang
berlebihan
• Gejala dan tanda:
– Nyeri atau terasa
terbakar pada sisi lateral
siku
– Weak grip strength
• Often worsened with
forearm activity
– holding a racquet
– turning a wrench
– shaking hands.
• Fibroesophagoscopy
• Biopsy
Esophageal stricture treatment
• Dilation • Esophageal bypass
– The esophagus is grafting
stretched by passing a (Esophagoplasty)
dilator or air-filled – Total
balloon is passed colonoesophagoplasty
through a endoscope.
– Total
• Repeated dilation may gastroesophagoplasty
be necessary to prevent – Total
the stricture from jejunoesophagoplasty
returning.
38. Kriptorkismus
• Undesensus testis adalah suatu keadaan
dimana setelah usia 1 tahun, satu atau kedua
testis tidak berada di dalam kantung skrotum,
tetapi masih berada di salah satu tempat
sepanjang jalur desensus normal.
• Kriptorkismus : cryptos (Yunani)
tersembunyi Dan orchis (latin) testis
Epidemologi
• Undesensus testis anak laki – laki.
• Angka kejadian : pada bayi prematur ± 30% yaitu 10 kali
lebih banyak daripada bayi cukup bulan (3%).
• Dengan bertambahnya usia, testis mengalami desensus
secara spontan. Dengan bertambahnya umur menjadi 1
tahun, insidennya menurun menjadi 0,7-0,8%, angka ini
hampir sama dengan populasi dewasa.
FASE DESENSUS TESTIS
Embriology
251
1. Testis retraktil,
2. Inguinal, dan
3. Abdominal,
4. Inguinal superfisial,
5. Penil,
6. Femoral
252
Komplikasi
1. Hernia
– Sekitar 90% penderita kriptorkismus menderita hernia inguinalis ipsilateral yang disebabkan oleh
kegagalan penutupan prosesus vaginalis.
2. Torsi
– Terjadi karena abnormalnya jaringan yang menjangga testis yang kriptorkismus dan tingginya mobilitas
testis16 serta sering terjadi setelah pubertas.
3. Trauma
– Testis yang terletak di atas pubic tubercle mudah terjadi injuri oleh trauma.
4. Neoplasma
– Testis yang mengalami kriptorkismus pada dekade ke-3 atau ke-42, mempunyai kemungkinan keganasan
20–30 kali lebih besar daripada testis yang normal
– Kejadian neoplasma lebih besar terhadap testis intra abdominal yang tidak diterapi, atau yang dikoreksi
secara bedah saat/setelah pubertas, bila dibandingkan dengan yang intra kanalikular.
– Neoplasma umumnya jenis seminoma.
– Namun, ada laporan bahwa biop si testis saat orchiopexy akan meningkatkan risiko keganasan.
5. Infertilitas
– Kriptorkismus bilateral yang tidak diterapi akan mengalami infertilitas lebih dari 90% kasus, sedangkan
yang unilateral 50% kasus.
– Testis yang berlokasi di intra abdominal dan di dalam kanalis inguinalis, akan mengurangi
spermatogenik, merusak epitel germinal.
6. Psikologis
– Perasaan rendah diri terhadap fisik atau seksual akibat tidak adanya testis di skrotum
Testicular Tumors
• Uncommon, incidence: 5/100,000 men
• <1% of all malignancies in men
• Peak: 30-40 years, rare in prepubertal children
& elderly
• >90% are of germ cell origin
• >90% are malignant
• Serum tumor markers found in 50% of
patients. Eg: AFP, hCG
Risk factors for testicular cancers
• Sex chromosome abnormalities
– Germ cell tumors occur at a rate of 25% in
dysgenetic gonads,intersexes, hermaphrodites &
pseudohermaphrodites.
• Cryptorchidism
– 10-fold increase in incidence of testicular germ
cell tumors.
Seminoma
• Most common type of Gross features of seminoma:
germinal tumor (50%) • Produces bulky masses,
• Most patients are 25-45 sometimes10x normal testis
years of age • Homogenous, grey-white,
• Presents as a scrotal mass lobulated cut-surface,
usually devoid of
• Most tumors diagnosed hemorrhage & necrosis
early
• No serologic tumor markers • Replaces entire testis in half
of cases
for seminoma
• Treatment: surgery,
radiation therapy &
chemotherapy
• Cure rate>90%
Histologic features of seminoma:
• Composed of single cell type
• Tumor cells have clear cytoplasm, filled with glycogen
• Tumor cells are arranged in lobules which are surrounded by
fibrous stroma
• The fibrous septa are infiltrated by lymphocytes & plasma cells
http://www.learningradiology.com
Galleazzi Fracture
• Fraktur distal radius
dan dislokasi sendi
radio-ulna ke arah
inferior
• Like Monteggia fracture
if treated conservatively
it will redisplace
• This fracture appeared
in acceptable position
after reduction and POP
http://www.learningradiology.com
Colles’ Fracture
• Fraktur tersering pada tulang yang
mengalami osteoporosis
• Extra-Articular : 1 inch of distal Radius
• Mekanisme trauma: Jatuh pada pergelangan
tangan pada posisi dorsofleksi
• Typical deformity : Dinner Fork
• Deformity is : Impaction, dorsal
displacement and angulation, radial
displacement and angulation and avulsion of
ulnar styloid process
http://www.learningradiology.com
Colles’ Fracture
optimized by optima
PA
http://www.learningradiology.com
Smith Fracture
• Hampir berlawanan dengan Colles’ fracture
• Lebih jarang terjadi dibandingkan dengan
colles’
• Mekanisme trauma: Jatuh pada pergelangan
tangan pada posisi palmar fleksi
• Typical deformity : Garden Spade
• Management is conservative : MUA and
Above Elbow POP
http://www.learningradiology.com
Smith Fracture
PA
http://www.learningradiology.com
Fraktur Monteggia
Fraktur Galeazzi
Fraktur Colles
Fraktur Smith
40. Malformasi Kongenital
invertogram Intussusception Hirschprung
Classifcation:
• A low lesion
– colon remains close to the skin
– stenosis (narrowing) of the anus
– anus may be missing altogether,
with the rectum ending in a blind
pouch
• A high lesion
– the colon is higher up in the pelvis
– fistula connecting the rectum and
the bladder, urethra or the vagina
• A persistent cloaca
– rectum, vagina and urinary tract
are joined into a single channel
http://emedicine.medscape.com/ Learningradiology.om Duodenal atresia
Classification
Males Females
1. Cutaneous (perineal fistula) 1. Cutaneous (perineal fistula)
2. Rectourethral fistula
2. Vestibular fistula
A. Bulbar
B. Prostatic
3. Imperforate anus without fistula
6. Complex malformations
Classification
• Menurut Berdon, membagi • Menurut Stephen, membagi
atresia ani berdasarkan atresia ani berdasarkan pada
tinggi rendahnya kelainan, garis pubococcygeal.
yakni : – Atresia ani letak tinggi
– Atresia ani letak tinggi • bagian distal rectum
• bagian distal rectum terletak di atas garis
berakhir di atas muskulus pubococcygeal.
levator ani (> 1,5cm – Atresia ani letak rendah
dengan kulit luar) • bila bagian distal rectum
– Atresia ani letak rendah terletak di bawah garis
• distal rectum melewati pubococcygeal.
musculus levator ani (
jarak <1,5cm dari kulit
luar)
Management
Newborn Anorectal Malformation
Ensefalokel Oksipital
Berukuran Besar Ensefalokel Nasofrontal
Manifestasi Klinis
• Benjolan atau kantung pada garis tengah yang ada sejak lahir dan
cenderung membesar, terbungkus kulit normal, membranous ataupun
kulit yang mengalami maserasi
• Konsistensi kistous dan kenyal atau lebih solid bila terdapat herniasi
otak
• Kantung dapat mengempis dan menegang, tergantung tekanan
intrakranial karena berhubungan dengan ruang intrakranial.
• Hidrosefalus
• Mikrosefalus
• Pada ensefalokel basal adanya kantung seringkali tidak tampak
menonjol di
luar melainkan di dalam rongga hidung atau massa
epifaringeal sehingga seringkali tampak seperti polip nasal.
• Kelumpuhan anggota gerak, gangguan perkembangan, gangguan
penglihatan
Diagnosis
• Terdapat benjolan yang muncul sejak lahir di daerah
kepala, bisanya di garis tengah (khas).
• Penegakan diagnosis dapat dilakukan sebelum kelahiran
yakni dengan pemeriksaan USG antenatal
• Pada pemeriksaan USG, kriteria yang dipakai untuk
menegakkan diagnosis ensefalokel adalah sebagai berikut:
• Tampak massa melekat pada kepala janin atau bergerak sesuai gerakan
kepala janin.
• Tampak defek tulang tengkorak.
• Tampak ketidaknormalan anatomis, contohnya hidrosefalus.
• Scan tulang belakang untuk mengetahui ada tidaknya spina bifida.
• Pemeriksaan ginjal janin, karena tingginya keterkaitan dengan penyakit
ginjal kistik.
Terdapat beberapa kelainan pada sistem saraf pusat yang dapat
membantu diagnosa ensefalokel, yakni sebagai berikut:
Diagnosis banding
• Higroma kistik
• Teratoma
• Polip Nasal (dengan Ensefalokel Nasoethmoidal)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• USG
• CT-SCAN
• MRI
• Foto Polos Kepala
http://emedicine.medscape.com/article/152083-overview
44. Epididymo-Orchitis
• Epididimo orkitis adalah inflamasi akut yang
terjadi pada testis dan epididimis yang
memiliki ciri yaitu nyeri hebat dan terdapatnya
pembengkakan di daerah belakang testis yang
juga disertai skrotum yang bengkak dan
merah.
• Cara membedakan orchitis dengan torsio
testis yaitu melalui Prehn Sign yaitu membaik
jika scrotum yang sakit dinaikkan.
Etiologi
• Dapat disebabkan Bakteri dan virus
• Virus yang paling sering menyebabkan orkitis adalah virus gondong (mumps)
• Sekitar 15-25% pria yang mengalami gondongan (parotitis) orkitis ketika masa setelah
pubernya
• Orkitis juga ditemukan pada 2-3% pria yang menderita bruselosis.
• Orkitis sering dikaitkan dengan infeksi prostat atau epidedemis, serta
merupakan manifestasi dari penyakit menular seksual (gonore atau klamidia).
• Faktor resiko untuk orkitis yang tidak berhubungan dengan penyakit menular
seksual adalah:
a. Imunisasi gondongan yang tidak adekuat
b. Usia lanjut (lebih dari 45 tahun)
c. Infeksi saluran kemih berulang
d. Kelainan saluran kemih
• Sedang untuk faktor resiko orkitis yang berhubungan dengan penyakit menular
seksual antara lain :
a. Berganti-ganti pasangan
b. Riwayat penyakit menular seksual pada pasangan
c. Riwayat gonore atau penyakit menular seksual lainnya
Gejala dan Tanda Diagnosis
a. Pembengkakan skrotum • Diagnosis ditegakkan berdasarkan
b. Testis yang terkena terasa berat, gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
membengkak dan teraba lunak
c. Pembengkakan selangkangan pada • Terjadi pembengkakan kelenjar
testis yang terkena getah bening di selangkangan dan
d. Demam di testis yang terkena.
e. Keluar nanah dari penis • Pemeriksaan lain yang bias
f. Nyeri ketika berkemih / disuria dilakukan adalah :
g. Nyeri saat berhubungan seksual / saat – Analisa air kemih
ejakulasi – Pembiakan air kemih
h. Nyeri selangkangan – Tes penyaringan untuk klamidia dan
i. Nyeri testis, bias saat mengejan atau gonore
ketika BAB – Pemeriksaan darah lengkap
j. Semen mengandung darah – Pemeriksaan kimia darah
Tatalaksana
• Jika penyebabnya bakteri maka diberikan antibiotik.
Selain itu diberikan obat pereda nyeri dan anti
peradangan.
• Tapi jika penyebabnya virus, hanya diberikan obat
anti nyeri.
• Penderita sebaiknya menjalani tirah baring.
• Skrotumnya diangkat dan dikompres dengan es.
45. Appendisitis
Sign of Appendicitis
Alvarado Score
46. Ca Prostat
• Tumor pada umumnya tumbuh dengan lambat dan
sisanya terkurung pada kelenjar selama bertahun-
tahun
• tumor menghasilkan sedikit atau tidak ada gejala-gejala
yang terlihat dari luar (kelainan-kelainan di pengujian
fisik).
PSA Test
• Tes yang mengukur kadar prostate specific
antigen (PSA) dalam darah
• PSA protein yang dihasilkan oleh prostat
• Laki-laki secara normal memiliki kadar PSA
rendah, dan kadarnya akan meningkat seiring
dengan usia
PSA—Prostate Cancer
• PSA >4.0 ng/mL Biopsi Prostat
mandatory biopsy • Skrinning PSA untuk Ca
• 50% of all the cancers Prostat, tidak dapat
detected because of an meningkatkan survival
elevated PSA level are rate
localized USG Prostat
• these patients are • Hanya dapat melihat
candidates for pembesaran prostat
potentially curative • Tidak menunjukkan
therapy derajat obstruksinya
Diagnosa
• Tes PCA3.
• PCA3 yang lebih tinggi di urin menunjukkan kehadiran kanker
prostat.
• lebih akurat dibandingkan tes darah (PSA)
• Interpretasi
• Kadar PSA 0,5-4,0ng/ml: normal
• Kadar PSA 4,0-10ng/ml: kemungkinan Ca 20%, lakukan TRUS, jika
PSAd (kadar PSA/ volume prostat) >0,15 lakukan biopsi.
• Kadar PSA >10ng/ml: keumungkinan Ca 50%, perlu dilakukan TRUS
dan biopsi.
• Biopsi.
• Beberapa sampel diambil pada bagian-bagian yang berbeda
dari prostat.
• Hanya dilakukan bila PSA >3
• CT scan, MRI scan dan pemeriksaan penunjang lain
• Untuk mengetahui tingkat penyebaran kanker.
• Sitologi air kemih atau cairan prostat.
Tatalaksana
• Pembedahan:
• prostatektomi radikal (T1-2 N0 M0), Orkiektomi
• Terapi penyinaran
• Terapi penyinaran eksterna; pencangkokan butiran
yodium, emas, atau iridium radioaktif pada jaringan
prostat melalui sayatan kecil
• Vaksinasi
• Prostvac-VF immunotherapy dibuat dari poxvirus yang
dilemahkan dan direkayasa untuk menghasilkan PSA
dalam merangsang sistem kekebalan
Farmakologis
• Manipulasi hormonal.
– Tujuannya adalah mengurangi kadar testosteron.
Penurunan kadar testosteron seringkali sangat efektif
dalam mencegah pertumbuhan dan penyebaran
kanker.
– Sintetis LHRH (luteinizing hormone releasing
hormone), digunakan untuk mengobati kanker
prostat stadium lanjut. Contohnya adalah lupron
atau zoladeks.
– Zat penghambat androgen (misalnya flutamid), yang
berfungsi mencegah menempelnya testosteron
pada sel-sel prostat.
Lanjutan. . .
• Kemoterapi
• Digunakan untuk mengatasi gejala kanker prostat yang
kebal terhadap pengobatan hormonal.
• Diberikan sebagai obat tunggal atau kombinasi beberapa
obat
• Obat-obatan yang bisa digunakan untuk mengobati
kanker prostat adalah:
- Mitoxantronx
- Prednisone
- Paclitaxel
- Dosetaxel
- Estramustin
- Adriamycin.
47. Montgomery Tubercle
• Montgomery tubercle merupakan muara dari kelenjar
montgomery (jenis kelenjar sebasea).di atas permukaan kulit.
• Papul sebesar 1-2mm di atas permukaan kulit puting susu dan
areola. Papu-papul tersebut dapat membesar saat
mendapatkan rangsangan atau dalam kehamilan.
The Breast Lump
Mondor Disease
• Kondisi pembesaran jinak yang
langka dari payudara dengan
karakteristik adanya
tromboflebitis dari vena
superfisial/ subkutaneus dari
dinding dada.
• Sangat jarang terjadi, insiden
rates 0,5-0,8%
• Dominan pada wanita berusia
30-60tahun.
• Tanda & gejala: massa (cord-
like), biasanya disertai nyeri
dapat berkaitan dengan
pergerakan lengan ipsilateral,
eritema.
48. Osteokondroma
• Osteokondroma/Osteocartilagenous Exostosis
– Merupakan neoplasma tulang jinak yang paling sering didapat
– Oleh sebagian ahli dianggap bukan neoplasma, tetapi sebagai suatu
hamartoma (pertumbuhan baru, dimana sel-selnya dapat menjadi
dewasa).
• Klinis :
– usia dewasa muda
– benjolan yang keras dan tidak terasa sakit, tumbuh sangat lambat.
• Lokasi
– Metafisis tulang panjang
– bagian distal femur, proksimal tibia dan proksimal humerus (35 %),
pelvis dan scapula.
• Gambaran foto plain:
– menunjukkan tulang yang bertangkai diluar pertumbuhan daerah
metafisis
– Bentuk lesi yang seragam, kartilago dengan kalsifikasi
– Corteks dan medulla dihubungkan oleh lesi
Radiologi Bentuknya ada dua macam:
– Bertangkai/pedunculated
– Mempunyai dasar yang lebar
(Sessile)
• Grade I: anterior
talofibular ligament
(ATF)
• Grade II: ATF plus
calcaneofibular
ligament (CF)
• Grade III: ATF plus
CF plus posterior
talofibular ligament
•
The anterior drawer
• Menilai integritas dari ligamen talofibular
anterior.
• Cara pemeriksaan:
• Posisi kaki sedikit plantar fleksi
• Pegang kaki dengan tang kiri The inversion stress test
• Tarik tumit kearah antrior dengan • Menilai integrotas ligamen
tangan kanan calcaneofibular
• Positive test Laxity and poor • Cara pemeriksaan:
endpoint on forward translation • Pegang tumit dengan tangan
kiri
• Inversi kaki dengan tangan
kanan
• Compare to opposite side
Inversion Sprain
Strain vs Sprain
Injury Clinical Findings Imaging
Ankle sprain Positive drawer/inversion X-Ray
test
Achilles Rupture Thompson test, tendon USG
gap, unable to plantaflex
foot
Metatarsal fracture Bone tenderness over the X-Ray
navicular bone or base of
the fifth metatarsal
Tarsal Tunnel Syndrome Tinnel test (+), paresthesias MRI
along tibial nerve
Plantar fasciitis Severe plantar pain, foot Not needed
cord tightness
50. Klasifikasi Syok
Penyebab syok dapat diklasifikasikan • Syok obstruktif (gangguan kontraksi
sebagai berikut: jantung akibat di luar jantung):
• Syok kardiogenik (kegagalan kerja • (a) Tamponade jantung;
jantungnya sendiri)
• (b) Pneumotorak;
• (a) Penyakit jantung iskemik, seperti
infark • (c) Emboli paru.
• (b) Obat-obat yang mendepresi jantung; • Syok distributif (berkurangnya tahanan
• (c) Gangguan irama jantung. pembuluh darah perifer)
• Syok hipovolemik (berkurangnya • (a) Syok neurogenik;
volume sirkulasi darah):
• (b) Cedera medula spinalis atau batang
• (a) Kehilangan darah, misalnya
perdarahan; otak;
• (b) Kehilangan plasma, misalnya luka • (c) Syok anafilaksis;
bakar; • (d) Obat-obatan;
• (c) Dehidrasi: cairan yang masuk kurang • (e) Syok septik;
(misalnya puasa lama), cairan keluar
yang banyak (misalnya diare, muntah- • (f) Kombinasi, misalnya pada sepsis bisa
muntah, fistula, obstruksi usus dengan gagal jantung, hipovolemia, dan rendahnya
penumpukan cairan di lumen usus). tahanan pembuluh darah perifer.
Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah
Resusitasi Cairan
51. Kanker Tiroid
• Definisi
Carcinoma tiroid adalah suatu penyakit dimana sel
maligna (kanker) terbentuk di jaringan kelenjar tiroid.
• Epidemiologi
- Merupakan jenis keganasan jaringan endokrin yang
terbanyak.
- Lebih banyak pada wanita
- Usia penderita <20 tahun atau >50 tahun
Gejala Klinis
• Biasanya, satu-satunya gejala yang diduga sebagai keganasan
pada pasien dengan kanker tiroid adalah adanya massa tiroid
teraba atau kelenjar getah bening yang membesar (painless
mass in the region of the thyroid gland).
• Terkadang, pasien datang dengan gejala dan tanda-tanda
lebih bermasalah, yang perlu diwaspadai untuk kemungkinan
kondisi ganas.
• Gejala dan tanda tersebut misalnya:
– suara serak (akibat penekanan n. Laryngeus rekuren), nyeri lokal,
disfagia, sesak napas, hemoptisis, dan nodul atau massa pada leher.
Faktor Risiko
• Paparan radiasi pada tiroid
• Age and Sex
• Nodul jinak paling sering pada wanita 20-40 years (Campbell,
1989)
• 5%-10% of these are malignant (Campbell, 1989)
• Laki-laki memiliki risiko lebih tinggi memiliki nodul yang ganas
• Family History
– History of family member with medullary thyroid carcinoma
– History of family member with other endocrine abnormalities
(parathyroid, adrenals)
– History of familial polyposis (Gardner’s syndrome)
optimized by optima
Etiologi
• Etiologi yang pasti belum diketahui.
• Beberapa faktor predisposisi:
Penyinaran di daerah kepala leher dan dada.
Stimulasi terus menerus TSH pada goitre.
Hashimoto / Tiroiditis Otoimun
Genetika yang abnormal.
Kekurangan yodium atau kelebihan yodium.
Penyakit Grave dan Stimulator Endogen.
Inborn Error Metabolisme Tiroid.
358
Evaluation of the thyroid Nodule
(Physical Exam)
• Examination of the thyroid nodule: • Examine for ectopic thyroid
• consistency - hard vs. soft tissue
• Indirect or fiberoptic
• size - < 4.0 cm laryngoscopy
• Multinodular vs. solitary nodule – vocal cord mobility
– multi nodular - 3% chance of – evaluate airway
malignancy (Goldman, 1996) • Systematic palpation of the
– solitary nodule - 5%-12% neck
chance of malignancy • Metastatic adenopathy
(Goldman, 1996) commonly found:
• Mobility with swallowing – in the central
• Mobility with respect to compartment (level VI)
surrounding tissues – along middle and lower
portion of the jugular vein
• Well circumscribed vs. ill defined (regions III and IV) and
borders
optimized by optima
Evaluation of the Thyroid Nodule
• Blood Tests • Radioactive iodine
– Thyroid function tests – is trapped and organified
• thyroxine (T4) – can determine functionality of a
• triiodothyronin (T3) thyroid nodule
• thyroid stimulating hormone (TSH) – 17% of cold nodules, 13% of warm
– Serum Calcium or cool nodules, and 4% of hot
– Thyroglobulin (TG) nodules to be malignant
– Calcitonin • FNAB : Currently considered to be the
• USG : best first-line diagnostic procedure in
the evaluation of the thyroid nodule
– 90% accuracy in categorizing
nodules as solid, cystic, or mixed
(Rojeski, 1985)
– Best method of determining the
volume of a nodule (Rojeski, 1985)
– Can detect the presence of lymph
node enlargement and
calcifications
optimized by optima
Classification of Malignant Thyroid
Neoplasms
• Papillary carcinoma • Medullary Carcinoma
• Follicular variant • Miscellaneous
• Tall cell • Sarcoma
• Diffuse sclerosing • Lymphoma
• Encapsulated • Squamous cell carcinoma
• Follicular carcinoma • Mucoepidermoid
• Overtly invasive carcinoma
• Minimally invasive • Clear cell tumors
• Pasma cell tumors
• Hurthle cell carcinoma
• Metastatic
• Anaplastic carcinoma – Direct extention
• Giant cell – Kidney
• Small cell – Colon
– Melanoma
optimized by optima
Klasifikasi Karsinoma Tiroid menurut WHO:
• Tumor epitel maligna
– Karsinoma folikulare
– Karsinoma papilare Mc Kenzie membedakan kanker tiroid atas 4
– Campuran karsinoma folikulare-papilare tipe yaitu : karsinoma papilare, karsinoma
– Karsinoma anaplastik ( undifferentiated ) folikulare, karsinoma medulare dan karsinoma
– Karsinoma sel skuamosa anaplastik.
– Karsinoma Tiroid medulare
• Tumor non-epitel maligna
Jenis kanker Persen
– Fibrosarkoma
– Lain-lain Karsinoma tiroid papiller 75%
• Tumor maligna lainnya
karsinoma tiroid folikuler 16 %
– Sarkoma
– Limfoma maligna karsinoma tiroid medular 5%
– Haemangiothelioma maligna
– Teratoma maligna Undifferentiated 3%
• Tumor sekunder dan unclassified tumors karsinoma jenis lainnya 1%
362
Well-Differentiated Thyroid Carcinomas (WDTC) -
Papillary, Follicular, and Hurthle cell
• Pathogenesis - unknown
• Papillary has been associated with the RET proto-
oncogene but no definitive link has been proven
(Geopfert, 1998)
• Certain clinical factors increase the likelihood of
developing thyroid cancer
• Irradiation - papillary carcinoma
• Prolonged elevation of TSH (iodine deficiency) - follicular
carcinoma (Goldman, 1996)
– relationship not seen with papillary carcinoma
– mechanism is not known
optimized by optima
WDTC - Papillary Carcinoma
optimized by optima
Papillary carcinoma • Micro Findings:
– Based on characteristic
– Most common form of architecture & cytological
thyroid cancer. feature.
– Twenties to forties, – Papillae formed by a central
fibrovascular stalk & covered by
associated with previous neoplastic epithelial cells.
exposure to ionizing – Psammoma bodies in the
radiation. papillary stalk, fibrous stroma or
between tumor cells.
Gross Findings: – Nuclear features:
– Solid, firm, grayish white • Round to slight oval shape.
• Pale, clear, empty or ground glass
lobulated lesion with appearance (Orphan Annie):
sclerotic center. empty of nucleus with irregular
thickened inner aspect of nuclear
membrane.
• Pseudo-inclusion: deep
cytoplasmic invagination and
result in nuclear acidophilic,
inclusion-like round structures,
sharply outlined and eccentric,
with a crescent-shaped rim of
compressed chromatin on the
side.
• Grooves: coffee-bean like.
WDTC - Follicular Carcinoma
optimized by optima
Medullary Thyroid Carcinoma
optimized by optima
Medullary Thyroid Carcinoma
• Diagnosis
• Labs: 1) basal and pentagastrin stimulated serum
calcitonin levels (>300 pg/ml)
2) serum calcium
3) 24 hour urinary catecholamines
(metanephrines, VMA, nor-metanephrines)
4) carcinoembryonic antigen (CEA)
• Fine-needle aspiration
• Genetic testing of all first degree relatives
optimized by optima
Anaplastic Carcinoma of the Thyroid
optimized by optima
Management
• Surgery is the definitive management of thyroid cancer, excluding
most cases of ATC and lymphoma
• Types of operations:
– lobectomy with isthmusectomy
• minimal operation required for a potentially malignant thyroid
nodule
– total thyroidectomy –
• removal of all thyroid tissue
• preservation of the contralateral parathyroid glands
– subtotal thyroidectomy
• anything less than a total thyroidectomy
optimized by optima
Penatalaksanaan
373
• Foto USG
Puntiran
• Perubahan suhu Pergerakan
funikulus
mendadak berlebihan
spermatikus
(berenang) testis
• Ketakutan
• Latihan berlebihan
• Batuk Obstruksi
Hipoksia ,
• Celana ketat aliran darah
edema,
• Defekasi Testis iskemitestis
• Trauma nekrosis
http://diseasespictures.com/testicular-torsion/
Purnomo B. Dasar-dasar Urologi. Edisi ketiga. 2012
Klinis : Penunjang USG
• Nyeri hebat Doppler
• Mendadak
• Bengkak
• Letak asimetris
• Tanpa demam
• Nyeri dapat menjalar
ke inguinal atau perut
bawah misdiagnosis
sebagai appendisitis.
• Padi bayi gejala tidak
khas gelisah, rewel,
tidak mau menyusu http://nremt-b.blogspot.co.id/2014/07/testicular-torsion-
medcomic.html
http://clinicalgate.com/pediatric-genitourinary-and-renal-disorders/
57. Trichiasis
• Suatu kelainan dimana bulu mata
mengarah pada bola mata yang
akan menggosok kornea atau
konjungtiva
• Biasanya terjadi bersamaan
dengan penyakit lain seperti
pemfigoid, trauma kimia basa dan
trauma kelopak lainnya, blefaritis,
trauma kecelakaan, kontraksi
jaringan parut di konjungtiva dan
tarsus pada trakoma
• Gejala :
– Konjungtiva kemotik dan hiperemi,
keruh
– Erosis kornea, keratopati dan ulkus
– Fotofobia, lakrimasi dan terasa
seperti kelilipan
– blefarospasme
Trichiasis
• Tatalaksana: • Tatalaksana bedah untuk
– Yang utama: bedah
– Lubrikan seperti artificial tears dan
trikiasis yg disebabkan
salep untuk mengurasi iritasi akibat krn kelainan anatomi:
gesekan – Entropion: dilakukan
– Atasi penyakit penyebab trikiasis, cth tarsotomi
SSJ, ocular cicatrical pemphigoid)
• Tatalaksana Bedah trikiasis – Posterior lamellar scarring:
segmental (fokal) Grafting
– Epilasi: dengan forsep dilakukan
pencabutan beberapa silia yang salah
letak, dilakukan 2-3 kali. Biasanya
dicoba untuk dilakukan epilasi terlebih
dahulu. Trikiasis bisa timbul kembali.
– Elektrolisis/ elektrokoagulasi, ES: nyeri
– Bedah beku (krioterapi): banyak
komplikasi
– Ablasi denga radiofrekuensi: sangat
efektif, cepat , mudah, bekas luka
minimal
Entropion
• Merupakan pelipatan palpebra ke arah dalam
• Penyebab: infeksi (ditandai dengan adanya jaringan parut),
faktor usia, kongenital
• Klasifikasi
– Enteropion involusional
• yang paling sering dan terjadi akibat proses penuaan
• Mengenai palpebra inferior, karena kelemahan otot palpebra
– Enteropion sikatrikal
• Mengenai palpebral inferior/ superior
• Akibat jaringan parut tarsal
• Biasanya akibat peradangan kronik seperti trakoma
– Enteropion congenital
• Terjadi disgenesis retraktor kelopak mata bawa palpebra tertarik ke
dalam
– Enteropion spastik akut
• Terjadi penutupan kelopak mata secara spastik terjadi penarikan oleh
m.orbikularis okuli entropion
58. Perdarahan subkonjungtiva
• Perdarahan • Perdarahan
subkonjungtiva adalah subkonjungtiva akan
perdarahan akibat hilang atau diabsorpsi
rupturnya pembuluh dalam 1- 2 minggu tanpa
darah dibawah lapisan diobati.
konjungtiva yaitu • Pengobatan penyakit
pembuluh darah yang mendasari bila ada.
konjungtivalis atau
episklera.
• Dapat terjadi secara
spontan atau akibat
trauma.
Subconjunctival hemorrhage
• Subconjunctival hemorrhage (or subconjunctival
haemorrhage) also known as hyposphagma, is bleeding
underneath the conjunctiva.
• A subconjunctival hemorrhage initially appears bright-red
underneath the transparent conjunctiva.
• Later, the hemorrhage may spread and become green or
yellow, like a bruise.
• In general a subconjunctival hemorrhage is a painless and
harmless condition
• however, it may be associated with high blood pressure,
trauma to the eye, or a base of skull fracture if there is no
posterior border of the hemorrhage visible.
Subconjunctival hemorrhage
Causes Management
• Eye trauma • Self-limiting that requires
• Whooping cough or other no treatment in the absence
extreme sneezing or coughing
• Severe hypertension of infection or significant
• Postoperative subconjunctival trauma.
bleeding • Artificial tears may be
• Acute hemorrhagic applied four to six times a
conjunctivitis (picornavirus)
• Leptospirosis day.
• Increased venous pressure • Cold compress in the 1st
(straining, vomiting, choking, hour may stop the bleeding
or coughing)
59. Kolobama Palpebra
• Umumnya, koloboma palpebra merupakan
kelainan kongenital kelopak dimana terlihat
celah kelopak pada bagian tengah setengah
nasal atas
• Terkadang full thicknes injury pada kelopak
mata yg menyebabkan disrupsi total disebut
juga sebagai koloboma (acquired coloboma)
• Dapat menyebabkan lagoftalmos resiko
konjungtivitis dan keratitis
Keratitis Exposure
• Berkurangnya lubrikasi permukaan mata karena
penutupan kelopak mata yang inadekuat
keratitis exposure
• Gejala dan tanda:
– Nyeri, rasa mengganjal seperti benda asing, fotofobia,
epifora, visus turun
– Kedipan mata berkurang, lagoftalmos, ↓ meniskus air
mata, pembentukan filamen kornea, erosi epitelial
pungtata,
– Kasus yang berat edema kornea, penipisan ataupun
ulkus pada kornea
• Diagnosis : • Penatalaksanaan :
– Diagnosis ditegakkan – Lubrikasi :
berdasarkan riwayat dan • Salep antibiotik
pemeriksaan fisik (eritromisin) ; gel artificial
• Palpebra : entropion, tears
ektropion, Bell`s palsy, – Steroid
traksi congenital • Weak topical steroid
coloboma, trauma
palpebra – Amniotic membrane
• Proptosis : – Tarssoraphy
• Herpetic keratopathy atau
kelainan nervus V
60. CMV Retinitis
• Coinfection with CMV occurs in 75-85% of the patients with HIV
infection, of whom, more than a half develop CMV retinitis
• Cytomegalovirus retinitis is the most common ocular opportunistic
infection, representing 90% of the infectious retinitis, 20-30% of the
patients with AIDS develop CMV retinitis.
• It usually occurs in the late stages of the disease (about 18 months
after the declaration of the clinical onset) in patients with a lower
limit of CD4 levels of 50/mmc
• CMV infection classically produces a hemorrhagic, necrotic retinitis
that can destroy the entire retina if left untreated.
• Frequency of bilateral presentation of newly diagnosed CMV
retinitis varies among studies but seems to be between 35% and
45%.
Oklusi arteri Penyumbataan arteri sentralis retina dapat disebabkan oleh radang arteri, thrombus dan
sentral emboli pada arteri, spsame pembuluh darah, akibat terlambatnya pengaliran darah, giant
retina cell arthritis, penyakit kolagen, kelainan hiperkoagulasi, sifilis dan trauma. Secara
oftalmoskopis, retina superficial mengalami pengeruhan kecuali di foveola yang
memperlihatkan bercak merah cherry(cherry red spot). Penglihatan kabur yang hilang
timbul tanpa disertai rasa sakit dan kemudian gelap menetap. Penurunan visus
mendadak biasanya disebabkan oleh emboli
Oklusi vena Kelainan retina akibat sumbatan akut vena retina sentral yang ditandai dengan
sentral penglihatan hilang mendadak.
retina Vena dilatasi dan berkelok, Perdarahan dot dan flame shaped , Perdarahan masif pada ke
4 kuadran , Cotton wool spot, dapat disertai dengan atau tanpa edema papil
Ablatio suatu keadaan lepasnya retina sensoris dari epitel pigmen retina (RIDE). Gejala:floaters,
retina photopsia/light flashes, penurunan tajam penglihatan, ada semacam tirai tipis berbentuk
parabola yang naik perlahan-lahan dari mulai bagian bawah hingga menutup
Perdarahan Perdarahan pada selaput vitreous sampai ke dalam vitreous. Gejala: penglihatan buram
vitreous tiba-tiba, peningkatan floaters,dan kilatan cahaya
koroiditis = Inflammation of the Yes Yes Disturbed vision in one eye, Visual
part of the eye called the choroid disturbance, Gradual blindness in one eye,
(layer behind the retina). One eye affected, Impaired vision, Gradual
vision loss, Blurred vision, Light sensitivity,
Sore eye, Red eye
Panuveitis = Inflammation of the Yes Yes Visual disturbance, Eye pain, Blurred vision,
whole uvea, involves retina and Sensitivity to light, Seeing spots, Red eyes,
vitreous humor Reduced vision
http://www.oculist.net/downaton502/prof/ebook/duanes/pages/v3/ch013/005f.html
http://www.theeyepractice.com.au/optometrist-sydney/high_blook_pressure_and_eye_disease
65. Hereditary Color Deficiency
440
Retinal Cones–Normal Color Vision
441
Color Deficiency Males Females
Protanopia 1% 0.01%
Deuteranopia 1% 0.01%
Protanomaly 1% 0.01%
Deuteranomaly 5% 0.4%
Overall (red- 8% 0.5%
green)
Tritanopia 0.008% 0.008%
Tritanomaly Rare Rare
Rod Rare Rare
monochromatism
Cone Rare Rare
442
monochromatism
http://en.wikipedia.org/wiki/Color_blindness
Color Blindness
X-linked recessive
ISIHARA TEST
Hifema Blood in the front (anterior) chamber of Treatment :elevating the head at night, wearing an
the eye a reddish tinge, or a small patch and shield, and controlling any increase in
pool of blood at the bottom of the iris intraocular pressure. Surgery if non- resolving hyphema
or in the cornea. or high IOP
May partially or completely block Complication: rebleeding, peripheral anterior
vision. synechiea, atrophy optic nerve, glaucoma (months or
The most common causes of hyphema years after due to angle closure)
are intraocular surgery, blunt
trauma, and lacerating trauma
The main goals of treatment are to
decrease the risk of rebleeding within
the eye, corneal blood staining, and
atrophy of the optic nerve.
TRAUMA MATA
Kondisi Akibat trauma mata
Hematoma Pembengkakan atau penimbunan darah Sering terlihat pada trauma tumpul kelopak. Bila
Palpebral di bawah kulit kelopak akibat pecahnya perdarahan terletak lebih dalam dan mengenai kedua
pembuluh darah palpebra. kelopak dan berbentuk seperti kacamata hitam yang
sedang dipakai
Perdarahan Pecahnya pembuluh darah yang Pemeriksaan funduskopi perlu dilakukan pada setiap
Subkonjungtiva terdapat dibawah konjungtiva, seperti penderita dengan perdarahan subkonjungtiva akibat
arteri konjungtiva dan arteri episklera. trauma tumpul. Akan hilang atau diabsorbsi dengan
Bisa akibat dari batu rejan, trauma sendirinya dalam 1 – 2 minggu tanpa diobati.
tumpul atau pada keadaan pembuluh
darah yang mudah pecah.
Subluksasi Lensa berpindah tempat Penglihatan berkurang, pada iris tampak iridodenesis
(iris tampak bergetar atau bergoyang saat mata
bergerak)
HIFEMA
• Definisi:
– Perdarahan pada bilik mata • Tujuan terapi:
depan – Mencegah rebleeding
– Tampak seperti warna (biasanya dalam 5 hari
merah atau genangan pertama)
darah pada dasar iris atau – Mencegah noda darah
pada kornea pada kornea
• Halangan pandang parsial – Mencegah atrofi saraf
/ komplet optik
• Etiologi: pembedahan • Komplikasi:
intraokular, trauma – Perdarahan ulang
tumpul, trauma laserasi – Sinekiae anterior perifer
– Atrofi saraf optik
– Glaukoma
• Tatalaksana:
– Kenali kasus hifema dengan risiko tinggi
– bed rest & Elevasi kepala malam hari
– Eye patch & eye shield
– Mengendalikan peningkatan TIO
– Pembedahan bila tak ada perbaikan / terdapat
peningkatan TIO
– Hindari Aspirin, antiplatelet, NSAID, warfarin
– Steroid topikal (dexamethasone 0.1% atau prednisolone
acetate 1% 4x/hari)
– Pertimbangkan siklopegia (atropine 1% 2x/hari, tetapi
masih kontroversial).
67. Relative Afferent
Pupillary Defect (RAPD)
• The physiological basis of the RAPD test is that, in
healthy eyes, the reaction of the pupils in the right and
left eyes are linked consensual light reflex.
• light reflex pathway has two parts :
1. The afferent part of the pathway (red) refers to the
nerve impulse/message sent from the pupil to the brain
along the optic nerve when a light is shone in that eye.
2. The efferent part of the pathway (blue) is the
impulse/message that is sent from the mid-brain back to
both pupils via the ciliary ganglion and the third cranial
nerve (the oculomotor nerve), causing both pupils to
constrict, even though only one eye is being stimulated
by the light
Broadway DC. Relative Afferent Pupillary Defect. Community Eye Health Journal | VolUME 25 ISSUES 79 & 80 | 2012
• Common causes of unilateral • A RAPD is an extremely
optic nerve disorders that can important localising clinical
be associated with a RAPD sign that can be detected by a
include : simple, quick, non-invasive
– ischaemic optic neuropathy, clinical test, provided that the
– optic neuritis, test is performed carefully and
– optic nerve compression correctly
(orbital tumours or dysthyroid • The ‘swinging light test’ is
eye disease), used to detect a relative
– trauma, and afferent pupil defect (RAPD)
– asymmetric glaucoma. • A positive RAPD means there
• Less common causes include are differences between the
– infective, infiltrative, two eyes in the afferent
carcinomatous, or radiation pathway due to retinal or optic
optic neuropathy. nerve disease.
The swinging light test
68. Contact Lens Related Eye Infection
• Keratitis is the most • Risk Factor :
serious complication of – Extended wear lenses
contact lens wear – Sleeping in your contact
• Approximately 90% of MK lenses
in CL wearers is – Reduced tear exchange
associated with bacterial under the lens
infection – Enviromental factor poor
hygiene
• Symptomps
– Blurry vision, unusual
redness of the eye, pain in
the eye, tearing or
discharge from eye,
fotofobia, foreign body
sensation
Microbacterial keratitis related contact
lens wear
• Etiology :
– The most common bacterial
pathogens associated with MK :
Staphylococcus and Pseudomonas
species more frequent in
temperate climate regions.
– Fungal keratitis is more frequent
in tropical or sub-tropical climates.
Fusaria are the most common
fungal pathogen associated with
CL related fungal keratitis.
– Acanthamoeba keratitis seems to
be a growing clinical problem in CL
wearers,
– viral keratitis is poor understood
Dyavaiah M, et.al Microbial Keratitis in Contact Lens Wearers. JSM Ophthalmol 3(3): 1036 (2015)
Bacterial keratitis Fungal keratitis Acanthamoba
Risk factor - Sleeping with CLs among Possible risk factors of CL storage cases and poor
CL wearers fungal keratitis are ocular hygiene practices such as usage
- Patients with diabetes injury, long-term therapy of homemade saline rinsing
mellitus, dementia or with topical or systemic solutions and rinsing of lenses
chronic alcoholism steroids, with tap water Other risk
appeared to be at higher immunosuppressive agents, factors include CL solution
risk and underlying diseases reuse/topping off, rub to clean
- Trauma was rarely a such as pre-existing corneal lenses, shower wearing lenses,
factor surface abnormality and lens replaced (quarterly), age of
wearing CLs case at replacement (<3
months), extended wear and
lens material type
Clinical The predominant clinical CL associated Fusarium Itching, redness, pain, burning
manifestation features reported in keratitis include central sensation, ring infiltrate in
bacterial keratitis were lesions, paraxial lesions, and corneal, multiple
eye pain and redness the peripheral lesions in the pseudodendritic lesions, loss of
with a decrease in visual eye [31]. Patients with vision. Painless acantamoeba
acuity and stromal Candida infections were keratitis fotofobia but no
infiltration reported to have a severe ocular pain
visual outcome
Oklusi arteri Penyumbataan arteri sentralis retina dapat disebabkan oleh radang arteri, thrombus dan
sentral emboli pada arteri, spsame pembuluh darah, akibat terlambatnya pengaliran darah, giant
retina cell arthritis, penyakit kolagen, kelainan hiperkoagulasi, sifilis dan trauma. Secara
oftalmoskopis, retina superficial mengalami pengeruhan kecuali di foveola yang
memperlihatkan bercak merah cherry (cherry red spot). Penglihatan kabur yang hilang
timbul tanpa disertai rasa sakit dan kemudian gelap menetap. Penurunan visus
mendadak biasanya disebabkan oleh emboli
Oklusi vena Kelainan retina akibat sumbatan akut vena retina sentral yang ditandai dengan
sentral penglihatan hilang mendadak.
retina Vena dilatasi dan berkelok, Perdarahan dot dan flame shaped , Perdarahan masif pada ke
4 kuadran , Cotton wool spot, dapat disertai dengan atau tanpa edema papil
Ablatio suatu keadaan lepasnya retina sensoris dari epitel pigmen retina (RIDE). Gejala:floaters,
retina photopsia/light flashes, penurunan tajam penglihatan, ada semacam tirai tipis berbentuk
parabola yang naik perlahan-lahan dari mulai bagian bawah hingga menutup
Retinopati suatu kondisi dengan karakteristik perubahan vaskularisasi retina pada populasi yang
hipertensi menderita hipertensi. Mata tenang visus turun perlahan dengan tanda AV crossing –
cotton wol spot- hingga edema papil; copperwire; silverwire
Amaurosis fugax
• Amaurosis fugax (from the Greek "amaurosis," meaning
dark, and the Latin "fugax," meaning fleeting) refers to a
transient loss of vision in one or both eyes
Sumber: Fleiszig SMJ, Evans DJ. The pathogenesis of bacterial keratitis: studies with pseudomonas
aeruginosa. Clin Exp Optom, 2002; 85(5): 271-78
Etiologi Keratitis
Agen penyebab Sekret Gejala klinis Tatalaksana
Jamur Mukopurul Injeksi konjuntiva, lesi satelit, infiltrasi Natamisin,
en, lengket stromal, hipopion, reaksi pada kamera amfoterisin B,
okuli anterior derifat azole,
flucytosine 1%
Infeksi protozoa Mukopurul Berkaitan dengan pengguna lensa kontak
(acanthamoeba) en, lengket yang berenang di kolam renang umum
Virus Serous HSV merupakan etiologi tersering, tampak Acyclovir
lesi dendritik, dan penurunan visus
Staphylococcus Mukopurul Destruksi cepat dari kornea dalam 24-48 Tobramycin/cefazo
en, kelopak jam, pembentukan abses stomal, edema lin eye drops,
mata kornea, inflamasi segmen anterior. quinolones
menempel (moxifloxacin)
Pseudomonas Hijau biru
Streptococcus Mukopurul
en, kelopak
mata
menempel
Penyakit Serous Berkaitan dengan rheumatoid athritis,
jaringan ikat Sjogren syndrome, mooren ulcer, atau SLE
N EU R OLOGI
71. Status Epileptikus
• Definisi:
– Kondisi 5 menit atau lebih dari (i) kejang klinis kontinu dan/
atau aktifitas elektrografi atau (ii) kejang rekuren tanpa ada
keadaan sadar diantara dua kejang.
– Definisi SE diubah dari awalnya 60 menit, 30 menit, pada
akhirnya 5 menit atau lebih:
– Alasan:
• Kejang yang berlangsung lebih dari 5 menit tidak akan berhenti secara
spontan
• Kejang >30 menit sudah terdapat kerusakan di substantia nigra, 45
menit – 120 menit dapat terjadi kerusakan di lapis ketiga dan keempat
neurokorteks, CA1 dan CA4 neuron piramidal dari hipokampus.
• Jejas neuronal dan farmakoresisten dapat terjadi sebelum 30 menit
kejang kontinu.
Guidelines for the Evaluation and Management of Status Epilepticus. Neurocrit Care DOI
10.1007/s12028-012-9695-z
72. Klasifikasi Nyeri
1. Nyeri Nosiseptif
• Nyeri dengan stimulasi singkat dan tidak
menimbulkan kerusakan jaringan.
• Pada umumnya, tipe nyeri ini tidak memerlukan terapi
khusus karena perlangsungannya yang singkat.
• Nyeri ini dapat timbul jika ada stimulus yang cukup
kuat sehingga akan menimbulkan kesadaran akan
adanya stimulus berbahaya, dan merupakan sensasi
fisiologis vital.
• Intensitas stimulus sebanding dengan intensitas nyeri.
• Contoh: nyeri pada operasi, nyeri akibat tusukan
jarum, dll.
Woolf, C. J., 2004: Pain: Moving from Symptom Control toward Mechanism-Specific Pharmacologic Management,
Ann Intern Med; 140:441-451
2. Nyeri Inflamatorik
• Nyeri dengan stimulasi kuat atau berkepanjangan yang
menyebabkan kerusakan atau lesi jaringan.
• Nyeri tipe II ini dapat terjadi akut dan kronik dan pasien
dengan tipe nyeri ini, paling banyak datang ke fasilitas
kesehatan.
• Contoh: nyeri pada rheumatoid artritis.
3. Nyeri Neuropatik
• Merupakan nyeri yang terjadi akibat adanya lesi sistem
saraf perifer
• Seperti pada neuropati diabetika, post-herpetik neuralgia,
radikulopati lumbal, dll) atau sentral (seperti pada nyeri
pasca cedera medula spinalis, nyeri pasca stroke, dan nyeri
pada sklerosis multipel).
Woolf, C. J., 2004: Pain: Moving from Symptom Control toward Mechanism-Specific Pharmacologic Management,
Ann Intern Med; 140:441-451
4. Nyeri Fungsional
Woolf, C. J., 2004: Pain: Moving from Symptom Control toward Mechanism-Specific Pharmacologic Management,
Ann Intern Med; 140:441-451
Tipe Khusus Nyeri
• Nyeri Alih (Reffered Pain)
• Rasa nyeri yang dirasakan di bagian tubuh yang letaknya
cukup jauh dari jaringan yang menyebabkan rasa nyeri.
• Contohnya, rasa nyeri di dalam dalah satu organ viseral
sering dialihkan ke suatu daerah di permukaan tubuh.
• Terjadi apabila serabut nyeri viseral terangsang, sinyal
nyeri selanjutnya dijalarkan melalui beberapa neuron yang
sama yang menjalarkan sinyal nyeri yang berasal dari kulit.
• Pengetahuan mengenai bermacam-macam nyeri alih ini
sangat berguna dalam diagnosis klinis penyakit karana
pada banyak penyakit viseral satu-satunya tanda klinis
yang ditemui adalah nyeri alih.
Nyeri Alih
• Nyeri Viseral
• Rasa nyeri yang berasal dari bermacam-macam organ visera
dalam abdomen dan dada
• Dapat dipakai untuk mendiagnosis peradangan visera, penyakit
infeksi visera dan kelainan visera lain.
• Seringkali visera tidak mempunyai reseptor-reseptor sensorik
untuk modalitas sensasi lain kecuali untuk rasa nyeri
• Rasa nyeri viseral berbeda dengan rasa nyeri yang berasal dari
permukaan tubuh.
• Perbedaan yang paling penting adalah walaupun organ visera
mengalami kerusakan yang berat jarang mencetuskan rasa nyeri
yang hebat
• Setiap stimulus yang menimbulkan perangsangan difus pada
ujung serabut nyeri melalui organ visera (viskus) akan
menimbulkan rasa nyeri yang hebat.
73. Gerakan Involunter Abnormal
4. Distonia
• Kerusakan besar ekstrapiramidal melibatkan ganglia
basal. Gejalanya kompleks, dimulai dgn gerak otot
(atetose) pada lengan / anggota gerak lain, dapat
terjadi jg di otot leher dan punggung.
5. Balismus (hemibalismus)
• Gerak otot yg datang tiba-tiba, kasar, cepat. Terjadi pada otot
proksimal
6. Tik (tic)
• Tik merupakan suatu gerakan terkoordinir, berulang, dan melibatkan
sekelompok otot dalam hubungan yang sinergistik. Ada tik yang
menyerupai spasme klonik, dan disebutkan sebagai spasme-kebiasaan
(habit spasm).
7. Fasikulasi
• Merupakan gerakan halus, cepat, dan berkedut dari 1 berkas (fasikulus)
serabut otot / 1 unit motorik (kedutan kulit)
8. Spasme
• Gerakan abnormal tjd karena kontraksi otot-otot yg dipersarafi satu
saraf
• Tjd karena iritasi saraf perifer / otot atau iritasi di suatu tempat (dari
korteks – serabut otot)
• Klonik; tiba-tiba, sebentar dan dapat berulang-ulang
• Tonik ; lama dan terus menerus
9. Miokloni
– Gerakan timbul karena kontraksi otot secara cepat,
sekonyong2, sebentar aritmik, asinergik atau tidak
terkendali
– Meliputi sebagian satu otot, seluruh otot / sekelompok otot
– Pada otot2 ekstemitas dan badan, pada otot muka, rahang,
lidah faring dan laring
– Miokloni hebat; rangsang emosional, mental, taktil, visual /
auditorial
– Berkurang; gerakan volunter bertambah, dapat timbul pada
saat pasien tidur dan hilang saat setelah tidur
74. Kejang
• Kejang merupakan perubahan fungsi otak
mendadak dan sementara sebagai dari
aktivitas neuronal yang abnormal dan
pelepasan listrik serebral yang berlebihan.
(Betz & Sowden,2002)
Manifestasi Klinik
1. Kejang parsial ( fokal, lokal )
a) Kejang parsial sederhana : Kesadaran tidak terganggu, dapat
mencakup satu atau lebih hal berikut ini :
– Tanda – tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi .
Tanda atau gejala otonomik: muntah, berkeringat, muka merah,
dilatasi pupil.
– Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar musik,
merasa seakan jtuh dari udara, parestesia.
– Gejala psikis : dejavu, rasa takut, visi panoramik.
– Kejang tubuh; umumnya gerakan setiap kejang sama.
b) Parsial kompleks
– Terdapat gangguankesadaran, walaupun pada awalnya sebagai
kejang parsial simpleks
– Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik : mengecap –
ngecapkan bibir,mengunyah, gerakan menongkel yang berulang –
ulang pada tangan dan gerakan tangan lainnya.
– Dapat tanpa otomatisme : tatapan terpaku
2. Kejang umum ( konvulsi atau non konvulsi )
a) Kejang absens
– Gangguan kewaspadaan dan responsivitas
– Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari 15 detik
– Awitan dan akhiran cepat, setelah itu kempali waspada dan konsentrasi penuh
b) Kejang mioklonik
– Kedutan – kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi secara mendadak.
– Sering terlihat pada orang sehat selaam tidur tetapi bila patologik berupa kedutan keduatn sinkron
dari bahu, leher, lengan atas dan kaki.
– Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam kelompok
– Kehilangan kesadaran hanya sesaat.
c) Kejang tonik klonik
– Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada otot ekstremitas, batang
tubuh dan wajah yang berlangsung kurang dari 1 menit
– Dapat disertai hilangnya kontrol usus dan kandung kemih
– Saat tonik diikuti klonik pada ekstrenitas atas dan bawah.
– Letargi, konvulsi, dan tidur dalam fase postictal
d) Kejang atonik
– Hilngnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak mata turun, kepala
menunduk,atau jatuh ke tanah.
– Singkat dan terjadi tanpa peringatan.
EEG
• Elektro Enselo Grafi (EEG) adalah suatu alat yang
mempelajari gambar dari rekaman aktifitas listrik
di otak, termasuk teknik perekaman EEG dan
interpretasinya.
• Pembacaan EEG oleh dokter dijadikan acuan
untuk tindakan dan penanganan selanjutnya
kepada pasien.
• Elektroensefalogram (EEG) dipakai untuk
membantu menetapkan jenis dan focus dan
kejang.
75. AREA CORTEX CEREBRI (UTAMA)
menurut Broadmann
1. Lobus frontalis:
- area 4: cortex motorik primer
- area 6: area premotorik (extrapyramidal)
- area 8: atur gerak mata & pupil
- area 44,45: area bahasa motorik (Broca)
2. Lobus parietalis:
- area 1,2&3: area somatosensorik cortex sensorik primer
3. Lobus temporalis:
- area 41: cortex auditorik primer
- area 42: cortex auditorik sekunder (asosiasi)
- area 22,23: area bahasa perseptif (Wernicke)
- area 28: area olfaktorius
4. Lobus oksipitalis:
- area 17: cortex visual primer
- area 18,19: cortex asosiasi visual
LESI KORTEK CEREBRI
Lobus Defisit Neurologi Fenomena positif Psikopatologi
DEFINISI :
Penyebab amnesia :
1. Kerusakan otak
2. Akibat trauma atau penyakit :
3. Obat-obatan:
• obat antikolinergik,alcohol,neurotoksin,benzodiazepine dan
sejenisnya.
4. Penyebab fungsional
• faktor psikologis, seperti halnya mekanisme pertahanan ego.
BENTUK-BENTUK AMNESIA
• Anterograde amnesia
• kejadian baru dalam ingatan jangka pendek
tidak ditransfer ke ingatan jangka panjang yang
permanen
• Penderitanya tidak akan bisa mengingat apapun
yang terjadi setelah munculnya amnesia ini
walaupun baru berlalu sesaat.
• Retrograde amnesia
• ketidakmampuan memunculkan kembali ingatan
masa lalu yang lebih dari peristiwa lupa biasa.
Jenis Gangguan Keterangan
Amnesia Amnesia umumnya melukiskan defek pada fungsi memori. Rentang waktu
amnesia dapat sesingkat beberapa detik sampai selama beberapa tahun.
Kejadian ini paling sering dijumpai pasca trauma kepala, dapat juga terjadi
setelah jejas otak mayor (misalnya stroke). Beberapa tipe amnesia: Amnesia
retrigrad dan anterograd, serta amnesia psiogenik.
Afasia Afasia adalah gangguan berbahasa akibat gangguan serebrovaskuler hemisfer
dominan, trauma kepala, atau proses penyakit. Terdapat beberapa tipe
afasia, biasanya digolongkan sesuai lokasi lesi. Semua penderita afasia
memperlihatkan keterbatasan dalam pemahaman, membaca, ekspresi
verbal, dan menulis dalam derajat berbeda-beda.
Agnosia Agnosia adalah ketidakmampuan untuk mengorganisasikan informasi
sensorik agar bisa mengenal benda–benda / hilangnya daya untuk mengenali
arti stimuli sensoris macamnya sesuai indranya.
Apraxia Apraxia merupakan gangguan didapat pada gerakan motorik yang dipelajari
dan berurutan (sequential), yang bukan disebabkan oleh gangguan elementer
pada tenaga, koordinasi, sensorik, atau kurangnya pemahaman
(komprehensi) atau atensi.
77. Cerebellum
Fungsi Cerebellum:
1. Koordinasi gerakan volunter
2. Keseimbangan tubuh
3. Tonus otot
4. Mekanisme memori & motor learning
Control of body posture &
equilibrium.
Central
Neurogenic
hiperventilation
http://www.georgiahealth.edu/itss/edtoolbox/7370/pulm
onary/abnormbreathing.swf
Pola Pernapasan
ypes of brain herniation [3] 1) Uncal 2) Central
3) Cingulate 4) Transcalvarial 5) Upward 6)
Tonsillar
80. Tekanan Intra Kranial
Asam Valproat
• Asam valproat ( asam dipropil asetat ) terutama untuk:
– absence piknoleptik
– serangan grand mal
– mioklonik.
• Mekanisme kerja:
– Mengurangi perambatan lepasan listrik abnormal di dalam otak
– Memperkuat keja GABA pada sinaps-sinaps inhibisi hambatan enzim yang menguraikan GABA ( g-amino-
butyric acid) kadar GABA diotak meningkat.
• Efek samping:
– Keluhan saluran cerna, rambut rontok, gangguan pembekuan darah dan kerusakan hati.
• Interaksi obat:
– Menghambat metabolisme fenobarbital meningkatkan kadar barbiturat dalam sirkulasi
– Dapat meningkatkan kadar dan fenitoin di dalam darah
– Penggunaan bersamaan dosis harus dikurangi sampai 30-50 % guna menghindari sedasi berlebih
sebaliknya khasiatnya juga dIperkuat oleh anti epileptika lainnya.
• Dosis:
– Oral semula 3-4 dd 100-150 mg d.c. Dari garam natriumnya tablet ( tablet e.c )
– kemudian berangsur-angsur dalam waktu 2 minggu dinaikkan sampai 2-3 dd 300-500 mg, maksimal 3 gram
sehari.
– Anak-anak 20-30 mg/kg sehari.
– Asam bebasnya memberikan kadar plasma yang 15 % lebih tinggi (lebih kurang sama dengan persentase
natrium dalam Na-valproat ) tetapi lain daripada itu tidak lebih menguntungkan.
Golongan Barbiturat
• Memiliki sifat anti konvulsi yang baik terlepas dari sifat hipnotiknya
• Digunakan terutama senyawa kerja panjang untuk memberikan jaminan yang
lebih kontinu terhadap serangan grand mal.
• Salah Satu contohnya adalah Fenobarbital
• Mekanisme kerja:
• Fenobarbital memiliki aktivitas anti epilepsi
• membatasi penyebaran lepasan kejang didalam otak
• meningkatkan ambang serangan epilepsi.
• Mekanisme kerjanya tidak diketahui tetapi mungkin melibatkan potensiasi efek inhibisi dari neuron-
neuron yang diperantarai oleh GABA ( asam gama aminobutirat).
• Untuk mengatasi efek hipnotiknya obat ini dapat dikombinasi dengan kofein.
• Efek samping:
• Sedasi seperti pusing, mengantuk, ataksia. Nistagmus, vertigo
• Agitasi dan kebingungan terjadi pada dosis tinggi.
• Interaksi obat:
• Bersifat menginduksi enzim, antara lain mempercepat penguraian kalsiferol ( Vitamin D2 ) dengan
kemungkinan timbulnya rachitas ( penyakit inggris pada anak kecil )
• Penggunaannya bersama dengan valproat harus hati-hati, karena kadar darah fenobarbital dapat
ditingkatkan.
• Dosis:
• 1-2 dd 30-125 mg, maksimal 400 mg (dalam 2 kali), pada anak-anak 2-12 bulan 4 mg/kgBB sehari,
pada status epileptikus, dewasa 200-300 mg.
Karbamazepin
• Karbamazepin merupakan turunan dibenzazepin mempunyai sistem cincin yang sama
seperti timoleptika opipramol dan hanya berbeda dari senyawa ini pada subsitituen N.
• Disaat ini senyawa ini merupakan salah satu anti epileptika yang terpenting dan paling
banyak digunakan.
• Mekanisme kerja:
• Mengurangi perambatan impuls abnormal didalam otak dengan cara menghambat kanal natrium, sehingga
menghambat timbulnya potensial kerja yang berulang-ulang didalam fokus epilepsi.
• Efek samping:
• Pemberian kronik stupor, koma dan depresi pernapasan bersamaan dengan rasa pusing, vertigo, ataksia dan
pandangan kabur
• merangsang lambung timbul mual dan muntah
• Anemia aplastik, agranulositosis dan trombositopenia telah terjadi pada beberapa penderita.
• Interaksi obat:
• Metabolisme dalam hati dihambat oleh beberapa obat
• Penyesuaian dosis pada gangguan fungsi hepar menghindari gejala-gejala toksik
• Dosis:
• Permulaan sehari 200-400 mg dibagi dalam beberapa dosis
• Berangsur-angsur dapat dinaikkan sampai 800-1200 mg dibagi dalam 2-4 dosis
• Pada manula setengah dari sosis ini
• Dosis awal bagi anak-anak:
• sampai usia 1 tahun 100 mg sehari
• 1-5 tahun 100-200 mg sehari
• 5-10 tahun 200-300 mg sehari
• dosis pemeliharaan 10-20 mg/kgBB sehari dibagi dalam beberapa dosis.
Golongan Benzodiazepin
• Contoh diazepam, dan nitrazepam
• Terutama digunakan pada epilepsi petit-mal pada bayi dan anak-anak.
• Efektivitas pada:
• Absence piknoileptik
• serangan mioklonik astatik
• serangan propulsif.
• Mekanisme Kerja:
• Menekan serangan yang berasal dari fokus epileptogenik
• efektif pada serangan absence dan mioklonik tetapi terjadi juga toleransi.
• Efek samping:
• mengantuk, termenung-menung, pusing, dan kelemahan otot.
• Dosis:
• 2-4 dd 2-10 mg dan i.v. 5-10 dengan perlahan-lahan (1-2 menit), bila perlu diulang setelah 30
menit
• pada anak-anak 2-5 mg
• Pada status epilepticus dewasa dan anak diatas usia 5 tahun 10 mg
• Pada anak-anak dibawah 5 tahun 5 mg sekali
• Pada konvulsi karena demam: anak-anak 0,25-0,5 mg/kg berat badan bayi
• anak-anak dibawah 5 tahun 5 mg
• setelah 5 tahun 10 mg.
82. Radikulopati
• Radikulopati adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan gangguan
fungsi dan struktur radiks akibat proses patologik yang dapat mengenai
satu atau lebih radiks saraf dengan pola gangguan bersifat dermatomal.
• Etiologi
– Proses kompresif, Kelainan-kelainan yang bersifat kompresif sehingga
mengakibatkan radikulopati adalah seperti : hernia nucleus pulposus
(HNP) atau herniasi diskus, tumor medulla spinalis, neoplasma tulang,
spondilolisis dan spondilolithesis, stenosis spinal, traumatic dislokasi,
kompresif fraktur, scoliosis dan spondilitis tuberkulosa, cervical
spondilosis
– Proses inflammatori, Kelainan-kelainan inflamatori sehingga
mengakibatkan radikulopati adalah seperti: Gullain-Barre Syndrome
dan Herpes Zoster
– Proses degeneratif, Kelainan-kelainan yang bersifat degeneratif
sehingga mengakibatkan radikulopati adalah seperti Diabetes Mellitus
Tipe-tipe Radikulopati
• Radikulopati lumbar
– Radikulopati lumbar merupakan problema yang sering terjadi yang disebabkan oleh
iritasi atau kompresi radiks saraf daerah lumbal.
– sering disebut sciatica.
– Gejala jarang terjadi dapat disebabkan oleh beberapa sebab seperti bulging diskus (disk
bulges), spinal stenosis, deformitas vertebra atau herniasi nukleus pulposus.
Radikulopati dengan keluhan nyeri pinggang bawah sering didapatkan (low back pain)
• Radikulopati cervical
– Radikulopati cervical umunya dikenal dengan “pinched nerve” atau saraf terjepit
merupakan kompresi pada satu atau lebih radix saraf uang halus pada leher
– Gejala pada radikulopati cervical seringnya disebabkan oleh spondilosis cervical.
• Radikulopati torakal
– Radikulopati torakal merupakan bentuk yang relative jarang dari kompresi saraf pada
punggung tengah. Daerah ini tidak didesain untuk membengkok sebanyak lumbal atau
cervical. Hal ini menyebabkan area thoraks lebih jarang menyebabkan sakit pada spinal.
Namun, kasus yang sering yang ditemukan pada bagian ini adalah nyeri pada infeksi
herpes zoster.
Lasegue’s Test
• Prosdur: pasien supine.
Fleksikan sendi pinggul pasien
dengan lutut tertekuk. Jaga
pinggul tetap dalam keadaan
fleksi, kemudian ekstensikan
tungkai bawah.
• Tes positif: radikulopati sciatik
(+), jika:
– Nyeri tidak ada pada
kondisi pinggul dan lutut
fleksi.
– Nyeri muncul saat pinggul
fleksi, dan kemudian lutut
diekstensikan.
Bragard’s Test
• Prosedur: pasien supine. Kaki
pasien lurus kemudian elevasi
hingga titik dimana rasa nyeri
dirasakan. Turunkan 5o dan
dorsofleksi kaki.
• Positive Test: nyeri akibat traksi
nervus sciatik.
– Nyeri dengan dorsiflexion 0° to
35° – extradural sciatic nerve
irritation.
– Nyeri dengan dorsiflexion from
35° – 70° – intradural problem
(usually IVD lesion).
– Nyeri tumpul paha posterior -
tight hamstring.
Lhermitte’s Test (or Phenomenon)
Sumber: Thwaites G, Fisher M, Hemingway C, Scott G, Solomon T, Innes J. British infection society guideline for the diagnosis
and treatment of tuberculosis of the central nervous system in adults and children. Jounal of Infection, 2009; 59: 167-187
Gejala dan tanda
• Nyeri kepala
• Demam
• Muntah
• Fotofobia
• Anoreksia dan
penurunan BB
• Kaku kuduk
• Kebingungan
• Bahkan bisa sampai
koma
• Cranial nerve palsy:
N III, VI, dan VII
• Hemiparesis atau
paraparesis
• Kejang
Sumber: Thwaites G, Fisher M, Hemingway C, Scott G, Solomon T, Innes J. British infection society guideline for the diagnosis
and treatment of tuberculosis of the central nervous system in adults and children. Jounal of Infection, 2009; 59: 167-187
NILAI NORMAL CAIRAN SEREBROSPINAL
Opening pressure 90-180 mm H2O / 6.6 – 13.2 mmHg jika posisi
pasien berbaring ke arah lateral
Tekanan ↑↑ Normal/↑ ↑ ↑↑ ↑
1 atau lebih
1 atau lebih Gangguan
Gangguan episode
episode afektif
mood mania atau
depresi bipolar
hipomania
Gangguan bipolar
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17696573
Bipolar tipe I dan II
Keterangan:
Pada bipolar tipe II,
episode peningkatan
mood lebih ke arah
hipomanik.
http://www.medscape.com/viewarticle/754573
GANGGUAN SKIZOAFEKTIF
Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala definitif
adanya skizofrenia dan gangguan skizofrenia dan gangguan afektif sama-sama
menonjol pada saat yang bersamaan (simultaneously), atau dalam beberapa
hari yang satu sesudah yang lain, dalam satu episode penyakit yang sama, dan
bilamana, sebagai konsekuensi dari ini, episode penyakit tidak memenuhi
kriteria baik skizofrenia maupun episode manik atau depresif.
Tidak dapat digunakan untuk pasien yang menampilkan gejala skizofrenia dan
gangguan afektif tetapi dalam episode penyaki tyang berbeda.
PPDGJ-III
Skizofrenia vs Skizoafektif vs
Gangguan Mood dengan Gejala Psikotik
Skizofrenia Skizoafektif Gangguan mood disertai
gejala psikotik
Gejala Kronik, sejak awal Kronik, sejak awal Hanyaada setelah episode
psikotik onset sakit onset sakit gangguan mood terjadi
Gangguan Tidak ada, atau ada Ada terus menerus Ada, memenuhi kriteria
mood tetapi tidak selama sakit diagnosis gangguan mood
menonjol berlangsung. Gejala (manik/ depresi)
mayor gangguan mood
belum tentu ada
PPDGJ
PEDOMAN DIAGNOSIS HIPOKONDRIASIS
PPDGJ-III
92. GANGGUAN PSIKOMOTOR
• Stupor: keadaan di mana pasien tidak berkomunikasi,
yaitu tidak berbicara (mutisme) atau tidak bergerak
(akinesia), meskipun ia waspada.
SKIZOFRENIA
Skizofrenia Gangguan isi pikir, waham, halusinasi, minimal 1
bulan
Paranoid merasa terancam/dikendalikan
Hebefrenik 15-25 tahun, afek tidak wajar, perilaku tidak dapat diramalkan,
senyum sendiri
Katatonik stupor, rigid, gaduh, fleksibilitas cerea
Skizotipal perilaku/penampilan aneh, kepercayaan aneh, bersifat magik, pikiran
obsesif berulang
Waham menetap hanya waham
Psikotik akut gejala psikotik <2 minggu.
Skizoafektif gejala skizofrenia & afektif bersamaan
Residual Gejala negatif menonjol, ada riwayat psikotik di masa lalu yang
memenuhi skizofrenia
Simpleks Gejala negatif yang khas skizofrenia (apatis, bicara jarang, afek
tumpul/tidak wajar) tanpa didahului halusinasi/waham/gejala
psikotik lain. Disertai perubahan perilaku pribadi yang bermakna
(tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, penarikan diri).
93. RETARDASI MENTAL
• Retardasi mental merupakan suatu penurunan
fungsi intelektual secara menyeluruh yang
terjadi pada masa perkembangan dan
dihubungkan dengan gangguan adaptasi sosial
(AAMD).
http://pedsinreview.aappublications.org/content/27/6/204.full
PPDGJ-III
• Ketentuan subtipe retardasi mental meliputi:
– F70: Ringan (IQ 50-69)
– F71: Sedang (IQ 35-49)
– F72: Berat (IQ 20-34)
– F73: Sangat Berat (<20)
94. GEJALA EKSTRAPIRAMIDAL
GEJALA EKSTRAPIRAMIDAL
Karakteristik
Akathisia Gelisah dan merasa perlu bergerak terus. Menggerakkan kaki mengetuk
lantai (foot tapping atau toe tapping). Gejala ini berkurang saat tidur atau
pada posisi berbaring. Pasien merasa tertekan bila tidak dapat bergerak.
DYSTONIA
• Hentikan atau turunkan dosis • PARKINSONISME
obat yang menyebabkan • Hentikan atau turunkan dosis
distonia. obat yang menyebabkan gejala.
• Ganti obat menjadi golongan • Ganti obat menjadi golongan
antipsikotik atipikal antipsikotik atipikal
• Berikan obat-obatan • Obat lain: Amantadine, golongan
antimuskarinik antimuskarinik, agonis dopamin,
• Tatalaksana ansietas levodopa
• Pada distonia fokal , dapat diberi
toksin Botulinum
• Pemberian relaksan otot,
dopamin-depleting agent Obat antimuskarinik seperti
• Deep brain stimulation Triheksifenidil, Benzodiazepin,
Levetiracetam, Pregabalin)
Kaplan & Sadock synopsis of psychiatry.
Judi patologis Adanya kebutuhan untuk mempertaruhkan uang dalam jumlah yang
semakin banyak dari waktu ke waktu dan timbul gejala gelisah ketika
berusaha berhenti (withdrawal).
Trikotilomania Adanya dorongan untuk mencabuti rambut sendiri dari bagian tubuh
yang manapun, termasuk rambut di kulit kepala, alis dan bulu bulu
tangan.
98. GANGGUAN TIDUR
• Gangguan tidur non organik mencakup :
– Disomnia: kondisi psikogenik primer dengan ciri
gangguan pada jumlah, kualitas atau waktu tidur
insomnia, hipersomnia, gangguan jadwal
tidur
– Parasomnia: peristiwa episodik abnormal selama
tidur. Pada masa kanak ada hubungan dengan
perkembagan anak, pada orang dewasa berupa
somnabulisme, night terror, nightmare
98. Insomnia
Menurut DSM IV
• Sulit memulai atau mempertahankan tidur
• Tidur non-restoratif yang berlangsung setidaknya satu bulan
• Menyebabkan gangguan fungsi yang signifikan pada individu
Terminal insomnia
• Bangun lebih pagi dari biasanya secara terus menerus
• Berkaitan dengan depresi
Sumber: DSM V
Prinsip tatalaksana
• Terapi pilihan utama: Cognitive Behavioural Therapy
(CBT)
• Tatalaksana non-farmakologis:
1. Sleep hygiene (mengurangi kafein dan alkohol di
malam hari, mengurangi menonton TV atau meliha
handphone sebelum tidur)
2. Terapi kognitif: memperbaiki pola pikir dan
kecemasan
3. Terapi relaksasi
4. Terapi kontrol stimulus: menggunakan tempat tidur
hanya untuk tidur dan aktivitas seksual, tidak
berbaring sebelum mengantuk
5. Terapi restriksi tidur: membatasi waktu berbaring di
tempat tidur mulai dari 5 jam per hari
Sumber: DSM V
Terapi farmakologis
• Indikasi: jika tidak ada perbaikan setelah dilakukan CBT
Golongan obat
Hipnotik sedatif (DOC) 1. Golongan benzodiazepine
- Alprazolam
- Triazolam
2. Golongan non-benzodiazepine
- Zolpidem
- Zaleplon
Antidepresan Yang memiliki efek sedasi:
- Amitriptilin
- Doksepine
- Mirtazapine
• Narcolepsy
- Tidur mendadak yang tidak diawali rasa mengantuk
- Terjadi berulang, yaitu 3 kali seminggu dalam 3 bulan terakhir
- Biasanya dipicu oleh tertawa atau emosi
- Berlangsung singkat (detik hingga menit)
- Berhubungan dengan defisiensi hipokretin
• Parasomnia
- Perilaku abnormal ketika tidur
- Contoh: sleep walking
Sumber: DSM V
F51.1 Hipersomnia non organik
• Hipersomnia adalah bertambahnya waktu tidur
sampai 25% dari pola tidur yang biasa.
• Gejala :
a) Rasa kantuk siang hari yang berlebihan atau
adanya serangan tidur dan atau transisi yang
memanjak dari saat mulai bangun hingga sadar
penuh.
b) Terjadi setiap hari, lebih dari 1 bulan atau
berulang dengan kurun waktu lebih pendek.
c) Tidak ada kondisi neurologis atau medis yang
menunjukan gejala rasa kantuk pada siang hari.
Narkolepsi
• Narkolepsi adalah salah satu bentuk hipersomnia yang
paling sering terjadi.
•
• Narkolepsi ditandai dengan bertambahnya waktu tidur
yang berhubungan dengan keinginan tidur yang tidak
dapat ditahan sebagai salah satu gejala, atau kombinasi
antara gejala seperti cataplexy, sleep paralysis, atau
hypnagogic hallucinations.
– Katapleksi: kehilangan kontrol otot secara tiba-tiba yang
dapat menyebabkan orang tersebut pingsan tanpa
kehilangan kesadaran.
– Sleep paralysis: kehilangan tonus otot dan kehilangan
kesadaran yang bersifat sementara.
F51.2 Gangguan jadwal tidur non
organik
• Gangguan ini timbul akibat ketidakcocokan antara
ritme sirkadian normal dan siklus tidur-terjaga
normal yang dituntut oleh lingkungan.
• Ditandai dengan :
– Pola tidur-jaga dari individu tidak seirama dengan pola
tidur-jaga yang normal bagi masyarakat setempat.
– Insomnia pada waktu orang-orang tidur dan
hipersomnia pada waktu kebanyakan orang jaga, yang
dialami hampir setiap hari untuk sedikitnya 1 bulan
atau berulang dengan kurun waktu yang lebih pendek.
– Adanya gejala gangguan jiwa lain seperti cemas,
depresi.
F51.3 Somnambulisme (Sleepwalking)
• Somnambulisme adalah gangguan tidur sambil berjalan,
yang merupakan gangguan perilaku yang terjadi dalam
tahap mimpi dari tidur.
• Penyebab
a) Kurang tidur (sleep deprivation)
b) Jadwal tidur yang tidak teratur/kacau (chaotic sleep
schedules)
c) Demam (fever)
d) Stres atau tekanan (stress)
e) Kekurangan (deficiency) magnesium
f) Intoksikasi obat atau zat kimia
F51.4 Teror tidur (night terrors)
• Night terror adalah suatu kondisi terbangun dari sepertiga awal tidur malam,
biasanya diikuti dengan teriakan dan tampakan gejala cemas yang berlebihan,
berlangsung selama 1 – 10 menit.
• Gejala
Dalam episode yang khas, penderita akan terduduk di tempat tidur dengan
kecemasan yang sangat dan tampakan agitasi serta gerakan motorik perseverativ
(seperti menarik selimut), ekspresi ketakutan, pupil dilatasi, keringat yang
berlebihan, merinding, nafas dan detak jantung yang cepat.
• Kriteria DSM-IV untuk Night Terror :
– Episode berulang dari bangun secara tiba-tiba dari tidur, biasanya berlangsung pada sepertiga
awal tidur dan dimulai dengan teriakan yang panik.
– Ketakutan yang sangat dan tanda-tanda sistem autonomik yang meningkat seperti takikardi,
bernafas dengan cepat, dan keringat dalam setiap episode.
– Tidak responsif secara relatif terhadap dukungan orang sekitar untuk menenangkan disaat
episode.
– Tidak dijumpainya mimpi yang dapat diingat dan timbulnya amnesia terhadap episode.
– Episode-episode serangan dapat menyebabkan distress tang tampak secara klinis dan ketidak
seimbangan dalam lingkungan, pekerjaan dan dalam aspek lain.
– Gangguan tidak disebabkan oleh efek psikologis suatu zat secara langsung (seperti
penyalahgunaan zat atau untuk medikasi) ataupun dalam suatu kondisi medis umum.
F51.5 Mimpi buruk (nightmare)
• Gangguan ini terdiri dari terjaga dari tidur yang berulang
dengan ingatan terperinci yang hidup akan mimpi
menakutkan.
• Gambaran klinis berikut adalah esensial untuk diagnosis
secara pasti terhadap mimpi buruk, yaitu:
– Terbangun dari tidur malam atau tidur siang berkaitan dengan
mimpi yang menakutkan yang dapat diingat kembali secara
terperinci dan jelas (vivid),
– Setelah terbangun dari mimpi yang menakutkan, individu segera
sadar dan mampu mengenali lingkungannya.
– Pengalaman mimpi itu dan akibat dari tidur yang terganggu,
menyebabkan penderitaan yang cukup berat bagi individu.
• Psikoterapi dan pengobatan perilaku merupakan metode
pengobatan paling efektif.
KULIT & KELAMIN,
MIKROBIOLOGI,
PARASITOLOGI
99. Pedikulosis
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Pedikulosis pubis
• Infeksi rambut di daerah pubis dan sekitarnya
• Menyerang dewasa (tergolong PMS), dapat
menyerang jenggot/kumis
• Dapat menyerang anak-anak, seperti di
alis/bulu mata dan pada tepi batas rambut
kepala
• Gejala
• Gatal di daerah pubis dan sekitarnya, dapat meluas
ke abdomen/dada, makula serulae (sky blue spot),
black dot pada celana dalam
Pedikulosis Pubis: Tatalaksana
• Pengobatan
• Permetrin 1% lotion
• Membunuh kutu namun tidak dengan telur pengobatan
kedua 9 hari setelah pengobatan pertama
• Untuk bayi > 2 bulan
• Gameksan 1%,
http://emedicine.medscape.com/article/225013-treatment#d11
Sky Blue Spot/ Macula cerulae
Pedikulosis kapitis
• Infeksi kulit dan rambut kepala
• Banyak menyerang anak-anak dan higiene buruk
• Gejala
• Mula-mula gatal di oksiput dan temporal, karena garukan terjadi
erosi, ekskoriasi, infeksi sekunder
• Diagnosis
• Menemukan kutu/telur, telur berwarna abu-abu/mengkilat
• Pengobatan: malathion 0.5%- 1%, gameksan 1%, benzil
benzoat 25%, Permetrin 1%
• Permethrin 1% lotion or shampoo (Nix) is first-line
treatment for pediculosis, except in places with known
permethrin resistance.
• Topical therapies should be used twice, at day 0 and again at
day 7 to 10, to fully eradicate lice.
Pedikulosis kapitis: Tatalaksana
Permethrin 1% lotion (Nix) Apply to damp hair and First-choice treatment per
leave on for 10 minutes, guidelines
then rinse; repeat in seven
days (per package insert
Malathion 0.5% lotion Apply to dry hair enough to Flammable; do not use hair
(Ovide) sufficiently wet the hair dryer, cigarettes, or open
and scalp; allow to dry flame while hair is wet
naturally
Shampoo eight to 12 hours
later, rinse, and use lice
comb
Repeat after seven to nine
days if live lice still are
present
http://www.aafp.org/afp/2012/0915/p535.html
Pedikulosis korporis
• Biasanya menyerang orang dewasa dengan higiene buruk
(jarang mencuci pakaian)
• Kutu melekat pada serat kapas dan hanya transien ke kulit
untuk menghisap darah
• Gejala
• Hanya bekas garukan di badan
• Diagnosis
• Menemukan kutu/telur pada serat kapas pakaian
• Pengobatan
• Gameksan 1%, benzil benzoat 25%,
malathion 2%, pakaian direbus/setrika
100. Miasis Kutaneus
• Miasis adalah kontaminasi tubuh
oleh larva lalat ordo Diptera
• Tatalaksana
– Aplikasi substansi toksik ke larva dan telur
– Hipoksia terlokalisir untuk memaksa larva
keluar (petrolatum, polimiksin B, ivermektin
1% topikal dll)
– Pengeluaran mekanis atau operatif dari
belatung
– Kontrol infeksi sekunder
cmr.asm.org
Miasis Kutaneus: Miasis Migratori
• Saat belatung bermigrasi melalui terowongan bawah
kulit tidak mampu menyelesaikan siklus hidup dalam
kulit manusia
• Diagnosis
– Pemberian 1-2 tetes mineral oil pada lesi dilihat dengan
kaca pembesar
• Tatalaksana
– Insisi, operasi eksisi
– Obat oral: albendazol atau ivermektin
untuk imobilisasi parasit
Miasis Kutaneus: Wound Miasis
• Saat larva lalat terinfestasi pada luka terbuka
• Diagnosis
– Inspeksi klinis
– Nyeri, sensasi bergerak, adanya luka yang bernanah dan berbau
• Tatalaksana
– Debridement
– Ambil semua larva yang terlihat
– Irigasi
– Kloroform 15% dalam minyak zaitun imobilisasi larva
– Ivermektin 1% topikal dalam larutan propilen glikol diaplikasikan pada suka
selama 2 jam dan dibersihkan dengan larutan
garam
101. Iktiosis Vulgaris
Definisi
• Gangguan pembentukan keratin sehingga sekresi keringat
dan sebum berkurang
JENIS
• Iktiosis vulgaris
– Kelainan genetik pada kulit yang diturunkan
sebagai autosom dominan
– sering disertai dengan ekzema atopik
– Mild skin scaling and dryness
• Localized ichthyosis
– Characterized by thick or scaly skin that is localized to
particular regions such as the palms of the hands and
soles of the feet
Iktiosis Vulgaris
• Tersering muncul pada usia 2 bulan (sebelum 5
tahun)
http://www.dermnetnz.org /topics/ichthyosis-vulgaris/
Iktiosis Vulgaris: Tanda dan Gejala
• Jenis Iktiosis tersering (95%)
•
• Permukaan ekstensor anggota gerak
tertutup sisik yang kering; lipat ketiak
dan siku biasanya tidak terkena
http://www.dermnetnz.org /topics/ichthyosis-vulgaris/
102. Akne vulgaris
• Penyakit peradangan kronik folikel pilosebasea
• Faktor Predisposisi
– Perubahan pola keratinisasi dalam folikel, produksi sebum ↑,
terbentuknya fraksi asam lemak bebas, peningkatan jumlah flora
folikel (Propionibacterium acnes), pembentukan circulating antibodies,
peningkatan kadar hormon androgen, stres psikis, faktor lain (usia, ras,
familial, makanan, cuaca)
• Gejala klinis:
– Predileksi: muka, bahu, dada atas, punggung atas
– Erupsi kulit polimorfik:
• Tak beradang: komedo, papula tidak beradang
• Beradang: pustula, nodus, kista beradang
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Akne vulgaris: Klasifikasi
Gradasi (Wasitaatmadja, 1982) Klasifikasi Lehmann dkk. (2002)
• Ringan, bila: • Ringan, bila:
– 5 – 10 lesi, tak meradang pd satu – Komedo < 20, ATAU
predileksi
– Lesi inflamasi < 15, ATAU
– < 5 lesi tak meradang pd bbrp predileksi
– Total lesi < 30
– < 5 lesi meradang pada satu predileksi
Menaldi, Sri Linuwih. Buku Ajar Penyakit Kulit & Kelamin. Balai Penerbit FKUI. 2015
Akne vulgaris: Tatalaksana
Menaldi, Sri Linuwih. Buku Ajar Penyakit Kulit & Kelamin. Balai Penerbit FKUI. 2015
Akne vulgaris: Tatalaksana
• Tatalaksana Umum
• Mencuci wajah minimal 2x/hari
• Topikal:
– Iritan: sulfur, asam salisilat, peroksida benzoil, asam retinoat
– Antibiotik: oksitetrasiklin, eritromisin
– Antiinflamasi: hidrokortison, triamsinolon intralesi
• Sistemik
– Antibiotik:
• tetrasiklin 250-500 mg PO 2x/hari
• Doksisiklin 200 mg/ hari, 2x/hari PO
KELAINAN KARAKTERISTIK
Erupsi papulopustula mendadak tanpa ada komedo
ERUPSI AKNEIFORMIS hampir di seluruh bagian tubuh. Disebabkan oleh induksi
obat (cth kortikosteroid)
• Tatalaksana
– Doksisiklin 100 mg PO 2x/hari selama 21 hari atau
– Eritromisin 500 mg PO 4x/hari selama 21 hari
http://emedicine.medscape.com/article/220869-treatment
104. Tuberkulosis Kutis
• Etiologi
– M. tuberculosis (91,5%), M. Bovis, M. Marinum, dll
• Klasifikasi
– Rute Infeksi: Eksogen, endogen, limfogen, hematogen
– Banyaknya BTA: Multibasiler dan Pausibasiler
Tuberkulosis Kulit: Gambaran Klinis
JENIS TB GAMBARAN KLINIS
KUTIS
TB Inokulasi • Terjadi pada orang yang belum pernah terinfeksi TB sebelumnya inokulasi
Primer langsung melalui lesi mikro kulit
(Tuberculous • Lokasi: wajah, tangan, kaki, ulkus gusi (primary gingivitis)
chancre) • Lesi awal: papul/nodul ulkus dlm 2-3 minggu: keras, dangkal, tidak nyeri,
dasar granulasi + limfadenopati non nyeri (kompleks Ghon/primer)
Skrofuloderma • Penyebaran infeksi pada struktur bawah kulit: kel. Limfe (tersering), sendi,
tulang, maupun epididimis
• Predileksi: daerah dengan banyak kel. Limfe superfisial (leher dari , ketiak, lipat
paha)
• Lesi awal: kel. Limfe mbesar & berkonfluensi perlunakan (abses dingin)
pecah: fistel ulkus memanjang dan tidak teratur, kulit sekitar merah kebiuran,
dasar jar. Granulasi, dinding bergaung, jembatan jaringan
Tuberkulosis • TB kutis yang terjadi di sekitar orifisium
Orifisialis • Ulkus di mulut, bibir, dan sekitarnya akibat kontak langsung dengan sputum.
Anus (kontak dengan feses) dan OUE (kontak dgn urin terinfeksi
• Terutama pada pasien dengan imun rendah
• Karakteristik ulkus: nyeri, tepi tak rata (punched out), dasar tertutup
pseudomembran fibrin dan mudah berdarah, ukosa sekitar edem dan inflamasi
Tuberkulosis • Pada anak & dewasa dengan TB paru yang menyebar ke seluruh tubuh sampai
Miliaris Akut meningen
• Lokasi paling sering: badan
• Lesi: makula eritema dan papul multipel, ukuran kecil (< 5mm), meninggalkan
sikatriks. Pemeriksaan diaskopi: apple jelly colour
http://www.kalbemed.com/Portals/6/08_219Pendekatan%20Klinis%20Infeksi%20Tuberkulosis%20pada%20Kulit.pdf
Tuberkulosis Kulit: Gambaran Klinis
JENIS TB GAMBARAN KLINIS
KUTIS
TB Gumosa • Infiltrasi subkutan, lunak, berbatas tegas, kronis, destruktif
• Akibat penyebaran mikrobakteria yang dorman secara hematogen
• PCR
• Klasifikasi
– Memfermentasi laktosa dan Non fermentasi
laktosa/sukrosa
Enterobacteriaceae: Alur Pemeriksaan
Tinja, usap dubur, darah, cairan tubuh,
sputum, pus, urin, hapusan tenggorok, dll
KALDU SELENIT
AGAR MacCONKEY
• Untuk menunjukkan adanya flagel/alat gerak bakteri, serta produksi indolase dan urease
• Sering dipakai untuk membedakan salmonella dengan shigella
Vibrio cholerae
E. coli
MOTIL
Salmonella
Klebsiella
NON MOTIL
Shigella disentriae
Salmonella sp. vs Shigella sp.
http://emedicine.medscape.com/article/182767-overview
106. Miliaria
• Penyumbatan pada kelenjar keringat akibat
peningkatan kelembaban dan panas serta oklusi kulit
MILIARIA PATOFISIOLOGI KLINIS
• Pencegahan
– Kontrol kelembaban dan panas, menggunakan
pakaian yang menyerap keringat, batasi aktivitas,
gunakan air conditioning
• Terapi
– Topikal: kalamin, asam boraks, mentol, mandi
dengan sabun, steroid topikal, antibiotik topikal,
lanolin anhidrosa (miliaria profunda)
http://emedicine.medscape.com/article/1070840-treatment
107. Trikuriasis (Cacing Cambuk)
Gejala
• nyeri ulu hati, kehilangan
nafsu makan, diare,
anemia, prolaps rektum
Telur
• Seperti tempayan/ lemon,
memiliki dua kutub
• Ukuran 20-25 mcm dan 50-
55 mcm
DOC Antihelmintik
JENIS CACING DOC ANTIHELMINTIK Keterangan
http://emedicine.medscape.com/article/996482-medication#2
108. Hidradenitis suppurativa
• Infeksi kelenjar apokrin, biasanya oleh
Staphylococcus aureus
• Perjalanan Penyakit
• Gejala konstitusi : demam, malaise
• Ruam berupa nodus dengan 5 tanda
radang akut melunak membentuk abses
pecah: fistel dapat membentuk sinus
yang multipel
DISEASES EFLORECENSES
Toxic Epidermal Detachment of more than 30% BSA, Nikolsky's
Necrolysis sign (+)
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
TEN Definitions
• SJS/TEN:
– Lesions: Small blisters on dusky purpuric macules or atypical targets
– Mucosal involvement common
– Prodrome of fever and malaise common
• Stevens-Johnson Syndrome:
– Rare areas of confluence.
– Detachment </= 10% BSA
• Toxic Epidermal Necrolysis:
– Confluent erythema is common.
– Outer layer of epidermis separates easily from basal layer with lateral
pressure (nikolsky sign (+))
– Large sheet of necrotic epidermis often present.
– >30% BSA involved.
Presentation
• Fever (often >39) and flu-like illness 1-3 days before
mucocutaneous lesions appear
• Confluent erythema
• Facial edema or central facial involvement
• Lesions are painful
• Palpable purpura
• Skin necrosis, blisters and/or epidermal detachment
• Mucous membrane erosions/crusting, sore throat
• Visual Impairment (secondary to ocular involvement)
• Rash 1-3 weeks after exposure, or days after 2 nd exposure
NEKROLISIS EPIDERMAL
ERITEMA MULTIFORME
TOKSIK
• Bentuk parah SSJ
• Erupsi mendadak dan rekuren pada • Gejala:
kulit dan kadang-kadang pada – Mirip SSJ namun lebih berat
mukosa dengan gambaran – Hampir seluruh tubuh
bermacam-macam spektrum
– Epidermolisis: tanda Nikolsky (+)
• Penyebab pasti belum diketahui • Obat:
• Gejala: – KS sistemik dosis tinggi
– Tipe makula-eritema – Sulfadiazin perak topikal (sama
• Mendadak, simetrik, predileksi di seperti luka bakar)
punggung tangan, telapak tangan,
ekstensor ekstremitas, mukosa. – Suportif
Gejala khas: bentuk iris
– Tipe vesikobulosa
• Makula, papula, urtika yang
kemudian timbul lesi vesikobulosa di
tengah
• Obat: simtomatik, KS oral
Erupsi Kulit ec Obat: Fixed Drug Eruption
• Merupakan reaksi alergi tipe IV (lambat)
• Tanda patognomonis
– Lesi khas:
• Vesikel, bercak
• Eritema
• Lesi target berbentuk bulat lonjong atau numular
• Kadang-kadang disertai erosi
• Bercak hiperpigmentasi dengan kemerahan di tepinya,
terutama pada lesi berulang
• Pemfigoid bulosa
• Selulitis
• Herpes simpleks
• Komplikasi : Infeksi
sekunder
TEN: Terapi
• Kortikosteroid sistemik: prednison tab 30 mg/hari dibagi dalam 3x/ hari
• Pengobatan topikal
– Erosi atau madidans dapat dilakukan kompres NaCl 0,9% atau Larutan
Permanganas kalikus 1/10.000 dengan 3 lapis kasa selama 10-15
menit. Kompres dilakukan 3 kali sehari sampai lesi kering.
– Terapi dilanjutkan dengan pemakaian topikal kortikosteroid potensi
ringan-sedang, misalnya hidrokortison krim 2.5% atau mometason
furoat krim 0.1%
110. Reaksi Kusta
• Interupsi dengan episode akut pada perjalanan penyakit
yang sebenarnya sangat kronik
Pure neuritis leprosy Jenis lepra yang gejalanya berupa neuritis saja
Lepra Tuberkuloid Bentuk stabil dari lepra, lesi minimal, gejala lebih ringan. Tipe yg
termasuk TT (Tuberkuloid polar), Ti ( Tuberkuloid indenfinite), BT
(Borderline Tuberkuloid)
Reaksi Reversal Lesi bertambah aktif (timbul lesi baru, lesi lama menjadi
kemerahan), +/- gejala neuritis. Umum pada tipe PB
Eritema Nodusum Leprosum Nodul Eritema, nyeri, tempat predileksi lengan dan tungkai,
Umum pada MB
Fenomena Lucio Reaksi berat, eritematous, purpura, bula, nekrosis serta ulserasi
yg nyeri
Reaksi Kusta: Klasifikasi (Terbaru)
ERITEMA NODOSUM LEPROSUM REAKSI REVERSAL/ REAKSI
(ENL) UPGRADING
• Respon Imun humoral • Reaksi hipersensitivitas tipe
(kompleks imun) lambat
• Tidak terjadi perubahan tipe • Reaksi borderline (dapat
• Klinis berubah tipe)
– Nodus eritema (penanda)
• Klinis
– Nyeri (predileksi lengan &
tungkai) – Sebagian/seluruh lesi yang
– Gejala konstitusi ringan sd telah ada bertambah aktif dan/
berat timbul lesi baru dalam waktu
– Dapat mengenai organ lain relatif singkat
(iridosiklitis, neuritis akut, – Dapat disertai neuritis akut
artritis, limfadenitis dll) • Pada pengobatan 6 bulan
• Pada pengobatan tahun kedua pertama
Menald, Sri Linuwih. Buku Ajar Penyakit Kulit & Kelamin. Balai Penerbit FKUI. 2015
Reaksi Kusta: Tipe 1
(Reaksi Reversal)
• Patofisiologi
– Terjadi peningkatan respon kekebalan seluler secara cepat terhadap kuman
kusta dikulit dan syaraf berkaitan dengan terurainya M.leprae yang mati
akibat pengobatan yang diberikan
Reaksi Kusta: Tipe 2
• Umumnya terjadi pada 1-2 tahun setelah pengobatan tetapi dapat juga timbul
pada pasien kusta yang belum mendapat pengobatan Multi Drug Therapy
(MDT)
• Klofazimin
– 200-300 mg/hari • Dengan neuritis akut
– Khasiat lebih lambat dari – Prednison 40 mg/hari lihat
kortikosteroid skema
– Dapat melepaskan
ketergantungan steroid
– Efek samping: kulit berwarna
merah kecoklatan (reversible)
Menald, Sri Linuwih. Buku Ajar Penyakit Kulit & Kelamin. Balai Penerbit FKUI. 2015
Reaksi Reversal: Pengobatan
Minggu Pemberian Prednison Dosis Harian yang Dianjurkan
• Minggu 1-2 40 mg
• Minggu 3-4 30 mg
• Minggu 5-6 20 mg
• Minggu 7-8 15 mg
• Minggu 9-10 10 mg
• Minggu 11-12 5 mg
• Pemberian Lampren
– 300 mg/hari selama 2-3 bulan, bila ada perbaikan turunkan menjadi
– 200 mg/hari selama 2-3 bulan, bila ada perbaikan turunkan menjadi
– 100 mg/hari selama 2-3 bulan, bila ada perbaikan turunkan menjadi
– 50 mg/hari bila pasien masih dalam pengobatan MDT, atau stop bila
penderita sudah dinyatakan RFT
Menald, Sri Linuwih. Buku Ajar Penyakit Kulit & Kelamin. Balai Penerbit FKUI. 2015
111. Neurodermatitis
• Nama lain: liken planus kronikus Vidal
• Daerah
– Kulit kepala, belakang leher, tungkai atas atau bawah, vulva dan
skrotum
• Etiologi
– Tercetus oleh alergi atau stress
• Terapi
– Steroid topikal
– Atasi penyebab
http://emedicine.medscape.com/article/1123423-treatment
112. Morbus Hansen
• Etiologi: Mycobacterium leprae
• Pemeriksaan fisik:
- Sensibilitas kulit: hypoesthesia
- Pemeriksaan saraf tepi: penebalan N.
fascialis, N. auricularis magnus, N.
radialis, N. medianus, N. peroneus
communis, N. ulnaris, N. tibialis
posterior
- Foot drop atau clawed hands
- Wasting dan kelemahan otot
- Ulserasi yang tidak nyeri pada tungkai
atas atau bawah
- Lagophtalmus, iridocyclitis, ulserasi
kornea, dan/atau katarak sekunder
akibat kerusakan saraf atau invasi bakteri
secara langsung, bahkan hingga Claw hands
amputasi
Pemeriksaan penunjang
Histopatologi
• Histiosit: makrofag di kulit, sel virchow/sel lepra/foamy cell
• Granuloma: akumulasi makrofag dan derivatnya
Bakteriologi
• Pemeriksaan BTA dari kerokan kulit
atau sekret mukosa hidung
• Lokasi pengambilan: cuping telinga
kiri dan kanan, dan bercak paling aktif
Imunologi
• Immunoglobulin: IgM dan IgG
• Lepromin skin test
Klasifikasi Kusta tipe MB-berdasarkan Jopling
Sifat Lepromatosa (LL) Borderline Lepromatosa (BL) Mid Borderline (BB)
Lesi
BTA
Keterangan :
1. Acuan awal penetapan jenjang tatalaksana jangka panjang menggunakan klasifikasi kekerapan
2. Bila satu jenjang telah berlangsung 6-8 minggu dan asma belum terkendali naik ke jenjang berikutnya (step
up)
3. Bila satu jenjang telah berlangsung 8-12 minggu dan asma sudah terkendali turun ke jenjang bawahnya
(step down)
4. Perubahan jenjang tatalaksana harus memperhatikan aspek penghindaran, penyakit penyerta
5. Pada jenjang 4, jika belum terkendali ditambah omalizumab
114. KONTRAINDIKASI IMUNISASI
• Berlaku umum untuk semua vaksin
Indikasi Kontra BUKAN Indikasi Kontra
• Reaksi anafilaksis terhadap • Reaksi lokal ringan-sedang (sakit,
vaksin (indikasi kontra kemerahan, bengkak) sesudah suntikan
pemberian vaksin tersebut vaksin
berikutnya) • Demam ringan atau sedang pasca vaksinasi
• Reaksi anafilaksis terhadap sebelumnya
konstituen vaksin • Sakit akut ringan dengan atau tanpa demam
• Sakit sedang atau berat, dengan ringan
atau tanpa demam • Sedang mendapat terapi antibiotik
• Masa konvalesen suatu penyakit
• Prematuritas
• Terpajan terhadap suatu penyakit menular
• Riwayat alergi, atau alergi dalam keluarga
• Kehamilan Ibu
• Penghuni rumah lainnya tidak divaksinasi
Pedoman Imunisasi di Indonesia. Satgas Imunisasi – IDAI. 2008
Pertimbangan Pemberian Imunisasi
• Kontra indikasi absolut imunisasi adalah defisiensi imun dan pernah
menderita syok anafilaksis pada imunisasi terdahulu. Sedangkan
demam tinggi atau sedang dirawat karena penyakit berat
merupakan kontra indikasi sementara, sehingga anak tetap harus
diimunisasi apabila telah sembuh.
• Bila anak sedang batuk pilek tanpa demam, anak tetap BOLEH
mendapat imunisasi polio oral. Bila anak sedang demam atau sakit
berat lainnya, maka imunisasi polio oral DITUNDA.
• Pengurangan dosis imunisasi menjadi setengahnya, atau membagi
dosis sangat tidak dibenarkan.
• Apabila anak sedang minum obat prednison 2 mg/kgbb/hari,
dianjurkan menunda imunisasi 1 bulan setelah selesai pengobatan.
Idai.or.id
Pertimbangan Pemberian Imunisasi
• Pada bayi prematur, vaksin polio sebaiknya diberikan
sesudah bayi prematur berumur 2 bulan atau berat
badan sudah > 2000 gram, demikian pula DPT, hepatitis
B dan Hib.
• Apabila bayi / anak sudah pernah sakit campak, rubela
atau batuk rejan, imunisasi boleh dilakukan untuk
penyakit-penyakit tersebut.
• Vaksinasi bayi / anak dengan riwayat pernah sakit
campak akan meningkatkan kekebalan dan tidak
menimbulkan risiko. Diagnosis campak dan rubella
tanpa konfirmasi laboratorium sangat tidak dapat
dipercaya.
115. Infeksi HIV pada anak
• Sebanyak 90 % penularan HIV pada anak <13
tahun terjadi pada saat perinatal:
– selama dalam kandungan Virus HIV bebas dapat
menembus plasenta
– proses persalinan porsi terbesar penularan virus
HIV terjadi karena bayi menelan cairan di jalan lahir,
perlukaan karena gesekan,
– sesudah kelahiran pemberian ASI (ASI
mengandung virus bebas ataupun CD4 terinfeksi HIV)
• Telah diketahui bahwa ASI mengandung virus HIV dan
transmisi melalui ASI adalah sebanyak 15 %.
Transmisi vertikal HIV
• Transmisi HIV dari ibu dengan HIV positif ke bayi disebut transmisi
vertikal, dapat terjadi melalui
– Plasenta pada waktu hamil (intrauterin),
– Waktu bersalin (intrapartum) dan
– pasca natal melalui air susu ibu (ASI) resiko 15-25 %
• Tidak semua ibu pengidap HIV akan menularkannya kepada bayi
yang dikandungnya.
• Mekanisme transmisi melalui ASI.
– HIV-1 berada di dalam ASI dalam bentuk terikat dalam sel atau virus
bebas, namun belum diketahui bentuk mana yang ditularkan ke bayi.
– Beberapa zat antibodi yang terdapat di dalam ASI dapat bekerja
protektif terhadap penularan melalui ASI seperti laktoferin, secretory
leukocyte protease inhibitor.
– Status vitamin A pada ibu juga penting karena terbukti laju penularan
lebih tinggi pada ibu dengan defisiensi vit A
Suradi R. Tata laksana Bayi dari Ibu pengidap HIV/AIDS. Sari Pediatri, Vol. 4, No. 4, Maret 2003: 180 – 185
Permenkes RI no. 51 tahun 2013. Pedoman pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak.
Risiko transmisi vertikal bergantung pada beberapa faktor.
• Usia kehamilan.
– Transmisi vertikal jarang terjadi pada waktu ibu hamil muda, karena
plasenta merupakan barier yang dapat melindungi janin dari infeksi
pada ibu.
– Transmisi terbesar terjadi pada waktu hamil tua dan waktu persalinan.
• Beban virus di dalam darah.
• Kondisi kesehatan ibu .
– Stadium dan progresivitas penyaklit ibu, ada tidaknya komplikasi,
kebiasaan merokok, penggunaan obat-obat terlarang dan defisiensi
vitamin A.
• Faktor yang berhubungan dengan persalinan; seperti masa
kehamilan, lamanya ketuban pecah, dan cara persalinan bayi baru
lahir.
• Pemberian profilaksis obat antiretroviral
• Pemberian ASI
Pencegahan transmisi vertikal
1. Pencegahan primer
– Pendekatan yang paling efektif untuk mencegah transmisi vertikal
pencegahan pada wanita usia subur.
– Konseling sukarela, rahasia, dan pemeriksaan darah adalah cara
mendeteksi pengidap HIV secara dini
• 2. Pencegahan sekunder
– a. Pemberian antiretrovirus secara profilaksis
• Pertolongan persalinan pada bayi baru lahir dari ibu
yang mengidap HIV/AIDS seperti pada pertolongan
persalinan normal dengan menerapkan universal
precaution.
• Bila ARV tersedia dapat diberikan kepada bayi.
• Obat yang dianjurkan untuk mengurangi transmisi
vertikal pada neonatus adalah Zidovudine selama 6
minggu atau Niverapine sebanyak satu kali pemberian.
• Pemberian profilaksis ARV dimulai hari pertama setelah lahir
selama 6 minggu. Obat ARV yang diberikan adalah zidovudine (AZT
atau ZDV) 4 mg/kgBB diberikan 2 kali sehari.
• Selanjutnya anak dapat diberikan kotrimoksazol profilaksis mulai
usia 6 minggu dengan dosis 4-6 mg/kgbb, satu kali sehari, setiap
hari sampai usia 1 tahun atau sampai diagnosis HIV ditegakkan.
– Pertolongan persalinan oleh petugas terampil
– Pembersihan jalan lahir
– Persalinan dengan SC
– Menjaga kesehatan ibu menjaga nutrisi cukup
terutama vitamin A, riboflavin dan mikronutrien
• Memberi ASI memaparkan bayi untuk beresiko
tertular HIV
• Tidak memberi ASI angka mortalitas tidak berkurang
karena anak – anak yang tidak mendapat ASI beresiko
meninggal akibat penyebab selain HIV
• Apabila ibu diketahui mengidap HIV/AIDS terdapat
beberapa alternatif yang dapat diberikan :
– ASI Eksklusif
– Pemberian ARV
– Memanaskan ASI
– Pemberian susu formula
1. ASI Eksklusif :
– Pada periode tersebut hanya ASI yang boleh diberikan
pada bayi, tidak termasuk air sekalipun apalagi makanan
padat
– Resiko tertular HIV pada mixed feeding 2-6 x lipat
dibandingkan dengan ASI eksklusif
– Perlu diusahakan agar puting jangan sampai luka karena
virus HIV dapat menular melalui luka.
– Jangan pula diberikan ASI bersama susu formula karena
susu formula akan menyebabkan luka di dinding usus yang
menyebabkan virus dalam ASI lebih mudah masuk
2. Pemberian Antiretrovirus
– Ibu dengan HIV yang mengkonsumsi ARV menurunkan
resiko transmisi HIV melalui ASI angka penularan ↓
0,9%
3. Memanaskan ASI
– Bila ingin memberikan ASI, dapat dilakukan dengan
memerah ASI lalu memanaskannya sehingga virus HIV mati
– Metode flash heating ASI ditaruh dalam tempat
kemudian ditaruh di panci kecil berisi air kemudian
dipanaskan mendidih segera diangkat dan dibiarkan
dingin sampai suhu tubuh
– Cara ini tidak mengganggu kadar vitamin A, mnurunkan
kadar vitamin B2 dan B6
4. pemberian susu formula
– Pemberian susu formula membuat resiko anak
tertular HIV dari ibu menjadi 0 bila dibandingkan
dengan pemberian ASI
– Untuk pemberian susu formula dibutuhkan
ketersediaan air serta botol susu yang bersih
– Karena penyediaan susu formula yang lebih
rumit(persiapan, biaya), maka pada negara
berkembang lebih dipilih pemberian ASI
116. Ikterus yang Berhubungan dengan ASI
http://emedicine.medscape.com/article/797150
Tatalaksana
• Jika sang ibu hamil Rh – dan belum tersensitisasi,
berikan human anti-D immunoglobulin (Rh IgG atau
RhoGAM)
• Jika sang ibu sudah tersensitisasi, pemberian Rh IgG
tidak berguna
• Jika bayi telah lahir dan mengalami inkompatibilitas,
transfusi tukar/ foto terapi tergantung dari kadar
bilirubin serum, rendahnya Ht, dan naiknya
reticulocyte count
http://emedicine.medscape.com/article/797150
Inkompatibilitas ABO
• Terjadi pada ibu dengan • Gejala yang timbul adalah
golongan darah O terhadap ikterik, anemia ringan, dan
janin dengan golongan peningkatan bilirubin
darah A, B, atau AB serum.
• Tidak terjadi pada ibu gol A • Lebih sering terjadi pada
dan B karena antibodi yg bayi dengan gol darah A
terbentuk adalah IgM yg tdk dibanding B, tetapi
melewati plasenta, hemolisis pada gol darah
sedangkan 1% ibu gol darah tipe B biasanya lebih parah.
O yang memiliki titer • Inkompatibilitas ABO jarang
antibody IgG terhadap sekali menimbulkan hidrops
antigen A dan B, bisa fetalis dan biasanya tidak
melewati plasenta separah inkompatibilitas Rh
Kenapa tidak separah Inkompatibilitas
Rh?
• Biasanya antibodi Anti-A dan Anti-B adalah IgM
yang tidak bisa melewati sawar darah plasenta
• Karena antigen A dan B diekspresikan secara luas
pada berbagai jaringan fetus, tidak hanya pada
eritrosit, hanya sebagian kecil antibodi ibu yang
berikatan dengan eritrosit.
• Eritrosit fetus tampaknya lebih sedikit
mengekspresikan antigen permukaan A dan B
dibanding orang dewasa, sehingga reaksi imun
antara antibody-antigen juga lebih sedikit
hemolisis yang parah jarang ditemukan.
Inkompatibilitas ABO
• Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah
direct Coombs test.
• Pada inkompatibilitas ABO manifestasi yg lebih
dominan adalah hiperbilirubinemia,
dibandingkan anemia, dan apusan darah tepi
memberikan gambaran banyak spherocyte dan
sedikit erythroblasts, sedangkan pada
inkompatibilitas Rh banyak ditemukan eritoblas
dan sedikit spherocyte
• Tatalaksana: fototerapi, transfusi tukar
Inkompatibilitas ABO Inkompatibilitas Rh
Inkompatibilitas ABO jarang Gejala biasanya lebih parah jika
sekali menimbulkan hidrops dibandingkan dengan
fetalis dan biasanya tidak inkompatibilotas ABO, bahkan
separah inkompatibilitas Rh hingga hidrops fetalis
Risiko dan derajat keparahan Risiko dan derajat keparahan
tidak meningkat di anak meningkat seiring dengan
selanjutnya kehamilan janin Rh (+) berikutnya,
kehamilan kedua menghasilkan bayi
dengan anemia ringan, sedangkan
kehamilan ketiga dan selanjutnya
bisa meninggal in utero
apusan darah tepi memberikan pada inkompatibilitas Rh banyak
gambaran banyak spherocyte ditemukan eritoblas dan sedikit
dan sedikit erythroblasts spherocyte
118. Syok Anafilaktik pada Anak
Roni D. Lane and Robert G. Bolte. Pediatric Anaphylaxis in Pediatric Emergency Care. Volume 23, Number 1, January 2007. http://www.library.musc.edu/tree_docs/pem/anaphylaxis-one.pdf
Gejala klinis Syok Anafilaktik
• Diagnosis didasarkan atas temuan klinis
• Hati-hati karena 69% anak yg menderita anafilaksis tidak
memiliki riwayat alergi terhadap agen kausatifnya.
• Gejala bisa timbul dalam hitungan detik hingga beberapa jam
(pada anak rata-rata muncul 5-30 menit postexsposure)
• 80% – 90% mengalami gejala kutaneus, termasuk flushing,
pruritus, urtikaria, diaphoresis, sensasi panas, dan
angioedema.
• Gejala pernapasan muncul hingga 94% kasus
• Gejala tersering: rasa tercekik, pruritus, serak, stridor, dada
terasa berat, wheezing, dan hipoksemia.
Roni D. Lane and Robert G. Bolte. Pediatric Anaphylaxis in Pediatric Emergency Care. Volume 23, Number 1, January 2007. http://www.library.musc.edu/tree_docs/pem/anaphylaxis-one.pdf
Gejala klinis Syok Anafilaktik
SY S T E M S I G N S A N D SY M P TO M S
Fussiness, irritability, drowsiness, lethargy, reduced level of
General/CNS
consciousness, somnolence
• Pleksus brakhialis
dibentuk oleh radiks C5
– T1
• Cedera pleksus
Brakhialis dapat dibagi
menjadi cedera pleksus
bagian atas dan bawah
Upper Brachial Plexus Injury – Erb’s Palsy
• Appearance: drooping, wasted shoulder; pronated and
extended limb hangs limply (“waiter’s tip palsy”)
• Loss of innervation to abductors, flexors, & lateral
rotators of shoulder and flexors & supinators of
elbow
• Loss of sensation to lateral aspect of UE
• More common; better prognosis
Netter 1997
Lower Brachial Plexus Injury – Klumpke’s Palsy
• Much rarer than UBPIs and Erb’s Palsy
• Loss of C8 & T1 results in major motor deficits in the
muscles working the hand: “claw hand”
• Loss of sensation to medial aspect of UE
• Sometimes ptosis or full Horner’s syndrome
• Much rarer (1%) but poorer prognosis
“claw
hand”
Netter 1997
120. Trauma Lahir Ekstrakranial
Kaput Suksedaneum Perdarahan Subgaleal
• Paling sering ditemui • Darah di bawah galea
• Tekanan serviks pada kulit aponeurosis
kepala • Pembengkakan kulit kepala,
• Akumulasi darah/serum ekimoses
subkutan, ekstraperiosteal • Mungkin meluas ke daerah
• TIDAK diperlukan terapi, periorbital dan leher
menghilang dalam • Seringkali berkaitan dengan
beberapa hari. trauma kepala (40%).
Trauma Lahir Ekstrakranial:
Sefalhematoma
• Perdarahan sub periosteal akibat ruptur pembuluh
darah antara tengkorak dan periosteum
• Etiologi: partus lama/obstruksi, persalinan dengan
ekstraksi vakum, Benturan kepala janin dengan pelvis
• Paling umum terlihat di parietal tetapi kadang-kadang
terjadi pada tulang oksipital
• Tanda dan gejala:
– massa yang teraba agak keras dan berfluktuasi;
– pada palpasi ditemukan kesan suatu kawah dangkal
didalam tulang di bawah massa;
– pembengkakan tidak meluas melewati batas sutura yang
terlibat
Trauma Lahir Ekstrakranial:
Sefalhematoma
• Ukurannya bertambah sejalan dengan bertambahnya
waktu
• 5-18% berhubungan dengan fraktur tengkorak
• Umumnya menghilang dalam waktu 2 – 8 minggu
• Komplikasi: ikterus, anemia
• Kalsifikasi mungkin bertahan selama > 1 tahun.
• Catatan: Jangan mengaspirasi sefalohematoma meskipun
teraba berfluktuasi
• Tatalaksana:
• Observasi pada kasus tanpa komplikasi
• Transfusi jika ada indikasi
• Fototerapi (tergantung dari kadar bilirubin total)
121. Keracunan pada Anak
• Curigai keracunan pada anak sehat yang mendadak sakit dan tidak
dapat dijelaskan penyebabnya
Gangguan pertumbuhan,
Diet rendah protein,
Homocystinuria retardasi mental,
vitamin B6
(HCU) peningkatan resiko CVD
(pyridoxine)
dan stroke. Dislokasi lensa
mata, osteoporosis
photophobia, nyeri dan
Diet rendah tirosin
kemerahan karena
Tyrosinemia, type II dan fenilalanin;
keterlibatan kornea.
vitamin B6
palmo-plantar
(pyridoxine)
keratosis
Hyperphenilalaninemia
• Hyperphenilalanemia: presence of • Elevated phenylalanine levels
blood phenylalanine levels that exceed
negatively impact cognitive
the limits of the upper reference range
function, and individuals with
– Phenylketonuria (>20 mg/dL)
classic phenylketonuria almost
– Nonphenylketonuria (2-20 mg/dL) always have intellectual disability
• Phenylketonuria (PKU), the most
• History:
common inborn error of amino acid
metabolism, results when a deficiency Progressive developmental delay
of the enzyme phenylalanine is the most common
hydroxylase (PAH) impairs the body’s presentation. Other findings in
ability to metabolize the essential untreated children in later infancy
amino acid phenylalanine and childhood may include
• PKU is an autosomal recessive disorder vomiting, mousy odor, eczema,
caused by mutations in the PAH gene, seizures, self-mutilation, and
that encodes the enzyme
severe behavioral disorders
phenylalanine hydroxylase, impairing
the conversion of phenylalanine to
tyrosine.
• PKU Physical Examination
Fair skin and hair, Eczema, Light sensitivity, Sclerodermalike
plaques, Hair loss, Musty or mousy odor, Extrapyramidal
manifestations (eg, parkinsonism), Eye abnormalities (eg,
hypopigmentation)
• PKU Diagnostic
– Hyperphenylalaninemia in blood, Phenylketon/
phenylpyruvic acid in urine
– Perform screening on blood samples during the first week
of life. Wide variability in phenylalanine concentrations in a
24-hour period in children with PKU may necessitate repeat
screening. Screening for PKU involves the following:
• Determination of phenylalanine levels, the standard amino acid analysis
done by means of ion exchange chromatography or tandem mass
spectrometry. Measurements done using spectometry determine the
concentration of Phe and the ratio of Phe to tyrosine, the ratio will be
elevated in PKU
• The Guthrie test as a bacterial inhibition assay; formerly used, now
being replaced by tandem mass spectrometry
• PKU Treatment
– Consists of dietary restriction of phenylalanine often with
tyrosine supplementation
123.
Perawatan
Bayi
Baru Lahir
Normal
124. TRANSFUSI DARAH
Darah lengkap (whole blood)
Komponen darah
~ Sel darah merah
~ Leukosit
~ Trombosit
~ Plasma (beku-segar)
~ Kriopresipitat
PRC
PRC
Fresh Frozen Plasma
Cryoprecipitate
Thrombocyte Concentrate
125. Tuberkulosis pada anak
Time after
primary infection Clinical Manifestation
2 – 3 months Fever of Onset
Erythema nodosum
Phlyctenular conjunctivitis
Tuberculin Test Positive
Primary pulmonary TB
TB Meningitis
3 – 12 months
Miliary TB
TB Pleural effusion
6 – 24 months Osteo-articular TB
Resistance reduced :
infection 1. Early infection
(esp. in first year)
2. Malnutrition
3. Repeated infections :
measles, whooping cough 24 months
4-8 weeks 3-4 weeks fever of onset 12 months streptococcal infections
4. Steroid therapy
Development
Of Complex DIMINISHING RISK
• Primary Prophylaxis to prevent TB infection in TB Class 1 person; in other words: exposure (+), infection (-)
tuberculin negative
• Secondary prophylaxis to prevent TB disease in TB Class 2 person; in other words: (exposure (+), infection
(+), disease (-); and person with tuberculin conversion
Profilaksis TB pada anak
(PPM IDAI 2011)
Profilaksis TB pada Anak
(Juknis TB Anak 2013 & Pedoman TB Nasional 2014
126. Gagal Jantung
• Sindroma klinis yang ditandai oleh
ketidakmampuan miokardium memompa darah
ke seluruh tubuh untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh termasuk kebutuhan untuk
pertumbuhan
• Penyebabnya :
– penyakit jantung bawaan, demam rematik akut,
anemia berat, pneumonia sangat berat dan gizi buruk.
• Gagal jantung dapat dipicu dan diperberat oleh
kelebihan cairan.
127. Infeksi HIV pada bayi dan Anak
• Infeksi pada bayi atau anak oleh HIV (Human
Immunodeficiency Virus) sebagian besar
ditransmisi secara vertikal dari ibu ke bayinya
pada saat proses kehamilan, persalinan, dan
melalui ASI.
• Transmisi secara horizontal melalui transfusi
produk darah atau penularan lain seperti
kekerasan seksual pada anak jarang
Diagnosis HIV
• Anamnesis • Pemeriksaan fisis
– Ibu atau ayah memiliki risiko – Demam berulang/berkepanjangan
untuk terinfeksi HIV (riwayat – Berat badan turun secara progresif
narkoba suntik, promiskuitas,
– Diare persisten
pasangan dari penderita HIV,
pernah mengalami operasi atau – Kandidosis oral
prosedur transfusi produk darah) – Otitis media kronik
– Riwayat morbiditas yang khas – Gagal tumbuh
maupun yang sering ditemukan – Limfadenopati generalisata
pada penderita HIV. – Kelainan kulit
– Riwayat kelahiran, ASI, – Pembengkakan parotis
pengobatan ibu, dan kondisi
– Infeksi oportunistik yang dapat
neonatal
dijadikan dasar untuk pemeriksaan
laboratorium HIV:
• Tuberkulosis
• Herpes zoster generalisata
• Pneumonia P. Jiroveci
• Pneumonia berat
• Bayi dan anak memerlukan tes HIV bila:
– 1. Anak sakit (jenis penyakit yang berhubungan dengan HIV
seperti TB berat atau mendapat OAT berulang, malnutrisi, atau
pneumonia berulang dan diare kronis atau berulang)
– 2. Bayi yang lahir dari ibu terinfeksi HIV dan sudah mendapatkan
perlakuan pencegahan penularan dari ibu ke anak
– 3. Untuk mengetahui status bayi/anak kandung dari ibu yang
didiagnosis terinfeksi HIV (pada umur berapa saja)
– 4. Untuk mengetahui status seorang anak setelah salah satu
saudara kandungnya didiagnosis HIV; atau salah satu atau kedua
orangtua meninggal oleh sebab yang tidak diketahui tetapi
masih mungkin karena HIV
– 5. Terpajan atau potensial terkena infeksi HIV melalui jarum
suntik yang terkontaminasi, menerima transfusi berulang dan
sebab lain
– 6. Anak yang mengalami kekerasan seksual
Skenario
pemeriksaan
HIV
Diagnosis HIV pada bayi dan
anak <18 bulan pajanan HIV
tidak diketahui
Lahir 10-14 hari 4 mgu 6 mgu 2 bln 3 bln 4 bln 6 bln 9 bln 18 bln
BB/TB/
Lingkar kepala Dilakukan pemeriksaan rutin tiap kunjungan
Nutrisi SF SF SF SF SF SF SF SF SF SF
+ MP + MP
ARV profilaksis
(AZT Diberikan selama 6 minggu
4mg/kgBB/x,
2x/hari)
Kotrimoksazol Diberikan setelah selesai zidovudin.
Diberikan hingga dinyatakan HIV
negatif
Imunisasi Imunisasi Hep B, OPV, DPT, HiB, dilakukan sesuai jadwal. Imunisasi campak dapat diberikan kecuali
HIV simtomatik. Imunisasi BCG diberikan bila infeksi HIV dapat disingkirkan
PCR RNA/DNA I II Ab
HIV
Pemilihan Makanan Bayi pada Ibu HIV (+)
Hypokalemia Hyperkalemia
PPM IDAI
http://emedicine.medscape.com/article/907757-treatment
129. Skor APGAR
Skor APGAR dievaluasi menit ke-1 dan menit ke-5
Tanda 0 1 2
A Activity Tidak ada tangan dan aktif
(tonus otot) kaki fleksi
sedikit
P Pulse Tidak ada < > 100 x/menit
100x/menit
G Grimace Tidak ada Menyeringai Reaksi melawan, batuk,
(reflex respon lemah, bersin
irritability) gerakan
sedikit
A Appearance Sianosis Kebiruan Kemerahan di seluruh
(warna kulit) seluruh pada tubuh
tubuh ekstremitas
R Respiration Tidak ada Lambat dan Baik, menangis kuat
(napas) ireguler
130. Neonatus
• Adequate newborn weight • monitor kenaikan BB
gain
– Anticipate up to 10% weight
:
loss after delivery and regain – trimester 1 : 25-30 g/h =
to birth weight by 2 weeks 200 g/mg = 750-900
– Weight gain g/bln
• Daily: 20-30 grams per day
• Weekly: 150-200 grams per
– trimester 2 : 20 g/h =
week 150 g/mg = 600 g/bln
• Infant doubles birth weight in
6 months
– Trimester 3: 15 g/h = 100
g/mg = 400 g/bln
• Adequate hydration
– Expect clear urine output 6-8
– Trimester 4: 10 g/h = 50-
times daily 75 g/mg = 200-300 g/bln
Tanda-tanda bahwa bayi mendapat
cukup ASI
• Bayi menyusu 8 – 12 kali sehari, • Frekuensi buang air besar (BAB) > 4
menghisap secara teratur kali sehari dengan volume paling
selama minimal 10 menit pada setiap tidak 1 sendok makan, pada bayi usia
payudara. 4 hari sampai 4 minggu.
• Bayi akan tampak puas setelah • Sering ditemukan bayi yang BAB
menyusu dan seringkali tertidur pada setiap kali menyusu, dan hal ini
saat menyusu, terutama pada merupakan hal yang normal
payudara yang kedua • Apabila setelah bayi berumur 5 hari,
• Frekuensi buang air kecil (BAK) bayi > fesesnya masih berupa mekoneum,
6 kali sehari. atau transisi antara hijau kecoklatan,
• Urin berwarna jernih, tidak merupakan salah satu tanda bayi
kekuningan. kurang mendapat ASI.
• Berat badan bayi tidak turun lebih
dari 10% dibanding berat lahir
• Berat badan bayi kembali seperti
berat lahir pada usia 10 sampai 14
hari setelah lahir.
Pola defekasi pada bayi baru lahir
• Pada bayi baru lahir umumnya mempunyai aktivitas laktase belum
optimal sehingga kemampuan menghidrolisis laktosa yang
terkandung di dalam ASI maupun susu formula juga terbatas.
• Keadaan tersebut menyebabkan peningkatan tekanan osmolaritas
di dalam lumen usus halus yang mengakibatkan peningkatan
frekuensi defekasi.
• Rentang frekuensi defekasi pada minggu pertama sangat bervariasi,
minimal 1 kali per hari. (Rochitasari dkk: 2011)
– Rentang terluas terdapat pada kelompok ASI yaitu 1–12 kali per hari
– Bayi yang mendapatkan ASI eksklusif memiliki frekuensi defekasi
paling tinggi pada minggu pertama karena kolostrum ASI yang
merupakan laksatif alami keluar pada satu minggu pertama setelah
bayi lahir.
Pola defekasi bulan pertama
• ASI kaya dengan protein dan oligosakarida yang tak dapat
dicerna, sehingga dapat meningkatkan volume, osmolaritas
dan akhirnya dapat meningkatkan frekuensi defekasi.
• Frekuensi menetek yang sering akan menyebabkan
stimulasi pada reflek gastrokolik dan frekuensi defekasi
yang lebih sering
• Kandungan prostaglandin dalam ASI juga memiliki peran
terhadap motilitas gastrointestinal yang membantu
terjadinya peristaltik.
• Frekuensi defekasi yang sering tersebut tidak memenuhi
kriteria diare, karena bayi tidak mengalami kehilangan
cairan (dehidrasi) dan elektrolit dari saluran cerna.
131. ITP
• Immune thrombocytopenic purpura (ITP, yang disebut juga
autoimmune thrombocytopenic purpura, morbus Wirlhof,
atau purpura hemorrhagica, merupakan kelainan
perdarahan akibat destruksi prematur trombosit yang
meningkat akibat autoantibodi yang mengikat antigen
trombosit.
• Umumnya terjadi pada anak usia 2-4 tahun, dengan insiden
4-8 kasus per 100.000 anak per tahun.
• Patofisiologi: Peningkatan destruksi platelet di perifer,
biasanya pasien memiliki antibodi yang spesifik terhadap
glikoprotein membran platelet (IgG autoantibodi pada
permukaan platelet)
Patogenesis
• Kerusakan trombosit pada ITP melibatkan autoantibodi terhadap
glikoprotein yang terdapat pada membran trombosit destruksi
trombosit yang diselimuti antibodi (antibody-coated platelets) oleh
makrofag yang terdapat pada limpa dan organ retikuloendotelial
lainnya.
• Megakariosit dalam sumsum tulang bisa normal atau meningkat
pada ITP.
• ITP akut (terutama pada anak)
– Penghancuran trombosit meningkat karena adanya antibodi
yang dibentuk saat terjadi respon imun terhadap infeksi
bakteri/virus atau pada pemberian imunisasi, yang bereaksi
silang dengan antigen dari trombosit
• ITP kronik
– terjadi gangguan dalam regulasi sistem imun seperti pada
penyakit otoimun lainnya, yang berakibat terbentuknya antibodi
spesifik terhadap trombosit.
Dr. David Gómez Almaguer
Jefe Servi ci o de Hematologìa Hospital Universitario UANL
Pathophysiology of ITP
• Increased platelet turnover:
– there is clear evidence that anti-platelet antibodies
cause the decorated platelets to be recognized by the
reticulo-endothelial system and degraded mainly in
the spleen (by macrophages);
– for some anti-platelet antibodies the activation of the
complement system has been shown to contribute to
accelerated decrease in platelets
– in addition, in vitro stimulated T cells of some patients
with ITP were able to trigger cytotoxic lysis of platelets
by cytotoxic T cells (Tc cells)
• Decreased platelet production
Increased Platelet Destruction
Dr. David Gómez Almaguer
Jefe Servi ci o de Hematologìa Hospital Universitario UANL
Dr. David Gómez Almaguer
Jefe Servi ci o de Hematologìa Hospital Universitario UANL
Decreased Platelet Production
ITP: Cardinal Features
• Trombositopenia <100,000/mm3
• Purpura dan perdarahan membran mukosa
• Diagnosis of exclusion
• 2 jenis gambaran klinis
– ITP akut
• Biasanya didahului oleh infeksi virus dan menghilang dalam 3 bulan.
– ITP kronik
• Gejala biasanya mudah memar atau perdarahan ringan yang
berlangsung selama 6 bulan
• >90% kasus anak merupakan bentuk akut
• Komplikasi yang paling serius: perdarahan. Perdarahan
intrakranial penyebab kematian akibat ITP yg paling sering
(1-2% dr kasus ITP)
Anamnesis
• Umumnya trombositopenia terjadi 1-3 minggu setelah
infeksi virus, atau bakteri (infeksi saluran napas atas,
saluran cerna), bisa juga terjadi setelah vaksinasi
rubella, rubeola, varisela, atau setelah vaksinasi
dengan virus hidup.
• Perdarahan yang terjadi tergantung jumlah trombosit
didalam darah. Diawali dengan perdarahan kulit
berupa petekie hingga lebam.
• Obat-obatan, misalnya heparin, sulfonamid,
kuinidin/kuinin, aspirin dapat memicu terjadinya
kekambuhan.
• Obat yang mengandung salisilat dapat meningkatkan
risiko timbulnya perdarahan.
• Pemeriksaan fisis
– Pada umumnya bentuk perdarahannya ialah purpura pada kulit
dan mukosa (hidung, gusi, saluran cerna dan traktus urogenital).
– Pembesaran limpa terjadi pada 10-20 % kasus.
• Pemeriksaan penunjang
• Darah tepi :
– Morfologi eritrosit, leukosit, dan retikulosit biasanya normal.
– Hemoglobin, indeks eritrosit dan jumlah leukosit normal.
– Anemia bisa terjadi bila ada perdarahan spontan yang banyak
– Trombositopenia. Besar trombosit umumnya normal, hanya
kadang ditemui bentuk trombosit yang lebih besar (giant
plalets),
– Masa perdarahan memanjang (Bleeding Time)
• Pemeriksaan aspirasi sumsum tulang:
– Tidak perlu bila gambaran klinis dan laboratoris klasik.
– Dilakukan pemeriksaan aspirasi sumsum tulang bila gagal terapi
selama 3-6 bulan, atau pada pemeriksaan fisik ditemukan
adanya pembesaran hepar/ lien/kelenjar getah bening dan pada
laboratorium ditemukan bisitopenia.
Penatalaksanaan
Neunert C et.al The American Society of Hematology 2011 evidence-based practice guideline for immune thrombocytopenia. Blood. 2011;117(16):4190-4207
Medikamentosa
• Pengobatan dengan kortikosteroid diberikan bila:
– Perdarahan mukosa dengan jumlah trombosit <20.000/ μL
– Perdarahan ringan dengan jumlah trombosit <10.000/ μL
– Steroid yang biasa digunakan ialah prednison, dosis 1-2 mg/kgBB/hari,
dievaluasi
– setelah pengobatan 1-2 minggu. Bila responsif, dosis diturunkan
pelahan-lahan sampai kadar trombosit stabil atau dipertahankan
sekitar 30.000 - 50.000/μL.
– Prednison dapat juga diberikan dengan dosis tinggi yaitu 4
mg/kgBB/hari selama 4 hari.
– Bila tidak respons, pengobatan yang diberikan hanya suportif.
– Pengembalian kadar trombosit akan terjadi perlahan-lahan dalam
waktu 2-4 minggu dan paling lama 6 bulan.
– Pada ITP dengan kadar trombosit >30.000/μL dan tidak memiliki
keluhan umumnya tidak akan diberikan terapi, hanya diobservasi saja.
Medikamentosa
Tidak ada
gangguan Ada
Gangguan
Nilai fungsi oromotor
Baik Terganggu
Fungsi kembali
normal
NUTRISI ENTERAL
Algoritme penggunaan grafik pertumbuhan
Tentukan Usia pasien
Kattwinkel, John et al. Part 15: Neonatal Resuscitation: 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation a nd
Emergency Cardiovascular Care. Circulation. 2010;122(suppl 3):S909–S919.
134. Enterokolitis Nekrotikans
• sindrom nekrosis intestinal akut • Patogenesis EN masih belum
pada neonatus yang ditandai oleh sepenuhnya dimengerti dan
kerusakan intestinal berat akibat diduga multifaktorial.
gabungan jejas vaskular, mukosa, • Diperkirakan karena iskemia yang
dan metabolik (dan faktor lain berakibat pada kerusakan
yang belum diketahui) pada usus integritas usus.
yang imatur. • Pemberian minum secara enteral
• Enterokolitis nekrotikans hampir akan menjadi substrat untuk
selalu terjadi pada bayi prematur. proliferasi bakteri, diikuti oleh
• Insidens pada bayi dengan berat invasi mukosa usus yang telah
<1,5 kg sebesar 6-10%. rusak oleh bakteri yang
• Insidens meningkat dengan memproduksi gas gas usus
semakin rendahnya usia gestasi. intramural yang dikenal sebagai
pneumatosis intestinalis
mengalami progresivitas menjadi
nekrosis transmural atau gangren
usus perforasi dan peritonitis.
Faktor risiko
• Prematuritas.
• Pemberian makan enteral. EN jarang ditemukan pada bayi
yang belum pernah diberi minum.
– Formula hyperosmolar dapat mengubah permeabilitas mukosa dan
mengakibatkan kerusakan mukosa.
– Pemberian ASI terbukti dapat menurunkan kejadian EN.
• Mikroorganisme patogen enteral. Patogen bakteri dan virus
yang diduga berperan adalah E. coli, Klebsiella, S. epidermidis,
Clostridium sp. , coronavirus dan rotavirus.
• Kejadian hipoksia/iskemia, misalnya asfiksia dan penyakit
jantung bawaan.
• Bayi dengan polisitemia, transfusi tukar, dan pertumbuhan
janin terhambat berisiko mengalami iskemia intestinal.
• Volume pemberian minum, waktu pemberian minum, dan
peningkatan minum enteral yang cepat.
Manifestasi klinis
Manifestasi sistemik Manifestasi pada abdomen
• Distres pernapasan • Distensi abdomen
• Eritema dinding abdomen atau
• Apnu dan atau bradikardia indurasi
• Letargi atau iritabilitas • Tinja berdarah, baik samar
maupun perdarahan saluran
• Instabilitas suhu cerna masif (hematokesia)
• Toleransi minum buruk • Residu lambung
• Hipotensi/syok, hipoperfusi • Muntah (bilier, darah, atau
keduanya)
• Asidosis • Ileus (berkurangnya atau
hilangnya bising usus)
• Oliguria
• Massa abdominal terlokalisir yang
• Manifestasi perdarahan persisten
• Asites
Pemeriksaan penunjang
• Darah perifer lengkap. Leukosit • Foto polos abdomen 2
bisa normal, meningkat (dengan posisi serial:
pergeseran ke kiri), atau menurun
dan dijumpai tombositopenia – Foto polos abdomen posisi
supine, dijumpai distribusi
• Kultur darah untuk bakteri aerob, usus abnormal, edema
anaerob, dan jamur dinding usus, posisi loop usus
• Tes darah samar persisten pada foto serial,
• Analisis gas darah, dapat dijumpai massa, pneumatosis
asidosis metabolik atau campuran intestinalis (tanda khas EN),
• Elektrolit darah, dapat dijumpai atau gas pada vena porta
ketidakseimbangan elektrolit, – Foto polos abdomen posisi
terutama hipo/ lateral dekubitus atau lateral
• hipernatremia dan hiperkalemia untuk mencari
pneumoperitoneum.
• Kultur tinja
Tata laksana umum untuk semua pasien EN:
Fig. 1. DV-induced cytokine cascade. DV replicates in macrophage and is presented to recruit CD4 cells which produce hCF. hCF induces a cytokine
cascade that may lead to Th1-type response causing a mild illness, the DF or to a Th2-type response resulting in various grades of severe illness, the
DHF. Thin line, positive induction; Interrupted line, inhibition; Thick line, damaging effect.
molecular mechanisms that contribute
to dengue-induced thrombocytopenia
Pediatric Vital
Signs
Heart Rate
Age
(beats/min)
Premature 120-170 *
0-3 mo 100-150 *
3-6 mo 90-120 http://web.missouri.edu/~proste/lab/vitals-peds.pdf
6-12 mo 80-120
1-3 yr 70-110
3-6 yr 65-110
6-12 yr 60-95
12 > yr 55-85
Kleigman, R.M., et al. Nelson Textbook of Pediatrics. 19th ed. Philadelphia: Saunders, 2011. 1Soldin, S.J., Brugnara, C., & Hicks, J.M. (1999). Pediatric
* From Dieckmann R, Brownstein D, Gausche-Hill M (eds): Pediatric Education for Prehospital reference ranges (3rd ed.). Washington, DC: AACC Press.
Professionals. Sudbury, Mass, Jones & Bartlett, American Academy of Pediatrics, 2000, pp 43-45. http://wps.prenhall.com/wps/media/objects/354/36284
† From American Heart Association ECC Guidelines, 2000. 6/London%20App.%20B.pdf
Pemeriksaan Penunjang
Rumple leede test
• A tourniquet test used to determine the presence of
vitamin C deficiency or thrombocytopenia
• A circle 2.5 cm in diameter, the upper edge of which is
4 cm below the crease of the elbow, is drawn on the
inner aspect of the forearm, pressure midway between
the systolic and diastolic blood pressure is applied
above the elbow for 15 minutes
• Count petechiae within the circle is made:
– 10 normal
– 10-20 marginal
– more than 20 abnormal.
Pemantauan Rawat
Alur
Perawatan
137. Defisiensi Vitamin B
Beriberi - a disease whose symptoms include weight loss,
Vitamin B1 (Thiamine) body weakness and pain, brain damage, irregular heart rate,
heart failure, and death if left untreated
Causes distinctive bright pink tongues, although other
Vitamin B2 (Riboflavin) symptoms are cracked lips, throat swelling, bloodshot eyes,
and low red blood cell count
Pellagra - symptoms included diarrhea, dermatitis, dementia,
Vitamin B3 (Niacin)
and finally death (4D)
Vitamin B5
Acne and Chronic paresthesia
(Pantothenic Acid)
Microcytic anemia, depression, dermatitis, high blood
Vitamin B6
pressure (hypertension), water retention, and elevated levels
(Pyridoxine)
of homocysteine
Causes rashes, hair loss, anaemia, and mental conditions
Vitamin B7 (Biotin)
including hallucinations, drowsiness, and depression
Causes gradual deterioration of the spinal cord and very
Vitamin B12
gradual brain deterioration, resulting in sensory or motor
(Cobalamin)
deficiencies
Vitamin B12: Cobalamin absorption
• Initially bound to protein in diet,
liberated by acid and pepsin, then
binds to R factors in saliva and
gastric acids
• Freed from R factors by
pancreatic proteases them binds
to Intrinsic Factor secreted by
gastric parietal cells
• Absorbed together (Cbl + IF) in
ileum
• Released from IF in ileal cell then
exocytosed bound to trans-Cbl II
• Cbl bound to transcobalamin II
binds to cell surface receptors
and is endocytosed
Liamins G. et al. A Review of Drug-Induced Hyponatremia. American Journal of Kidney Diseases, Vol 52, No 1 (July), 2008: pp 144-153
Loop Diuretics
• Lebih jarang menyebabkan hiponatremi
Inhibiting sodium
Reduce the Impair both the
chloride
osmolarity of the renal concentrating
reabsorption in the
medullary and diluting
thick ascending limb
interstitium mechanisms
of the loop of Henle
Liamins G. et al. A Review of Drug-Induced Hyponatremia. American Journal of Kidney Diseases, Vol 52, No 1 (July), 2008: pp 144-153
Thiazide Diuretics
• Diuretik penyebab hiponatremi tersering.
Do not interfere
with urinary
Critical point for the
Acting solely in the concentration and
development of
distal tubules the ability of ADH to
hyponatremia
promote water
retention
Liamins G. et al. A Review of Drug-Induced Hyponatremia. American Journal of Kidney Diseases, Vol 52, No 1 (July), 2008: pp 144-153
Thiazide vs Loop Diuretics
http://www.pbfluids.com/2014_12_01_archive.html
Terapi
Onset lambat (> 48 jam) Nacl 0.9%
Onset cepat (< 48 jam) pertimbangkan Nacl 3%
Stop obat-obatan penyebab
OBSTETRI &
GINEKOLOGI
139. Polihidramnion
• Volume air ketuban lebih 2000 cc
• Muncul sesudah kehamilan lebih 20 minggu
• Etiologi
– Rh isoimunisasi, DM, gemelli, kelainan kongenital dan idiopatik
• Gejala
– Sering pada trimester terakhir kehamilan
– Fundus uteri ≥ tua kehamilan
– DJJ sulit didengar
– Ringan : sesak nafas ringan
– Berat : air ketuban > 4000 cc
– Dyspnoe & orthopnea
– Oedema pada extremitas bawah
• Diagnosis
– Palpasi dan USG
Buku Saku Pelayanan Ibu, WHO
Polihidramnion: Tatalaksana
• Identifikasi penyebab
• Kronik hidramnion : diet protein ↑, cukup istirahat
• Polihidramnion sedang/berat, aterm → terminasi
• Penderita di rawat inap, istirahat total dan dimonitor
• Jika dyspnoe berat, orthopnea, janin kecil → amniosintesis
• Amniosintesis, 500 – 1000 cc/hari → diulangi 2 – 3 hari
• Bila perlu dapat dipertimbangkan pemberian tokolitik
• Komplikasi
– Kelainan letak janin
– partus lama
– solusio plasenta
– tali pusat menumbung dan
– PPH
– Prematuritas dan kematian perinatal tinggi
• Etiologi
– Janin: Kelainan kromosom, cacat
kongenital, hambatan pertumbuhan
janin dalam rahim, kehamilan posterm
– Ibu: hipertensi, DM, SLE, masalah
plasenta, PROM
• Komplikasi
• Menekan organ janin, keguguran,
prematur, IUFD, komplikasi persalinan
Buku Saku Pelayanan Ibu, WHO
Oligohidramnion: Tatalaksana
Tindakan Konservatif
• Tirah baring / istirahat yang cukup.
• Rehidrasi.
• Perbaikan nutrisi.
• Pemantauan kesejahteraan janin (hitung
pergerakan janin, NST, Bpp).
• Pemeriksaan USG yang umum dari volume cairan
amnion.
• Amnion infusion.
• Induksi dan kelahiran
• Risiko Medis
– Asuhan antenatal berkurang, terutama bila terjadi diluar pernikahan
– Risiko menderita hipertensi selama kehamilan
– Akses kesehatan dan suplemen masa kehamilan << risiko anemia dan
HPP
– Prematuritas
– BBLR
– Ovum belum sempurna risiko kelainan kongenital
– Depresi post partum karena belum matang secara mental
– >> risiko kanker serviks karena melakukan seks usia muda
http://www.webmd.com/baby/guide/teen-pregnancy-medical-risks-and-realities?page=3
Kehamilan Usia Dini: Risiko
R I S I K O PA DA I B U R I S I K O PA DA B AY I
• Perdarahan karena otot • Prematuritas
rahim lemah dalam involusi • BBLR
• Keguguran/abortus • Cacat bawaan
• Persalinan yang lama dan • Kematian bayi/perinatal
sulit
• AKI saat partus akibat
perdarahan dan infeksi
http://dp2m.umm.ac.id/files/file/INFORMASI%20PROGRAM%20INSENTIF%20RISTEK/7%20BAHAYA
%20KEHAMILAN%20DI%20BAWAH%20 UMUR.pdf
Kehamilan usia tua
• Kehamilan di usia > 35 tahun
• Terapi
– Medikamentosa
– Anti nyeri, anti emesis
– Operatif
– Laparoskopi/ laparotomi
• Komplikasi
– Infeksi, peritonitis, sepsis, adesi, nyeri
kronik, infertilitas
143. Indikasi VBAC
• Indikasi
– Plasenta Previa sentralis dan lateralis(posterior)
– Panggul Sempit(Panggul dengan CV 8 cm dapat dipastikan tidak dapat
melahirkan pervaginam, 8-10 cm boleh dicoba dengan partus percobaan,
baru setelah gagal dilakukan seksio caesaria sekunder
– Disproporsi sefalo-pelvik(ketidak seimbangan antara ukuran kepala dan
panggul)
– Ruptura uteri mengancam
– Partus Lama
– Partus Lama(prolonged labor)
– Partus Tak Maju
– Distosia servik
– Pre-eklampsia dan hipertensi
Sectio Caesarea: Indikasi
• Malpresentasi janin:
– Letak Lintang
Semua primigravida dengan letak janin lintang harus
ditolong dengan operasi seksio sesaria
– Letak Bokong, dianjurkan seksio sesaria bila:
• Panggul sempit
• Primigravida
• Janin besar dan Berharga
• Presentasi dahi dan muka(letak defleksi) bila reposisi dan cara-cara
lain tidak berhasil
• Presentasi rangkap, bila reposisi tidak berhasil
• Gemelli
Sectio Caesarea: Kontra Indikasi
Kontra Indikasi Absolut Kontra Indikasi Relatif
1. Pasien menolak 1. Infeksi sisitemik (sepsis,
2. Infeksi pada tempat suntikan bakteremia)
3. Hipovolemia berat, syok 2. Infeksi sekitar suntikan
4. Koagulapati atau mendapat 3. Kelainan neurologis
terapi antikagulan
4. Kelainan psikis
5. TIK meninggi
5. Bedah lama
6. Fasilitas resusitasi minimal
6. Penyakit jantung
7. Kurang pengalaman/ tanpa
didampingi konsultan 7. Hipovolemia ringan
anesthesia. 8. Nyeri punggung kronis
Insisi Transversal VS Insisi Klasik
144. Gangguan Menstruasi
Disorder Definition
Amenorrhea Primer Tidak pernah menstruasi setelah berusia 16 tahun, atau
berusia 14 tahun tanpa menstruasi sebelumnya dan tidak
terdapat tanda-tanda perkembangan seksual sekunder
• Etiologi
– Keganasan (kanker serviks, uterus, vagina, endometrium
dll), inflamasi alat reproduksi, abnormalitas endometrium
(endometriosis, adenomiosis dll), gangguan hormon,
gangguan pembekuan, trauma, kehamilan
• Etiologi
– Gangguan uterus: tumor (fibroid, polip), keganasan, KB (IUD)
– Gangguan hormonal
– Obat-obatan
– Penyakit lain
• Terkait perdarahan: von Willebrand disease, gangguan platelet
• Tidak terkait perdarahan: gangguan hati, ginjal, tiroid, PID, kanker
https://www.cdc.gov/ncbddd/blooddisorders/women/menorrhagia.html
Gangguan Menstruasi
• Pemeriksaan
– USG
– Pemeriksaan darah: anemia, gangguan pembekuan,
tiroid
– Pap smear: inflamasi, infeksi, keganasan
– Biopsi endometrium
• Tatalaksana
– Suplementasi besi, ibuprofen, pil KB, terapi hormon,
antifibrinolitik
https://www.cdc.gov/ncbddd/blooddisorders/women/menorrhagia.html
145-146. Keluarga Berencana
• Metode Kontrasepsi
– Barrier
– Hormonal
– IUD
– Operasi/ sterilisasi
– Alami
– Darurat
KB: Metode Barrier
• Menghalangi bertemunya
sperma dan sel telur
• Efektivitas: 98 %
• Mencegah penularan PMS
• Efek samping
– Dapat memicu reaksi alergi
lateks, ISK dan keputihan
(diafragma)
• Harus sedia sebelum
berhubungan
Kontrasepsi Barrier: Kondom
• Terbuat dari karet sintetis yang tipis, berbentuk silinder, dengan muaranya
berpinggir tebal, yang digulung rata
• Standar kondom: ketebalan 0,02 mm
• Cara Kerja
– Mencegah sperma masuk ke saluran reproduksi wanita
– Sebagai alat kontrasepsi
– Pelindung terhadap infeksi atau transmisi mikroorganisme penyebab PMS
• Manfaat
– Angka kegagalan rendah (2-12 kehamilan/100/tahun)
– Tidak mengganggu ASI dan hormon lainnya
– Mencegah penularan PMS
– Mengurangi insiden kanker serviks
– Mencegah ejakulasi dini dan imunoinfertiitas
• Efek samping
– Dapat memicu reaksi alergi lateks,
ISK dan keputihan (diafragma)
• Harus sedia sebelum berhubungan
KB: Metode Hormonal
Kombinasi Progestin
• Cara kerja • Cara Kerja
– ovulasi, mengentalkan lendir serviks – Mencegah ovulasi, mengentalkan lendir
penetrasi sperma <<, atrofi endometrium serviks penetrasi sperma terganggu,
implantasi terganggu, dan menghambat menjadikan selaput rahim tipis & atrofi,
transportasi gamet oleh tuba menghambat transportasi gamet oleh tuba
• Suntikan Progestin
– Depo Medroksiprogesteron Asetat (Depo Provera)
150mg DMPA, IM di bokong/ 3 bulan
– Depo Norestisteron Enantat (Depo Norissterat)
200mg Noretdron Enantat,IM di bokong/ 2 bulan
Jika Lupa Meminum
• Efek samping
– Siklus menstruasi iregular atau tidak haid (paling sering)
– Sakit kepala, depresi, pusing, jerawat, perubahan napsu makan,
kenaikan BB https://www.drugs.com/depo-provera.html
https://dailymed.nlm.nih.gov/dailymed/archives/fdaDrugInfo.cfm?archiveid=11565
KB: Penanganan Efek Samping KB Suntik
• Pusing dan sakit kepala
– Anti prostaglandin untuk mengurangi keluhan, acetosal 500 mg
3 x 1 tablet/hari.
• Hematoma
– Kompres dingin pada daerah yang membiru selama 2 hari lalu
kompres hangat sehingga warna biru/kuning hilang.
• Keputihan
– Pengobatan medis biasanya tidak diperlukan. Bila cairan
berlebihan dapat diberikan preparat anti cholinergic seperti
extrabelladona 10 mg 2 x 1 tablet untuk mengurangi cairan
yang berlebihan. Perubahan warna dan bau biasanya
disebabkan oleh adanya infeksi.
Metode Hormonal: Implan
• Implan (Saifuddin, 2006) • Cara Kerja
– Norplant: 36 mg levonorgestrel dan lama • menekan ovulasi,
kerjanya 5 tahun. mengentalkan lendir
serviks, menjadikan
selaput rahim tipis dan
atrofi, dan mengurangi
– Implanon: 68 mg ketodesogestrel dan lama transportasi sperma
kerjanya 3 tahun.
• Efek Samping
• Serupa dengan
hormonal pil dan
suntikan
– Jadena dan Indoplant: 75 mg
levonorgestrel dengan lama kerja 3 tahun
• Kontra Indikasi
• Serupa dengan
hormonal pil dan
suntikan
KB: Metode IUD
• Cara Kerja
– Menghambat kemampuan sperma
untuk masuk ke tuba falopii
– Mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum
mencapai kavum uteri
– Mencegah implantasi hasil konsepsi
kedalam rahim
• Efek Samping
– Nyeri perut, spotting, infeksi, gangguan
haid
• Kontra Indikasi
• Hamil, kelainan alat kandungan bagian dalam, perdarahan vagina yang tidak diketahui,
sedang menderita infeksi alat genital (vaginitis, servisitis), tiga bulan terakhir sedang
mengalami atau sering menderita PRP atau abortus septik, penyakit trofoblas yang
ganas, diketahui menderita TBC pelvik, kanker alat genital, ukuran rongga rahim
kurang dari 5 cm
EPO. (2008). Alat Kontrasepsi Dalam Rahim atau Intra Uterine Device (IUD). Diambil pada tanggal 20 Mei 2008 dari
http://pikas.bkkbn.go.id/jabar/program_detail.php?prgid=2
KB Mantap
Definisi
• Menutup tuba falopii (mengikat dan
memotong atau memasang cincin),
sehingga sperma tidak dapat bertemu
dengan ovum
• oklusi vasa deferens sehingga alur
transportasi sperma terhambat dan
proses fertilisasi tidak terjadi
Efek Samping
• Nyeri pasca operasi
Kerugian
• Infertilitas bersifat permanen
KB: Metode Alami
• Menghitung masa subur
– Periode: (siklus menstruasi terpendek – 18) dan (siklus menstruasi terpanjang -
11)
– Menggunakan 3 – 6 bulan siklus menstruasi
Indikasi
• Kesalahan penggunaan kontrasepsi
• Wanita korban perkosaan kurang dari 72 jam
Kontrasepsi Darurat: Jenis Mekanik
• IUD mengandung inert (Lippes Loop)
– Menimbulkan reaksi benda asing dengan migrasi
leukosit, limfosit & makrofag
– Pemadatan lapisan endometrium gangguan nidasi
hasil konsepsi
• Cara Kerja
– Merubah endometrium sehingga tidak memungkinkan
implantasi hasil pembuahan
– Mencegah ovulasi / menunda ovulasi
– Mengganggu pergerakan saluran telur (tuba fallopi)
• Efek Samping
– mual, muntah (bila terjadi dalam 2 jam pertama sesudah
minum pil pertama atau kedua, berikan dosis ulangan),
perdarahan/bercak.
KB: Kontrasepsi Pasca Persalinan
MAL Mulai segera • Manfaat kesehatan bagi ibu • Harus benar-benar ASI eksklusif
dan bayi • Efektivitas berkurang jika sudah
mulai suplementasi
Kontrasepsi • Jangan sebelum 6-8mg • Akan mengurangi ASI • Merupakan pilihan terakhir bagi
Kombinasi pascapersalinan • Selama 6-8mg pascapersalinan klien yang menyusui
• Jika tidak menyusui mengganggu tumbuh • Dapat diberikan pada klien dgn
dapat dimulai 3mg kembang bayi riw.preeklamsia
pascapersalinan • Sesudah 3mg pascapersalinan
akan meningkatkan resiko
pembekuan darah
Kontrasepsi • Bila menyusui, jangan • Selama 6mg pertama • Perdarahan ireguler dapat
Progestin mulai sebelum 6mg pascapersalinan, progestin terjadi
pascapersalinan mempengaruhi tumbuh
• Bila tidak menyusui kembang bayi
dapat segera dimulai • Tidak ada pengaruh pada ASI
AKDR • Dapat dipasang • Tidak ada pengaruh terhadap • Insersi postplasental
langsung ASI memerlukan petugas terlatih
pascapersalinan • Efek samping lebih sedikit khusus
pada klien yang menyusui
Kondom/Sper • Dapat digunakan setiap Tidak pengaruh terhadap laktasi Sebaiknya dengan kondom dengan
misida saat pascapersalinan pelicin
KB: Kontrasepsi Pasca Persalinan
• IMT= 67/(1.79*1.79)
= 21.53 (normal)
• Kenaikan sejak hamil 3 bulan = 0.4 kg/minggu
• Kenaikan pada minggu 20 = 3.2 kg
• Kenaikan pasien hanya 2.5 kg kurang
konsul gizi
148. Sisa Plasenta
• Etiologi
– His kurang baik, tindakan pelepasan
plasenta yang salah, plasenta akreta,
atonia uteri
• Penanganan
– Pengeluaran plasenta secara manual
– Kuretase
– Uterotonika
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/150/jtptunimus-gdl-fujifatmaw-7485-2-babii.pdf
149. Malaria dalam Kehamilan
• Ditemukan parasit pada darah maternal dan darah plasenta
Perlindungan dari gigitan nyamuk, kontak antara ibu dengan vektor dapat dicegah
dengan:
• Memakai kelambu yang telah dicelup insektisida (misal: permethrin)
• Pemakaian celana panjang dan kemeja lengan panjang
• Pemakaian penolak nyamuk (repellent)
• Pemakaian obat nyamuk (baik semprot, bakar dan obat nyamuk listrik)
• Pemakaian kawat nyamuk pada pintu-pintu dan jendela-jendela
Penatalaksanaan Umum
1. Perbaiki keadaan umum penderita (pemberian cairan dan perawatan
umum)
3. Jaga jalan nafas untuk menghindari terjadinya asfiksia, bila perlu beri
oksigen
• Indikasi
– Jika ketuban belum pecah dan pembukaan sudah
lengkap
– Akselerasi persalinan
– Persalinan pervaginam menggunakan
instrumen
– Kasus solusio plasenta
Istilah untuk menjelaskan penemuan cairan
ketuban/selaput ketuban
• Utuh (U), membran masih utuh, memberikan sedikit perlindungan
kepada bayi dalam uterus, tetapi tidak memberikan informasi
tentang kondisi janin
• Jenis
– Kista Fungsional/normal
– Kista Non-Fungsional
• Klinis
– Sering tanpa gejala
– Nyeri saat menstruasi
– Nyeri perut bagian bawah
– Dispareunia
– Nyeri pada punggung, kadang menjalar ke kaki
– Nyeri saat BAK/ BAB
– Siklus menstruasi tidak teratur
– Perut terasa penuh, berat, kembung
– Tekanan pada dubur dan kandung kemih (sulit BAK)
Jenis Kista Ovarium
Kista Ovarium Fungsional Kista Ovarium Patologis
• Kista Folikel: akibat folikel gagal • Kista Dermoid: berisi berbagai
melepas sel telur. Memiliki sel jenis jaringan (darah, lemak,
granulosa dan sel teka. Paling tulang, rambut)
sering terjadi • Kistadenoma: berkembang dari
• Kista Luteal: sisa jaringan folikel sel-sel yang melapisi bagian luar
(korpus luteum) terisi darah. ovarium
Memiliki sel teka dan sel granulosa – Kistadenoma serosa
yang terluteinisasi – Kistadenoma musinosa
Kista Ovarium
K I S TA L U T E I N K I S TA F O L I K E L
Kista Ovarium
• Pemeriksaan Penunjang
– USG abdomen/transvaginal
– Kolposkopi screening
– Pemeriksaan darah (tumor marker) bila curiga ganas
• Tatalaksana
– Observasi atau operasi (bila membesar)
• Komplikasi
– Torsio: sering pada tumor ukuran sedang
• Gejala: nyeri sangat hebat, kadang dengan muntah, defens muskular,
nadi cepat, leukositosis
– Ruptur gejala: nyeri, mual, muntah
– Perdarahan ke rongga peritoneum
– Perubahan keganasan
153. Asuhan Persalinan Kala I
Dimulainya proses persalinan yang ditandai dengan adanya kontraksi yang teratur,
adekuat, dan menyebabkan perubahan pada serviks hingga pembukaan lengkap
• Gejala/Tanda:
– Riwayat terlambat
haid/gejala &
tanda hamil
– Akut abdomen
– Perdarahan
pervaginam (bisa
tidak ada)
– Keadaan umum:
bisa baik hingga
syok
– Kadang disertai
febris
KET: Patofisiologi Nyeri
KET
KET
Darah mengiritasi
peritoneum
Mendesak struktur
sekitar
Saraf simpatis bekerja
Nyeri
Nyeri
KET: Kuldosentesis
Tatalaksana Khusus
• Laparotomi: eksplorasi kedua ovarium dan tuba fallopii
• Jika terjadi kerusakan berat pada tuba, lakukan salpingektomi (eksisi bagian tuba yang
mengandung hasil konsepsi)
• Jika terjadi kerusakan ringan pada tuba, usahakan melakukan salpingostomi untuk
mempertahankan tuba (hasil konsepsi dikeluarkan, tuba dipertahankan)
• Sebelum memulangkan pasien, berikan konseling untuk penggunaan
kontrasepsi. Jadwalkan kunjungan ulang setelah 4 minggu
• Atasi anemia dengan pemberian tablet besi sulfas ferosus 60 mg/hari
selama 6 bulan
Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu, WHO
157. Toksoplasmosis pada Kehamilan
• Deteksi antibodi spesifik toksoplasma merupakan metode
diagnostik primer
• Deteksi inisial adalah IgG untuk menentukan status imun
(+): indikasi infeksi pada suatu waktu lampau uji IgM
• Uji IgM (-): menyingkirkan infeksi kini (recent infection)
https://www.cdc.gov/dpdx/toxoplasmosis/dx.html
Algoritma Imunodiagnosis Toksoplasma
* Except Infant
https://www.cdc.gov/dpdx/toxoplasmosis/dx.html
Toksoplasma pada Kehamilan
• Insiden toksoplasmosis kongenital pada ibu yang
diketahui terinfeksi sebelum masa gestasi sangat
rendah (mendekati nol)
http://cid.oxfordjournals.org /content/47/4/554.long
158. TB pada Kehamilan
• Pengobatan TB pada kehamilan tidak berbeda dengan
pengobatan TB pada umumnya
• WHO
– Hampir semua OAT aman untuk kehamilan, kecuali
Streptomisin (permanent ototoxic dan dapat menembus
barier placenta) gangguan pendengaran dan
keseimbangan yang menetap pada janin
• Kontrasepsi
– Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal
menurunkan efektivitas kontrasepsi
– Sebaiknya pasien dengan TB menggunakan KB non
hormonal,atau kontrasepsi dengan estrogen dosis tinggi (50
mcg)
159. Partus Prematurus Iminens
Ibu DM, preeklampsia, HT, ISK, infeksi dengan demam, kelainan bentuk
uterus, riwayat partus preterm/abortus berulang, inkompetensi
serviks, narkotika, trauma, perokok berat, kelainan imun/rhesus,
serviks terbuka > pada 32 minggu, riwayat konisasi
• Pencegahan infeksi
– DOC: eritromisin 3 x 500 mg selama 3 hari
– Ampisilin 3 x 500 mg selama 3 hari
– Klindamisin
– Kontra indikasi: amoksiklaf risiko necrotizing enterocolitis
Komplikasi PPI
• Pada Ibu
– Endometritis
• Pada Janin
– HMD, gangguan refleks akibat SSP belum matang,
intoleransi akibat GI belum matang, retinopati,
displasia bronkopulmoner, penyakit jantung,
jaundice, infeksi/septikemia, anemia, gangguan
mental & motorik
Partus Prematurus
Kala 2
• Amplitudo 60 mmHg, frekuensi 3-4 kali / 10 menit.
• Refleks mengejan akibat stimulasi tekanan bagian terbawah menekan anus dan rektum
Kala 3
• Amplitudo 60-80 mmHg, frekuensi kontraksi berkurang, aktifitas uterus menurun.
Plasenta dapat lepas spontan dari aktifitas uterus ini, namun dapat juga tetap
menempel (retensio) dan memerlukan tindakan aktif (manual aid).
Kala Persalinan: Kala I
Fase Laten
• Pembukaan sampai mencapai 3 cm (8 jam)
Fase Aktif
• Pembukaan dari 3 cm sampai lengkap (+ 10 cm), berlangsung
sekitar 6 jam
• Fase aktif terbagi atas :
1. Fase akselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 3 cm sampai 4
cm.
2. Fase dilatasi maksimal (sekitar 2 jam), pembukaan 4 cm
sampai 9 cm.
3. Fase deselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 9 cm sampai
lengkap (+ 10 cm).
Kala Persalinan: Kala II
• Dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan
berakhir dengan lahirnya bayi
• Bagian placenta yang nampak dalam vulva: permukaan foetal tidak ada
perdarahan sebelum placenta lahir atau sekurang-kurangnya terlepas
seluruhnya plasenta terputar balik darah sekonyong-konyong mengalir.
Retensio plasenta
• Plasenta atau bagian-
bagiannya dapat tetap
berada dalam uterus
setelah bayi lahir
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Algoritma Retensio
Plasenta
Uterotonika
• Disebut juga obat oksitosik
• Menimbulkan kontraksi otot polos bronkiolus yang dapat menimbulkan masalah pada
ibu menderita asma
• Mikroskopik
• Ferning sign (arborization, gambaran daun pakis)
• Amniosentesis
• Injeksi 1 ml indigo carmine + 9 ml NS tampak
pada tampon vagina setelah 30 menit
http://www.aafp.org/afp/2006/0215/p659.html
162. PF Pada Kehamilan: PF Luar
• Pemeriksaan perlimaan dilakukan untuk menentukan seberapa jauh bagian
terendah janin masuk Pintu Atas Panggul (PAP)
– 5/5 jika seluruh kepala janin dapat diraba dengan kelima jari di atas symphisis pubis dan
dapat digerakkan
– 4/5 jika hanya sebagian kecil dari kepala janin masuk PAP
– 3/5 jika hanya 3 dari 5 jari yang dapat meraba seluruh kepala janin
– 2/5 jika hanya 2 dari 5 jari yang dapat meraba kepala janin di atas sympisis pubis
(Hodge III+)
– 1/5 jika hanya 1 jari yang dapat meraba kepala janin (Hodge III/IV)
– 0/5 jika kepala sudah tidak dapat diraba lagi yang berarti seluruh bagian terendah bayi
(kepala) sudah masuk dasar panggul (Hodge IV)
PF Pada Kehamilan: PF Dalam
• Pemeriksaan Hodge menentukan sejauh mana turunnya bagian terendah
janin
• Hodge adalah suatu bagian panggul yang berada pada rongga panggul yang
sifatnya antara satu dengan yang lainnya sejajar, ditentukan pada pinggir atas
symphisis
• Hodge I: Bidang yang dibentuk pada PAP dengan bagian atas sympisis dengan
promontorium
• Hodge II: Bidang ini sejajar dengan Hodge I terletak setinggi bagian bawah
sympisis
• Klasifikasi:
– Berdasarkan arah pemutaran
• Versi Sepalik : merubah bagian terendah janin menjadi
presentasi kepala
• Versi Podalik : merubah bagian terendah janin menjadi
presentasi bokong
– Berdasarkan cara pemutaran
• Versi luar (external version)
• Versi internal ( internal version)
• Versi Bipolar ( “Braxton Hicks” version)
Syarat Versi Luar
• Janin dapat lahir pervaginam atau diperkenankan untuk lahir pervaginam
(tak ada kontraindikasi)
• Bagian terendah janin masih dapat dikeluarkan dari pintu atas panggul
(belum enggage)
• Dinding perut ibu cukup tipis dan lentur sehingga bagian-bagian tubuh
janin dapat dikenali (terutama kepala) dan dapat dirasakan dari luar
dengan baik
• Selaput ketuban utuh
• Pada parturien yang sudah inpartu : dilatasi servik kurang dari 4 cm
dengan selaput ketuban yang masih utuh
• Pada ibu yang belum inpartu :
– Pada primigravida : usia kehamilan 34 – 36 minggu.
– Pada multigravida : usia kehamilan lebih dari 38 minggu.
Indikasi dan Kontraindikasi Versi Luar
• Indikasi :
– Letak bokong, Letak lintang, Letak kepala dengan talipusat atau tangan terkemuka, Penempatan dahi
• Kontra indikasi :
– Perdarahan antepartum.
• Pada plasenta praevia atau plasenta letak rendah, usaha memutar janin dikhawatirkan akan
menyebabkan plasenta lepas dari insersionya sehingga akan menambah perdarahan.
– Hipertensi.
• Pada penderita hipertensi pada umumnya sudah terjadi perubahan pembuluh arteriole
plasenta sehingga manipulasi eksternal dapat semakin merusak pembuluh darah tersebut
sehingga terjadi solusio plasenta.
– Cacat uterus.
• Jaringan parut akibat sectio caesar atau miomektomi pada mioma intramural merupakan locus
minoris resistancea yang mudah mengalami ruptura uteri.
– Kehamilan kembar.
– Primitua, nilai sosial anak yang tinggi atau riwayat infertilitas
– Insufisiensi plasenta atau gawat janin
Versi Luar
• Faktor yang menentukan keberhasilan:
– Paritas.
– Presentasi janin.
– Jumlah air ketuban
Habif T.P. Clinical Dermatology A Color Guide To Diagnosis and Therapy. Sixth edition. 2016
Terapi
Habif T.P. Clinical Dermatology A Color Guide To Diagnosis and Therapy. Sixth edition. 2016
165. Puskesmas
Puskesmas adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung
jawab menyelenggarakan pembangunan
kesehatan di suatu wilayah kerja (Kepmenkes RI
No.128/Menkes/SK/II/2004).
Nominal
Kategorik
Ordinal
Variabel
Interval
Numerik
Rasio
VARIABEL ORDINAL
• Data yang diperoleh dengan cara
VARIABEL NOMINAL kategorisasi atau klasifikasi, tetapi
• Data yang diperoleh dengan cara diantara data tersebut terdapat
kategorisasi atau klasifikasi. hubungan.
• Posisi data setara. Misalnya: jenis • Posisi data tidak setara. Misalnya
pekerjaan. tingkat kepuasan pelanggan, dibagi
• Tidak bisa dilakukan operasi matematika menjadi tidak puas, puas, dan sangat
(X, +, - atau : ) puas.
• Tidak bisa dilakukan operasi
matematika (X, +, - atau : )
VARIABEL INTERVAL
• data yang diperoleh dengan cara VARIABEL RASIO
pengukuran, dimana jarak antar dua titik • data yang diperoleh dengan cara
pada skala, sudah diketahui. Misalnya pengukuran, dimana jarak antar dua titik
variabel suhu tubuh dalam Celcius, pada skala, sudah diketahui.
sudah diketahui bahwa jaraknya antara • Ada angka nol mutlak. Misalnya tinggi
0-100 derajat Celcius. badan, berat badan.
• Tidak ada angka nol mutlak • Bisa dilakukan operasi matematika.
• Bisa dilakukan operasi matematika.
Cara Sederhana Membedakan
Variabel Interval dan Rasio
• Prinsipnya adalah pada variabel rasio, kita dapat merasiokan 2
pengukuran dengan nilai yang sama.
Outcome
Exposure Yes No Total
Yes a b a+b
No c d c+d
Total a+c b+d a+b+c+d
Outcome
Exposure Yes No Total
Yes a b a+b
No c d c+d
Total a+c b+d a+b+c+d
Yes a b a+b
No c d c+d
Rumus prevalence odds ratio (POR) sama dengan rumus OR, yaitu:
POR: ad
bc
Interpretasi RR/OR/PR
Interpretasi :
8-10 = Highly functional family (fungsi keluarga baik)
4-7 = Moderately dysfunctional family (disfungsi keluarga moderat)
0-3 = Severely dysfunctional family (keluarga sakit / tidak sehat)
• Garis kehidupan menggambarkan
Family Lifeline secara kronologis stress kehidupan,
sebagai contoh dari gambar
disamping menunjukkan tingkat
kesakitan berupa migrain yang naik
turun sesuai dengan tingkat stress
yang dialami oleh pasien
• Misal :
– pada tahun 1969 pasien berusia 22
tahun kejadian hidup yang dialami
adalah lulus dari kampus dan pasien
mengalami migrain yang cukup berat,
– sedangkan pada tahun 1972 saat
pasien berusia 25 dan menikah justru
pasien tidak mengalami migrain,
– akan tetapi pada tahun 1973 ketika
pasien berusia 26 tahun dan mulai
bekerja serta mengalami kesulitan
bekerja, pasien mengalami migrain
yang cukup berat.
Family SCREEM
RESOURCE PATHOLOGY
• Isolated from extra-
• social interaction is evident among family members
familial
SOCIAL • Family members have well-balanced lines of
• Problem of over
communication with extra-familial social groups
commitment
• Ethnic and cultural
CULTURAL • cultural pride and satisfaction can be identified
inferiority
• Medical health care is available through channels that are • Not utilizing health
MEDICAL easily established and have previously been experienced care
in a satisfactory manner facilities/resources
174. MEDIA PROMOSI KESEHATAN
MEDIA PROMOSI KESEHATAN MASSAL
• Ceramah umum (public speaking), misalnya pada hari kesehatan
nasional, menteri kesehatan atau pejabat kesehatan lainnya
berpidato dihadapan massa rakyat untuk menyampaikan pesan-
pesan kesehatan.
• Diskusi tentang kesehatan melalui media elektronik, baik siaran TV
maupun radio.
• Simulasi, dialog antara pasien dengan dokter atau petugas
kesehatan lainnya tentang suatu penyakit atau masalah kesehatan
disuatu media massa
• Film
• Tulisan-tulisan dimajalah atau Koran, baik dalam bentuk artikel
maupaun Tanya jawab/ konsultasi tentang kesehatan dan penyakit.
• Billboard, yang dipasang dipinggir jalan, spanduk, poster, dsb.
Contoh : Billboard Ayo ke Posyandu.
Metode Promosi Kesehatan untuk Kelompok
(<15 orang)
• Diskusi kelompok: dipimpin 1 pemimpin diskusi, pemimpin
memberi pertanyaan atau kasus sehubungan dengan topik
yang dibahas untuk memancing anggota untuk
berpendapat.
Budiyanto A dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Indonesia.
TANATOLOGI FORENSIK
20 30 2 6 8 12 24 36
0 mnt mnt jam jam jam jam jam jam
Budiyanto A dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Indonesia.
179. MALPRAKTIK (KELALAIAN MEDIS)
• Teleontologi
– Baik buruk suatu tindakan dilihat berdasarkan tujuan atau akibat dari perbuatan
itu.
– Membantu kesulitan etika deontologi ketika menjawab apabila dihadapkan pada
situasi konkrit ketika dihadapkan pada dua atau lebih kewajiban yang bertentangan
satu dengan yang lain.
– Contoh: Bila kehamilan terjadi akibat pemerkosaan dan berpotensi membahayakan
kejiwaan Ibu, aborsi dapat dilakukan.
– Utilitarianisme merupakan bagian dari teleontologi, menilai bahwa baik buruknya
suatu perbuatan tergantung bagaimana akibatnya terhadap banyak orang.
Tindakan dikatakan baik apabila mendatangkan kemanfaatan yang besar dan
memberikan kemanfaatan bagi sebanyak mungkin orang.
181. RAHASIA MEDIS
• Sesuai dengan UU Rumah Sakit pasal 38:
• Yang dimaksud dengan “rahasia kedokteran”
adalah segala sesuatu yang berhubungan
dengan hal yang ditemukan oleh dokter dan
dokter gigi dalam rangka pengobatan dan
dicatat dalam rekam medis yang dimiliki
pasien dan bersifat rahasia.
Wajib Simpan Rahasia Kedokteran
• Dasar hukum
– PP no 10 tahun 1966 tentang Wajib Simpan
Rahasia Kedokteran tgl 21 mei 1966.
– Pasal 55 undang-undang no 23/1992
– Pasal 11 PP 749.MENKES/PER/XII/1989 tentang
REKAM MEDIS: “rekam medis merupakan berkas
yang wajib disimpan kerahasiaannya”
– PERMENKES NO.36 TAHUN 2012 ttg Rahasia
Kedokteran
Yang Berhak Terhadap Isi Rekam Medis
• PASIEN
• Immersion syndrome
– Korban meninggal tiba-tiba saat tenggelam pada air
yang sangat dingin
– Akibat refleks vagal
PEMERIKSAAN KHUSUS
PADA KASUS TENGGELAM
• Terdapat pemeriksaan khusus pada kasus mati
tenggelam (drowning), yaitu :
– Percobaan getah paru (lonset proef)
– Pemeriksaan diatome (destruction test)
– Pemeriksaan kimia darah (gettler test & Durlacher
test).
Tes getah paru (lonset proef)
• Kegunaan melakukan percobaan paru (lonsef proef)
yaitu mencari benda asing (pasir, lumpur, tumbuhan,
telur cacing) dalam getah paru-paru mayat.
• Syarat melakukannya adalah paru-paru mayat
harus segar / belum membusuk.
• Cara melakukan percobaan getah paru (lonsef proef)
yaitu permukaan paru-paru dikerok (2-3 kali) dengan
menggunakan pisau bersih lalu dicuci dan iris
permukaan paru-paru. Kemudian teteskan diatas objek
gelas. Syarat sediaan harus sedikit mengandung
eritrosit.
Tes Diatom
TES DIATOM 4 CARA PEMERIKSAAN DIATOM:
• Diatom adalah alga atau • Pemeriksaan mikroskopik langsung.
ganggang bersel satu dengan Pemeriksaan permukaan paru disiram dengan
dinding terdiri dari silikat (SiO2) air bersih iris bagian perifer ambil sedikit
yang tahan panas dan asam cairan perasan dari jaringan perifer paru,
kuat. taruh pada gelas objek tutup dengan kaca
penutup. Lihat dengan mikroskop.
• Sidik jari
• Minimal 2 sumber
• Official Fingerprint Records
(through AFIS system)
• Dental records
• Dental Charts
• Dental X-rays
• Casts
• Mouthguards
• Dentures
Teridentifikasi jika minimal ada 1 data primer tanpa data sekunder, atau jika
data primer tidak ada maka minimum ada 2 tanda sekunder yang cocok
Medical
Error
• Kesalahan nakes ADVERSE MALPRAKTIK
• Dapat dicegah Pasien cedera
EVENT
• Karena berbuat (commission)
• Karena tdk berbuat
(ommision)
• Untuk memeriksa lebih jauh, pisahkan paru-paru dari jantung dan timus,
dan kedua belah paru juga dipisahkan. Bila masih terapung, potong
masing-masing paru-paru menjadi 12 – 20 potongan-potongan kecil.
Bagian-bagian ini diapungkan lagi. Bagian kecil paru ini ditekan dipencet
dengan jari di bawah air. Bila telah bernafas, gelembung udara akan
terlihat dalam air.
• Dead born child, di sini bayi memang sudah mati dalam kandungan. Bila
kematian dalam kandungan telah lebih dari 2 – 3 hari akan
terjadi maserasi pada bayi. Ini terlihat dari tanda-tanda:
– Bau mayat seperti susu asam.
– Warna kulit kemerah-merahan.
– Otot-otot lemas dan lembek.
– Sendi-sendi lembek sehingga mudah dilakukan ekstensi dan fleksi.
– Bila lebih lama didapati bulae berisi cairan serous encer dengan dasar bullae
berwarna kemerah-merahan.
– Alat viseral lebih segar daripada kulit.
– Paru-paru belum berkembang.
Ada/ Tidaknya Tanda Perawatan
Tidak adanya tanda perawatan adalah sbb:
• Tubuh masih berlumuran darah,
• Ari-ari (placenta), masih melekat dengan tali pusat dan
masih berhubungan dengan pusar (umbilicus),
• Bila ari-ari tidak ada, maka ujung tali pusat tampak tidak
beraturan, hal ini dapat diketahui dengan meletakkan ujung
tali pusat tersebut ke permukaan air,
• Adanya lemak bayi (vernix caseosa), pada daerah dahi serta
di daerah yang mengandung lipatan-lipatan kulit, seperti
daerah lipat ketiak, lipat paha dan bagian belakang bokong.
188. LUKA TEMBAK
Budiyanto A dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Indonesia.
TANATOLOGI FORENSIK
20 30 2 6 8 12 24 36
0 mnt mnt jam jam jam jam jam jam
Budiyanto A dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Indonesia.
THT-KL
191. Nasal Vestibulitis
• Inflamasi pada kulit yang melapisi
vestibulum hidung
• Dapat terjadi akibat nose picking
(ngupil), infeksi sekunder dari herpes
simpleks atau herpes zoster, dan benda
asing yang masuk ke hidung
• Etiologi tersering: S.aureus
• Tatalaksana:
- Antibiotik oral dan topikal
- Mengurangi trauma berlebih pada
hidung
• Keloid
– May develop at the same piercing site on the lobe.
193. Kelainan telinga luar
194. Otitis Media
Otitis Media Akut
• Etiologi:
Streptococcus pneumoniae 35%,
Haemophilus influenzae 25%,
Moraxella catarrhalis 15%.
Perjalanan penyakit otitis media akut:
1. Oklusi tuba: membran timpani retraksi atau suram.
2. Hiperemik/presupurasi: hiperemis & edema.
3. Supurasi: nyeri, demam, eksudat di telinga tengah, membran
timpani membonjol.
4. Perforasi: ruptur membran timpani, demam berkurang.
5. Resolusi: Jika tidak ada perforasi membran timpani kembali
normal. Jika perforasi sekret berkurang.
1) Lecture notes on diseases of the ear, nose, and throat. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Otitis Media
Otitis Media Akut
• Th:
– Oklusi tuba: dekongestan topikal
(ephedrin HCl), antibiotik Hyperaemic stage
– Presupurasi: AB minimal 7 hari
(ampicylin/amoxcylin/
erythromicin) & analgesik.
– Supurasi: AB, miringotomi.
– Perforasi: ear wash H2O2 3% & AB.
– Resolusi: jika sekret tidak
berhenti AB dilanjutkan hingga 3
minggu.
Suppuration stage
1) Diagnostic handbook of otorhinolaryngology. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
195. Uji Penala
• Cara Pemeriksaan :
– Tes Rinne penala digetarkan, tangkainya diletakkan pada
prosesus mastoid, setelah tidak terdengar penala diletakkan
depan telinga
• Positif (+) bila masih terdengar
• Negatif (-) bila tidak terdengar
– Tes Weber penala digetarkan dan tangkai penala dilerakkan
di garis tengah kepala
– Tes Swabach penala digetarkan, tangkai penala diletakkan
pada prosesus mastoideus sampai tidak terdengar bunyi, lalu
segera pindahkan pada prosesus mastoid pemeriksa
• Memendek bila pemeriksa masih mendengar
195. Tes Penala
Rinne Weber Schwabach
Sources: Soepardi EA, et al, editor. Buku Ajar Ilmu THT-KL. Ed 6. Jakarta: FKUI. 2009
• Tuli konduktif:
– gangguan hantaran
suara di telinga luar-
telinga tengah
• Tuli sensorineural:
– Lesi di labirin, nervus
auditorius, saraf
pusat
• Tuli campuran
– Terdapat gabungan
keduanya
Jenis ketulian
Sources: Zahnert T. The differential diagnosis of hearing loss. Dtsch Arztebl Int 2011;108(25):433 —44
Diagnosis banding ketulian
Sources: Zahnert T. The differential diagnosis of hearing loss. Dtsch Arztebl Int 2011;108(25):433 —44
196. Tonsillitis
• Acute tonsillitis:
– Viral: similar with acute rhinits + sore
throat
– Bacterial:
• Group A-β hemolytic Streptococcus pyogenes (GABHS)
is the pathogenic organism responsible for most cases
of bacterial pharyngitis in adults
• Others: pneumococcus, S. viridan, S. pyogenes.
• Detritus → follicular tonsillitits
• Detritus coalesce → lacunar tonsillitis.
• Sore throat, odinophagia, fever, malaise, otalgia.
• Th: penicillin or erythromicin
• Chronic tonsillitis
– Persistent sore throat, anorexia, dysphagia, &
pharyngotonsillar erythema
– Lymphoid tissue is replaced by scar → widened crypt, filled
by detritus.
– Foul breath, throat felt dry.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007. | Diagnostic handbook of otorhinolaryngology.
Faringitis akut
• Faringitis viral
– Demam, rinorea, mual, nyeri tenggorok, sulit
menelan
– Disebabkan oleh rinovirus atau adenovirus
– Terapi:
• istirahat dan minum air yang cukup, analgetik,
• antivirus metisoprinol (Isoprinosine) 60-100 mg/kg
dibagi dalam 4-6 kali pada dewasa
• Pada anak < 5 tahun diberikan 50 mg/kg dibagi dalam
4-6 kali
Faringitis akut
• Faringitis bacterial
– Disebabkan paling banyak oleh grup A
streptokokus beta hemolitikus. (dewasa 30%, anak
15%)
– Nyeri kepala hebat, muntah, demam dengan suhu
tinggi, jarang disertai batuk
– Tonsil membesar, faring dan tonsil hiperemis,
terdapat eksudat di permukaannya.
– Kelenjar limfa leher anterior membesar, kenyal,
dan nyeri pada penekanan
Tonsilopharyngitis
• Modified Centor score and
management options using clinical
decision rule.
Sources: Isaacson JE, Vora NM. Differential diagnosis and treatment of hearing loss. Am Fam
Physcian 2003;68:1125—32
Audiometri nada murni
Tes Audiometri Keterangan
Tes garpu tala Tes pendengaran kualitatif dengan menggunakan penala: tes
Rinne, Weber, Schwabach
Pure tone Tes pendengaran kuantitatif. PTA dapat menilai: pendengaran
audiometry (PTA) normal atau tuli, jenis ketulian (CHL, SNHL, atau campuran), dan
derajat ketulian dengan indeks Fletcher
Otoacosutic Tes audiologi khusus, menilai fungsi koklea secara obyektif. Baik
emission (OAE) untuk program skirining pendengaran pada bayi dan anak
Brainstem evoked Tes audiologi khusus, untuk menilai fungsi pendengaran dan
response nervus VIII, dapat dilakukan pada bayi, anak yang tidak kooperatif
audiometry yang sulit diperiksa dengan tes konvensional, atau dewasa yang
(BERA) malingering atau ada kecurigaan tuli retrokoklea
Speech Tes audiologi khusus, terutama menilai kemampuan pasien dalam
audiometry pembicaraan sehari-hari dan menilai pemberian hearing aid
Sumber: Soepardi EA, et al, editor. Buku Ajar Ilmu THT-KL. Ed 6. Jakarta: FKUI. 2009
199. Audiologi dasar
Audiometri nada murni:
• Ambang Dengar (AD): bunyi nada murni terlemah pada
frekuensi tertentu yang masih dapat didengar oleh telinga
seseorang.
• Perhitungan derajat ketulian:
(AD 500 Hz + AD 1000 Hz + AD 2000 Hz + AD 4000 Hz) / 4
• Derajat ketulian:
– 0-25 dB : normal
– >25-40 dB : tuli ringan
– >40-55 dB : tuli sedang
– >55-70 dB : tuli sedang berat
– >70-90 dB : tuli berat
– >90 dB : tuli sangat berat
Audiologi Khusus
• Audiometri impedans
– Memeriksa kelenturan membran timpani dengan tekanan
tertentu pada meatus akustikus eksterna, meliputi
timpanometri, fungsi tuba, & refleks tapedius
• Audiometri tutur
– Menilai kemampuan pasien dalam pembicaraan sehari-hari
– Pasien mengulangi kata-kata yang didengar melalui tape
– Jumlah kata yang benar speech discrimination score:
• 90-100%: normal
• 75-90%: tuli ringan
• 60-75%: tuli sedang
• 50-60%: sukar mengikuti pembicaraan seharihari
• <50%: tuli berat
200. Otitis Media Efusi
• Kumpulan cairan non-purulent (mucoid dan
serosa) di telingan tengah tanpa disertai tanga
indlamasi akut dan perforasi membran
timpani.
200. Barotrauma (aerotitis)
• Salah satu penyebab OME akut
• Perubahan tekanan tiba-tiba di luar telinga tengah sewaktu di
pesawat atau menyelam, menyebabkan tuba gagal membuka
tekanan menjadi negatif di telinga tengah cairan keluar
dari kapiler mukosa
• Keluhan berupa: kurang dengar, nyeri dalam telinga, autofoni,
sensasi ada air dalam telinga, kadang tinitus dan vertigo
• Terapi: sama dengan OME akut
• Preventif: mengunyah permen atau lakukan perasat Valsava
saat pesawat naik/turun
Sumber: Soepardi EA, et al, editor. Buku Ajar Ilmu THT-KL. Ed 6. Jakarta: FKUI. 2009