Anda di halaman 1dari 1153

DR. WIDYA | DR. YOLINA | DR. RETNO | DR.

ORYZA
DR. REZA | DR. RESTHIE | DR. CEMARA | DR. JELITHA | DR. RYNALDO

OFFICE ADDRESS:
Jl padang no 5, manggarai, setiabudi, jakarta selatan Medan :
(belakang pasaraya manggarai) Jl. Setiabudi no. 65 G, medan
phone number : 021 8317064 Phone number : 061 8229229
pin BB D3506D3E / 5F35C3C2 Pin BB : 24BF7CD2
WA 081380385694 / 081314412212 Www.Optimaprep.Com
I L MU
P E N YA K I T
DALAM
1. Terapi Hipertensi Pada Usia Lanjut
• Hipertensi pada usia lanjut:
– Hipertensi diatas usia 65 tahun
• Hipertensi pada usia sangat lanjut:
– Hipertensi yang terjadi pada usia diatas 80 tahun
– HYVET (Hypertension in the very elderly trials):
• Usia diatas 80thn
• TD sistolik saat duduk 160-199
• TD diastolik saat duduk ≤ 109
• TD sistolik saat berdiri >140
– Target TD belum dapat ditentukan, tapi HYVET merekomendasikan TD
< 150/80
• Patients-specific, accounting comorbidities
• Pada kedua populasi tersebut, dengan pengobatan, maka resiko
terjadinya komplikasi kardiovaskular, terutama stroke dan gagal
jantung dapat dikurangi

http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMoa0801369#t=article
http://www.hyvet.com/pro/Slideset2.asp
1. Terapi Hipertensi Pada Usia Lanjut
1. Hypertension in Elderly
• Initial drug choice of hypertension in elderly
population should be diuretics or CCB.
• ACEi or ARB could be used but have less favorable
outcome than diuretics or CCB.
• ACEi altered changes of angiotensin I to
angiotensin II
• ARB blocks angiotensin receptors
• CCB inhibit slow Ca channel
• Diuretics inhibit sodium and chloride
reabsorbtion in distal tubule (thiazide)
Calsium Channel Blocker
Klasifikasi
1. Hipertensi (JNC VIII)
Acuan Terapi Berdasarkan Komorbid
Golongan Obat Anti Hipertensi
2. Penyakit Ginjal

Kidney International Supplements (2012) 2, 8–12; doi:10.1038/kisup.2012.7


2. Penyakit Ginjal
Gangguan pada:
Terapi PGK
Terapi Penyakit Dasar PGK
Waktu yang optimal untuk memberikan terapi untuk penyakit dasar
PGK adalah sebelum terjadinya penurunan LFG (Tabel). Namun bila
LFG sudah menurun sampai 20-30% dari normal, terapi terhadap
penyakit dasar sudah tidak banyak bermanfaat.

Memperlambat Progresifitas PGK


Faktor utama yang menyebabkan perburukan fungsi ginjal adalah
adanya hiperfiltrasi intraglomerular yang disebabkan oleh
berkurangnya massa ginjal dan aktivasi sistem renin-angiotensin.
Hiperfiltrasi ini kemudian menyebabkan terjadinya kebocoran
protein melewati glomerulus sehingga timbul proteinuria.
Sehingga, cara yang penting untuk mengurangi hiperfiltrasi adalah
dengan pembatasan asupan protein dan memberikan obat
antihipertensi untuk mengontrol hipertensi sistemik dan
glomerular.
Terapi PGK (2)
• Anemia → Penanganan anemia pada PGK adalah
dengan memberikan EPO. Status besi harus selalu
diperhatikan karena EPO memerlukan besi untuk dapat
bekerja. Transfusi harus dihindari kecuali anemia gagal
berespon terhadap pemberian EPO dan pasien
simptomatik. Sasaran Hb menurut berbagai studi
klinik adalah 11-12 gr/dl.
• Dalam penanganan nefropati diabetik diperlukan
kontrol gula darah yang baik. Kadar glukosa
preprandial yang direkomendasikan adalah 90-130
mg/dl dan kadar HbA1c harus <7%.
Terapi PGK (3)
• Pemberian terapi antihipertensi juga diperlukan untuk
menurunkan albuminuria dan mengurangi progresifitasnya
meskipun pada pasien diabetes yang normotensi. Secara
umum, penggunaan ACE inhibitor dan ARB memiliki efek
renoprotektif, dengan jalan menurunkan tekanan
intraglomerular dan menginhibisi jalur angiotensin yang
menginduksi sklerosis ginjal, serta menghambat jalur mediasi
TGF-β.
• Osteodistrofi renal→ mengatasi hiperfosfatemia dan
pemberian hormon kalsitriol (1.25(OH)2D3) , asupan fosfat
dibatasi 600-800 mg/hari. Pemberian pengikat fosfat seperti
garam kalsium, alumunium hidroksida, atau garam
magnesium dapat diberikan untuk menghambat absorpsi
fosfat. Garam kalsium yang banyak digunakan adalah kalsium
karbonat (CaCO3) dan kalsium asetat.
Terapi PGK (4)
• Imbalans cairan dan elektrolit → dengan berasumsi bahwa
insensible water loss adalah 500-800 ml/hari (sesuai dengan luas
permukaan tubuh), maka air yang masuk per hari dianjurkan 500-
800 ml ditambah jumlah urin. Elektrolit yang harus diawasi
kadarnya adalah kalium karena hiperkalemia dapat menyebabkan
aritmia jantung. Selain itu, natrium juga perlu diawasi untuk
mengendalikan hipertensi dan edema. Untuk penanganannya telah
dibahas pada bab Gangguan Ginjal Akut.
• Terapi pengganti ginjal diindikasikan bila klirens kreatinin <15
ml/menit. Dibandingkan dengan pasien nondiabetik, hemodialisis
pada pasien DM lebih sering menimbulkan komplikasi seperti
hipotensi (karena adanya neuropati autonom yang menyebabkan
hilangnya refleks takikardia), sulitnya akses vena, dan cepatnya
progresi retinopati
Inisiasi Dialisis pada CKD
• Dialysis be initiated when one or more of the following are
present:
– symptoms or signs attributable to kidney failure (serositis, acid-
base or electrolyte abnormalities, pruritus);
– Inability to control volume status or blood pressure;
– A progressive deterioration in nutritional status refractory to
dietary intervention;
– cognitive impairment.
• This often but not invariably occurs in the GFR range
between 5 and 10ml/min/1.73 m2. (2B)

• Living donor preemptive renal transplantation in adults


should be considered when the GFR is <20 ml/min/1.73
m2, and there is evidence of progressive and irreversible
CKD over the preceding 6-12 months. (Not Graded)
3. Acute Coronary Syndrome

http://acutemed.co.uk/diseases/ACS+%28Acute+Coronary+Syndrome%29
3. Sindrom Koroner Akut

Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. Lipincott Williams & Wilkins; 2011.
3. Sindrom Koroner Akut
• Gejala khas
– Rasa tertekan/berat di bawah dada, menjalar ke lengan
kiri/leher/rahang/bahu/ulu hati.
– Dapat disertai berkeringat, mual/muntah, nyeri perut, sesak napas, & pingsan.

• Gejala tidak khas:


– Nyeri dirasakan di daerah penjalaran (lengan kiri/leher/rahang/bahu/ulu hati).
– Gejala lain berupa rasa gangguan pencernaan, sesak napas atau rasa lemah
yang sulit dijabarkan.
– Terjadi pada pasien usia 25-40 tahun / >75thn / wanita / diabetes / penyakit
ginjal kronik/demensia.

• Angina stabil:
– Umumnya dicetuskan aktivtas fisik atau emosi (stres, marah, takut),
berlangsung 2-5 menit,
– Angina karena aktivitas fisik reda dalam 1-5 menit dengan beristirahat &
nitrogliserin sublingual.

Penatalaksanaan STEMI, PERKI


3. Sindrom Koroner Akut
Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. Lipincott Williams & Wilkins; 2011.
ACS
ACS
Pengobatan ACS
Evolusi EKG pada Acute MI dan Waktu Peningkatan
Biomarker
4. Anemia Hemolitik Autoimun (AIHA)
• Anemia hemolitik • Onset dapat gradual atau
autoimun merupakan subakut, berupa mudah
anemia yang disebabkan lelah, sesak napas, malaise,
oleh penghancuran ikterik. Pada pemeriksaan
eritrosit oleh fisik dapat ditemuan
autoantibodi. organomegali.

• Hasil lab:
• Dibagi menjadi : – Anemia NN
– Primer : tanpa adanya – Retikulositosis (>2%)
underlying disease – Peningkatan LDH
– Sekunder: ada underlying – Peningkatan bil.indirek
diseas, seperti limfoma, – Direct antiglobulin test (DAT)/
Evans syndrome, SLE, Coombs test untuk
antiphospholipid membedakan anemia
syndrome, IBD. hemolitik autoimun dengan
non-autoimun.
Hematology: basic& principle practice, Ed.6
4. Komponen
Darah
Indikasi whole blood:
• Perdarahan akut dengan hipovolemia
• Transfusi Tukar (Exchange transfusion)
• Pengganti darah merah endap (packed red
cell) saat memerlukan transfusi sel darah
merah

Indikasi PRC:
• Pengganti sel darah merah pada anemia
• Anemia karena perdarahan akut (setelah
resusitasi cairan kristaloid atau koloid)
Indikasi washed erythrocyte:
• Transfusi masif pada neonatus sampai usia < 1 tahun
• Penderita dengan anti-IgA atau defisiensi IgA dengan
riwayat alergi transfusi berat
• Riwayat reaksi transfusi berat yang tidak membaik
dengan pemberian premedikasi
• Penderita dengan reaksi terhadap protein plasma
darah transfusi (pada pasien dengan Coombs test
positif)

Indikasi FFP:
• Defisiensi faktor koagulasi (penyakit hati, overdosis
antikoagulan-warfarin, kehilangan faktor koagulasi
pada penerima transfusi dalam jumlah besar)
• DIC
• TTP
Indikasi trombosit konsentrat:
• Perdarahan akibat trombositopenia atau gangguan
fungsi trombosit
• Pencegahan perdarahan karena trombositopenia
(gangguan sumsum tulang) kurang dari 10.000 /micro
liter

Indikasi Cryoprecipitate:
• Alternatif terapi F VIII konsentrat pada defisiensi :
– Faktor von Willebrand (von Willebrand’s disease)
– Faktor VIII (hemofilia A)
– Faktor XIII
• Sumber fibrinogen pada gangguan koagulopati dapatan
misalnya DIC
Type Descriptions Indications
Whole • Up to 510 ml total volume • Red cell replacement in acute blood loss
blood • Hb ± 12 g/ml, Ht 35%–45% with hypovolaemia
• No functional platelets • Exchange transfusion
• No labile coagulation factors (V & VIII) • Patients needing red cell transfusions
where PRC is not available
PRC • 150–200 ml red cells from which most of the • Replacement of red cells in anaemic
plasma has been removed patients
• Hb ± 20 g/dL (not less than 45 g per unit) • Use with crystalloid or colloid solution
• Ht: 55%–75% in acute blood loss
FFP • Plasma separated from whole blood within 6 • Replacement of multiple coagulation
hours of collection and then rapidly frozen to factor
–25°C or colder • deficiencies,
• Contains normal plasma levels of stable • DIC
clotting factors, albumin & immunoglobulin • TTP
Platelet Single donor unit in a volume of 50–60 ml of • Treatment of bleeding due to:
conc. plasma should contain: — Thrombocytopenia
At least 55 x 10 9 platelets, <1.2 x 109 red cells, — Platelet function defects
<0.12 x 109 leucocytes • Prevention of bleeding due to
thrombocytopenia.
Cryopresi • Prepared by resuspending FFP presipitate. Treatment of vWD, Haemophilia A, FXIII
pitate • Contains about half of the Factor VIII and def, source of fibrinogen acquired
fibrinogen in the donated whole blood. coagulopathies (DIC)
4. Reaksi Transfusi
5. Demam Tifoid
Gejala dan Tanda Klinis
• demam persisten
• nyeri kepala
• gejala abdomen (biasanya berupa nyeri
epigastrium, diare atau konstipasi), mual, muntah
• bradikardi relatif,
• lidah yang tremor dan berselaput
• meteorismus.
• hepatomegali, splenomegali

43
Patofisiologi Demam Tifoid

• S. Typhi masuk sampai


usus halus menembus sel
epitel ke lamina propria
difagosit makrofag
berkembang biak dalam
makrofag ke Plak Peyeri
KGB mesenterika
duktus torasikus
bakterimia ke hepar& lien
bakterimia dan
diekskresikan bersama cairan
empedu ke lumen usus
Sensitivity of Typhoid Cultures

Blood cultures: often (+) in the 1st week. (gold standard)


Stools cultures: yield (+) from the 2nd or 3rd week on.
Urine cultures: may be (+) after the 2nd week.
(+) culture of duodenal drainage: presence of Salmonella in
carriers.
Widal test:
• Deteksi antibodi terhadap antigien somatik O & flagel H dari salmonella.
• Diagnosis (+): peningkatan titer >4 x setelah 5-10 hari dari hasil pertama.
• Antibody O meningkat setelah 6-8 hari, antibodi H meningkat setelah 10-
12 hari.
• Pada daerah endemik, tes widal tunggal tidak reliabel karena antibodi
terhadap H dan O dapat terdeteksi hingga 1/160 pada populasi normal.
Karena itu, sebagian memakai batas titer H dan/ O ≥ 1/320 sebagai nilai
yang signifikan.
Typhidot
• Deteksi IgM dan IgG terhadap outer
membrane protein (OMP) 50 kDa dari
S. typhi.
• Positif setelah infeksi hari 2-3.

Tubex TF
• Deteksi IgM anti lipopolisakarida O9 dari Salmonella serogroup D (salah satunya
S. typhi).
• Positif setelah hari ke 3-4.

A Comparative Study of Typhidot and Widal Test in Patients of Typhoid Fever. JIACM 2004; 5(3): 244-6.
Pilihan Antibiotik Untuk Demam Tifoid
(WHO 2011)
5. Demam Tifoid

Harrison’s principles of internal medicine


5. Demam Tifoid
• Gejala & tanda demam tifoid:
– Step ladder fever, lidah kotor, hepatomegali

• Tatalaksana
– Kloramfenikol, DOC di Indonesia (Buku ajar IPD), 4x500 mg/hari
sd 7 hari bebas demam.
– Kotrimoksazol 2x480 mg selama 2 minggu, efektivitas hampir
sama dengan kloramfenikol.
– Ampisilin & amoksisilin, 50-150 mg/kgBB, selama 2 minggu,
kemampuan menurunkan demam lebih rendah dari
kloramfenikol.
– Ceftriakson, 3-4 g dalam 100 mL dekstrosa, infus dalam ½ jam,
1x/hari, selama 3-5 hari.
– Siprofloksasin 2x500 mg/hari selama 6 hari.
Golongan Fluorokionolon:
- Norfloksasin 2x400mg/hari selama 14 hari
- Siprofloksasin 2x500mg selama 6 hari
- Ofloksasin 2x400 mg/hari selama 7 hari
- Pefloksasin 400 mg/hari selama 7 hari
- Fleroksasin 400 mg/hari selama 7 hari

51
6. Diabetes Mellitus
• Kriteria diagnosis DM:
1. Glukosa darah puasa ≥126 mg/dL. Puasa adalah kondisi
tidak ada asupan kalori minimal 8 jam, atau

2. Glukosa darah-2 jam ≥200 mg/dL pada Tes Toleransi


Glukosa Oral dengan beban glukosa 75 gram, atau

3. Pemeriksaan glukosa darah sewaktu ≥200 mg/dL dengan


keluhan klasik (poliuria, polidipsia, polifagia, unexplained
weight loss), atau

4. Pemeriksaan HbA1C ≥6,5% dengan metode HPLC yang


terstandarisasi NGSP

Konsensus pengelolaan dan pencegahan DM tipe 2. 2015.


6. Diabetes Mellitus
• Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria
normal atau DM digolongkan ke dalam
prediabetes (TGT & GDPT):
– Glukosa darah puasa terganggu (GDPT):
• GDP 100-125 mg/dL, dan
• TTGO-2 jam <140 mg/dL
– Toleransi glukosa terganggu (TGT):
• Glukosa darah TTGO-2 jam 140-199 mg/dL, dan
• Glukosa puasa <100 mg/dL
– Bersama-sama didapatkan GDPT dan TGT
– Diagnosis prediabetes berdasarkan HbA1C: 5,7-6,4%

Konsensus pengelolaan dan pencegahan DM tipe 2. 2015.


HbA1C Pengobatan Keterangan
<7% Gaya hidup sehat (GHS) Evaluasi HbA1C 3 bulan
7-<9% GHS + monoterapi oral Evaluasi 3 bulan, jika HbA1C tidak
mencapai <7%, tingkatkan
menjadi 2 obat
>9% GHS + kombinasi 2 obat Jika HbA1C tidak mencapai <7%,
tingkatkan menjadi 3 obat; Jika
tidak tercapai dengan 3 obat
berikutnya adalah insulin basal
plus/bolus atau premix
>10% atau GDS Metformin + Insulin basal + Target HbA1C <7% atau individual
>300 dengan insulin prandial atau
gejala Metformin + insulin basal +
metabolik GLP-1 RA
ADA. Diabetes Standards of Care. 2016
6. Diabetes Melitus
• Obat dengan efek samping minimal atau
keuntungan lebih banyak:
– Metformin
– Alfa glukosidase inhibitor
– Dipeptil peptidase-4 inhibitor
– Agonis glucagon like peptide-1
• Obat yang harus digunakan dengan hati-hati:
– Sulfonilurea
– Glinid
– Tiazolidinedione
– Sodium glucose cotransporter 2 inhibitor

Konsensus pengelolaan dan pencegahan DM tipe 2. 2015.


7. Sepsis Guideline 2016

• SOFA Criteria > 2 define as organ dysfunction


7. Sepsis 2016
7. Sepsis 2016
7. Perbedaan kriteria sepsis lama dan
baru

Terminologi Sepsis Kriteria Lama Sepsis 2016


Sepsis SIRS disertai dengan Disfungsi organ akibat
infeksi fokal infeksi (SOFA > 2)
Sepsis berat Sepsis dengan disfungsi Tidak ada
organ
Syok sepsis Sepsis dengan hipotensi Sepsis yang
walaupun dengan membutuhkan
pemberian cairan adekuat vasopressor untuk
mempertahankan
MAP>65 dan laktat >2
mmol/L
8. Penyakit Hepatobilier
• Kolelitiasis:
– Nyeri kanan atas/epigastrik
mendadak, hilang dalam 30
menit-3 jam, mual, setelah makan
berlemak.
• Kolesistitis:
– Nyeri kanan atas
bahu/punggung, mual, muntah,
demam
– Nyeri tekan kanan atas (murphy
sign)
• Koledokolitiasis:
– Nyeri kanan atas, ikterik, pruritis,
mual.
• Kolangitis:
– Triad Charcot: nyeri kanan atas,
ikterik, demam/menggigil
– Reynold pentad: charcot + syok &
penurunan kesadaran
Pathophysiology of disease. 2nd ed. Springer; 2006.
8. Penyakit Hepatobilier
• Pencitraan untuk diagnosis batu empedu:
– USG: pilihan pertama untuk diagnosis kandung empedu,
rutin untuk memperlihatkan besar, bentuk, penebalan
kandung empedu, & saluran empedu ekstrahepatik.
– Foto polos abdomen: tidak dapat memperlihatkan
kolesistitis akut. Hanya 15% batu yang dapat terlihat.
– CT scan abdomen: kurang sensitif & mahal, tapi mampu
memperlihatkan abses perikolesistik yang kecil.
– ERCP: bermanfaat untuk deteksi & mengambil batu
saluran empedu, invasif & berisiko pankreatitis &
kolangitis.
– MRCP: pencitraan saluran empedu tanpa risiko, tetapi
bergantung operator & bukan modalitas terapi.
PENYAKIT HEPATOBILIER

• Temuan USG kolesistitis: Hiperekoik


– Sonographic Murphy sign Acoustic shadow
(nyeri tekan timbul ketika
probe USG ditekan ke arah
kandung empedu)
– Penebalan dinding kandung
empedu (>4 mm)
– Pembesaran kandung
empedu (long axis diameter
>8 cm, short axis diameter
>4 cm)
– Impacted stone,
pericholecystic fluid
collection

Diagnostic criteria and severity assessment of acute cholecystitis: Tokyo Guidelines. J Hepatobiliary Pancreat Surg. 2007 Jan; 14(1): 78–82.
PENYAKIT HEPATOBILIER
Lokasi Nyeri Anamnesis Pemeriksaan Pemeriksaan Diagnosis Terapi
Fisis Penunjang
Urea breath test (+): H.
pylori
Membaik dgn makan PPI: ome/lansoprazol
Endoskopi:
Nyeri epigastrik (ulkus duodenum), H. pylori:
Tidak spesifik eritema (gastritis akut) Dispepsia
Kembung Memburuk dgn makan klaritromisin+amoksili
atropi (gastritis kronik)
(ulkus gastrikum) n+PPI
luka sd submukosa
(ulkus)

Nyeri tekan & defans,


Gejala: mual &
perdarahan
muntah, Demam Peningkatan enzim Resusitasi cairan
Nyeri epigastrik retroperitoneal
Penyebab: alkohol amylase & lipase di Pankreatitis Nutrisi enteral
menjalar ke punggung (Cullen: periumbilikal,
(30%), batu empedu darah Analgesik
Gray Turner:
(35%)
pinggang), Hipotensi

Prodromal (demam,
Nyeri kanan atas/ Transaminase, Serologi
malaise, mual) Ikterus, Hepatomegali Hepatitis Akut Suportif
epigastrium HAV, HBSAg, Anti HBS
kuning.
Risk: Female, Fat,
Fourty, Hamil Nyeri tekan abdomen
Nyeri kanan atas/ USG: hiperekoik dgn Kolesistektomi
Prepitasi makanan Berlangsung 30-180 Kolelitiasis
epigastrium acoustic window Asam ursodeoksikolat
berlemak, Mual, TIDAK menit
Demam

Resusitasi cairan
Nyeri epigastrik/ USG: penebalan dinding
Mual/muntah, AB: sefalosporin gen.
kanan atas menjalar Murphy Sign kandung empedu Kolesistitis
Demam 3 + metronidazol
ke bahu/ punggung (double rims)
Kolesistektomi
9. Demam Berdarah
• Dengue merupakan infeksi yang disebabkan
oleh virus dengue dan dibawa oleh nyamuk
sebagai vektor penyakitnya. Infeksi ini banyak
ditemukan di daerah tropis dan subtropis,
terutama di negara-negara berkembang.
Insidensi dengue bertambah tiap tahunnya.
WHO mencatat sekitar 50-100 juta orang
terinfeksi dengue tiap tahunnya.
• Infeksi dengue dicurigai apabila ditemukan demam
tinggi (40° C) diikuti 2 dari gejala berikut : nyeri kepala,
nyeri di belakang mata, nyeri otot dan sendi, mual,
muntah, atau timbul bintik merah. Gejala ini muncul
selama 2-7 hari setelah 4-10 hari dari pertama gigitan
nyamuk yang terinfeksi.
• Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue (DENV)
merupakan virus penyebab demam dengue. DENV
merupakan virus RNA dari family Flaviviridae, genus
Flavivirus. DENV mempunyai 4 serotipe yang
kesemuanya dapat menyebabkan demam dengue,
yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4.
Infeksi Dengue
Fase-fase infeksi dengue.WHO

Shock
Bleeding
• Transfusi trombosit:
• Hanya diberikan pada
DBD dengan
perdarahan masif (4-5
ml/kgBB/jam) dengan
jumlah trombosit
<100.000/uL, dengan
atau tanpa DIC.
• Pasien DBD
trombositopenia tanpa
perdarahan masif tidak
diberikan transfusi
trombosit.
Primary infection: Secondary infection:
• IgM: detectable by days 3–5 after the onset of • IgG: detectable at high levels in the initial phase,
illness, by about 2 weeks & undetectable after persist from several months to a lifelong period.
2–3 months.
• IgG: detectable at low level by the end of the first • IgM: significantly lower in secondary infection
week & remain for a longer period (for many cases.
years).
Infeksi Sekunder
9. Infeksi Dengue
• Secara laboratoris, kasus DBD diklasifikasikan
menjadi:
– presumtif positif/kemungkinanan demam dengue:
apabila ditemukan kriteria klinis infeksi dengue, uji
hemaglutinasi inhibisi ≥1:1280 dan/atau IgM
antidengue positif, atau pasien berasal dari daerah
yang pada saat yang sama ditemukan kasus confirmed
dengue infection
– confirmed DBD (pasti DBD): deteksi antigen dengue,
peningkatan titer antibodi >4 kali pada pasangan
serum akut, dan/atau isolasi virus.

Tatalaksana demam berdarah dengue di Indonesia.


9. Infeksi Dengue
• NS1:
– antigen nonstructural untuk replikasi virus yang dapat dideteksi sejak
hari pertama demam.
– Puncak deteksi NS1: hari ke 2-3 (sensitivitas 75%) & mulai tidak
terdeteksi hari ke 5-6.

• Untuk membedakan infeksi dengue primer atau sekunder


digunakan pemeriksaan IgM & IgG antidengue.
– Infeksi primer IgM (+) setelah hari ke 3-6 & hilang dalam 2 bulan, IgG
muncul mulai hari ke-12.
– Pada infeksi sekunder IgG dapat muncul sebelum atau bersamaan
dengan IgM
– IgG bertahan berbulan-bulan & dapat (+) seumur hidup sehingga
diagnosis infeksi sekunder dilihat dari peningkatan titernya. Jika titer
awal sangat tinggi 1:2560, dapat didiagnosis infeksi sekunder.

WHO SEARO, Dengue prevention & management. 2011.


10. Abses hepar
• Infeksi pada hati disebabkan bakteri, parasit, jamur
maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem
gastrointestinal.
– Abses hati amebik (AHA) Entamoeba histolytica
– Abses hati piogenik (AHP) Enterobactericeae,
streptococci, klebsiella pneumoniae, bacteroides,
fusobacterium, staphylococcus aureus, cancida,
aspergillus, actinomyces, yersinia enterolitica,
salmonella thypii, dll
• AHP dapat terjadi akibat komplikasi apendisitis,
infeksi intraabdominal, infeksi sistem biliaris
• Lobus kanan > lobus kiri
– lobus kanan menerima darah dari a. mesenterika
superior dan vena portal, sedangkan lobus kiri dari a.
mesenterika inferior dan aliran limfatik
10. Abses hepar
• Manifestasi klinis
– Anamnesis
• nyeri perut kanan atas, jalan membungkuk ke depan, demam, malaise,
nyeri pada bahu kanan, batuk atau atelektasis, mual, muntah, nafsu
makan turun, penurunan BB, kelemahan badan, ikterus, BAB seperti
kapur, BAK gelap.
– PF
• febris, hepatomegali, nyeri tekan hepar, splenomegali, asites, ikterus,
tanda hipertensi portal
• Ludwig sign menekan sela iga ke-6, linea axilaris anterior, apabila
terdapat nyeri tekan maka menguatkan dugaan abses hati.
– Penunjang
• leukositosis, shift to the left, anemia, LED meningkat, peningkatan alkali
fosfatase, peningkatan enzim transaminase, peningkatan serum
bilirubin, penurunan albumin dan PT
• Kultur hasil aspirasi standar emas untuk penegakan diagnosis
miikrobiologi
• Foto thoraks (efusi pleura, diafragma kanan meninggi, empiema, abses
paru), foto abdomen (air fluid level), CT scan abdomen, MRI, USG
abdomen
10. Abses hepar
• USG Abdomen
– Liver abscesses are
typically poorly
demarcated with a variable
appearance, ranging from
predominantly hypoechoic
(still with some internal
echoes however) to
hyperechoic.
– Gas bubbles may also be
seen
– Colour Doppler will
demonstrate absence of
central perfusion.
• Liver cyst
– round or ovoid anechoic
lesion, but almost
asymptomatic
10. Abses hepar
• Tatalaksana
– Terapi awal dengan penisilin
– Selanjutnya kombinasi dengan ampisilin,
aminoglikosida, sefalosporin generasi III, klindamisin,
atau metronidazol
– Pengobatan parenteral 10-14 hari kemudian dapat
diubah menjadi oral dilanjutkan sampai 6 minggu.
• Komplikasi
– Sepsis, ruptur abses hati, peritonitis generalisata,
pleuropulmonal, gagal hati, perdarahan ke dalam
rongga abses, hemobilia, empiema, fistula
hepatobronkial, ruptur perikard atau retroperitoneum
Tatalaksana Abses hepar pyogenik
• Empiric regimens: may narrow based on culture results.
– Ampicillin 2.0g IV q6h plus gentamicin 1.7mg/kg IV q8h plus
metronidazole 0.5g IV q8h
– Alternatives:
• Cefotaxime 2.0g IV q8h or ceftriaxone 2.0g IV q24h plus metronidazole 0.5g IV q8h
• Piperacillin/tazobactam 3.375g IV q 6h
– Consider adding metronidazole if amebic liver abscess a possibility.
• Carbapenems: appropriate for monotherapy, especially if the patient is at high risk
for resistant GNRs or has a documented multidrug-resistant organism.
– Ertapenem
– Imipenem
– Meropenem
– Doripenem
• Fluroquinolones: often used as an oral regimen for prolonged therapy after
completion of initial parenteral therapy course.
– Ciprofloxacin, levofloxacin or moxifloxacin plus metronidazole
• Duration:
– if adequate drainage achieved with resolution of
fever and leukocytosis Often 14-42 days total.
– Longer courses (up to several months) may be
required in the patient who is inadequately
drained or treated without drainage.
• Follow-up imaging studies: consider in
patients with suboptimal clinical response.
– Use CT or ultrasound.
Abses hepar amebik
• Antibiotic treatment
– Metronidazole 750mg PO three times a day x 7-10 days as a tissue
agent, followed by a luminal agent to eliminate residual colonic
colonization, usually paromomycin 500mg three times a day PO x 7d.
– Alternatives:
• Tissue agent: tinidazole 800mg three times a day or 2g +daily x 3-5d.
– Luminal agents:
• Iodoquinol 650mg three times a day x 20d
• Diloxanide furoate 500mg three times a day x 10d
• Percutaneous aspiration has no clear role in therapy, but consider
for diagnosis if uncertain (serology inconclusive or not available) or
no response to appropriate antibacterial therapy.
– Predictors of need for aspiration: include age> 55 years, abscesses > 5
cms, involvement of both lobes of liver and failure of medical therapy
after 7 days.
10. Tatalaksana Abses Hepar
• Pada pasien • Abses yang diameternya
imunokompromais, lebih dari 3 cm, perlu
terapi empiris untuk didrainase. Drainase
Candida harus diberikan dapat menggunakan:
selama minimal 2 – Aspirasi jarum dengan
minggu. USG-guided
– Laparoskopi
• Abses hepar dengan – Reseksi abses
diameter < 3 cm cukup – Drainase per endoskopi
bila sumber infeksi dari
diberi antibiotik. saluran bilier

http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/640/treatment/step-by-step.html
Kapan perlu dilakukan pembedahan
pada abses hepar?
• Bila disertai ruptur abses dan peritonitis
• Dengan abses multiloculated dan diameter
abses >5 cm
• Tidak respons dengan antibiotik atau drainase
perkutan
• Dengan kelainan pada saluran bilier

http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/640/treatment/step-by-step.html
11. Asma
• Pemeriksaan faal paru bermanfaat untuk
diagnosis, menilai berat asma, memonitor
keadaan asma, & menilai respons pengobatan.

• Pemeriksaan faal paru yang diterima umum


adalah:
– Pemeriksaan spirometri
– Arus puncak ekspirasi (APE) dengan peak flow meter

PDPI. Asma: pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indonesia. 2004


11. Asma
• Spirometri, dilakukan pada:
– Awal penilaian/kunjungan pertama
– Setelah pengobatan awal, bila gejala & APE telah stabil
– Pemeriksaan berkala 1-2 tahun untuk menilai perubahan fungsi
jalan napas.

• Manfaat lain pemeriksaan spirometri berkala:


– Menilai akurasi peak flow meter
– Menilai respons tindakan step down therapy pada pengobatan
– Bila APE dengan peak flow meter tidak dapat dipercaya &
diperlukan konfirmasi, misalnya pada pasien anak, orang tua,
terdapat masalah neuromuskular atau ortopedik.

PDPI. Asma: pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indonesia. 2004


11. Asma
• Monitoring APE penting untuk:
– Menilai berat asma, derajat variasi diurnal, respons
terapisaat serangan akut, respons terapi jangka
panjang, justifikasi objektif dalam memberikan
pengobatan.

• Pengukuran APE dianjurkan pada:


– Penanganan serangan akut di IGD, klinik, rumah.
– Pemantauan berkala di rawat jalan, klinik.
– Pemantauan sehari-hari di rumah

PDPI. Asma: pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indonesia. 2004


12. Gagal Jantung
12. Gagal Jantung

Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. LWW; 2011.


12. Gagal Jantung
• Adanya 2 kriteria mayor, atau 1 kriteria mayor
dan 2 kriteria minor
• Kriteria minor dapat diterima bila tidak
disebabkan oleh kondisi medis lain seperti
hipertensi pulmonal, penyakit paru kronik,
asites, atau sindrom nefrotik
• Kriteria Framingham Heart Study 100% sensitif
dan 78% spesifik untuk mendiagnosis
Sources: Heart Failure. Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th Edition.
Archives of Family Medicine 1999.
12. Gagal Jantung

• Contoh aktivitas fisik biasa: berjalan cepat, naik tangga 2 lantai


• Contoh aktivitas fisik ringan: berjalan 20-100 m, naik tangga 1 lantai
Pathobiology of Human Disease: A Dynamic Encyclopedia of Disease Mechanisms
13. Tata Laksana CHF

Sources: Heart Failure. Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th Edition.


• MR antagonist
mineralocorticoid
antagonist or aldosteron
antagonist (eg.
Spironolactone)
• CRT-D cardiac
resynchronization therapy-
defibrillator
• CRT-P cardiac
resynchronization therapy-
pacemaker
• ICD implantable
cardioverter defibrillator
• LVAD left ventricular
assisting device
• Ivabradine selective
heart rate-lowering
agent in If current (sodium
and potassium current) in
pacemaker cells
12. Gagal Jantung
13.Intoksikasi Organofosfat
• Organophosphorus pesticides
inhibit esterase enzymes,
especially acetylcholinesterase in
synapses and on red-cell
membranes.

• Acetylcholinesterase inhibition
accumulation of acetylcholine &
overstimulation of acetylcholine
receptors in synapses of the
autonomic nervous system, CNS,
and neuromuscular junctions
DUMBELS.

• DUMBELS: diarrhea, urination,


miosis,
bradycardia/bronchorea/bronchos
pasm, emesis, lacrimation,
salivation.
Klasifikasi keracunan organophosphate
13. Intoksikasi Organofosfat
13. Intoksikasi Organofosfat
• Buku ajar IPD:
– Sulfas atropin 1-2 mg IV, ulang 10-15 menit.

• CDC:
– Dosis awal atropin untuk dewasa 1-2 mg, untuk anak
0,01 mg/kg (minimum 0,01 mg), diberikan IV. Jika
tidak bisa IV, boleh via IM, SK, ETT.
– Dosis diulang tiap 15 menit sampai sekret & keringat
berlebih terkontrol.
– Dosis pralidoksim untuk dewasa 1 g, anak 25-
50mg/kg. Diberikan IV selama 30-60 menit.
14. Efusi Pleura
14. Efusi Pleura
• Perbedaan eksudat
dengan transudat
– Tes rivalta: prinsipnya,
cairan yang mengandung
protein akan mengendap
pada pH 4-5
Transudat Eksudat

Rivalta - +

Kriteria light - +
1/lebih:
LDH cairan pleura/LDHserum >0,6
LDH cairan >2/3 LDH serum
Protein pleura/Protein serum >0,5
14. Efusi Pleura

Volume cairan pleura normal


< 30 mL

Terbentuk dari ultrafiltrasi


plasma dari kapiler di pleura
viseral

Fungsi: meminimalkan
gesekan antar-pleura

1.Strasinger SK, Di Lorenzo MS. Serous fluid. Urinalysis and body fluids. 5th ed. Philadelphia: F.A. Davis Company; 2008. p.221-32.
2.Light RW. Physiology of the pleural space. In: Light RW, ed. Pleural diseases. 6th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2013:8-17.
3.Mundt LA, Shanahan K. Serous body fluid. Graff’s Text book of urinalysis and body fluids. 2nd ed. Philadelphia: Lippincott Willams & Wilkins; 2011. p.241-52.
14. Efusi Pleura
Tekanan hidrostatik kapiler
mendorong cairan ke
ekstravaskular

Permeabilitas kapiler menjaga


keseimbangan pertukaran zat
intra-ekstavaskular

Tekanan onkotik menjaga


cairan tetap di dalam
intravaskular

Saluran limfatik, tempat aliran


molekul besar yang tidak bisa
masuk ke kapiler 1.Strasinger SK, Di Loren zo MS. Serous flu id. Urinalysis and body fluids. 5th ed. Ph iladelphia:
F.A. Davis Company; 2008. p.221-32.
2.Light RW. Physiology of the pleural space. In: Light RW, ed. Pleural diseases. 6th ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2013:8-17.
14. Efusi Pleura
Tekanan hidrostatik kapiler
Contoh: CHF

Permeabilitas kapiler
Contoh: inflamasi/infeksi

Aliran Limfatik
Contoh: obstruksi (keganasan),
destruksi (radioterapi)

Tekanan onkotik
Contoh: hipoalbuminemia

1.Strasinger SK, Di Lorenzo MS. Serous fluid. Urinalysis and body fluids. 5th ed. Philadelphia: F.A. Davis Company; 2008. p.221-32.
2.Light RW. Physiology of the pleural space. In: Light RW, ed. Pleural diseases. 6th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2013:8-17..
14. Efusi Pleura
14. Efusi Pleura
14. Efusi Pleura

• Classical radiologic signs are consistent with a dependent opacity with lateral upward sloping of a
meniscus-shaped contour. The diaphragmatic contour is partially or completely obliterated, depending
on the amount of collected fluid (silhouette sign). In case of massive effusion, all the hemi -thorax can be
filled and mediastinum can be shifted contra laterally.
14. Efusi Pleura

• Garis Ellis-Damoiseau garis lengkung konveks dengan puncak pada


garis aksilaris media
• Segitiga Garland daerah timpani yang dibatasi vertebrae torakalis,
garis Ellis-Damoiseau dan garis horizontal yang melalui puncak cairan
• Segitiga Grocco daerah redup kontralateral yang dibatasi garis
vertebrae, perpanjangan garis Ellis-Damoiseau ke kontralateral dan
batas paru belakang
15. Anemia defisiensi asam folat
16. Hepatologi
• Sirosis hepatis adalah stadium akhir fibrosis hepatik
progresif ditandai dengan distorsi arsitektur hepar dan
pembentukan nodul regeneratif.
• Terjadi akibat nekrosis hepatoseluler
– Sirosis hati kompensata belum ada gejala klinis, namun
dapat ditemukan gejala awal mudah lelah, lemas, nafsu
makan berkurang, mual, BB turun
– Sirosis hati dekompensata gejala klinis yang jelas
(komplikasi gagal hati dan hipertensi porta)
• Etiologi alkohol, hepatitis, biliaris, kardiak, metabolik,
keturunan, obat
– Di Indonesia, 40-50% disebabkan oleh hepatitis B

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam


16. Hepatologi
16. Ensefalopati Hepatikum

• Kerusakan hepar
metabolisme ammonia
menurun kadar
ammonia meningkat
16. Ensefalopati Hepatikum
16. Ensefalopati Hepatikum
• Lactulose
– first-line therapy of HE
– menurunkan pH kolon dan mengganggu uptake glutamin
pada mukosa usus menurunkan sintesis dan absorbsi
amonia.
• Antibiotic (rifaximin, neomycin)
– menghambat glutaminase mukosa saluran cerna
menurunkan produksi amonia di usus.
• Sodium benzoat
– berinteraksi dengan glisin membentuk hipurat, senyawa
yang membutuhkan amonia ketika diekskresi di renal.
17. Aritmia

Lilly. Pathophysiology of heart disease.


Atrial flutter

Atrial fibrilasi

Ventricular tachycardia:
The rate >100 bpm
Broad QRS complex (>120 ms)
Regular or may be slightly irregular
Mekanisme fibrilasi atrial
17. Aritmia
• AF berpotensi berbahaya karena:
1. HR yang terlalu cepat menurunkan preload sehingga curah jantung
menurun,
2. Kontraksi atrium yang ireguler mengakibatkan stasis di atrium trombus
embolisasi stroke

• Klasifikasi AF:
– Paroksismal:
• Episode < 48 jam.
• Sekitar 50% kembali normal dalam 24 jam.
– Persisten:
• Episode 48 jam s.d. 7 hari
• Diperlukan kardioversi untuk kembali ke irama sinus
– Kronik/permanen
• Berlangsung lebih dari 7 hari
• Dengan kardioversi pun sulit kembali ke irama sinus.

The only ECG book you ever need.


17. Atrial Fibrilasi
• AF – Slow ventricular response
– Rate QRS < 60 bpm

• AF – Normal ventricular response


– Rate QRS 60 – 100 bpm

• AF – Rapid ventricular response


– Rate QRS > 100bpm
17. Aritmia
• Prinsip tatalaksana AF:
1. Pengontrolan laju irama jantung,
• Target 60-80 x/menit saat istirahat, 90-115 kali/menit saat
aktivitas.
2. Pengembalian ke irama sinus (kardioversi),
• Kardioversi farmakologis
– Pasien AF episode pertama tanpa gangguan hemodinamik bermakna
tidak perlu terapi spesifik.
– Pasien AF persisten rekuren dengan gejala mengganggu diberikan
antiaritmia.
• Electric cardioversion:
– Untuk pasien tidak stabil (penurunan kesadaran, hipotensi, nyeri dada,
sinkop), bifasik 120-200 J, monofasik 200 J.
3. Pencegahan tromboemboli
• Warfarin diberikan untuk pasien dengan risiko tinggi terjadi stroke (usia
>65, hipertensi, penyakit jantung reumatik, DM, CHF, riwayat stroke/TIA).
Target INR of 2.0 to 3.0

Pathophysiology of Heart Disease.


17. Aritmia
• Rate control:
– If the patient presents with atrial fibrillation and a rapid rate associated with
severe heart failure or cardiogenic shock, emergency direct-current
cardioversion is indicated.
– For patients with atrial fibrillation associated with rapid rate but with stable
hemodynamics, attempts to achieve acute rate control are indicated.

Pathophysiology of Heart Disease.


17. Aritmia
Anti-aritmia
Tipe Nama obat

Tipe IA Disopiramid, kuinidin

Tipe IB Lidokain, Meksiletin

Tipe IC Flekainid, moricizin, propafenon

Tipe II Beta blocker (propranolol)

Tipe III Amiodaron, bretilium, dofetilid, ibutilid, sotalol

Tipe IV CCB non-dihidropiridin (verapamil dan diltiazem)


18. AV Block
19. Leptospira
• Penyakit infeksi zoonotik yang disebabkan oleh
Leptospira patogen
• Faktor risiko:
– Pekerjaan; berkontak secara langsung & tidak
langsung dengan urin atau jaringan binatang yang
infeksius
– Bidang pertanian, konstruksi, pembersih selokan,
laboratorium, dokter hewan, pekerja tambang, dan
tentara
– Aktivitas berenang, memancing,di dalam air
terkontaminasi & bencana alam (banjir)
19. Leptospirosis
Infection through the
mucosa or wounded skin

Proliferate in the
bloodstream or
extracellularly within organ

Disseminate
hematogenously to all
organs

Multiplication can cause:


• Hepatitis, jaundice, & hemorrhage in the liver
• Uremia & bacteriuria in the kidney
• Aseptic meningitis in CSF & conjunctival or scleral hemorrhage in the aqueous humor
• Muscle tenderness in the muscles Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed.
Gejala
• Keluhan demam yang tidak diketahui sebabnya
• Ruam kulit
• Sakit kepala terutama bagian frontal
• Nyeri otot
• Mata merah
• Batuk, nyeri dada
• Mual dan muntah
• Kadang ikterik
• Penggalian riwayat aktivitas atau pekerjaan
19. Leptospirosis
• Anicteric leptospirosis (90%), • Icteric leptospirosis or Weil's
follows a biphasic course: disease (10%), monophasic
– Initial phase (4–7 days): course:
• sudden onset of fever,
• severe general malaise, – Prominent features are renal and
liver malfunction, hemorrhage
• muscular pain (esp calves), and impaired consciousness,
conjunctival congestion,
• leptospires can be isolated from – The combination of a direct
most tissues. bilirubin < 20 mg/dL, a marked
in CK, & ALT & AST <200 units is
– Two days without fever follow. suggestive of the diagnosis.
– Second phase (up to 30 days): – Hepatomegaly is found in 25% of
• leptospires are still detectable in cases.
the urine.
• Circulating antibodies emerge, – Therapy:
meningeal inflammation, uveitis & • Penicillin (1.5 million units
rash develop. IV or IM q6h) or
– Therapy: • Ceftriaxone (1 g/d IV) or
• Doxycycline (100 mg PO bid) or • Cefotaxime (1 g IV q6h)
• Amoxicillin (500 mg PO tid) or
• Ampicillin (500 mg PO tid)
20. Hipoparatiroid
• Pada proses tiroidektomi
maka kelenjar paratiroid
dapat ikut terambil.
• Terdapat 4 kelenjar paratiorid
yang terletak pada bagian
psoterior kelenjar tiroid
• Kelenjar parathyorid
bertanggungjawab pada
menjada keseimbangan
kalsium:
– Tulang: menstimulasi
pelepasan kalsium, resorpsi
kalsium oleh osteoklas
– Ginjal: menstimulasi absorpsi
kalsium, meningkatkan
absorbsi kalsium di usus
Gejala Hipokalsemia
• Sistemik • Kardiak
– Confusion – Prolonged QT interval
– kelemahan – Perubahan gelombang T
• Neuromuskular • Okular
– Paresthesia – katarak
– Psikosis • Dental
– Kejang – Hipoplasia enamel gigi
– Chovstek sign • Pernafasan
– Depresi
– Laryngospasm
– Bronkospasm
– stridor
Hipokalsemia

Chvostek sign
• Tap facial nerve
twitching of lip
and spasm of
facial muscles
Tatalaksana
• Hipokalsemia ringan tanpa gejala
• suplementasi kalsium oral dengan anjuran
sebanyak 1-3 g/hari.
• Hipokalsemia berat dengan gejala
simptomatik
• kalsium IV sebanyak 0,5-2 mg/kg per jam
• Terapi parenteral biasanya hanya diberikans elama
beberapa hari dan selanjutnya diberikan terapi
oral.
21. Abses Paru
• Abses paru merupakan nekrosis jaringan paru
dengan pembentukan kavitas dengan ukuran
umumnya diatas 2 cm.
• Kavitas mengandung debris nekrotik dan cairan
akibat infeksi bakteri air fluid level
• Berbagai penyebab abses paru adalah
pneumonia, emboli sptik, vasculitis.
• Faktor risiko: kondisi yang menyebabkan
penurunan refleks batuk/ aspirasi
• Gejala: batuk, demam, keringat malam. Pada
pasien dengan gejala >3 minggu clubbing finger
• Diagnosis dari abses paru:
– Gejala klinis
– Pemeriksaan lab (peningkatan LED, sputum, aspirasi
transbronkial)
– Pemeriksaan radiologis (contohnya pada xray dapat
terlihat abses terlihat pada sisi unilateral melibatkan
lobus atas dan segmen apikal dari lobus bawah)
• Penanganan dari abses adalah antibiotik
spektrum luas, fisioterapi paru.
• Jika tidak ada respon adekuat dapat dilakukan
drainase perkutan atau lobektomi
22. Koma Miksedema
• Koma miksedema merupakan keadaan dekompensasi dari
hipotiroid.
• Gejala koma miksedema meliputi
• penurunan kesadaran
• Hypothermia
• Hipotensi
• bradikardia.
• Miksedema
• deposit jaringan konektif (glycosaminoglycan, asam hyaluronic)
pada kulit
• Tidak harus dijumpai pada keadaan koma hypothyroid namun
merupakan sebuah fenomena yang dapat ditemui.
• Terapi
• salah satu terapi berupa pemberian levothyroxine IV.
22. Penyakit Endokrin
Limfosit tersensitisasi oleh antigen tiroid

Sekresi autoantibodi TgAb, TPOAb, TSH-


Rab[block/inhibisi]
Infiltrasi limfosit folikel limfoid & germinal center

Destruksi parenkim tiroid tiroksin

TSH hipertrofi parenkim, destruksi tetap ada


struma/tanpa struma end stage: atrofi

Eutiroid hipotiroid subklinis hipotiroid


22. Hipotiroidisme
Susp. Tiroiditis Hashimoto
Hashimoto thyroiditis
• Merupakan salah satu penyebab hypothyroid
primer dimana kelenjar thyroid diserang oleh
respon imun seluler atau antibodi-mediated
(penyakit autoimun thyroid)
• Faktor risiko:
– genetik (anggota keluarga dengan riwayat
kelainan thyroid)
– hormon (wanita lebih sering terkena)
– Paparan radiasi
Hashimoto thyroiditis
• Temuan klinis:
– gejala hypothyroid (peningkatan berat badan, fatigue, depresi,
konstipasi)
– Kelenjar thyroid dapat membesar dan berlobul atau dapat juga
tidak terpalpasi pembesaran
• Diagnosis dapat dibuat dengan mendeteksi kadar anti-thyroid
peroxidase antibodies, TSH, fT3, fT4, anti thyroglobulin antibodies
• Penanganan: pemberian Thyroid replacement therapy (
levothyroxin), pembedahan (pada kasus tertentu seperti
pembesaran thyroid dengan gejala obstruksi, nodul malignan,
thyroid lymphoma)
• Dekompensasi hipotiroid dapat menyebabkan koma miksedema.
23. Asidosis

• Diare yang terus


menerus
menyebabkan
pengeluaran HCO3
yang berlebihan
penurunan
konsentrasi HCO3
asidosis
23. Asidosis metabolik
• Penurunan kadar ion HCO3 diikuti dengan
penurunan tekanan parsiil CO2 di arteri
• Penurunan kadar ion HCO3 sebesar 1 meq/L akan
diikuti oleh penurunan pCO2 1,2 mmHg
• Penyebab asidosis metabolik
– Pembentukan asam yang berlebihan
– Berkurangnya kadar ion HCO3
– Adanya retensi ion H
• Kompensasi paru hiperventilasi penurunan
tekanan CO2
23. Asidosis metabolik
Tampilan klinis asidosis metabolik
• pH >7,1 fatigue, sesak nafas (Kussmaul), nyeri
perut, nyeri tulang, mual/muntah
• pH<7,1 gejala diatas, efek inotropik negatif,
aritmia, konstriksi vena perifer, dilatasi arteri perifer,
penurunan tekanan darah, aliran darah ke hati
menurun, konstriksi pembuluh darah paru
• Asidosis letal jika pH<7 atau kadar ion H >100nmol/L
• Koreksi asidosis metabolik pemberian bikarbonat
23. Asidosis metabolik
Koreksi asidosis metabolik • Ru-bikar: (0,4 + (2,6:HCO3)) x
BB
• Pada penurunan fungsi ginjal,
koreksi dapat dilakukan secara • Tentukan Ru-bikar saat ini
penuh hingga kadar HCO3 20- dan Ru-bikar target.
22 meq/L • Contoh: kadar biknat 10,
• Pada KAD,koreksi jika HCO3 < 5 target 20
meq/L atau bila terjadi • Ru-bikar 10 = (0,4 + (2,6:10))
hiperkalemia berat, koreksi x BB = 66%BB
hingga target HCO3 10 meq/L
• Ru-bikar 20 = (0,4 + (2,6:20))
• Penghitungan koreksi x BB = 53%BB
bikarbonat adalah dengan
menentukan ruang bikarbonat • Rerata rubikar = 59,5%BB
(Ru-bikar) • Jika BB 60 kg, kebutuhan
• Rumus koreksi biknat: bikarbonat:
Rerata Ru-bikar x BB x ΔHCO3 0,59 x BB (60) x delta biknat
(20-10) = 357 mEq
Disorder Problem Etiology Physical findings
Metabolic Gain of H+ or Diarrhea, RTA, KAD, lactic Kussmaul respiratory, dry
acidosis loss of HCO3- acidosis mucous membrane,
specific physical finding
to its cause
Metabolic Gain of HCO3- Loss of gastric secretion Tetany, Chvostek sign,
alkalosis or loss of H+ (vomiting), thiazide/loop specific physical finding
diuretics to its cause
Respiratory Hypoventilation COPD, asthma, CNS disease, Dyspnea, anxiety,
acidosis (CO2 retention) OSA cyanosis, specific physical
finding to its cause
Respiratory Hiperventilation Hypoxia tachypnea Hyperventilation, cardiac
alkalosis (CO2 loss), high pneumonia, pulm. rhythm disturbance
altitude Edema, PE, restrictive lung
disease
24. Pericardial Disease
• Pericardial effusion may be caused by:
– Acute pericarditis
– Noninflammatory serous effusions:
• Increased capillary permeability (e.g., severe
hypothyroidism);
• Increased capillary hydrostatic pressure (e.g., congestive
heart failure); or
• Decreased plasma oncotic pressure (e.g., cirrhosis or the
nephrotic syndrome).
– Chylous effusions may occur in the presence of
lymphatic obstruction of pericardial drainage, most
commonly caused by neoplasms & tuberculosis.
24. Pericardial Disease
• Three factors determine whether a pericardial effusion
remains clinically silent or whether symptoms of
cardiac compression ensue:
– the volume of fluid,
– the rate at which the fluid accumulates,
– the compliance characteristics of the pericardium.

• If the pericardial effusion accumulates slowly, over


weeks to months, the pericardium gradually stretches
accommodate larger volumes without marked
elevation of intrapericardial pressure.
24. Pericardial Disease
• Clinical manifestations:
– Range from asymptomatic to tamponade (hypotension without
pulmonary edema).

• Physical examination:
– Distant heart sound.
– Heart border extended to both side.
– Dullness over left posterior lung field due to compressive
atelectasis.

• Diagnostic studies:
– ECG: pericarditis (diffuse ST elevation), effusion low voltage.
– CXR: large effusion (250 mL): cardiomegaly with waterbottle
heart & epicardial halo.
24. Pericardial Disease
• Treatment
– If the cause of the effusion is known, therapy is
directed toward the underlying disorder (e.g.,
intensive dialysis for uremic effusion).
– If the cause is not evident, the clinical state of the
patient determines whether pericardiocentesis
(removal of pericardial fluid) should be undertaken.
• An asymptomatic effusion observation
• A precipitous rise in pericardial volume or if there is a
hemodynamic compression pericardiocentesis + analysis
of the fluid.
25. Angina Pektoris Stabil
• Nyeri dada muncul saat aktivitas, stres emosional
• Nyeri dada hilang dengan istirahat atau nitrogliserin
• Nyeri dada muncul <20 menit.
• Disebabkan oleh obstruksi pada arterikoroner
epikardial akibat aterosklerosis.
• Diagnosis
– Stress test
– Angiografi dan revaskularisasi koroner
• Jika angina mengganggu aktivitas pasien walaupun dengan terapi
yang maksimal.
• Pasien dengan risiko tinggi.
26. Intoksikasi Asam Jengkolat
• Jengkol mengandung asam jengkolat & sulfur yang dapat mengkristal di
tubulus renal menimbulkan uropati obstruktif, acute kidney injury, atau
penyakit ginjal kronik.

• Intoksikasi akut dapat terjadi 5-12 jam setelah makan jengkol

• Manifestasi klinis:
– Nyeri pinggang
– Kolik abdomen
– Oliguria
– Hematuria

• Terapi:
– Hidrasi agresif untuk meningkatkan aliran urine
– Alkalinisasi (biknat) untuk melarutkan kristal asam jengkolat
26. Intoksikasi Asam Jengkolat

Kidney International Supplements (2012) 2, 8–12; doi:10.1038/kisup.2012.7


27. Pneumonia
• Cough, particularly cough productive of sputum,
is the most consistent presenting symptom of
bacterial pneumonia and may suggest a
particular pathogen, as follows:
– Streptococcus pneumoniae: Rust-colored sputum
– Pseudomonas, Haemophilus, and pneumococcal
species: May produce green sputum
– Klebsiella species pneumonia: Red currant-jelly
sputum
– Anaerobic infections: Often produce foul-smelling or
bad-tasting sputum
27. Pneumonia
• Community acquired pneumonia:
– Pneumonia yang didapat di masyarakat

• Hospital acquired pneumonia (HAP)


– Pneumonia yang terjadi setelah pasien 48 jam dirawat di rumah sakit dan
disingkirkan semua infeksi yang terjadi sebelum masuk rumah sakit.

• Ventilator associated pneumonia (VAP)


– Pneumonia yang terjadi lebih dari 48 jam setelah pemasangan intubasi
endotrakeal.

• Healthcare associated pneumonia (HCAP), meliputi pasien:


– Pernah dirawat di RS selama 2 hari/lebih dalam waktu 90 hari sebelum awitan
pneumonia,
– Tinggal di panti atau fasilitas rawat jangka panjang ,
– Mendapat antibiotik IV, kemoterapi, atau perawatan luka dalam waktu 30 hari
dari sebelum awitan pneumonia,
– Pasien hemodialisis.
PNEUMONIA PADA PASIEN
RAWAT INAP
Pneumonia
pada pasien
rawat inap

Community Healthcare Hospital Ventilator


acquired associated acquired acquired
pneumonia pneumonia pneumonia pneumonia

CAP yang
Terjadi dalam terjadi karena
Onsetnya
48 jam kontak dengan Terjadi setelah
setelah 48-72
pertama petugas 48 jam pasca
jam masuk
masuk rumah kesehatan. intubasi
rumah sakit
sakit Mis: pasien HD
rutin
Am J Respir Crit Care Med Vol 171. pp 388–416, 2005 D
OI: 10.1164/rccm.200405-644ST
27. Pneumonia
• Diagnosis pneumonia komunitas:
Infiltrat baru/infiltrat progresif + ≥2 gejala:
1. Batuk progresif
2. Perubahan karakter dahak/purulen
3. Suhu aksila ≥38 oC/riw. Demam
4. Fisis: tanda konsolidasi, napas bronkial, ronkhi
5. Lab: Leukositosis ≥10.000/leukopenia ≤4.500

• Gambaran radiologis:
– Infiltrat sampai konsolidasi dengan “air bronchogram”, penyebaran
bronkogenik & interstisial serta gambaran kaviti.
– Air bronchogram: gambaran lusen pada bronkiolus yang tampak
karena alveoli di sekitarnya menjadi opak akibat inflamasi.

Pneumonia komuniti, pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indoneisa. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003.
27. Pneumonia
• Diagnosis pneumonia nosokomial:
1. Onset pneumonia yang terjadi 48 jam setelah
dirawat di rumah sakit dan menyingkirkan semua
infeksi yang inkubasinya terjadi pada waktu masuk
rumah sakit
2. Diagnosis pneumonia nosokomial ditegakkan atas
dasar :
– Foto toraks : terdapat infiltrat baru atau progresif
– Ditambah 2 diantara kriteria berikut:
• suhu tubuh > 38oC
• sekret purulen
• leukositosis

Pneumonia nosokomial, pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indoneisa. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003.
Pneumonia
HCAP
• Fluoroquinolon respirasi levofloksasin, moxifloksasin, gemifloksasin
28. Absorbsi Vitamin B12
29. Pneumothorax
• Suatu keadaan dimana terdapat Klasifikasi
udara atau gas di dalam rongga
pleura, yaitu ruang potensial antara • Spontan
pleura parietal dan pleura viseral,
yang dapat mengganggu ventilasi
– Primer
dan oksigenasi jaringan. – Sekunder
• Traumatik
– Iatrogenik
– Non- Iatrogenik
• Berdasarkan jenis fistula:
– Pneumotoraks terbuka
– Pneumotoraks tertutup
– Tension pneumotoraks
Pneumotoraks sederhana (simple)
Pneumothorax Spontan
terjadi tanpa adanya riwayat trauma, terbagi menjadi:

Primer Sekunder
• Pneumotoraks primer terjadi pada • Pneumotoraks spontan sekunder
orang tanpa penyakit paru (dari terjadi pada pasien yang
anamnesis tidak ada keluhan) mengidap penyakit paru yang
maupun kejadian yang memicu mendasari dan merusak struktur
kondisi tersebut, seperti trauma. paru, termasuk alveolus, sehingga
• Faktor risiko: udara dapat masuk ke rongga
– Pria pleura.
– Usia muda 20-30 tahun • Faktor Resiko
– Merokok tembakau – Penyakit paru obstruktif kronik
– Perawakan kurus, tinggi (PPOK) dan asma
– Riwayat keluarga (genetik), mutasi – Imunokompromais dengan infeksi
gen yang mengkode folliculin (FLCN) jamur (Pneumocystis jiroveci
– Marfan syndrome pneumonia/PCP)
– Wanita hamil (pneumotoraks – Pneumonia nekrotikan
katamenial)
– Tuberkulosis paru
Manifestasi klinis & diagnosis
Anamnesis Pemeriksaan fisik
• Tanda vital dapat normal, takikardia
• Keluhan utama yang paling sering ringan disertai takipnea
ialah nyeri dada dan sesak napas. • Sisi yang mengalami pneumotoraks dapat
– Nyeri dada onset akut dan menjadi lebih besar, terjadi ekspansi dada
terlokalisasi pada sisi yang mengalami yang asimetris, pergerakan terbatas,
pneumotoraks. fremitus taktil menghilang, perkusi
– Tanyakan riwayat dispnea, riwayat hipersonor, dan suara napas berkurang
trauma, riwayat penyakit paru, dan atau menghilang
riwayat keluarga dengan pneumotoraks. • Pada pneumotoraks yang besar, trakea
• Pada tension pneumotoraks, dapat terdorong ke sisi kontralateral.
keluhan nyeri dada dan sesak lebih • Pada tension pneumotoraks, terdapat
takikardia lebih dari 140 kali/menit,
hebat, terdapat riwayat trauma hipotensi, distress napas, sianosis, pulsus
atau pneumotoraks sederhana paradoksus, distensi vena leher (akibat
sebelumnya, menggunakan alat mediastinum terdorong), deviasi trakea,
ventilasi, dll. dan hilangnya suara napas pada
hemitoraks yang terkena.
Pemeriksaan Penunjang

• Pemeriksaan radiologis • A. Foto toraks pasien pneumotoraks.


– Foto toraks (antero- Garis pleura memiliki gambaran
posterior/AP radiolusen pada semua sisi garis,
• Tampak garis pleura (pleural mencerminkan terdapatnya udara di
line) dikelilingi udara
(radiolusen), tegas, dan jelas. dalam rongga pleura (satu sisi garis) dan
• Garis pleura tidak dilewati oleh pada paru (sisi garis lainnya). garis
pembuluh darah paru tersebut jelas dan tegas, dapat ditelusuri
(Avaskular)
sepanjang jalurnya (panah bawah). Tidak
– Jika terdapat keraguan, dapat
dilakukan pemeriksaan foto terlihat pembuluh darah di daerah
lateral dekubitus pada sisi bagian atas dari panah atas dan tengah.
ipsilateral atau CT-scan. B. Gambaran lipatan kulit yang dapat
• Analisis gas darah (AGD) terjadi misinterpretasi sebagai garis
pleura/pneumotoraks. Terlihat bahwa
• Pulse oxymetry gambaran radiolusen hanya pada satu
• Monitor elektrokardiografi sisi dan tidak dapat ditelusuri dengan
(EKG). jelas (panah bawah). pembuluh darah
juga terdapat di bagian atas batas lipatan
kulit (kepala panah).
30. Kelainan Endokrin
• Hipertiroid: mudah marah, tremor, palpitasi, diare, massa
di leher.

• Cushing: moon face, buffalo hump, stria, resistensi insulin,


osteoporosis, imunokompromais, HT.

• Addison: lemah, hipotensi, ↓BB, hiperpigmentasi.

• Sindrom Conn (aldosteronisme): HT, deplesi K, retensi Na,


↓ akt. Renin

• Feokromositoma (peningkatan adrenalin akibat tumor


adrenal): sakit kepala, HT, palpitasi, sudoris.
30. Kelainan Endokrin

Indian Journal of Endocrinology and Metabolism / 2011 / Vol 15 / Supplement 4


30. Kelainan Endokrin
• Diagnosis:
– Pemeriksaan konfirmasi: katekolamin bebas
(epinefrin, norepinefrin) dalam urin 24 jam

– Metode lama, seperti pengukuran metabolit


katekolamin di urin (metanephrine, nor-
metanephrine, & vanillylmandelic acid/VMA)
merupakan pemeriksaan diagnosis pelengkap saja.

– CT scan & MRI sangat penting untuk identifikasi


tumor

Indian Journal of Endocrinology and Metabolism / 2011 / Vol 15 / Supplement 4


31. Ewing’s Sarcoma
• Ditemukan oleh James Ewing (1921)
• Tumor tulang tersering kedua pada anak-anak
• Ewing’s Sarcoma Family of tumors:
– Ewing’s sarcoma (Bone –87%)
– Extraosseous Ewing’s sarcoma (8%)
– Peripheral PNET(5%)
– Askin’s tumor
• Epidemiologi
– Meliputi 2% kejadian kanker malignansi pada anak
– Terjadi pada dekade kedua (80% udia 5-25thn)
– Laki-laki:Perempuan 1,3:1 <10thn, 1,6:1 >10thn
– Jarang pada ras Afro-amerika dan asia

183
Patologi dan sitogenetik
• Satu dari sekian banyak tumor
‘small round blue cell’ tumors
yang terlihat pada anak-anak.
• Tidak berdiferensiasi dengan
baik
• Tidak diketahui asalnya,
kemungkinan dari sel
progenitor neural crest
• Abnormalitas sitogenetik
t(11;22) (q24;q12) tampak pada
90-95% kasus
Gejala Klinis
• Nyeri dan Bengkak pada area yang
terkena

• Dapat terjadi gejala sistemik, seperti:


– Demam
– Anemia
– Penurunan berat badan
– Elevated WBC & ESR,LDH

• Sering kali didiagnosis dalam jangka


waktu paling lama untuk kasus tumor
solid pada anak-anak. (Rata-rata 146
hari)

• Fraktur patologis
Skull(3.8%)

Lokasi Scapula (3.8%)

Paling sering pada diafisis atau


metadiafisis

Aksis sentral (47%):


◦ pelvis, dinding dada, tulang
belakang, kepala dan leher

Ekstrimitas (53%)

Penyebaran per kontuinutatum ke


jaringan sekitar atau metastasis
secara hematogen.
AJCC Staging (7th Ed. 2010) Bone Tumor
Primary tumor (T)
TX Primary tumor cannot be assessed
T0 No evidence of primary tumor
T1 Tumor 8 cm or less in greatest dimension
T2 Tumor more than 8 cm in greatest dimension
T3 Discontinuous tumors in the primary bone site
Regional lymph nodes (N)
NX Regional lymph nodes cannot be assessed
N0 No regional lymph node metastasis
N1 Regional lymph node metastasis
Note: Because of the rarity of lymph node involvement in bone sarcomas, the designation
NX may not be appropriate and cases should be considered N0 unless clinical node
involvement is clearly evident.
Distant metastasis (M)
M0 No distant metastasis
M1 Distant metastasis
M1a Lung
M1b Other distant sites
Stage

IA T1 N0 M0 G1,2 low grade, GX


IB T2 N0 M0 G1,2 low grade, GX
T3N0 M0 G1,2 low grade, GX
IIA T1 N0 M0 G3, 4 high grade
IIB T2 N0 M0 G3, 4 high grade
III T3 N0 M0 G3, 4
IVA Any T N0 M1a any G
IVB Any T N1 any M any G
Any T any N M1b any G
Diagnostic Work-Up
Primary Staging
History & Physical Examination
Histo-pathology -Biopsy -Bone Marrow
-Genetics
-IHC
Imaging -X-ray -CT Thorax
-CT scan -Bone scan
-MRI -PET scan
Lab Test - Renal – RFT
- Cardiac – 2D-ECHO
Imaging
• X-RAY
– Moth eaten lesion
– Lytic or mixed lytic-sclerotic areas
present
– Multi-Layered subperiosteal reaction
(onion skinning)
– Lifting of perioteum (codman’s triangle)

• CT SCAN: bone destruction best seen


• Intramedullary space
• extraosseous involvement
191
MRI
• Involvement detected by MRI extends beyond the
anticipated area seen on plain X-ray
• Intra-medullary extent
• Soft tissue extension
• Skip lesions
• Relation Adjacent structures, vessels , nerves
• Multi-planar
Bone scan:
• To detect polyostotic involvement
• to detect bone metastasis

Bone marrow biopsy

CXR/CT of chest: lung mets


Bone Scan: Ewing Sarcoma of
Left Humerus demonstrates
Intense Uptake

Fig: bone scan shows increased Gross Pathology: Ewing Sarcoma of


activity in the distal femur. Metadiaphysis of Proximal Humerus. (Top
arrow) Permeative Marrow Lesion.
(Bottom arrow) Surrounding Soft Tissue
CSMMU, Lucknow Mass
PET/PET- CT Scan
newer technique
Under evaluation to detect
◦ local and distal extent,
◦ Predictor of outcome and recurrence

CSMMU, Lucknow
Tatalaksana Umum

Local Control Maintenance


Induction
• Surgery • Chemotherapy
Chemotherapy • Radiotherapy
Diagnosis Banding

The Canadian Journal of Diagnosis / May 2001


32. Penyakit Vaskular Perifer
Peripheral Vascular Disease

Arteries Mixed Veins Lymphatics


(Arteriovenous Fistula)
Venous Thrombosis Lymphedema
Varicoid Veins lipedema
Occlusives Functional
Vasospastics: Raynaud Phenomenon and Disease
Vadilatators: Erythromeialgia
Vasculitis
Thromboangitis Obliterans, Takayasu, Giant Cells Arterytis

Acute: Emboly, Break Sheet, Dissecter Aneurysm


Chronic: Atherosclerosis, Microangiopathy
Manifestasi Klinis
Manifestasi
Klinis

Lebih dari 2 <2


Kronik Akut
minggu* minggu*

Iskemi tungkai
Iskemi tungkai Iskemi Tungkai
kronis non
kronis kritis Akut
kritis

*2007 Inter-Society Consensus for the Management of


Peripheral Arterial Disease
32. Acute Limb Ischemia
Aterotromboembolisme
oklusi arteri perifer akibat materi
ateromatosa (kolesterol, platelet, dan fibrin) dari
pembuluh darah proksimal.
• Penyebab emboli paling banyak berasal dari
jantung
• 50 – 60% spontan; setelah prosedur
intraarterial kateterisasi jantung
• Cedera jaringan tergantung pada lokasi, durasi
oklusi, dan derajat sirkulasi kolateral.
Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. Philadelphia : Lippincott
Williams & Wilkins; 2011. p. 350
Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. Philadelphia : Lippincott
Williams & Wilkins; 2011. p. 350
Tanda & Gejala
• 5P : pain, pallor, paralysis, paresthesia, dan
pulselessness (+poikilotermia)
• Nyeri akut
• Sindrom “blue toe”
gangrene dan nekrosis.
• Livedo reticularis
(bintik ungu pada kulit),
gagal ginjal dan
iskemia intestinal

1. Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5 th ed. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins; 2011. p. 350
2. Kumar, Abbas, Fausto. Robbins and Cotran’s pathologic basis of disease. 7 th ed.
Tatalaksana
Farmakologi Non Farmako
• Antikoagulan (heparin • Kateter : trombolisis /
warfarin) tromboektomi
Mencegah pembesaran • Pembedahan embolektomi
sumbatan + mengurangi • Pembedahan bypass
risiko emboli di tempat lain

1. Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5 th ed. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins; 2011. p. 350
2. Kumar, Abbas, Fausto. Robbins and Cotran’s pathologic basis of disease. 7 th ed.
Penatalaksanaan
• Tujuan pengobatan:
Klaudikasio intermiten

• Mengurangi nyeri saat aktivitas

Chronic Limb Ischemic

• Mengurangi nyeri iskemi


• Mengobati ulkus
• Meningkatkan kualitas hidup pasien mengembalikan fungsi
tungkai) dan menyelamatkan hidup pasien

Acute Limb Ischemic

• Mengurangi perburukan iskemi


• Menyelamatkan tungkai dan nyawa
2007 Inter-Society Consensus for the Management of Peripheral
Arterial Disease
Tatalaksana
• Antiplatelet & modifikasi faktor resiko
(menurunkan resiko PJK)
• Terapi suportif mencegah trauma / restriksi
vaskular (olahraga berjalan)
• Terapi farmakologi cilostazol (vasodilator &
antiplatelet), angiogenic growth factor
• Pembedahan revaskularisasi, amputasi

2007 Inter-Society Consensus for the Management of Peripheral


Arterial Disease
Buerger’s Disease
(Thrombangiitis Obliterans)
• Secara khusus dihubungkan dengan merokok
• Terjadi Oklusi pada arteri muskular, dengan predileksi pada
pembuluh darah tibial
• Presentation
– Nyeri tidak dipengaruhi aktivitas
– Gangrene
– Ulceration
• Recurrent superficial thrombophlebitis (“phlebitis migrans”)
• Dewasa muda, perokok berat, tidak ada faktor risiko
aterosklerosis yang lain
• Angiography - diffuse occlusion of distal extremity vessels
• Progresivitas – dari distal ke proximal
• Remisi klinis dengan penghentian merokok
Buerger’s treatment
• Rawat RS
• Memastikan diagnosis dan arterial imaging.
• Vasoactive dilation is done during initial
admission to hospital, along with debridement of
any gangrenous tissue.
• Tatalaksana selanjutnya diberikan bergantung
keparahan dan derajat nyeri
• Penghentian rokok menurunkan insidens
amputasi dan meningkatkan patensi dan limb
salvage pada pasien yang melalui surgical
revascularisation
Vasoactive drugs
• Nifedipine dilatasi perifer dan meningkatkan
aliran darah distal
– Diberikan bersamaan dengan penghentian rokok,
antibiotik dan iloprost
• Pentoxifylline and cilostazol have had good
effects, although there are few supportive data.
Pentoxifylline has been shown to improve pain
and healing in ischaemic ulcers. Cilostazol could
be tried in conjunction with or following failure of
other medical therapies (e.g., nifedipine).
http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/1148/treatment/step-by-
step.html
Diagnosis Etiologi Tanda & Gejala
Deep vein Multipel Nyeri dan edema tungkai, nyeri paha saat
thrombosis dorsofleksi kaki (Homans sign), phlegmasia
cerule dolens, phlegmasia alba dolens
Penyakit berger Merokok Nyeri iskemik/ ulserasi tungkai distal,
tromboplebitis superfisial, parestesia
Acute limb Emboli/ Klaudikasio intermiten, pulsus defisit, bruit
ischemia aterosklerosis arteri femoral, CRT melambat, akral dingin,
dan warna kulit abnormal
Chronic limb Aterosklerosis Nyeri saat istirahat, luka yang tidak kunjung
ischemia sembuh, gangrene
Compartment Luka bakar, Pain, palor, pulselessness, paresthesia, dan
syndrome fraktur paralisis. Nyeri merupakan gejala awal.
Chronic exertional Repetitive Terjadi pada atlet. Lebih sering mengenai
compartment loading/ tungkai bawah. Karakteristik: nyeri saat
syndrome exertional melakukan gerakan/ aktivitas, berkurang saat
activities istirahat. Dapat disertai kelemahan dan
paresthesia dari tungkai yang terlibat.
Disease Pathophysiology Symptoms Physical Workup
Peripheral Arterial narrowing Claudication Abnormal Ankle Brachial
Artery Decreased with exertion, in lower Index.
Occlusive blood flow = Pain severe occlusion extremity Duplex
Disease ischemic pain at pulse Ultrasound.
Pain results from rest. mottling & Digital
an imbalance Pain reproduced cyanosis Subtraction
between supply by elevating the Angiography
and demand of leg. Buerger Test: Gold
blood flow Elevate the leg Standard
to 45° - and Intervention
look for pallor at the same
time
Buerger Combination of Pain or Enlarged, red, An angiogram
acute tenderness not tender cord- or arteriogram
affected by
inflammation and exercise like veins. of the
thrombosis of the Numbness and Discoloration extremities.
arteries and veins tingling in the Two or more A Doppler
limbs. limbs affected
in the hands and ultrasound.
Skin ulcers or
feet gangrene of the
digits.
33. WHO 3 Step Ladder
Visual
Analog
Scale
GUIDELINE acute pain
34. Hipospadia
35. Facial Trauma Causes of Mortality
• Acute
– Airway compromise
– Exsanguination
– Associated intracranial or cervical-spine injury
• Delayed
– Meningitis
– Oropharyngeal infections
Airway Compromise
• Blood in airway
• “Debris” in airway
– Vomitus, avulsed tissue, teeth or dentures, foreign
bodies
• Pharyngeal or retropharyngeal tissue swelling
• Posterior tongue displacement from mandible
fractures
– Especially parasymphisis/symphisis
fracture disruption of anterior adhesion of the
tongue
• Parasymphisis and
Muscles of mouth symphisis area are origins
floor and insertions of mouth’s
floor muscles
• Disruption of these
structures In fracture can
cause tongue to fall
posteriorly, closing airway
Mandible Fracture
Sites of fractures
• Fraktur Condilus
– Intracapsular fracture
– Extracapsular fracture
• High condyle neck fracture
• Low condylar fracture
• Fraktur Angulus/ ramus (body
fracture)
• Canine region (parasymphesial
fracture)
• Midline fracture (symphesis
fracture)
• Coronoid fracture (rare)
222
Mandibular Fracture
Mandible Midline fracture
• Fraktur yang paling sering tidak terdeteksi
(always fine crack)
• Dapat merupakan fraktur simfisis atau
parasimfisis
• Sering berkaitan dengan fraktur condilus, baik
unilateral atau bilateral
– Fraktur unilateral fragment fraktur saling tumpang
tindih
– Fraktur bilateral hilangnya kontrol volunter lidah
• Long canine tooth represent a weak area and
contributes to parasymphesial fracture
• Rarely runs across mental foramen

224
Mandible Midline fracture
Gejala dan Tanda Clinical assessment and diagnosis
• Pain and tenderness • History of trauma
• Swelling and odemea (traumatized patients with possible
head injury) and facial injuries
• Development of step deformity
• Baal daerah mentalis • Pemeriksaan fisik
• Heamatoma pada dasar rongga Extroral
mulut atau mukosa bukal • Inspection penilaian terhadap
• Cedera jaringan lunak pada daerah asimetris, pembengkakan, ekimosis,
dagu dan bibi bawah laserasi
• Palpation tenderness, pain, step
deformity
Bila terdapat fraktur condilus
Intra- and paraoral
• Tidak ada pergerakan kondilus pada – Perdarahan, hematom, robekan
sisi yang berlawanan ginggiva, gagging of occlussion and
• Deviasi mandibula step deformity dan berkurangnya
sensori dan motorik
• Anterior open bite
• Terhambat saat menggigit(Gagging
of oclussion) • Radiographs fracture line
• Trismus 225
Condylar fractures

Fraktur mandibula tersering


• Unilateral or bilateral
• Intracapsular or extracapsular

Gejala dan Tanda


• Bengkak, nyeri, nyeri tekan, keterbatasan pergerakan
• Deviasi mandibula kearah sisi yang fraktur
• Terhambat saat menggigit(Gagging of occlussion)
– Gigi bagian posterior telah kontak sebelum gigi depan bersentuhan pada fraktur
kondilus bilateral atau over-riding fractures
• Anterior open bite on opposite side of fracture
• Laserasi dari meatus auditorius eksternus
• Retroauricular ecchymosis
• Kebocoran LCS dan otore dikaitkan dengan fraktus basis kranii

226
Fraktur Prosesus Coronoid
• Jarang terjadi trauma langsung ke ramus
mandibula dan mengakibatkan kontraksi
M.Temporalis
• Dapat ditemukan pada operasi kista ramus
mandibula
• Nyeri tekan pada bagian depan ramus
• Mengakibatkan terbentuknya hematom yang
khas tell-tale haematoma

227
Fraktur Ramus Mandibula
Type I Single fracture
• Tampak seperti low condylar fracture yang
melewati sigmoid notch

Type II comminuted fracture


• Sering terjadi pada cedera akibat missile
injuries dan mengakibatkan sedikit pergeseran
karena tarikan otot maseter dan pterygoid
medial
228
Fraktur Angulus dan Corpus Mandibula
• Nyeri, nyeru tekan dan trismus
• Pembengkakan Extra-oral pada angulus mandibula
dengan deformitas yang jelas
• Step deformity behind the molar teeth
• Movement and crepitus at the fracture site
• Derangement of occlussion
• Intra-oral buccal and lingula heamatoma
• Involvement of interdental nerve
• Gingival tear if fracture in dentated area
• Tooth involvement and possible longitudinal split
fracture

229
Radiographs

• Plain radiograph
• OPG
• Lateral oblique
• PA mandible
• AP mandible (reverse
Townes)
• Lower occlusal
• CT scan
• 3-D CT imaging
• MRI

230
36. Golfer’s Elbow (Medial
Epicondylitis)
• Lebih jarang terjadi
• Etiologi: Micro-tears
dari origo otot-otot
fleksor-pronator lengan
bawah.
• Akibat olahraga yang
sifatnya throwing/
racquets.
Tennis Elbow
• Lateral epicondylitis
• Klinis
– Nyeri pada origo otot-otot
lengan bawah, terutama
extensor carpi radialis
brevis.
– Lokasi nyeri biasanya 5mm
distal dan sedikit ke arah
anterior dari epicondilus
lateral humeri.
– Nyeri disertai dengan
keterbatasan ekstensi
pergelangan tangan dan
ekstensi jari jemari.
• Terjadi karena
penggunaan siku yang
berlebihan
• Gejala dan tanda:
– Nyeri atau terasa
terbakar pada sisi lateral
siku
– Weak grip strength
• Often worsened with
forearm activity
– holding a racquet
– turning a wrench
– shaking hands.

American Academy of Orthopaedic Surgeons


37. Caustic Ingestion
• Merupakan tertelannya zat korosif.
• Beberapa zat korosif yang dapat membakar
mulut, kerongkongan, esofagus, lambung
antara lain: asam sulfat, kaustik soda, atau
beberapa zat desinfektans yang mengandung
bahan fenol.
• Beberapa zat korosif yang dapat membakar
saluran cerna bila terminum, terutama bagian
atas dari esofagus.
Gejala Esofagitis Korosif
FREQUENT SIGNS AND SYMPTOMS
• Tiba-tiba tidak dapat menelan atau secara
perlahan-lahan menjadi sulit menelan.
• Disfagia secara gradual, awalnya terhadap
makanan padat, kemudian cairan.
• Nyeri pada mulut dan dada saat makan.
• Hipersalivasi.
• Takipnea.
• Muntah, kadang disertai lendir atau darah
Derajat Luka
• Tingkat I: terjadinya edem pada mukosa dan
penderita akan dapat menelan kembali dalam
waktu singkat secara normal.
• Tingkat II adalah terjadinya erosi pada
mukosa, dan
• Tingkat III terjadi nikrose pada mukosa
submukosa s/d otot.
Am. J. Respir. Crit. Care Med.
April 15, 2002 vol. 165 no. 8
1037-1040
Bulletin of the World Health Organization 2009;87:950-954.
doi: 10.2471/BLT.08.058065
Komplikasi
• Komplikasi yang sering terjadi adalah striktur
esofagus. Hal ini bergantung pada beratnya
jejas yang dapat dilihat melalui endoskopi.4
• Grade I = tidak ada risiko striktur esofagus
• Grade IIB = 75% akan terjadi striktur
• Grade III = 100% akan terjadi striktur
37. Esophageal Stricture
Causes: Sign and Symptoms:
1) intrinsic diseases that narrow • Progressive dysphagia for
the esophageal lumen solids, may progress to liquids
through inflammation, • Heartburn
fibrosis, or neoplasia (eg • Food impaction
peptic stricture)
2) extrinsic diseases that • Weight loss
compromise the esophageal • Chest pain.
lumen by direct invasion or
lymph node enlargement
(e.g. caustic material
ingestion)
3) diseases that disrupt
esophageal peristalsis and/or
lower esophageal sphincter
Esophageal stricture
diagnostic
• Contrast esophagography (barium
swallowing)

• Fibroesophagoscopy

• Biopsy
Esophageal stricture treatment
• Dilation • Esophageal bypass
– The esophagus is grafting
stretched by passing a (Esophagoplasty)
dilator or air-filled – Total
balloon is passed colonoesophagoplasty
through a endoscope.
– Total
• Repeated dilation may gastroesophagoplasty
be necessary to prevent – Total
the stricture from jejunoesophagoplasty
returning.
38. Kriptorkismus
• Undesensus testis adalah suatu keadaan
dimana setelah usia 1 tahun, satu atau kedua
testis tidak berada di dalam kantung skrotum,
tetapi masih berada di salah satu tempat
sepanjang jalur desensus normal.
• Kriptorkismus : cryptos (Yunani)
tersembunyi Dan orchis (latin) testis
Epidemologi
• Undesensus testis anak laki – laki.
• Angka kejadian : pada bayi prematur ± 30% yaitu 10 kali
lebih banyak daripada bayi cukup bulan (3%).
• Dengan bertambahnya usia, testis mengalami desensus
secara spontan. Dengan bertambahnya umur menjadi 1
tahun, insidennya menurun menjadi 0,7-0,8%, angka ini
hampir sama dengan populasi dewasa.
FASE DESENSUS TESTIS
Embriology

Faktor yang menyebabkan :


•Tekanan intra abdomen
•Regresi ekstraabdomen gubernakulum 249
• Hormonal Androgen dan SPM (subtansi penghambat muleri) yaitu sel sertoli.
Etiologi
• Etiology 23% genetik
• Pada masa embrilogi terjadi karena adanya kelainan pada
1. gubernakulum testis, Penurunan testis dipandu oleh gubernakulum.
Bila struktur ini tidak terbentuk atau terbentuk abnormal akan
menyebabkan maldesensus testis.
2. kelainan intrinsik testis, Maldesensus dapat disebabkan disgenesis
gonadal dimana kelainan ini membuat testis tidak sensitif terhadap
hormon gonadotropin.
3. defisiensi hormon gonadotropin yang memacu proses desensus
testis, Hormon gonadotropin maternal yang inadequat
menyebabkan desensus inkomplet. Tidak adequatnya HCG
menstimulasi pelepasan testosteron masa fetus akibat dari
imaturnya sel Leydig dan imaturnya aksis hipothalamus-hipofisis-
testis. Penurunan testis dimediasi oleh androgen yang diatur lebih
tinggi oleh gonadotropin pituitary.
Klasifikasi
• Undesensus testis sesungguhnya ( true
undescended) : testis mengalami penurunan parsial
melalui jalur yang normal, tetapi terhenti. Dibedakan
menjadi teraba (palpable) dan tidak teraba
( impalpable)
• Testis ektopik : testis mengalami penurunan di luar
jalur penurunan yang normal.
• Testis retractile: testis dapat diraba/dibawa ke dasar
skrotum tetapi akibat refleks kremaster yang
berlebihan dapat kembali segera ke kanalis
inguinalis, bukan termasuk UDT yang sebenarnya.

251
1. Testis retraktil,
2. Inguinal, dan
3. Abdominal,
4. Inguinal superfisial,
5. Penil,
6. Femoral

252
Komplikasi
1. Hernia
– Sekitar 90% penderita kriptorkismus menderita hernia inguinalis ipsilateral yang disebabkan oleh
kegagalan penutupan prosesus vaginalis.
2. Torsi
– Terjadi karena abnormalnya jaringan yang menjangga testis yang kriptorkismus dan tingginya mobilitas
testis16 serta sering terjadi setelah pubertas.
3. Trauma
– Testis yang terletak di atas pubic tubercle mudah terjadi injuri oleh trauma.
4. Neoplasma
– Testis yang mengalami kriptorkismus pada dekade ke-3 atau ke-42, mempunyai kemungkinan keganasan
20–30 kali lebih besar daripada testis yang normal
– Kejadian neoplasma lebih besar terhadap testis intra abdominal yang tidak diterapi, atau yang dikoreksi
secara bedah saat/setelah pubertas, bila dibandingkan dengan yang intra kanalikular.
– Neoplasma umumnya jenis seminoma.
– Namun, ada laporan bahwa biop si testis saat orchiopexy akan meningkatkan risiko keganasan.
5. Infertilitas
– Kriptorkismus bilateral yang tidak diterapi akan mengalami infertilitas lebih dari 90% kasus, sedangkan
yang unilateral 50% kasus.
– Testis yang berlokasi di intra abdominal dan di dalam kanalis inguinalis, akan mengurangi
spermatogenik, merusak epitel germinal.
6. Psikologis
– Perasaan rendah diri terhadap fisik atau seksual akibat tidak adanya testis di skrotum
Testicular Tumors
• Uncommon, incidence: 5/100,000 men
• <1% of all malignancies in men
• Peak: 30-40 years, rare in prepubertal children
& elderly
• >90% are of germ cell origin
• >90% are malignant
• Serum tumor markers found in 50% of
patients. Eg: AFP, hCG
Risk factors for testicular cancers
• Sex chromosome abnormalities
– Germ cell tumors occur at a rate of 25% in
dysgenetic gonads,intersexes, hermaphrodites &
pseudohermaphrodites.
• Cryptorchidism
– 10-fold increase in incidence of testicular germ
cell tumors.
Seminoma
• Most common type of Gross features of seminoma:
germinal tumor (50%) • Produces bulky masses,
• Most patients are 25-45 sometimes10x normal testis
years of age • Homogenous, grey-white,
• Presents as a scrotal mass lobulated cut-surface,
usually devoid of
• Most tumors diagnosed hemorrhage & necrosis
early
• No serologic tumor markers • Replaces entire testis in half
of cases
for seminoma
• Treatment: surgery,
radiation therapy &
chemotherapy
• Cure rate>90%
Histologic features of seminoma:
• Composed of single cell type
• Tumor cells have clear cytoplasm, filled with glycogen
• Tumor cells are arranged in lobules which are surrounded by
fibrous stroma
• The fibrous septa are infiltrated by lymphocytes & plasma cells

Metastases occur in paraaortic abdominal lymph nodes


39. Fraktur Antebrachii
• Fraktur Galeazzi: adalah fraktur radius distal disertai
dislokasi atau subluksasi sendi radioulnar distal.
• Fraktur Monteggia: adalah fraktur ulna sepertiga
proksimal disertai dislokasi ke anterior dari kapitulum
radius.
• Fraktur Colles: fraktur melintang pada radius tepat diatas
pergelangan tangan dengan pergeseran dorsal fragmen
distal.
• Fraktur Smith: Fraktur smith merupakan fraktur dislokasi
ke arah anterior (volar), karena itu sering disebut reverse
Colles fracture.
Montegia Fracture Dislocation
• Fraktur 1/3 proksimal Ulna
disertai dengan dislokasi
kepala radius ke arah Lateral displacement

anterior, posterior, atau


lateral
• Head of Radius dislocates
same direction as fracture
• Memerlukan ORIF

http://www.learningradiology.com
Galleazzi Fracture
• Fraktur distal radius
dan dislokasi sendi
radio-ulna ke arah
inferior
• Like Monteggia fracture
if treated conservatively
it will redisplace
• This fracture appeared
in acceptable position
after reduction and POP

http://www.learningradiology.com
Colles’ Fracture
• Fraktur tersering pada tulang yang
mengalami osteoporosis
• Extra-Articular : 1 inch of distal Radius
• Mekanisme trauma: Jatuh pada pergelangan
tangan pada posisi dorsofleksi
• Typical deformity : Dinner Fork
• Deformity is : Impaction, dorsal
displacement and angulation, radial
displacement and angulation and avulsion of
ulnar styloid process

http://www.learningradiology.com
Colles’ Fracture

optimized by optima
PA

http://www.learningradiology.com
Smith Fracture
• Hampir berlawanan dengan Colles’ fracture
• Lebih jarang terjadi dibandingkan dengan
colles’
• Mekanisme trauma: Jatuh pada pergelangan
tangan pada posisi palmar fleksi
• Typical deformity : Garden Spade
• Management is conservative : MUA and
Above Elbow POP

http://www.learningradiology.com
Smith Fracture

PA

http://www.learningradiology.com
Fraktur Monteggia
Fraktur Galeazzi

Fraktur Colles
Fraktur Smith
40. Malformasi Kongenital
invertogram Intussusception Hirschprung

Classifcation:
• A low lesion
– colon remains close to the skin
– stenosis (narrowing) of the anus
– anus may be missing altogether,
with the rectum ending in a blind
pouch
• A high lesion
– the colon is higher up in the pelvis
– fistula connecting the rectum and
the bladder, urethra or the vagina
• A persistent cloaca
– rectum, vagina and urinary tract
are joined into a single channel
http://emedicine.medscape.com/ Learningradiology.om Duodenal atresia
Classification
Males Females
1. Cutaneous (perineal fistula) 1. Cutaneous (perineal fistula)
2. Rectourethral fistula
2. Vestibular fistula
A. Bulbar
B. Prostatic
3. Imperforate anus without fistula

3. Recto–bladder neck fistula 4. Rectal atresia

4. Imperforate anus without 5. Cloaca


fistula A. Short common channel
5. Rectal atresia B. Long common channel

6. Complex malformations
Classification
• Menurut Berdon, membagi • Menurut Stephen, membagi
atresia ani berdasarkan atresia ani berdasarkan pada
tinggi rendahnya kelainan, garis pubococcygeal.
yakni : – Atresia ani letak tinggi
– Atresia ani letak tinggi • bagian distal rectum
• bagian distal rectum terletak di atas garis
berakhir di atas muskulus pubococcygeal.
levator ani (> 1,5cm – Atresia ani letak rendah
dengan kulit luar) • bila bagian distal rectum
– Atresia ani letak rendah terletak di bawah garis
• distal rectum melewati pubococcygeal.
musculus levator ani (
jarak <1,5cm dari kulit
luar)
Management
Newborn Anorectal Malformation

Selama 24 jam pertama


• Puasa
• Cairan melalui infus
• Antibiotik
• Evaluasi adanya defek yang mungkin menyertai dan dapat mengancam nyawa.
– NGT exclude esophageal atresia
– Echocardiogram exclude cardiac malformations, esophageal atresia.
– Radiograph of the lumbar spine and the sacrum
– Spinal ultrasonogram evaluate for a tethered cord.
– Ultrasonography of the abdomen evaluate for renal anomalies.
– Urine analysis

Annals of pediatrics surgery. October 2007


Setelah 24 jam
Re evaluate
• Bila pasien memiliki fistula perineal
• Tindakan Anoplasty, tanpa protective colostomy
• Dapat dilakukan dalam 48 jam pertama kehidupan
• Bila tidak ada mekonium di perineum, direkomendasikan untuk melakukan
pemeriksaan radiologi cross-table lateral radiograph dengan pasien dalam
posisi tengkurap (knee-chest position)
– Bila udara dalam rektum berada dibawah os koksigis dan pasoen dalam kondisi
baik, tanpa defek yang lain
• Pertimbangkan melakukan posterior sagittal operation (PSARP) dengan atau
tanpa protective colostomy
– Bila gas dalam rektum berada diatas os koksigis atau pasien memiliki mekonium
dalam urin, sakrum abnormal atau flat bottom
• Harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu
• Kemudian posterior sagittal anorectoplast (PSARP) , 1 sampai 2 bulan
kemudian, setelah pasien memiliki kenaikan berat badan yang cukup

Annals of pediatrics surgery. October 2007


41. Fraktur Nasal
• Diagnosis:
• riwayat trauma
• bengkak, dan krepitus pada jembatan hidung
• epistaksis, namun tidak harus selalu
bercampur dengan CSF.
• Fraktur nasal sering menyebabkan
deformitas septum nasal karena adanya
pergeseran septum dan fraktur septum.
• Fraktur NOE dicurigai jika pasien memiliki
bukti patah hidung dengan telecanthus,
pelebaran jembatan hidung dengan
canthus medial terpisah, dan epistaksis
atau rhinorrhea CSF.
• Method of palpating the nasal complex
for fractures. The nasal pyramid should
be moved right and left to detect
mobility.
• Patient with naso-orbitoethmoid
fracture and cerebrospinal fluid
rhinorrhea (A). The fluid leaves a
double ring where it drips onto fabric
(B).
• Lateral radiographic view of a displaced
nasal bone fracture in a patient who
sustained this injury because of a punch to
the face during a hockey game.
• A patient with naso-
orbitoethmoid fracture.
Note the increase in the
intercanthal distance and
the rounded shape of the
medial palpebral fissure
on the right. The normal
palpebral fissure on the
patient's left has an
angular relationship
between the upper and
lower eyelids.
Fraktur Nasal
• KONSERVATIF • OPERATIF
– Pasien dengan perdarahan hebat, dikontrol – Untuk fraktur nasal yang tidak
dengan vasokonstriktor topikal. disertai dengan perpindahan
– Jika tidak berhasil bebat kasa tipis, fragmen tulang, penanganan
kateterisasi balon, atau prosedur lain bedah tidak dibutuhkan karena
dibutuhkan tetapi ligasi pembuluh darah akan sembuh dengan spontan.
jarang dilakukan. – Deformitas akibat fraktur nasal
– Bebat kasa tipis merupakan prosedur sering dijumpai dan membutuhkan
untuk mengontrol perdarahan setelah reduksi dengan fiksasi adekuat
vasokonstriktor topikal. Biasanya untuk memperbaiki posisi hidung.
diletakkan dihidung selama 2-5 hari sampai
perdarahan berhenti.
– Pada kasus akut, pasien harus diberi es
pada hidungnya
– Antibiotik diberikan untuk mengurangi
resiko infeksi, komplikasi dan kematian.
– Analgetik berperan simptomatis untuk
mengurangi nyeri dan memberikan rasa
nyaman pada pasien.
FRAKTUR NASAL
• ELEVATING A
FRACTURE OF THE
NOSE.
• A, inflitrating the site
of the fracture.
• B, raising the
depressed bones with
curved artery forceps.
Always suspect a
fracture after any blow
on the nose. Swelling
of the soft tissues can
easily hide it.
Blow Out Fracture
• Blow-out fracture
• fraktur dinding orbita yang disebabkan peningkatan tiba-
tiba dari tekanan intraorbital tanpa keterlibatan rima
orbita.
• sebagian besar terjadi pada dasar orbita
• sebagian kecil terjadi pada dinding medial dengan atau
tanpa disertai fraktur dasar orbita.
• Blow-out fracture umumnya terjadi pada orang dewasa
dan jarang terjadi pada anak-anak
• Dapat terjadi karena kecelakaan lalu lintas) kecelakaan
kerja) kecelakaan olahraga)terjatuh atau karena
kekerasan.
Gejala Klinis
• Penderita blow-out fracture sering mengeluh:
– nyeri intraokula
– mati rasa pada area tertentu diwajah
– tidak mampu menggerakkan bola mata
– melihat ganda bahkan kebutaan blow-out fracture
– Edema, hematoma, enophtalmus
– trauma nervus cranialis
– emphysema dari orbita dan palpebra
42. Ensefalokel
• Encephalocele adalah herniasi isi kranium berupa suatu bagian otak
dan meninges (selaput otak) melalui suatu defek pada tengkorak yang
muncul secara kongenital atau didapat.
• Isi kantung ensefalokel dapat berupa meninges (meningokel), meninges
dan otak (meningoensefalokel), maupun meninges, otak, dan ventrikel
(meningoensefalosistokel).
• Secara garis besar berdasar letak defek, ensefalokel dapat terbagi atas:
– ensefalokel frontal/sinsipital (75%)
– ensefalokel basal (15%)
– ensefalokel oksipital (10%)

Ensefalokel Oksipital
Berukuran Besar Ensefalokel Nasofrontal
Manifestasi Klinis
• Benjolan atau kantung pada garis tengah yang ada sejak lahir dan
cenderung membesar, terbungkus kulit normal, membranous ataupun
kulit yang mengalami maserasi
• Konsistensi kistous dan kenyal atau lebih solid bila terdapat herniasi
otak
• Kantung dapat mengempis dan menegang, tergantung tekanan
intrakranial karena berhubungan dengan ruang intrakranial.
• Hidrosefalus
• Mikrosefalus
• Pada ensefalokel basal adanya kantung seringkali tidak tampak
menonjol di 
luar melainkan di dalam rongga hidung atau massa
epifaringeal sehingga seringkali tampak seperti polip nasal.
• Kelumpuhan anggota gerak, gangguan perkembangan, gangguan
penglihatan
Diagnosis
• Terdapat benjolan yang muncul sejak lahir di daerah
kepala, bisanya di garis tengah (khas).
• Penegakan diagnosis dapat dilakukan sebelum kelahiran
yakni dengan pemeriksaan USG antenatal
• Pada pemeriksaan USG, kriteria yang dipakai untuk
menegakkan diagnosis ensefalokel adalah sebagai berikut:
• Tampak massa melekat pada kepala janin atau bergerak sesuai gerakan
kepala janin.
• Tampak defek tulang tengkorak.
• Tampak ketidaknormalan anatomis, contohnya hidrosefalus.
• Scan tulang belakang untuk mengetahui ada tidaknya spina bifida.
• Pemeriksaan ginjal janin, karena tingginya keterkaitan dengan penyakit

ginjal kistik.
Terdapat beberapa kelainan pada sistem saraf pusat yang dapat
membantu diagnosa ensefalokel, yakni sebagai berikut:

• Defek tengkorak (didapatkan pada 96% kasus).


• Ventrikulomegali (didapatkan pada 23% kasus).
• Mikrosefali (didapatkan pada 50% kasus).
• Basio-occiput mendatar (didapatkan 38% kasus)

Diagnosis banding
• Higroma kistik
• Teratoma
• Polip Nasal (dengan Ensefalokel Nasoethmoidal)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• USG
• CT-SCAN
• MRI
• Foto Polos Kepala

Contoh: Gambaran CT-Scan Esenfalokel


Oksipital

Contoh: Foto Polos Lateral dengan


serviko-oksipital
PENATALAKSANAAN
Dengan pembedahan sedini mungkin (usia
<4bulan)
(kecuali terjadi rupture pada kantung dan
kebocoran CSF)
• Membuka dan mengeksplorasi isi kantung,
eksisi jaringan otak yang mengalami
displasia
• Menutup kembali defek, jaringan otak
displastik di dalam kantung telah menjadi
non-fungsional akibat strangulasi, iskemi,
dan edema sehingga dapat diangkat
dengan aman daripada mendorongnya ke
dalam rongga cranium.
• Pada ensefalokel dengan ukuran dan
herniasi sangat minimal, jaringan yang
mengalami herniasi dimasukkan kembali ke
dalam rongga intracranial.
• Pembedahan ini dihadapkan pada
tantangan untuk menutup defek anatomis
pada tulang tengkorak, hasil operasi
sedekat mungkin dengan fungsi normal,
dan menghindari defek pada psikomotor .
Komplikasi
• Ensefalokel besar dapat berkomplikasi pada kebocoran CFS dan terjadi
infeksi
• Pada kasus yang jarang, baik ensefalokel maupun pembedahannya
dapat mengakibatkan kebutaan.
• Pembedahan yang dilakukan sebagai tatalaksana utama ensefalokel
dapat menimbulkan perdarahan intraserebral, infeksi kehilangan
kemampuan penghidu, epilepsy, disfungsi lobus frontal, edema serebri,
dan defisit kemampuan konsentrasi.
• Istilah meningokel tidak
lazim digunakan untuk lesi
di kepala
• Umumnya lesi di kepala
disebut ensefalokel, karena
didapatkan massa otak yang
keluar
• Spina Bifida kegagalan
pentupan vertebra
43. Cardiac Tamponade
Gejala Pemeriksaan Fisik
• Takipnea dan DOE, rest • Takikardi
air hunger • Hypotension shock
• Weakness • Elevated JVP with blunted
• Presyncope y descent
• Dysphagia • Muffled heart sounds
• Batu • Pulsus paradoxus
• Anorexia – Bunyi jantung masih
terdengar namun nadi
• (Chest pain) radialis tidak teraba saat
inspirasi
• (Pericardial friction rub)
http://emedicine.medscape.com/article/152083-overview
http://www.learningradiology.com/archives2007/COW%20274-Pericardial%20effusion/perieffusioncorrect.html

“Water bottle configuration"


bayangan pembesaran jantung
yang simetris
• Dicurigai Tamponade jantung:
– Echocardiography
– Pericardiocentesis
• Dilakukan segera untuk
diagnosis dan terapi
• Needle pericardiocentesis
– Sering kali merupakan pilihan
terbaik saat terdapat kecurigaan
adanya tamponade jantung atau
terdapat penyebab yang
diketahui untuk timbulnya
tamponade jantung

http://emedicine.medscape.com/article/152083-overview
44. Epididymo-Orchitis
• Epididimo orkitis adalah inflamasi akut yang
terjadi pada testis dan epididimis yang
memiliki ciri yaitu nyeri hebat dan terdapatnya
pembengkakan di daerah belakang testis yang
juga disertai skrotum yang bengkak dan
merah.
• Cara membedakan orchitis dengan torsio
testis yaitu melalui Prehn Sign yaitu membaik
jika scrotum yang sakit dinaikkan.
Etiologi
• Dapat disebabkan Bakteri dan virus
• Virus yang paling sering menyebabkan orkitis adalah virus gondong (mumps)
• Sekitar 15-25% pria yang mengalami gondongan (parotitis) orkitis ketika masa setelah
pubernya
• Orkitis juga ditemukan pada 2-3% pria yang menderita bruselosis.
• Orkitis sering dikaitkan dengan infeksi prostat atau epidedemis, serta
merupakan manifestasi dari penyakit menular seksual (gonore atau klamidia).
• Faktor resiko untuk orkitis yang tidak berhubungan dengan penyakit menular
seksual adalah:
a. Imunisasi gondongan yang tidak adekuat
b. Usia lanjut (lebih dari 45 tahun)
c. Infeksi saluran kemih berulang
d. Kelainan saluran kemih
• Sedang untuk faktor resiko orkitis yang berhubungan dengan penyakit menular
seksual antara lain :
a. Berganti-ganti pasangan
b. Riwayat penyakit menular seksual pada pasangan
c. Riwayat gonore atau penyakit menular seksual lainnya
Gejala dan Tanda Diagnosis
a. Pembengkakan skrotum • Diagnosis ditegakkan berdasarkan
b. Testis yang terkena terasa berat, gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
membengkak dan teraba lunak
c. Pembengkakan selangkangan pada • Terjadi pembengkakan kelenjar
testis yang terkena getah bening di selangkangan dan
d. Demam di testis yang terkena.
e. Keluar nanah dari penis • Pemeriksaan lain yang bias
f. Nyeri ketika berkemih / disuria dilakukan adalah :
g. Nyeri saat berhubungan seksual / saat – Analisa air kemih
ejakulasi – Pembiakan air kemih
h. Nyeri selangkangan – Tes penyaringan untuk klamidia dan
i. Nyeri testis, bias saat mengejan atau gonore
ketika BAB – Pemeriksaan darah lengkap
j. Semen mengandung darah – Pemeriksaan kimia darah
Tatalaksana
• Jika penyebabnya bakteri maka diberikan antibiotik.
Selain itu diberikan obat pereda nyeri dan anti
peradangan.
• Tapi jika penyebabnya virus, hanya diberikan obat
anti nyeri.
• Penderita sebaiknya menjalani tirah baring.
• Skrotumnya diangkat dan dikompres dengan es.
45. Appendisitis
Sign of Appendicitis
Alvarado Score
46. Ca Prostat
• Tumor pada umumnya tumbuh dengan lambat dan
sisanya terkurung pada kelenjar selama bertahun-
tahun
• tumor menghasilkan sedikit atau tidak ada gejala-gejala
yang terlihat dari luar (kelainan-kelainan di pengujian
fisik).

• Kanker dapat menyebar di luar prostat ke sekitar


jaringan.
• metastasize ke seluruh area-area lain badan, seperti
tulang-tulang, paru-paru, dan hati.

• Kanker ini paling umum pada pria, terutama mereka


yang berusia di atas 65 tahun.
Faktor Risiko
Genetic, yaitu BRCA1 dan BRCA2
Usia
faktor risiko terbesar kanker prostat
Jarang terjadi pada pria di bawah 40 tahun, namun risiko kanker prostat
akan meningkat setelah usia 50 tahun
Dua dari tiga kasus kanker prostat ditemukan pada pria usia 65 tahun.
Ras/etnis
Orang berkulit hitam memiliki risiko lebih tinggi dibandingkan orang berkulit
putih Amerika Serikat
Diet
Diet tinggi lemak dan obesitas (kegemukan) meningkatkan risiko
Teorinya, lemak akan meningkatkan produksi hormon testosteron yang akan
membantu perkembangan sel kanker prostat.
Suku bangsa
Pria Asia memiliki risiko lebih rendah dibandingkan Amerika.
Lanjutan . . .
• Virus
• 27% pada jaringan kanker prostat ganas ditemukan Xenotropic
Murine Related Virus (XMRV) penyebab kanker pada hewan.
• Gaya hidup
• Merokok dan minum alkohol ditengarai menjadi pemicu
munculnya kanker prostat
• Sering berganti-ganti pasangan juga membuka kesempatan
terjadinya infeksi virus penyebab kanker yang ditularkan melalui
hubungan kelamin.
• Lingkungan
• kadmium (bahan pembuat batere)
• juga bahan-bahan kimia lain berisiko tinggi mengidap kanker
prostat.
Gejala Kanker Prostat :
Prostatic malignancy
Anatomi Prostat

Image Source: SEER Training Website


Lobes of the Prostate
• Anterior lobe
• Median lobe
• Lateral lobe
• Posterior lobe

Image Source: SEER Training Website


Zones of the Prostate
• Peripheral, 60 – 70% keganasan berasal dari zona perifer
• Central, 5 – 10% keganasan berasal dari zona sentral.
• Transitional, 10 – 20% keganasan berasal dari zona
transitional.

Image Source: SEER Training Website


Kanker Prostat dikelompokkan menjadi:
• Stadium I :
• benjolan/tumor tidak dapat diraba pada pemeriksaan fisik, biasanya
ditemukan secara tidak sengaja setelah pembedahan prostat karena
penyakit lain.
• Stadium II :
• tumor terbatas pada prostat dan biasanya ditemukan pada
pemeriksaan fisik atau tes PSA.
• Stadium III :
• tumor telah menyebar ke luar dari kapsul prostat, seperti kelenjar
seminal vesicle yang memproduksi semen tetapi belum sampai
menyebar ke kelenjar getah bening.
• Stadium IV:
• kanker telah menyebar (metastase) ke kelenjar getah bening regional
maupun bagian tubuh lainnya (misalnya tulang dan paru-paru).
DIAGNOSA
• Pria berusia > 50 tahun dianjurkan
– Pemeriksaan PSA total setiap setahun
sekali
– Pemeriksaan Digital Rectal Examination
– Bila ada keluarga yang menderita kanker prostat,
skrining dianjurkan sejak usia 40 tahun
• Digital rectal examination:
• konsistensi yang keras
• adanya nodul (benjolan di permukaan)
• pembesaran prostat yang tidak simetris.
• Tes darah. antigen khusus prostat (PSA).
– tidak konklusif
– Pada tahap pengobatan, penurunan kadar PSA
menandakan efektivitas terapi yang dijalankan.
http://www.cancer.gov/cancertopics/factsheet/detection/PSA

PSA Test
• Tes yang mengukur kadar prostate specific
antigen (PSA) dalam darah
• PSA protein yang dihasilkan oleh prostat
• Laki-laki secara normal memiliki kadar PSA
rendah, dan kadarnya akan meningkat seiring
dengan usia
PSA—Prostate Cancer
• PSA >4.0 ng/mL Biopsi Prostat
mandatory biopsy • Skrinning PSA untuk Ca
• 50% of all the cancers Prostat, tidak dapat
detected because of an meningkatkan survival
elevated PSA level are rate
localized USG Prostat
• these patients are • Hanya dapat melihat
candidates for pembesaran prostat
potentially curative • Tidak menunjukkan
therapy derajat obstruksinya
Diagnosa
• Tes PCA3.
• PCA3 yang lebih tinggi di urin menunjukkan kehadiran kanker
prostat.
• lebih akurat dibandingkan tes darah (PSA)
• Interpretasi
• Kadar PSA 0,5-4,0ng/ml: normal
• Kadar PSA 4,0-10ng/ml: kemungkinan Ca 20%, lakukan TRUS, jika
PSAd (kadar PSA/ volume prostat) >0,15 lakukan biopsi.
• Kadar PSA >10ng/ml: keumungkinan Ca 50%, perlu dilakukan TRUS
dan biopsi.
• Biopsi.
• Beberapa sampel diambil pada bagian-bagian yang berbeda
dari prostat.
• Hanya dilakukan bila PSA >3
• CT scan, MRI scan dan pemeriksaan penunjang lain
• Untuk mengetahui tingkat penyebaran kanker.
• Sitologi air kemih atau cairan prostat.
Tatalaksana
• Pembedahan:
• prostatektomi radikal (T1-2 N0 M0), Orkiektomi
• Terapi penyinaran
• Terapi penyinaran eksterna; pencangkokan butiran
yodium, emas, atau iridium radioaktif pada jaringan
prostat melalui sayatan kecil
• Vaksinasi
• Prostvac-VF immunotherapy dibuat dari poxvirus yang
dilemahkan dan direkayasa untuk menghasilkan PSA
dalam merangsang sistem kekebalan
Farmakologis
• Manipulasi hormonal.
– Tujuannya adalah mengurangi kadar testosteron.
Penurunan kadar testosteron seringkali sangat efektif
dalam mencegah pertumbuhan dan penyebaran
kanker.
– Sintetis LHRH (luteinizing hormone releasing
hormone), digunakan untuk mengobati kanker
prostat stadium lanjut. Contohnya adalah lupron
atau zoladeks.
– Zat penghambat androgen (misalnya flutamid), yang
berfungsi mencegah menempelnya testosteron
pada sel-sel prostat.
Lanjutan. . .
• Kemoterapi
• Digunakan untuk mengatasi gejala kanker prostat yang
kebal terhadap pengobatan hormonal.
• Diberikan sebagai obat tunggal atau kombinasi beberapa
obat
• Obat-obatan yang bisa digunakan untuk mengobati
kanker prostat adalah:
- Mitoxantronx
- Prednisone
- Paclitaxel
- Dosetaxel
- Estramustin
- Adriamycin.
47. Montgomery Tubercle
• Montgomery tubercle merupakan muara dari kelenjar
montgomery (jenis kelenjar sebasea).di atas permukaan kulit.
• Papul sebesar 1-2mm di atas permukaan kulit puting susu dan
areola. Papu-papul tersebut dapat membesar saat
mendapatkan rangsangan atau dalam kehamilan.
The Breast Lump
Mondor Disease
• Kondisi pembesaran jinak yang
langka dari payudara dengan
karakteristik adanya
tromboflebitis dari vena
superfisial/ subkutaneus dari
dinding dada.
• Sangat jarang terjadi, insiden
rates 0,5-0,8%
• Dominan pada wanita berusia
30-60tahun.
• Tanda & gejala: massa (cord-
like), biasanya disertai nyeri
dapat berkaitan dengan
pergerakan lengan ipsilateral,
eritema.
48. Osteokondroma
• Osteokondroma/Osteocartilagenous Exostosis
– Merupakan neoplasma tulang jinak yang paling sering didapat
– Oleh sebagian ahli dianggap bukan neoplasma, tetapi sebagai suatu
hamartoma (pertumbuhan baru, dimana sel-selnya dapat menjadi
dewasa).
• Klinis :
– usia dewasa muda
– benjolan yang keras dan tidak terasa sakit, tumbuh sangat lambat.
• Lokasi
– Metafisis tulang panjang
– bagian distal femur, proksimal tibia dan proksimal humerus (35 %),
pelvis dan scapula.
• Gambaran foto plain:
– menunjukkan tulang yang bertangkai diluar pertumbuhan daerah
metafisis
– Bentuk lesi yang seragam, kartilago dengan kalsifikasi
– Corteks dan medulla dihubungkan oleh lesi
Radiologi Bentuknya ada dua macam:
– Bertangkai/pedunculated
– Mempunyai dasar yang lebar
(Sessile)

Solitary benign pedunculated


Benign solitary sessile osteochondroma of the
osteochondroma of the femur in a 22-year-
fibula in a 19-year-old man
old man
• Patologi :
– terdapat trabekula matur tulang kortikal dengan sel-sel
kartilago yang seragam
– Ketebalan kurang dari 1 cm
– Beberapa pulau kecil yang sama bentuknya.
• Terapi :
– Bila tumor memberikan keluhan karena menekan struktur
didekatnya seperti tendon, saraf, maka dilakukan eksisi.
• Prognosis :
– Baik
– Komplikasi degenerasi ganas (menjadi Kondrosarkoma)
lebih kurang 1 %.
49. Ankle Sprain
• Injury to the Talofibular • Riwayat trauma
ligament/ • Bengkak/discoloration
calcaneofibular • Pain/tenderness
ligament
• Inversion restriction
• Anterior drawer test for
ankle
• X-ray
49. Sprain Ankle
Grading

• Grade I: anterior
talofibular ligament
(ATF)
• Grade II: ATF plus
calcaneofibular
ligament (CF)
• Grade III: ATF plus
CF plus posterior
talofibular ligament

The anterior drawer
• Menilai integritas dari ligamen talofibular
anterior.
• Cara pemeriksaan:
• Posisi kaki sedikit plantar fleksi
• Pegang kaki dengan tang kiri The inversion stress test
• Tarik tumit kearah antrior dengan • Menilai integrotas ligamen
tangan kanan calcaneofibular
• Positive test Laxity and poor • Cara pemeriksaan:
endpoint on forward translation • Pegang tumit dengan tangan
kiri
• Inversi kaki dengan tangan
kanan
• Compare to opposite side
Inversion Sprain
Strain vs Sprain
Injury Clinical Findings Imaging
Ankle sprain Positive drawer/inversion X-Ray
test
Achilles Rupture Thompson test, tendon USG
gap, unable to plantaflex
foot
Metatarsal fracture Bone tenderness over the X-Ray
navicular bone or base of
the fifth metatarsal
Tarsal Tunnel Syndrome Tinnel test (+), paresthesias MRI
along tibial nerve
Plantar fasciitis Severe plantar pain, foot Not needed
cord tightness
50. Klasifikasi Syok
Penyebab syok dapat diklasifikasikan • Syok obstruktif (gangguan kontraksi
sebagai berikut: jantung akibat di luar jantung):
• Syok kardiogenik (kegagalan kerja • (a) Tamponade jantung;
jantungnya sendiri)
• (b) Pneumotorak;
• (a) Penyakit jantung iskemik, seperti
infark • (c) Emboli paru.
• (b) Obat-obat yang mendepresi jantung; • Syok distributif (berkurangnya tahanan
• (c) Gangguan irama jantung. pembuluh darah perifer)
• Syok hipovolemik (berkurangnya • (a) Syok neurogenik;
volume sirkulasi darah):
• (b) Cedera medula spinalis atau batang
• (a) Kehilangan darah, misalnya
perdarahan; otak;
• (b) Kehilangan plasma, misalnya luka • (c) Syok anafilaksis;
bakar; • (d) Obat-obatan;
• (c) Dehidrasi: cairan yang masuk kurang • (e) Syok septik;
(misalnya puasa lama), cairan keluar
yang banyak (misalnya diare, muntah- • (f) Kombinasi, misalnya pada sepsis bisa
muntah, fistula, obstruksi usus dengan gagal jantung, hipovolemia, dan rendahnya
penumpukan cairan di lumen usus). tahanan pembuluh darah perifer.
Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah
Resusitasi Cairan
51. Kanker Tiroid
• Definisi
Carcinoma tiroid adalah suatu penyakit dimana sel
maligna (kanker) terbentuk di jaringan kelenjar tiroid.
• Epidemiologi
- Merupakan jenis keganasan jaringan endokrin yang
terbanyak.
- Lebih banyak pada wanita
- Usia penderita <20 tahun atau >50 tahun
Gejala Klinis
• Biasanya, satu-satunya gejala yang diduga sebagai keganasan
pada pasien dengan kanker tiroid adalah adanya massa tiroid
teraba atau kelenjar getah bening yang membesar (painless
mass in the region of the thyroid gland).
• Terkadang, pasien datang dengan gejala dan tanda-tanda
lebih bermasalah, yang perlu diwaspadai untuk kemungkinan
kondisi ganas.
• Gejala dan tanda tersebut misalnya:
– suara serak (akibat penekanan n. Laryngeus rekuren), nyeri lokal,
disfagia, sesak napas, hemoptisis, dan nodul atau massa pada leher.
Faktor Risiko
• Paparan radiasi pada tiroid
• Age and Sex
• Nodul jinak paling sering pada wanita 20-40 years (Campbell,
1989)
• 5%-10% of these are malignant (Campbell, 1989)
• Laki-laki memiliki risiko lebih tinggi memiliki nodul yang ganas
• Family History
– History of family member with medullary thyroid carcinoma
– History of family member with other endocrine abnormalities
(parathyroid, adrenals)
– History of familial polyposis (Gardner’s syndrome)

optimized by optima
Etiologi
• Etiologi yang pasti belum diketahui.
• Beberapa faktor predisposisi:
Penyinaran di daerah kepala leher dan dada.
Stimulasi terus menerus TSH pada goitre.
Hashimoto / Tiroiditis Otoimun
Genetika yang abnormal.
Kekurangan yodium atau kelebihan yodium.
Penyakit Grave dan Stimulator Endogen.
Inborn Error Metabolisme Tiroid.

358
Evaluation of the thyroid Nodule
(Physical Exam)
• Examination of the thyroid nodule: • Examine for ectopic thyroid
• consistency - hard vs. soft tissue
• Indirect or fiberoptic
• size - < 4.0 cm laryngoscopy
• Multinodular vs. solitary nodule – vocal cord mobility
– multi nodular - 3% chance of – evaluate airway
malignancy (Goldman, 1996) • Systematic palpation of the
– solitary nodule - 5%-12% neck
chance of malignancy • Metastatic adenopathy
(Goldman, 1996) commonly found:
• Mobility with swallowing – in the central
• Mobility with respect to compartment (level VI)
surrounding tissues – along middle and lower
portion of the jugular vein
• Well circumscribed vs. ill defined (regions III and IV) and
borders
optimized by optima
Evaluation of the Thyroid Nodule
• Blood Tests • Radioactive iodine
– Thyroid function tests – is trapped and organified
• thyroxine (T4) – can determine functionality of a
• triiodothyronin (T3) thyroid nodule
• thyroid stimulating hormone (TSH) – 17% of cold nodules, 13% of warm
– Serum Calcium or cool nodules, and 4% of hot
– Thyroglobulin (TG) nodules to be malignant
– Calcitonin • FNAB : Currently considered to be the
• USG : best first-line diagnostic procedure in
the evaluation of the thyroid nodule
– 90% accuracy in categorizing
nodules as solid, cystic, or mixed
(Rojeski, 1985)
– Best method of determining the
volume of a nodule (Rojeski, 1985)
– Can detect the presence of lymph
node enlargement and
calcifications

optimized by optima
Classification of Malignant Thyroid
Neoplasms
• Papillary carcinoma • Medullary Carcinoma
• Follicular variant • Miscellaneous
• Tall cell • Sarcoma
• Diffuse sclerosing • Lymphoma
• Encapsulated • Squamous cell carcinoma
• Follicular carcinoma • Mucoepidermoid
• Overtly invasive carcinoma
• Minimally invasive • Clear cell tumors
• Pasma cell tumors
• Hurthle cell carcinoma
• Metastatic
• Anaplastic carcinoma – Direct extention
• Giant cell – Kidney
• Small cell – Colon
– Melanoma
optimized by optima
Klasifikasi Karsinoma Tiroid menurut WHO:
• Tumor epitel maligna
– Karsinoma folikulare
– Karsinoma papilare Mc Kenzie membedakan kanker tiroid atas 4
– Campuran karsinoma folikulare-papilare tipe yaitu : karsinoma papilare, karsinoma
– Karsinoma anaplastik ( undifferentiated ) folikulare, karsinoma medulare dan karsinoma
– Karsinoma sel skuamosa anaplastik.
– Karsinoma Tiroid medulare
• Tumor non-epitel maligna
Jenis kanker Persen
– Fibrosarkoma
– Lain-lain Karsinoma tiroid papiller 75%
• Tumor maligna lainnya
karsinoma tiroid folikuler 16 %
– Sarkoma
– Limfoma maligna karsinoma tiroid medular 5%
– Haemangiothelioma maligna
– Teratoma maligna Undifferentiated 3%
• Tumor sekunder dan unclassified tumors karsinoma jenis lainnya 1%

362
Well-Differentiated Thyroid Carcinomas (WDTC) -
Papillary, Follicular, and Hurthle cell
• Pathogenesis - unknown
• Papillary has been associated with the RET proto-
oncogene but no definitive link has been proven
(Geopfert, 1998)
• Certain clinical factors increase the likelihood of
developing thyroid cancer
• Irradiation - papillary carcinoma
• Prolonged elevation of TSH (iodine deficiency) - follicular
carcinoma (Goldman, 1996)
– relationship not seen with papillary carcinoma
– mechanism is not known

optimized by optima
WDTC - Papillary Carcinoma

• 60%-80% of all thyroid cancers • Lymph node involvement is


(Geopfert, 1998, Merino, 1991) common
• Histologic subtypes – Major route of metastasis is
• Follicular variant lymphatic
• Tall cell – Clinically undetectable lymph
• Columnar cell node involvement does not
worsen prognosis (Harwood,
• Diffuse sclerosing 1978)
• Encapsulated
• Prognosis is 80% survival at 10
years (Goldman, 1996)
• Females > Males
• Mean age of 35 years
(Mazzaferri, 1994)

optimized by optima
Papillary carcinoma • Micro Findings:
– Based on characteristic
– Most common form of architecture & cytological
thyroid cancer. feature.
– Twenties to forties, – Papillae formed by a central
fibrovascular stalk & covered by
associated with previous neoplastic epithelial cells.
exposure to ionizing – Psammoma bodies in the
radiation. papillary stalk, fibrous stroma or
between tumor cells.
Gross Findings: – Nuclear features:
– Solid, firm, grayish white • Round to slight oval shape.
• Pale, clear, empty or ground glass
lobulated lesion with appearance (Orphan Annie):
sclerotic center. empty of nucleus with irregular
thickened inner aspect of nuclear
membrane.
• Pseudo-inclusion: deep
cytoplasmic invagination and
result in nuclear acidophilic,
inclusion-like round structures,
sharply outlined and eccentric,
with a crescent-shaped rim of
compressed chromatin on the
side.
• Grooves: coffee-bean like.
WDTC - Follicular Carcinoma

• 20% of all thyroid malignancies


• Women > Men (2:1 - 4:1) (Davis, 1992, De Souza, 1993)
• Mean age of 39 years (Mazzaferri, 1994)
• Prognosis - 60% survive to 10 years (Geopfert, 1994)
• Metastasis
– angioinvasion and hematogenous spread
– 15% present with distant metastases to bone and lung
• Lymphatic involvement is seen in 13% (Goldman, 1996)

optimized by optima
Medullary Thyroid Carcinoma

• 10% of all thyroid malignancies


• 1000 new cases in the U.S. each year
• Arises from the parafollicular cell or C-cells of
the thyroid gland
• derivatives of neural crest cells of the branchial arches
• secrete calcitonin which plays a role in calcium metabolism

optimized by optima
Medullary Thyroid Carcinoma
• Diagnosis
• Labs: 1) basal and pentagastrin stimulated serum
calcitonin levels (>300 pg/ml)
2) serum calcium
3) 24 hour urinary catecholamines
(metanephrines, VMA, nor-metanephrines)
4) carcinoembryonic antigen (CEA)
• Fine-needle aspiration
• Genetic testing of all first degree relatives

optimized by optima
Anaplastic Carcinoma of the Thyroid

• Highly lethal form of thyroid cancer


• Median survival <8 months (Jereb, 1975, Junor, 1992)
• 1%-10% of all thyroid cancers (Leeper, 1985, LiVolsi, 1987)
• Affects the elderly (30% of thyroid cancers in patients
>70 years) (Sou, 1996)
• Mean age of 60 years (Junor, 1992)
• 53% have previous benign thyroid disease (Demeter, 1991)
• 47% have previous history of WDTC (Demeter, 1991)

optimized by optima
Management
• Surgery is the definitive management of thyroid cancer, excluding
most cases of ATC and lymphoma
• Types of operations:
– lobectomy with isthmusectomy
• minimal operation required for a potentially malignant thyroid
nodule
– total thyroidectomy –
• removal of all thyroid tissue
• preservation of the contralateral parathyroid glands
– subtotal thyroidectomy
• anything less than a total thyroidectomy

optimized by optima
Penatalaksanaan

373
• Foto USG

Gb.4 USG Ca Thyroid Papiler


(A)Gambaran kontur yang ireguler dan deformasi kapsul thyroid.
(B)Sonogram tranversal lobus kanan tampak focus echogenic punctat tanpa bayangan
akustik posterior, temuan mengarah pada kalsifikasi (panah)
(C)Sonogram transversal isthmus thyroid menunjukkan tumor dengan hipoechogenisitas
yang jelas dan batas irreguler(panah) dan tanpa halo hipoechoic
• USG Colour Doppler

Gambar USG dan USG Doppler Ca Folikuler


(A)gambaran USG Transversal menunjukkan lesi dengan batas jelas, heterogen,
padat iso-hypoechoic berbentuk nodul tiroid oval,menunjukkan lesi folikular.
(B)Gambaran doppler tranversal menunjukkan vaskularisasi intranodular (sentral)
dan perifer
CT-Scan Tiroid

Ca Thyroid Papiler pada CT Scan dengan Kontras gambaran carcinoma


thyroid bilateral berukuran kecil, perubahan substansi kistik di bagian
sentral, fokus berukuran kecil yang terkalsifikasi (gambar anak panah)
52. Priapism
Kelainan Tanda & Gejala
Fimosis Ketidakmampuan untuk meretraksi kulit distal yang
melapisi glans penis
Parafimosis Kulit yang ter-retraksi tersangkut/ terjebak di belakang
sulcus coronarius
Peyronie’s disease Inflamasi kronik tunica albuginea, suatu kelainan jaringan
ikat yang berkaitan dengan pertumbuhan plak fibrosa,
menyebabkan nyeri, kurvatura abnormal, disfungsi ereksi,
indentasi, loss of girth and shortening
Detumescence erection Detumescence adalah kebalikan dari ereksi, dimana darah
meninggalkan erectile tissue, kembali pada keadaan
flaccid.
53. Luka Bakar
Indikasi Resusitasi Cairan
Indikasi Rawat Inap Luka Bakar
54. Buerger’s Disease
(Thrombangiitis Obliterans)
• Secara khusus dihubungkan dengan merokok
• Terjadi Oklusi pada arteri muskular, dengan predileksi pada
pembuluh darah tibial
• Presentation
– Nyeri tidak dipengaruhi aktivitas
– Gangrene
– Ulceration
• Recurrent superficial thrombophlebitis (“phlebitis migrans”)
• Dewasa muda, perokok berat, tidak ada faktor risiko
aterosklerosis yang lain
• Angiography - diffuse occlusion of distal extremity vessels
• Progresivitas – dari distal ke proximal
• Remisi klinis dengan penghentian merokok
Buerger’s treatment
• Rawat RS
• Memastikan diagnosis dan arterial imaging.
• Vasoactive dilation is done during initial
admission to hospital, along with debridement of
any gangrenous tissue.
• Tatalaksana selanjutnya diberikan bergantung
keparahan dan derajat nyeri
• Penghentian rokok menurunkan insidens
amputasi dan meningkatkan patensi dan limb
salvage pada pasien yang melalui surgical
revascularisation
CT-angiografi menunjukan stenosis
segmental arteri tungkai bawah
Vasoactive drugs
• Nifedipine dilatasi perifer dan meningkatkan
aliran darah distal
– Diberikan bersamaan dengan penghentian rokok,
antibiotik dan iloprost
• Pentoxifylline and cilostazol have had good
effects, although there are few supportive data.
Pentoxifylline has been shown to improve pain
and healing in ischaemic ulcers. Cilostazol could
be tried in conjunction with or following failure of
other medical therapies (e.g., nifedipine).
http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/1148/treatment/step-by-
step.html
Diagnosis Etiologi Tanda & Gejala
Deep vein Multipel Nyeri dan edema tungkai, nyeri paha saat
thrombosis dorsofleksi kaki (Homans sign), phlegmasia
cerule dolens, phlegmasia alba dolens
Penyakit berger Merokok Nyeri iskemik/ ulserasi tungkai distal,
tromboplebitis superfisial, parestesia
Acute limb Emboli/ Klaudikasio intermiten, pulsus defisit, bruit
ischemia aterosklerosis arteri femoral, CRT melambat, akral dingin,
dan warna kulit abnormal
Chronic limb Aterosklerosis Nyeri saat istirahat, luka yang tidak kunjung
ischemia sembuh, gangrene
Compartment Luka bakar, Pain, palor, pulselessness, paresthesia, dan
syndrome fraktur paralisis. Nyeri merupakan gejala awal.
Chronic exertional Repetitive Terjadi pada atlet. Lebih sering mengenai
compartment loading/ tungkai bawah. Karakteristik: nyeri saat
syndrome exertional melakukan gerakan/ aktivitas, berkurang saat
activities istirahat. Dapat disertai kelemahan dan
paresthesia dari tungkai yang terlibat.
Disease Pathophysiology Symptoms Physical Workup
Peripheral Arterial narrowing Claudication Abnormal Ankle Brachial
Artery Decreased with exertion, in lower Index.
Occlusive blood flow = Pain severe occlusion extremity Duplex
Disease ischemic pain at pulse Ultrasound.
Pain results from rest. mottling & Digital
an imbalance Pain reproduced cyanosis Subtraction
between supply by elevating the Angiography
and demand of leg. Buerger Test: Gold
blood flow Elevate the leg Standard
to 45° - and Intervention
look for pallor at the same
time
Buerger Combination of Pain or Enlarged, red, An angiogram
acute tenderness not tender cord- or arteriogram
affected by
inflammation and exercise like veins. of the
thrombosis of the Numbness and Discoloration extremities.
arteries and veins tingling in the Two or more A Doppler
limbs. limbs affected
in the hands and ultrasound.
Skin ulcers or
feet gangrene of the
digits.
Disorder Onset Etiology Clinical Feat.
Buerger Disease chronic Segmental vascular Intermitten claudicatio,Smoking
inflammation
Polyarteritis nodosa acute immune complex– Fever,Malaise,Fatigue,Anorexia,
induced disease weight loss,Myalgia,Arthralgia in large
necrotizing joints,polyneuropathy, cerebral
inflammatory lesions ischemia, rash, purpura, gangrene,
small and medium- Abdominal pain, does not involve the
sized arteries lungs

Vasculitis hypersensitif Acute/ Circulating immune a small vessel vasculitis,usually affect


chronic complexes → skin, but can also affect joints,
drugs,food,other gastrointestinal tract, and the kidneys
unknown cause → itching, a burning sensation, or
pain, purpura
Wegener chronic autoimmune tissue destruction of upper
granulomatosis respiratory tract (sinuses, nose, ears,
and trachea *the “windpipe”+), the
lungs, and the kidneys
Takayasu arteritis chronic unknown of systolic blood pressure difference
inflammatory (>10 mm Hg) between arms,
proscess pulselessness,bruit a.carotid
Fixed
mottling &
cyanosis

Discoloration and necrosis of finger tips


55. Kista Aterom
• Tumor non-kanker atau
pembengkakan kulit yang
lambat tumbuh.
• Merupakan kantung kecil
yang berisi folikel rambut,
kulit, atau cairan sebum.
• Kista sebasea terbentuk
karena unit
pilosebaseaous atau
kelenjar sebasea terblokir.
• Warna kulit biasanya
normal, dan ada puncta
(komedo) di atas dome.
56. Torsio Testis
Terpuntirnya funikulus
spermatikus yang berakibat
terjadinya gangguan aliran darah
pada testis.

Terjadi pada 1/4000 pria usia


< 25 tahun (paling banyak usia
12-20 tahun).

Dapat terjadi pada janin atau


bayi baru lahir
http://emedicine.medscape.com/article/2036003-treatment

Purnomo B. Dasar-dasar Urologi. Edisi ketiga. 2012


Patogenesis
Fisiologis otot kremaster
menggerakkan testis mendekati
dan menjauhi rongga abdomen
mempertahankan suhu ideal testis.

Puntiran
• Perubahan suhu Pergerakan
funikulus
mendadak berlebihan
spermatikus
(berenang) testis
• Ketakutan
• Latihan berlebihan
• Batuk Obstruksi
Hipoksia ,
• Celana ketat aliran darah
edema,
• Defekasi Testis iskemitestis
• Trauma nekrosis
http://diseasespictures.com/testicular-torsion/
Purnomo B. Dasar-dasar Urologi. Edisi ketiga. 2012
Klinis : Penunjang USG
• Nyeri hebat Doppler
• Mendadak
• Bengkak
• Letak asimetris
• Tanpa demam
• Nyeri dapat menjalar
ke inguinal atau perut
bawah misdiagnosis
sebagai appendisitis.
• Padi bayi gejala tidak
khas gelisah, rewel,
tidak mau menyusu http://nremt-b.blogspot.co.id/2014/07/testicular-torsion-
medcomic.html

Purnomo B. Dasar-dasar Urologi. Edisi ketiga. 2012


Terapi
Detorsio Manual memutar Detorsio Manual
testis ke arah berlawanan
dengan torsio (opening a book)
Torsio umumnya ke
medial detorsi ke lateral.
Meskipun detorsi berhasil
tetap operasi.
Operasi untuk reposisi dan
penilaian masih viable atau
sudah nekrosis.
• Viable orkidopeksi
(fiksasi) agar tidak terpuntir
• Nekrosis orkidektomi

Purnomo B. Dasar-dasar Urologi. Edisi ketiga. 2012


Orchidectomy Orchidopexy
Phren’s Sign
• Indications
– Scrotal Pain
• Technique
– Examiner elevates Scrotum with hand, supporting Testicle
– Interpretation: Positive
– Elevation of Scrotum relieves pain in Epididymitis
– Does not offer relief in Testicular Torsion (elevation may worsen pain)
• Efficacy
– Unreliable test
– Test Sensitivity: 91.3%
• Does not exclude Testicular Torsion
• Pada beberapa penelitian, terdapat 30% kasus torsio testis yang
menunjukkan phren sign positif
– Test Specificity: 78.3%
• Present in more than 20% of Epididymitis cases
• Hasil negatif bukan berarti bukan epididimitis
http://embasic.org/wp-content/uploads/2012/09/27-testicular-pain.pdf
http://www.fpnotebook.com/mobile/uro/exam/PrhnsSgn.htm
Asgari S.A. et al. Diagnostic accuracy of C-reactive protein and erythrocyte sedimentation rate in patients with acute scrotum. 2016
Diagnosis Banding Pembesaran
Skrotum

http://clinicalgate.com/pediatric-genitourinary-and-renal-disorders/
57. Trichiasis
• Suatu kelainan dimana bulu mata
mengarah pada bola mata yang
akan menggosok kornea atau
konjungtiva
• Biasanya terjadi bersamaan
dengan penyakit lain seperti
pemfigoid, trauma kimia basa dan
trauma kelopak lainnya, blefaritis,
trauma kecelakaan, kontraksi
jaringan parut di konjungtiva dan
tarsus pada trakoma
• Gejala :
– Konjungtiva kemotik dan hiperemi,
keruh
– Erosis kornea, keratopati dan ulkus
– Fotofobia, lakrimasi dan terasa
seperti kelilipan
– blefarospasme
Trichiasis
• Tatalaksana: • Tatalaksana bedah untuk
– Yang utama: bedah
– Lubrikan seperti artificial tears dan
trikiasis yg disebabkan
salep untuk mengurasi iritasi akibat krn kelainan anatomi:
gesekan – Entropion: dilakukan
– Atasi penyakit penyebab trikiasis, cth tarsotomi
SSJ, ocular cicatrical pemphigoid)
• Tatalaksana Bedah trikiasis – Posterior lamellar scarring:
segmental (fokal) Grafting
– Epilasi: dengan forsep dilakukan
pencabutan beberapa silia yang salah
letak, dilakukan 2-3 kali. Biasanya
dicoba untuk dilakukan epilasi terlebih
dahulu. Trikiasis bisa timbul kembali.
– Elektrolisis/ elektrokoagulasi, ES: nyeri
– Bedah beku (krioterapi): banyak
komplikasi
– Ablasi denga radiofrekuensi: sangat
efektif, cepat , mudah, bekas luka
minimal
Entropion
• Merupakan pelipatan palpebra ke arah dalam
• Penyebab: infeksi (ditandai dengan adanya jaringan parut),
faktor usia, kongenital
• Klasifikasi
– Enteropion involusional
• yang paling sering dan terjadi akibat proses penuaan
• Mengenai palpebra inferior, karena kelemahan otot palpebra
– Enteropion sikatrikal
• Mengenai palpebral inferior/ superior
• Akibat jaringan parut tarsal
• Biasanya akibat peradangan kronik seperti trakoma
– Enteropion congenital
• Terjadi disgenesis retraktor kelopak mata bawa palpebra tertarik ke
dalam
– Enteropion spastik akut
• Terjadi penutupan kelopak mata secara spastik terjadi penarikan oleh
m.orbikularis okuli entropion
58. Perdarahan subkonjungtiva
• Perdarahan • Perdarahan
subkonjungtiva adalah subkonjungtiva akan
perdarahan akibat hilang atau diabsorpsi
rupturnya pembuluh dalam 1- 2 minggu tanpa
darah dibawah lapisan diobati.
konjungtiva yaitu • Pengobatan penyakit
pembuluh darah yang mendasari bila ada.
konjungtivalis atau
episklera.
• Dapat terjadi secara
spontan atau akibat
trauma.
Subconjunctival hemorrhage
• Subconjunctival hemorrhage (or subconjunctival
haemorrhage) also known as hyposphagma, is bleeding
underneath the conjunctiva.
• A subconjunctival hemorrhage initially appears bright-red
underneath the transparent conjunctiva.
• Later, the hemorrhage may spread and become green or
yellow, like a bruise.
• In general a subconjunctival hemorrhage is a painless and
harmless condition
• however, it may be associated with high blood pressure,
trauma to the eye, or a base of skull fracture if there is no
posterior border of the hemorrhage visible.
Subconjunctival hemorrhage
Causes Management
• Eye trauma • Self-limiting that requires
• Whooping cough or other no treatment in the absence
extreme sneezing or coughing
• Severe hypertension of infection or significant
• Postoperative subconjunctival trauma.
bleeding • Artificial tears may be
• Acute hemorrhagic applied four to six times a
conjunctivitis (picornavirus)
• Leptospirosis day.
• Increased venous pressure • Cold compress in the 1st
(straining, vomiting, choking, hour may stop the bleeding
or coughing)
59. Kolobama Palpebra
• Umumnya, koloboma palpebra merupakan
kelainan kongenital kelopak dimana terlihat
celah kelopak pada bagian tengah setengah
nasal atas
• Terkadang full thicknes injury pada kelopak
mata yg menyebabkan disrupsi total disebut
juga sebagai koloboma (acquired coloboma)
• Dapat menyebabkan lagoftalmos resiko
konjungtivitis dan keratitis
Keratitis Exposure
• Berkurangnya lubrikasi permukaan mata karena
penutupan kelopak mata yang inadekuat
keratitis exposure
• Gejala dan tanda:
– Nyeri, rasa mengganjal seperti benda asing, fotofobia,
epifora, visus turun
– Kedipan mata berkurang, lagoftalmos, ↓ meniskus air
mata, pembentukan filamen kornea, erosi epitelial
pungtata,
– Kasus yang berat edema kornea, penipisan ataupun
ulkus pada kornea
• Diagnosis : • Penatalaksanaan :
– Diagnosis ditegakkan – Lubrikasi :
berdasarkan riwayat dan • Salep antibiotik
pemeriksaan fisik (eritromisin) ; gel artificial
• Palpebra : entropion, tears
ektropion, Bell`s palsy, – Steroid
traksi congenital • Weak topical steroid
coloboma, trauma
palpebra – Amniotic membrane
• Proptosis : – Tarssoraphy
• Herpetic keratopathy atau
kelainan nervus V
60. CMV Retinitis
• Coinfection with CMV occurs in 75-85% of the patients with HIV
infection, of whom, more than a half develop CMV retinitis
• Cytomegalovirus retinitis is the most common ocular opportunistic
infection, representing 90% of the infectious retinitis, 20-30% of the
patients with AIDS develop CMV retinitis.
• It usually occurs in the late stages of the disease (about 18 months
after the declaration of the clinical onset) in patients with a lower
limit of CD4 levels of 50/mmc
• CMV infection classically produces a hemorrhagic, necrotic retinitis
that can destroy the entire retina if left untreated.
• Frequency of bilateral presentation of newly diagnosed CMV
retinitis varies among studies but seems to be between 35% and
45%.

WHO. Ophtalmic complication of HIV Infection


Clinical Manifestation
• floaters, • Progressive CMV retinitis
• blurred vision, include
• Visual field defects, and – a dry-appearing, granular
border with little vitreous
• flashing lights/sparks. inflammation.
• Even subtle changes, such – Edema and necrosis are
as a minor loss of also known to cause
irregular patches of retinal
peripheral vision, can whitening.
indicate the development
– A “brushfire” pattern
of CMV retinitis. emerges when a
• There is usually no pain photograph of the lesion is
involved. enlarged
61. OKLUSI ARTERI RETINA
• Kelainan retina akibat sumbatan akut arteri retina
sentral yang ditandai dengan hilangnya penglihatan
mendadak.
• Predisposisi
– Emboli paling sering (hipertensi, aterosclerosis, penyakit
katup jantung, trombus pasca MCI, tindakan angiografi,
– Penyakit spasme pembuluh darah karena endotoksin
(keracunan alkohol, tembakau, timah hitam
– Trauma(frakturorbita)
– Koagulopati (kehamilan, oral kontrasepsi)
– Neuritis optik, arteritis, SLE

Kuliah SUB BAG. VITREORETINA


ILMU P. MATA FK.USU/RSUP H.ADAM MALIK MEDAN
Gejala Klinis :
• Visus hilang mendadak tanda nyeri
• Amaurosis Fugax (transient visual loss)
• Lebih sering laki-laki diatas 60thn
• Fase awal setelah obstruksi gambaran fundus
normal.
• Setelah 30 menit retina polusposterior pucat
kecuali di daerah foveola dimana RPE dan koroid
dapat terlihat Cherry Red Spot
• Setelah 4-6 minggu : fundus normal kembali
kecuali arteri halus, dan berakhir papil atropi

Kuliah SUB BAG. VITREORETINA


ILMU P. MATA FK.USU/RSUP H.ADAM MALIK MEDAN
Cherry red Spot

Kuliah SUB BAG. VITREORETINA


ILMU P. MATA FK.USU/RSUP H.ADAM MALIK MEDAN
Penatalaksanaan :
• Tx berkaitan dengan • Gradient perfusion pressure
penyakit sistemik :
• Untuk memperbaiki visus – Parasentesis sumbatan di
harus waspada sebab 90 bawah 1 jam 0,1 – 0,4cc
menit setelah sumbatan – Masase bola mata (dilatasi
arteri retina)
kerusakan retina ireversible.
– ß blocker
• Prinsip “gradient perfusion – acetazolamide
pressure” (menurunkan TIO – Streptokinase (fibrinolisis)
secara mendadak sehingga – Mixtur O2 95% dengan CO2
terjadi referfusi dengan 5% (vasodilatasi)
menggeser sumbatan)

Kuliah SUB BAG. VITREORETINA


ILMU P. MATA FK.USU/RSUP H.ADAM MALIK MEDAN
Defini dan gejala

Oklusi arteri Penyumbataan arteri sentralis retina dapat disebabkan oleh radang arteri, thrombus dan
sentral emboli pada arteri, spsame pembuluh darah, akibat terlambatnya pengaliran darah, giant
retina cell arthritis, penyakit kolagen, kelainan hiperkoagulasi, sifilis dan trauma. Secara
oftalmoskopis, retina superficial mengalami pengeruhan kecuali di foveola yang
memperlihatkan bercak merah cherry(cherry red spot). Penglihatan kabur yang hilang
timbul tanpa disertai rasa sakit dan kemudian gelap menetap. Penurunan visus
mendadak biasanya disebabkan oleh emboli
Oklusi vena Kelainan retina akibat sumbatan akut vena retina sentral yang ditandai dengan
sentral penglihatan hilang mendadak.
retina Vena dilatasi dan berkelok, Perdarahan dot dan flame shaped , Perdarahan masif pada ke
4 kuadran , Cotton wool spot, dapat disertai dengan atau tanpa edema papil

Ablatio suatu keadaan lepasnya retina sensoris dari epitel pigmen retina (RIDE). Gejala:floaters,
retina photopsia/light flashes, penurunan tajam penglihatan, ada semacam tirai tipis berbentuk
parabola yang naik perlahan-lahan dari mulai bagian bawah hingga menutup

Perdarahan Perdarahan pada selaput vitreous sampai ke dalam vitreous. Gejala: penglihatan buram
vitreous tiba-tiba, peningkatan floaters,dan kilatan cahaya

Amaurosis Kehilangan penglihatan tiba-tiba secara transient/sementara tanpa adanya nyeri,


Fugax biasanya monokular, dan terkait penyakit kardiovaskular
62. Presbiopia
• Merupakan keadaan berkurangnya daya akomodasi
pada usia lanjut
• Penyebab:
– Kelemahan otot akomodasi
– Lensa mata tdk kenyal / berkurang elastisitasnya akibat
sklerosis lensa
• Diperlukan kacamata baca atau adisi :
– + 1.0 D : 40 thn
– + 1.5 D : 45 thn
– + 2.0 D : 50 thn
– + 2.5 D : 55 thn
– + 3 .0 D : 60 thn
Sumber: Ilmu Penyakit Mata. Sidarta Ilyas. 2000.
Presbiopia
Pemeriksaan dengan
kartu Jaeger untuk
melihat ketajaman
penglihatan jarak
dekat.
– The card is held 14
inches (356 mm) from
the persons's eye for
• Koreksi→ lensa positif untuk menambah
kekuatan lensa yang berkurang sesuai usia the test. A result of
• Kekuatan lensa yang biasa digunakan: 14/20 means that the
+ 1.0 D → usia 40 tahun person can read at 14
+ 1.5 D → usia 45 tahun inches what someone
+ 2.0 D → usia 50 tahun with normal vision can
+ 2.5 D → usia 55 tahun read at 20 inches.
+ 3.0 D → usia 60 tahun
http://www.ivo.gr/files/items/1/145/51044.jpg
63. Endophtalmitis
• Endophtalmitis a serious intraocular inflammatory disorder
affecting the vitreous cavity that can result from exogenous
or endogenous spread of infecting organisms into the eye

• Infectious endophthalmitis can be classified broadly into


– Endogenous endophthalmitis hematological spread in the
setting of bacteremia or fungemia and is seen in the setting of
immunosuppression, intravenous drug use, chronic indwelling
urinary catheterization or remote infection.
– Exogenous endophthalmitis intraocular infection caused by
the introduction of organisms from the external environment.
This can occur in the setting of trauma (traumatic
endophthalmitis) or surgery (acute & chronic postoperative
endophthalmitis, filtering bleb-associated, intravitreal injections
and secondary to extension of infection)
Etiologi
Endophtalmitis
63. Komplikasi Pascaoperasi Katarak
EARLY COMPLICATION LATE COMPLICATION
• Corneal edema (10%) • Posterior capsule
• Elevated IOP (2–8%) opacification (10–50% by
• Increased anterior 2 years)
inflammation (2–6%). • Cystoid macular edema
• Wound leak (1%) (1–12%)
• Iris prolapse (0.7%) • Retinal detachment
(0.7%)
• Endophthalmitis (0.1%)
• Corneal decompensation
• Chronic endophthalmitis
Acute postoperative endophthalmitis
• Komplikasi yg mengancam • Faktor risiko
penglihatan yg harus segera
diobati. – Pasien dengan blepharitis,
• Onset biasanya 1–7 hari setelah konjungtivitis, penyakit
op. nasolakrimal,
• Etiologi tersering Staphylococcus komorbid(diabetes), dan
epidermidis, Staphylococcus complicated surgery (PC rupture
aureus, & Streptococcus species. with vitreous loss, ACIOL,
• Gejala: prolonged surgery).
– a painful red eye;
– reduced visual acuity, usually • Diagnosis
within a few days of surgery
– pemeriksaan mikrobiologi dari
– a collection of white cells in the
anterior chamber (hypopyon). Anterior chamber tap dan biopsi
– posterior segment inflammation vitreous (dgn antibiotik
– lid swelling. intravitreus scr simultan utk
pengobatan)
Acute postoperative endophthalmitis
TATALAKSANA Pertimbangkan:

• Antibiotic intravitreus: vancomycin 1 • Moxifloxacin atau gatifloxacin oral


mg dlm 0.1 mL (gram positive (broad spectrum dan penetrasi
coverage) dikombinasikan dengan intraokular baik)
amikacin 0.4 mg dlm 0.1 mL atau • Antibiotik topikal (per jam):
ceftazidime 2 mg dlm 0.1 mL (gram- (moxifloxacin or gatifloxacin) atau
negative coverage). vancomycin DS (50 mg/mL), amikacin
• Ceftazidime bisa menimbulkan (20 mg/mL), atau ceftazidime (100
presipitasi dengan vankomisin shg spuit mg/mL)
harus dipisah • Corticosteroids topikal (cth
dexamethasone 0.1%/ jam), intravitreal
• Vitrectomy: jika tajam penglihatan
(dexamethasone 0.4 mg in 0.1 mL),
hanya berupa light perception atau
atau sistemic (prednisone PO 1
lebih buruk
minggu) untuk mengurangi inflamasi.

Oxford American Handbook of Ophthalmology


Sign and Symptoms
Disorder
Decreased visual Red eye Others
acuity
Uveitis Yes Yes Photophobia, miopisation, eye
pain,excessive tearing, decreased vision,
limbic injection, miosis, might be followed by
glaucoma

Endophtalmitis Yes Yes History of eye trauma or operation, deep


ocular pain, corneal edema, anterior
chamber & cells, keratic precipitates

koroiditis = Inflammation of the Yes Yes Disturbed vision in one eye, Visual
part of the eye called the choroid disturbance, Gradual blindness in one eye,
(layer behind the retina). One eye affected, Impaired vision, Gradual
vision loss, Blurred vision, Light sensitivity,
Sore eye, Red eye

Panuveitis = Inflammation of the Yes Yes Visual disturbance, Eye pain, Blurred vision,
whole uvea, involves retina and Sensitivity to light, Seeing spots, Red eyes,
vitreous humor Reduced vision

Panoftalmitis = peradangan Yes Yes Kemunduran tajam penglihatan, sakit, mata


seluruh bola mata termasuk sklera menonjol, edema kelopak, konjungtiva
dan kapsul tenon sehingga bola kemotik, kornea keruh, bilik mata dengan
mata merupakan rongga abses. hipopion, dan refleks putih di dalam fundus
dan okuli
64. RETINOPATI HIPERTENSI
• Kelainan retina dan pembuluh darah retina akibat tekanan darah tinggi arteri
besarnya tidak teratur, eksudat pada retina, edema retina, perdarahan retina
• Kelainan pembuluh darah dapat berupa : penyempitan umum/setempat, percabangan
yang tajam, fenomena crossing, sklerose
• Pada retina tampak :
warna pembuluh darah lebih pucat
kaliber pembuluh lebih kecil
akibat sklerose (refleks copper wire/silver wire, lumen pembuluh irreguler, fenomena crossing)
perdarahan atau eksudat retina (gambaran seperti bintang, cotton wool patches)
perdarahan vena (flame shaped)

Ilmu Penyakit Mata, Sidarta Ilyas, 2005


Retinopati Hipertensi
• Pemeriksaan rutin:
Pemeriksaan tajam
penglihatan
Pemeriksaan biomikroskopi
Pemeriksaan fundus
• Pemeriksaan penunjang:
Foto fundus
Fundus Fluorescein
Angiography
• Tatalaksana :
Kontrol tekanan darah dan
faktor sistemik lain (konsultasi
penyakit dalam)
Bila keadaan lanjut terjadi
pendarahan vitreous dapat
dipertimbangkan Vitrektomi.

Panduan Praktik Klinik RSCM Kirana


• Dinding arteriol normalny tidak terlihat;
arteri terlihat sebagai “erythrocyte
column” / “pipa merah” dengan “central • Penebalan yg progresif akan
light reflex” pada funduskopi terjadi menutup gambaran “pipa
penebalan dinding pada retinopati HT merah” sepenuhnya
“central light reflex” lebih difus dan lebar menjadi silver wire
memberikan gambaran dinding arteriol yg
kekuningan/copper wire appearance. • Bersamaan dengan itu,
terjadi fenomena
arteriovenous crossing (AV
crossing) vena yang
berjalan bersilangan di
bawah arteri yang
mengalami arterosklerosis
mengalami deformitas,
berbelok, bulging,
menyempit seperti jam
pasir, atau tampak seperti
terputus akibat penekanan
dari arteri.
Schema of ophthalmoscopic grading of arteriolar sclerosis. (Scheie HG:
Evaluation of ophthalmoscopic changes of hypertension and arteriolar
sclerosis. Arch Ophthalmol 49:117, 1953) http://www.oculist.net/downaton502/prof/ebook/duanes/pages/v3/v3c013.html

http://www.oculist.net/downaton502/prof/ebook/duanes/pages/v3/ch013/005f.html
http://www.theeyepractice.com.au/optometrist-sydney/high_blook_pressure_and_eye_disease
65. Hereditary Color Deficiency

8-10% of males and 1/200 females (0.5%) are


born with red or green color deficiency.
Sex-linked recessive condition (X chromosome).
Protanomaly—red cone peak shifted toward green
(1%)
Protan Dichromat—red cones absent (1%)
Deuteranomaly—green cone peak shifted toward red
(5%)
Deutan Dichromat—green cones absent (1%)
Hereditary tritan defects are rare (0.008%)
Blue colour blindness affects both men and
women equally, because it is carried on a non-
sex chromosome
Normal Retinal Cones–Normal Color Vision
Red cones
Blue cones
Green cones
absent in Blue cones
central fovea
Brightness = R + G
Color = R – G
Color = B – (R+G)
Red cones
outnumber green
cones 2/1
Red + Green cones
outnumber blue
cones 10/1
439
What happens in hereditary
color deficiency?

• Red or green cone peak


sensitivity is shifted.
Red or green cones absent.

440
Retinal Cones–Normal Color Vision

Red, green and blue cone


sensitivity vs. wavelength
curves

441
Color Deficiency Males Females
Protanopia 1% 0.01%
Deuteranopia 1% 0.01%
Protanomaly 1% 0.01%
Deuteranomaly 5% 0.4%
Overall (red- 8% 0.5%
green)
Tritanopia 0.008% 0.008%
Tritanomaly Rare Rare
Rod Rare Rare
monochromatism
Cone Rare Rare
442
monochromatism
http://en.wikipedia.org/wiki/Color_blindness

Color Blindness
X-linked recessive
ISIHARA TEST

• Diciptakan pertama kali oleh Dr. Shinobu


Isihara (1879-163).
• Awalnya tes ini diciptakan untuk mendeteksi
kelainan penglihatan warna kongenital yang
pada umumnya buta warna merah – hijau.
• Tes isihara yang pertama kali diciptakan
berjumlah 14 lempeng
ISIHARA TEST

• Retina terdiri atas sel batang dan sel kerucut


• Setiap sel kerucut memiliki satu pigmen warna : merah,
hijau dan biru
• Sel kerucut tidak hanya memberikan informasi
mengenai warna apa yang terlihat, namun juga
kecerahan dan intensitas suatu warnda dibandingkan
warna lainnya, terutama warna merah terhadap hijau
serta biru terhadap kuning
• Jenis buta warna :
– Protanopia defek atau hilangnya pigmen merah
– Deutranopia defek atau hilangnya pigmen hijau
– Tritanopia defisiensi pigmen biru – kuning
ISIHARA TEST

• Tes isihara tidak didisiain untuk mendeteksi buta


warna biru kuning, tes ini hanya digunakan untuk
mendeteksi buta warna merah hijau kongenital
• Untuk buta warna disebabkan oleh kelainan
retina yang didapat ( toksisitas hidroksiklorokuin)
tidak dapat dideteksi dengan tes ini
• Hardy Rand Rittler plates digunakan untuk
mendeteksi buta warna biru kuning
• Cara interpretasi :
– Skoring dilakukan pada 11 lempeng pertama
– Skor 10/11 normal
– <7/11 abnormal
– Skor 8 atau 9/11 dibutuhkan pemeriksaan lebih
lanjut (contoh tes Farnsworth Panel D-15 )

• Lempeng 1 digunakan untuk menjelaskan cara


tes kepada pasien. Semua orang dapat
membaca lempeng ini
• Lempeng 2-5 pasien buta warna merah
hijau melihat angka yang berbeda
• Lempeng 9 tidak dapat dilihat oleh orang
normal, namun buta warna merah – hijau
melihat angka 2
• Lempeng 12-14 :
– Membedakan protanopia dan deutranopia
– Protanopia pasien protanopia tidak dapat
melihat angka pertama lempeng 12 dan 13, serta
garis merah pada lempeng 14
– Deutranopia tidak dapat melihat angka kedua
pada lempeng 12 dan 13, serta garis ungu pada
lempeng 14
• Pada buta warna total pasien tidak dapat
melihat seluruh lempeng isihara
66. Trauma Mekanik Bola Mata
• Cedera langsung berupa ruda • Pemeriksaan Rutin :
paksa yang mengenai jaringan Visus : dgn kartu Snellen/chart
mata. projector + pinhole
• Beratnya kerusakan jaringan TIO : dgn tonometer
bergantung dari jenis trauma aplanasi/schiotz/palpasi
serta jaringan yang terkena Slit lamp : utk melihat segmen
anterior
• Gejala : penurunan tajam USG : utk melihat segmen
penglihatan; tanda-tanda posterior (jika memungkinkan)
trauma pada bola mata Ro orbita : jika curiga fraktur
• Komplikasi : dinding orbita/benda asing
Endoftalmitis • Tatalaksana :
Uveitis Bergantung pada berat trauma,
Perdarahan vitreous mulai dari hanya pemberian
Hifema antibiotik sistemik dan atau
topikal, perban tekan, hingga
Retinal detachment operasi repair
Glaukoma
Oftalmia simpatetik

Panduan Tatalaksana Klinik RSCM Kirana, 2012


TRAUMA MATA
Kondisi Akibat trauma mata
Iridodialisis known as a coredialysis, is a localized may be asymptomatic and require no treatment, but
separation or tearing away of the iris those with larger dialyses may have corectopia
from its attachment to the ciliary body; (displacement of the pupil from its normal, central
usually caused by blunt trauma to the position) or polycoria (a pathological condition of the
eye eye characterized by more than one pupillary opening
in the iris) and experience monocular diplopia, glare, or
photophobia

Hifema Blood in the front (anterior) chamber of Treatment :elevating the head at night, wearing an
the eye a reddish tinge, or a small patch and shield, and controlling any increase in
pool of blood at the bottom of the iris intraocular pressure. Surgery if non- resolving hyphema
or in the cornea. or high IOP
May partially or completely block Complication: rebleeding, peripheral anterior
vision. synechiea, atrophy optic nerve, glaucoma (months or
The most common causes of hyphema years after due to angle closure)
are intraocular surgery, blunt
trauma, and lacerating trauma
The main goals of treatment are to
decrease the risk of rebleeding within
the eye, corneal blood staining, and
atrophy of the optic nerve.
TRAUMA MATA
Kondisi Akibat trauma mata
Hematoma Pembengkakan atau penimbunan darah Sering terlihat pada trauma tumpul kelopak. Bila
Palpebral di bawah kulit kelopak akibat pecahnya perdarahan terletak lebih dalam dan mengenai kedua
pembuluh darah palpebra. kelopak dan berbentuk seperti kacamata hitam yang
sedang dipakai
Perdarahan Pecahnya pembuluh darah yang Pemeriksaan funduskopi perlu dilakukan pada setiap
Subkonjungtiva terdapat dibawah konjungtiva, seperti penderita dengan perdarahan subkonjungtiva akibat
arteri konjungtiva dan arteri episklera. trauma tumpul. Akan hilang atau diabsorbsi dengan
Bisa akibat dari batu rejan, trauma sendirinya dalam 1 – 2 minggu tanpa diobati.
tumpul atau pada keadaan pembuluh
darah yang mudah pecah.

Penglihatan kabur dan terlihatnya pelangi sekitar bola


Edema Kornea Terjadi akibat disfungsi endotel kornea lampu atau sumber cahaya yang dilihat. Kornea akan
local atau difus. Biasanya terkait dengan terlihat keruh dengan uji plasedo yang positif
pelipatan pada membran Descemet dan
penebalan stroma. Rupturnya membran
Descemet biasanya terjadi vertikal dan
paling sering terjadi akibat trauma
kelahiran.
Ruptur Koroid Trauma keras yang mengakibatkan Perdarahan subretina, visus turun dengan sangat, bila
ruptur koroid perdarahan subretina, darah telah terabsorpsi maka daerah ruptur akan
biasanya terletak di posterior bola mata tampak berwarna putih (daerah sklera)

Subluksasi Lensa berpindah tempat Penglihatan berkurang, pada iris tampak iridodenesis
(iris tampak bergetar atau bergoyang saat mata
bergerak)
HIFEMA
• Definisi:
– Perdarahan pada bilik mata • Tujuan terapi:
depan – Mencegah rebleeding
– Tampak seperti warna (biasanya dalam 5 hari
merah atau genangan pertama)
darah pada dasar iris atau – Mencegah noda darah
pada kornea pada kornea
• Halangan pandang parsial – Mencegah atrofi saraf
/ komplet optik
• Etiologi: pembedahan • Komplikasi:
intraokular, trauma – Perdarahan ulang
tumpul, trauma laserasi – Sinekiae anterior perifer
– Atrofi saraf optik
– Glaukoma
• Tatalaksana:
– Kenali kasus hifema dengan risiko tinggi
– bed rest & Elevasi kepala malam hari
– Eye patch & eye shield
– Mengendalikan peningkatan TIO
– Pembedahan bila tak ada perbaikan / terdapat
peningkatan TIO
– Hindari Aspirin, antiplatelet, NSAID, warfarin
– Steroid topikal (dexamethasone 0.1% atau prednisolone

acetate 1% 4x/hari)
– Pertimbangkan siklopegia (atropine 1% 2x/hari, tetapi
masih kontroversial). 

67. Relative Afferent
Pupillary Defect (RAPD)
• The physiological basis of the RAPD test is that, in
healthy eyes, the reaction of the pupils in the right and
left eyes are linked consensual light reflex.
• light reflex pathway has two parts :
1. The afferent part of the pathway (red) refers to the
nerve impulse/message sent from the pupil to the brain
along the optic nerve when a light is shone in that eye.
2. The efferent part of the pathway (blue) is the
impulse/message that is sent from the mid-brain back to
both pupils via the ciliary ganglion and the third cranial
nerve (the oculomotor nerve), causing both pupils to
constrict, even though only one eye is being stimulated
by the light
Broadway DC. Relative Afferent Pupillary Defect. Community Eye Health Journal | VolUME 25 ISSUES 79 & 80 | 2012
• Common causes of unilateral • A RAPD is an extremely
optic nerve disorders that can important localising clinical
be associated with a RAPD sign that can be detected by a
include : simple, quick, non-invasive
– ischaemic optic neuropathy, clinical test, provided that the
– optic neuritis, test is performed carefully and
– optic nerve compression correctly
(orbital tumours or dysthyroid • The ‘swinging light test’ is
eye disease), used to detect a relative
– trauma, and afferent pupil defect (RAPD)
– asymmetric glaucoma. • A positive RAPD means there
• Less common causes include are differences between the
– infective, infiltrative, two eyes in the afferent
carcinomatous, or radiation pathway due to retinal or optic
optic neuropathy. nerve disease.
The swinging light test
68. Contact Lens Related Eye Infection
• Keratitis is the most • Risk Factor :
serious complication of – Extended wear lenses
contact lens wear – Sleeping in your contact
• Approximately 90% of MK lenses
in CL wearers is – Reduced tear exchange
associated with bacterial under the lens
infection – Enviromental factor poor
hygiene
• Symptomps
– Blurry vision, unusual
redness of the eye, pain in
the eye, tearing or
discharge from eye,
fotofobia, foreign body
sensation
Microbacterial keratitis related contact
lens wear
• Etiology :
– The most common bacterial
pathogens associated with MK :
Staphylococcus and Pseudomonas
species more frequent in
temperate climate regions.
– Fungal keratitis is more frequent
in tropical or sub-tropical climates.
Fusaria are the most common
fungal pathogen associated with
CL related fungal keratitis.
– Acanthamoeba keratitis seems to
be a growing clinical problem in CL
wearers,
– viral keratitis is poor understood

Dyavaiah M, et.al Microbial Keratitis in Contact Lens Wearers. JSM Ophthalmol 3(3): 1036 (2015)
Bacterial keratitis Fungal keratitis Acanthamoba
Risk factor - Sleeping with CLs among Possible risk factors of CL storage cases and poor
CL wearers fungal keratitis are ocular hygiene practices such as usage
- Patients with diabetes injury, long-term therapy of homemade saline rinsing
mellitus, dementia or with topical or systemic solutions and rinsing of lenses
chronic alcoholism steroids, with tap water Other risk
appeared to be at higher immunosuppressive agents, factors include CL solution
risk and underlying diseases reuse/topping off, rub to clean
- Trauma was rarely a such as pre-existing corneal lenses, shower wearing lenses,
factor surface abnormality and lens replaced (quarterly), age of
wearing CLs case at replacement (<3
months), extended wear and
lens material type
Clinical The predominant clinical CL associated Fusarium Itching, redness, pain, burning
manifestation features reported in keratitis include central sensation, ring infiltrate in
bacterial keratitis were lesions, paraxial lesions, and corneal, multiple
eye pain and redness the peripheral lesions in the pseudodendritic lesions, loss of
with a decrease in visual eye [31]. Patients with vision. Painless acantamoeba
acuity and stromal Candida infections were keratitis fotofobia but no
infiltration reported to have a severe ocular pain
visual outcome

Diagnosis Microscopic observation CL associated Fusarium Corneal scraping and CL


of corneal scraping using keratitis include central solution cyst and
stained smears is useful lesions, paraxial lesions, and trophozoyte
for diagnosis of bacterial the peripheral lesions in the
keratitis. eye [31]. Patients with
Candida infections were
reported to have a severe
visual outcome
Keratitis Acanthamoeba
• Faktor Resiko • Terapi :
– Sering terjadi pada orang – Klorhexidin 0,02%
yang memakai kontak – Polyhexamethylen
lensa dan melakukan hal – biguanide (PHMB 0,02%)
hal sebagai berikut : – Amfoterisin B
• Menyimpan dan
menggunakan lensa tidak
higienis
• Disinfeksi lensa yang tidak
tepat (membersihkan lensa
dengan air biasa)
• Berenang, mandi air panas
atau showering sambil
menggunakan lensa kontak
• Memiliki riwayat trauma
pada kornea
69. OKLUSI VENA RETINA SENTRALIS
(CENTRAL RETINA VEIN OCCLUSION)
• Kelainan retina akibat • Predisposisi :
sumbatan akut vena – Usia diatas 50 thn
retina sentral yang – Hipertensi sistemik 61%
ditandai dengan – DM 7% -Kolestrolemia
penglihatan hilang – TIO meningkat
mendadak. – Periphlebitis (Sarcouidosis,
Behset disease)
– Sumbatan trombus vena
retina sentralis pada
daerah posterior lamina
cribrosa)
Gejala Klinis
1. Tipe Noniskemik : 2. Tipe Iskemik :
• FFA (Fundus Fluorescein • FFA area nonperfusi diatas
Angiography) area nonperfusi 10 disc
kecil 10 disc - Gejala lebih ringan.
• Vena dilatasi ringan dan • Vena dilatasi lebih nyata
sedikit berkelok • Perdarahan masif pada ke 4
• Perdarahan dot dan flame kuadran
shaped • Cotton wool spot
• dapat disertai dengan atau • Rubeosis iridis
tanpa edama papil • Marcus Gunn +
• Perdarahan vitreous
• Edama retina dan edama
makula
• Pemeriksaan : • Penatalaksanaan :
– FFA (Fundus Fluorescein • Memperbaiki
Angiography) underlying disease
– ERG
(Electroretinogram)
• Fotokoagulasi laser
– Tonometri • Vitrektomi
• Kortikosteroid belum
terbuti efektivitasnya
• Anti koagulasi sistemik
tidak direkomendasikan
Defini dan gejala

Oklusi arteri Penyumbataan arteri sentralis retina dapat disebabkan oleh radang arteri, thrombus dan
sentral emboli pada arteri, spsame pembuluh darah, akibat terlambatnya pengaliran darah, giant
retina cell arthritis, penyakit kolagen, kelainan hiperkoagulasi, sifilis dan trauma. Secara
oftalmoskopis, retina superficial mengalami pengeruhan kecuali di foveola yang
memperlihatkan bercak merah cherry (cherry red spot). Penglihatan kabur yang hilang
timbul tanpa disertai rasa sakit dan kemudian gelap menetap. Penurunan visus
mendadak biasanya disebabkan oleh emboli
Oklusi vena Kelainan retina akibat sumbatan akut vena retina sentral yang ditandai dengan
sentral penglihatan hilang mendadak.
retina Vena dilatasi dan berkelok, Perdarahan dot dan flame shaped , Perdarahan masif pada ke
4 kuadran , Cotton wool spot, dapat disertai dengan atau tanpa edema papil

Ablatio suatu keadaan lepasnya retina sensoris dari epitel pigmen retina (RIDE). Gejala:floaters,
retina photopsia/light flashes, penurunan tajam penglihatan, ada semacam tirai tipis berbentuk
parabola yang naik perlahan-lahan dari mulai bagian bawah hingga menutup

Retinopati suatu kondisi dengan karakteristik perubahan vaskularisasi retina pada populasi yang
hipertensi menderita hipertensi. Mata tenang visus turun perlahan dengan tanda AV crossing –
cotton wol spot- hingga edema papil; copperwire; silverwire
Amaurosis fugax
• Amaurosis fugax (from the Greek "amaurosis," meaning
dark, and the Latin "fugax," meaning fleeting) refers to a
transient loss of vision in one or both eyes

• Some suggest that "amaurosis fugax" implies a vascular


cause for the visual loss, but the term continues to be used
when describing visual loss from any origin and involving
one or both eyes

• "Transient monocular visual loss" (TMVL) and "transient


binocular visual loss" (TBVL) are preferred to describe
abrupt and temporary loss of vision in one or both eyes,
since they carry no connotation regarding etiology
• Retinal vein occlusion — TMVL :
– may occur as a premonitory symptom of central
retinal vein occlusion.
– Occlusion or thrombosis of the central retinal vein
is associated with chronic glaucoma,
atherosclerotic risk factors (age, diabetes,
hypertension), hyperviscosity, and coagulopathy.
– The cause of retinal vein occlusion is often
unknown.
• Amaurosis fugax in central retinal vein occlusion
and hemicentraql retinal vein occlusion may be
due to followoing mechanism :
– Blood flow in the retina is determined by the
difference between the retinal arterial and venous
pressure.
– Central retinal vein occlusion ↑retinal vein pressure
transcient fall of arterial blood pressure
derranged retinal blood flow ↓ pressure of ocular
artery Effect :
• In posterior segment : marked fall of BP in the retina, optic
nerve head and choroid
• In anterior neovascularization and neovascular glaucoma
70. Mata merah visus turun
ANALISIS SOAL
Keluhan mata merah
+
Penurunan pandangan
visus turun
Visus VOD 6/60
Defek epitel
Sekret pada kornea
Peningkatan TIO
Nyeri
Mutton fat
Keratitis
Synechiae
KLASIFIKASI PENYAKIT MATA

Mata merah Mata merah Mata tenang Mata tenang


visus normal visus turun visus turun visus turun
mendadak perlahan
• Konjungtivitis • Keratitis • Katarak
• Uveitis
• Trakoma • Keratokonjun posterior • Glaukoma
• Dry eye gtivitis • Perdarahan kronik
• Trachoma • Ulkus kornea vitreous • Retinopati
• Uveitis • Ablasio retina diabetik dan
• Pterigium
• Oklusi arteri hipertensif
• Pinguekula • Glaukoma
dan vena • Retinitis
• Episkleritis akut
retina pigmentosa
• Endoftalmitis
• Skleritis • Neuritis optik • Kelainan
• Panoftalmitis refraksi
Keratitis
• Keratitis merupakan inflamasi
pada kornea yang menyebabkan
gangguan penglihatan berupa
penurunan visus
• Etilogi tersering: penggunaan
lensa kontak dan trauma
• Karakteristik:
- Edema kornea
- Infiltrasi seluler
- Kongesti silier
- Edema kelopak mata atas
- Konjungtiva hiperemis
Sumber: Fleiszig SMJ, Evans DJ. The pathogenesis of bacterial keratitis: studies with pseudomonas
aeruginosa. Clin Exp Optom, 2002; 85(5): 271-78
Patogenesis

Sumber: Fleiszig SMJ, Evans DJ. The pathogenesis of bacterial keratitis: studies with pseudomonas
aeruginosa. Clin Exp Optom, 2002; 85(5): 271-78
Etiologi Keratitis
Agen penyebab Sekret Gejala klinis Tatalaksana
Jamur Mukopurul Injeksi konjuntiva, lesi satelit, infiltrasi Natamisin,
en, lengket stromal, hipopion, reaksi pada kamera amfoterisin B,
okuli anterior derifat azole,
flucytosine 1%
Infeksi protozoa Mukopurul Berkaitan dengan pengguna lensa kontak
(acanthamoeba) en, lengket yang berenang di kolam renang umum
Virus Serous HSV merupakan etiologi tersering, tampak Acyclovir
lesi dendritik, dan penurunan visus
Staphylococcus Mukopurul Destruksi cepat dari kornea dalam 24-48 Tobramycin/cefazo
en, kelopak jam, pembentukan abses stomal, edema lin eye drops,
mata kornea, inflamasi segmen anterior. quinolones
menempel (moxifloxacin)
Pseudomonas Hijau biru
Streptococcus Mukopurul
en, kelopak
mata
menempel
Penyakit Serous Berkaitan dengan rheumatoid athritis,
jaringan ikat Sjogren syndrome, mooren ulcer, atau SLE
N EU R OLOGI
71. Status Epileptikus
• Definisi:
– Kondisi 5 menit atau lebih dari (i) kejang klinis kontinu dan/
atau aktifitas elektrografi atau (ii) kejang rekuren tanpa ada
keadaan sadar diantara dua kejang.
– Definisi SE diubah dari awalnya 60 menit, 30 menit, pada
akhirnya 5 menit atau lebih:
– Alasan:
• Kejang yang berlangsung lebih dari 5 menit tidak akan berhenti secara
spontan
• Kejang >30 menit sudah terdapat kerusakan di substantia nigra, 45
menit – 120 menit dapat terjadi kerusakan di lapis ketiga dan keempat
neurokorteks, CA1 dan CA4 neuron piramidal dari hipokampus.
• Jejas neuronal dan farmakoresisten dapat terjadi sebelum 30 menit
kejang kontinu.

Guidelines for the Evaluation and Management of Status Epilepticus. Neurocrit Care DOI
10.1007/s12028-012-9695-z
72. Klasifikasi Nyeri
1. Nyeri Nosiseptif
• Nyeri dengan stimulasi singkat dan tidak
menimbulkan kerusakan jaringan.
• Pada umumnya, tipe nyeri ini tidak memerlukan terapi
khusus karena perlangsungannya yang singkat.
• Nyeri ini dapat timbul jika ada stimulus yang cukup
kuat sehingga akan menimbulkan kesadaran akan
adanya stimulus berbahaya, dan merupakan sensasi
fisiologis vital.
• Intensitas stimulus sebanding dengan intensitas nyeri.
• Contoh: nyeri pada operasi, nyeri akibat tusukan
jarum, dll.
Woolf, C. J., 2004: Pain: Moving from Symptom Control toward Mechanism-Specific Pharmacologic Management,
Ann Intern Med; 140:441-451
2. Nyeri Inflamatorik
• Nyeri dengan stimulasi kuat atau berkepanjangan yang
menyebabkan kerusakan atau lesi jaringan.
• Nyeri tipe II ini dapat terjadi akut dan kronik dan pasien
dengan tipe nyeri ini, paling banyak datang ke fasilitas
kesehatan.
• Contoh: nyeri pada rheumatoid artritis.

3. Nyeri Neuropatik
• Merupakan nyeri yang terjadi akibat adanya lesi sistem
saraf perifer
• Seperti pada neuropati diabetika, post-herpetik neuralgia,
radikulopati lumbal, dll) atau sentral (seperti pada nyeri
pasca cedera medula spinalis, nyeri pasca stroke, dan nyeri
pada sklerosis multipel).

Woolf, C. J., 2004: Pain: Moving from Symptom Control toward Mechanism-Specific Pharmacologic Management,
Ann Intern Med; 140:441-451
4. Nyeri Fungsional

• Bentuk sensitivitas nyeri ini ditandai dengan tidak


ditemukannya abnormalitas perifer dan defisit neurologis.
• Nyeri disebabkan oleh respon abnormal sistem saraf
terutama hipersensitifitas aparatus sensorik.
• Beberapa kondisi umum memiliki gambaran nyeri tipe ini
yaitu fibromialgia, iritable bowel syndrome, beberapa
bentuk nyeri dada non-kardiak, dan nyeri kepala tipe
tegang.
• Tidak diketahui mengapa pada nyeri fungsional susunan
saraf menunjukkan sensitivitas abnormal atau hiper-
responsifitas

Woolf, C. J., 2004: Pain: Moving from Symptom Control toward Mechanism-Specific Pharmacologic Management,
Ann Intern Med; 140:441-451
Tipe Khusus Nyeri
• Nyeri Alih (Reffered Pain)
• Rasa nyeri yang dirasakan di bagian tubuh yang letaknya
cukup jauh dari jaringan yang menyebabkan rasa nyeri.
• Contohnya, rasa nyeri di dalam dalah satu organ viseral
sering dialihkan ke suatu daerah di permukaan tubuh.
• Terjadi apabila serabut nyeri viseral terangsang, sinyal
nyeri selanjutnya dijalarkan melalui beberapa neuron yang
sama yang menjalarkan sinyal nyeri yang berasal dari kulit.
• Pengetahuan mengenai bermacam-macam nyeri alih ini
sangat berguna dalam diagnosis klinis penyakit karana
pada banyak penyakit viseral satu-satunya tanda klinis
yang ditemui adalah nyeri alih.
Nyeri Alih
• Nyeri Viseral
• Rasa nyeri yang berasal dari bermacam-macam organ visera
dalam abdomen dan dada
• Dapat dipakai untuk mendiagnosis peradangan visera, penyakit
infeksi visera dan kelainan visera lain.
• Seringkali visera tidak mempunyai reseptor-reseptor sensorik
untuk modalitas sensasi lain kecuali untuk rasa nyeri
• Rasa nyeri viseral berbeda dengan rasa nyeri yang berasal dari
permukaan tubuh.
• Perbedaan yang paling penting adalah walaupun organ visera
mengalami kerusakan yang berat jarang mencetuskan rasa nyeri
yang hebat
• Setiap stimulus yang menimbulkan perangsangan difus pada
ujung serabut nyeri melalui organ visera (viskus) akan
menimbulkan rasa nyeri yang hebat.
73. Gerakan Involunter Abnormal

Gangguan sistem ekstrapiramidalis:


1. Tremor
• serentetan gerakan involunter, agak ritmis, merupakan getaran.
• Timbul karena berkontraksinya otot2 yg berlawanan secara
bergantian, melibatkan 1 atau lebih bagian tubuh.
• Jenis-jenis:
• Tremor fisiologis, karena ketakutan atau marah
• Tremor halus; pada hipertiroid, tremor pada jari dan tangan,
keracunan nikotin, kafein, obat-obatan spt adrenalin, efedrin,
barbiturat)
• Tremor kasar; pada penyakit parkinson, gerakan jari seperti
menghitung uang
• Tremor intensi; tremor kasar, tjd pada kerusakan serebelum,
diagnosa dgn tes telunjuk hidung
2. Khorea ; (Yunani = menari)
• Gerakan otot cepat, aritmik dan kasar
• Meliputi 1 ekstremitas, sebagian atau seluruh badan
• Umumnya pada anggota gerak atas (lengan, tangan),
terutama distal
• Gerakan tidak harmonis antara otot2 penggerak
• Anamnesa; luruskan tangan dan lengan, didapatkan
hiperekstensi talang proksimal dan terminal,
pergelangan tangan fleksi dengan sedikit pronasi. Lebih
jelas bila tangan diangkat keatas jari-jari tangan akan
direnggangkan , ibu jari abduksi dan terarah ke bawah.
• Korea sydenham • Korea huntington
– Manifestasi utama dari – secara umum ditandai
demam rematik akut adanya kedutan pada jari-
(kriteria JONES pada tahun jari dan pada wajah.
1992) Seiring waktu, amplitudo
– Korea rematik ditandai meningkat, pergerkan
dengan kelemahan otot seperti menari
dan terjadinya korea mengganggu pergerakan
– Pasien menunjukkan voluntar dari ekstremitas
milkman grip sign, gaya dan berlawanan dengan
berjalan kaku dan gaya berjalan. Berbicara
gangguan bicara. menjadi tidak teratur.
(menyertai pasien dengan
huntington disease)
3. Atetose (yunani = berubah)
• Gerakan lebih lamban. Berlainan dari khorea yang
gerakannya berlangsung cepat, mendadak, dan terutama
melibatkan bagian distal, maka atetose ditandai oleh
gerakan yang lebih lamban, seperti gerak ular, dan
melibatkan otot bagian distal. Namun demikian hal ini
cenderung menyebar juga ke proksimal. Atetosis dapat
dijumpai pada banyak penyakit yang melibatkan ganglia
basal.

4. Distonia
• Kerusakan besar ekstrapiramidal melibatkan ganglia
basal. Gejalanya kompleks, dimulai dgn gerak otot
(atetose) pada lengan / anggota gerak lain, dapat
terjadi jg di otot leher dan punggung.
5. Balismus (hemibalismus)
• Gerak otot yg datang tiba-tiba, kasar, cepat. Terjadi pada otot
proksimal
6. Tik (tic)
• Tik merupakan suatu gerakan terkoordinir, berulang, dan melibatkan
sekelompok otot dalam hubungan yang sinergistik. Ada tik yang
menyerupai spasme klonik, dan disebutkan sebagai spasme-kebiasaan
(habit spasm).
7. Fasikulasi
• Merupakan gerakan halus, cepat, dan berkedut dari 1 berkas (fasikulus)
serabut otot / 1 unit motorik (kedutan kulit)
8. Spasme
• Gerakan abnormal tjd karena kontraksi otot-otot yg dipersarafi satu
saraf
• Tjd karena iritasi saraf perifer / otot atau iritasi di suatu tempat (dari
korteks – serabut otot)
• Klonik; tiba-tiba, sebentar dan dapat berulang-ulang
• Tonik ; lama dan terus menerus
9. Miokloni
– Gerakan timbul karena kontraksi otot secara cepat,
sekonyong2, sebentar aritmik, asinergik atau tidak
terkendali
– Meliputi sebagian satu otot, seluruh otot / sekelompok otot
– Pada otot2 ekstemitas dan badan, pada otot muka, rahang,
lidah faring dan laring
– Miokloni hebat; rangsang emosional, mental, taktil, visual /
auditorial
– Berkurang; gerakan volunter bertambah, dapat timbul pada
saat pasien tidur dan hilang saat setelah tidur
74. Kejang
• Kejang merupakan perubahan fungsi otak
mendadak dan sementara sebagai dari
aktivitas neuronal yang abnormal dan
pelepasan listrik serebral yang berlebihan.
(Betz & Sowden,2002)
Manifestasi Klinik
1. Kejang parsial ( fokal, lokal )
a) Kejang parsial sederhana : Kesadaran tidak terganggu, dapat
mencakup satu atau lebih hal berikut ini :
– Tanda – tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi .
Tanda atau gejala otonomik: muntah, berkeringat, muka merah,
dilatasi pupil.
– Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar musik,
merasa seakan jtuh dari udara, parestesia.
– Gejala psikis : dejavu, rasa takut, visi panoramik.
– Kejang tubuh; umumnya gerakan setiap kejang sama.
b) Parsial kompleks
– Terdapat gangguankesadaran, walaupun pada awalnya sebagai
kejang parsial simpleks
– Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik : mengecap –
ngecapkan bibir,mengunyah, gerakan menongkel yang berulang –
ulang pada tangan dan gerakan tangan lainnya.
– Dapat tanpa otomatisme : tatapan terpaku
2. Kejang umum ( konvulsi atau non konvulsi )
a) Kejang absens
– Gangguan kewaspadaan dan responsivitas
– Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari 15 detik
– Awitan dan akhiran cepat, setelah itu kempali waspada dan konsentrasi penuh
b) Kejang mioklonik
– Kedutan – kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi secara mendadak.
– Sering terlihat pada orang sehat selaam tidur tetapi bila patologik berupa kedutan keduatn sinkron
dari bahu, leher, lengan atas dan kaki.
– Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam kelompok
– Kehilangan kesadaran hanya sesaat.
c) Kejang tonik klonik
– Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada otot ekstremitas, batang
tubuh dan wajah yang berlangsung kurang dari 1 menit
– Dapat disertai hilangnya kontrol usus dan kandung kemih
– Saat tonik diikuti klonik pada ekstrenitas atas dan bawah.
– Letargi, konvulsi, dan tidur dalam fase postictal
d) Kejang atonik
– Hilngnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak mata turun, kepala
menunduk,atau jatuh ke tanah.
– Singkat dan terjadi tanpa peringatan.
EEG
• Elektro Enselo Grafi (EEG) adalah suatu alat yang
mempelajari gambar dari rekaman aktifitas listrik
di otak, termasuk teknik perekaman EEG dan
interpretasinya.
• Pembacaan EEG oleh dokter dijadikan acuan
untuk tindakan dan penanganan selanjutnya
kepada pasien.
• Elektroensefalogram (EEG) dipakai untuk
membantu menetapkan jenis dan focus dan
kejang.
75. AREA CORTEX CEREBRI (UTAMA)
menurut Broadmann
1. Lobus frontalis:
- area 4: cortex motorik primer
- area 6: area premotorik (extrapyramidal)
- area 8: atur gerak mata & pupil
- area 44,45: area bahasa motorik (Broca)
2. Lobus parietalis:
- area 1,2&3: area somatosensorik cortex sensorik primer
3. Lobus temporalis:
- area 41: cortex auditorik primer
- area 42: cortex auditorik sekunder (asosiasi)
- area 22,23: area bahasa perseptif (Wernicke)
- area 28: area olfaktorius
4. Lobus oksipitalis:
- area 17: cortex visual primer
- area 18,19: cortex asosiasi visual
LESI KORTEK CEREBRI
Lobus Defisit Neurologi Fenomena positif Psikopatologi

Frontalis Hemiparese spastik Bangkitan Mudah marah


(kontralat) motorik fokal Disinhibisi
Afasia motorik
Broca (dominan)
Parietalis Hemisensorik kontralat Bangkitan Disorientasi ruang
Homonim sensorik fokal Agnosiataktil
kwadranopsia bwh Apraksia
(kontralat) Afasia amnestik
Hemispastial Aleksia dominan
Temporalis Homonim Bangkitan Defisit memori
kwadranopsia ats psikomotor Afasia sensorik
(kontralat) (wernicke)

Oksipitalis Homonim hemianopsia Sensasi dan Agnosia warna


(kontralat) halusinasi Disorientasi
visuospastial
Agnosia visual
Aleksia
Sifat Gangguan pada Korteks
Gejala Motoriknya : Derajat tidak sama.
Klasifikasi derajat Gangguan :
0 : tidak ada kontraksi
1 : Kontraksi (+), Gerak (-)
2. Gerak (+) Horizontal tapi tidak bisa melawan gaya
gravitasi
3. Dapat melawan gaya gravitasi namun tidak bisa
melawan gaya berat tambahan
4. Dapat melawan gaya berat ringan
5. Normal
Hemiplegia Kontralateral
Gangguan Fungsi luhur ( Disfasia / Afasia )
76. AMNESIA

DEFINISI :

Gangguan ingatan yang ditandai dengan


ketidakmampuan untuk megingat
kejadian masa lalu dan untuk
mempelajari informasi yang baru
meskipun kesadaran dan perhatian
normal.
ETIOLOGI :

Penyebab amnesia :

1. Kerusakan otak
2. Akibat trauma atau penyakit :

Kejang, trauma kepala, tumor otak


Penyakit serebrovaskuler, ensefalitis karena virus herpes simpleks
Hipoksia,sklerosis multiple
Tindakan bedah otak, terapi syok listrik

3. Obat-obatan:
• obat antikolinergik,alcohol,neurotoksin,benzodiazepine dan
sejenisnya.

4. Penyebab fungsional
• faktor psikologis, seperti halnya mekanisme pertahanan ego.
BENTUK-BENTUK AMNESIA

• Anterograde amnesia
• kejadian baru dalam ingatan jangka pendek
tidak ditransfer ke ingatan jangka panjang yang
permanen
• Penderitanya tidak akan bisa mengingat apapun
yang terjadi setelah munculnya amnesia ini
walaupun baru berlalu sesaat.

• Retrograde amnesia
• ketidakmampuan memunculkan kembali ingatan
masa lalu yang lebih dari peristiwa lupa biasa.
Jenis Gangguan Keterangan
Amnesia Amnesia umumnya melukiskan defek pada fungsi memori. Rentang waktu
amnesia dapat sesingkat beberapa detik sampai selama beberapa tahun.
Kejadian ini paling sering dijumpai pasca trauma kepala, dapat juga terjadi
setelah jejas otak mayor (misalnya stroke). Beberapa tipe amnesia: Amnesia
retrigrad dan anterograd, serta amnesia psiogenik.
Afasia Afasia adalah gangguan berbahasa akibat gangguan serebrovaskuler hemisfer
dominan, trauma kepala, atau proses penyakit. Terdapat beberapa tipe
afasia, biasanya digolongkan sesuai lokasi lesi. Semua penderita afasia
memperlihatkan keterbatasan dalam pemahaman, membaca, ekspresi
verbal, dan menulis dalam derajat berbeda-beda.
Agnosia Agnosia adalah ketidakmampuan untuk mengorganisasikan informasi
sensorik agar bisa mengenal benda–benda / hilangnya daya untuk mengenali
arti stimuli sensoris macamnya sesuai indranya.
Apraxia Apraxia merupakan gangguan didapat pada gerakan motorik yang dipelajari
dan berurutan (sequential), yang bukan disebabkan oleh gangguan elementer
pada tenaga, koordinasi, sensorik, atau kurangnya pemahaman
(komprehensi) atau atensi.
77. Cerebellum

Terdiri dari 2 hemisfer yg dihubungkan oleh vermis


Terbagi atas 3 lobus:
1. Lobus anterior corpus cerebelli
2. Lobus posterior
3. Lobus flokulonodularis

Fungsi Cerebellum:
1. Koordinasi gerakan volunter
2. Keseimbangan tubuh
3. Tonus otot
4. Mekanisme memori & motor learning
Control of body posture &
equilibrium.

Tuesday, January 03, 2017


Control of muscle tone & stretch
reflex.

Tuesday, January 03, 2017


Control of voluntary movements.

Tuesday, January 03, 2017


Signs of cerebellar dysfunction.
• Tone & posture disturbance
– Atonia or hypotonia
– Attitude changes.
• Rotation of face to opposite side
• Lowering of shoulder.
• Outward rotation & abduction of leg.
– Deviation movements.
– Effect on deep reflexes. (weak & pendular)

Tuesday, January 03, 2017


Signs of cerebellar dysfunction.

• Equilibrium disturbance. (drunken gait)


• Movements disturbance.
– Ataxia
– Intention tremors
– Nystagmus.
– Dysarthria.
– Astasia.

Tuesday, January 03, 2017


Clinical tests of cerebellar
dysfunction.
• Upper limb • Lower limb.
– Finger nose test – Rombergs test.
– Diadokokinesia. – Tandem gait.
– Rebound phenomenon.
– Past pointing.

Tuesday, January 03, 2017


Tests .

Tuesday, January 03, 2017


78. Cedera Saraf Perifer
Anatomical Snuff Box
79. Koma
• Koma merupakan penurunan kesadaran yang paling
rendah atau keadaan ‘unarousable unresponsiveness’,
yaitu keadaan dimana dengan semua rangsangan,
penderita tidak dapat dibangunkan.
• Dalam bidang neurology, koma merupakan kegawat
daruratan medik yang paling sering
ditemukan/dijumpai.
• Koma bukanlah suatu penyakit, melainkan suatu
keadaan klinik tertentu yang disebabkan oleh berbagai
faktor serta membutuhkan tindakan penanganan yang
cepat dan tepat, dimana saja dan kapan saja.
Rifat Naghmi, BSo, MD, Coma: quick evaluation and management
Penyebab dapat disingkat “SEMENITE”
• S ; Sirkulasi – gangguan pembuluh darah otak
(perdarahan maupun infark)
• E ; Ensefalitis – akibat infeksi baik oleh bakteri, virus,
jamur, dll
• M ; Metabolik – akibat gangguan metabolic yang
menekan/mengganggu kinerja otak. (gangguan hepar,
uremia, hipoglikemia, koma diabetikum, dsb).
• E ; Elektrolit – gangguan keseimbangan elektrolit
(seperti kalium, natrium).
• N ; Neoplasma – tumor baik primer ataupun sekunder
yang menyebabkan penekanan intracranial. Biasanya
dengan gejala TIK meningkat (papiledema, bradikardi,
muntah). I ; Intoksikasi – keracunan.
• T ; Trauma – kecelakaan.
• E ; Epilepsi.
Rifat Naghmi, BSo, MD, Coma: quick evaluation and management
Gambaran Klinis Berdasarkan Letak Lesi

Central
Neurogenic
hiperventilation

Rifat Naghmi, BSo, MD, Coma: quick evaluation and management


Head Trauma
Biot’s breathing (aka cluster
respiration)
• Cheyne-stokes
• A respiratory pattern – Tidal volume waxes and
characterized by periods or wanes cyclically with
“clusters” of rapid respirations
of near equal depth or VT recurrent periods of
followed by regular periods of apnea.
apnea.
– Causes include CNS
• Causes:
– Biot’s breathing can be caused by
dysfunction, cardiac
damage to the medulla oblongata by failure with low cardiac
stroke (CVA) or trauma,
– pressure on the medulla due to uncal output, sleep, hypoxia,
or tentorial herniation profound hypocapnia
– can also be caused by prolonged
opioid abuse.
• Apneustic • Cluster Breathing
– End-inspiration pause before – Groups of irregular breathing
expiration. with periods of apnea that
– Reflection of Pontine damage occurs at irregular intervals
• Central Neurogenic – reflection of lesions in the low
– Exhibits very deep and rapid pons or upper medulla
respirations • Kussmaul
– Deep, rapid respiration with no end-
– Usually seen with lesions of expiratory pause.
the midbrain and upper pons – Causes profound hypocapnia
– Respirations are generally – Seen in profound metabolic acidosis,
regular and the PaCO2 i.e. diabetic ketoacidosis
decrease due to the
hyperventilation

http://www.georgiahealth.edu/itss/edtoolbox/7370/pulm
onary/abnormbreathing.swf
Pola Pernapasan
ypes of brain herniation [3] 1) Uncal 2) Central
3) Cingulate 4) Transcalvarial 5) Upward 6)
Tonsillar
80. Tekanan Intra Kranial

• Normal : 4-14 mmHg.


• Tekanan intrakranial
diatas 20mmHg :
kerusakan otak.
• Doktrin Monro-Kellie.
• Isi kavitas kranial : otak,
darah, & cairan
cerebrospinal.
Doktrin Monro-Kellie
Kompliance Otak : Tekanan Intrakranial ~ Volume
Intrakranial.
• TIK tinggi kerusakan otak.
• Lesi massa fokal pergeseran garis tengah dan
herniasi otak.
• 4 macam herniasi otak :
1. herniasi subfalcine
2. herniasi uncal
3. herniasi transtentorial
4. herniasi tonsillar
• Tekanan perfusi otak : pertukaran oksigen dan nutrisi
dari pembuluh darah ke jaringan otak.

Tekanan Perfusi Otak =


Tekanan Arteri Rata-Rata – Tekanan Intrakranial.

Tekanan intrakranial > 30 mmHg


Tekanan arteri rata-rata < 90 mmHg
Tekanan perfusi otak < 50 mmHg

Morbiditas dari penderita.
ypes of brain herniation [3] 1) Uncal 2) Central
3) Cingulate 4) Transcalvarial 5) Upward 6)
Tonsillar
PATOFISIOLOGI CEDERA OTAK
• Cedera otak primer : Cedera otak primer
iskemia & berbagai
perubahan fisiologis & ↓
metabolik akibat langsung Insult sekunder
trauma. ↓
Cedera otak sekunder.
• Cedera otak sekunder
dapat terjadi sesaat
setelah trauma terjadi Mencegah terjadinya cedera
atau sebagai akibat dari otak sekunder.
cedera otak primernya
tersebut.
Pengelolaan peningkatan TIK
• Tindakan umum
– Elevasi kepala 30°
• Meningkatkan venous return CBV menurun TIK turun
– Hiperventilasi ringan
• Menyebabkan PCO2 vasokonstriksi CBV TIK
– Pertahankan tekanan perfusi otak
• (CPP) > 70 mmHg
• (CPP=MAP-ICP)
– Pertahankan normovolemia
• Tidak perlu dilakukan dehidrasi, karena menyebabkan CPP
hipoperfusi iskemia
– Pertahankan normothermia
• Suhu dipertahankan 36-37°C
• Terapi hipothermia (ruangan berAC)
• Setiap kenaikan suhu tubuh 1°C meningkatkan kebutuhan cairan ±
10%

PERDOSSI. Trauma Kapitis. 2006


– Pencegahan kejang – Manitol
• Diphenil hidantoin loading • Osmotik diuresis, bekerja
dose 13-18mg/kgBB diikuti intravaskuler pada BBB yang
dosis pemeliharaan 6- utuh
8mg/kgBB/hari • Efek
– Diuretika – Dehidrasi (osmotik diuresis)
• Menurunkan produksi CSS – Rheologis
• Tidak efektif dalam jangka – Antioksidan (free radical
scavenger)
lama
• Dosis 0,25-
– Kortikosteroid 1g/kgBB/pemberian, diberikan
• Tidak dianjurkan untuk 4-6x/hari
cedera otak • Diberikan atas indikasi:
• Bermanfaat untuk anti – Ada tanda klinis terjadinya
edema pada peningkatan herniasi
TIK non trauma, misal – Klinis & radiologis TIK
tumor/abses otak meningkat

PERDOSSI. Trauma Kapitis. 2006


• Terapi primer peningkatan TIK
– Evakuasi/eksisi massa (hematoma)
• Kraniotomi
– Memperbaiki BBB
– Mengurangi penekanan CBF iskemia
– Drainase CSS
• Dengan ventrikulostomi
• 100-200 cc/hari
Ganiswarna, S. 1981. “Farmakologi dan Terapi, edisi 2” Fakultas Kedokteran UI. Jakarta.

81. Golongan Hidantoin


• Hidantoin merupakan senyawa laktam dari
asam ureidoasetat ( 2,4-diokso-imidazolidin ) • Interaksi obat:
– Inhibisi metabolisme mikrosomal fenitoin dalam
• Bersifat sedatif lemah, kadang-kadang bersifat hati disebabkan oleh kloramfenikol, dikomarol,
stimulan. simetidin, sulfinamid, dan isoniazid.
– Penurunan konsentrasi fenitoin dalam plasma
• Salah satu contohnya adalah Fenitoin. disebabkan oleh karbamazepin yang memperkuat
• Fenitoin efektif dalam fenitoin.
– Serangan tonik-klonik – Fenitoin menginduksi sistem P-450 yang
menyebabkan peningkatan metabolisme anti
– Kejang parsial
epilepsi lain, anti koagulan, kontrasepsi oral :
• Mekanisme kerja: kuinidin, doksisiklin, siklosporin, mexiletina,
– Menstabilkan membran sel saraf terhadap depolarisasi metadon, dan levodopa.
mengurangi masuknya ion-ion natrium dalam neuron • Dosis:
pada keadaan istirahat atau selama depolarisasi
– Permulaan sehari 2-5 mg/kgBB dibagi dalam 2
– Menekan dan mengurangi influks ion kalsium selama dosis
depolarisasi dan menekan perangsangan sel saraf yang
berulang-ulang. – Dosis pemeliharaan 2 dd 100-300 mg pada waktu
makan dan minum banyak air
• Efek samping: – Pada anak-anak 2-16 tahun, permulaan sehari 4-7
– Depresi saraf pusat terjadi terutama dalam serebelum mg/BB dibagi dalam 2 dosis dan dosis
dan sistem vestibular, menyebabkan nistagmus dan pemeliharaan 4-11 mg/BB
ataksia – Bila dikombinasi dengan fenobarbital dosisnya
– Masalah gastrointestinal ( mual, muntah ) sering terjadi dapat diperkecil. Dosis harian rata-rata 200-300
– Hiperpelasia gusi bisa menyebabkan gusi tumbuh dan mg.
melampaui gigi anak-anak
– Perubahan tingkah laku seperti kebingungan, halusinasi
dan mengantuk sering terjadi.
Golongan Suksinimida
• Siksinimida berbeda konstitusinya secara kimia dengan definilhidantoin hanya
dengan penggantian gugus NH pada posisi 1 dengan CH 2 berbeda dengan
fenitoin
• Suksinimida hanya berkhasiat pada berbagai epilepsi tipe petit mal
sedangkan gejala grand mal akan lebih diperkuat dengan pemberian obat ini.
• Salah satu contohnya adalah Etoksuksimida
• Mekanisme kerja:
• Etoksuksimida mengurangi perambatan aktivitas listrik abnormal didalam otak
• Ethosuximide bekerja dengan cara menghambat aliran kalsium ambang-rendah ('arus
T') Kanal Kalsium tipe T
• Merupakan pilihan pertama pada serangan absence
• Efek samping:
• Berupa sedasi, antara lain rasa mengantuk dan termenung
• sakit kepala, anoreksia, dan mual, juga bertahap. Leukopemia jarang terjadi, namun gambaran
darah juga fungsi hati dan urin perlu dikontrol secara teratur.
• Dosis:
• 1-2 dd 250-500 mg sebagai tablet e.c. ( enterik coated ) berhubung rasanya tidak enak dan
bersifat merangsang.
Ganiswarna, S. 1981. “Farmakologi dan Terapi, edisi 2” Fakultas Kedokteran UI. Jakarta.
Ganiswarna, S. 1981. “Farmakologi dan Terapi, edisi 2” Fakultas Kedokteran UI. Jakarta.

Asam Valproat
• Asam valproat ( asam dipropil asetat ) terutama untuk:
– absence piknoleptik
– serangan grand mal
– mioklonik.
• Mekanisme kerja:
– Mengurangi perambatan lepasan listrik abnormal di dalam otak
– Memperkuat keja GABA pada sinaps-sinaps inhibisi hambatan enzim yang menguraikan GABA ( g-amino-
butyric acid) kadar GABA diotak meningkat.
• Efek samping:
– Keluhan saluran cerna, rambut rontok, gangguan pembekuan darah dan kerusakan hati.
• Interaksi obat:
– Menghambat metabolisme fenobarbital meningkatkan kadar barbiturat dalam sirkulasi
– Dapat meningkatkan kadar dan fenitoin di dalam darah
– Penggunaan bersamaan dosis harus dikurangi sampai 30-50 % guna menghindari sedasi berlebih
sebaliknya khasiatnya juga dIperkuat oleh anti epileptika lainnya.
• Dosis:
– Oral semula 3-4 dd 100-150 mg d.c. Dari garam natriumnya tablet ( tablet e.c )
– kemudian berangsur-angsur dalam waktu 2 minggu dinaikkan sampai 2-3 dd 300-500 mg, maksimal 3 gram
sehari.
– Anak-anak 20-30 mg/kg sehari.
– Asam bebasnya memberikan kadar plasma yang 15 % lebih tinggi (lebih kurang sama dengan persentase
natrium dalam Na-valproat ) tetapi lain daripada itu tidak lebih menguntungkan.
Golongan Barbiturat
• Memiliki sifat anti konvulsi yang baik terlepas dari sifat hipnotiknya
• Digunakan terutama senyawa kerja panjang untuk memberikan jaminan yang
lebih kontinu terhadap serangan grand mal.
• Salah Satu contohnya adalah Fenobarbital
• Mekanisme kerja:
• Fenobarbital memiliki aktivitas anti epilepsi
• membatasi penyebaran lepasan kejang didalam otak
• meningkatkan ambang serangan epilepsi.
• Mekanisme kerjanya tidak diketahui tetapi mungkin melibatkan potensiasi efek inhibisi dari neuron-
neuron yang diperantarai oleh GABA ( asam gama aminobutirat).
• Untuk mengatasi efek hipnotiknya obat ini dapat dikombinasi dengan kofein.
• Efek samping:
• Sedasi seperti pusing, mengantuk, ataksia. Nistagmus, vertigo
• Agitasi dan kebingungan terjadi pada dosis tinggi.
• Interaksi obat:
• Bersifat menginduksi enzim, antara lain mempercepat penguraian kalsiferol ( Vitamin D2 ) dengan
kemungkinan timbulnya rachitas ( penyakit inggris pada anak kecil )
• Penggunaannya bersama dengan valproat harus hati-hati, karena kadar darah fenobarbital dapat
ditingkatkan.
• Dosis:
• 1-2 dd 30-125 mg, maksimal 400 mg (dalam 2 kali), pada anak-anak 2-12 bulan 4 mg/kgBB sehari,
pada status epileptikus, dewasa 200-300 mg.
Karbamazepin
• Karbamazepin merupakan turunan dibenzazepin mempunyai sistem cincin yang sama
seperti timoleptika opipramol dan hanya berbeda dari senyawa ini pada subsitituen N.
• Disaat ini senyawa ini merupakan salah satu anti epileptika yang terpenting dan paling
banyak digunakan.
• Mekanisme kerja:
• Mengurangi perambatan impuls abnormal didalam otak dengan cara menghambat kanal natrium, sehingga
menghambat timbulnya potensial kerja yang berulang-ulang didalam fokus epilepsi.
• Efek samping:
• Pemberian kronik stupor, koma dan depresi pernapasan bersamaan dengan rasa pusing, vertigo, ataksia dan
pandangan kabur
• merangsang lambung timbul mual dan muntah
• Anemia aplastik, agranulositosis dan trombositopenia telah terjadi pada beberapa penderita.
• Interaksi obat:
• Metabolisme dalam hati dihambat oleh beberapa obat
• Penyesuaian dosis pada gangguan fungsi hepar menghindari gejala-gejala toksik
• Dosis:
• Permulaan sehari 200-400 mg dibagi dalam beberapa dosis
• Berangsur-angsur dapat dinaikkan sampai 800-1200 mg dibagi dalam 2-4 dosis
• Pada manula setengah dari sosis ini
• Dosis awal bagi anak-anak:
• sampai usia 1 tahun 100 mg sehari
• 1-5 tahun 100-200 mg sehari
• 5-10 tahun 200-300 mg sehari
• dosis pemeliharaan 10-20 mg/kgBB sehari dibagi dalam beberapa dosis.
Golongan Benzodiazepin
• Contoh diazepam, dan nitrazepam
• Terutama digunakan pada epilepsi petit-mal pada bayi dan anak-anak.
• Efektivitas pada:
• Absence piknoileptik
• serangan mioklonik astatik
• serangan propulsif.
• Mekanisme Kerja:
• Menekan serangan yang berasal dari fokus epileptogenik
• efektif pada serangan absence dan mioklonik tetapi terjadi juga toleransi.
• Efek samping:
• mengantuk, termenung-menung, pusing, dan kelemahan otot.
• Dosis:
• 2-4 dd 2-10 mg dan i.v. 5-10 dengan perlahan-lahan (1-2 menit), bila perlu diulang setelah 30
menit
• pada anak-anak 2-5 mg
• Pada status epilepticus dewasa dan anak diatas usia 5 tahun 10 mg
• Pada anak-anak dibawah 5 tahun 5 mg sekali
• Pada konvulsi karena demam: anak-anak 0,25-0,5 mg/kg berat badan bayi
• anak-anak dibawah 5 tahun 5 mg
• setelah 5 tahun 10 mg.
82. Radikulopati
• Radikulopati adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan gangguan
fungsi dan struktur radiks akibat proses patologik yang dapat mengenai
satu atau lebih radiks saraf dengan pola gangguan bersifat dermatomal.
• Etiologi
– Proses kompresif, Kelainan-kelainan yang bersifat kompresif sehingga
mengakibatkan radikulopati adalah seperti : hernia nucleus pulposus
(HNP) atau herniasi diskus, tumor medulla spinalis, neoplasma tulang,
spondilolisis dan spondilolithesis, stenosis spinal, traumatic dislokasi,
kompresif fraktur, scoliosis dan spondilitis tuberkulosa, cervical
spondilosis
– Proses inflammatori, Kelainan-kelainan inflamatori sehingga
mengakibatkan radikulopati adalah seperti: Gullain-Barre Syndrome
dan Herpes Zoster
– Proses degeneratif, Kelainan-kelainan yang bersifat degeneratif
sehingga mengakibatkan radikulopati adalah seperti Diabetes Mellitus
Tipe-tipe Radikulopati
• Radikulopati lumbar
– Radikulopati lumbar merupakan problema yang sering terjadi yang disebabkan oleh
iritasi atau kompresi radiks saraf daerah lumbal.
– sering disebut sciatica.
– Gejala jarang terjadi dapat disebabkan oleh beberapa sebab seperti bulging diskus (disk
bulges), spinal stenosis, deformitas vertebra atau herniasi nukleus pulposus.
Radikulopati dengan keluhan nyeri pinggang bawah sering didapatkan (low back pain)
• Radikulopati cervical
– Radikulopati cervical umunya dikenal dengan “pinched nerve” atau saraf terjepit
merupakan kompresi pada satu atau lebih radix saraf uang halus pada leher
– Gejala pada radikulopati cervical seringnya disebabkan oleh spondilosis cervical.
• Radikulopati torakal
– Radikulopati torakal merupakan bentuk yang relative jarang dari kompresi saraf pada
punggung tengah. Daerah ini tidak didesain untuk membengkok sebanyak lumbal atau
cervical. Hal ini menyebabkan area thoraks lebih jarang menyebabkan sakit pada spinal.
Namun, kasus yang sering yang ditemukan pada bagian ini adalah nyeri pada infeksi
herpes zoster.
Lasegue’s Test
• Prosdur: pasien supine.
Fleksikan sendi pinggul pasien
dengan lutut tertekuk. Jaga
pinggul tetap dalam keadaan
fleksi, kemudian ekstensikan
tungkai bawah.
• Tes positif: radikulopati sciatik
(+), jika:
– Nyeri tidak ada pada
kondisi pinggul dan lutut
fleksi.
– Nyeri muncul saat pinggul
fleksi, dan kemudian lutut
diekstensikan.
Bragard’s Test
• Prosedur: pasien supine. Kaki
pasien lurus kemudian elevasi
hingga titik dimana rasa nyeri
dirasakan. Turunkan 5o dan
dorsofleksi kaki.
• Positive Test: nyeri akibat traksi
nervus sciatik.
– Nyeri dengan dorsiflexion 0° to
35° – extradural sciatic nerve
irritation.
– Nyeri dengan dorsiflexion from
35° – 70° – intradural problem
(usually IVD lesion).
– Nyeri tumpul paha posterior -
tight hamstring.
Lhermitte’s Test (or Phenomenon)

• Sensasi seperti tersengat listrik


yang menjalar ke secara
radikuler menuju ke arah bawah
sepanjang medula spinalis atau
dapat pula menjalar ke arah
ekstrimitas yang muncul saat
dilakukan fleksi pada leher
(Lhermitte sign +).
• Hasil positif :
– pasien dengan keterlibatan cervical
cord
– spondilitis servikal
– tumor
– multiple sklerosis.
• Patrick Test (FABER) and contra-patrick test
– Deteksi kondisi patologis dari sendi paggul dan sakroiliaka.
– Pemeriksaan (+) jika terasa nyeri pada salah satu atau kedua
sendi tersebut.

Patrick Test Contra-patrick Test


83. SUBDURAL HEMATOM
• Perdrhan yg mengumpul diantra korteks serebri dan
duramater regangan dan robekan vena-vena drainase
yg tdpt di rongga subdural ant. Permk. Otak dg sinus
duramater.
• Gjl klinik biasany tdk terlalu hebat kecuali bila terdapat
efek massa.
• Berdsrkan kronologis SDH dibagi mjd :
1. SDH akut : 1- 3 hr pasca trauma.
2. SDH subakut : 4-21 hr pasca trauma.
3. SDH khronis : > 21 hari.
gamb. CT scan kepala tdp lesi hiperdens bbtk bulan sabit yg
srg tjd pada daerah yg berseberangan dg trauma (Counter
Coup)

PERDOSSI. Trauma Kapitis. 2006


• Tindakan op. dilakukan bila pdrh > 40 cc.
• Bila komplikasi akut : gangg. Parenkim otak,
gangg. Pemb. Drh arteri.
• Bila tidak ada komplikasi disebabkan : atrofi otak
mybbkan perdrhan dan putusnya vena jembatam,
gangg. Pembekuan.
• Tindakan operasi dilakukan bila :
1. Perdarahan berulang.
2. Kapsulisasi.
3. Lobulat (multilobulat)
4. Kalsifikasi.
PERDOSSI. Trauma Kapitis. 2006
Subdural hematom
Hematom Epidural Hematom subdural Hematom
subarakhnoid
• Lucid interval • akut: kurang dari • Kaku kuduk
• Kesadaran makin 72 jam • Nyeri kepala
menurun • Subakut: 3-7 hari • Bisa didapati
• Late hemiparesis setelah trauma gangguan
kontralateral lesi • Kronik : lebih dari kesadaran
• Pupil anisokor 21 hari atau 3 • Akibat pecah
• Babinsky (+) minggu aneurisme berry
kontralateral lesi • Gejala: sakit kepala
• Fraktur daerah disertai /tidak
temporal disertai penurunan
*akibat pecah a. kesadaran
meningea media *akibat robekan
bridging vein
Sidharta, P. dan Mardjono, M. 2006. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat.
84. Meningitis tuberkulosa

• Etiologi: Mycobacterium tuberculosis


• Meningitis tuberkulosa terjadi akibat
penyebaran hematogen dari M.tuberculosis
• Patogenesis: infeksi primer di
paru penyebaran
hematogen pembentukan foci di subpial dan
subependimal otak foci pecah bakteri
keluar ke subarachnoid space meningitis

Sumber: Thwaites G, Fisher M, Hemingway C, Scott G, Solomon T, Innes J. British infection society guideline for the diagnosis
and treatment of tuberculosis of the central nervous system in adults and children. Jounal of Infection, 2009; 59: 167-187
Gejala dan tanda
• Nyeri kepala
• Demam
• Muntah
• Fotofobia
• Anoreksia dan
penurunan BB
• Kaku kuduk
• Kebingungan
• Bahkan bisa sampai
koma
• Cranial nerve palsy:
N III, VI, dan VII
• Hemiparesis atau
paraparesis
• Kejang
Sumber: Thwaites G, Fisher M, Hemingway C, Scott G, Solomon T, Innes J. British infection society guideline for the diagnosis
and treatment of tuberculosis of the central nervous system in adults and children. Jounal of Infection, 2009; 59: 167-187
NILAI NORMAL CAIRAN SEREBROSPINAL
Opening pressure 90-180 mm H2O / 6.6 – 13.2 mmHg jika posisi
pasien berbaring ke arah lateral

Penampakan dan warna Jernih, tidak berwarna


Jumlah komponen sel darah • PMN: 0
• MN <5%
• Eritrosit: 0

Glukosa 2.8 – 4.4 mmol/L atau 50 – 80 mg/dL


Protein total 15 - 45 mg/dl
Bakteri Negatif
pH 7.28 - 7.32
Antibodi, DNA virus Negatif
Lactate Dehydrogenase (LDH) <2.0 – 7.2 U/mL
Lactate • Neonatus 10 – 40 mg/dL
• Anak dan dewasa 10-25 mg/dL

Chloride 110-125 mmol/L


Glutamine 6 – 15 mg/dL
Meningitis Meningitis Meningitis Ensefalitis Ensefalopati
bakterialis viral tuberculosa

Tekanan ↑↑ Normal/↑ ↑ ↑↑ ↑

Makroskopis Keruh Jernih Xantokrom Jernih Jernih

Leukosit >1000 10-1000 500-1000 10-500 <10

PMN (%) +++ + + + +

MN (%) + +++ +++ ++ -

Protein ↑↑ Normal/↑ ↑ Normal Normal

Glukosa ↓↓ Normal ↓↓ Normal Normal

Gram/ Rapid Positif Negatif Negatif Negatif Negatif


test
Prinsip tatalaksana
• Regimen pengobatan tetap sama seperti TB
Paru pada umumnya
• Hanya berbeda pada durasi
• Pada meningitis TB regimennya:
2RHZE/10RH
• Ditambahkan juga kortikosteroid

Sumber: Konsensus TB Indonesia


ILM U
PSIK IATR I
85. OBAT PSIKOAKTIF
• Secara umum, sering dibagi menjadi 3
golongan utama berdasarkan gejalanya, yaitu:
– Golongan depresan
– Golongan stimulan
– Golongan halusinogen
Depressant
• Zat yang mensupresi, menghambat dan menurunkan aktivitas CNS.
• Yang termasuk dalam golongan ini adalah sedatives/hypnotics,
opioids, and neuroleptics.
• Medical uses sedation, sleep induction, hypnosis, and general
anaesthesia.
• Contoh:
– Alcohol dalam dosis rendah, anaesthetics, sleeping pills, and opioid
drugs such as heroin, morphine, and methadone.
– Hipnotik (obat tidur), sedatif (penenang) benzodiazepin
• Effects:
– Relief of tension, mental stress and anxiety
– Warmth, contentment, relaxed detachment from emotional as well
as physical distress
– Positive feelings of calmness, relaxation and well being in anxious
individual
– Relief from pain
Stimulants
• Zat yang mengaktivkan dan meningkatkan aktivitas CNS
psychostimulants
• Memiliki berbagai efek fisiologis
– Perubahan denyut jantung, dilatasi pupil, peningkatan TD, banyak
berkeringat, mual dan muntah.
– Menginduksi kewaspadaan, agitasi, dan mempengaruhi penilaian
• Penyalahgunaan kronik akan menyebabkan perubahan kepribadian
dan perilaku seperti lebih impulsif, agresif, iritabilitas, dan mudah
curiga
• Contoh:
– Amphetamines, cocaine, caffeine, nicotine, and synthetic appetite
suppressants.
• Effects:
– feelings of physical and mental well being, exhilaration, euphoria,
elevation of mood
– increased alertness, energy and motor activity
– postponement of hunger and fatigue
Hallucinogens (psyche delics)
• Zat yang merubah dan mempengaruhi persepsi, pikiran, perasaan, dan
orientasi waktu dan tempat.
• Menginduksi delusi, halusinasi, dan paranoia.
• Adverse effects sering terjadi
– Halusinasi yang menakutkan dan tidak menyenangkan (“bad trips”)
– Post-hallucinogen perception disorder or flashbacks
– Delusional disorder persepsi bahwa halusinasi yang dialami nyata, setelah
gejala mereda
– mood disorder (anxiety, depression, or mania).
• Effects:
– Perubahan mood, perasaan, dan pikiran “mind expansion”
– Meningkatkan kepekaan sensoris more vivid sense of sight, smell, taste and
hearing
– dissociation of body and mind
• Contoh:
– Mescaline (the hallucinogenic substance of the peyote cactus)
– Ketamine
– LSD
– psilocybin (the hallucinogenic substance of the psilocybe mushroom)
– phencyclidine (PCP)
– marijuana and hashish
86. TATALAKSANA INTOKSIKASI
PSIKOAKTIF
• Intoksikasi gol. Opioid
– Naloxone 0,4-2 mg IV, dapat pula diulang setiap 2-3 menit,
sampai dosis maksimal 10 mg.
• Intoksikasi ganja/ kanabis
– Reassurance, bila perlu dapat diberikan obat golongan
benzodiazepin (diazepam, clobazam).
• Intoksikasi kokain/ amfetamin
– Diazepam 10-30 mg po atau iv, atau clobazam 3x10 mg.
Bila terdapat palpitasi, dapat diberikan propranolol.
• Intoksikasi gol. Hipnotik sedatif
– waspadai tanda depresi pernafasan, oksigen.
Intoksikasi vs Putus Obat vs Toleransi
• Intoksikasi adalah gejala yang timbul akibat
mengkonsumsi NAPZA dalam jumlah yang
menimbulkan tanda dan gejala.

• Putus obat (withdrawal) adalah gejala yang


timbul akibat mengurangi atau menghentikan
konsumsi NAPZA.

• Toleransi adalah kebutuhan dosis zat NAPZA


lebih besar untuk menimbulkan gejala.
87. GANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR

1 atau lebih
1 atau lebih Gangguan
Gangguan episode
episode afektif
mood mania atau
depresi bipolar
hipomania

Dengan/ tanpa Episode kini


psikosis? manik/ depresi?
Pedoman Diagnosis Gangguan Bipolar
(PPDGJ-III)
• Ditandai setidaknya 2 episode yang menunjukkan
pada 1 waktu tertentu terjadi peninggian mood
dan energi (mania/hipomania), dan pada 1 waktu
lain berupa penurunan mood dan energi
(depresi).
• Ada periode penyembuhan sempurna antar
episode.
• Manik terjadi tiba-tiba, lamanya antara 2 minggu-
5 bulan.
• Depresi biasanya terjadi selama 6 bulan-1 tahun.
Episode Manik (DSM-IV)
Bipolar Tipe I dan II

Gangguan bipolar

Bipolar tipe I Bipolar tipe II

1 atau lebih Episode depresi


episode manik, Pada pria dan berulang dan Lebih sering pada
dapat disertai wanita episode wanita
gejala psikotik hipomanik

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17696573
Bipolar tipe I dan II
Keterangan:
Pada bipolar tipe II,
episode peningkatan
mood lebih ke arah
hipomanik.

Pada bipolar tipe I,


episode peningkatan
mood lebih berlebihan
(full-blown manik, bisa
disertai dengan gejala
psikotik)

http://www.medscape.com/viewarticle/754573
GANGGUAN SKIZOAFEKTIF
Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala definitif
adanya skizofrenia dan gangguan skizofrenia dan gangguan afektif sama-sama
menonjol pada saat yang bersamaan (simultaneously), atau dalam beberapa
hari yang satu sesudah yang lain, dalam satu episode penyakit yang sama, dan
bilamana, sebagai konsekuensi dari ini, episode penyakit tidak memenuhi
kriteria baik skizofrenia maupun episode manik atau depresif.
Tidak dapat digunakan untuk pasien yang menampilkan gejala skizofrenia dan
gangguan afektif tetapi dalam episode penyaki tyang berbeda.

Bila seorang pasien skizofrenik menunjukkan gejala depresif setelah


mengalami suatu episode psikotik, diberi kode diagnosis F20.4 (Depresi Pasca-
skizofrenia). Beberapa pasien dapat mengalami episode skizoafektif berulang,
baik berjenis manik (F25.0) maupun depresif (F25.1) atau campuran dari
keduanya (F25.2). Pasien lain mengalami satu atau dua episode manik atau
depresif (F30-F33)

PPDGJ-III
Skizofrenia vs Skizoafektif vs
Gangguan Mood dengan Gejala Psikotik
Skizofrenia Skizoafektif Gangguan mood disertai
gejala psikotik

Gejala Kronik, sejak awal Kronik, sejak awal Hanyaada setelah episode
psikotik onset sakit onset sakit gangguan mood terjadi

Gangguan Tidak ada, atau ada Ada terus menerus Ada, memenuhi kriteria
mood tetapi tidak selama sakit diagnosis gangguan mood
menonjol berlangsung. Gejala (manik/ depresi)
mayor gangguan mood
belum tentu ada

Lama Kronik Kronik Episodik


penyakit
88. GANGGUAN PSIKIATRI POST PARTUM

• Post partum blues


– Sering dikenal sebagai baby blues
– Mempengaruhi 50-75% ibu setelah proses melahirkan
– Sering menangis secara terus-menerus tanpa sebab
yang pasti dan mengalami kecemasan
– Berlangsung pada minggu pertama setelah
melahirkan biasanya kembali normal setalah 2
minggu tanpa penanganan khusus
– Tindakan yang diperlukan menentramkan dan
membantu ibu
• Post partum Depression
– Kondisi yang lebih serius dari baby blues
– Mempengaruhi 1 dari 10 ibu baru
– Mengalami perasaan sedih, emosi yang
meningkat, tertekan, lebih sensitif, lelah, merasa
bersalah, cemas dan tidak mampu merawat diri
dan bayi
– Timbul beberapa hari setelah melahirkan sampai
setahun sejak melahirkan
– Tatalaksana psikoterapi dan antidepresan
• Postpartum Psychosis
– Kondisi ini jarang terjadi
– 1 dari 1000 ibu yang melahirkan
– Gejala timbul beberapa hari dan berlangsung
beberapa minggu hingga beberapa bulan setelah
melahirkan
– Agitasi, kebingungan, hiperaktif, perasaan hilang
harapan dan malu, insomnia, paranoia, delusi,
halusinasi, bicara cepat, mania
– Tatalaksana harus segera dilakukan, dapat
membahayakan diri dan bayi
Baby Blues vs Postpartum Depression
POSTPARTUM MAJOR
CHARACTERISTIC BABY BLUES DEPRESSION
Duration Less than 10 days More than two weeks

Onset Within two to three days Often within first month;


postpartum may be up to one year

Prevalence 80 percent 5 to 7 percent


Severity Mild dysfunction Moderate to severe
dysfunction

Suicidal ideation Not present May be present

Postpartum Depression, Am Fam Physician. 2010 Oct 15;82(8):926-933


Tatalaksana Postpartum Depression
• Tatalaksana utama: PSIKOTERAPI

• Tatalaksana farmakologis terutama digunakan untuk depresi


sedang dan berat.
– Drug of choice: antidepresan golongan SSRI
– Pada ibu menyusui, secara umum antidepresan dapat ditemukan
dalam ASI. Namun pada penggunaan Sertraline, Paroxetine, dan
Nortryptiline, kadar obat tidak terdeteksi dalam serum bayi.
Sedangkan penggunaan Fluoxetine dan Citalopram terdeteksi dalam
serum bayi namun dalam kadar yang sangat rendah dan secara umum
tidak menimbulkan bahaya bagi bayi.

Postpartum Depression, Am Fam Physician. 2010 Oct 15;82(8):926-933


Dosis Obat Golongan SSRI
pada Postpartum Depression
USUAL
STARTING TREATMENT MAXIMAL ADVERSE
DRUG DOSAGE DOSAGE DOSAGE EFFECTS
Selective serotonin reuptake inhibitors
Citalopram 10 mg 20 to 40 mg 60 mg Headache,
(Celexa) nausea,
diarrhea,
Escitalopram 5 mg 10 to 20 mg 20 mg
sedation,
(Lexapro)
insomnia,
Fluoxetine 10 mg 20 to 40 mg 80 mg tremor,
(Prozac) nervousness,
Paroxetine 10 mg 20 to 40 mg 50 mg loss of libido,
(Paxil) delayed
orgasm
Sertraline 25 mg 50 to 100 mg 20
(Zoloft)
Postpartum Depression, Am Fam Physician. 2010 Oct 15;82(8):926-933
89. INSOMNIA
Menurut DSM-IV, Insomnia didefinisikan sebagai keluhan dalam
hal kesulitan untuk memulai atau mempertahankan tidur atau
tidur non-restoratif yang berlangsung setidaknya satu bulan dan
menyebabkan gangguan signifikan atau gangguan dalam fungsi
individu.

The International Classification of Diseases mendefinisikan


Insomnia sebagai kesulitan memulai atau mempertahankan tidur
yang terjadi minimal 3 malam/minggu selama minimal satu bulan

Menurut The International Classification of Sleep Disorders,


insomnia adalah kesulitan tidur yang terjadi hampir setiap malam,
disertai rasa tidak nyaman setelah episode tidur tersebut.
Klasifikasi Insomnia
• Early insomnia (initial insomnia/ sleep onset insomnia), yaitu
kesulitan untuk memulai tidur yang ditandai dengan perpanjangan
masa laten tidur (waktu dari berbaring hingga tertidur). Gangguan
ini sering berkaitan dengan gangguan cemas.

• Middle insomnia (sleep maintenance insomnia), merupakan


kesulitan untuk mempertahankan tidur. Gangguan ini ditandai
dengan seringnya terbangun di malam hari dan suliit memulai tidur
lagi, dan sering berkaitan dengan penyakit organik, nyeri, dan
gangguan depresi.

• Terminal insomnia (late insomnia/ early morning wakening


insomnia) ditandai dengan bangun lebih pagi dari yang diperlukan
secara terus menerus. Gangguan ini berkaitan dengan depresi.
Klasifikasi Insomnia Berdasarkan Waktu

Insomnia Akut Insomnia Kronik

• Terjadi pada 1 malam • Terjadi pada 3 malam


dalam beberapa dalam seminggu,
minggu. terjadi selama
• Penyebab yang minimal 1 bulan .
sering: stres (stres • Penyebab yang
dalam pekerjaan, sering: gangguan
putus cinta, dll), jet cemas, depresi, stres
lag kronik, nyeri kronik
Tatalaksana Insomnia
• Terapi utama: Cognitive Behavioral Therapy (CBT),
yang terdiri dari:
– Edukasi sleep hygiene: mengurangi kafein/ alkohol di
malam hari, tidak nonton TV/melihat hp di tempat tidur
– Terapi kognitif: memperbaiki pemahaman yang salah dan
kekhawatiran terhadap tidur.
– Terapi relaksasi
– Terapi kontrol stimulus: menggunakan tempat tidur hanya
untuk tidur dan aktivitas seksual, tidak berbaring sebelum
mengantuk
– Terapi restriksi tidur: membatasi waktu berbaring di
tempat tidur mulai dari 5 jam per hari.

American Academy of Sleep Medicine (AASM), 2008


Tatalaksana Insomnia
• Terapi farmakologis digunakan bila insomnia belum
teratasi setelah dilakukan CBT.
Golongan Obat Keterangan

Hipnotik sedatif Dapat berupa gol.non benzodiazepin (zolpidem, zaleplon) atau


(DOC) gol.nbenzodiazepin short acting (triazolam, alprazolam). Diberikan
maksimal selama 4 minggu.
Antidepresan Yang digunakan adalah antidepresan yang memiliki efek sedasi
(seperti amitriptilin, doksepin, mirtazapine). Digunakan untuk
insomnia kronik, terutama jenis middle dan terminal insomnia.
Antihistamin Saat ini tidak dianjurkan lagi penggunaannya untuk insomnia.
generasi 1
Melatonin Berfungsi mengurangi waktu laten tidur, sehingga lebih tepat dipakai
untuk early insomnia. Tidak direkomendasikan untuk tatalaksana
insomnia kronik.
90. GANGGUAN KEPRIBADIAN
Gangguan Kepribadian Narsistik
(DSM-IV)
91. GANGGUAN SOMATOFORM
Diagnosis Karakteristik
Gangguan somatisasi Banyak keluhan fisik (4 tempat nyeri, 2 GI tract, 1
seksual, 1 pseudoneurologis).
Hipokondriasis Keyakinan ada penyakit fisik.

Disfungsi otonomik Bangkitan otonomik: palpitasi, berkeringat,


somatoform tremor, flushing.

Nyeri somatoform Nyeri menetap yang tidak terjelaskan.

Gangguan Dismorfik Preokupasi adanya cacat pada tubuhnya


Tubuh Jika memang ada kelainan fisik yang kecil,
perhatian pasien pada kelainan tersebut akan
dilebih-lebihkan

PPDGJ
PEDOMAN DIAGNOSIS HIPOKONDRIASIS

Untuk diagnosis pasti, kedua hal ini harus ada:


• Keyakinan yang menetap adanya sekurang-
kurangnya 1 penyakit fisik yang serius,
meskipun pemeriksaan yang berulang tidak
menunjang
• Tidak mau menerima nasehat atau dukungan
penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak
ditemukan penyakit/abnormalitas fisik

PPDGJ-III
92. GANGGUAN PSIKOMOTOR
• Stupor: keadaan di mana pasien tidak berkomunikasi,
yaitu tidak berbicara (mutisme) atau tidak bergerak
(akinesia), meskipun ia waspada.

• Mutisme: bisu tanpa abnormalitas struktural.

• Katalepsia: postur tidak nyaman dan aneh


dipertahankan melawan gravitasi atau gaya lainnya.
Katalepsi merupakan istilah umum untuk posisi tidak
bergerak yang dipertahankan secara konstan.
Gangguan Psikomotor
• Fleksibilitas cerea (fleksibilitas lilin): keadaan seseorang yang
dapat dibentuk menjadi posisi tertentu kemudian
dipertahankan; ketika pemeriksa menggerakkan anggota
gerak orang tersebut, anggota gerak itu terasa seperti terbuat
dari lilin.

• Rigiditas katatonik: keadaan mempertahankan suatu postur


rigid secara volunter, meski telah dilakukan semua usaha
untuk menggerakkannya.

• Postur katatonik: mempertahankan suatu postur aneh dan


tidak pada tempatnya secara volunter, biasanya
dipertahankan dalam jangka waktu lama.
PPDGJ

SKIZOFRENIA
Skizofrenia Gangguan isi pikir, waham, halusinasi, minimal 1
bulan
Paranoid merasa terancam/dikendalikan
Hebefrenik 15-25 tahun, afek tidak wajar, perilaku tidak dapat diramalkan,
senyum sendiri
Katatonik stupor, rigid, gaduh, fleksibilitas cerea
Skizotipal perilaku/penampilan aneh, kepercayaan aneh, bersifat magik, pikiran
obsesif berulang
Waham menetap hanya waham
Psikotik akut gejala psikotik <2 minggu.
Skizoafektif gejala skizofrenia & afektif bersamaan
Residual Gejala negatif menonjol, ada riwayat psikotik di masa lalu yang
memenuhi skizofrenia
Simpleks Gejala negatif yang khas skizofrenia (apatis, bicara jarang, afek
tumpul/tidak wajar) tanpa didahului halusinasi/waham/gejala
psikotik lain. Disertai perubahan perilaku pribadi yang bermakna
(tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, penarikan diri).
93. RETARDASI MENTAL
• Retardasi mental merupakan suatu penurunan
fungsi intelektual secara menyeluruh yang
terjadi pada masa perkembangan dan
dihubungkan dengan gangguan adaptasi sosial
(AAMD).

• 3 komponen utama yang terganggu:


penurunan fungsi intelektual, adaptasi sosial,
dan masa perkembangan.
• Masih dapat dididik (educable)
• Komunikasi sehari-hari masih baik

Ringan • Masih dapat merawat diri secara independen (makan,


mandi, mencuci)
• Kesulitan utamanya pada pekerjaan akademik di sekolah
(terutama membaca dan menulis)

• Retardasi mental yang dapat dilatih (trainable)


• Keterlambatan pemahaman dan penggunaan bahasa
Sedang • Kemampuan motorik dan kemampuan merawat diri
terbatas, butuh pengawasan
• Kemampuan sekolah terbatas

• Kemampuan serupa dengan RM sedang

Berat • Pada kelompok ini, kemampuan motorik sangat


terbatas
• Umumnya disertai defisit neurologis

Sangat • Sangat terbatas untuk mengerti instruksi


• Sangat terbatas dalam mobilitas
Berat • Hanya mampu komunikasi non verbal yang sederhana

Sari Pediatri, Vol. 2, No. 3, Desember 2000


Mental Retardation

Kaplan & Sadock synopsis of psychiatry.


Klasifikasi Retardasi Mental Berdasarkan IQ
American
Association on
Mental
Retardation
(AAMR)

http://pedsinreview.aappublications.org/content/27/6/204.full
PPDGJ-III
• Ketentuan subtipe retardasi mental meliputi:
– F70: Ringan (IQ 50-69)
– F71: Sedang (IQ 35-49)
– F72: Berat (IQ 20-34)
– F73: Sangat Berat (<20)
94. GEJALA EKSTRAPIRAMIDAL
GEJALA EKSTRAPIRAMIDAL
Karakteristik
Akathisia Gelisah dan merasa perlu bergerak terus. Menggerakkan kaki mengetuk
lantai (foot tapping atau toe tapping). Gejala ini berkurang saat tidur atau
pada posisi berbaring. Pasien merasa tertekan bila tidak dapat bergerak.

Dystonia Kelainan nerulogis dimana terdapat kontraksi otot yang terus-menurus


sehingga mengakibatkan gerakan repetitif dan twisting atau postur yang
abnormal. Dapat melibatkan punggung, leher, ekstremitas atas dan bawah,
rahang, dan laring. Bisa terjadi kesulitan menelan, bernapas, bicara, dan
menggerakkan leher.
Oculogyric crisis Deviasi keatas bola mata yang ekstrim disertai dengan
konvergen, menyebabkan diplopia. Berkaitan dengan fleksi posterolateral
dari leher dan dengan mulut terbuka atau rahang terkunci.
Parkinsonism Tremor, rigiditas, dan kelambatan bergerak, yang melibatkan batang tubuh
dan ekstremitas. Kesulitan berdiri dari posisi duduk, postur tidak
seimbang, muka topeng.
Tardive dyskinesia Gerakan koreatetoid abnormal yang melibatkan regio orofasial dan lidah.
Lebih jarang mengenai ekstremitas dan batang tubuh. Ada gerakan mulut
mencucu, gerakan mengunyah, dan lidah menjulur. Gejala tidak
menimbulkan nyeri, namun menyebabkan penderitanya malu di depan
umum.
http://www.uspharmacist.com/content/c/10205/?t=women%27s_health,neurology
Prinsip Terapi Gejala Ekstrapiramidal
• Yang terpenting adalah Pencegahan
– Setiap pasien yang menerima antipsikotik harus
dievaluasi dan dimonitor terhadap munculnya gejala
ekstrapiramidal.

• Obat yang mencetuskan gejala ekstrapiramidal


harus dikurangi dosisnya atau distop, dan diganti
dengan obat antipsikotik lain yang risiko gejala
ekstrapiramidalnya lebih rendah.
Prinsip Terapi Gejala Ekstrapiramidal
TARDIVE DYSKINESIA
• Obat yang menyebabkan gejala
AKATHISIA dikurangi dosisnya atau dihentikan.
• Obat yang menyebabkannya • Bila sedang mendapat
dihentikan atau dikurangi antimuskarinik, harus dihentikan
dosisnya. juga.
• Ganti obat menjadi antipsikotik • Ganti antipsikotik menjadi
atipikal atipsikotik atipikal
• Diberikan antimuskarinik atau • Tatalaksana ansietas
beta bloker • Pada diskinesia fokal, dapat diberi
• Obat lain: amantadine, toksin Botulinum
amiitriptilin, benzodiazepin, • Obat lain: amantadine,
klonidin, kodein, benzodiazepine, levetiracetam,
siproheptadine, mirtazaine. pregabalin, vitamin E, dopamin-
depleting-agent
• Deep brain stimulation
Prinsip Terapi Gejala Ekstrapiramidal

DYSTONIA
• Hentikan atau turunkan dosis • PARKINSONISME
obat yang menyebabkan • Hentikan atau turunkan dosis
distonia. obat yang menyebabkan gejala.
• Ganti obat menjadi golongan • Ganti obat menjadi golongan
antipsikotik atipikal antipsikotik atipikal
• Berikan obat-obatan • Obat lain: Amantadine, golongan
antimuskarinik antimuskarinik, agonis dopamin,
• Tatalaksana ansietas levodopa
• Pada distonia fokal , dapat diberi
toksin Botulinum
• Pemberian relaksan otot,
dopamin-depleting agent Obat antimuskarinik seperti
• Deep brain stimulation Triheksifenidil, Benzodiazepin,
Levetiracetam, Pregabalin)
Kaplan & Sadock synopsis of psychiatry.

95. SEXUAL DISORDER (PARAFILIA)


Diagnosis Karakteristik
Fetishism Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving the
use of nonliving objects (e.g., female undergarments).
Frotteurism Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving
touching and rubbing against a nonconsenting person.
Masochism Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving the
act (real, not simulated) of being humiliated, beaten, bound, or
otherwise made to suffer.
Sadism Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving acts
(real, not simulated) in which the psychological or physical suffering
(including humiliation) of the victim is sexually exciting to the person.
Voyeurism Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving the
act of observing an unsuspecting person who is naked, in the process
of disrobing, or engaging in sexual activity.
Necrophilia Necrophilia is an obsession with obtaining sexual gratification from
cadavers.
Diagnosis Karakteristik
Pedophilia Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving
sexual attraction to prepubescent children (generally 13 years or
younger) and the pedophilia must at least 16 years or older and at
least 5 years older than the child
Eksibisionis Seseorang yang selalu ingin memperlihatkan kemaluannya/genital
kepada orang lain (biasanya orang asing) untuk mendapatkan
kepuasan seksual
96.EFEK SAMPING ANTIPSIKOTIK
97. GANGGUAN
HIPERSEKSUAL
Jenis Gangguan Hiperseksual
• Nymphomania: gangguan hiperseksual pada
wanita.

• Satyriasis: gangguan hiperseksual pada pria.


GANGGUAN PENGENDALIAN IMPULS
(DSM-IV)
Penyakit Karakteristik
Intermittent explosive Ditandai dengan episode perilaku impulsif yang mengakibatkan
disorder kerusakan serius baik kepada orang atau properti, dimana tingkat
agresivitas tidak proporsional dengan keadaan atau provokasi.

Kleptomania Beberapa episode perilaku impulsif yang mengakibatkan kerusakan


serius baik orang atau properti, dimana tingkat agresivitas adalah
terlalu tidak proporsional dengan keadaan atau provokasi,

Piromania Dorongan yang tidak dapat ditolak untuk melakukan pembakaran.


Muncul perasaan puas atau lega saat api mulai membakar.

Judi patologis Adanya kebutuhan untuk mempertaruhkan uang dalam jumlah yang
semakin banyak dari waktu ke waktu dan timbul gejala gelisah ketika
berusaha berhenti (withdrawal).

Trikotilomania Adanya dorongan untuk mencabuti rambut sendiri dari bagian tubuh
yang manapun, termasuk rambut di kulit kepala, alis dan bulu bulu
tangan.
98. GANGGUAN TIDUR
• Gangguan tidur non organik mencakup :
– Disomnia: kondisi psikogenik primer dengan ciri
gangguan pada jumlah, kualitas atau waktu tidur
insomnia, hipersomnia, gangguan jadwal
tidur
– Parasomnia: peristiwa episodik abnormal selama
tidur. Pada masa kanak ada hubungan dengan
perkembagan anak, pada orang dewasa berupa
somnabulisme, night terror, nightmare
98. Insomnia
Menurut DSM IV
• Sulit memulai atau mempertahankan tidur
• Tidur non-restoratif yang berlangsung setidaknya satu bulan
• Menyebabkan gangguan fungsi yang signifikan pada individu

INSOMNIA AKUT INSOMNIA KRONIK


• Terjadi pada 1 malam dalam • Terjadi pada 3 malam dalam
beberapa minggu seminggu, terjadi selama
• Etiologi: minimal 1 bulan
- Stres psikologis (pekerjaan, • Etiologi:
kehidupan cinta) - Gangguan cemas
- Jet lag - Depresi
- Stres kronik
Sumber: DSM V - Nyeri kronik
F51.0 Insomnia non organik
• Menurut DSM-IV, insomnia didefinisikan sebagai keluhan
dalam hal kesulitan untuk memulai atau mempertahankan
tidur atau tidur non-restoratif yang berlangsung setidaknya
satu bulan dan menyebabkan gangguan signifikan atau
gangguan dalam fungsi individu.

• The International Classification of Diseases mendefinisikan


insomnia sebagai kesulitan memulai atau mempertahankan
tidur yang terjadi minimal 3 malam/minggu selama
minimal satu bulan.

• Menurut The International Classification of Sleep Disorders,


insomnia adalah kesulitan tidur yang terjadi hampir setiap
malam, disertai rasa tidak nyaman setelah episode tidur
tersebut.
Kriteria Diagnostik Insomnia Non-
Organik berdasarkan PPDGJ
1. Keluhan adanya kesulitan masuk tidur atau
mempertahankan tidur, atau kualitas tidur yang buruk
2. Gangguan minimal terjadi 3 kali dalam seminggu
selama minimal 1 bulan.
3. Adanya preokupasi dengan tidak bisa tidur dan
kekhawatiran yang berlebihan terhadap akibatnya
pada malam hari dan sepanjang siang hari
4. Ketidakpuasan terhadap kuantitas dan atau kualitas
tidur menyebabkan penderitaan yang cukup berat
dan mempengaruhi fungsi dalam sosial dan pekerjaan
Klasifikasi insomnia
Early insomnia
• Sulit memulai tidur, ditandari dengan memanjangnya
masa laten tidur (waktu dari berbaring hingga tidur)
• Sering berkaitan dengan gangguan cemas
Middle insomnia
• Sulit mempertahankan tidur
• Sering terbangun di malam hari dan sulit memulai tidur lagi
• Sering berkaitan dengan penyakit organik, nyeri, dan depresi

Terminal insomnia
• Bangun lebih pagi dari biasanya secara terus menerus
• Berkaitan dengan depresi
Sumber: DSM V
Prinsip tatalaksana
• Terapi pilihan utama: Cognitive Behavioural Therapy
(CBT)
• Tatalaksana non-farmakologis:
1. Sleep hygiene (mengurangi kafein dan alkohol di
malam hari, mengurangi menonton TV atau meliha
handphone sebelum tidur)
2. Terapi kognitif: memperbaiki pola pikir dan
kecemasan
3. Terapi relaksasi
4. Terapi kontrol stimulus: menggunakan tempat tidur
hanya untuk tidur dan aktivitas seksual, tidak
berbaring sebelum mengantuk
5. Terapi restriksi tidur: membatasi waktu berbaring di
tempat tidur mulai dari 5 jam per hari
Sumber: DSM V
Terapi farmakologis
• Indikasi: jika tidak ada perbaikan setelah dilakukan CBT
Golongan obat
Hipnotik sedatif (DOC) 1. Golongan benzodiazepine
- Alprazolam
- Triazolam
2. Golongan non-benzodiazepine
- Zolpidem
- Zaleplon
Antidepresan Yang memiliki efek sedasi:
- Amitriptilin
- Doksepine
- Mirtazapine

Digunakan pada kasus insomnia tipe middle dan


terminal
Antihistamin generasi 1 Dulu dipakai, sekarang sudah tidak boleh
Melatonin • Mengurangi waktu laten tidur lebih tepat
untuk early insomnia
• Tidak direkomendasikan untuk insomnia kronik
Gangguan tidur lainnya
• Hypersomnolence disorders/hipersomnia
- Tidur berlebihan, lebih dari 7 jam sehari
- Tidur non-restoratif (habis bangun tidur tetap terasa lelah)
- Sulit untuk sadar penuh setelah dibangunkan

• Narcolepsy
- Tidur mendadak yang tidak diawali rasa mengantuk
- Terjadi berulang, yaitu 3 kali seminggu dalam 3 bulan terakhir
- Biasanya dipicu oleh tertawa atau emosi
- Berlangsung singkat (detik hingga menit)
- Berhubungan dengan defisiensi hipokretin

• Parasomnia
- Perilaku abnormal ketika tidur
- Contoh: sleep walking
Sumber: DSM V
F51.1 Hipersomnia non organik
• Hipersomnia adalah bertambahnya waktu tidur
sampai 25% dari pola tidur yang biasa.
• Gejala :
a) Rasa kantuk siang hari yang berlebihan atau
adanya serangan tidur dan atau transisi yang
memanjak dari saat mulai bangun hingga sadar
penuh.
b) Terjadi setiap hari, lebih dari 1 bulan atau
berulang dengan kurun waktu lebih pendek.
c) Tidak ada kondisi neurologis atau medis yang
menunjukan gejala rasa kantuk pada siang hari.
Narkolepsi
• Narkolepsi adalah salah satu bentuk hipersomnia yang
paling sering terjadi.

• Narkolepsi ditandai dengan bertambahnya waktu tidur
yang berhubungan dengan keinginan tidur yang tidak
dapat ditahan sebagai salah satu gejala, atau kombinasi
antara gejala seperti cataplexy, sleep paralysis, atau
hypnagogic hallucinations.
– Katapleksi: kehilangan kontrol otot secara tiba-tiba yang
dapat menyebabkan orang tersebut pingsan tanpa
kehilangan kesadaran.
– Sleep paralysis: kehilangan tonus otot dan kehilangan
kesadaran yang bersifat sementara.
F51.2 Gangguan jadwal tidur non
organik
• Gangguan ini timbul akibat ketidakcocokan antara
ritme sirkadian normal dan siklus tidur-terjaga
normal yang dituntut oleh lingkungan.
• Ditandai dengan :
– Pola tidur-jaga dari individu tidak seirama dengan pola
tidur-jaga yang normal bagi masyarakat setempat.
– Insomnia pada waktu orang-orang tidur dan
hipersomnia pada waktu kebanyakan orang jaga, yang
dialami hampir setiap hari untuk sedikitnya 1 bulan
atau berulang dengan kurun waktu yang lebih pendek.
– Adanya gejala gangguan jiwa lain seperti cemas,
depresi.
F51.3 Somnambulisme (Sleepwalking)
• Somnambulisme adalah gangguan tidur sambil berjalan,
yang merupakan gangguan perilaku yang terjadi dalam
tahap mimpi dari tidur.

• Penyebab
a) Kurang tidur (sleep deprivation)
b) Jadwal tidur yang tidak teratur/kacau (chaotic sleep
schedules)
c) Demam (fever)
d) Stres atau tekanan (stress)
e) Kekurangan (deficiency) magnesium
f) Intoksikasi obat atau zat kimia
F51.4 Teror tidur (night terrors)
• Night terror adalah suatu kondisi terbangun dari sepertiga awal tidur malam,
biasanya diikuti dengan teriakan dan tampakan gejala cemas yang berlebihan,
berlangsung selama 1 – 10 menit.
• Gejala
Dalam episode yang khas, penderita akan terduduk di tempat tidur dengan
kecemasan yang sangat dan tampakan agitasi serta gerakan motorik perseverativ
(seperti menarik selimut), ekspresi ketakutan, pupil dilatasi, keringat yang
berlebihan, merinding, nafas dan detak jantung yang cepat.
• Kriteria DSM-IV untuk Night Terror :
– Episode berulang dari bangun secara tiba-tiba dari tidur, biasanya berlangsung pada sepertiga
awal tidur dan dimulai dengan teriakan yang panik.
– Ketakutan yang sangat dan tanda-tanda sistem autonomik yang meningkat seperti takikardi,
bernafas dengan cepat, dan keringat dalam setiap episode.
– Tidak responsif secara relatif terhadap dukungan orang sekitar untuk menenangkan disaat
episode.
– Tidak dijumpainya mimpi yang dapat diingat dan timbulnya amnesia terhadap episode.
– Episode-episode serangan dapat menyebabkan distress tang tampak secara klinis dan ketidak
seimbangan dalam lingkungan, pekerjaan dan dalam aspek lain.
– Gangguan tidak disebabkan oleh efek psikologis suatu zat secara langsung (seperti
penyalahgunaan zat atau untuk medikasi) ataupun dalam suatu kondisi medis umum.
F51.5 Mimpi buruk (nightmare)
• Gangguan ini terdiri dari terjaga dari tidur yang berulang
dengan ingatan terperinci yang hidup akan mimpi
menakutkan.
• Gambaran klinis berikut adalah esensial untuk diagnosis
secara pasti terhadap mimpi buruk, yaitu:
– Terbangun dari tidur malam atau tidur siang berkaitan dengan
mimpi yang menakutkan yang dapat diingat kembali secara
terperinci dan jelas (vivid),
– Setelah terbangun dari mimpi yang menakutkan, individu segera
sadar dan mampu mengenali lingkungannya.
– Pengalaman mimpi itu dan akibat dari tidur yang terganggu,
menyebabkan penderitaan yang cukup berat bagi individu.
• Psikoterapi dan pengobatan perilaku merupakan metode
pengobatan paling efektif.
KULIT & KELAMIN,
MIKROBIOLOGI,
PARASITOLOGI
99. Pedikulosis

• Infeksi kulit/rambut pada manusia yang


disebabkan Pediculus

• 3 macam infeksi pada manusia


– Pedikulosis kapitis: disebabkan Pediculus humanus
var. capitis
– Pedikulosis korporis: disebabkan pediculus
humanus var. corporis
– Pedukulosis pubis: disebabkan Phthirus pubis

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Pedikulosis pubis
• Infeksi rambut di daerah pubis dan sekitarnya
• Menyerang dewasa (tergolong PMS), dapat
menyerang jenggot/kumis
• Dapat menyerang anak-anak, seperti di
alis/bulu mata dan pada tepi batas rambut
kepala
• Gejala
• Gatal di daerah pubis dan sekitarnya, dapat meluas
ke abdomen/dada, makula serulae (sky blue spot),
black dot pada celana dalam
Pedikulosis Pubis: Tatalaksana
• Pengobatan
• Permetrin 1% lotion
• Membunuh kutu namun tidak dengan telur pengobatan
kedua 9 hari setelah pengobatan pertama
• Untuk bayi > 2 bulan

• Malathion 0,5% lotion


• Juga membunuh kutu
• Untuk anak > 6 tahun

• Gameksan 1%,

http://emedicine.medscape.com/article/225013-treatment#d11
Sky Blue Spot/ Macula cerulae
Pedikulosis kapitis
• Infeksi kulit dan rambut kepala
• Banyak menyerang anak-anak dan higiene buruk
• Gejala
• Mula-mula gatal di oksiput dan temporal, karena garukan terjadi
erosi, ekskoriasi, infeksi sekunder
• Diagnosis
• Menemukan kutu/telur, telur berwarna abu-abu/mengkilat
• Pengobatan: malathion 0.5%- 1%, gameksan 1%, benzil
benzoat 25%, Permetrin 1%
• Permethrin 1% lotion or shampoo (Nix) is first-line
treatment for pediculosis, except in places with known
permethrin resistance.
• Topical therapies should be used twice, at day 0 and again at
day 7 to 10, to fully eradicate lice.
Pedikulosis kapitis: Tatalaksana
Permethrin 1% lotion (Nix) Apply to damp hair and First-choice treatment per
leave on for 10 minutes, guidelines
then rinse; repeat in seven
days (per package insert

Malathion 0.5% lotion Apply to dry hair enough to Flammable; do not use hair
(Ovide) sufficiently wet the hair dryer, cigarettes, or open
and scalp; allow to dry flame while hair is wet
naturally
Shampoo eight to 12 hours
later, rinse, and use lice
comb
Repeat after seven to nine
days if live lice still are
present

http://www.aafp.org/afp/2012/0915/p535.html
Pedikulosis korporis
• Biasanya menyerang orang dewasa dengan higiene buruk
(jarang mencuci pakaian)
• Kutu melekat pada serat kapas dan hanya transien ke kulit
untuk menghisap darah
• Gejala
• Hanya bekas garukan di badan
• Diagnosis
• Menemukan kutu/telur pada serat kapas pakaian
• Pengobatan
• Gameksan 1%, benzil benzoat 25%,
malathion 2%, pakaian direbus/setrika
100. Miasis Kutaneus
• Miasis adalah kontaminasi tubuh
oleh larva lalat ordo Diptera

• Biasanya pada luka terbuka yang


tidak bersih dan menyebabkan
larva bisa sampai ke luka
tersebut

• Secara klinis dikelompokkan


menjadi
– Furunkular
– Creeping
– Traumatik/Wound
– Anal/Vaginal
Miasis Kutaneus: Miasis Furunkular
• Penetrasi dari larva lalat kedalam kulit yang sehat nodul
eritematosa serupa furunkel dengan satu/lebih belatung
didalamnya

• Dapat berbentuk vesikular, bula, pustular, erosif, ekimosis, dan


lesi ulseratif

• Tatalaksana
– Aplikasi substansi toksik ke larva dan telur
– Hipoksia terlokalisir untuk memaksa larva
keluar (petrolatum, polimiksin B, ivermektin
1% topikal dll)
– Pengeluaran mekanis atau operatif dari
belatung
– Kontrol infeksi sekunder

cmr.asm.org
Miasis Kutaneus: Miasis Migratori
• Saat belatung bermigrasi melalui terowongan bawah
kulit tidak mampu menyelesaikan siklus hidup dalam
kulit manusia

• Diagnosis
– Pemberian 1-2 tetes mineral oil pada lesi dilihat dengan
kaca pembesar

• Tatalaksana
– Insisi, operasi eksisi
– Obat oral: albendazol atau ivermektin
untuk imobilisasi parasit
Miasis Kutaneus: Wound Miasis
• Saat larva lalat terinfestasi pada luka terbuka

• Diagnosis
– Inspeksi klinis
– Nyeri, sensasi bergerak, adanya luka yang bernanah dan berbau

• Tatalaksana
– Debridement
– Ambil semua larva yang terlihat
– Irigasi
– Kloroform 15% dalam minyak zaitun imobilisasi larva
– Ivermektin 1% topikal dalam larutan propilen glikol diaplikasikan pada suka
selama 2 jam dan dibersihkan dengan larutan
garam
101. Iktiosis Vulgaris
Definisi
• Gangguan pembentukan keratin sehingga sekresi keringat
dan sebum berkurang
JENIS
• Iktiosis vulgaris
– Kelainan genetik pada kulit yang diturunkan
sebagai autosom dominan
– sering disertai dengan ekzema atopik
– Mild skin scaling and dryness

• Jenis x-linked recessive


– hanya menyerang pria
– Secara klinik berbeda dari jenis yang lain, timbul
segera setelah lahir
– mengenal semua bagian tubuh
– sisik besar dan gelap
Iktiosis: Jenis
• Xeroderma
– bentuk ringan iktiosis
– tidak bersifat kongenital
– terjadi pada penderita usia pertengahan atau lebih
tua

• Iktiosis terdapat pada sindrom Refsum (ataksia


herediter dengan polincuritis dan tuli) dan sindrom
Sjogren-Larssen (defisiensi mental herediter dan
paralisis spastik)
– Kedua sindrom tersebut autosom-resesif

• Iktiosis yang didapat


– pada lepra, bipotiroid, limfoma, sarkoidosis dan
penyakit Hodgkin

• Iktiosis lamelar (autosom resesif)


– dijumpai pada neonatus yang terlihat seperti
terbungkus kertas perkamen
Iktiosis: Jenis
• Hiperkeratosis epidermoli
– mempunyai vesikel superfisial dan bersisik dengan erosi
– penyakit autosom dominan
– Sisik tebal, seringkali tajam/spiny, kulit mudah lecet saat
trauma

• Congenital ichthyosiform erythroderma


– Characterized by red skin and fine scales

• Localized ichthyosis
– Characterized by thick or scaly skin that is localized to
particular regions such as the palms of the hands and
soles of the feet
Iktiosis Vulgaris
• Tersering muncul pada usia 2 bulan (sebelum 5
tahun)

• Dermatitis atopik: muncul pada 50% penderita

• Dapat akibat keturunan atau didapat


– Keturunan: mutasi pada gen filaggrin (FLG)
kegagalan sel kulit untuk mempertahankan
kelembaban hiperkeratosis debagai kompensasi
kerusakan sel penumpukan sel kulit mati sisik

http://www.dermnetnz.org /topics/ichthyosis-vulgaris/
Iktiosis Vulgaris: Tanda dan Gejala
• Jenis Iktiosis tersering (95%)

• Permukaan ekstensor anggota gerak
tertutup sisik yang kering; lipat ketiak
dan siku biasanya tidak terkena

• Gejala yang timbul


• Kulit kering
• Kulit bersisik
• Gatal
• Perubahan warna kulit
• Kulit retak yang terasa nyeri pada telapak
tangan dan kaki
Iktiosis Vulgaris vs X-Linked Ichthyosis
Iktiosis Vulgaris: Terapi

• Paliatif: Krim pelunak (lanolin, petrolatum)


– Pengobatan harus dilakukan setelah hidrasi
dengan larutan propyrene glycol 60%
• Terapi oklusif
– Menggunakan pelembab pada kulit lembab (< 3
menit setelah mandi)
– Oklusi menggunakan cling wrap selama 1-2 jam

http://www.dermnetnz.org /topics/ichthyosis-vulgaris/
102. Akne vulgaris
• Penyakit peradangan kronik folikel pilosebasea

• Faktor Predisposisi
– Perubahan pola keratinisasi dalam folikel, produksi sebum ↑,
terbentuknya fraksi asam lemak bebas, peningkatan jumlah flora
folikel (Propionibacterium acnes), pembentukan circulating antibodies,
peningkatan kadar hormon androgen, stres psikis, faktor lain (usia, ras,
familial, makanan, cuaca)

• Gejala klinis:
– Predileksi: muka, bahu, dada atas, punggung atas
– Erupsi kulit polimorfik:
• Tak beradang: komedo, papula tidak beradang
• Beradang: pustula, nodus, kista beradang

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Akne vulgaris: Klasifikasi
Gradasi (Wasitaatmadja, 1982) Klasifikasi Lehmann dkk. (2002)
• Ringan, bila: • Ringan, bila:
– 5 – 10 lesi, tak meradang pd satu – Komedo < 20, ATAU
predileksi
– Lesi inflamasi < 15, ATAU
– < 5 lesi tak meradang pd bbrp predileksi
– Total lesi < 30
– < 5 lesi meradang pada satu predileksi

• Sedang, bila: • Sedang, bila:


– > 10 lesi tak meradang pd 1 predileksi – Komedo 20-100, ATAU
– 5 – 10 lesi tak meradang pd 1 predileksi – Lesi inflamasi 15-50, ATAU
– 5 – 10 lesi meradang pd 1 predileksi – Total lesi 30-125
– < 5 lesi pd > 1 predileksi
• Berat, bila:
• Berat, bila: – Kista > 5 atau komedo > 100, ATAU
– > 10 lesi tak meradang pd > 1 predilksi
– Lesi inflamasi > 50, ATAU
– > 10 lesi meradang pd ≥ 1 predileksi
– Total lesi > 125

Menaldi, Sri Linuwih. Buku Ajar Penyakit Kulit & Kelamin. Balai Penerbit FKUI. 2015
Akne vulgaris: Tatalaksana

Menaldi, Sri Linuwih. Buku Ajar Penyakit Kulit & Kelamin. Balai Penerbit FKUI. 2015
Akne vulgaris: Tatalaksana
• Tatalaksana Umum
• Mencuci wajah minimal 2x/hari

• Topikal:
– Iritan: sulfur, asam salisilat, peroksida benzoil, asam retinoat
– Antibiotik: oksitetrasiklin, eritromisin
– Antiinflamasi: hidrokortison, triamsinolon intralesi

• Sistemik
– Antibiotik:
• tetrasiklin 250-500 mg PO 2x/hari
• Doksisiklin 200 mg/ hari, 2x/hari PO

– Obat hormonal: estrogen, siproteron asetat


– Vitamin A
– Antiinflamasi
• Terapi oral (Sistemik) diberikan pada acne sedang-berat
Diagnosis Banding

KELAINAN KARAKTERISTIK
Erupsi papulopustula mendadak tanpa ada komedo
ERUPSI AKNEIFORMIS hampir di seluruh bagian tubuh. Disebabkan oleh induksi
obat (cth kortikosteroid)

Akne akibat rangsangan kimia/fisis. Lesi monomorfik,


AKNE VENENATA
predileksi di tempat kontak

Penyakit radang kronik di daerah muka dengan gejala


AKNE ROSASEA (ROSASEA) eritema, pustula, talangiektasia dan hipertrofi kelenjar
sebasea. Tidak terdapat komedo.
103. Limfogranuloma Venerum
• Etiologi
• Chlamydia trachomatis serovar
L1,L2,L3 intraselular obligat

• Papul & ulus genital self-limited, yang diikuti oleh


limfadenopati inguinal dan/ femoral yang nyeri
– Tahap pertama: papul/pustul genital yang tidak nyeri dan cepat
sembuh, sulit dibedakan dengan sifilis periksa secara serologis
– Tahap kedua: limfadenopati inguinal yang nyeri muncul setelah 2-
6 minggu dari tahap pertama bubo (dapat pecah), groove sign
(pada pria)
– Tahap ketiga: proktokolitis, sindrom genitoanorektal (sering pada
wanita atau gay)
Limfogranuloma Venerum
Diagnosis
• Klinis
• Tes serologis sulit untuk mengkultur organisme
– Tes Frei
Currently, the Frei intradermal test is only of historical interest. The Frei test would
become positive 2-8 weeks after infection. Unfortunately, the Frei antigen is
common to all chlamydial species and is not specific to LGV. Commercial
manufacturing of Frei antigen was discontinued in 1974.
– Complement fixation (CF)
– The microimmunofluorescence test
• Gambaran badan inklusi
• Diagnosis definitif: aspirasi bubo kultur
– C trachomatis can be cultured in as many as 30% of
cases

• Tatalaksana
– Doksisiklin 100 mg PO 2x/hari selama 21 hari atau
– Eritromisin 500 mg PO 4x/hari selama 21 hari
http://emedicine.medscape.com/article/220869-treatment
104. Tuberkulosis Kutis
• Etiologi
– M. tuberculosis (91,5%), M. Bovis, M. Marinum, dll

• Klasifikasi
– Rute Infeksi: Eksogen, endogen, limfogen, hematogen
– Banyaknya BTA: Multibasiler dan Pausibasiler
Tuberkulosis Kulit: Gambaran Klinis
JENIS TB GAMBARAN KLINIS
KUTIS
TB Inokulasi • Terjadi pada orang yang belum pernah terinfeksi TB sebelumnya inokulasi
Primer langsung melalui lesi mikro kulit
(Tuberculous • Lokasi: wajah, tangan, kaki, ulkus gusi (primary gingivitis)
chancre) • Lesi awal: papul/nodul ulkus dlm 2-3 minggu: keras, dangkal, tidak nyeri,
dasar granulasi + limfadenopati non nyeri (kompleks Ghon/primer)
Skrofuloderma • Penyebaran infeksi pada struktur bawah kulit: kel. Limfe (tersering), sendi,
tulang, maupun epididimis
• Predileksi: daerah dengan banyak kel. Limfe superfisial (leher dari , ketiak, lipat
paha)
• Lesi awal: kel. Limfe mbesar & berkonfluensi perlunakan (abses dingin)
pecah: fistel ulkus memanjang dan tidak teratur, kulit sekitar merah kebiuran,
dasar jar. Granulasi, dinding bergaung, jembatan jaringan
Tuberkulosis • TB kutis yang terjadi di sekitar orifisium
Orifisialis • Ulkus di mulut, bibir, dan sekitarnya akibat kontak langsung dengan sputum.
Anus (kontak dengan feses) dan OUE (kontak dgn urin terinfeksi
• Terutama pada pasien dengan imun rendah
• Karakteristik ulkus: nyeri, tepi tak rata (punched out), dasar tertutup
pseudomembran fibrin dan mudah berdarah, ukosa sekitar edem dan inflamasi

Tuberkulosis • Pada anak & dewasa dengan TB paru yang menyebar ke seluruh tubuh sampai
Miliaris Akut meningen
• Lokasi paling sering: badan
• Lesi: makula eritema dan papul multipel, ukuran kecil (< 5mm), meninggalkan
sikatriks. Pemeriksaan diaskopi: apple jelly colour
http://www.kalbemed.com/Portals/6/08_219Pendekatan%20Klinis%20Infeksi%20Tuberkulosis%20pada%20Kulit.pdf
Tuberkulosis Kulit: Gambaran Klinis
JENIS TB GAMBARAN KLINIS
KUTIS
TB Gumosa • Infiltrasi subkutan, lunak, berbatas tegas, kronis, destruktif
• Akibat penyebaran mikrobakteria yang dorman secara hematogen

TB Verukosa • Infeksi eksogen pada individu yang pernah terinfeksi


Kutis • Terjadi pada tempat yang mudah mengalami trauma
• Plak hiperkeratosis atau plak verukosa dengan tepi inflamasi yang tidak nyeri
• Meluas secara perlahan
• Permukaan kulit mengalami fisura dengan eksudat & krusta
• Bagian tepi tersusun serpiginosa, bagian tengah mengalami involusi

Lupus Vulgaris • TB kutis paling sering


• Hematogen atau limfogen
• Papul/plak merah kecoklatan, batas tegas atau
• Ulkus/nodul hiperkeratosis
• Diaskopi: Aplle jelly colour
• Kronis: skar, deformitas, KSS

Tuberkulid • Reaksi hipersensitivitas terhadap bakteri


• Terjadi pada host dengan imunitas baik, tes tuberkulin (+)
• Varian: eritema induratum of Bazin (Nodular tuberculid), tuberkulid
papulonekrotik, Lichen Skrofulosorum
http://www.kalbemed.com/Portals/6/08_219Pendekatan%20Klinis%20Infeksi%20Tuberkulosis%20pada%20Kulit.pdf
Tuberkulosis Kutis: Pemeriksaan Penunjang
• Tuberculin Skin Test (TST)
– Tuberkulin 5U(0,1 ml) disuntikkan intradermal di bagian anterior
lengan reaksi maksimal setelah 48 jam
– Positif: indurasi eritema batas tegas ukuran > 10 mm
– Bila sudah BCG: lesi lebih dari >15 mm
– (+)

• Pemeriksaan histopatologi: biopsi lesi kulit (tabel terlampir)

• Mikroskopik: BTA (+) bila ditemukan 104 bakteri/mm

• PCR

• Serologi untuk mendeteksi antibodi


TB Kutis: Gambaran Histopatologi
Tuberkulosis Kutis: Terapi
• Terapi tergantung status infeksi tuberkulosis pasien

• Dosis dan cara pemberian obat pada dasarnya sama dengan


infeksi tuberkulosis lain

– Pasien yang baru pertama kali terinfeksi mendapat regimen


pengobatan obat anti tuberkulosis (OAT) kategori 1
• Regimen ini diberikan selama enam bulan, terdiri dari dua bulan fase
intensif dan empat bulan fase lanjutan
• Pengobatan fase intensif adalah isoniazid (H), ethambutol (E), rimfapisin
(R), dan pirazinamid (Z)
• Fase lanjutan diberikan isoniazid (H) dan rifampisin (R)

– Apabila infeksi tuberkulosis merupakan kasus lama, diberikan


regimen pengobatan obat anti tuberkulosis (OAT) kategori 2
• Regimen itu terdiri dari tiga bulan fase intensif, ditambah injeksi
streptomisin selama dua bulan pertama
• Setelah fase intensif kemudian fase lanjutan selama lima bulan
http://www.kalbemed.com/Portals/6/08_219Pendekatan%20Klinis%20Infeksi%20Tuberkulosis%20pada%20Kulit.pdf
105. Enterobacteriaceae (Bakteri Enterik)
• Sifat Enterobacteriaceae (bakteri enterik)
– Berbentuk batang, Gram negatif, tak berspora,
fakultatif anaerob, memfermentasi glukosa,
mereduksi nitrat menjadi nitrit, dan uji oxidase
negatif

• Klasifikasi
– Memfermentasi laktosa dan Non fermentasi
laktosa/sukrosa
Enterobacteriaceae: Alur Pemeriksaan
Tinja, usap dubur, darah, cairan tubuh,
sputum, pus, urin, hapusan tenggorok, dll

KALDU SELENIT

AGAR Eosin Methylene Blue (EMB)

AGAR MacCONKEY

AGAR Salmonela Shigella (SS)

• TSI (Triple Sugar Iron)


• Slant/aerobic
• Butt/anaerobic
• KIA (Kligler Iron Agar)
Reaksi Bakteri
Tes MIU (Motility, Indolase, and Urease production)

• Untuk menunjukkan adanya flagel/alat gerak bakteri, serta produksi indolase dan urease
• Sering dipakai untuk membedakan salmonella dengan shigella

Vibrio cholerae

E. coli
MOTIL

Salmonella

Klebsiella

NON MOTIL
Shigella disentriae
Salmonella sp. vs Shigella sp.

Salmonella sp. Shigella sp.


• Indole (-) • Indole (-)
• Fermentasi Nonlaktosa • Fermentasi Nonlaktosa
• H2S (+) • H2S (-)
• Motil • Non Motil
• Lisin (+) • Lisin (-)
• D-sorbitol (+) • D-sorbitol (-)
Shigellosis
• Infeksi akibat Shigella sp. • Diagnosis
disentri basiler – Pemeriksaan tinja leukosit
dan eritrosit
– Kultur tinja
• Patofisiologi
– Invasi ke epitelium kolom • Terapi
– Self limited illness
– Produksi enterotoksin
meningkatkan virulensi – Ampisilin sudah banyak
yang resisten
– Sefalosporin gol III
(ceftriaxone)
• Presentasi Klinis • Ceftriaxone 1-2 g/hari IV SD,
– Diare berdarah yang akut, selama 4-7 hari
Kram perut, Tenesmus, – Ciprofloxacin 500 mg PO
Demam, Muntah, 2x/hari selama 5-7 hari
Dehidrasi – Kotrimoksazol 1 tab 2x/hari
selama 5 hari

http://emedicine.medscape.com/article/182767-overview
106. Miliaria
• Penyumbatan pada kelenjar keringat akibat
peningkatan kelembaban dan panas serta oklusi kulit
MILIARIA PATOFISIOLOGI KLINIS

Miliaria kristalina • penyumbatan terjadi di stratum korneum


(superfisial)
• Neonatus < 2 minggu atau dewasa dengan demam
Miliaria rubra • penyumbatan di epidermis papul eritematosa
yang gatal
• Bila papul menjadi pustul miliaria pustulosa
• Neonatus usia 1-3 minggu dan dewasa di
lingkungan lembab

Miliaria • Obstruksi duktus terjadi di dermal-epidermal


profunda junction papul sewarna kulit
• Dewasa di iklim tropis atau terkena miliaria rubra
berulang
http://emedicine.medscape.com/article/1070840-treatment
Miliaria: Terapi

• Pencegahan
– Kontrol kelembaban dan panas, menggunakan
pakaian yang menyerap keringat, batasi aktivitas,
gunakan air conditioning

• Terapi
– Topikal: kalamin, asam boraks, mentol, mandi
dengan sabun, steroid topikal, antibiotik topikal,
lanolin anhidrosa (miliaria profunda)

http://emedicine.medscape.com/article/1070840-treatment
107. Trikuriasis (Cacing Cambuk)
Gejala
• nyeri ulu hati, kehilangan
nafsu makan, diare,
anemia, prolaps rektum
Telur
• Seperti tempayan/ lemon,
memiliki dua kutub
• Ukuran 20-25 mcm dan 50-
55 mcm
DOC Antihelmintik
JENIS CACING DOC ANTIHELMINTIK Keterangan

Ascaris lumbricoides • Mebendazol (95%)* Pada infeksi gabungan


• Albendazol (88%)* askaris dan cacing tambang
DOC: Albendazol
Cacing Tambang • Albendazol

Trichuris Trichiura • Mebendazol

Scistosoma japonicum • Prazikuantel

Enterobius vermicularis Mebendazol, albendazol,


pyrantel pamoat
Cacing pita Prazikuantel

Trichuris trichiura infection:


Mebendazole 100 mg PO q12hr for 3 days or
Albendazole 400 mg PO qDay x 3 days

http://emedicine.medscape.com/article/996482-medication#2
108. Hidradenitis suppurativa
• Infeksi kelenjar apokrin, biasanya oleh
Staphylococcus aureus

• Sering didahului oleh trauma, seperti


keringat berlebih, pemakaian deodorant,
rambut aksila digunting dll

• Perjalanan Penyakit
• Gejala konstitusi : demam, malaise
• Ruam berupa nodus dengan 5 tanda
radang akut melunak membentuk abses
pecah: fistel dapat membentuk sinus
yang multipel

• Lokasi: ketiak, perineum


• Lab: leukositosis
• Terapi
• Antibiotik sistemik
• Flucloxacillin
• Insisi dan drainase
Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2008, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI Hal 61-62
109. Erupsi Kulit Akibat Obat

DISEASES EFLORECENSES
Toxic Epidermal Detachment of more than 30% BSA, Nikolsky's
Necrolysis sign (+)

Steven Johnson Detachment of less than 10% BSA, affects


Syndrome mucous membrane (mouth, lips, genital, anal)

Reddened patches erupting on the arms, legs,


Erythema multiforme
and face

Widespread formation of fluid filled blisters that


SSSS
are thin walled and easily ruptured
Pemphigoid bulosa Tense bullae
Sindrom Stevens-Johnson → TEN
• Sindrom yang mengenai kulit, selaputlendir di orifisium, dan mata
dengan keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat
• Penyebab: alergi obat (>50%), infeksi, vaksinasi, graft vs host
disease, neoplasma, radiasi
• Reaksi hipersensitivitas tipe 2
• Trias kelainan
– Kelainan kulit: eritema, vesikel, bula
– Kelainan mukosa orifisium: vesikel/bula/pseudomembran pada
mukosa mulut (100%), genitalia (50%). Berkembang menjadi krusta
kehitaman
– Kelainan mata: konjungtivitis
• Komplikasi: bronkopneumonia, gangguan elektrolit, syok
• Pengobatan: KS sistemik-oral, antibiotik, suportif

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
TEN Definitions
• SJS/TEN:
– Lesions: Small blisters on dusky purpuric macules or atypical targets
– Mucosal involvement common
– Prodrome of fever and malaise common
• Stevens-Johnson Syndrome:
– Rare areas of confluence.
– Detachment </= 10% BSA
• Toxic Epidermal Necrolysis:
– Confluent erythema is common.
– Outer layer of epidermis separates easily from basal layer with lateral
pressure (nikolsky sign (+))
– Large sheet of necrotic epidermis often present.
– >30% BSA involved.
Presentation
• Fever (often >39) and flu-like illness 1-3 days before
mucocutaneous lesions appear
• Confluent erythema
• Facial edema or central facial involvement
• Lesions are painful
• Palpable purpura
• Skin necrosis, blisters and/or epidermal detachment
• Mucous membrane erosions/crusting, sore throat
• Visual Impairment (secondary to ocular involvement)
• Rash 1-3 weeks after exposure, or days after 2 nd exposure
NEKROLISIS EPIDERMAL
ERITEMA MULTIFORME
TOKSIK
• Bentuk parah SSJ
• Erupsi mendadak dan rekuren pada • Gejala:
kulit dan kadang-kadang pada – Mirip SSJ namun lebih berat
mukosa dengan gambaran – Hampir seluruh tubuh
bermacam-macam spektrum
– Epidermolisis: tanda Nikolsky (+)
• Penyebab pasti belum diketahui • Obat:
• Gejala: – KS sistemik dosis tinggi
– Tipe makula-eritema – Sulfadiazin perak topikal (sama
• Mendadak, simetrik, predileksi di seperti luka bakar)
punggung tangan, telapak tangan,
ekstensor ekstremitas, mukosa. – Suportif
Gejala khas: bentuk iris
– Tipe vesikobulosa
• Makula, papula, urtika yang
kemudian timbul lesi vesikobulosa di
tengah
• Obat: simtomatik, KS oral
Erupsi Kulit ec Obat: Fixed Drug Eruption
• Merupakan reaksi alergi tipe IV (lambat)

• Tanda patognomonis
– Lesi khas:
• Vesikel, bercak
• Eritema
• Lesi target berbentuk bulat lonjong atau numular
• Kadang-kadang disertai erosi
• Bercak hiperpigmentasi dengan kemerahan di tepinya,
terutama pada lesi berulang

– Tempat predileksi: Sekitar mulut, daerah bibir, daerah


penis atau vulva
TEN: Diagnosis Banding

• Pemfigoid bulosa
• Selulitis
• Herpes simpleks

• Komplikasi : Infeksi
sekunder
TEN: Terapi
• Kortikosteroid sistemik: prednison tab 30 mg/hari dibagi dalam 3x/ hari

• Antihistamin sistemik untuk mengurangi rasa gatal: hidroksisin tab 10


mg/hari, 2x/hari selama 7 hari atau loratadin tab 1x10 mg/hari selama 7
hari

• Pengobatan topikal
– Erosi atau madidans dapat dilakukan kompres NaCl 0,9% atau Larutan
Permanganas kalikus 1/10.000 dengan 3 lapis kasa selama 10-15
menit. Kompres dilakukan 3 kali sehari sampai lesi kering.
– Terapi dilanjutkan dengan pemakaian topikal kortikosteroid potensi
ringan-sedang, misalnya hidrokortison krim 2.5% atau mometason
furoat krim 0.1%
110. Reaksi Kusta
• Interupsi dengan episode akut pada perjalanan penyakit
yang sebenarnya sangat kronik

• Dapat menyebabkan kerusakan syaraf tepi terutama


gangguan fungsi sensorik (anestesi) sehingga dapat
menimbulkan kecacatan pada pasien kusta

• Reaksi kusta dapat terjadi sebelum mendapat


pengobatan, pada saat pengobatan, maupun sesudah
pengobatan paling sering terjadi pada 6 bulan sampai
satu tahun sesudah dimulainya pengobatan.
Morbus Hansen: Istilah
Reaksi Deskripsi

Pure neuritis leprosy Jenis lepra yang gejalanya berupa neuritis saja

Lepra Tuberkuloid Bentuk stabil dari lepra, lesi minimal, gejala lebih ringan. Tipe yg
termasuk TT (Tuberkuloid polar), Ti ( Tuberkuloid indenfinite), BT
(Borderline Tuberkuloid)

Reaksi Reversal Lesi bertambah aktif (timbul lesi baru, lesi lama menjadi
kemerahan), +/- gejala neuritis. Umum pada tipe PB

Eritema Nodusum Leprosum Nodul Eritema, nyeri, tempat predileksi lengan dan tungkai,
Umum pada MB

Fenomena Lucio Reaksi berat, eritematous, purpura, bula, nekrosis serta ulserasi
yg nyeri
Reaksi Kusta: Klasifikasi (Terbaru)
ERITEMA NODOSUM LEPROSUM REAKSI REVERSAL/ REAKSI
(ENL) UPGRADING
• Respon Imun humoral • Reaksi hipersensitivitas tipe
(kompleks imun) lambat
• Tidak terjadi perubahan tipe • Reaksi borderline (dapat
• Klinis berubah tipe)
– Nodus eritema (penanda)
• Klinis
– Nyeri (predileksi lengan &
tungkai) – Sebagian/seluruh lesi yang
– Gejala konstitusi ringan sd telah ada bertambah aktif dan/
berat timbul lesi baru dalam waktu
– Dapat mengenai organ lain relatif singkat
(iridosiklitis, neuritis akut, – Dapat disertai neuritis akut
artritis, limfadenitis dll) • Pada pengobatan 6 bulan
• Pada pengobatan tahun kedua pertama

Menald, Sri Linuwih. Buku Ajar Penyakit Kulit & Kelamin. Balai Penerbit FKUI. 2015
Reaksi Kusta: Tipe 1
(Reaksi Reversal)

• Rekasi hipersensitivitas tipe IV


(Delayed Type Hypersensitivity Reaction)

• Terutama terjadi pada kusta tipe borderline (BT, BB, BL)

• Biasanya terjadi dalam 6 bulan pertama ataupun sedang mendapat


pengobatan

• Patofisiologi
– Terjadi peningkatan respon kekebalan seluler secara cepat terhadap kuman
kusta dikulit dan syaraf berkaitan dengan terurainya M.leprae yang mati
akibat pengobatan yang diberikan
Reaksi Kusta: Tipe 2

• Reaksi tipe 2 (Reaksi Eritema Nodosum Leprosum=ENL)

• Termasuk reaksi hipersensitivitas tipe III

• Terutama terjadi pada kusta tipe lepromatous (BL, LL)



• Diperkirakan 50% pasien kusta tipe LL Dan 25% pasien kusta tipe BL mengalami
episode ENL

• Umumnya terjadi pada 1-2 tahun setelah pengobatan tetapi dapat juga timbul
pada pasien kusta yang belum mendapat pengobatan Multi Drug Therapy
(MDT)

• Patofisiologi: Manifestasi pengendapan kompleks antigen antibodi pada


pembuluh darah.
Faktor Pencetus
Reaksi Kusta: Pengobatan
ERITEMA NODOSUM LEPROSUM REAKSI REVERSAL/ REAKSI
(ENL) UPGRADING
• Kortikosteroid • Tanpa neuritis akut
– Prednison 15-30 mg/hari – Tidak ada pengobatan selain
(dapat timbul ketergantungan)
MDT

• Klofazimin
– 200-300 mg/hari • Dengan neuritis akut
– Khasiat lebih lambat dari – Prednison 40 mg/hari lihat
kortikosteroid skema
– Dapat melepaskan
ketergantungan steroid
– Efek samping: kulit berwarna
merah kecoklatan (reversible)

Menald, Sri Linuwih. Buku Ajar Penyakit Kulit & Kelamin. Balai Penerbit FKUI. 2015
Reaksi Reversal: Pengobatan
Minggu Pemberian Prednison Dosis Harian yang Dianjurkan
• Minggu 1-2 40 mg
• Minggu 3-4 30 mg
• Minggu 5-6 20 mg
• Minggu 7-8 15 mg
• Minggu 9-10 10 mg
• Minggu 11-12 5 mg

• Pemberian Lampren
– 300 mg/hari selama 2-3 bulan, bila ada perbaikan turunkan menjadi
– 200 mg/hari selama 2-3 bulan, bila ada perbaikan turunkan menjadi
– 100 mg/hari selama 2-3 bulan, bila ada perbaikan turunkan menjadi
– 50 mg/hari bila pasien masih dalam pengobatan MDT, atau stop bila
penderita sudah dinyatakan RFT

Menald, Sri Linuwih. Buku Ajar Penyakit Kulit & Kelamin. Balai Penerbit FKUI. 2015
111. Neurodermatitis
• Nama lain: liken planus kronikus Vidal

• Penebalan kulit akibat gesekan atau garukan berulang

• Gatal (dengan atau tanpa penyebab patologis kulit) garukan


berulang trauma mekanis likenifikasi

• Daerah
– Kulit kepala, belakang leher, tungkai atas atau bawah, vulva dan
skrotum

• Etiologi
– Tercetus oleh alergi atau stress

• Terapi
– Steroid topikal
– Atasi penyebab

http://emedicine.medscape.com/article/1123423-treatment
112. Morbus Hansen
• Etiologi: Mycobacterium leprae

• Pemeriksaan fisik:
- Sensibilitas kulit: hypoesthesia
- Pemeriksaan saraf tepi: penebalan N.
fascialis, N. auricularis magnus, N.
radialis, N. medianus, N. peroneus
communis, N. ulnaris, N. tibialis
posterior
- Foot drop atau clawed hands
- Wasting dan kelemahan otot
- Ulserasi yang tidak nyeri pada tungkai
atas atau bawah
- Lagophtalmus, iridocyclitis, ulserasi
kornea, dan/atau katarak sekunder
akibat kerusakan saraf atau invasi bakteri
secara langsung, bahkan hingga Claw hands
amputasi
Pemeriksaan penunjang
Histopatologi
• Histiosit: makrofag di kulit, sel virchow/sel lepra/foamy cell
• Granuloma: akumulasi makrofag dan derivatnya

Bakteriologi
• Pemeriksaan BTA dari kerokan kulit
atau sekret mukosa hidung
• Lokasi pengambilan: cuping telinga
kiri dan kanan, dan bercak paling aktif

Imunologi
• Immunoglobulin: IgM dan IgG
• Lepromin skin test
Klasifikasi Kusta tipe MB-berdasarkan Jopling
Sifat Lepromatosa (LL) Borderline Lepromatosa (BL) Mid Borderline (BB)

Lesi

Bentuk Makula Makula Plakat


Infiltrat difus Plakat Dome shape (kubah)
Papul Papul Punched out
Nodul
Jumlah Tidak terhitung, tidak ada kulit Sukar dihitung, masih ada kulit sehat Dapat dihitung, kulit sehat
sehat jelas masih ada
Distribusi Simetris Hampir simetris Asimetris

Permukaan Halus berkilat Halus berkilat Agak kasar, agak berkilat

Batas Tidak jelas Agak jelas Agak jelas

Anestesia Tidak jelas Tidak jelas Jelas

BTA

Lesi kulit Banyak (ada globus) Banyak Agak banyak

Sekret Banyak (ada globus) Biasanya negatif Negatif


hidung
Tes lepromin Negatif Negatif Negative
Klasifikasi Kusta tipe PB-berdasarkan Jopling

Sifat Tuberculoid (TT) Borderline Tuberculoid (BT) Intermediate (I)


Lesi
Bentuk Makula dibatasi Makula dibatasi infiltrat atau Hanya infiltrat
infiltrat infiltrat saja
Jumlah Satu atau beberapa Beberapa atau satu dengan lesi Satu atau beberapa
satelit
Distribusi Terlokalisir dan Asimetris Bervariasi
asimetris
Permukaan Kering, berskuama Kering, skuama Fapat halus agak
berkilat
Batas Jelas Jelas Bisa jelas/tidak jelas
Anestesia Jelas Jelas Tidak ada sampai
tidak jelas
BTA
Lesi kulit Hampir selalu Negatif atau hanya 1+ Negatif
negatif
Tes lepromin Positif kuat (3+) Positif lemah Dapat positif lemah
atau negatif
ILMU
K E S E H ATAN
ANAK
113. PENATALAKSANAAN JANGKA
PANJANG ASMA PADA ANAK
Factors influencing the development
& expression of asthma
• Host factors
– Genetic
– Obesity
– Sex
• Environmental factors
– Alergen
– Infections : virus, bacteria,
fungi, parasite
– Tobacco smoke
– Pollution (indoor &
outdoor)
– Diet : in utero, lactation,
etc
PNAA: Pedoman Nasional Asma Anak
Penatalaksanaan jangka panjang asma pada anak

• Klasifikasi berdasarkan kekerapan gejala dibuat setelah


diagnosis asma ditegakkan dan dilakukan tata laksana
umum selama 6 minggu (pengendalian lingkungan,
penghindaran pencetus)
• Jika sudah yakin diagnosis asma dan klasifikasi sejak
kunjungan awal, tatalaksana langsung dilakukan sesuai
klasifikasi
• Klasifikasi kekerapan ditujukan sebagai acuan awal
penetapan jenjang tata laksana jangka panjang
• Jika ada keraguan dalam menentukan klasifikasi
kekerapan, masukan ke dalam klasifikasi lebih berat
Klasifikasi kekerapan Asma
PNAA 2004 PNAA 2015 Keterangan
Episodik jarang Intermiten Episode gejala asma <6x/tahun atau jarak
antar gejala ≥6 minggu
Episodik sering Persisten ringan Episode gejala asma >1x/bulan, <1x/minggu

Persisten Persisten sedang Episode gejala asma >1x/minggu, namun


tidak setiap hari

Persisten berat Episode gejala asma terjadi hampir tiap hari


Penatalaksanaan Asma pada Anak
• Setelah dilakukan penghindaran pencetus, derajat kekerapan gejala
dan kendali asma dapat dilakukan dalam waktu 6 minggu.
• Pada Asma intermiten tidak diperlukan tatalaksana asma jangka
panjang, sesuai dengan jenjang 1
• Asma persisten tatalaksana jenjang 2-4 evaluasi secara
berkala untuk menaikan atau menurunkan jenjang dalam
pemakaian obat asma
• Diagnosis derajat kendali dibuat setelah 6 minggu menjalani
tatalaksana jangka panjang awal sesuai klasifikasi kekerapan
• Pemberian steroid inhalasi untuk tatalaksana jangka panjang harus
dipertimbangkan pada pasien asma dengan salah satu kriteria
berikut :
– Mengalami serangan asma pada 2 tahun terakhir
– Penggunaan obat pereda asma ≥3 kali dalam satu minggu
– Terbangun karena serangan asma 1 kali dalam satu minggu
Jenjang dalam tatalaksana Asma Jangka panjang ada anak usia >5 tahun

1st line : ICS dosis menengah + LABA


Jenjang 4 Pilihan lain : ICS dosis menengah ; ICS dosis rendah +LTRA,; S
Persisten berat
ICS dosis rendah + teofilin lepas lambat A
B
1st line : Low dose ICS + LABA A
Persisten sedang Jenjang 3 Pilihan lain : KS dosis tinggi + LABA; KS dosis tinggi +LTRA ; KS
dosis tinggi + teofilin lepas lambat
P
1st line : low dose ICS E
Persisten ringan Jenjang 2 R
Pilihan lain LTRA
E
Intermiten Jenjang 1 Tidak perlu obat pengendali D
A

Keterangan :
1. Acuan awal penetapan jenjang tatalaksana jangka panjang menggunakan klasifikasi kekerapan
2. Bila satu jenjang telah berlangsung 6-8 minggu dan asma belum terkendali naik ke jenjang berikutnya (step
up)
3. Bila satu jenjang telah berlangsung 8-12 minggu dan asma sudah terkendali turun ke jenjang bawahnya
(step down)
4. Perubahan jenjang tatalaksana harus memperhatikan aspek penghindaran, penyakit penyerta
5. Pada jenjang 4, jika belum terkendali ditambah omalizumab
114. KONTRAINDIKASI IMUNISASI
• Berlaku umum untuk semua vaksin
Indikasi Kontra BUKAN Indikasi Kontra
• Reaksi anafilaksis terhadap • Reaksi lokal ringan-sedang (sakit,
vaksin (indikasi kontra kemerahan, bengkak) sesudah suntikan
pemberian vaksin tersebut vaksin
berikutnya) • Demam ringan atau sedang pasca vaksinasi
• Reaksi anafilaksis terhadap sebelumnya
konstituen vaksin • Sakit akut ringan dengan atau tanpa demam
• Sakit sedang atau berat, dengan ringan
atau tanpa demam • Sedang mendapat terapi antibiotik
• Masa konvalesen suatu penyakit
• Prematuritas
• Terpajan terhadap suatu penyakit menular
• Riwayat alergi, atau alergi dalam keluarga
• Kehamilan Ibu
• Penghuni rumah lainnya tidak divaksinasi
Pedoman Imunisasi di Indonesia. Satgas Imunisasi – IDAI. 2008
Pertimbangan Pemberian Imunisasi
• Kontra indikasi absolut imunisasi adalah defisiensi imun dan pernah
menderita syok anafilaksis pada imunisasi terdahulu. Sedangkan
demam tinggi atau sedang dirawat karena penyakit berat
merupakan kontra indikasi sementara, sehingga anak tetap harus
diimunisasi apabila telah sembuh.
• Bila anak sedang batuk pilek tanpa demam, anak tetap BOLEH
mendapat imunisasi polio oral. Bila anak sedang demam atau sakit
berat lainnya, maka imunisasi polio oral DITUNDA.
• Pengurangan dosis imunisasi menjadi setengahnya, atau membagi
dosis sangat tidak dibenarkan.
• Apabila anak sedang minum obat prednison 2 mg/kgbb/hari,
dianjurkan menunda imunisasi 1 bulan setelah selesai pengobatan.

Idai.or.id
Pertimbangan Pemberian Imunisasi
• Pada bayi prematur, vaksin polio sebaiknya diberikan
sesudah bayi prematur berumur 2 bulan atau berat
badan sudah > 2000 gram, demikian pula DPT, hepatitis
B dan Hib.
• Apabila bayi / anak sudah pernah sakit campak, rubela
atau batuk rejan, imunisasi boleh dilakukan untuk
penyakit-penyakit tersebut.
• Vaksinasi bayi / anak dengan riwayat pernah sakit
campak akan meningkatkan kekebalan dan tidak
menimbulkan risiko. Diagnosis campak dan rubella
tanpa konfirmasi laboratorium sangat tidak dapat
dipercaya.
115. Infeksi HIV pada anak
• Sebanyak 90 % penularan HIV pada anak <13
tahun terjadi pada saat perinatal:
– selama dalam kandungan Virus HIV bebas dapat
menembus plasenta
– proses persalinan porsi terbesar penularan virus
HIV terjadi karena bayi menelan cairan di jalan lahir,
perlukaan karena gesekan,
– sesudah kelahiran pemberian ASI (ASI
mengandung virus bebas ataupun CD4 terinfeksi HIV)
• Telah diketahui bahwa ASI mengandung virus HIV dan
transmisi melalui ASI adalah sebanyak 15 %.
Transmisi vertikal HIV
• Transmisi HIV dari ibu dengan HIV positif ke bayi disebut transmisi
vertikal, dapat terjadi melalui
– Plasenta pada waktu hamil (intrauterin),
– Waktu bersalin (intrapartum) dan
– pasca natal melalui air susu ibu (ASI) resiko 15-25 %
• Tidak semua ibu pengidap HIV akan menularkannya kepada bayi
yang dikandungnya.
• Mekanisme transmisi melalui ASI.
– HIV-1 berada di dalam ASI dalam bentuk terikat dalam sel atau virus
bebas, namun belum diketahui bentuk mana yang ditularkan ke bayi.
– Beberapa zat antibodi yang terdapat di dalam ASI dapat bekerja
protektif terhadap penularan melalui ASI seperti laktoferin, secretory
leukocyte protease inhibitor.
– Status vitamin A pada ibu juga penting karena terbukti laju penularan
lebih tinggi pada ibu dengan defisiensi vit A

Suradi R. Tata laksana Bayi dari Ibu pengidap HIV/AIDS. Sari Pediatri, Vol. 4, No. 4, Maret 2003: 180 – 185
Permenkes RI no. 51 tahun 2013. Pedoman pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak.
Risiko transmisi vertikal bergantung pada beberapa faktor.

• Usia kehamilan.
– Transmisi vertikal jarang terjadi pada waktu ibu hamil muda, karena
plasenta merupakan barier yang dapat melindungi janin dari infeksi
pada ibu.
– Transmisi terbesar terjadi pada waktu hamil tua dan waktu persalinan.
• Beban virus di dalam darah.
• Kondisi kesehatan ibu .
– Stadium dan progresivitas penyaklit ibu, ada tidaknya komplikasi,
kebiasaan merokok, penggunaan obat-obat terlarang dan defisiensi
vitamin A.
• Faktor yang berhubungan dengan persalinan; seperti masa
kehamilan, lamanya ketuban pecah, dan cara persalinan bayi baru
lahir.
• Pemberian profilaksis obat antiretroviral
• Pemberian ASI
Pencegahan transmisi vertikal
1. Pencegahan primer
– Pendekatan yang paling efektif untuk mencegah transmisi vertikal
pencegahan pada wanita usia subur.
– Konseling sukarela, rahasia, dan pemeriksaan darah adalah cara
mendeteksi pengidap HIV secara dini
• 2. Pencegahan sekunder
– a. Pemberian antiretrovirus secara profilaksis
• Pertolongan persalinan pada bayi baru lahir dari ibu
yang mengidap HIV/AIDS seperti pada pertolongan
persalinan normal dengan menerapkan universal
precaution.
• Bila ARV tersedia dapat diberikan kepada bayi.
• Obat yang dianjurkan untuk mengurangi transmisi
vertikal pada neonatus adalah Zidovudine selama 6
minggu atau Niverapine sebanyak satu kali pemberian.
• Pemberian profilaksis ARV dimulai hari pertama setelah lahir
selama 6 minggu. Obat ARV yang diberikan adalah zidovudine (AZT
atau ZDV) 4 mg/kgBB diberikan 2 kali sehari.
• Selanjutnya anak dapat diberikan kotrimoksazol profilaksis mulai
usia 6 minggu dengan dosis 4-6 mg/kgbb, satu kali sehari, setiap
hari sampai usia 1 tahun atau sampai diagnosis HIV ditegakkan.
– Pertolongan persalinan oleh petugas terampil
– Pembersihan jalan lahir
– Persalinan dengan SC
– Menjaga kesehatan ibu menjaga nutrisi cukup
terutama vitamin A, riboflavin dan mikronutrien
• Memberi ASI memaparkan bayi untuk beresiko
tertular HIV
• Tidak memberi ASI angka mortalitas tidak berkurang
karena anak – anak yang tidak mendapat ASI beresiko
meninggal akibat penyebab selain HIV
• Apabila ibu diketahui mengidap HIV/AIDS terdapat
beberapa alternatif yang dapat diberikan :
– ASI Eksklusif
– Pemberian ARV
– Memanaskan ASI
– Pemberian susu formula
1. ASI Eksklusif :
– Pada periode tersebut hanya ASI yang boleh diberikan
pada bayi, tidak termasuk air sekalipun apalagi makanan
padat
– Resiko tertular HIV pada mixed feeding 2-6 x lipat
dibandingkan dengan ASI eksklusif
– Perlu diusahakan agar puting jangan sampai luka karena
virus HIV dapat menular melalui luka.
– Jangan pula diberikan ASI bersama susu formula karena
susu formula akan menyebabkan luka di dinding usus yang
menyebabkan virus dalam ASI lebih mudah masuk

2. Pemberian Antiretrovirus
– Ibu dengan HIV yang mengkonsumsi ARV menurunkan
resiko transmisi HIV melalui ASI angka penularan ↓
0,9%
3. Memanaskan ASI
– Bila ingin memberikan ASI, dapat dilakukan dengan
memerah ASI lalu memanaskannya sehingga virus HIV mati
– Metode flash heating ASI ditaruh dalam tempat
kemudian ditaruh di panci kecil berisi air kemudian
dipanaskan mendidih segera diangkat dan dibiarkan
dingin sampai suhu tubuh
– Cara ini tidak mengganggu kadar vitamin A, mnurunkan
kadar vitamin B2 dan B6
4. pemberian susu formula
– Pemberian susu formula membuat resiko anak
tertular HIV dari ibu menjadi 0 bila dibandingkan
dengan pemberian ASI
– Untuk pemberian susu formula dibutuhkan
ketersediaan air serta botol susu yang bersih
– Karena penyediaan susu formula yang lebih
rumit(persiapan, biaya), maka pada negara
berkembang lebih dipilih pemberian ASI
116. Ikterus yang Berhubungan dengan ASI

Breast Feeding Jaundice (BFJ) Breast Milk Jaundice (BMJ)


• Disebabkan oleh kurangnya asupan • Berhubungan dengan pemberian
ASI sehingga sirkulasi enterohepatik ASI dari ibu tertentu dan
meningkat (pada hari ke-2 atau 3 saat bergantung pada kemampuan
ASI belum banyak)
bayi mengkonjugasi bilirubin
indirek
• Timbul pada hari ke-2 atau ke-3 • Kadar bilirubin meningkat pada
• Penyebab: asupan ASI kurang hari 4-7
cairan & kalori kurang penurunan • Dapat berlangsung 3-12 minggu
frekuensi gerakan usus ekskresi tanpa penyabab ikterus lainnya
bilirubin menurun • Penyebab: 3 hipotesis
– Inhibisi glukuronil transferase oleh
hasil metabolisme progesteron
yang ada dalam ASI
– Inhibisi glukuronil transferase oleh
asam lemak bebas
– Peningkatan sirkulasi enterohepatik
Indikator BFJ BMJ
Awitan Usia 2-5 hari Usia 5-10 hari
Lama 10 hari >30 hari
Volume ASI asupan ASI kurang cairan & Tidak tergantung dari volume ASI
kalori kurang penurunan
frekuensi gerakan usus
ekskresi bilirubin menurun
BAB Tertunda atau jarang Normal
Kadar Bilirubin Tertinggi 15 mg/dl Bisa mencapai >20 mg/dl
Pengobatan Tidak ada, sangat jarang Fototerapi, Hentikan ASI jika kadar
fototerapi Teruskan ASI bilirubin > 16 mg/dl selama lebih
disertai monitor dan evaluasi dari 24 jam (untuk diagnostik)
pemberian ASI AAP merekomendasikan
pemberian ASI terus menerus dan
tidak menghentikan
Gartner & Auerbach
merekomendasikan penghentian
ASI pada sebagian kasus
• For healthy term infants with breast milk or breastfeeding
jaundice and with bilirubin levels of 12 mg/dL to 17 mg/dL, the
following options are acceptable: Increase breastfeeding to 8-12
times per day and recheck the serum bilirubin level in 12-24
hours.
• Temporary interruption of breastfeeding is rarely needed and is
not recommended unless serum bilirubin levels reach 20 mg/dL.
• For infants with serum bilirubin levels from 17-25 mg/dL, add
phototherapy to any of the previously stated treatment options.
• The most rapid way to reduce the bilirubin level is to interrupt
breastfeeding for 24 hours, feed with formula, and use
phototherapy; however, in most infants, interrupting
breastfeeding is not necessary or advisable

Breast Milk Jaundice Treatment & Management. Medscape.com


117.Penyebab ikterik ec. Anemia Hemolisis
pada neonatus
Penyakit Keterangan
Inkompatibilitas ABO Adanya aglutinin ibu yang bersirkulasi di darah anak
terhadap aglutinogen ABO anak. Ibu dengan golongan darah
O, memproduksi antibodi IgG Anti-A/B terhadap gol. darah
anak (golongan darah A atau B). Biasanya terjadi pada anak
pertama
Inkompatibilitas Rh Rh+ berarti mempunyai antigen D, sedangkan Rh– berarti
tidak memiliki antigen D. Hemolisis terjadi karena adanya
antibodi ibu dgn Rh- yang bersirkulasi di darah anak
terhadap antigen Rh anak (berati anak Rh+). Jarang pada
anak pertama krn antibodi ibu terhadap antigen D anak yg
berhasil melewati plasenta belum banyak.
Ketika ibu Rh - hamil anak kedua dgn rhesus anak Rh +
antibodi yang terbentuk sudah cukup untuk menimbulkan
anemia hemolisis
Inkompatibilitas Rhesus
• Faktor Rh: salah satu jenis antigen permukaan
eritrosit
• Inkompatibilitas rhesus: kondisi dimana wanita
dengan rhesus (-) terekspos dengan eritrosit Rh (+),
sehingga membentuk antibodi Rh
– Ketika ibu Rh (-) hamil dan memiliki janin dengan Rh (+),
terekspos selama perjalanan kehamilan melalui kejadian
aborsi, trauma, prosedure obstetrik invasif, atau kelahiran
normal
– Ketika wanita dengan Rh (-) mendapatkan transfusi darah
Rh (+)
• Setelah eksposure pertama, ibu akan membentuk IgG maternal
terhadap antigen Rh yang bisa dengan bebas melewati plasenta
hingga membentuk kompleks antigen-antibodi dengan eritrosit
fetus dan akhirnya melisiskan eritrosit tersebut fetal
alloimmune-induced hemolytic anemia.
• Ketika wanita gol darah Rh (-) tersensitisasi diperlukan waktu
kira-kira sebulan untuk membentuk antibodi Rh yg bisa
menandingi sirkulasi fetal.
• 90% kasus sensitisasi terjadi selama proses kelahiran o.k itu
anak pertama Rh (+) tidak terpengaruhi karena waktu pajanan
eritrosit bayi ke ibu hanya sebentar, tidak bisa memproduksi
antibodi scr signifikan
Inkompatibilitas Rhesus
• Risiko dan derajat keparahan meningkat seiring dengan
kehamilan janin Rh (+) berikutnya, kehamilan kedua
menghasilkan bayi dengan anemia ringan, sedangkan
kehamilan ketiga dan selanjutnya bisa meninggal in utero
• Risiko sensitisasi tergantung pada 3 faktor:
– Volume perdarahan transplansental
– Tingkat respons imun maternal
– Adanya inkompatibilitas ABO pada saat bersamaan
• Adanya inkompatibilitas ABO pada saat bersamaan dengan
ketidakcocokan Rh justru mengurangi kejadian inkompatibilitas Rh
karena serum ibu yang mengandung antibodi ABO
menghancurkan eritrosit janin sebelum sensitisasi Rh yg signifikan
sempat terjadi
• Untungnya inkompatibilitas ABO biasanya tidak memberikan
sekuele yang parah
http://emedicine.medscape.com/article/797150
Tes Laboratorium
• Prenatal emergency care • Postnatal emergency care
– Tipe Rh ibu – Cek tipe ABO dan Rh,
– the Rosette screening test hematokrit, Hb, serum
atau the Kleihauer-Betke bilirubin, apusan darah,
acid elution test bisa dan direct Coombs test.
mendeteksi – direct Coombs test yang
alloimmunization yg positif menegakkan
disebabkan oleh fetal diagnosis antibody-induced
hemorrhage hemolytic anemia yang
– Amniosentesis/cordosente menandakan adanya
sis inkompabilitas ABO atau
Rh

http://emedicine.medscape.com/article/797150
Tatalaksana
• Jika sang ibu hamil Rh – dan belum tersensitisasi,
berikan human anti-D immunoglobulin (Rh IgG atau
RhoGAM)
• Jika sang ibu sudah tersensitisasi, pemberian Rh IgG
tidak berguna
• Jika bayi telah lahir dan mengalami inkompatibilitas,
transfusi tukar/ foto terapi tergantung dari kadar
bilirubin serum, rendahnya Ht, dan naiknya
reticulocyte count

http://emedicine.medscape.com/article/797150
Inkompatibilitas ABO
• Terjadi pada ibu dengan • Gejala yang timbul adalah
golongan darah O terhadap ikterik, anemia ringan, dan
janin dengan golongan peningkatan bilirubin
darah A, B, atau AB serum.
• Tidak terjadi pada ibu gol A • Lebih sering terjadi pada
dan B karena antibodi yg bayi dengan gol darah A
terbentuk adalah IgM yg tdk dibanding B, tetapi
melewati plasenta, hemolisis pada gol darah
sedangkan 1% ibu gol darah tipe B biasanya lebih parah.
O yang memiliki titer • Inkompatibilitas ABO jarang
antibody IgG terhadap sekali menimbulkan hidrops
antigen A dan B, bisa fetalis dan biasanya tidak
melewati plasenta separah inkompatibilitas Rh
Kenapa tidak separah Inkompatibilitas
Rh?
• Biasanya antibodi Anti-A dan Anti-B adalah IgM
yang tidak bisa melewati sawar darah plasenta
• Karena antigen A dan B diekspresikan secara luas
pada berbagai jaringan fetus, tidak hanya pada
eritrosit, hanya sebagian kecil antibodi ibu yang
berikatan dengan eritrosit.
• Eritrosit fetus tampaknya lebih sedikit
mengekspresikan antigen permukaan A dan B
dibanding orang dewasa, sehingga reaksi imun
antara antibody-antigen juga lebih sedikit
hemolisis yang parah jarang ditemukan.
Inkompatibilitas ABO
• Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah
direct Coombs test.
• Pada inkompatibilitas ABO manifestasi yg lebih
dominan adalah hiperbilirubinemia,
dibandingkan anemia, dan apusan darah tepi
memberikan gambaran banyak spherocyte dan
sedikit erythroblasts, sedangkan pada
inkompatibilitas Rh banyak ditemukan eritoblas
dan sedikit spherocyte
• Tatalaksana: fototerapi, transfusi tukar
Inkompatibilitas ABO Inkompatibilitas Rh
Inkompatibilitas ABO jarang Gejala biasanya lebih parah jika
sekali menimbulkan hidrops dibandingkan dengan
fetalis dan biasanya tidak inkompatibilotas ABO, bahkan
separah inkompatibilitas Rh hingga hidrops fetalis
Risiko dan derajat keparahan Risiko dan derajat keparahan
tidak meningkat di anak meningkat seiring dengan
selanjutnya kehamilan janin Rh (+) berikutnya,
kehamilan kedua menghasilkan bayi
dengan anemia ringan, sedangkan
kehamilan ketiga dan selanjutnya
bisa meninggal in utero
apusan darah tepi memberikan pada inkompatibilitas Rh banyak
gambaran banyak spherocyte ditemukan eritoblas dan sedikit
dan sedikit erythroblasts spherocyte
118. Syok Anafilaktik pada Anak

• ‘‘Anaphylaxis is a serious allergic reaction that is rapid in onset and may


cause death.’’
• Anaphylaxis involves an immunoglobulin E (IgE)–mediated immediate
hypersensitivity reaction resulting in the release of potent chemical
mediators from mast cells and basophils. – Hipersensitivitas tipe 1
• most effects involve the cutaneous, respiratory, cardiovascular, and
gastrointestinal systems.
• Children withatopy, including asthma, eczema, and allergic rhinitis, are at
higher risk of anaphylaxis.
• The severity of a previous reaction does not necessarily predict the
severity of a subsequent reaction.
• Certainly, individuals with a previous anaphy- lactic reaction are at higher
risk for recurrence.

Roni D. Lane and Robert G. Bolte. Pediatric Anaphylaxis in Pediatric Emergency Care. Volume 23, Number 1, January 2007. http://www.library.musc.edu/tree_docs/pem/anaphylaxis-one.pdf
Gejala klinis Syok Anafilaktik
• Diagnosis didasarkan atas temuan klinis
• Hati-hati karena 69% anak yg menderita anafilaksis tidak
memiliki riwayat alergi terhadap agen kausatifnya.
• Gejala bisa timbul dalam hitungan detik hingga beberapa jam
(pada anak rata-rata muncul 5-30 menit postexsposure)
• 80% – 90% mengalami gejala kutaneus, termasuk flushing,
pruritus, urtikaria, diaphoresis, sensasi panas, dan
angioedema.
• Gejala pernapasan muncul hingga 94% kasus
• Gejala tersering: rasa tercekik, pruritus, serak, stridor, dada
terasa berat, wheezing, dan hipoksemia.

Roni D. Lane and Robert G. Bolte. Pediatric Anaphylaxis in Pediatric Emergency Care. Volume 23, Number 1, January 2007. http://www.library.musc.edu/tree_docs/pem/anaphylaxis-one.pdf
Gejala klinis Syok Anafilaktik
SY S T E M S I G N S A N D SY M P TO M S
Fussiness, irritability, drowsiness, lethargy, reduced level of
General/CNS
consciousness, somnolence

Skin Urticaria, pruritus, angioedema, flushing

Stridor, hoarseness, oropharyngeal or laryngeal edema, uvular


Upper airway edema, swollen lips/tongue, sneezing, rhinorrhea, upper airway
obstruction

Lower airway Coughing, dyspnea, bronchospasm, tachypnea, respiratory arrest

Tachycardia, hypotension, dizziness, syncope, arrhythmias,


Cardiovascular
diaphoresis, pallor, cyanosis, cardiac arrest

Gastrointestinal Nausea, vomiting, diarrhea, abdominal pain


http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3043023/
Pharmacological management of anaphylaxis
DRUG AND ROUTE OF FREQUENCY OF PA ED I ATR I C D O S I N G
A D M I N I S T R AT I O N A D M I N I S T R AT I O N (MAXIMUM DOSE)
Immediately, then every 5–15 min as
Epinephrine (1:1000) IM 0.01 mg/kg (0.5 mg)
required
6 months to <2 years: 2.5 mg OD
Cetirizine PO Single daily dose 2–5 years: 2.5–5 mg OD
>5 years: 5–10 mg OD
Every 4–6 h as required for cutaneous
Diphenhydramine IM/IV 1 mg/kg/dose (50 mg)
manifestations
Every 8 h as required for cutaneous
Ranitidine PO/IV 1 mg/kg/dose (50 mg)
manifestations
Corticosteroids: prednisone PO
Every 6 h as required 1 mg/kg PO (75 mg) or 1 mg/kg IV (125 mg)
or methylprednisolone IV
Every 20 min or continuous for
5–10 puffs using MDI or 2.5–5 mg by
Salbutamol respiratory symptoms (wheezing or
nebulization
shortness of breath)
Every 20 min to 1 h for symptoms of
Nebulized epinephrine (1:1000) 2.5–5 mL by nebulization
upper airway obstruction (stridor)
Continuous infusion for hypotension –
Epinephrine IV (infusion) 0.1–1 μg/kg/min (maximum 10 μg/min)
titrate to effect
Bolus followed by continuous infusion – 20–30 μg/kg bolus (maximum 1 mg), then
Glucagon IV
titrate to effect infusion at 5–15 μg/min
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3043023/
119. Cedera Pleksus Brakhialis

• Pleksus brakhialis
dibentuk oleh radiks C5
– T1
• Cedera pleksus
Brakhialis dapat dibagi
menjadi cedera pleksus
bagian atas dan bawah
Upper Brachial Plexus Injury – Erb’s Palsy
• Appearance: drooping, wasted shoulder; pronated and
extended limb hangs limply (“waiter’s tip palsy”)
• Loss of innervation to abductors, flexors, & lateral
rotators of shoulder and flexors & supinators of
elbow
• Loss of sensation to lateral aspect of UE
• More common; better prognosis

Bayne & Costas


(1990)

Netter 1997
Lower Brachial Plexus Injury – Klumpke’s Palsy
• Much rarer than UBPIs and Erb’s Palsy
• Loss of C8 & T1 results in major motor deficits in the
muscles working the hand: “claw hand”
• Loss of sensation to medial aspect of UE
• Sometimes ptosis or full Horner’s syndrome
• Much rarer (1%) but poorer prognosis

“claw
hand”

2006 Moore & Dalley COA

Netter 1997
120. Trauma Lahir Ekstrakranial
Kaput Suksedaneum Perdarahan Subgaleal
• Paling sering ditemui • Darah di bawah galea
• Tekanan serviks pada kulit aponeurosis
kepala • Pembengkakan kulit kepala,
• Akumulasi darah/serum ekimoses
subkutan, ekstraperiosteal • Mungkin meluas ke daerah
• TIDAK diperlukan terapi, periorbital dan leher
menghilang dalam • Seringkali berkaitan dengan
beberapa hari. trauma kepala (40%).
Trauma Lahir Ekstrakranial:
Sefalhematoma
• Perdarahan sub periosteal akibat ruptur pembuluh
darah antara tengkorak dan periosteum
• Etiologi: partus lama/obstruksi, persalinan dengan
ekstraksi vakum, Benturan kepala janin dengan pelvis
• Paling umum terlihat di parietal tetapi kadang-kadang
terjadi pada tulang oksipital
• Tanda dan gejala:
– massa yang teraba agak keras dan berfluktuasi;
– pada palpasi ditemukan kesan suatu kawah dangkal
didalam tulang di bawah massa;
– pembengkakan tidak meluas melewati batas sutura yang
terlibat
Trauma Lahir Ekstrakranial:
Sefalhematoma
• Ukurannya bertambah sejalan dengan bertambahnya
waktu
• 5-18% berhubungan dengan fraktur tengkorak
• Umumnya menghilang dalam waktu 2 – 8 minggu
• Komplikasi: ikterus, anemia
• Kalsifikasi mungkin bertahan selama > 1 tahun.
• Catatan: Jangan mengaspirasi sefalohematoma meskipun
teraba berfluktuasi
• Tatalaksana:
• Observasi pada kasus tanpa komplikasi
• Transfusi jika ada indikasi
• Fototerapi (tergantung dari kadar bilirubin total)
121. Keracunan pada Anak
• Curigai keracunan pada anak sehat yang mendadak sakit dan tidak
dapat dijelaskan penyebabnya

• Prinsip penatalaksanaan terhadap racun yang tertelan


– Dekontaminasi lambung (menghilangkan racun dari lambung) efektif
bila dilakukan sebelum masa pengosongan lambung terlewati (1-2
jam, termasuk penuh atau tidaknya lambung).
– Dekontaminasi lambung tidak menjamin semua bahan racun yang
masuk bisa dikeluarkan, oleh karena itu tindakan dekontaminasi
lambung tidak rutin dilakukan pada kasus keracunan.
– Kontra indikasi untuk dekontaminasi lambung adalah:
• Keracunan bahan korosif atau senyawa hidrokarbon (minyak tanah, dll) karena
mempunyai risiko terjadi gejala keracunan yang lebih serius
• Penurunan kesadaran (bila jalan napas tidak terlindungi).
– Periksa anak apakah ada tanda kegawatan dan periksa gula
darah (hipoglikemia)
– Identifikasi bahan racun dan keluarkan bahan tersebut
sesegera mungkin.
– Ini akan sangat efektif jika dilakukan sesegera mungkin
setelah terjadinya keracunan, idealnya dalam waktu 1 jam
pertama pajanan.\
– Jika anak tertelan minyak tanah, premium atau bahan lain
yang mengandung premium/minyak tanah/solar (pestisida
pertanian berbahan pelarut minyak tanah) atau jika mulut
dan tenggorokan mengalami luka bakar (misalnya karena
bahan pemutih, pembersih toilet atau asam kuat dari
aki) jangan rangsang muntah tetapi beri minum air!!
• Jika anak tertelan racun lainnya
– Berikan arang aktif (activated
charcoal) jika tersedia, jangan
rangsang muntah.
– Arang aktif diberikan peroral dengan
atau tanpa pipa nasogastrik dengan
dosis yang sesuai
– Jika menggunakan pipa nasogastrik,
pastikan dengan seksama pipa
nasogastrik berada di lambung.
• Jika arang aktif tidak tersedia,
rangsang muntah (hanya pada anak
sadar) merangsang dinding
belakang tenggorokan dengan
menggunakan spatula atau gagang
sendok.
Intoksikasi Paracetamol
• Paracetamol is the most common single agent involved
in poisonous ingestions in young children.
• While there is potential for serious liver damage if a
large dose is ingested, in practice, it is rare for a child to
achieve toxic blood levels by ingesting paracetamol
elixir (syrup).
• Resuscitation :
– Immediate threats to airway, breathing and circulation are
RARE in isolated paracetamol poisoning.
– Resuscitation should take priority over decontamination or
antidote administration.

Starship Children’s Health Clinical Guideline


122. Kelainan metabolik bawaan
• Kelainan metabolik bawaan: Defek pada jalur
metabolisme yang disebabkan oleh mutasi gen yang
mengkode protein spesifik sehingga terjadi
perubahan struktur protein atau jumlah protein yang
disintesis
Contoh kelainan metabolisme asam amino
KELAINAN PENDEKATAN
KELAINAN MANIFESTASI KLINIS TEMUAN LAB
METABOLISME TERAPI
M e t ab o l i s me as am ami n o
Phenylalanine
Phenylketonuria hydroxylase (>
(Autosomal resesif) 98%) Retardasi mental, Konsentrasi fenilalanin Diet randah
Defek mikrosefali plasma fenilalanin
metabolisme
biopterin (< 2%)

Maple syrup urine Rantai cabang 3- Asam amino plasma dan


Ensefalopati akut, asidosis
disease keto acid asam organik urin Restriksi diet asam
dehydrogenase metabolik, retardasi
(Autosomal resesif) Dinitrophenylhydrazine amino bercabang
mental.
untuk keton

Gangguan pertumbuhan,
Diet rendah protein,
Homocystinuria retardasi mental,
vitamin B6
(HCU) peningkatan resiko CVD
(pyridoxine)
dan stroke. Dislokasi lensa
mata, osteoporosis
photophobia, nyeri dan
Diet rendah tirosin
kemerahan karena
Tyrosinemia, type II dan fenilalanin;
keterlibatan kornea.
vitamin B6
palmo-plantar
(pyridoxine)
keratosis
Hyperphenilalaninemia
• Hyperphenilalanemia: presence of • Elevated phenylalanine levels
blood phenylalanine levels that exceed
negatively impact cognitive
the limits of the upper reference range
function, and individuals with
– Phenylketonuria (>20 mg/dL)
classic phenylketonuria almost
– Nonphenylketonuria (2-20 mg/dL) always have intellectual disability
• Phenylketonuria (PKU), the most
• History:
common inborn error of amino acid
metabolism, results when a deficiency Progressive developmental delay
of the enzyme phenylalanine is the most common
hydroxylase (PAH) impairs the body’s presentation. Other findings in
ability to metabolize the essential untreated children in later infancy
amino acid phenylalanine and childhood may include
• PKU is an autosomal recessive disorder vomiting, mousy odor, eczema,
caused by mutations in the PAH gene, seizures, self-mutilation, and
that encodes the enzyme
severe behavioral disorders
phenylalanine hydroxylase, impairing
the conversion of phenylalanine to
tyrosine.
• PKU Physical Examination
Fair skin and hair, Eczema, Light sensitivity, Sclerodermalike
plaques, Hair loss, Musty or mousy odor, Extrapyramidal
manifestations (eg, parkinsonism), Eye abnormalities (eg,
hypopigmentation)
• PKU Diagnostic
– Hyperphenylalaninemia in blood, Phenylketon/
phenylpyruvic acid in urine
– Perform screening on blood samples during the first week
of life. Wide variability in phenylalanine concentrations in a
24-hour period in children with PKU may necessitate repeat
screening. Screening for PKU involves the following:
• Determination of phenylalanine levels, the standard amino acid analysis
done by means of ion exchange chromatography or tandem mass
spectrometry. Measurements done using spectometry determine the
concentration of Phe and the ratio of Phe to tyrosine, the ratio will be
elevated in PKU
• The Guthrie test as a bacterial inhibition assay; formerly used, now
being replaced by tandem mass spectrometry
• PKU Treatment
– Consists of dietary restriction of phenylalanine often with
tyrosine supplementation
123.
Perawatan
Bayi
Baru Lahir
Normal
124. TRANSFUSI DARAH
Darah lengkap (whole blood)
Komponen darah
~ Sel darah merah
~ Leukosit
~ Trombosit
~ Plasma (beku-segar)
~ Kriopresipitat
PRC
PRC
Fresh Frozen Plasma
Cryoprecipitate
Thrombocyte Concentrate
125. Tuberkulosis pada anak
Time after
primary infection Clinical Manifestation
2 – 3 months Fever of Onset

Erythema nodosum

Phlyctenular conjunctivitis
Tuberculin Test Positive

Primary pulmonary TB
TB Meningitis
3 – 12 months
Miliary TB
TB Pleural effusion

6 – 24 months Osteo-articular TB

> 5 years Renal TB

Figure 5. The Timetable of Tuberculosis

Donald PR et.al. In: Madkour MM, ed. Tuberculosis. Berlin; Springer;2003.p.243-64


1/3/2017 770
Complications of nodes
1. Extension to bronchus
Complications of focus 2. Consolidation
1. Effusion 3. Hyperinflation
2. Cavitation
3. Coin shadow MENINGITIS OR MILIARY
in 4% of children infected
under 5 years of age
LATE COMPLICATIONS
Renal & Skin
Most children Most after 5 years
become tuberculin
BRONCHIAL EROSION
sensitive
3-9 months
Uncom m on under 5 years of age Incidence decreases
PRIMARY COMPLEX 25% of cases w ithin 3 m onths As age increased
A minority of children 75% of cases w ithin 6 m onths
Progressive Healing
experience :
Most cases
1. Febrile illness
BONE LESION
2. Erythema Nodosum Most within
3. Phlyctenular Conjunctivitis
1 2 3 4 3 years
5 6

Resistance reduced :
infection 1. Early infection
(esp. in first year)
2. Malnutrition
3. Repeated infections :
measles, whooping cough 24 months
4-8 weeks 3-4 weeks fever of onset 12 months streptococcal infections
4. Steroid therapy
Development
Of Complex DIMINISHING RISK

1/3/2017 But still possible


771
GREATEST RISK OF LOCAL & DISEMINATED LESIONS 90% in first 2 years Miller FJW. Tuberculosis in children, 1982
Tuberkulosis pada anak
• Pada umumnya anak yang terinfeksi tidak
menunjukkan gejala yang khas
over/underdiagnosed
• Batuk BUKAN merupakan gejala utama TB pada
anak
• Pertimbangkan tuberkulosis pada anak jika :
– BB berkurang dalam 2 bulan berturut-turut tanpa
sebab yang jelas atau gagal tumbuh
– Demam sampai 2 minggu tanpa sebab yang jelas
– Batuk kronik 3 ≥ minggu
– Riwayat kontak dengan pasien TB paru dewasa
Sistem Skoring
Sistem Skoring
• Diagnosis oleh dokter
• Perhitungan BB dinilai saat pasien datang (moment opname)
• Demam dan batuk yang tidak respons terhadap terapi baku
• Cut-of f point: ≥ 6
• Anak dgn skor 6 yg diperoleh dari kontak dgn pasien BTA + dan hasil uji
tuberkulin positif, tetapi TANPA gejala klinis, maka dilakukan observasi
atau diberi INH profilaksis tergantung dari umur anak tersebut
• Foto toraks bukan merupakan alat diagnostik utama pada TB anak
• Adanya skrofuloderma langsung didiagnosis TB
• Reaksi cepat BCG harus dievaluasi dengan sistem skoring
• Total nilai 4 pada anak balita atau dengan kecurigaan
• besar dirujuk ke rumah sakit
Prinsip Pengobatan TB Anak
Berat dan ringannya penyakit
• TB ringan:
– tidak berisiko menimbulkan kecacatan berat atau
kematian, misalnya TB primer tanpa komplikasi,
TB kulit, TB kelenjar
• TB berat:
– TB pada anak yang berisiko menimbulkan
kecacatan berat atau kematian, misalnya TB
meningitis, TB milier, TB tulang dan sendi, TB
abdomen, termasuk TB hepar, TB usus, TB paru
BTA positif, TB resisten obat, TB HIV.
Petunjuk Teknis Manajemen TB Anak. 2013. Depkes.
Uji Tuberkulin
• Menentukan adanya respon imunitas selular terhadap TB. Reaksi
berupa indurasi (vasodilatasi lokal, edema, endapan fibrin, dan
akumulasi sel-sel inflamasi)
• Tuberkulin yang tersedia : PPD (purified protein derived) RT-23 2TU,
PPD S 5TU, PPD Biofarma
• Cara : Suntikkan 0,1 ml PPD intrakutan di bagian volar lengan bawah.
Pembacaan 48-72 jam setelah penyuntikan
• Pengukuran (pembacaan hasil)
– Dilakukan terhadap indurasi yang timbul, bukan eritemanya
– Indurasi dipalpasi, tandai tepi dengan pulpen. Catat diameter transversal.
– Hasil dinyatakan dalam milimeter. Jika tidak timbul = 0 mm
• Hasil:
– Positif jika indurasi >= 10mm
– Ragu-ragu jika 5-9 mm
– Negatif < 5 mm
Profilaksis TB pada anak
(PPM IDAI 2011)

• Primary Prophylaxis to prevent TB infection in TB Class 1 person; in other words: exposure (+), infection (-)
tuberculin negative
• Secondary prophylaxis to prevent TB disease in TB Class 2 person; in other words: (exposure (+), infection
(+), disease (-); and person with tuberculin conversion
Profilaksis TB pada anak
(PPM IDAI 2011)
Profilaksis TB pada Anak
(Juknis TB Anak 2013 & Pedoman TB Nasional 2014
126. Gagal Jantung
• Sindroma klinis yang ditandai oleh
ketidakmampuan miokardium memompa darah
ke seluruh tubuh untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh termasuk kebutuhan untuk
pertumbuhan
• Penyebabnya :
– penyakit jantung bawaan, demam rematik akut,
anemia berat, pneumonia sangat berat dan gizi buruk.
• Gagal jantung dapat dipicu dan diperberat oleh
kelebihan cairan.
127. Infeksi HIV pada bayi dan Anak
• Infeksi pada bayi atau anak oleh HIV (Human
Immunodeficiency Virus) sebagian besar
ditransmisi secara vertikal dari ibu ke bayinya
pada saat proses kehamilan, persalinan, dan
melalui ASI.
• Transmisi secara horizontal melalui transfusi
produk darah atau penularan lain seperti
kekerasan seksual pada anak jarang
Diagnosis HIV
• Anamnesis • Pemeriksaan fisis
– Ibu atau ayah memiliki risiko – Demam berulang/berkepanjangan
untuk terinfeksi HIV (riwayat – Berat badan turun secara progresif
narkoba suntik, promiskuitas,
– Diare persisten
pasangan dari penderita HIV,
pernah mengalami operasi atau – Kandidosis oral
prosedur transfusi produk darah) – Otitis media kronik
– Riwayat morbiditas yang khas – Gagal tumbuh
maupun yang sering ditemukan – Limfadenopati generalisata
pada penderita HIV. – Kelainan kulit
– Riwayat kelahiran, ASI, – Pembengkakan parotis
pengobatan ibu, dan kondisi
– Infeksi oportunistik yang dapat
neonatal
dijadikan dasar untuk pemeriksaan
laboratorium HIV:
• Tuberkulosis
• Herpes zoster generalisata
• Pneumonia P. Jiroveci
• Pneumonia berat
• Bayi dan anak memerlukan tes HIV bila:
– 1. Anak sakit (jenis penyakit yang berhubungan dengan HIV
seperti TB berat atau mendapat OAT berulang, malnutrisi, atau
pneumonia berulang dan diare kronis atau berulang)
– 2. Bayi yang lahir dari ibu terinfeksi HIV dan sudah mendapatkan
perlakuan pencegahan penularan dari ibu ke anak
– 3. Untuk mengetahui status bayi/anak kandung dari ibu yang
didiagnosis terinfeksi HIV (pada umur berapa saja)
– 4. Untuk mengetahui status seorang anak setelah salah satu
saudara kandungnya didiagnosis HIV; atau salah satu atau kedua
orangtua meninggal oleh sebab yang tidak diketahui tetapi
masih mungkin karena HIV
– 5. Terpajan atau potensial terkena infeksi HIV melalui jarum
suntik yang terkontaminasi, menerima transfusi berulang dan
sebab lain
– 6. Anak yang mengalami kekerasan seksual
Skenario
pemeriksaan
HIV
Diagnosis HIV pada bayi dan
anak <18 bulan pajanan HIV
tidak diketahui

Idealnya dilakukan pengulangan uji virologi HIV


pada spesimen yang berbeda untuk kon rmasi
hasil posi f yang pertama. Pada keadaan yang
terbatas, uji an bodi HIV dapat dilakukan setelah
usia 18 bulan untuk kon rmasi infeksi HIV.
Jadwal pemantauan bayi lahir dengan program PPIA

Lahir 10-14 hari 4 mgu 6 mgu 2 bln 3 bln 4 bln 6 bln 9 bln 18 bln

BB/TB/
Lingkar kepala Dilakukan pemeriksaan rutin tiap kunjungan

Nutrisi SF SF SF SF SF SF SF SF SF SF
+ MP + MP
ARV profilaksis
(AZT Diberikan selama 6 minggu
4mg/kgBB/x,
2x/hari)
Kotrimoksazol Diberikan setelah selesai zidovudin.
Diberikan hingga dinyatakan HIV
negatif
Imunisasi Imunisasi Hep B, OPV, DPT, HiB, dilakukan sesuai jadwal. Imunisasi campak dapat diberikan kecuali
HIV simtomatik. Imunisasi BCG diberikan bila infeksi HIV dapat disingkirkan
PCR RNA/DNA I II Ab
HIV
Pemilihan Makanan Bayi pada Ibu HIV (+)

• Pemilihan makanan bayi harus didahului dengan konseling tentang


risiko penularan HIV melalui ASI.
• Pengambilan keputusan oleh ibu dilakukan setelah mendapat informasi
secara lengkap.
• Pilihan apapun yang diambil oleh ibu harus didukung.
• Ibu dengan HIV yang sudah dalam terapi ARV memiliki kadar HIV sangat
rendah, sehingga aman untuk menyusui bayinya.
• Dalam Pedoman HIV dan Infant Feeding (2010), World Health
Organization (WHO) merekomendasikan pemberian ASI eksklusif
selama 6 bulan untuk bayi lahir dari ibu yang HIV dan sudah dalam
terapi ARV untuk kelangsungan hidup anak (HIV-free and child survival).
• Eksklusif artinya hanya diberikan ASI saja, tidak boleh dicampur dengan
susu lain (mixed feeding).
• Setelah bayi berusia 6 bulan pemberian ASI dapat diteruskan hingga
bayi berusia 12 bulan, disertai dengan pemberian makanan padat.
• Bila ibu tidak dapat memberikan ASI eksklusif, maka ASI harus
dihentikan dan digantikan dengan susu formula untuk menghindari
mixed feeding
• Beberapa studi menunjukkan pemberian susu formula memiliki risiko
minimal untuk penularan HIV dari ibu ke bayi, sehingga susu formula
diyakini sebagai cara pemberian makanan yang paling aman.
• Namun, penyediaan dan pemberian susu formula memerlukan akses
ketersediaan air bersih dan botol susu yang bersih, yang di banyak
negara berkembang dan beberapa daerah di Indonesia persyaratan
tersebut sulit dijalankan.
• Selain itu, keterbatasan kemampuan keluarga di Indonesia untuk
membeli susu formula dan adanya norma sosial tertentu di masyarakat
mengharuskan ibu menyusui bayinya.
128. Komplikasi Diare
• Dehidrasi
• Asidosis Metabolik
• Hipoglikemia, terutama dengan predisposisi
undernutrition
• Gangguan elektrolit
– hipo/hipernatremia
– Hipokalemia
– (NB: Hiperkalemia bisa menstimulasi intestinal
motility menyebabkan watery diarrhea.)
• Gangguan gizi
• Gangguan sirkulasi (syok)
Electrolyte: kalium
• K has important role in resting membrane potential & action potentials.

• The level of K influences cell depolarization


– the movement of the resting potential closer to the threshold more
excitability & hyperpolarization
– decreased resting membrane potential to a point far away from the threshold
less excitability.

• The most critical aspect of K, it affects:


– Cardiac rate, rhythm, and contractility
– Muscle tissue function, including skeletal muscle and muscles of the diaphragm,
which are required for breathing
– Nerve cells, which affect brain cells and tissue
– Regulation of many other body organs (intestinal motility)

Johnson JY. Fluids and Electrolytes demystified. 2008


Electrolyte: kalium

Hypokalemia Hyperkalemia

• Disorientation • Rapid heart beat


• Confusion (fibrillation)
• Discomfort of muscles • Skin tingling
• Muscle weakness • Numbness
• Ileus paralytic • Weakness
• Paralysis of the • Flaccid paralysis
muscles of the lung,
resulting in death
Johnson JY. Fluids and Electrolytes demystified. 2008
Tatalaksana Hipokalemia
• Transient, asymptomatic, or mild hypokalemia may spontaneously resolve
or may be treated with enteral potassium supplements.
• Symptomatic or severe hypokalemia should be corrected with a solution of
intravenous potassium.

PPM IDAI
http://emedicine.medscape.com/article/907757-treatment
129. Skor APGAR
Skor APGAR dievaluasi menit ke-1 dan menit ke-5
Tanda 0 1 2
A Activity Tidak ada tangan dan aktif
(tonus otot) kaki fleksi
sedikit
P Pulse Tidak ada < > 100 x/menit
100x/menit
G Grimace Tidak ada Menyeringai Reaksi melawan, batuk,
(reflex respon lemah, bersin
irritability) gerakan
sedikit
A Appearance Sianosis Kebiruan Kemerahan di seluruh
(warna kulit) seluruh pada tubuh
tubuh ekstremitas
R Respiration Tidak ada Lambat dan Baik, menangis kuat
(napas) ireguler
130. Neonatus
• Adequate newborn weight • monitor kenaikan BB
gain
– Anticipate up to 10% weight
:
loss after delivery and regain – trimester 1 : 25-30 g/h =
to birth weight by 2 weeks 200 g/mg = 750-900
– Weight gain g/bln
• Daily: 20-30 grams per day
• Weekly: 150-200 grams per
– trimester 2 : 20 g/h =
week 150 g/mg = 600 g/bln
• Infant doubles birth weight in
6 months
– Trimester 3: 15 g/h = 100
g/mg = 400 g/bln
• Adequate hydration
– Expect clear urine output 6-8
– Trimester 4: 10 g/h = 50-
times daily 75 g/mg = 200-300 g/bln
Tanda-tanda bahwa bayi mendapat
cukup ASI
• Bayi menyusu 8 – 12 kali sehari, • Frekuensi buang air besar (BAB) > 4
menghisap secara teratur kali sehari dengan volume paling
selama minimal 10 menit pada setiap tidak 1 sendok makan, pada bayi usia
payudara. 4 hari sampai 4 minggu.
• Bayi akan tampak puas setelah • Sering ditemukan bayi yang BAB
menyusu dan seringkali tertidur pada setiap kali menyusu, dan hal ini
saat menyusu, terutama pada merupakan hal yang normal
payudara yang kedua • Apabila setelah bayi berumur 5 hari,
• Frekuensi buang air kecil (BAK) bayi > fesesnya masih berupa mekoneum,
6 kali sehari. atau transisi antara hijau kecoklatan,
• Urin berwarna jernih, tidak merupakan salah satu tanda bayi
kekuningan. kurang mendapat ASI.
• Berat badan bayi tidak turun lebih
dari 10% dibanding berat lahir
• Berat badan bayi kembali seperti
berat lahir pada usia 10 sampai 14
hari setelah lahir.
Pola defekasi pada bayi baru lahir
• Pada bayi baru lahir umumnya mempunyai aktivitas laktase belum
optimal sehingga kemampuan menghidrolisis laktosa yang
terkandung di dalam ASI maupun susu formula juga terbatas.
• Keadaan tersebut menyebabkan peningkatan tekanan osmolaritas
di dalam lumen usus halus yang mengakibatkan peningkatan
frekuensi defekasi.
• Rentang frekuensi defekasi pada minggu pertama sangat bervariasi,
minimal 1 kali per hari. (Rochitasari dkk: 2011)
– Rentang terluas terdapat pada kelompok ASI yaitu 1–12 kali per hari
– Bayi yang mendapatkan ASI eksklusif memiliki frekuensi defekasi
paling tinggi pada minggu pertama karena kolostrum ASI yang
merupakan laksatif alami keluar pada satu minggu pertama setelah
bayi lahir.
Pola defekasi bulan pertama
• ASI kaya dengan protein dan oligosakarida yang tak dapat
dicerna, sehingga dapat meningkatkan volume, osmolaritas
dan akhirnya dapat meningkatkan frekuensi defekasi.
• Frekuensi menetek yang sering akan menyebabkan
stimulasi pada reflek gastrokolik dan frekuensi defekasi
yang lebih sering
• Kandungan prostaglandin dalam ASI juga memiliki peran
terhadap motilitas gastrointestinal yang membantu
terjadinya peristaltik.
• Frekuensi defekasi yang sering tersebut tidak memenuhi
kriteria diare, karena bayi tidak mengalami kehilangan
cairan (dehidrasi) dan elektrolit dari saluran cerna.
131. ITP
• Immune thrombocytopenic purpura (ITP, yang disebut juga
autoimmune thrombocytopenic purpura, morbus Wirlhof,
atau purpura hemorrhagica, merupakan kelainan
perdarahan akibat destruksi prematur trombosit yang
meningkat akibat autoantibodi yang mengikat antigen
trombosit.
• Umumnya terjadi pada anak usia 2-4 tahun, dengan insiden
4-8 kasus per 100.000 anak per tahun.
• Patofisiologi: Peningkatan destruksi platelet di perifer,
biasanya pasien memiliki antibodi yang spesifik terhadap
glikoprotein membran platelet (IgG autoantibodi pada
permukaan platelet)
Patogenesis
• Kerusakan trombosit pada ITP melibatkan autoantibodi terhadap
glikoprotein yang terdapat pada membran trombosit destruksi
trombosit yang diselimuti antibodi (antibody-coated platelets) oleh
makrofag yang terdapat pada limpa dan organ retikuloendotelial
lainnya.
• Megakariosit dalam sumsum tulang bisa normal atau meningkat
pada ITP.
• ITP akut (terutama pada anak)
– Penghancuran trombosit meningkat karena adanya antibodi
yang dibentuk saat terjadi respon imun terhadap infeksi
bakteri/virus atau pada pemberian imunisasi, yang bereaksi
silang dengan antigen dari trombosit
• ITP kronik
– terjadi gangguan dalam regulasi sistem imun seperti pada
penyakit otoimun lainnya, yang berakibat terbentuknya antibodi
spesifik terhadap trombosit.
Dr. David Gómez Almaguer
Jefe Servi ci o de Hematologìa Hospital Universitario UANL
Pathophysiology of ITP
• Increased platelet turnover:
– there is clear evidence that anti-platelet antibodies
cause the decorated platelets to be recognized by the
reticulo-endothelial system and degraded mainly in
the spleen (by macrophages);
– for some anti-platelet antibodies the activation of the
complement system has been shown to contribute to
accelerated decrease in platelets
– in addition, in vitro stimulated T cells of some patients
with ITP were able to trigger cytotoxic lysis of platelets
by cytotoxic T cells (Tc cells)
• Decreased platelet production
Increased Platelet Destruction
Dr. David Gómez Almaguer
Jefe Servi ci o de Hematologìa Hospital Universitario UANL
Dr. David Gómez Almaguer
Jefe Servi ci o de Hematologìa Hospital Universitario UANL
Decreased Platelet Production
ITP: Cardinal Features
• Trombositopenia <100,000/mm3
• Purpura dan perdarahan membran mukosa
• Diagnosis of exclusion
• 2 jenis gambaran klinis
– ITP akut
• Biasanya didahului oleh infeksi virus dan menghilang dalam 3 bulan.
– ITP kronik
• Gejala biasanya mudah memar atau perdarahan ringan yang
berlangsung selama 6 bulan
• >90% kasus anak merupakan bentuk akut
• Komplikasi yang paling serius: perdarahan. Perdarahan
intrakranial penyebab kematian akibat ITP yg paling sering
(1-2% dr kasus ITP)
Anamnesis
• Umumnya trombositopenia terjadi 1-3 minggu setelah
infeksi virus, atau bakteri (infeksi saluran napas atas,
saluran cerna), bisa juga terjadi setelah vaksinasi
rubella, rubeola, varisela, atau setelah vaksinasi
dengan virus hidup.
• Perdarahan yang terjadi tergantung jumlah trombosit
didalam darah. Diawali dengan perdarahan kulit
berupa petekie hingga lebam.
• Obat-obatan, misalnya heparin, sulfonamid,
kuinidin/kuinin, aspirin dapat memicu terjadinya
kekambuhan.
• Obat yang mengandung salisilat dapat meningkatkan
risiko timbulnya perdarahan.
• Pemeriksaan fisis
– Pada umumnya bentuk perdarahannya ialah purpura pada kulit
dan mukosa (hidung, gusi, saluran cerna dan traktus urogenital).
– Pembesaran limpa terjadi pada 10-20 % kasus.
• Pemeriksaan penunjang
• Darah tepi :
– Morfologi eritrosit, leukosit, dan retikulosit biasanya normal.
– Hemoglobin, indeks eritrosit dan jumlah leukosit normal.
– Anemia bisa terjadi bila ada perdarahan spontan yang banyak
– Trombositopenia. Besar trombosit umumnya normal, hanya
kadang ditemui bentuk trombosit yang lebih besar (giant
plalets),
– Masa perdarahan memanjang (Bleeding Time)
• Pemeriksaan aspirasi sumsum tulang:
– Tidak perlu bila gambaran klinis dan laboratoris klasik.
– Dilakukan pemeriksaan aspirasi sumsum tulang bila gagal terapi
selama 3-6 bulan, atau pada pemeriksaan fisik ditemukan
adanya pembesaran hepar/ lien/kelenjar getah bening dan pada
laboratorium ditemukan bisitopenia.
Penatalaksanaan

Neunert C et.al The American Society of Hematology 2011 evidence-based practice guideline for immune thrombocytopenia. Blood. 2011;117(16):4190-4207
Medikamentosa
• Pengobatan dengan kortikosteroid diberikan bila:
– Perdarahan mukosa dengan jumlah trombosit <20.000/ μL
– Perdarahan ringan dengan jumlah trombosit <10.000/ μL
– Steroid yang biasa digunakan ialah prednison, dosis 1-2 mg/kgBB/hari,
dievaluasi
– setelah pengobatan 1-2 minggu. Bila responsif, dosis diturunkan
pelahan-lahan sampai kadar trombosit stabil atau dipertahankan
sekitar 30.000 - 50.000/μL.
– Prednison dapat juga diberikan dengan dosis tinggi yaitu 4
mg/kgBB/hari selama 4 hari.
– Bila tidak respons, pengobatan yang diberikan hanya suportif.
– Pengembalian kadar trombosit akan terjadi perlahan-lahan dalam
waktu 2-4 minggu dan paling lama 6 bulan.
– Pada ITP dengan kadar trombosit >30.000/μL dan tidak memiliki
keluhan umumnya tidak akan diberikan terapi, hanya diobservasi saja.
Medikamentosa

• Pemberian suspensi trombosit dilakukan bila :


– Jumlah trombosit <20.000/ μL dengan perdarahan
mukosa berulang (epistaksis)
– Perdarahan retina
– Perdarahan berat (epistaksis yang memerlukan
tampon, hematuria, perdarahan organ dalam)
– Jumlah trombosit < 50.000/ul dengan
kecurigaan/pasti perdarahan intra kranial
– Menjalani operasi, dengan jumlah trombosit
<150.000/ μL.
132. Asuhan nutrisi pediatrik
• Asuhan nutrisi pediatrik (ANP) merupakan suatu
pelayanan kesehatan pencegahan berupa asuhan
nutrisi yang diberikan kepada setiap pasien rawat
jalan dan rawat inap untuk mencegah terjadinya
malnutrisi, menurunkan angka morbiditas dan
mortalitas akibat masalah nutrisi dan mencegah
malnutrisi rumah sakit
• ANP adalah hak setiap anak dan dilakukan pada
tiap anak baik sehat maupun sakit
Langkah – langkah melakukan ANP
Assesment
Tentukan status gizi dan masalah nutrisi

Tentukan kebutuhan gizi menurut height age

Tentukan fungsi saluran cerna

Tidak ada
gangguan Ada
Gangguan
Nilai fungsi oromotor

Baik Terganggu

Jangka pendek : Nutrisi Parenteral :


Jangka panjang :
Oral Gastrostomi
NGT, Perifer <14 hari ;
Nasoduodenal,
/jejunostomi
nasojejunal central >14 hari

Fungsi kembali
normal
NUTRISI ENTERAL
Algoritme penggunaan grafik pertumbuhan
Tentukan Usia pasien

0-5 tahun >5-18 tahun

Gunakan grafik BB/TB Gunakan grafik BB/TB


WHO 2006 CDC 2000

Z score >+1 BB/TB >110%

Usia <2 tahun Usia 2-5 tahun

Grafik IMT Grafik IMT Grafik IMT


WHO 2006 CDC 2000 CDC 2000
133.
Resusitasi
Neonatus
Indicator of Successful Resuscitation
• A prompt increase in heart rate remains the most sensitive
indicator of resuscitation efficacy (LOE 5 5).
• Of the clinical assessments, auscultation of the heart is the most
accurate, with palpation of the umbilical cord less so.
• There is clear evidence that an increase in oxygenation and
improvement in color may take many minutes to achieve, even in
uncompromised babies.
• Furthermore, there is increasing evidence that exposure of the
newly born to hyperoxia is detrimental to many organs at a cellular
and functional level.
• For this reason color has been removed as an indicator of
oxygenation or resuscitation efficacy.
• Respirations, heart rate, and oxygenation should be reassessed
periodically, and coordinated chest compressions and ventilations
should continue until the spontaneous heart rate is 􏰖 60 per
minute
Kattwinkel, John et al. Part 15: Neonatal Resuscitation: 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation a nd
Emergency Cardiovascular Care. Circulation. 2010;122(suppl 3):S909–S919.
Kapan menghentikan resusitasi?
• Pada bayi baru lahir tanpa adanya denyut
jantung, dianggap layak untuk menghentikan
resusitasi jika detak jantung tetap tidak terdeteksi
setelah dilakukan resusitasi selama 10 menit
(kelas IIb, LOE C).
• Keputusan untuk tetap meneruskan usaha
resusitasi bisa dipertimbangkan setelah
memperhatikan beberapa faktor seperti etiologi
dari henti hantung pasien, usia gestasi, adanya
komplikasi, dan pertimbangan dari orangtua
mengenai risiko morbiditas.

Kattwinkel, John et al. Part 15: Neonatal Resuscitation: 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation a nd
Emergency Cardiovascular Care. Circulation. 2010;122(suppl 3):S909–S919.
134. Enterokolitis Nekrotikans
• sindrom nekrosis intestinal akut • Patogenesis EN masih belum
pada neonatus yang ditandai oleh sepenuhnya dimengerti dan
kerusakan intestinal berat akibat diduga multifaktorial.
gabungan jejas vaskular, mukosa, • Diperkirakan karena iskemia yang
dan metabolik (dan faktor lain berakibat pada kerusakan
yang belum diketahui) pada usus integritas usus.
yang imatur. • Pemberian minum secara enteral
• Enterokolitis nekrotikans hampir akan menjadi substrat untuk
selalu terjadi pada bayi prematur. proliferasi bakteri, diikuti oleh
• Insidens pada bayi dengan berat invasi mukosa usus yang telah
<1,5 kg sebesar 6-10%. rusak oleh bakteri yang
• Insidens meningkat dengan memproduksi gas gas usus
semakin rendahnya usia gestasi. intramural yang dikenal sebagai
pneumatosis intestinalis
mengalami progresivitas menjadi
nekrosis transmural atau gangren
usus perforasi dan peritonitis.
Faktor risiko
• Prematuritas.
• Pemberian makan enteral. EN jarang ditemukan pada bayi
yang belum pernah diberi minum.
– Formula hyperosmolar dapat mengubah permeabilitas mukosa dan
mengakibatkan kerusakan mukosa.
– Pemberian ASI terbukti dapat menurunkan kejadian EN.
• Mikroorganisme patogen enteral. Patogen bakteri dan virus
yang diduga berperan adalah E. coli, Klebsiella, S. epidermidis,
Clostridium sp. , coronavirus dan rotavirus.
• Kejadian hipoksia/iskemia, misalnya asfiksia dan penyakit
jantung bawaan.
• Bayi dengan polisitemia, transfusi tukar, dan pertumbuhan
janin terhambat berisiko mengalami iskemia intestinal.
• Volume pemberian minum, waktu pemberian minum, dan
peningkatan minum enteral yang cepat.
Manifestasi klinis
Manifestasi sistemik Manifestasi pada abdomen
• Distres pernapasan • Distensi abdomen
• Eritema dinding abdomen atau
• Apnu dan atau bradikardia indurasi
• Letargi atau iritabilitas • Tinja berdarah, baik samar
maupun perdarahan saluran
• Instabilitas suhu cerna masif (hematokesia)
• Toleransi minum buruk • Residu lambung
• Hipotensi/syok, hipoperfusi • Muntah (bilier, darah, atau
keduanya)
• Asidosis • Ileus (berkurangnya atau
hilangnya bising usus)
• Oliguria
• Massa abdominal terlokalisir yang
• Manifestasi perdarahan persisten
• Asites
Pemeriksaan penunjang
• Darah perifer lengkap. Leukosit • Foto polos abdomen 2
bisa normal, meningkat (dengan posisi serial:
pergeseran ke kiri), atau menurun
dan dijumpai tombositopenia – Foto polos abdomen posisi
supine, dijumpai distribusi
• Kultur darah untuk bakteri aerob, usus abnormal, edema
anaerob, dan jamur dinding usus, posisi loop usus
• Tes darah samar persisten pada foto serial,
• Analisis gas darah, dapat dijumpai massa, pneumatosis
asidosis metabolik atau campuran intestinalis (tanda khas EN),
• Elektrolit darah, dapat dijumpai atau gas pada vena porta
ketidakseimbangan elektrolit, – Foto polos abdomen posisi
terutama hipo/ lateral dekubitus atau lateral
• hipernatremia dan hiperkalemia untuk mencari
pneumoperitoneum.
• Kultur tinja
Tata laksana umum untuk semua pasien EN:

• Puasa dan pemberian • Tes darah samar tiap 24 jam


nutrisi parenteral total. untuk memonitor
• Pasang sonde nasogastrik perdarahan gastrointestinal.
untuk dekompresi lambung. • Jaga keseimbangan cairan
• Pemantauan ketat: dan elektrolit. Pertahankan
– Tanda vital diuresis 1-3 mL/kg/hari.
– Lingkar perut (ukur setiap 12- • Periksa darah tepi lengkap
24 jam), diskolorasi abdomen dan elektrolit setiap 24 jam
• Lepas kateter umbilikal (bila sampai stabil.
ada). • Foto polos abdomen serial
• Antibiotik: ampisilin dan setiap 8-12 jam.
gentamisin ditambah • Konsultasi ke departemen
dengan metronidazole Bedah Anak.
Tata laksana khusus bergantung pada stadium
Enterokolitis nekrotikans Enterokolitis nekrotikans
stadium I stadium II dan III
• Tata laksana umum. • Tata laksana umum.
• Antibiotik selama 14 hari.
• Pemberian minum dapat
• Puasa selama 2 minggu.
dimulai setelah 3 hari Pemberian minum dapat
dipuasakan dimulai 7-10 hari setelah
perbaikan radiologis
• Antibiotik dapat dihentikan pneumatosis.
setelah 3 hari pemberian • Ventilasi mekanik bila
dengan syarat kultur dibutuhkan.
negative dan terdapat • Jaga keseimbangan
hemodinamik. Pada EN
perbaikan klinis. stadium III sering dijumpai
hipotensi refrakter.
Tata laksana bedah
• Laparatomi eksplorasi dengan reseksi segmen
yang nekrosis dan enterostomi atau
anastomosis primer.
• Drainase peritoneal umumnya dilakukan pada
bayi dengan berat <1000 g dan kondisi tidak
stabil.
135-136. Demam Dengue (DF)
• Disebabkan oleh virus flavivirus dengan 4 serotipe DE-1,
DEN-2, DEN-3, DEN-4 melalui nyamuk aedes aegypti atau
aedes albopictus
• DEN-3 merupakan serotipe yang banyak berhubungan
dengan kasus berat, diikuti dengan serotipe DEN-2
• Demam akut 2-7 hari dengan 2 atau lebih gejala berikut:
– Nyeri kepala
– Nyeri retroorbita
– Myalgia/arthralgia
– Ruam
– Manifestasi perdarahan
– Leukopenia
KLASIFIKASI DBD
Derajat (WHO 1997):
• Derajat I : Demam dengan test rumple leed
positif.
• Derajat II : Derajat I disertai dengan perdarahan
spontan dikulit atau perdarahan lain.
• Derajat III : Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu
nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun/
hipotensi disertai dengan kulit dingin lembab dan
pasien menjadi gelisah.
• Derajat IV : Syock berat dengan nadi yang tidak
teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur.
WHO. SEARO. Guidelines for treatment of dengue fever/dengue hemorrhagic fever in
small hospitals. 1999.
Dengue Fever – Immune Response

Fig. 1. DV-induced cytokine cascade. DV replicates in macrophage and is presented to recruit CD4􏰖 cells which produce hCF. hCF induces a cytokine
cascade that may lead to Th1-type response causing a mild illness, the DF or to a Th2-type response resulting in various grades of severe illness, the
DHF. Thin line, positive induction; Interrupted line, inhibition; Thick line, damaging effect.
molecular mechanisms that contribute
to dengue-induced thrombocytopenia
Pediatric Vital
Signs
Heart Rate
Age
(beats/min)

Premature 120-170 *
0-3 mo 100-150 *
3-6 mo 90-120 http://web.missouri.edu/~proste/lab/vitals-peds.pdf

6-12 mo 80-120
1-3 yr 70-110
3-6 yr 65-110
6-12 yr 60-95
12 > yr 55-85

Kleigman, R.M., et al. Nelson Textbook of Pediatrics. 19th ed. Philadelphia: Saunders, 2011. 1Soldin, S.J., Brugnara, C., & Hicks, J.M. (1999). Pediatric
* From Dieckmann R, Brownstein D, Gausche-Hill M (eds): Pediatric Education for Prehospital reference ranges (3rd ed.). Washington, DC: AACC Press.
Professionals. Sudbury, Mass, Jones & Bartlett, American Academy of Pediatrics, 2000, pp 43-45. http://wps.prenhall.com/wps/media/objects/354/36284
† From American Heart Association ECC Guidelines, 2000. 6/London%20App.%20B.pdf
Pemeriksaan Penunjang
Rumple leede test
• A tourniquet test used to determine the presence of
vitamin C deficiency or thrombocytopenia
• A circle 2.5 cm in diameter, the upper edge of which is
4 cm below the crease of the elbow, is drawn on the
inner aspect of the forearm, pressure midway between
the systolic and diastolic blood pressure is applied
above the elbow for 15 minutes
• Count petechiae within the circle is made:
– 10 normal
– 10-20 marginal
– more than 20 abnormal.
Pemantauan Rawat
Alur
Perawatan
137. Defisiensi Vitamin B
Beriberi - a disease whose symptoms include weight loss,
Vitamin B1 (Thiamine) body weakness and pain, brain damage, irregular heart rate,
heart failure, and death if left untreated
Causes distinctive bright pink tongues, although other
Vitamin B2 (Riboflavin) symptoms are cracked lips, throat swelling, bloodshot eyes,
and low red blood cell count
Pellagra - symptoms included diarrhea, dermatitis, dementia,
Vitamin B3 (Niacin)
and finally death (4D)
Vitamin B5
Acne and Chronic paresthesia
(Pantothenic Acid)
Microcytic anemia, depression, dermatitis, high blood
Vitamin B6
pressure (hypertension), water retention, and elevated levels
(Pyridoxine)
of homocysteine
Causes rashes, hair loss, anaemia, and mental conditions
Vitamin B7 (Biotin)
including hallucinations, drowsiness, and depression
Causes gradual deterioration of the spinal cord and very
Vitamin B12
gradual brain deterioration, resulting in sensory or motor
(Cobalamin)
deficiencies
Vitamin B12: Cobalamin absorption
• Initially bound to protein in diet,
liberated by acid and pepsin, then
binds to R factors in saliva and
gastric acids
• Freed from R factors by
pancreatic proteases them binds
to Intrinsic Factor secreted by
gastric parietal cells
• Absorbed together (Cbl + IF) in
ileum
• Released from IF in ileal cell then
exocytosed bound to trans-Cbl II
• Cbl bound to transcobalamin II
binds to cell surface receptors
and is endocytosed

Kaferle J. Evaluation of Macrocytosis. Am Fam Physician. 2009;79(3):203-208


Actions of Cobalamin & Folate
Anemia Makrositik (Defisiensi Vitamin B12)
• Macrocytosis : mean corpuscular volume
greater than 100 fL
B12 Deficiency Symptoms
Atrophic glossitis (shiny
tongue)
Shuffling broad gait
Anemia and related sx
Vaginal atrophy
Malabsorption
Jaundice
Personality changes
Hyperhomocysteinemia
Neurologic symptoms (next
slide)
Copper deficiency can cause
similar neurologic symptoms
B12 Symptoms: Neurologic
Paresthesias Subacute combined
Memory loss degeneration of the dorsal
(posterior) and lateral spinal
Numbness
columns
Weakness
Due to a defect in
Loss of dexterity due to loss myelination
of vibration and position
sense
NOT ALL PATIENTS WITH B12
Symmetric neuropathy DEFICIENCY RELATED
legs>arms NEUROLOGIC ABNORMALITIES
Severe weakness, spasticity, ARE ANEMIA OR MACROCYTOSIS
clonus, paraplegia and
incontinence
B12 Lab findings
Macroovalocytic anemia
with elevated serum bili and
LDH
Increased red cell
breakdown due to
ineffective hematopoiesis
Retic, WBC & platelets
normal to low
Hypersegmented neurophils
Also occur in renal failure,
fe deficiency, inherited
138. Drug-induced Hyponatremia
Hiponatremi Konsentrasi natrium serum < 135 mmol/L.
Obat-obatan umumnya dapat menyebabkan abnormalitas
elektrolit.
Salah satu abnormalitas elektrolit yang dapat disebabkan
obat adalah hiponatremi.
↓konsentrasi Gradien osmotik
natrium dalam intra-ekstra seluler
serum otak

Gangguan Air masuki ke


Edema serebral
neurologis dalam sel
Liamins G. et al. A Review of Drug-Induced Hyponatremia. American Journal of Kidney Diseases, Vol 52, No 1 (July), 2008: pp 144-153
Klasifikasi Hiponatremi
Berdasarkan kadar Berdasarkan onset
Berdasarkan gejala
natrium waktu
• Mild: 130-135 • Akut : Berlangsung • Moderate:
mmol/L < 48 jam • - Mual tanpa
• Moderate: 125-129 • Kronik: muntah
mmol/L Berlangsung > 48 • - Bingung
• Profound: < 125 jam • - Sakit Kepala
mmol/L • Severe:
• - Muntah
• - Cardio-respiratory
distress
• - Somnolen
• - Kejang
• - Koma(GCS<8)
Spasovski G. et al. Clinical Practice Guideline on Diagnosis and Treatment of hyponatremia
Obat-obatan Penyebab

Liamins G. et al. A Review of Drug-Induced Hyponatremia. American Journal of Kidney Diseases, Vol 52, No 1 (July), 2008: pp 144-153
Loop Diuretics
• Lebih jarang menyebabkan hiponatremi

Inhibiting sodium
Reduce the Impair both the
chloride
osmolarity of the renal concentrating
reabsorption in the
medullary and diluting
thick ascending limb
interstitium mechanisms
of the loop of Henle

Liamins G. et al. A Review of Drug-Induced Hyponatremia. American Journal of Kidney Diseases, Vol 52, No 1 (July), 2008: pp 144-153
Thiazide Diuretics
• Diuretik penyebab hiponatremi tersering.

Do not interfere
with urinary
Critical point for the
Acting solely in the concentration and
development of
distal tubules the ability of ADH to
hyponatremia
promote water
retention

Liamins G. et al. A Review of Drug-Induced Hyponatremia. American Journal of Kidney Diseases, Vol 52, No 1 (July), 2008: pp 144-153
Thiazide vs Loop Diuretics

http://www.pbfluids.com/2014_12_01_archive.html
Terapi
Onset lambat (> 48 jam) Nacl 0.9%
Onset cepat (< 48 jam) pertimbangkan Nacl 3%
Stop obat-obatan penyebab
OBSTETRI &
GINEKOLOGI
139. Polihidramnion
• Volume air ketuban lebih 2000 cc
• Muncul sesudah kehamilan lebih 20 minggu

• Etiologi
– Rh isoimunisasi, DM, gemelli, kelainan kongenital dan idiopatik

• Gejala
– Sering pada trimester terakhir kehamilan
– Fundus uteri ≥ tua kehamilan
– DJJ sulit didengar
– Ringan : sesak nafas ringan
– Berat : air ketuban > 4000 cc
– Dyspnoe & orthopnea
– Oedema pada extremitas bawah

• Diagnosis
– Palpasi dan USG
Buku Saku Pelayanan Ibu, WHO
Polihidramnion: Tatalaksana
• Identifikasi penyebab
• Kronik hidramnion : diet protein ↑, cukup istirahat
• Polihidramnion sedang/berat, aterm → terminasi
• Penderita di rawat inap, istirahat total dan dimonitor
• Jika dyspnoe berat, orthopnea, janin kecil → amniosintesis
• Amniosintesis, 500 – 1000 cc/hari → diulangi 2 – 3 hari
• Bila perlu dapat dipertimbangkan pemberian tokolitik

• Komplikasi
– Kelainan letak janin
– partus lama
– solusio plasenta
– tali pusat menumbung dan
– PPH
– Prematuritas dan kematian perinatal tinggi

Buku Saku Pelayanan Ibu, WHO


Oligohidramnion
• Suatu keadaan dimana air ketuban
kurang dari normal, yaitu kurang dari
500 cc (manuaba, 2007)

• Etiologi
– Janin: Kelainan kromosom, cacat
kongenital, hambatan pertumbuhan
janin dalam rahim, kehamilan posterm
– Ibu: hipertensi, DM, SLE, masalah
plasenta, PROM

• Komplikasi
• Menekan organ janin, keguguran,
prematur, IUFD, komplikasi persalinan
Buku Saku Pelayanan Ibu, WHO
Oligohidramnion: Tatalaksana

Tindakan Konservatif
• Tirah baring / istirahat yang cukup.
• Rehidrasi.
• Perbaikan nutrisi.
• Pemantauan kesejahteraan janin (hitung
pergerakan janin, NST, Bpp).
• Pemeriksaan USG yang umum dari volume cairan
amnion.
• Amnion infusion.
• Induksi dan kelahiran

Buku Saku Pelayanan Ibu, WHO


140. Kehamilan Usia Muda (Remaja)
• AKI pada kehamilan < 20 tahun
– 2-4 x lebih besar dari kehamilan dan persalinan pada usia reproduksi
sehat (20-35 tahun)

• Risiko Medis
– Asuhan antenatal berkurang, terutama bila terjadi diluar pernikahan
– Risiko menderita hipertensi selama kehamilan
– Akses kesehatan dan suplemen masa kehamilan << risiko anemia dan
HPP
– Prematuritas
– BBLR
– Ovum belum sempurna risiko kelainan kongenital
– Depresi post partum karena belum matang secara mental
– >> risiko kanker serviks karena melakukan seks usia muda

http://www.webmd.com/baby/guide/teen-pregnancy-medical-risks-and-realities?page=3
Kehamilan Usia Dini: Risiko

R I S I K O PA DA I B U R I S I K O PA DA B AY I
• Perdarahan karena otot • Prematuritas
rahim lemah dalam involusi • BBLR
• Keguguran/abortus • Cacat bawaan
• Persalinan yang lama dan • Kematian bayi/perinatal
sulit
• AKI saat partus akibat
perdarahan dan infeksi

http://dp2m.umm.ac.id/files/file/INFORMASI%20PROGRAM%20INSENTIF%20RISTEK/7%20BAHAYA
%20KEHAMILAN%20DI%20BAWAH%20 UMUR.pdf
Kehamilan usia tua
• Kehamilan di usia > 35 tahun

• Meningkatkan risiko terhadap


– DM gestasional, hipertensi selama kehamilan, BBLR,
prematuritas, SC, abortus, Down syndrome, komplikasi
selama persalinan (persalinan lama, persalinan dengan
bantuan alat, SC, atau lahir mati)
Kehamilan usia tua
141. KB: Tujuan
• Menunjang tercapainya kesehatan ibu dan bayi, karena
kehamilan yang diinginkan dan berlangsung pada keadaan
dan saat yang tepat, akan lebih menjamin keselamatan ibu
dan bayi yang dikandungnya

• Pelayanan KB bertujuan menunda, menjarangkan, atau


membatasi kehamilan bila jumlah anak sudah cukup

• Keluarga berencana termasuk dalam empat pilar upaya


Safe Motherhood
– Tujuan Safe Motherhood: Menurunkan angka kesakitan dan
kematian ibu hamil, bersalin, nifas, di samping menurunkan
angka kesakitan dan kematian bayi program KB memiliki
peranan dalam menurunkan risiko kematian ibu melalui
pencegahan kehamilan, penundaan usia kehamilan serta
menjarangkan kehamilan (Depkes RI, 2000).
142. Torsio Kista Ovarium
• Terjadi akibat perubahan dari volume dan berat kista yang mengubah posisi
kista, sehingga memungkinkan terjadinya puntiran

• Berhubungan dengan penurunan venous return dari ovarium akibat edema


stromal, internal hemorrhage, hiperstimulasi, atau massa

• Kebanyakan kasus bersifat unilateral pada ovarium yang berukuran besar

• Tanda dan gejala


– Nyeri mendadak yang muncul pada saat beraktivitas
– Nyeri menjalar ke pinggang, panggul, dan paha
– Unilateral pada bagian bawah perut
– Mual dan muntah (70%)
– Biasanya berhubungan dengan pengecilan ukuran kista
– Demam hanya muncul pada saat terjadi nekrosis
http://emedicine.medscape.com/article/2026938-treatment
Torsio Kista Ovarium
• Faktor Risiko
• Kista ovarium pada kehamilan
• Tumor ovarium
• Riwayat operasi ligasi tuba
• Pemeriksaan Penunjang
– USG: pembesaran kista

• Terapi
– Medikamentosa
– Anti nyeri, anti emesis
– Operatif
– Laparoskopi/ laparotomi

• Komplikasi
– Infeksi, peritonitis, sepsis, adesi, nyeri
kronik, infertilitas
143. Indikasi VBAC

• Proses melahirkan normal setelah pernah melakukan seksio sesarea

Menurut Cunningham FG (2001) kriteria seleksinya adalah berikut :


• Riwayat 1 atau 2 kali seksio sesarea dengan insisi segmen bawah
• rahim.
• Secara klinis panggul adekuat atau imbang fetopelvik baik
• Tidak ada bekas ruptur uteri atau bekas operasi lain pada uterus
• Tersedianya tenaga yang mampu untuk melaksanakan monitoring,
• persalinan dan seksio sesarea emergensi.
• Sarana dan personil anastesi siap untuk menangani seksio sesarea
• darurat
Kontra Indikasi VBAC

Menurut Depp R (1996) kontra indikasi mutlak melakukan VBAC adalah


:
• Bekas seksio sesarea klasik
• Bekas seksio sesarea dengan insisi T
• Bekas ruptur uteri
• Bekas komplikasi operasi seksio sesarea dengan laserasi serviks
yang luas
• Bekas sayatan uterus lainnya di fundus uteri contohnya
miomektomi
• Disproporsi sefalopelvik yang jelas.
• Pasien menolak persalinan pervaginal
• Panggul sempit
• Ada komplikasi medis dan obstetrik yang merupakan kontra indikasi
persalinan pervaginal
Skor VBAC
VBAC: Angka Keberhasilan
Sectio Caesarea
• Prosedur bedah untuk kelahiran janin dengan insisi melalui abdomen
dan uterus, disebut juga histerotomia untuk melahirkan janin dari
dalam rahim

• Indikasi
– Plasenta Previa sentralis dan lateralis(posterior)
– Panggul Sempit(Panggul dengan CV 8 cm dapat dipastikan tidak dapat
melahirkan pervaginam, 8-10 cm boleh dicoba dengan partus percobaan,
baru setelah gagal dilakukan seksio caesaria sekunder
– Disproporsi sefalo-pelvik(ketidak seimbangan antara ukuran kepala dan
panggul)
– Ruptura uteri mengancam
– Partus Lama
– Partus Lama(prolonged labor)
– Partus Tak Maju
– Distosia servik
– Pre-eklampsia dan hipertensi
Sectio Caesarea: Indikasi

• Malpresentasi janin:
– Letak Lintang
Semua primigravida dengan letak janin lintang harus
ditolong dengan operasi seksio sesaria
– Letak Bokong, dianjurkan seksio sesaria bila:
• Panggul sempit
• Primigravida
• Janin besar dan Berharga
• Presentasi dahi dan muka(letak defleksi) bila reposisi dan cara-cara
lain tidak berhasil
• Presentasi rangkap, bila reposisi tidak berhasil
• Gemelli
Sectio Caesarea: Kontra Indikasi
Kontra Indikasi Absolut Kontra Indikasi Relatif
1. Pasien menolak 1. Infeksi sisitemik (sepsis,
2. Infeksi pada tempat suntikan bakteremia)
3. Hipovolemia berat, syok 2. Infeksi sekitar suntikan
4. Koagulapati atau mendapat 3. Kelainan neurologis
terapi antikagulan
4. Kelainan psikis
5. TIK meninggi
5. Bedah lama
6. Fasilitas resusitasi minimal
6. Penyakit jantung
7. Kurang pengalaman/ tanpa
didampingi konsultan 7. Hipovolemia ringan
anesthesia. 8. Nyeri punggung kronis
Insisi Transversal VS Insisi Klasik
144. Gangguan Menstruasi
Disorder Definition
Amenorrhea Primer Tidak pernah menstruasi setelah berusia 16 tahun, atau
berusia 14 tahun tanpa menstruasi sebelumnya dan tidak
terdapat tanda-tanda perkembangan seksual sekunder

Amenorrhea Tidak terdapat menstruasi selama 3 bulan pada wanita


Sekunder dengan sklus haid teratur, atau 9 bulan pada wanita dengan
siklus menstruasi tidak teratur
Oligomenorea Menstruasi yang jarang atau dengan perdarahan yang sangat
sedikit
Menorrhagia Perdarahan yang banyak dan memanjang pada interval
menstruasi yang teratur
Metrorrhagia Perdarahan pada interval yang tidak teratur, biasanya diantara
siklus
Menometrorrhagia Perdarahan yang banyak dan memanjang, lebih sering
dibandingkan dengan siklus normal
Gangguan Menstruasi: Metrorrhagia
• Perdarahan diluar siklus menstruasi yang teratur

• Etiologi
– Keganasan (kanker serviks, uterus, vagina, endometrium
dll), inflamasi alat reproduksi, abnormalitas endometrium
(endometriosis, adenomiosis dll), gangguan hormon,
gangguan pembekuan, trauma, kehamilan

• Gejala dan Tanda


– Perdarahan diluar masa menstruasi
Gangguan Menstruasi: Menorrhagia
• Perdarahan menstruasi lebih dari 7 hari dengan siklus teratur

• Dapat juga disertai perdarahan berat (ganti pembalut/< 2 jam)

• Gejala dan Tanda


– Perdarahan menstruasi yang merembes dalam 1-2 jam
– Menstruasi > 7 hari
– Nyeri menetap pada perut bawah, rasa lelah, sesak napas

• Etiologi
– Gangguan uterus: tumor (fibroid, polip), keganasan, KB (IUD)
– Gangguan hormonal
– Obat-obatan
– Penyakit lain
• Terkait perdarahan: von Willebrand disease, gangguan platelet
• Tidak terkait perdarahan: gangguan hati, ginjal, tiroid, PID, kanker
https://www.cdc.gov/ncbddd/blooddisorders/women/menorrhagia.html
Gangguan Menstruasi
• Pemeriksaan
– USG
– Pemeriksaan darah: anemia, gangguan pembekuan,
tiroid
– Pap smear: inflamasi, infeksi, keganasan
– Biopsi endometrium

• Tatalaksana
– Suplementasi besi, ibuprofen, pil KB, terapi hormon,
antifibrinolitik

https://www.cdc.gov/ncbddd/blooddisorders/women/menorrhagia.html
145-146. Keluarga Berencana

• Metode Kontrasepsi
– Barrier
– Hormonal
– IUD
– Operasi/ sterilisasi
– Alami
– Darurat
KB: Metode Barrier

• Menghalangi bertemunya
sperma dan sel telur
• Efektivitas: 98 %
• Mencegah penularan PMS
• Efek samping
– Dapat memicu reaksi alergi
lateks, ISK dan keputihan
(diafragma)
• Harus sedia sebelum
berhubungan
Kontrasepsi Barrier: Kondom
• Terbuat dari karet sintetis yang tipis, berbentuk silinder, dengan muaranya
berpinggir tebal, yang digulung rata
• Standar kondom: ketebalan 0,02 mm
• Cara Kerja
– Mencegah sperma masuk ke saluran reproduksi wanita
– Sebagai alat kontrasepsi
– Pelindung terhadap infeksi atau transmisi mikroorganisme penyebab PMS

• Manfaat
– Angka kegagalan rendah (2-12 kehamilan/100/tahun)
– Tidak mengganggu ASI dan hormon lainnya
– Mencegah penularan PMS
– Mengurangi insiden kanker serviks
– Mencegah ejakulasi dini dan imunoinfertiitas

• Efek samping
– Dapat memicu reaksi alergi lateks,
ISK dan keputihan (diafragma)
• Harus sedia sebelum berhubungan
KB: Metode Hormonal
Kombinasi Progestin
• Cara kerja • Cara Kerja
– ovulasi, mengentalkan lendir serviks – Mencegah ovulasi, mengentalkan lendir
penetrasi sperma <<, atrofi endometrium serviks penetrasi sperma terganggu,
implantasi terganggu, dan menghambat menjadikan selaput rahim tipis & atrofi,
transportasi gamet oleh tuba menghambat transportasi gamet oleh tuba

• Efek samping • Efek Samping


• Perubahan pola haid, sakit kepala, pusing, BB>>, – Perubahan pola haid, sakit kepala, pusing,
perut kembung, perubahan suasana perasaan, perubahan suasana perasaan, nyeri
dan penurunan hasrat seksual payudara, nyeri perut, dan mual

• Kontra Indikasi • Kontra Indikasi


• Gangguan KV, menyusui eksklusif, perdarahan – Serupa dengan kombinasi
pervaginam idiopatik, hepatitis, perokok, – Pil progestin dapat diminum saat
riwayat diabetes > 20 tahun, kanker payudara menyusui
atau dicurigai, migraine dan gejala neurologic
fokal (epilepsi/riwayat epilepsi), tidak dapat
menggunakan pil secara teratur setiap hari.
Metode Hormonal:
Pil & Suntikan Kombinasi
• Jenis Pil Kombinasi
– Monofasik (21 tab): E/P dalam dosis yang
sama, dengan 7 tablet tanpa hormon aktif
(placebo).
– Bifasik (21 tab): E/P dengan dua dosis yang
berbeda, dengan 7 tablet tanpa hormon aktif.
– Trifasik (21 tab) : E/P dengan tiga dosis yang
berbeda, dengan 7 tablet tanpa hormon aktif

• Jenis Suntikan Kombinasi


– 25mg Depo Medroksiprogesteron Asetat + 5
mg Estradiol Sipionat, IM sebulan sekali
– 50mg Noretindron Enantat + 5 mg Estradiol
Valerat, IM sebulan sekali
Metode
Pil dan Hormonal:
Suntikan Progestin
Pil & Suntikan Progesteron
• Pil Progestin
– Isi 35 pil: 300 µg levonorgestrel atau 350 µg
noretindron
– Isi 28 pil: 75 µg norgestrel
– Contoh
• Micrinor, NOR-QD, noriday, norod (0,35 mg
noretindron)
• Microval, noregeston, microlut (0,03 mg
levonogestrol)
• Ourette, noegest (0,5 mg norgestrel)
• Exluton (0,5 mg linestrenol)
• Femulen (0,5 mg etinodial diassetat)

• Suntikan Progestin
– Depo Medroksiprogesteron Asetat (Depo Provera)
150mg DMPA, IM di bokong/ 3 bulan
– Depo Norestisteron Enantat (Depo Norissterat)
200mg Noretdron Enantat,IM di bokong/ 2 bulan
Jika Lupa Meminum

• Pil KB Andalan diminum di hari pertama haid


• Satu tablet setiap hari pada waktu yang sama untuk
mengurangi kemungkinan efek samping
• Bila lupa minum 1 butir pil hormonal (berwarna kuning)
harus minum 2 butir pil hormonal segera setelah Anda
mengingatnya
• Apabila lupa meminum 2 butir/ lebih pil hormonal (berwarna
kuning) minum 2 pilselama 2 hari berturut-turut dan+
gunakan kondom bila melakukan hubungan seksual atau
hindari hubungan seksual selama 7 hari
• Apabila lupa meminum 1 butir pil pengingat (berwarna putih)
maka buang pil pengingat yang terlupakan
Efek Samping KB Suntik
Depo provera (progesteron)
• Medroxyprogesterone
– Menghambat ovulasi, pengentalan mukus dan lapisan uterus, dapat
meringankan nyeri endometriosis
• Efektivitas: 99%
• Sebaiknya penggunaan tidak > 2 tahun pengeroposan tulang
• Diberikan IM/3 bulan,pada 5 hari pertama haid
• Hasil studi: Kebanyakan akan mengalami gangguan menstruasi
seperti flek, perdarahan memanjang, menjarang, atau lebih sering
menstruasi
– Penggunaan KB suntik mencapai 1 tahun, terjadi perubahan dari
gangguan perdarahan menjadi amenorea (55%) dan persentase
bertambah menjadi 68% dalam 2 tahun.

• Efek samping
– Siklus menstruasi iregular atau tidak haid (paling sering)
– Sakit kepala, depresi, pusing, jerawat, perubahan napsu makan,
kenaikan BB https://www.drugs.com/depo-provera.html
https://dailymed.nlm.nih.gov/dailymed/archives/fdaDrugInfo.cfm?archiveid=11565
KB: Penanganan Efek Samping KB Suntik
• Pusing dan sakit kepala
– Anti prostaglandin untuk mengurangi keluhan, acetosal 500 mg
3 x 1 tablet/hari.

• Hematoma
– Kompres dingin pada daerah yang membiru selama 2 hari lalu
kompres hangat sehingga warna biru/kuning hilang.

• Keputihan
– Pengobatan medis biasanya tidak diperlukan. Bila cairan
berlebihan dapat diberikan preparat anti cholinergic seperti
extrabelladona 10 mg 2 x 1 tablet untuk mengurangi cairan
yang berlebihan. Perubahan warna dan bau biasanya
disebabkan oleh adanya infeksi.
Metode Hormonal: Implan
• Implan (Saifuddin, 2006) • Cara Kerja
– Norplant: 36 mg levonorgestrel dan lama • menekan ovulasi,
kerjanya 5 tahun. mengentalkan lendir
serviks, menjadikan
selaput rahim tipis dan
atrofi, dan mengurangi
– Implanon: 68 mg ketodesogestrel dan lama transportasi sperma
kerjanya 3 tahun.
• Efek Samping
• Serupa dengan
hormonal pil dan
suntikan
– Jadena dan Indoplant: 75 mg
levonorgestrel dengan lama kerja 3 tahun
• Kontra Indikasi
• Serupa dengan
hormonal pil dan
suntikan
KB: Metode IUD
• Cara Kerja
– Menghambat kemampuan sperma
untuk masuk ke tuba falopii
– Mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum
mencapai kavum uteri
– Mencegah implantasi hasil konsepsi
kedalam rahim

• Efek Samping
– Nyeri perut, spotting, infeksi, gangguan
haid

• Kontra Indikasi
• Hamil, kelainan alat kandungan bagian dalam, perdarahan vagina yang tidak diketahui,
sedang menderita infeksi alat genital (vaginitis, servisitis), tiga bulan terakhir sedang
mengalami atau sering menderita PRP atau abortus septik, penyakit trofoblas yang
ganas, diketahui menderita TBC pelvik, kanker alat genital, ukuran rongga rahim
kurang dari 5 cm
EPO. (2008). Alat Kontrasepsi Dalam Rahim atau Intra Uterine Device (IUD). Diambil pada tanggal 20 Mei 2008 dari
http://pikas.bkkbn.go.id/jabar/program_detail.php?prgid=2
KB Mantap
Definisi
• Menutup tuba falopii (mengikat dan
memotong atau memasang cincin),
sehingga sperma tidak dapat bertemu
dengan ovum
• oklusi vasa deferens sehingga alur
transportasi sperma terhambat dan
proses fertilisasi tidak terjadi

Efek Samping
• Nyeri pasca operasi

Kerugian
• Infertilitas bersifat permanen
KB: Metode Alami
• Menghitung masa subur
– Periode: (siklus menstruasi terpendek – 18) dan (siklus menstruasi terpanjang -
11)
– Menggunakan 3 – 6 bulan siklus menstruasi

• Mengukur suhu basal


tubuh (pagi hari)
• Saat ovulasi: suhu tubuh
akan meningkat 1-2° C
KB: Kontrasepsi Darurat
Fungsi
• Mencegah kehamilan yang tidak diinginkan
• Bukan sebagai pil penggugur kandungan
• Cara kerja Kondar adalah “fisiologis”, sehingga tidak mempengaruhi
kesuburan dan siklus haid yang akan datang
• Efek samping ringan dan berlangsung singkat
• Tidak ada pengaruh buruk di kemudian hari pada organ sistem
reproduksi dan organ tubuh lainnya. (Hanafi, 2004)

Indikasi
• Kesalahan penggunaan kontrasepsi
• Wanita korban perkosaan kurang dari 72 jam
Kontrasepsi Darurat: Jenis Mekanik
• IUD mengandung inert (Lippes Loop)
– Menimbulkan reaksi benda asing dengan migrasi
leukosit, limfosit & makrofag
– Pemadatan lapisan endometrium gangguan nidasi
hasil konsepsi

• IUD yang mengandung Copper


– Pemadatan endometrium
– Melepaskan ion Cu dengan konsentrasi tinggi
– Konsentrasi 2,5 X 10 mol/L bersifat blastosidal atau
membunuhnya sehingga kehamilan tidak terjadi
– Konsentrasi yang lebih tinggi bersifat embriotoksik
sehingga kehamilan tidak terjadi
Kontrasepsi Darurat: Jenis Medik
• 5 metode
– Pil KB Kombinasi (mis: Microgynon), Pil Progestin (mis : mini
pil), Pil Estrogen (mis: Premarin), Mifepristone (mis : RU-486),
Danazol (mis : Danocrine)

• Cara Kerja
– Merubah endometrium sehingga tidak memungkinkan
implantasi hasil pembuahan
– Mencegah ovulasi / menunda ovulasi
– Mengganggu pergerakan saluran telur (tuba fallopi)

• Efek Samping
– mual, muntah (bila terjadi dalam 2 jam pertama sesudah
minum pil pertama atau kedua, berikan dosis ulangan),
perdarahan/bercak.
KB: Kontrasepsi Pasca Persalinan

• Pada klien yang tidak menyusui, masa infertilitas


rata-rata sekitar 6 minggu
• Pada klien yang menyusui, masa infertilitas lebih
lama, namun, kembalinya kesuburan tidak dapat
diperkirakan
• Metode yang langsung dapat digunakan adalah :
Spermisida
Kondom
Koitus Interuptus
KB: Kontrasepsi Pasca Persalinan
Metode Waktu Pascapersalinan Ciri Khusus Catatan

MAL Mulai segera • Manfaat kesehatan bagi ibu • Harus benar-benar ASI eksklusif
dan bayi • Efektivitas berkurang jika sudah
mulai suplementasi

Kontrasepsi • Jangan sebelum 6-8mg • Akan mengurangi ASI • Merupakan pilihan terakhir bagi
Kombinasi pascapersalinan • Selama 6-8mg pascapersalinan klien yang menyusui
• Jika tidak menyusui mengganggu tumbuh • Dapat diberikan pada klien dgn
dapat dimulai 3mg kembang bayi riw.preeklamsia
pascapersalinan • Sesudah 3mg pascapersalinan
akan meningkatkan resiko
pembekuan darah

Kontrasepsi • Bila menyusui, jangan • Selama 6mg pertama • Perdarahan ireguler dapat
Progestin mulai sebelum 6mg pascapersalinan, progestin terjadi
pascapersalinan mempengaruhi tumbuh
• Bila tidak menyusui kembang bayi
dapat segera dimulai • Tidak ada pengaruh pada ASI
AKDR • Dapat dipasang • Tidak ada pengaruh terhadap • Insersi postplasental
langsung ASI memerlukan petugas terlatih
pascapersalinan • Efek samping lebih sedikit khusus
pada klien yang menyusui
Kondom/Sper • Dapat digunakan setiap Tidak pengaruh terhadap laktasi Sebaiknya dengan kondom dengan
misida saat pascapersalinan pelicin
KB: Kontrasepsi Pasca Persalinan

Metode Waktu Ciri Khusus Catatan


Pascapersalinan
Diafragma Tunggu sampai • Tidak ada • Perlu pemeriksaan
6mg pengaruh dalam oleh petugas
pascapersalinan terhadap laktasi

KB • Tidak dianjurkan • Tidak ada • Suhu basal tubuh


Alamiah sampai siklus pengaruh kurang akurat jika
haid kembali terhadap laktasi klien sering
teratur terbangun malam
untuk menyusui
KB: Usia > 35 Tahun
Metode Catatan

Pil/suntik • Tidak untuk perokok


Kombinasi • Dapat digunakan sebagai terapi sulih hormon pada masa
perimenopause
Kontrasepsi • Dapat digunakan pada masa perimenopause (40-50 tahun)
Progestin (implan, • Dapat untuk perokok
pil, suntikan) • Implan cocok untuk kontrasepsi jangka panjang yang belum
siap dengan kontap
AKDR • Tidak terpapar pada infeksi saluran reproduksi dan IMS
• Sangat efektif, tidak perlu tindak lanjut, efek jangka panjang
Kondom • Satu-satunya metode kontrasepsi yang dapat mencegah
infeksi saluran reproduksi dan IMS
• Perlu motivasi tinggi bagi pasangan untuk mencegah
kehamilan
Kontrasepsi Benar-benar tidak ingin tambahan anak lagi
Mantap
147. Kenaikan BB pada Ibu Hamil

• Institute of Medicine Washington DC 1990,


merekomendasikan kenaikan BB selama kehamilan
berdasar BB sebelum hamil sebagai berikut:
Kenaikan BB pada Ibu
Pada Pasien Ini Hamil

• IMT= 67/(1.79*1.79)
= 21.53 (normal)
• Kenaikan sejak hamil 3 bulan = 0.4 kg/minggu
• Kenaikan pada minggu 20 = 3.2 kg
• Kenaikan pasien hanya 2.5 kg kurang
konsul gizi
148. Sisa Plasenta
• Etiologi
– His kurang baik, tindakan pelepasan
plasenta yang salah, plasenta akreta,
atonia uteri

• Tanda dan Gejala


– Perdarahan dari rongga rahim setelah
plasenta lahir, dapat segera atau
tertunda
– Uterus tidak dapat berkontraksi
secara efektif

• Penanganan
– Pengeluaran plasenta secara manual
– Kuretase
– Uterotonika

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/150/jtptunimus-gdl-fujifatmaw-7485-2-babii.pdf
149. Malaria dalam Kehamilan
• Ditemukan parasit pada darah maternal dan darah plasenta

• Pengaruh pada Janin


– IUFD, abortus, prematur, BBLR, malaria placenta, malaria
kongenital

• Gambaran klinis pada wanita hamil


– Non imun: ringan sampai berat
– Imun : tidak timbul gejala tidak dapat didiagnosa klinis
Kemoprofilaksis Malaria dalam Kehamilan
WHO: Dosis terapeutik anti malaria untuk semua wanita hamil di daerah
endemik malaria pada kunjungan ANC pertama, kemudian diikuti
kemoprofilaksis teratur. Pengobatan malaria di Indonesia hanya
memakai klorokuin untuk kemoprofilaksis pada kehamilan.

Perlindungan dari gigitan nyamuk, kontak antara ibu dengan vektor dapat dicegah
dengan:
• Memakai kelambu yang telah dicelup insektisida (misal: permethrin)
• Pemakaian celana panjang dan kemeja lengan panjang
• Pemakaian penolak nyamuk (repellent)
• Pemakaian obat nyamuk (baik semprot, bakar dan obat nyamuk listrik)
• Pemakaian kawat nyamuk pada pintu-pintu dan jendela-jendela
Penatalaksanaan Umum
1. Perbaiki keadaan umum penderita (pemberian cairan dan perawatan
umum)

2. Monitoring vital sign setiap 30 menit (selalu dicatat untuk mengetahui


perkembangannya), kontraksi uterus dan DJJ juga harus dipantau

3. Jaga jalan nafas untuk menghindari terjadinya asfiksia, bila perlu beri
oksigen

• Pemberian antipiretik untuk mencegah hipertermia

• Parasetamol 10 mg/kgBB/kali, dan dapat dilakukan kompres

• Jika kejang, beri antikonvulsan: diazepam 5-10 mg iv (secara perlahan


selama 2 menit) ulang 15 menit kemudian jika masih kejang;
maksimum 100 mg/24 jam. Bila tidak tersedia diazepam, dapat
dipakai fenobarbital 100 mg im/kali (dewasa) diberikan 2 kali sehari
Farmakologi Terapi Malaria dan Kehamilan
• Malaria Falciparum
– Trimester pertama: kina 3x2 tablet selama 7 hari atau 3x10mg/kgBB selama 7 hari
ditambah dengan Klindamisin 2x300mg atau 2x10mg/kgBB selama 7 hari
– Trimester II-III: artemisin based combination (ACT): DHP (dihidroartemisinin- piperakuin)
1 x 3 tablet (BB 41-59 kg) / 1x4 tablet (BB ≥ 60 kg) selama 3 hari ATAU artesunat 1 x 4
tablet dan amodiakuin 1 x 4 tablet selama 3 hari.
• Malaria non Falciparum
– Trimester I: kina3x2tabletselama7hari atau 3 x 10mg/kgBB selama 7 hari.
– Trimester II & III: artemisin based combination (ACT): DHP (dihidroartemisinin-
piperakuin) 1 x 3 tablet (BB 41-59 kg) / 1x4 tablet (BB ≥ 60 kg) selama 3 hari ATAU
artesunat 1 x 4 tablet dan amodiakuin 1 x 4 tablet selama 3 hari.
• Kontraindikasi: primakuin hemolisis sel darah merah, doksisiklin, tetrasiklin
• Profilaksis
– Klorokuin (sudah banyak resistensi), meflokuin (rekomendasi untuk semua trimester)
– Kontraindikasi: doksisiklin dan primakuin
Tatalaksana Malaria Berat pada Kehamilan

Untuk kehamilan trimester pertama, berikan:


• Loading dose kina: 20 mg garam/kgBB dilarutkan dalam 500 ml dextrose
5% atau NaCl 0,9% diberikan selama 4 jam pertama. Selanjutnya selama 4
jam kedua hanya diberikan cairan dextrose 5% atau NaCl 0,9%. Setelah itu,
diberikan kina dengan dosis rumatan 10 mg/kgBB dalam larutan 500 ml
dekstrose 5 % atau NaCl selama 4 jam. Empat jam selanjutnya, hanya
diberikan cairan dextrose 5% atau NaCl 0,9%. Dst sampai penderita dapat
minum kina per oral.
• Efek samping: perpanjangan interval QT, Hipoglikemia, dan Hipotensi
• Bila sudah dapat minum obat pemberian kina IV diganti dengan kina tablet
dengan dosis 10 mg/kgBB/kali diberikan tiap 8 jam.
• Kina oral diberikan bersama klindamisin pada ibu hamil.
• Dosis total kina selama 7 hari dihitung sejak pemberian kina per infus yang
pertama
Tatalaksana Malaria Berat pada Kehamilan

• Untuk kehamilan trimester kedua dan ketiga, berikan:


– Artesunat (AS) diberikan dengan dosis 2,4 mg/kgbb I􏰖
sebanyak 3 kali jam ke 0, 12, 24. Selanjutnya diberikan 2,4
mg/kgBB IV setiap 24 jam sampai penderita mampu
minum obat. Pengobatan dilanjutkan dengan regimen
dihydroartemisinin-piperakuin (ACT lainnya) + primakuin,
ATAU
– Artemeter diberikan dengan dosis 3,2 mg/kgBB IM,
dilanjutkan pada hari berikutnya 1,6 mg/kgBB IM satu kali
sehari sampai penderita mampu minum obat. Bila
penderita sudah dapat minum
150. Kehamilan dengan IUD
Intrauterine Pregnancy
• If pregnancy does occur, potentially severe
complications can result. Medical attention is always
needed
• Spontaneous abortion is the most frequent
complication of pregnancy with an IUD in place
• Visible string IUD : the IUD should be removed as soon
as pregnancy is confirmed
• Without visible strings : Some practitiones use USG to
assist IUD removal
• An IUD left in place during pregnancy also
increases the risk of premature delivery.
• It does not increase the risk of other
complications-birth defects, genetic
abnormalities, or molar pregnancy
151. Amniotomi
• Definisi
– Tindakan untuk membuka selaput amnion dengan
jalan membuat robekan kecil yang akan melebar
spontan akibat adanya tekanan cairan dan rongga
amnion

• Indikasi
– Jika ketuban belum pecah dan pembukaan sudah
lengkap
– Akselerasi persalinan
– Persalinan pervaginam menggunakan
instrumen
– Kasus solusio plasenta
Istilah untuk menjelaskan penemuan cairan
ketuban/selaput ketuban
• Utuh (U), membran masih utuh, memberikan sedikit perlindungan
kepada bayi dalam uterus, tetapi tidak memberikan informasi
tentang kondisi janin

• Jernih (J), membran pecah dan tidak ada anoksia

• Mekonium (M), cairan ketuban bercampur mekonium,


menunjukkan adanya anoksia/anoksia kronis pada bayi

• Darah (D), cairan ketuban bercampur dengan darah, bisa


menunjukkan pecahnya pembuluh darah plasenta, trauma pada
serviks atau trauma bayi

• Kering (K), kantung ketuban bisa menunjukkan bahwa selaput


ketuban sudah lama pecah atau postmaturitas janin
152. Kista Ovarium
• Etiologi
– Beberapa teori menyebutkan adanya gangguan dalam pembentukan estrogen dan
dalam mekanisme umpan balik ovarium-hipotalamus; gagalnya sel telur (folikel)
untuk berovulasi

• Jenis
– Kista Fungsional/normal
– Kista Non-Fungsional

• Klinis
– Sering tanpa gejala
– Nyeri saat menstruasi
– Nyeri perut bagian bawah
– Dispareunia
– Nyeri pada punggung, kadang menjalar ke kaki
– Nyeri saat BAK/ BAB
– Siklus menstruasi tidak teratur
– Perut terasa penuh, berat, kembung
– Tekanan pada dubur dan kandung kemih (sulit BAK)
Jenis Kista Ovarium
Kista Ovarium Fungsional Kista Ovarium Patologis
• Kista Folikel: akibat folikel gagal • Kista Dermoid: berisi berbagai
melepas sel telur. Memiliki sel jenis jaringan (darah, lemak,
granulosa dan sel teka. Paling tulang, rambut)
sering terjadi • Kistadenoma: berkembang dari
• Kista Luteal: sisa jaringan folikel sel-sel yang melapisi bagian luar
(korpus luteum) terisi darah. ovarium
Memiliki sel teka dan sel granulosa – Kistadenoma serosa
yang terluteinisasi – Kistadenoma musinosa
Kista Ovarium

K I S TA L U T E I N K I S TA F O L I K E L
Kista Ovarium
• Pemeriksaan Penunjang
– USG abdomen/transvaginal
– Kolposkopi screening
– Pemeriksaan darah (tumor marker) bila curiga ganas

• Tatalaksana
– Observasi atau operasi (bila membesar)

• Komplikasi
– Torsio: sering pada tumor ukuran sedang
• Gejala: nyeri sangat hebat, kadang dengan muntah, defens muskular,
nadi cepat, leukositosis
– Ruptur gejala: nyeri, mual, muntah
– Perdarahan ke rongga peritoneum
– Perubahan keganasan
153. Asuhan Persalinan Kala I
Dimulainya proses persalinan yang ditandai dengan adanya kontraksi yang teratur,
adekuat, dan menyebabkan perubahan pada serviks hingga pembukaan lengkap

Asuhan Sayang Ibu Tidak Dianjurkan


• Dukungan emosional • Kateterisasi rutin
• Posisi yang nyaman bagi ibu • Periksa dalam berulang
• Asupan cairan dan nutrisi tanpa indikasi
• Keleluasaan mobilisasi • Membatasi mobilisasi
• Prinsip pencegahan infeksi • Memberikan informasi tidak
akurat
Asuhan Persalinan Kala I

Kosongkan Kandung Kemih Periksa Abdomen


• Memfasilitasi kemajuan • TFU, presentasi, letak janin
persalinan • Penurunan bagian bawah
• Memberi rasa nyaman janin
• Mengurangi gangguan • Memantau DJJ
kontraksi • Menilai kontraksi uterus
• Mengurangi penyulit pada
distosia bahu
Kosongkan Kandung Kemih

Kandung Kemih Penuh Periksa Dalam


• Memperlambat turunnya bagian • Tentukan konsistensi &
terendah janin pendataran serviks
• Rasa tidak nyaman • Mengukur pembukaan
• Meningkatkan risiko perdarahan • Menilai selaput ketuban
postpartum • Menentukan presentasi
• Mengganggu tatalaksan distosia • Menentukan denominator
bahu
• Meningkatkan risiko ISK
postpartum
154. Prolaps Tali Pusat
Posisi Pasien
Dorsal Berbaring telentang dengan kepala
Recumbent dan bahu lebih tinggi sedikit
(bantal kecil)
Tredelenburg Posisi kepala lebih rendah, dan
posisi tungkai bawah lebih tinggi

Litotomi Berbaring telentang dengan


mengangkat kedua kaki dan
menariknya ke atas bagian perut
Supine Berbaring terlentang, kepala dan
bahu sejajar tubuh
Sims posisi miring ke kanan atau ke kiri,
posisi ini dilakukan untuk memberi
kenyamanan dan memberikan obat
melalui anus (supositoria)
155. Kontrasepsi: Jenis
• Metode Kontrasepsi Sederhana
– Cara mencegah kehamilan dengan alat dan juga bisa
tanpa alat
• Tanpa alat: Senggama terputus dan sistem kalender
• Menggunakan alat: Kondom, cream atau jelly

• Metode Modern/Metode Efektif


– Permanen: Operasi steril baik pada laki-laki atau
wanita (vasektomi dan tubektomi/ KB steril)
– Non permanen (reversibel): pil, AKDR (Alat
Kontrasepsi Dalam Rahim), suntikan, dan norplant
156. Kehamilan Ektopik Terganggu
• Kehamilan yang
terjadi diluar kavum
uteri

• Gejala/Tanda:
– Riwayat terlambat
haid/gejala &
tanda hamil
– Akut abdomen
– Perdarahan
pervaginam (bisa
tidak ada)
– Keadaan umum:
bisa baik hingga
syok
– Kadang disertai
febris
KET: Patofisiologi Nyeri

KET
KET
Darah mengiritasi
peritoneum
Mendesak struktur
sekitar
Saraf simpatis bekerja

Nyeri
Nyeri
KET: Kuldosentesis

• Teknik untuk mengidentifikasi hemoperitoneum

• Serviks ditarik kearah simfisis menggunakan


tenakulum jarum 16-18 G dimasukkan lewat
forniks posterior kearah cul-de-sac

• Cairan yang mengandung gumpalan darah, atau


cairan bercampur darah sesuai dengan diagnosis
hemoperitoneum akibat kehamilan ektopik
KET: Tatalaksana
Tatalaksana Umum
• Restorasi cairan tubuh dengan cairan kristaloid NaCl 0,9% atau RL (500 mL
dalam 15 menit pertama) atau 2 L dalam 2 jam pertama
• Segera rujuk ibu ke RS

Tatalaksana Khusus
• Laparotomi: eksplorasi kedua ovarium dan tuba fallopii
• Jika terjadi kerusakan berat pada tuba, lakukan salpingektomi (eksisi bagian tuba yang
mengandung hasil konsepsi)
• Jika terjadi kerusakan ringan pada tuba, usahakan melakukan salpingostomi untuk
mempertahankan tuba (hasil konsepsi dikeluarkan, tuba dipertahankan)
• Sebelum memulangkan pasien, berikan konseling untuk penggunaan
kontrasepsi. Jadwalkan kunjungan ulang setelah 4 minggu
• Atasi anemia dengan pemberian tablet besi sulfas ferosus 60 mg/hari
selama 6 bulan
Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu, WHO
157. Toksoplasmosis pada Kehamilan
• Deteksi antibodi spesifik toksoplasma merupakan metode
diagnostik primer
• Deteksi inisial adalah IgG untuk menentukan status imun
(+): indikasi infeksi pada suatu waktu lampau uji IgM
• Uji IgM (-): menyingkirkan infeksi kini (recent infection)

• Uji IgM toksoplasma: kurang spesifitas


– IgM (+)/IgG (-): spesimen I mencurigakan tes ulang 2 minggu
kemudian dengan spesimen II
• Bila spesimen I diambil pada awal infeksi, maka spesimen II seharusnya IgG
(+) tinggi
• Bila IgG (-) dan IgM (+) pada kedua spesimen: positif palsu, pasien tidak
terinfeksi
– IgM (+)/IgG (+): ambil spesimen II uji di lab lain yang
menggunakan metode tes berbeda untuk konfirmasi
– IgM (+)/IgG (+) dan hamil: IgG avidity Test
Toksoplasmosis pada Kehamilan: Uji Aviditas
• Uji aviditas tinggi pada kehamilan usia 12-16:
menyingkirkan infeksi terjadi pada masa gestasi

• Uji aviditas rendah: belum tentu infeksi dapat


akibat adanya persisten low IgG avidity dalam
beberapa bulan setelah infeksi

• Wanita hamil yang dicurigai terinfeksi harus diuji


ulang di lab lain
– Bila terdapat gejala yang sesuai tapi titer IgG rendah uji
ulang 2-3 minggu kemudian bila terdapat kenaikan titer:
infeksi toksoplasma (+)

https://www.cdc.gov/dpdx/toxoplasmosis/dx.html
Algoritma Imunodiagnosis Toksoplasma

* Except Infant

https://www.cdc.gov/dpdx/toxoplasmosis/dx.html
Toksoplasma pada Kehamilan
• Insiden toksoplasmosis kongenital pada ibu yang
diketahui terinfeksi sebelum masa gestasi sangat
rendah (mendekati nol)

– Terapi menggunakan spiramycin atau dengan


pyrimethamine, sulfadiazine, dan folinic acid serta
diagnosis prenatal untuk infeksi fetal tidak diindikasikan
kecuali ibu imunokompromais

– Dari keterangan diatas, dapat disimpulkan bahwa adanya


antibodi yang muncul setelah infeksi pada ibu sebelum
masa gestasi akan melindungi janin terhadap
toksoplasmosis kongenital

http://cid.oxfordjournals.org /content/47/4/554.long
158. TB pada Kehamilan
• Pengobatan TB pada kehamilan tidak berbeda dengan
pengobatan TB pada umumnya

• WHO
– Hampir semua OAT aman untuk kehamilan, kecuali
Streptomisin (permanent ototoxic dan dapat menembus
barier placenta) gangguan pendengaran dan
keseimbangan yang menetap pada janin

• Perlunya KIE pada ibu hamil agar melaksanakan


pengobatan dengan baik agar persalinan berjalan
lancar dan bayi terhindar dari kemungkinan tertular TB
TB pada Menyusui dan KB
• Menyusui
– Pengobtan TB pada menyusui serupa dengan TB pada
umumnya
– Semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui
– Ibu dan bayi tidak perlu dipisahkan
– Pencegahan dengan INH diberikan pada bayi sesuai berat
badannya

• Kontrasepsi
– Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal
menurunkan efektivitas kontrasepsi
– Sebaiknya pasien dengan TB menggunakan KB non
hormonal,atau kontrasepsi dengan estrogen dosis tinggi (50
mcg)
159. Partus Prematurus Iminens

• POGI (Semarang, 2008): persalinan preterm


adalah persalinan yang terjadi pada usia
kehamilan 22-37 minggu

• (Wibowo, 1997): Kontraksi uterus yang teratur


setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum 37
minggu dengan interval kontraksi 5-8 menit atau
kurang + satu atau lebih tanda berikut:
– Perubahan serviks yang progresif
– Dilatasi serviks 2 cm atau lebih
– Penipisan serviks 80 % atau lebih
Faktor Risiko & Diagnosis PPI
Menurut Wijnyosastro (2010) dan Rompas (2004)
Janin & Plasenta Perdarahan trimester I, perdarahan antepartum, KPD, pertumbuhan
janin terhambat, cacat kongenital, gemeli, polihidramnion

Ibu DM, preeklampsia, HT, ISK, infeksi dengan demam, kelainan bentuk
uterus, riwayat partus preterm/abortus berulang, inkompetensi
serviks, narkotika, trauma, perokok berat, kelainan imun/rhesus,
serviks terbuka > pada 32 minggu, riwayat konisasi

Kriteria Diagnosis PPI (American College of Obstetricians and Gynecologists, 1997)


1. Kontraksi yang terjadi dengan frekuensi 4x dalam 20 menit atau 8x dalam 60
menitplus perubahan progresif pada serviks
2. Dilatasi serviks lebih dari 1 cm
3. Pendataran serviks > 80%
Tatalaksana PPI: Tokolitik
Obat Dosis Efek Samping

Ca antagonis (nifedipin) • 10 mg/PO diulang 2-3x/jam, lanjut


per 8 jam hingga kontraksi hilang
• Maintenance: 3 x 10 mg
Beta mimetik (terbutalin, Salbutamol Hiperglikemia,
ritrodin, isoksuprin, • IV: 20-50 μg/menit hipokalemia, hipotensi,
salbutamol) • PO: 4 mg, 2-4 x/hari (maintenance) takikardia, iskemi
Terbutalin miokardial, edema
• IV: 10-15 μg/menit paru
• Subkutan: 250 μg/6 jam
• PO: 5-7.5 mg/8 jam (maintenance)
MgSO4 • Bolus: 4-6 g/IV selama 20-30 menit Edema paru, letargi,
• IV: 2-4 g/jam (maintenance) nyeri dada, depresi
napas (ibu & janin)
Penghambat - Risiko kardiovaskular
Prostaglandin
(indometasin, sulindac)
Tatalaksana PPI: Pematangan Paru
• Akselerasi pematangan fungsi paru janin
– Bila usia kehamilan < 35 minggu
– Obat:
• Betametason 2 x 12 mg IM, jarak pemberian 24 jam
• Deksametason 4 x 6 mg IM, jarak pemberian 12 jam
• Peningkat surfaktan: thyrotropin releasing hormone 200 ug IV ATAU
inositol

• Pencegahan infeksi
– DOC: eritromisin 3 x 500 mg selama 3 hari
– Ampisilin 3 x 500 mg selama 3 hari
– Klindamisin
– Kontra indikasi: amoksiklaf risiko necrotizing enterocolitis
Komplikasi PPI
• Pada Ibu
– Endometritis

• Pada Janin
– HMD, gangguan refleks akibat SSP belum matang,
intoleransi akibat GI belum matang, retinopati,
displasia bronkopulmoner, penyakit jantung,
jaundice, infeksi/septikemia, anemia, gangguan
mental & motorik
Partus Prematurus

• Partus yang terjadi di bawah umur kehamilan 37


minggu dengan perkiraan berat janin kurang
dari 2500 gram (Manuaba, 1998 : 221)

• Partus yang terjadi antara usia kehamilan 20-37 minggu


dihitung dari hari pertama haid terakhir (Nur, 2008)

• Munculnya aktivitas uterus regular yang menghasilkan


pendataran maupun dilatasi sebelum kehamilan 37
minggu selesai (Chapman, Vicky, 2006 : 184)
160. Kala Persalinan
PERSALINAN dipengaruhi 3 • PEMBAGIAN FASE / KALA
FAKTOR “P” UTAMA PERSALINAN
1. Power Kala 1
His (kontraksi ritmis otot polos Pematangan dan pembukaan
uterus), kekuatan mengejan ibu, serviks sampai lengkap (kala
keadaan kardiovaskular respirasi pembukaan)
metabolik ibu. Kala 2
2. Passage Pengeluaran bayi (kala
Keadaan jalan lahir pengeluaran)
Kala 3
3. Passanger Pengeluaran plasenta (kala uri)
Keadaan janin (letak, presentasi, Kala 4
ukuran/berat janin, ada/tidak Masa 1 jam setelah partus,
kelainan anatomik mayor) terutama untuk observasi
(++ faktor2 “P” lainnya :
psychology, physician, position)
Kala Persalinan: Sifat HIS
Kala 1 awal (fase laten)
• Tiap 10 menit, amplitudo 40 mmHg, lama 20-30 detik. Serviks terbuka sampai 3 cm
• Frekuensi dan amplitudo terus meningkat

Kala 1 lanjut (fase aktif) sampai kala 1 akhir


• Terjadi peningkatan rasa nyeri, amplitudo makin kuat sampai 60 mmHg, frekuensi 2-4
kali / 10 menit, lama 60-90 detik. Serviks terbuka sampai lengkap (+10cm).

Kala 2
• Amplitudo 60 mmHg, frekuensi 3-4 kali / 10 menit.
• Refleks mengejan akibat stimulasi tekanan bagian terbawah menekan anus dan rektum

Kala 3
• Amplitudo 60-80 mmHg, frekuensi kontraksi berkurang, aktifitas uterus menurun.
Plasenta dapat lepas spontan dari aktifitas uterus ini, namun dapat juga tetap
menempel (retensio) dan memerlukan tindakan aktif (manual aid).
Kala Persalinan: Kala I
Fase Laten
• Pembukaan sampai mencapai 3 cm (8 jam)

Fase Aktif
• Pembukaan dari 3 cm sampai lengkap (+ 10 cm), berlangsung
sekitar 6 jam
• Fase aktif terbagi atas :
1. Fase akselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 3 cm sampai 4
cm.
2. Fase dilatasi maksimal (sekitar 2 jam), pembukaan 4 cm
sampai 9 cm.
3. Fase deselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 9 cm sampai
lengkap (+ 10 cm).
Kala Persalinan: Kala II
• Dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan
berakhir dengan lahirnya bayi

• Gejala dan tanda kala II persalinan


– Dor-Ran Ibu merasakan ingin meneran bersamaan dengan
terjadinya kontraksi
– Tek-Num Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada
rektum dan/atau vaginanya.
– Per-Jol Perineum menonjol
– Vul-Ka Vulva-vagina dan sfingter ani membuka
– Meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah

• Tanda pasti kala II ditentukan melalui periksa dalam


(informasi objektif)
– Pembukaan serviks telah lengkap, atau
– Terlihatnya bagian kepala bayi melalui introitus vagina
Kala Persalinan: Kala III
• Dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya
plasenta dan selaput ketuban

• Tanda pelepasan plasenta


– Semburan darah dengan tiba-tiba: Karena penyumbatan
retroplasenter pecah saat plasenta lepas
– Pemanjangan tali pusat: Karena plasenta turun ke segmen
uterus yang lebih bawah atau rongga vagina
– Perubahan bentuk uterus dari diskoid menjadi globular
(bulat): Disebabkan oleh kontraksi uterus
– Perubahan dalam posisi uterus, yaitu uterus didalam
abdomen: Sesaat setelah plasenta lepas TFU akan naik, hal ini
disebabkan oleh adanya pergerakan plasenta ke segmen
uterus yang lebih bawah
(Depkes RI. 2004. Buku Acuan Persalinan Normal. Jakarta: Departemen Kesehatan)
Manajemen Aktif Kala III

Peregangan Tali Massase


Uterotonika Pusat Terkendali Uterus
• 1 menit setelah bayi • Tegangkan tali pusat ke arah • Letakkan telapak
lahir bawah sambil tangan yang tangan di fundus
• Oksitosin 10 unit IM di lain mendorong uterus ke masase dengan
sepertiga paha atas arah dorso-kranial secara gerakan melingkar
bagian distal lateral hati-hati secara lembut hingga
• Dapat diulangi setelah uterus berkontraksi
15 menit jika plasenta (fundus teraba keras).
belum lahir
Pelepasan Plasenta

• Pelepasan mulai pada pinggir plasenta. Darah mengalir keluar


antara selaput janin dan dinding rahim, jadi perdarahan sudah ada
sejak sebagian dari placenta terlepas dan terus berlangsung sampai
seluruh placenta lepas.

• Terutama terjadi pada placenta letak rendah


Pelepasan Plasenta

• Pelepasan dimulai pada bagian tengah placenta hematoma retroplacenter


plasenta terangkat dari dasar Placenta dengan hematom di atasnya jatuh
ke bawah menarik lepas selaput janin.

• Bagian placenta yang nampak dalam vulva: permukaan foetal tidak ada
perdarahan sebelum placenta lahir atau sekurang-kurangnya terlepas
seluruhnya plasenta terputar balik darah sekonyong-konyong mengalir.
Retensio plasenta
• Plasenta atau bagian-
bagiannya dapat tetap
berada dalam uterus
setelah bayi lahir

• Sebab: plasenta belum


lepas dari dinding uterus
atau plasenta sudah lepas
tetapi belum dilahirkan

• Plasenta belum lepas:


kontraksi kurang kuat atau
plasenta adhesiva (akreta,
inkreta, perkreta)
Retensio plasenta: Terapi

• Plasenta yang belum keluar 30 menit setelah janin lahir dan


dilakukan manajemen kala III maka termasuk retensio
plasenta

• Pada kasus retensio plasenta, manajemen terbaru dari WHO


meliputi:
• Oksitosin IV
• Manual plasenta

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Algoritma Retensio
Plasenta
Uterotonika
• Disebut juga obat oksitosik

• Menstimulasi kontraksi uterus, mengandung


oksitosin, dan ada dalam bentuk Syntocinon,
ergometrin atau kombinasi keduanya

• Dapat diberikan secara profilaktik selama


penatalaksanaan aktif untuk mengurangi risiko
perdarahan postpartum atau sebagai bagian dari
penatalaksanaan kedaruratan terhadap
perdarahan pascapartum untuk menghentikan
perdarahan
Uterotonika: Syntocinon
• Menyebabkan uterus berkontraksi secara teratur
dan kuat, terutama uterus bagian atas, mengikuti
kerja tubuh

• Bila diberikan secara intravena akan menimbulkan


reaksi dalam 40 detik, sedangkan bila diberikan
secara intramuscular memerlukan waktu 2-3 menit

• Efek samping utamanya adalah retensi cairan akibat


pengaruh antidiuretiknya

• Dosis biasanya antara 5-10 unit


Uterotonika: Ergometrin
• Menyebabkan spasma uterus dan servik yang kontinu dan tidak fisiologis, selama lebih
dari 2 jam biasanya digunakan pada perdarahan postpartum akibat atonia uteri

• Menimbulkan vasospasme meningkatkan tekanan darah tidak boleh diberikan


pada ibu penderita hipertensi

• Menimbulkan kontraksi otot polos bronkiolus yang dapat menimbulkan masalah pada
ibu menderita asma

• Jika diberikan secara


– IV menimbulkan efek dalam 40 detik
– IM memerlukan waktu 5-7 menit
– Dosis biasa adalah 0,25-0,5 mg

• Efek sampingnya terutama berkaitan dengan kontraksi otot polos


– Tinnitus, nyeri kepala, nyeri dada, palpitasi, nyeri seperti kram pada punggung dan
kaki, mual dan muntah, peningkatan tekanan darah, penurunan kadar prolaktin dan
bila ibu dianestensi umum, akan terjadi peningkatan risiko edema paru atau edema
otak akut setelah persalinan
Uterotonika: Syntometrine
• Mengandung ergometrin 0,5 mg dan oksitosin 5
unit/ml

• Memiliki efek gabungan dari kedua obat tersebut dan


biasanya diberikan bila kala III ditatalaksanakan
secara aktif

• Memiliki gabungan efek samping dari kedua obat


tersebut

• Bila dibandingkan dengan Syntocinon, obat ini


menurunkan resiko perdarahan postpartum jika
darah yang keluar kurang dari 1000 ml
161. KPD: Diagnosis
• Inspeksi
• pengumpulan cairan di vagina atau mengalir keluar dari lubang
serviks saat pasien batuk atau saat fundus ditekan

• Kertas nitrazin (lakmus)


• Berubah menjadi biru (cairan amnion lebih basa)

• Mikroskopik
• Ferning sign (arborization, gambaran daun pakis)

• Amniosentesis
• Injeksi 1 ml indigo carmine + 9 ml NS tampak
pada tampon vagina setelah 30 menit

http://www.aafp.org/afp/2006/0215/p659.html
162. PF Pada Kehamilan: PF Luar
• Pemeriksaan perlimaan dilakukan untuk menentukan seberapa jauh bagian
terendah janin masuk Pintu Atas Panggul (PAP)

– 5/5 jika seluruh kepala janin dapat diraba dengan kelima jari di atas symphisis pubis dan
dapat digerakkan
– 4/5 jika hanya sebagian kecil dari kepala janin masuk PAP
– 3/5 jika hanya 3 dari 5 jari yang dapat meraba seluruh kepala janin
– 2/5 jika hanya 2 dari 5 jari yang dapat meraba kepala janin di atas sympisis pubis
(Hodge III+)
– 1/5 jika hanya 1 jari yang dapat meraba kepala janin (Hodge III/IV)
– 0/5 jika kepala sudah tidak dapat diraba lagi yang berarti seluruh bagian terendah bayi
(kepala) sudah masuk dasar panggul (Hodge IV)
PF Pada Kehamilan: PF Dalam
• Pemeriksaan Hodge menentukan sejauh mana turunnya bagian terendah
janin

• Hodge adalah suatu bagian panggul yang berada pada rongga panggul yang
sifatnya antara satu dengan yang lainnya sejajar, ditentukan pada pinggir atas
symphisis

• Hodge I: Bidang yang dibentuk pada PAP dengan bagian atas sympisis dengan
promontorium

• Hodge II: Bidang ini sejajar dengan Hodge I terletak setinggi bagian bawah
sympisis

• Hodge III: Bidang ini sejajar dengan bidang-


bidang hodge I dan II terletak setinggi spina
ischiadika kiri dan kanan

• Hodge IV: Bidang ini sejajar dengan bidang-


bidang hodge I, II, dan III setinggi os coxygis
163. Versi Luar
• Prosedur untuk melakukan perubahan presentasi janin
melalui manipulasi fisik dari satu kutub ke kutub lain
yang lebih menguntungkan bagi berlangsungnya proses
persalinan pervaginam dengan baik

• Klasifikasi:
– Berdasarkan arah pemutaran
• Versi Sepalik : merubah bagian terendah janin menjadi
presentasi kepala
• Versi Podalik : merubah bagian terendah janin menjadi
presentasi bokong
– Berdasarkan cara pemutaran
• Versi luar (external version)
• Versi internal ( internal version)
• Versi Bipolar ( “Braxton Hicks” version)
Syarat Versi Luar
• Janin dapat lahir pervaginam atau diperkenankan untuk lahir pervaginam
(tak ada kontraindikasi)
• Bagian terendah janin masih dapat dikeluarkan dari pintu atas panggul
(belum enggage)
• Dinding perut ibu cukup tipis dan lentur sehingga bagian-bagian tubuh
janin dapat dikenali (terutama kepala) dan dapat dirasakan dari luar
dengan baik
• Selaput ketuban utuh
• Pada parturien yang sudah inpartu : dilatasi servik kurang dari 4 cm
dengan selaput ketuban yang masih utuh
• Pada ibu yang belum inpartu :
– Pada primigravida : usia kehamilan 34 – 36 minggu.
– Pada multigravida : usia kehamilan lebih dari 38 minggu.
Indikasi dan Kontraindikasi Versi Luar
• Indikasi :
– Letak bokong, Letak lintang, Letak kepala dengan talipusat atau tangan terkemuka, Penempatan dahi

• Kontra indikasi :
– Perdarahan antepartum.
• Pada plasenta praevia atau plasenta letak rendah, usaha memutar janin dikhawatirkan akan
menyebabkan plasenta lepas dari insersionya sehingga akan menambah perdarahan.
– Hipertensi.
• Pada penderita hipertensi pada umumnya sudah terjadi perubahan pembuluh arteriole
plasenta sehingga manipulasi eksternal dapat semakin merusak pembuluh darah tersebut
sehingga terjadi solusio plasenta.
– Cacat uterus.
• Jaringan parut akibat sectio caesar atau miomektomi pada mioma intramural merupakan locus
minoris resistancea yang mudah mengalami ruptura uteri.
– Kehamilan kembar.
– Primitua, nilai sosial anak yang tinggi atau riwayat infertilitas
– Insufisiensi plasenta atau gawat janin
Versi Luar
• Faktor yang menentukan keberhasilan:
– Paritas.
– Presentasi janin.
– Jumlah air ketuban

• Faktor yang mempengaruhi terjadinya kegagalan


– Bagian terendah janin sudah engage .
– Bagian janin sulit diidentifikasi (terutama kepala).
– Kontraksi uterus yang sangat sering terjadi.
– Hidramnion.
– Talipusat pendek.
– Kaki janin dalam keadaan ekstensi (“frank breech”)
Versi Luar
• Kriteria Versi Luar dianggap gagal:
– Ibu mengeluh nyeri saat dilakukan pemutaran.
– Terjadi gawat janin atau hasil NST memperlihatkan
adanya gangguan terhadap kondisi janin.
– Bagian janin tidak dapat diidentifikasi dengan baik
oleh karena sering terjadi kontraksi uterus saat
dilakukan palpasi.
– Terasa hambatan yang kuat saat melakukan rotasi.
• Masalah kontroversial dalam tindakan versi luar :
– Penggunaan tokolitik
– Penggunaan analgesia epidural
Syarat Versi Luar: Komplikasi
• Komplikasi Versi Luar
– Solusio plasenta
– Ruptura uteri
– Emboli air ketuban
– Hemorrhagia fetomaternal
– Isoimunisasi
– Persalinan Preterm
– Gawat janin dan IUFD

Sumber: American College of Obstetricians and Gynecologists : External Cephalic


version. Practice Bulletin No 13, February 2000
164. Trichomoniasis
• Discharge Keputihan kuning-kehijauan,
berbusa, berbau busuk
• Gejala Gatal, Dispareunia, Disuria
• Pemeriksaan mikroskopik motile
trichomonads dan leukosit
• Pemeriksaan Amine whiff test strong
odor
• Kultur media Diamond
• Ph 4.5
• Tanda khas Strawberry cervix
• Terapi Metronidazole 2gram oral dosis
tunggal, ATAU Metronizadole 400 atau
500mg 2x/hari selama 7 hari
Habif T.P. Clinical Dermatology A Color Guide To Diagnosis and Therapy. Sixth edition. 2016
Habif T.P. Clinical Dermatology A Color Guide To Diagnosis and Therapy. Sixth edition. 2016
Diagnosis Banding

Habif T.P. Clinical Dermatology A Color Guide To Diagnosis and Therapy. Sixth edition. 2016
Terapi

Habif T.P. Clinical Dermatology A Color Guide To Diagnosis and Therapy. Sixth edition. 2016
165. Puskesmas
Puskesmas adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung
jawab menyelenggarakan pembangunan
kesehatan di suatu wilayah kerja (Kepmenkes RI
No.128/Menkes/SK/II/2004).

Dasar-dasar puskesmas. Kemenkes RI. 2013


Puskesmas
Jenis Puskesmas menurut pelayanan kesehatan medis, dibagi dua
kelompok yakni:
• Puskesmas Perawatan, pelayanan kesehatan rawat jalan dan rawat
inap (memberikan pelayanan 24 jam dan dapat merawat pasien one
day care (atau maksimal selama 3 hari)
• Puskesmas Non Perawatan, hanya pelayanan kesehatan rawat jalan
(pelayanan pengobatan di fasilitas pelayanan kesehatan dalam jam
kerja saja, kecuali untuk pelayanan persalinan)

Menurut wilayah kerjanya, dikelompokkan menjadi:


• Puskesmas Induk / Puskesmas Kecamatan Sasaran penduduk
30.000/puskesmas
• Puskesmas Satelit / Puskesmas Kelurahan
PUSKESMAS
Puskesmas Pembantu (Pustu):
• Biasanya ada satu buah di setiap desa/kelurahan
• Membantu puskesmas induk
• Pelayanan medis sederhana oleh perawat atau bidan, disertai jadwal kunjungan dokter
• Sasaran meliputi 2-3 desa atau dengan jumlah penduduk 2.500 (luar jawa & bali)
sampai 10.000 orang (jawa & bali)

Puskesmas Keliling (Puskel) :


• Kegiatan pelayanan khusus ke luar gedung, di wilayah kerja puskesmas.
• Menggunakan kendaraan bermotor roda 4, roda 2, atau perahu.
• Pelayanan medis terpadu oleh dokter, perawat, bidan, gizi, pengobatan dan
penyuluhan.
• Menunjang dan membantu melaksanakan kegiatan-kegiatan Puskesmas dalam wilayah
kerjanya yang belum terjangkau.
166. JENIS VARIABEL

Nominal
Kategorik
Ordinal
Variabel
Interval
Numerik
Rasio
VARIABEL ORDINAL
• Data yang diperoleh dengan cara
VARIABEL NOMINAL kategorisasi atau klasifikasi, tetapi
• Data yang diperoleh dengan cara diantara data tersebut terdapat
kategorisasi atau klasifikasi. hubungan.
• Posisi data setara. Misalnya: jenis • Posisi data tidak setara. Misalnya
pekerjaan. tingkat kepuasan pelanggan, dibagi
• Tidak bisa dilakukan operasi matematika menjadi tidak puas, puas, dan sangat
(X, +, - atau : ) puas.
• Tidak bisa dilakukan operasi
matematika (X, +, - atau : )

VARIABEL INTERVAL
• data yang diperoleh dengan cara VARIABEL RASIO
pengukuran, dimana jarak antar dua titik • data yang diperoleh dengan cara
pada skala, sudah diketahui. Misalnya pengukuran, dimana jarak antar dua titik
variabel suhu tubuh dalam Celcius, pada skala, sudah diketahui.
sudah diketahui bahwa jaraknya antara • Ada angka nol mutlak. Misalnya tinggi
0-100 derajat Celcius. badan, berat badan.
• Tidak ada angka nol mutlak • Bisa dilakukan operasi matematika.
• Bisa dilakukan operasi matematika.
Cara Sederhana Membedakan
Variabel Interval dan Rasio
• Prinsipnya adalah pada variabel rasio, kita dapat merasiokan 2
pengukuran dengan nilai yang sama.

• Contoh variabel rasio:


– Berat (berat benda 40 kg dapat diperoleh dari 2 benda dengan berat
masing-masing 20 kg)
– Gaji (gaji Rp 1.000.000 dapat diperoleh dari 2 orang dengan gaji
masing-masing Rp 500.000)

• Contoh variabel interval:


– Suhu tubuh (Suatu benda dengan suhu 100 derajat C tidak sama
dengan suhu 2 benda yang masing-masing suhunya 50 derajat C)
– Tingkat keasaman/ pH (suatu larutan dengan pH 6 tidak sama
dengan ada 2 larutan yang masing-masing memiliki pH 3 kemudian
dicampur)
167. DEFINISI KASUS AVIAN INFLUENZA

Terdapat 3 jenis kasus secara epidemiologis:


1. Kasus suspek
2. Kasus probable
3. Kasus konfirmasi (definite)
Kasus Suspek
• Seseorang yang menderita infeksi saluran respiratorik atas dengan gejala
demam (suhu ≥ 380 C), batuk dan atau sakit tenggorokan, sesak napas
dengan salah satu keadaan di bawah ini dalam 7 hari sebelum timbul
gejala klinis:
– Kontak erat dengan pasien suspek, probable, atau confirmed seperti merawat,
berbicara atau bersentuhan dalam jarak <1 meter.
– Mengunjungi peternakan yang sedang berjangkit KLB flu burung
– Riwayat kontak dengan unggas, bangkai, kotoran unggas, atau produk mentah
lainnya di daerah yang satu bulan terakhir telah terjangkit flu burung pada
unggas, atau adanya kasus pada manusia yang confirmed.
– Bekerja pada suatu laboratorium yang sedang memproses spesimen manusia
atau binatang yang dicurigai menderita flu burung dalam satu bulan terakhir.
– Memakan/mengkonsumsi produk unggas mentah atau kurang dimasak
matang di daerah diduga ada infeksi H5N1 pada hewan atau manusia dalam
satu bulan sebelumnya.
– Kontak erat dengan kasus confirmed H5N1 selain unggas (misal kucing, anjing).
Kasus Probable
• Adalah kasus suspek disertai salah satu keadaan:
• Infiltrat atau terbukti pneumonia pada foto dada
+ bukti gagal napas (hipoksemia, takipnea berat)
ATAU
• Bukti pemeriksaan laboratorium terbatas yang
mengarah kepada virus influenza A (H5N1),
misalnya tes HI yang menggunakan antigen
H5N1.
• Dalam waktu singkat, gejala berlanjut menjadi
pneumonia atau gagal napas /meninggal dan
terbukti tidak terdapat penyebab yang lain.
Kasus Konfirmasi
• Adalah kasus suspek atau kasus probable didukung
salah satu hasil pemeriksaan laboratorium di bawah
ini:
– Isolasi/Biakan virus influenza A/H5N1 positif
– PCR influenza A H5 positif
– Peningkatan titer antibodi netralisasi sebesar 4 kali dari
spesimen serum konvalesen dibandingkan dengan
spesimen serum akut (diambil 7 hari setelah muncul gejala
penyakit) dan titer antibodi konvalesen harus 1/80
– Titer antibodi mikronetralisasi untuk H5N1 1/80 pada
spesimen serum yang diambil pada hari ke 14 atau lebih
setelah muncul gejala penyakit, disertai hasil positif uji
serologi lain, misal titer HI sel darah merah kuda 1/160
atau western blot spesifik H5 positif.
168. FIVE LEVEL OF PREVENTION
• Dilakukan pada orang sehat
Health promotion • Promosi kesehatan
• Contoh: penyuluhan

• Dilakukan pada orang sehat


Specific • Mencegah terjadinya kesakitan
protection • Contoh: vaksinasi, cuci tangan pakai sabun

• Dilakukan pada orang sakit


Early diagnosis & • Tujuannya kuratif
prompt treatment • Contoh: Pengobatan yang tepat pada pasien TB

• Dilakukan pada orang sakit


Disability • Membatasi kecacatan
limitation • Contoh: pasien neuropati DM latihan senam kaki

• Dilakukan pada orang sakit dengan kecacatan


Rehabilitation • Optimalisasi fungsi tubuh yang masih ada
• Contoh: latihan berjalan pada pasien pasca stroke
Pencegahan Primer-Sekunder-Tersier
Pencegahan Primer-Sekunder-Tersier
169. HIPOTESIS NOL DAN HIPOTESIS ALTERNATIF

• Kapan suatu penelitian membutuhkan


hipotesis? Hipotesis diperlukan pada penelitian
analitik (penelitian yang ingin membuktikan
adanya hubungan antara paparan dengan
terjadinya outcome). Pada penelitian yang
deskriptif (misalnya prevalensi hipertensi di
Indonesia), hipotesis tidak harus ada.

• Terdapat 2 macam hipotesis: Hipotesis nol (null


hypothesis) dan hipotesis alternatif.
• Hipotesis nol (H0) : hipotesis yang
menyatakan tidak adanya hubungan antara
variabel independen/paparan (X) dengan
variabel dependen/outcome (Y). Contoh:
Tidak ada hubungan antara merokok dengan
kanker paru.

• Hipotesis alternatif/hipotesis kerja (Ha):


Hipotesis yang menyatakan adanya hubungan
antara variabel independen/paparan(X) dan
variabel dependen/outcome (Y) yang diteliti.
Contoh: Merokok berhubungan dengan kanker
paru, atau merokok menyebabkan
peningkatan kejadian kanker paru.
Hipotesis Nol dan Hipotesis Alternatif
• Kapan hipotesis nol diterima atau ditolak?
– Harus dilakukan uji hipotesis dengan menetapkan
terlebih dahulu nilai alpha (α). Alpha adalah tingkat
kesalahan yang ditetapkan di mana hasil penelitian
menyatakan bahwa hipotesis nolnya benar padahal
kenyataan dalam populasi hipotesis alternatif yang
benar. Umumnya disepakati nilai α=0,05.
– Bila nilai p-value > α, maka hipotesis nol diterima.
– Bila nilai p-value < α, maka hipotesis nol ditolak
sehingga hipotesis alternatif yang diterima.
Memahami Nilai p dan alpha
dengan lebih sederhana
• Nilai α merupakan nilai yang • Nilai p merupakan hasil uji
ditetapkan oleh peneliti untuk statistik dari penelitian yang
menunjukkan seberapa besar menunjukkan seberapa besar
kemungkinan hasil penelitian kemungkinan hasil penelitian
yang didapat salah. tersebut salah.

• Umumnya peneliti sepakat • Misalnya nilai p=0,01, maka


mentolerir nilai α sebesar secara sederhana hasil uji
0,05. Artinya kemungkinan statistik menunjukkan
hasil penelitian salah sebesar kemungkinan hasil penelitian
5%. Dengan kata lain, peneliti salah sebesar 1%.
meyakini hasil penelitiannya
95% valid. • Hasil penelitian dikatakan
bermakna secara statistik bila
nilai p lebih kecil dari nilai α
yang ditetapkan.
170. Tabel Uji Hipotesis
TABEL UJI HIPOTESIS
VARIABEL
U J I S TAT I S T I K U J I A LT E R N AT I F
INDEPENDEN DEPENDEN

Fisher (digunakan untuk tabel


Kategorik Kategorik Chi square 2x2)*
Kolmogorov-Smirnov
(digunakan untuk tabel bxk)*

Kategorik T-test independen Mann-Whitney**


Numerik
(2 kategori)
T-test berpasangan Wilcoxon**

One Way Anova (tdk


Kruskal Wallis**
Kategorik berpasangan)
Numerik
(>2 kategori) Repeated Anova
Friedman**
(berpasangan)
Numerik Numerik Korelasi Pearson Korelasi Spearman**
Regresi Linier
Keterangan:
* : Digunakan bila persyaratan untuk uji chi square tidak terpenuhi
**: Digunakan bila distribusi data numerik tidak normal
Langkah Menentukan Uji Statistik
• Tentukan sifat variabel yang diuji (numerik atau kategorik)

• Bila ada variabel yang bersifat numerik, tentukan apakah


variabel tersebut terdistribusi normal atau tidak. Atau bila
kedua variabel bersifat kategorik, tentukan apakah
memenuhi persyaratan uji chi square. Untuk mengerjakan
soal UKDI, bila tidak disebutkan, maka diasumsikan bahwa
variabel tersebut terdistribusi normal atau memenuhi
persyaratan chi square.

• Lihat tabel untuk menentukan uji hipotesis apa yang sesuai.


Korelasi Pearson vs Regresi Linier
• Penelitian yang meneliti hubungan antara dua
variabel, di mana kedua variabel bersifat
numerik, dapat menggunakan korelasi Pearson
dan regresi linier.

• Korelasi pearson digunakan untuk mengetahui


arah dan kekuatan hubungan antara kedua
variabel. Sedangkan regresi linier digunakan
untuk memprediksi nilai variabel dependen
melalui variabel independen (dinyatakan dalam
persamaan Y = a + bX).
Korelasi Pearson vs Regresi Linier
• Contohnya penelitian ingin mengetahui
hubungan berat badan dan tekanan darah.
– Hasil uji korelasi Pearson didapatkan r =+0,8, artinya
terdapat hubungan kuat bahwa semakin tinggi berat
badan, semakin tinggi pula tekanan darah. Sebaliknya,
bila didapatkan nilai r=-(0,8), artinya terdapat
hubungan kuat bahwa semakin tinggi berat badan,
semakin rendah tekanan darah.
– Bila menggunakan regresi linier, akan didapatkan
persamaan untuk memprediksi nilai tekanan darah
melalui berat badan. Misalnya tekanan darah sistolik =
20 + (2 x berat badan).
171&172. UKURAN ASOSIASI DALAM PENELITIAN

• Digunakan pada studi analitik (cross sectional,


case control, kohort, studi eksperimental).

• Untuk mengukur kekuatan hubungan sebab-akibat


antara variabel paparan dengan variabel outcome.

• Menunjukkan bagaimana suatu kelompok lebih


rentan mengalami sakit dibanding kelompok
lainnya.
Ukuran Asosiasi yang Sering Digunakan

– Relative risk (RR) ukuran asosiasi dari studi kohort


– Odds ratio (OR) ukuran asosiasi dari studi case
control
– Prevalence ratio (PR) & prevalence odds ratio (POR)
ukuran asosiasi dari studi cross sectional
Tabel 2x2
Cara yang paling umum dan sederhana untuk
menghitung ukuran asosiasi.

Outcome
Exposure Yes No Total
Yes a b a+b
No c d c+d
Total a+c b+d a+b+c+d
Outcome
Exposure Yes No Total
Yes a b a+b
No c d c+d
Total a+c b+d a+b+c+d

Relative risk (RR):


insidens penyakit pada kelompok yang terpapar (a/(a+b))
dibandingkan dengan insidens penyakit pada kelompok yang tidak
terpapar (c/(c+d))

Rumus RR: a/(a+b)


c/(c+d)
Outcome
Exposure Yes No Total
Yes a b a+b
No c d c+d
Total a+c b+d a+b+c+d

Odds ratio (OR):


Odds penyakit pada kelompok terpapar (a/b) dibandingkan dengan
odds penyakit pada kelompok tidak terpapar (c/d)

Rumus OR: a/b = ad


c/d bc
Outcome

Exposure Yes No Total

Yes a b a+b

No c d c+d

Total a+c b+d a+b+c+d

Rumus prevalence ratio (PR) sama dengan rumus RR, yaitu:


PR: a/(a+b)
c/(c+d)

Rumus prevalence odds ratio (POR) sama dengan rumus OR, yaitu:
POR: ad
bc
Interpretasi RR/OR/PR

RR/OR/PR= 1 menunjukkan tidak ada hubungan antara paparan


dengan outcome.

RR/OR/PR lebih dari 1 menunjukkan asosiasi positif (semakin tinggi


paparan, semakin tinggi risiko mengalami penyakit) paparan
yang diteliti merupakan FAKTOR RISIKO suatu penyakit.

RR/OR/PR kurang dari 1 menunjukkan bahwa paparan bersifat


protektif terhadap terjadinya outcome(semakin tinggi paparan,
semakin rendah risiko mengalami penyakit) paparan yang diteliti
merupakan FAKTOR PROTEKTIF terjadinya suatu penyakit.
173. FAMILY ASSESSMENT TOOL
• Family dynamic interaksi dan hubungan antar anggota keluarga
• Family assesment tools alat yang digunakan untuk menilai family dynamic
Family Genogram
• Suatu alat bantu berupa peta skema dari silsilah keluarga pasien
yang berguna untuk mendapatkan informasi mengenai nama
anggota keluarga, kualitas hubungan antar anggota keluarga
• Berisi nama, umur, status menikah, riwayat perkawinan, anak-
anak, keluarga satu rumah, penyakit spesifik, tahun meninggal,
dan pekerjaan.
• Juga mengenai informasi tentang hubungan emosional,
jarak/konflik antar anggota keluarga, hubungan penting dengan
profesional yang lain serta informasi lain yang relevan.
Family Life Cycle/Circle
• Siklus Hidup Keluarga (Family Life Cycle) adalah istilah yang
digunakan untuk menggambarkan perubahan-perubahan
dalam jumlah anggota, komposisi dan fungsi keluarga
sepanjang hidupnya.
• Siklus hidup keluarga juga merupakan gambaran rangkaian
tahapan yang akan terjadi atau diprediksi yang dialami
kebanyakan keluarga.
• Siklus hidup keluarga terdiri dari variabel yang dibuat
secara sistematis menggabungkan variable demografik
yaitu status pernikahan, ukuran keluarga, umur anggota
keluarga, dan status pekerjaan kepala keluarga.
TAHAPAN-TAHAPAN SIKLUS HIDUP KELUARGA
Menurut Duvall tahun 1977 siklus hidup keluarga dapat dikategorikan menjadi 8
golongan yakni:
1. Pasangan yang baru menikah ( tanpa anak ) lamanya ± 2 tahun
2. Keluarga dengan anak yang baru dilahirkan ( usia anak tertua adalah baru lahir –
30 bulan ) lamanya ± 2,5 tahun
3. Keluarga dengan anak pra sekolah ( usia anak tertua adalah 30 bulan – 6 tahun )
lamanya ± 3,5 tahun
4. Keluarga dengan anak yang bersekolah ( usia anak tertua adalah 6 – 13 tahun)
lamanya ± 7 tahun
5. Keluarga dengan anak usia remaja ( usia anak tertua adalah 13 – 20 tahun)
lamanya ± 7 tahun
6. Keluarga dengan anak meninggalkan keluarga ( anak pertama pergi dan anak
terakhir tinggal di rumah) lamanya ± 8 tahun
7. Keluarga dengan usia orang tua pertengahan ( tak berkumpul lagi hingga pensiun
) lamanya ± 15 tahun
8. Keluarga dengan usia orang tua jompo (pensiun hingga kedua suami istri
meninggal ) lamanya ± 10 - 15 tahun
Family APGAR
• APGAR Keluarga merupakan kuesioner
skrining singkat yang dirancang untuk
merefleksikan kepuasan anggota keluarga
dengan status fungsional keluarga dan untuk
mencatat anggota-anggota rumah tangga.
• APGAR ini merupakan singkatan dari;
Adaptation, Partnership, Growth, Affection
dan Resolve.
Saya puas dengan keluarga saya karena masing-masing
ADAPTATION
anggota keluarga sudah menjalankan kewajiban sesuai 0-2
Adaptasi
dengan seharusnya

Saya puas dengan keluarga saya karena dapat membantu


PARTNERSHIP
memberikan solusi terhadap permasalahan yang saya 0-2
Kemitraan
hadapi

GROWTH Saya puas dengan kebebasan yang diberikan keluarga saya


0-2
pertumbuhan untuk mengembangkan kemampuan yang saya miliki

AFFECTION Saya puas dengan kehangatan / kasih sayang yang


0-2
Kasih ssayang diberikan keluarga saya

RESOLVE Saya puas dengan waktu yang disediakan keluarga untuk


0-2
Kebersamaan menjalin kebersamaan

Interpretasi :
8-10 = Highly functional family (fungsi keluarga baik)
4-7 = Moderately dysfunctional family (disfungsi keluarga moderat)
0-3 = Severely dysfunctional family (keluarga sakit / tidak sehat)
• Garis kehidupan menggambarkan
Family Lifeline secara kronologis stress kehidupan,
sebagai contoh dari gambar
disamping menunjukkan tingkat
kesakitan berupa migrain yang naik
turun sesuai dengan tingkat stress
yang dialami oleh pasien
• Misal :
– pada tahun 1969 pasien berusia 22
tahun kejadian hidup yang dialami
adalah lulus dari kampus dan pasien
mengalami migrain yang cukup berat,
– sedangkan pada tahun 1972 saat
pasien berusia 25 dan menikah justru
pasien tidak mengalami migrain,
– akan tetapi pada tahun 1973 ketika
pasien berusia 26 tahun dan mulai
bekerja serta mengalami kesulitan
bekerja, pasien mengalami migrain
yang cukup berat.
Family SCREEM
RESOURCE PATHOLOGY
• Isolated from extra-
• social interaction is evident among family members
familial
SOCIAL • Family members have well-balanced lines of
• Problem of over
communication with extra-familial social groups
commitment
• Ethnic and cultural
CULTURAL • cultural pride and satisfaction can be identified
inferiority

• Offers satisfying spiritual experiences as well as contacts


RELIGIOUS • Rigid dogma/rituals
with an extra-familial support group

• Economic stability is sufficient to provide both reasonable • Economic deficiency


ECONOMIC satisfaction with financial status and an ability to meet • Inappropriate
economic demands of normative life events economic plan

• Education of members is adequate to allow members to


EDUCATIONA • handicapped to
solve or comprehend most problems that arise within the
L comprehend
format of the lifestyle established by the family

• Medical health care is available through channels that are • Not utilizing health
MEDICAL easily established and have previously been experienced care
in a satisfactory manner facilities/resources
174. MEDIA PROMOSI KESEHATAN
MEDIA PROMOSI KESEHATAN MASSAL
• Ceramah umum (public speaking), misalnya pada hari kesehatan
nasional, menteri kesehatan atau pejabat kesehatan lainnya
berpidato dihadapan massa rakyat untuk menyampaikan pesan-
pesan kesehatan.
• Diskusi tentang kesehatan melalui media elektronik, baik siaran TV
maupun radio.
• Simulasi, dialog antara pasien dengan dokter atau petugas
kesehatan lainnya tentang suatu penyakit atau masalah kesehatan
disuatu media massa
• Film
• Tulisan-tulisan dimajalah atau Koran, baik dalam bentuk artikel
maupaun Tanya jawab/ konsultasi tentang kesehatan dan penyakit.
• Billboard, yang dipasang dipinggir jalan, spanduk, poster, dsb.
Contoh : Billboard Ayo ke Posyandu.
Metode Promosi Kesehatan untuk Kelompok
(<15 orang)
• Diskusi kelompok: dipimpin 1 pemimpin diskusi, pemimpin
memberi pertanyaan atau kasus sehubungan dengan topik
yang dibahas untuk memancing anggota untuk
berpendapat.

• Curah Pendapat (Brain Storming): Prinsipnya sama dengan


metode diskusi kelompok. Bedanya, pada permulaannya
pemimpin kelompok memancing dengan satu masalah dan
kemudian tiap peserta memberikan jawaban-jawaban atau
tanggapan (curah pendapat). Sebelum semua peserta
mencurahkan pendapatnya, tidak boleh diberikan
komentar oleh siapapun. Harus setelah semua
mengeluarkan pendapatnya, tiap anggota dapat
mengomentari, dan akhirnya terjadi diskusi.
Metode Promosi Kesehatan untuk Kelompok
(<15 orang)
• Bola salju (snowballing): Kelompok dibagi dalam pasangan-
pasangan (1 pasang 2 orang) kemudian dilontarkan suatu
pertanyaan atau masalah. Setelah lebih kurang 5 menit maka tiap 2
pasang bergabung menjadi 1. Mereka tetap mendiskusikan masalah
tersebut, dan mencari kesimpulannya. Kemudian tiap-tiap pasang
yang sudah beranggotakan 4 orang ini bergabung lagi dengan
pasangan lainnya dst, sampai akhirnya akan terjadi diskusi seluruh
anggota kelompok.

• Kelompok kecil (buzz group): Kelompok langsung dibagi menjadi


kelompok-kelompok kecil (buzz group) yang kemudian diberi suatu
permasalahan yang sama atau tidak sama dengan kelompok lain.
Masing-masing kelompok mendiskusikan masalah tersebut.
Selanjutnya hasil dari tiap kelompok didiskusikan kembali dan dicari
kesimpulannya.
Metode Promosi Kesehatan untuk Kelompok
(<15 orang)
• Role play: Beberapa anggota kelompok diunjuk sebagai
pemegang peran tertentu untuk memainkan peranan,
misalnya sebagai dokter Puskesmas, sebagai perawat, atau
bidan, dan sebagainya, sedangkan anggota yang lain
sebagai pasien atau anggota masyarakat. Mereka
memperagakan, misalnya bagaimana komunikasi/interaksi
sehari-hari dalam melaksanakan tugas.

• Simulation game: Gabungan antara role play dengan


diskusi kelompok. Pesan-pesan kesehatan disajikan dalam
beberapa bentuk permainan seperti permainan monopoli.
Cara memainkannya persis seperti bermain monopoli dan
menggunakan dadu, gaco (petunjuk arah) selain papan
main. Beberapa orang menjadi pemain dan sebagian lagi
berperan sebagai narasumber.
Alat Bantu Promosi Kesehatan
(Menurut Cone of Experience, Edgar Dale)
175. JENIS RUJUKAN
• Jenis rujukan secara umum dibagi menjadi 2,
yaitu:
– Rujukan upaya kesehatan individual
– Rujukan upaya kesehatan masyarakat
RUJUKAN UPAYA KESEHATAN RUJUKAN UPAYA KESEHATAN
PERORANGAN MASYARAKAT
• Rujukan kasus untuk keperluan • Rujukan sarana berupa
diagnostik, pengobafan, bantuan laboratorium dan
tindakan operasional dan lain– teknologi kesehatan.
lain
• Rujukan tenaga dalam bentuk
• Rujukan bahan (spesimen) dukungan tenaga ahli untuk
untuk pemeriksaan penyidikan, sebab dan asal
laboratorium klinik usul penyakit atau kejadian
yang lebih lengkap. luar biasa suatu penyakit serta
penanggulangannya pada
• Rujukan ilmu pengetahuan bencana alam, dan lain – lain
antara lain dengan
mendatangkan atau mengirim • Rujukan operasional berupa
tenaga yang lebih kompeten obat, vaksin, pangan pada saat
atau ahli untuk melakukan terjadi bencana, pemeriksaan
tindakan, memberi bahan (spesimen) bila terjadi
pelayanan, ahli pengetahuan keracunan massal,
dan teknologi dalam pemeriksaan air minum
meningkatkan kualitas penduduk dan sebagainya
pelayanan.
Jenis Rujukan Berdasarkan
Tingkatannya
• Rujukan horizontal : rujukan yang dilakukan
antar pelayanan kesehatan dalam satu tingkatan apabila
perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan
sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan
fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan yang sifatnya
sementara atau menetap.
– Misalya rujukan dari RS tipe B ke RS tipe B lainnya

• Rujukan vertikal adalah rujukan yang dilakukan


antar pelayanan kesehatan yang berbeda tingkatan, dapat
dilakukan dari tingkat pelayanan yang lebih rendah ke
tingkat pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya.
– Misalnya rujukan dari puskesmas ke RS
JENIS RUJUKAN
• Interval referral: pelimpahan wewenang dan
tanggungjawab penderita sepenuhnya kepada dokter
konsultan untuk jangka waktu tertentu, dan selama jangka
waktu tersebut dokter tsb tidak ikut menanganinya.
• Collateral referral: menyerahkan wewenang dan
tanggungjawab penanganan penderita hanya untuk satu
masalah kedokteran khusus saja.
• Cross referral: menyerahkan wewenang dan
tanggungjawab penanganan penderita sepenuhnya kepada
dokter lain untuk selamanya.
• Split referral: menyerahkan wewenang dan tanggungjawab
penanganan penderita sepenuhnya kepada beberapa
dokter konsultan, dan selama jangka waktu pelimpahan
wewenang dan tanggungjawab tersebut dokter pemberi
rujukan tidak ikut campur.
176. TEKNIK SAMPLING
Probability Sampling Techique lebih baik
dibanding non-probability
• Simple Random Sampling: pengambilan sampel dari
semua anggota populasi dilakukan secara acak tanpa
memperhatikan strata/tingkatan yang ada dalam
populasi itu.

• Stratified Sampling: Penentuan sampling tingkat


berdasarkan karakteristik tertentu (usia, jenis kelamin,
dsb). Misalnya untuk mengambil sampel dipisahkan
dulu jenis kelamin pria dan wanita. Baru kemudian dari
kelompok pria diambil sampel secara acak, demikian
juga dari kelompok wanita.
Probability Sampling Techique lebih
baik dibanding non-probability
• Cluster Sampling: disebut juga sebagai teknik sampling daerah.
Pemilihan sampel berdasarkan daerah yang dipilih secara acak.
Contohnya mengambil secara acak 20 kecamatan di Jakarta.
Seluruh penduduk dari 20 kecamatan terpilih dijadikan sampel.

• Multistage random sampling: teknik sampling yang menggunakan 2


teknik sampling atau lebih secara berturut-turut. Contohnya
mengambil secara acak 20 kecamatan di Jakarta (cluster sampling).
Kemudian dari masing-masing kecamatan terpilih, diambil 50
sampel secara acak (simple random sampling).

• Systematical Sampling anggota sampel dipilh berdasarkan urutan


tertentu. Misalnya setiap kelipatan 10 atau 100 dari daftar pegawai
disuatu kantor, pengambilan sampel hanya nomor genap atau yang
ganjil saja.
Non-probability Sampling
• Purposive Sampling: sampel yang dipilih secara khusus
berdasarkan tujuan penelitiannya.
• Snowball Sampling: Dari sampel yang prevalensinya
sedikit ,peneliti mencari informasi sampel lain dari
yang dijadikan sampel sebelumnya, sehingga makin
lama jumlah sampelnya makin banyak
• Quota Sampling:anggota sampel pada suatu tingkat
dipilih dengan jumlah tertentu (kuota) dengan ciri-ciri
tertentu
• Convenience sampling:mengambil sampel sesuka
peneliti (kapanpun dan siapapun yang dijumpai
peneliti)
177. KEJADIAN EPIDEMIOLOGIS PENYAKIT

• Sporadik: kejadian penyakit tertentu di suatu


daerah secara acak dan tidak teratur.
Contohnya: kejadian pneumonia di DKI
Jakarta.

• Endemik: kejadian penyakit di suatu daerah


yang jumlahnya lebih tinggi dibanding daerah
lain dan hal tersebut terjadi terus menerus.
Contohnya: Malaria endemis di Papua.
• Epidemik dan KLB: Epidemik dan KLB sebenarnya
memiliki definisi serupa, namun KLB terjadi pada
wilayah yang lebih sempit (misalnya di satu
kecamatan saja). Indonesia memiliki kriteria KLB
berdasarkan Permenkes 1501 tahun 2010 (di
slide selanjutnya).

• Pandemik: merupakan epidemik yang terjadi


lintas negara atau benua. Contohnya: kejadian
MERS-COV di dunia tahun 2014-2015.
Kriteria KLB (Permenkes 1501, tahun 2010)
• Timbulnya suatu penyakit menular tertentu yang sebelumnya tidak ada
atau tidak dikenal pada suatu daerah
• Peningkatan kejadian kesakitan terus-menerus selama 3 (tiga) kurun
waktu dalam jam, hari atau minggu berturut-turut menurut jenis
penyakitnya
• Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan
periode sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari, atau minggu menurut
jenis penyakitnya
• Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan menunjukkan
kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata jumlah
per bulan dalam tahun sebelumnya
• Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu) tahun
menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata
jumlah kejadian kesakitan per bulan pada tahun sebelumnya
• Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu)
kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% (lima puluh persen)
atau lebih dibandingkan dengan angka kematian kasus suatu penyakit
periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama
• Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita baru pada satu
periode menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding satu periode
sebelumnya dalam kurun waktu yang sama
178. TANATOLOGI
Thanatologi adalah topik dalam ilmu kedokteran forensik yang mempelajari
hal mati serta perubahan yang terjadi pada tubuh setelah seseorang mati

Tanda Kematian tidak pasti :


1. Pernafasan berhenti lebih dari 10 menit
2. Sirkulasi berhenti lebih dari 15 menit
3. Kulit pucat
4. Tonus otot menghilang dan relaksasi
5. Pembuluh darah retina mengalami segmentasi
6. Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit yang masih dapat
dihilangkan dengan menggunakan air

Tanda Kematian Pasti


1. Lebam Mayat (Livor mortis)
2. Kaku Mayat (Rigor mortis)
3. Penurunan suhu tubuh (algor mortis)
4. Pembusukan (decomposition)

Budiyanto A dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Indonesia.
TANATOLOGI FORENSIK

• Livor mortis atau lebam mayat


– terjadi akibat pengendapan eritrosit sesudah
kematian akibat berentinya sirkulasi dan adanya
gravitasi bumi .
– Eritrosit akan menempati bagian terbawah badan
dan terjadi pada bagian yang bebas dari tekanan.
– Muncul pada menit ke-30 sampai dengan 2 jam.
Intensitas lebam jenazah meningkat dan menetap
8-12 jam.
Rigor mortis atau kaku mayat

• terjadi akibat hilangnya ATP.


• Rigor mortis akan mulai muncul 2 jam postmortem semakin
bertambah hingga mencapai maksimal pada 12 jam
postmortem.
• Kemudian dipertahankan selama 12 jam, setelah itu akan
berangsur-angsur menghilang sesuai dengan kemunculannya.
• Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kaku jenazah
adalah suhu tubuh, volume otot dan suhu lingkungan.
• Makin tinggi suhu tubuh makin cepat terjadi kaku jenazah.
• Rigor mortis diperiksa dengan cara menggerakkan sendi fleksi
dan antefleksi pada seluruh persendian tubuh.
Penurunan suhu badan

• Pada saat sesudah mati, terjadi proses pemindahan


panas dari badan ke benda-benda di sekitar yang lebih
dingin secara radiasi, konduksi, evaporasi dan konveksi.
• dipengaruhi oleh suhu lingkungan, konstitusi tubuh dan
pakaian.
• Bila suhu lingkugan rendah, badannya kurus dan
pakaiannya tipis maka suhu badan akan menurun lebih
cepat.
• Lama kelamaan suhu tubuh akan sama dengan suhu
lingkungan.
Pembusukan mayat (dekomposisi)

• Terjadi akibat proses degradasi jaringan karena autolisis dan kerja


bakteri.
• Mulai muncul 24 jam postmortem, berupa warna kehijauan dimulai
dari daerah sekum menyebar ke seluruh dinding perut dan berbau
busuk karena terbentuk gas seperti HCN, H2S dan lain-lain.
• RUMUS CASPER untuk perbedaan kecepatan pembusukan udara:
air: tanah = 8:2:1
• Ini disebabkan karena suhu di dalam tanah yang lebih rendah
terutama bila dikubur ditempat yang dalam, terlindung dari
predators seperti binatang dan insekta, dan rendahnya oksigen
menghambat berkembang biaknya organisme aerobik.
Thanatologi

Livor mortis Livor mortis lengkap


mulai muncul dan menetap

20 30 2 6 8 12 24 36
0 mnt mnt jam jam jam jam jam jam

Rigor mortis Pembus


Rigor mortis Pembusuk ukan
lengkap (8-10
mulai muncul an mulai tampak
jam)
tampak di di
caecum seluruh
tubuh

Budiyanto A dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Indonesia.
179. MALPRAKTIK (KELALAIAN MEDIS)

• Malpraktek pada prinsipnya merujuk pada suatu


praktek profesi yang buruk karena tidak sesuai standar
profesi yang telah ditetapkan sebelumnya.

• Dapat berupa pelanggaran terhadap standar


kompetensi, standar perilaku, dan standar pelayanan.

• Tidak semua kerugian yang timbul dalam pelayanan


kedokteran dapat dikategorikan malpraktek, karena
ada kerugian yang terjadi meski dokter telah
melakukan tindakan sesuai standar.
Unsur Yang Harus Dipenuhi Dalam
Malpraktek
• Duty of care
– Dokter telah menyatakan kesediaan untuk merawat pasien
tersebut. Harus ditinjau juga legalitas dari semua pihak
(dokter, pasien, RS).
• Breach of duty
– Ada kegagalan atau kelalaian dokter dalam memenuhi
kewajibannya dalam merawat atau mengobati pasien.
• Injury
– Ada kerusakan atau kerugian materi dan imateriil yang
timbul dari kelalaian tersebut, misalnya biaya, hilangnya
kesempatan mendapat penghasilan.
• Proximated cause
– Ada hubungan langsung atau sebab akibat yang jelas
antara tindakan dokter dengan kerugian yang dialami
pasien.
180. ETIKA: DEONTOLOGI,
TELEONTOLOGI, UTILITARIAN
• Deontologi
– Tindakan dinilai baik atau buruk berdasarkan apakah tindakan itu sesuai atau tidak
dengan kewajiban/ kebenaran, tanpa memperhitungkan akibat dari tindakan
tersebut.
– Contoh: Tindakan aborsi merupakan sesuatu yang yang tidak boleh dilakukan oleh
siapapun, terlepas dari akibat yang dapat terjadi.

• Teleontologi
– Baik buruk suatu tindakan dilihat berdasarkan tujuan atau akibat dari perbuatan
itu.
– Membantu kesulitan etika deontologi ketika menjawab apabila dihadapkan pada
situasi konkrit ketika dihadapkan pada dua atau lebih kewajiban yang bertentangan
satu dengan yang lain.
– Contoh: Bila kehamilan terjadi akibat pemerkosaan dan berpotensi membahayakan
kejiwaan Ibu, aborsi dapat dilakukan.
– Utilitarianisme merupakan bagian dari teleontologi, menilai bahwa baik buruknya
suatu perbuatan tergantung bagaimana akibatnya terhadap banyak orang.
Tindakan dikatakan baik apabila mendatangkan kemanfaatan yang besar dan
memberikan kemanfaatan bagi sebanyak mungkin orang.
181. RAHASIA MEDIS
• Sesuai dengan UU Rumah Sakit pasal 38:
• Yang dimaksud dengan “rahasia kedokteran”
adalah segala sesuatu yang berhubungan
dengan hal yang ditemukan oleh dokter dan
dokter gigi dalam rangka pengobatan dan
dicatat dalam rekam medis yang dimiliki
pasien dan bersifat rahasia.
Wajib Simpan Rahasia Kedokteran
• Dasar hukum
– PP no 10 tahun 1966 tentang Wajib Simpan
Rahasia Kedokteran tgl 21 mei 1966.
– Pasal 55 undang-undang no 23/1992
– Pasal 11 PP 749.MENKES/PER/XII/1989 tentang
REKAM MEDIS: “rekam medis merupakan berkas
yang wajib disimpan kerahasiaannya”
– PERMENKES NO.36 TAHUN 2012 ttg Rahasia
Kedokteran
Yang Berhak Terhadap Isi Rekam Medis
• PASIEN

Bila pasien tidak kompeten, disampaikan kepada:


1. Keluarga pasien, atau
2. Orang yang diberi kuasa oleh pasien atau keluarga
pasien, atau
3. Orang yang mendapat persetujuan tertulis dari
pasien atau keluarga pasien
Pengecualian Wajib Simpan Rahasia
Kedokteran
PerMenKes RI No.269/MENKES/PER/III/2008 BAB IV Pasal 10:
• Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit,
riwayat pemeriksaan, dan riwayat pengobatan dapat dibuka
dalam hal :
– untuk kepentingan kesehatan pasien
– memenuhi permintaan aperatur penegak hukum dalam rangka
penegakan hukum atas perintah pengadilan.
– Permintaan dan atau persetujuan pasien sendiri
– Permintaan institusi/lembaga berdasarkan ketentuan perundang-
undangan
– Untuk kepentingan penelitian, pendidikan atau audit medis sepanjang
tidak menyebutkan identitas pasien".
181. PEMBUKAAN RAHASIA MEDIS
PERMENKES NO.36 TAHUN 2012 PASAL 5:
• Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk
kepentingan kesehatan pasien, memenuhi
permintaan aparatur penegak hukum dalam
rangka penegakan hukum, permintaan pasien
sendiri, atau berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Yang Dimaksud Kepentingan
Kesehatan Pasien
Pasal 6
Kesehatan pasien meliputi:
• Kepentingan pemeliharaan kesehatan, pengobatan,
penyembuhan, dan perawatan pasien; dan
• Keperluan administrasi, pembayaran asuransi atau jaminan
pembiayaan kesehatan.

o Dilakukan dengan persetujuan dari pasien


o Dalam hal pasien tidak cakap untuk memberikan persetujuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), persetujuan dapat
diberikan oleh keluarga terdekat atau pengampunya
Yang Dimaksud Untuk Penegakan Hukum
Pasal 7
• Pembukaan rahasia kedokteran untuk memenuhi permintaan aparatur
penegak hukum dalam rangka penegakan hukum sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 dapat dilakukan pada proses penyelidikan, penyidikan,
penuntutan, dan sidang pengadilan.
• Pembukaan rahasia kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat melalui pemberian data dan informasi berupa visum et repertum,
keterangan ahli, keterangan saksi, dan/atau ringkasan medis.
• Permohonan untuk pembukaan rahasia kedokteran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan secara tertulis dari pihak yang
berwenang.
• Dalam hal pembukaan rahasia kedokteran dilakukan atas dasar perintah
pengadilan atau dalam sidang pengadilan, maka rekam medis seluruhnya
dapat diberikan.
182. SURAT KEMATIAN
• Surat keterangan kematian adalah surat yang
menyatakan bahwa seseorang sudah meninggal.
• Surat keterangan kematian dibuat atas dasar
pemeriksaan jenazah, minimal pemeriksaan luar.
• Dalam hal kematian berkaitan dengan tindak pidana
tertentu, pastikan bahwa prosedur hukum telah
dilakukan sebelum dikeluarkan surat keterangan
kematian.
• Surat keterangan kematian tidak boleh dibuat bila
seseorang yang mati diduga akibat suatu peristiwa
pidana tanpa pemeriksaan kedokteran forensik
terlebih dahulu.
Dasar Hukum Surat Kematian
• Bab I pasal 7 KODEKI, “Setiap dokter hanya memberikan
keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri
kebenarannya”.

• Bab II pasal 12 KODEKI, “Setiap dokter wajib merahasiakan


segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien
bahkan juga setelah pasien meninggal dunia”.

• Pasal 267 KUHP: ancaman pidana untuk surat keterangan


palsu.

• Pasal 179 KUHAP: wajib memberikan keterangan ahli demi


pengadilan, keterangan yang akan diberikan didahului
dengan sumpah jabatan atau janji.
Manfaat Surat Kematian
• Untuk kepentingan pemakaman jenazah
• Kepentingan pengurusan asuransi, warisan,
hutang,dll
• Untuk tujuan hukum, pengembangan kasus kematian
tidak wajar
• Salah satu cara pengumpulan data statistik
penentuan tren penyakit dan tren penyebab
kematian pada masyarakat
• Sumber data untuk penelitian biomedis maupun
sosiomedis
183. TIPE TENGGELAM
• Tipe Kering (Dry drowning):
– akibat dari reflek vagal yang dapat menyebabkan henti jantung
atau akibat dari spasme laring karena masuknya air secara tiba-
tiba kedalam hidung dan traktus respiratorius bagian atas.
– Banyak terjadi pada anak-anak dan dewasa yang banyak
dibawah pengaruh obat-obatan (Hipnotik sedatif) atau alkohol
tidak ada usaha penyelamatan diri saat tenggelam.

• Tipe Basah (Wet drowning)


– terjadi aspirasi cairan
– Aspirasi air sampai paru menyebabkan vasokonstriksi pembuluh
darah paru. Air bergerak dengan cepat ke membran kapiler
alveoli. Surfaktan menjadi rusak sehingga menyebabkan
instabilitas alveoli, ateletaksis dan menurunnya kemampuan
paru untuk mengembang.
Tipe Tenggelam
• Secondary drowning/near drowning
– Korban masih hidup atau masih bisa diselamatkan
saat hampir tenggelam. Namun setelah dilakukan
resusitasi selama beberapa jam, akhirnya korban
meninggal.

• Immersion syndrome
– Korban meninggal tiba-tiba saat tenggelam pada air
yang sangat dingin
– Akibat refleks vagal
PEMERIKSAAN KHUSUS
PADA KASUS TENGGELAM
• Terdapat pemeriksaan khusus pada kasus mati
tenggelam (drowning), yaitu :
– Percobaan getah paru (lonset proef)
– Pemeriksaan diatome (destruction test)
– Pemeriksaan kimia darah (gettler test & Durlacher
test).
Tes getah paru (lonset proef)
• Kegunaan melakukan percobaan paru (lonsef proef)
yaitu mencari benda asing (pasir, lumpur, tumbuhan,
telur cacing) dalam getah paru-paru mayat.
• Syarat melakukannya adalah paru-paru mayat
harus segar / belum membusuk.
• Cara melakukan percobaan getah paru (lonsef proef)
yaitu permukaan paru-paru dikerok (2-3 kali) dengan
menggunakan pisau bersih lalu dicuci dan iris
permukaan paru-paru. Kemudian teteskan diatas objek
gelas. Syarat sediaan harus sedikit mengandung
eritrosit.
Tes Diatom
TES DIATOM 4 CARA PEMERIKSAAN DIATOM:
• Diatom adalah alga atau • Pemeriksaan mikroskopik langsung.
ganggang bersel satu dengan Pemeriksaan permukaan paru disiram dengan
dinding terdiri dari silikat (SiO2) air bersih iris bagian perifer ambil sedikit
yang tahan panas dan asam cairan perasan dari jaringan perifer paru,
kuat. taruh pada gelas objek tutup dengan kaca
penutup. Lihat dengan mikroskop.

• Bila seseorang mati karena


tenggelam maka cairan • Pemeriksaan mikroskopik jaringan dengan
bersama diatome akan masuk metode Weinig dan Pfanz.
ke dalam saluran pernafasan
atau pencernaan kemudian • Chemical digestion. Jaringan dihancurkan
diatome akan masuk kedalam dengan menggunakan asam kuat sehingga
aliran darah melalui kerusakan diharapkan diatom dapat terpisah dari
dinding kapiler pada waktu jaringan tersebut.
korban masih hidup dan
tersebar keseluruh jaringan.
• Inseneration. Bahan organik dihancurkan
dengan pemanasan dalam oven.
Tes Kimia Darah
TEST KIMIA DARAH • Test Gettler: Menunjukan
• Mengetahui ada tidaknya adanya perbedaan kadar
hemodilusi atau klorida dari darah yang diambil
hemokonsentrasi pada dari jantung kanan dan
masing-masing sisi dari jantung kiri. Pada korban
jantung, dengan cara tenggelam di air laut kadar
memeriksa gaya berat spesifik klorida darah pada jantung kiri
dari kadar elektrolit antara lain lebih tinggi dari jantung kanan.
kadar sodium atau clorida dari
serum masing-masing sisi. • Tes Durlacher: Penentuan
perbedaan berat plasma
• Dianggap reliable jika jantung kanan dan kiri. Pada
dilakukan dalam waktu 24 jam semua kasus tenggelam berat
setelah kematian jenis plasma jantung kiri lebih
tinggi daripada jantung kanan .
184. Lima (5) Fase DVI
• Phase 1 – Scene (TKP)
• Phase 2 – Post-Mortem :
• Phase 3 – Ante Mortem
• Phase 4 – Reconciliation
• Phase 5 - Debriefing

Indonesian National DVI eam


Fase 1: Scene (TKP)
Fungsi:
• Memulai langkah identifikasi
• Mencari sisa tubuh manusia dan
properti/barang bukti
• Mencatat dan mengumpulkan sisa tubuh
manusia dan properti terkait tubuh tsb.

Indonesian National DVI Team


Fase 2 – The Mortuary
Fungsi :
• Menerima dan menyimpan sisa tubuh
• Melepaskan, merekam dan menyimpan
properti yang melekat pada sisa tubuh
• Melakukan pemeriksaan forensik
• Mengkoordinasi pengembalian sisa tubuh
(pada keluarga/ institusi terkait)
Indonesian National DVI Team
Fase 3 – Ante Mortem
Fungsi:
• Mengumpulkan dan analisa info ttg org hilang
dari keluarga/teman
• Menyusun daftar orang hilang
• Mengumpulkan DNA kerabat
• Mengumpulkan data properti yang dimiliki
sebelum kematian
Indonesian National DVI Team
Fase3 – Ante Mortem – Sumber info

• Sidik jari
• Minimal 2 sumber
• Official Fingerprint Records
(through AFIS system)

Indonesian National DVI Team


Fase3 – Ante Mortem – sumber lain

• Dental records
• Dental Charts
• Dental X-rays
• Casts
• Mouthguards
• Dentures

Indonesian National DVI Team


Fase4 - Rekonsiliasi
Fungsi :
1. Membandingkan data ante dan post mortem
2. Konfirmasi identitas

Indonesian National DVI Team


Victim was Declared as
IDENTIFIED if :
(DVI Indonesia):

Teridentifikasi jika minimal ada 1 data primer tanpa data sekunder, atau jika
data primer tidak ada maka minimum ada 2 tanda sekunder yang cocok

Indonesian National DVI Team


Identification of deceased is
achieved through:
A. Primary Identifiers
1.Fingerprints
2.Dental records
3.DNA
B. Secondary Identifiers
1.Medical
2.Property
3.Photography
Indonesian National DVI Team
Fase 5 - Debrief
Fungsi :
• Review DVI response
• Identifikasi aspek + dan -DVI Operation
• Menentukan efek psikologis tim DVI
• Melaporkan temuan dan usulan bagi perbaikan
kerja YAD

Indonesian National DVI Team


185. VISUM ET REPERTUM KORBAN HIDUP

• Visum et repertum biasa/tetap. Visum et repertum ini


diberikan kepada pihak peminta (penyidik) untuk korban
yang tidak memerlukan perawatan lebih lanjut.

• Visum et repertum sementara. Visum et


repertum sementara diberikan apabila korban memerlukan
perawatan lebih lanjut karena belum dapat membuat
diagnosis dan derajat lukanya. Apabila sembuh
dibuatkan visum et repertum lanjutan.

• Visum et repertum lanjutan. Dalam hal ini korban tidak


memerlukan perawatan lebih lanjut karena sudah sembuh,
pindah dirawat dokter lain, atau meninggal dunia.
Visum et repertum untuk orang mati (jenazah)

• Pada pembuatan visum et repertum ini, dalam


hal korban mati maka penyidik mengajukan
permintaan tertulis kepada pihak Kedokteran
Forensik untuk dilakukan bedah mayat
(outopsi).
Jenis VeR lainnya
• Visum et repertum Tempat Kejadian Perkara (TKP). Visum ini dibuat
setelah dokter selesai melaksanakan pemeriksaan di TKP.

• Visum et repertum penggalian jenazah. Visum ini dibuat setelah dokter


selesai melaksanakan penggalian jenazah.

• Visum et repertum psikiatri . Visum pada terdakwa yang pada saat


pemeriksaan di sidang pengadilan menunjukkan gejala-gejala penyakit
jiwa.

• Visum et repertum barang bukti. Misalnya visum terhadap barang bukti


yang ditemukan yang ada hubungannya dengan tindak pidana, contohnya
darah, bercak mani, selongsong peluru, pisau.
186. INSIDENS KESELAMATAN PASIEN
Pasien tidak
cedera
NEAR MISS

Medical
Error
• Kesalahan nakes ADVERSE MALPRAKTIK
• Dapat dicegah Pasien cedera
EVENT
• Karena berbuat (commission)
• Karena tdk berbuat
(ommision)

Process of care ADVERSE


Pasien cedera
(Non error) EVENT
Adverse Event
Kejadian tidak diharapkan (KTD)/ Adverse Event:
• Suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang
tidak diharapkan pada pasien karena suatu
tindakan (commission) atau karena tidak
bertindak (ommision), dan bukan karena
“underlying disease”.

• Adverse event yang menimbulkan akibat fatal,


misalnya kecacatan atau kematian, disebut juga
sentinel event.
Kejadian Nyaris Cedera/ Near Miss
• Suatu kejadian akibat melaksanakan suatu tindakan
(commission) atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil (omission), yang dapat mencederai
pasien, tetapi cedera serius tidak terjadi, karena :
– “keberuntungan” (mis.,pasien terima suatu obat kontra
indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat),
– “pencegahan” (suatu obat dengan overdosis lethal akan
diberikan, tetapi staf lain mengetahui dan
membatalkannya sebelum obat diberikan),
– “peringanan” / mitigasi (suatu obat dengan overdosis
lethal diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan
antidotenya
Patient Safety
• Near miss: Tindakan yg dapat mencederai pasien, tetapi tidak
mengakibatkan cedera karena faktor kebetulan, pencegahan atau
mitigasi. Contoh: perawat akan memberikan obat yang salah
kepada pasien. Tetapi sebelum obat diminum pasien, perawat
tersebut menyadarinya.

• Error: Tindakan yang mencederai pasien dan sebenarnya dapat


dicegah. Contoh: salah memberikan obat kepada pasien.

• Acceptable risk (risiko medis): Kejadian tidak diharapkan yang


merupakan risiko yang harus diterima dari pengobatan yang tidak
dapat dihindari. Contoh: Pasien Ca mammae muntah-muntah pasca
kemoterapi.
Patient Safety
• Unforseeable risk: Kejadian tidak diharapkan yang tidak dapat
diduga sebelumnya. Contoh: Terjadi Steven Johnson
Syndrome pasca pasien minum paracetamol, tanpa ada
riwayat alergi obat sebelumnya.

• Complication of disease: Kejadian tidak diharapkan yang


merupakan bagian dari perjalanan penyakit atau komplikasi
penyakit. Contoh: Pasien luka bakar dalam perawatan
mengalami sepsis.

• Kejadian sentinel: adverse event yang berakibat fatal


(kecacatan atau kematian). Contoh: salah pengaturan
tetesan cairan infus yang menyebabkan pasien edema paru.
187. PEMERIKSAAN MAYAT BAYI
Hal yang perlu diperiksa adalah:
• Berapa umur bayi dalam kandungan, apakah sudah cukup
bulan untuk dilahirkan? (Untuk membedakan kasus abortus
dengan kasus pembunuhan anak)

• Apakah bayi lahir hidup atau sudah mati saat dilahirkan?


(Untuk membedakan kasus stillbirth dengan bayi lahir hidup)

• Apakah ada tanda perawatan bayi? (Untuk membedakan


kasus infantisida atau pembunuhan)

• Apakah penyebab kematian bayi?


Infantisida (Pembunuhan Anak
Sendiri)
• Infanticide atau pembunuhan anak sendiri adalah
pembunuhan yang dilakukan oleh seorang ibu
dengan atau tanpa bantuan orang lain terhadap
bayinya pada saat dilahirkan atau beberapa saat
sesudah dilahirkan, oleh karena takut diketahui
orang lain bahwa ia telah melahirkan anak.

• Pasal berkaitan infantisida: pasal 341-343 KUHP.


Pemeriksaan dalam kasus Infantisida
• Hal-hal yang harus ditentukan atau yang perlu
dijelaskan dokter dalam pemeriksaannya adalah:
– Berapa umur bayi dalam kandungan, apakah sudah
cukup bulan untuk dilahirkan.
– Apakah bayi lahir hidup atau sudah mati saat
dilahirkan.
– Bila bayi lahir hidup, berapa umur bayi sesudah lahir.
– Apakah bayi sudah pernah dirawat.
– Apakah penyebab kematian bayi.
Penentuan Usia Janin (1)
• Bayi dianggap cukup bulan jika: Panjang badan di atas
45 cm, berat badan 2500 – 3500 gram, lingkar kepala
lebih dari 34 cm.
• Untuk menentukan umur bayi dalam kandungan, ada
rumus empiris yang dikemukakan oleh De Haas, yaitu
menentukan umur bayi dari panjang badan bayi.
– Untuk bayi (janin) yang berumur di bawah 5 bulan, umur
sama dengan akar pangkat dua dari panjang badan. Jadi
bila dalam pemeriksaan didapati panjang bayi 20 cm, maka
taksiran umur bayi adalah Ö20 yaitu antara 4 sampai 5
bulan dalam kandungan atau lebih kurang 20 – 22 minggu
kehamilan.
– Untuk janin yang berumur di atas 5 bulan, umur sama
dengan panjang badan (dalam cm) dibagi 5 atau panjang
badan (dalam inchi) dibagi 2.
Penentuan Usia Janin (2)
• Keadaan ujung-ujung jari: apakah kuku-kuku telah melewati
ujung jari seperti anak yang dilahirkan cukup bulan atau
belum. Garis-garis telapak tangan dan kaki dapat juga
digunakan, karena pada bayi prematur garis-garis tersebut
masih sedikit.
• Keadaan genitalia eksterna: bila telah terjadi descencus
testiculorum maka hal ini dapat diketahui dari terabanya
testis pada scrotum, demikian pula halnya dengan keadaan
labia mayora apakah telah menutupi labia minora atau
belum; testis yang telah turun serta labia mayora yang
telah menutupi labia minora terdapat pada anak yang
dilahirkan cukup bulan dalam kandungan si-ibu.
• Hal tersebut di atas dapat diketahui bila bayi segar, tetapi
bila bayi telah busuk, labia mayora akan terdorong keluar.
Penentuan Usia Janin (3)
Berdasarkan ukuran lingkaran kepala:
• Bayi 5 bulan : 38,5-41 cm
• Bayi 6 bulan : 39-42 cm
• Bayi 7 bulan : 40-42 cm
• Bayi 8 bulan : 40-43 cm
• Bayi 9 bulan : 41-44 cm
Penentuan Usia Janin (4)
• Pusat penulangan diperiksa pada 2 tempat yaitu yaitu
pada telapak kaki dan lutut.

• Pada telapak kaki pemeriksaan ditujukan kepada tulang


talus, calcaneus dan cuboid.
– Adanya pusat penulangan di tulang talus menunjukkan
bayi telah berumur 7 bulan, tulang calcaneus 8 bulan dan
tulang cuboid 9 bulan.

• Di lutut ditujukan untuk memeriksa pusat penulangan


di proksimal tulang tibia dan distal femur.
– Adanya pusat penulangan pada kedua tulang tersebut
menunjukkan bayi telah berumur 9 bulan dalam
kandungan (cukup umur).
Penentuan Bayi Lahir Hidup/ Mati
• Pemeriksaan luar: Pada bayi yang lahir hidup, pada
pemeriksaan luar tampak dada bulat seperti tong . biasanya
tali pusat masih melengket ke perut, berkilat dan licin.
Kadang-kadang placenta juga masih bersatu dengan tali
pusat. Warna kulit bayi kemerahan.

• Penentuan apakah seorang anak itu dilahirkan dalam


keadaan hidup atau mati, pada dasarnya adalah sebagai
berikut:
– Adanya udara di dalam paru-paru.
– Adanya udara di dalam lambung dan usus,
– Adanya udara di dalam liang telinga bagian tengah, dan
– Adanya makanan di dalam lambung.

• Penentuan pasti dengan tes apung paru.


Tes Apung Paru
• Keluarkan paru-paru dengan mengangkatnya mulai dari trachea sekalian
dengan jantung dan timus. Kesemuanya ditaruh dalam baskom berisi air.
Bila terapung artinya paru-paru telah terisi udara pernafasan.

• Untuk memeriksa lebih jauh, pisahkan paru-paru dari jantung dan timus,
dan kedua belah paru juga dipisahkan. Bila masih terapung, potong
masing-masing paru-paru menjadi 12 – 20 potongan-potongan kecil.
Bagian-bagian ini diapungkan lagi. Bagian kecil paru ini ditekan dipencet
dengan jari di bawah air. Bila telah bernafas, gelembung udara akan
terlihat dalam air.

• Bila masih mengapung, bagian kecil paru-paru ditaruh di antara 2 lapis


kertas dan dipijak dengan berat badan. Bila masih mengapung, itu
menunjukkan bayi telah bernafas. Sedangkan udara pembusukan akan
keluar dengan penekanan seperti ini, jadi ia akan tenggelam.
Bayi Lahir Mati: Still birth vs Dead Born
• Still birth, artinya dalam kandungan masih hidup, waktu dilahirkan sudah mati.
Ini mungkin disebabkan perjalanan kelahiran yang lama, atau terjadi accidental
strangulasi dimana tali pusat melilit leher bayi waktu dilahirkan.

• Dead born child, di sini bayi memang sudah mati dalam kandungan. Bila
kematian dalam kandungan telah lebih dari 2 – 3 hari akan
terjadi maserasi pada bayi. Ini terlihat dari tanda-tanda:
– Bau mayat seperti susu asam.
– Warna kulit kemerah-merahan.
– Otot-otot lemas dan lembek.
– Sendi-sendi lembek sehingga mudah dilakukan ekstensi dan fleksi.
– Bila lebih lama didapati bulae berisi cairan serous encer dengan dasar bullae
berwarna kemerah-merahan.
– Alat viseral lebih segar daripada kulit.
– Paru-paru belum berkembang.
Ada/ Tidaknya Tanda Perawatan
Tidak adanya tanda perawatan adalah sbb:
• Tubuh masih berlumuran darah,
• Ari-ari (placenta), masih melekat dengan tali pusat dan
masih berhubungan dengan pusar (umbilicus),
• Bila ari-ari tidak ada, maka ujung tali pusat tampak tidak
beraturan, hal ini dapat diketahui dengan meletakkan ujung
tali pusat tersebut ke permukaan air,
• Adanya lemak bayi (vernix caseosa), pada daerah dahi serta
di daerah yang mengandung lipatan-lipatan kulit, seperti
daerah lipat ketiak, lipat paha dan bagian belakang bokong.
188. LUKA TEMBAK

• Dalam memberikan pendapat atau kesimpulan dalam


visum et repertum, tidak dibenarkan menggunakan istilah
pistol atau revolver; oleh karena perkataan pistol
mengandung pengertian bahwa senjatanya termasuk
otomatis atau semi otomatis, sedangkan revolver berarti
anak peluru berada dalam silinder yang akan memutar jika
tembakan dilepaskan.

• Oleh karena dokter tidak melihat peristiwa


penembakannya, maka yang akan disampaikan adalah;
senjata api kaliber 0,38 engan alur ke kiri dan sebagainya.
Luka Tembak Menempel Erat

• Luka simetris di tiap


sisi
• Jejas laras jelas
mengelilingi lubang
luka
• Tidak akan dijumpai
kelim jelaga atau Luka tembak tempel
Sumber:
kelim tattoo http://emedicine.medscape.com/article/197542
8-overview
Kelim pada Luka Tembak

• Kelim tato: akibat butir mesiu; gambaran bintik-


bintik hitam bercampur perdarahan, tidak dapat
dihapus dengan kain.
• Kelim jelaga: akibat asap; gambaran bintik-bintik
hitam yang dapat dihapus dengan kain.
• Kelim api: akibat pembakaran dari senjata; luka
bakar terlihat dari kulit dan rambut di sekitar luka
yang terbakar.
• Kelim lecet: akibat partikel logam; bentuknya luka
lecet atau luka terbuka yang dangkal
Luka Tembak Masuk vs Keluar

• Luka tembak masuk: pada tubuh korban tersebut akan


didapatkan perubahan yang diakibatkan oleh berbagai
unsur atau komponen yang keluar dari laras senjata api
tersebut, seperti anak peluru, butir-butir mesiu yang
tidak terbakar atau sebagian terbakar, asap atau jelaga,
api, partikel logam, minyak pada anak peluru.

• Luka tembak keluar: tidak adanya kelim lecet, kelim-


kelim lain juga tentu tidak ditemukan. Luka tembak
keluar pada umumnya lebih besar dari luka tembak
masuk.
189. Inhalation of suffocating gasses

• Ada 3 cara kematian pada korban kasus


inhalation of suffocating gasses, yaitu menghisap
gas :
1. CO
2. CO2
3. H2S

• Gas CO banyak pada kebakaran hebat. Gas CO2


banyak pada sumur tua dan gudang bawah tanah.
Gas H2S pada tempat penyamakan kulit.
Perbedaan Keracunan CO dan
Keracunan CO2
• Perbedaan terutama terlihat pada warna
darah korban.
– Pada keracunan CO, darah berwarna merah terang
(cherry red)
– Pada keracunan CO2, darah berwarna merah
gelap.
Keracunan CO
• Diagnosis keracunan CO pada korban hidup biasanya
berdasarkan anamnesis adanya kontak dan ditemukannya
gejala keracunan CO.
• Pada jenazah, dapat ditemukan warna lebam mayat yang
berupa Cherry Red pada kulit, otot, darah dan organ-organ
interna, yang tampak jelas bila kadar COHb mencapai 30%
atau lebih. Akan tetapi pada orang yang anemik atau
mempunyai kelainan darah warna cherry red ini menjadi
sulit dikenali.
• Pemeriksaan Laboratorium:
– Uji Kualitatif, menggunakan 2 cara: uji dilusi alkali dan uji
formalin
– Uji Kuantitatif menggunakan cara Gettler-Freimuth
Keracunan CN
• Pemeriksaan luar jenazah dapat tercium bau amandel yang merupakan
tanda patognomonik untuk keracunan CN, dengan cara menekan dada
mayat sehingga akan keluar gas dari mulut dan hidung.
• Selain itu didapatkan sianosis pada wajah dan bibir, busa keluar dari
mulut, dan lebam jenazah berwarna merah terang, karena darah kaya
akan oksi hemoglobin (karena jaringan dicegah dari penggunaan oksigen)
dan ditemukannya cyanmethemoglobin.
• Pemeriksaan selanjutnya biasanya tidak memberikan gambaran yang khas.
• Pada korban yang menelan garam alkali sianida, dapat ditemukan kelainan
pada mukosa lambung berupa korosi dan berwarna merah kecoklatan
karena terbentuk hematin alkali dan pada perabaan mukosa licin seperti
sabun.
• Korosi dapat mengakibatkan perforasi lambung yang dapat terjadi
antemortal dan postmortal.
Tipe Anoksia
• Anoksia Anoksik (Anoxic anoxia)
– Pada tipe ini O2 tidak dapat masuk ke dalam paru-paru karena tidak ada atau tidak
cukup O2. Misalnya kepala di tutupi kantong plastik, udara yang kotor atau busuk,
udara lembab, bernafas dalam selokan tetutup atau di pegunungan yang tinggi. Ini di
kenal dengan asfiksia murni atau sufokasi.
• Anoksia Anemia (Anemia anoxia)
– Tidak cukup hemoglobin untuk membawa oksigen.
– Contoh: perubahan kadar Hb dalam darah pada anemia berat dan perdarahan yang
tiba-tiba.
• Anoksia Hambatan (Stagnant anoxia)
– Tidak lancarnya sirkulasi darah yang membawa oksigen. Ini bisa karena gagal jantung,
syok dan sebagainya. Dalam keadaan ini tekanan oksigen cukup tinggi, tetapi sirkulasi
darah tidak lancar. Keadaan ini diibaratkan lalu lintas macet tersendat jalannya.
• Anoksia Jaringan (Hystotoxic anoxia)
– Gangguan terjadi di dalam jaringan sendiri, sehingga jaringan atau tubuh tidak dapat
menggunakan oksigen secara efektif.
190. TANATOLOGI
Thanatologi adalah topik dalam ilmu kedokteran forensik yang mempelajari
hal mati serta perubahan yang terjadi pada tubuh setelah seseorang mati

Tanda Kematian tidak pasti :


1. Pernafasan berhenti lebih dari 10 menit
2. Sirkulasi berhenti lebih dari 15 menit
3. Kulit pucat
4. Tonus otot menghilang dan relaksasi
5. Pembuluh darah retina mengalami segmentasi
6. Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit yang masih dapat
dihilangkan dengan menggunakan air

Tanda Kematian Pasti


1. Lebam Mayat (Livor mortis)
2. Kaku Mayat (Rigor mortis)
3. Penurunan suhu tubuh (algor mortis)
4. Pembusukan (decomposition)

Budiyanto A dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Indonesia.
TANATOLOGI FORENSIK

• Livor mortis atau lebam mayat


– terjadi akibat pengendapan eritrosit sesudah
kematian akibat berentinya sirkulasi dan adanya
gravitasi bumi .
– Eritrosit akan menempati bagian terbawah badan
dan terjadi pada bagian yang bebas dari tekanan.
– Muncul pada menit ke-30 sampai dengan 2 jam.
Intensitas lebam jenazah meningkat dan menetap
8-12 jam.
Rigor mortis atau kaku mayat

• terjadi akibat hilangnya ATP.


• Rigor mortis akan mulai muncul 2 jam postmortem semakin
bertambah hingga mencapai maksimal pada 12 jam
postmortem.
• Kemudian dipertahankan selama 12 jam, setelah itu akan
berangsur-angsur menghilang sesuai dengan kemunculannya.
• Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kaku jenazah
adalah suhu tubuh, volume otot dan suhu lingkungan.
• Makin tinggi suhu tubuh makin cepat terjadi kaku jenazah.
• Rigor mortis diperiksa dengan cara menggerakkan sendi fleksi
dan antefleksi pada seluruh persendian tubuh.
Penurunan suhu badan

• Pada saat sesudah mati, terjadi proses pemindahan


panas dari badan ke benda-benda di sekitar yang lebih
dingin secara radiasi, konduksi, evaporasi dan konveksi.
• dipengaruhi oleh suhu lingkungan, konstitusi tubuh dan
pakaian.
• Bila suhu lingkugan rendah, badannya kurus dan
pakaiannya tipis maka suhu badan akan menurun lebih
cepat.
• Lama kelamaan suhu tubuh akan sama dengan suhu
lingkungan.
Pembusukan mayat (dekomposisi)

• Terjadi akibat proses degradasi jaringan karena autolisis dan kerja


bakteri.
• Mulai muncul 24 jam postmortem, berupa warna kehijauan dimulai
dari daerah sekum menyebar ke seluruh dinding perut dan berbau
busuk karena terbentuk gas seperti HCN, H2S dan lain-lain.
• RUMUS CASPER untuk perbedaan kecepatan pembusukan udara:
air: tanah = 8:2:1
• Ini disebabkan karena suhu di dalam tanah yang lebih rendah
terutama bila dikubur ditempat yang dalam, terlindung dari
predators seperti binatang dan insekta, dan rendahnya oksigen
menghambat berkembang biaknya organisme aerobik.
Thanatologi

Livor mortis Livor mortis lengkap


mulai muncul dan menetap

20 30 2 6 8 12 24 36
0 mnt mnt jam jam jam jam jam jam

Rigor mortis Pembus


Rigor mortis Pembusuk ukan
lengkap (8-10
mulai muncul an mulai tampak
jam)
tampak di di
caecum seluruh
tubuh

Budiyanto A dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Indonesia.
THT-KL
191. Nasal Vestibulitis
• Inflamasi pada kulit yang melapisi
vestibulum hidung
• Dapat terjadi akibat nose picking
(ngupil), infeksi sekunder dari herpes
simpleks atau herpes zoster, dan benda
asing yang masuk ke hidung
• Etiologi tersering: S.aureus
• Tatalaksana:
- Antibiotik oral dan topikal
- Mengurangi trauma berlebih pada
hidung

Sumber: Onerci TO. Diagnosis in otorhinolaryngology. Berlin: Springe, 2009. p.69


192. Gangguan Pendengaran
• Gangguan pendengaran pada lansia, 25-30% terjadi pada usia 65-70
tahun.
• Presbikusis: tuli simetris, terutama nada tinggi, karena proses
penuaan.
– Sensorik: sel rambut & sel sustentakular berkurang, organ korti rata
– Neural:neuron koklea berkurang
– Strial: atropi stria vaskularis
– Konduktif: membran basilar kaku
Gangguan Pendengaran
• Cocktail party deafness
– Tanda tuli koklear, pasien terganggu oleh suara background
sulit mendengar di lingkungan ramai.
– Dijumpai pada presbikusis & noice induced hearing loss.

• Presbikusys • Noise induced hearing loss


₋ Terjadi pada usia >65 ₋ Pajanan bising jangka
tahun. panjang cochlear
₋ Bilateral sensorineural deafness
dengan/tanpa tinnitus.
₋ Bilateral
192. Alat bantu dengar
• Alat bantu dengar (ABD) adalah suatu perangkat
elektronik yang berguna untuk memperkeras
(amplifikasi) suara yang masuk ke dalam telinga,
sehingga si pemakai dapat mendengar lebih jelas
suara yang di sekitarnya
• Komponen ABD:
1. Mikrofon
2. Amplifier
3. Receiver
4. Batere
192. Alat bantu dengar
• Fasilitas tambahan ABD adalah telecoil, audio
input, dan tone control
• Jenis alat bantu dengar:
– Jenis saku (pocket type, body worn type)
– Jenis belakang telinga (BTE=behind the ear)
– Jenis ITE (in the ear)
– Jenis ITC (in the canal)
– Jenis CIC (completely in the canal)
192. Alat bantu dengar
193. Kelainan Telinga Luar
• Pseudokista
– Benjolan di daun teling yang
disebabkan oleh kumpulan cairan
kekuningan di antara lapisan
perikondrium & tulang rawan
telinga.

– Biasanya pasien datang karena


benjolan di daun telinga yang tidak
nyeri & tidak diketahui
penyebabnya.

– Terapi: cairan dikeluarkan secara


steril, lalu dibalut tekan sengan
semen gips selama 1 minggu supaya
perikondrium melekat pada tulang
rawan kembali.
193. Kelainan Telinga Luar
• Hematoma of the auricle
– Severe blunt trauma to the auricle may cause hematoma.
– Edematous, fluctuant, & ecchymotic pinna.
– If left untreated may cause infection perichondritis.
– Th/: incision & drainage/needle aspiration pressure bandage

• Perichondritis of the Auricle


– Most often as a result of trauma, with penetration of the skin &
a contaminated wound.
– The auricle becomes hot, red, swollen, & tender after the
contaminating injury
– infection under the perichondrium necrosis of the cartilage
fibrosis severe auricular deformity (cauliflower ear)
– Th/: antibiotics. If there is fluctuance from pus drainage.

• Keloid
– May develop at the same piercing site on the lobe.
193. Kelainan telinga luar
194. Otitis Media
Otitis Media Akut
• Etiologi:
Streptococcus pneumoniae 35%,
Haemophilus influenzae 25%,
Moraxella catarrhalis 15%.
Perjalanan penyakit otitis media akut:
1. Oklusi tuba: membran timpani retraksi atau suram.
2. Hiperemik/presupurasi: hiperemis & edema.
3. Supurasi: nyeri, demam, eksudat di telinga tengah, membran
timpani membonjol.
4. Perforasi: ruptur membran timpani, demam berkurang.
5. Resolusi: Jika tidak ada perforasi membran timpani kembali
normal. Jika perforasi sekret berkurang.
1) Lecture notes on diseases of the ear, nose, and throat. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Otitis Media
Otitis Media Akut
• Th:
– Oklusi tuba: dekongestan topikal
(ephedrin HCl), antibiotik Hyperaemic stage
– Presupurasi: AB minimal 7 hari
(ampicylin/amoxcylin/
erythromicin) & analgesik.
– Supurasi: AB, miringotomi.
– Perforasi: ear wash H2O2 3% & AB.
– Resolusi: jika sekret tidak
berhenti AB dilanjutkan hingga 3
minggu.
Suppuration stage
1) Diagnostic handbook of otorhinolaryngology. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
195. Uji Penala
• Cara Pemeriksaan :
– Tes Rinne penala digetarkan, tangkainya diletakkan pada
prosesus mastoid, setelah tidak terdengar penala diletakkan
depan telinga
• Positif (+) bila masih terdengar
• Negatif (-) bila tidak terdengar
– Tes Weber penala digetarkan dan tangkai penala dilerakkan
di garis tengah kepala
– Tes Swabach penala digetarkan, tangkai penala diletakkan
pada prosesus mastoideus sampai tidak terdengar bunyi, lalu
segera pindahkan pada prosesus mastoid pemeriksa
• Memendek bila pemeriksa masih mendengar
195. Tes Penala
Rinne Weber Schwabach

Normal (+) Tidak ada Sama dengan


lateralisasi pemeriksa
CHL (-) Lateralisasi Memanjang
ke telinga
sakit
SNHL (+) Lateralisasi Memendek
ke telinga
sehat
Note: Pada CHL <30 dB, Rinne masih bisa positif

Sources: Soepardi EA, et al, editor. Buku Ajar Ilmu THT-KL. Ed 6. Jakarta: FKUI. 2009
• Tuli konduktif:
– gangguan hantaran
suara di telinga luar-
telinga tengah
• Tuli sensorineural:
– Lesi di labirin, nervus
auditorius, saraf
pusat
• Tuli campuran
– Terdapat gabungan
keduanya
Jenis ketulian

Sources: Zahnert T. The differential diagnosis of hearing loss. Dtsch Arztebl Int 2011;108(25):433 —44
Diagnosis banding ketulian

Sources: Zahnert T. The differential diagnosis of hearing loss. Dtsch Arztebl Int 2011;108(25):433 —44
196. Tonsillitis
• Acute tonsillitis:
– Viral: similar with acute rhinits + sore
throat
– Bacterial:
• Group A-β hemolytic Streptococcus pyogenes (GABHS)
is the pathogenic organism responsible for most cases
of bacterial pharyngitis in adults
• Others: pneumococcus, S. viridan, S. pyogenes.
• Detritus → follicular tonsillitits
• Detritus coalesce → lacunar tonsillitis.
• Sore throat, odinophagia, fever, malaise, otalgia.
• Th: penicillin or erythromicin

• Chronic tonsillitis
– Persistent sore throat, anorexia, dysphagia, &
pharyngotonsillar erythema
– Lymphoid tissue is replaced by scar → widened crypt, filled
by detritus.
– Foul breath, throat felt dry.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007. | Diagnostic handbook of otorhinolaryngology.
Faringitis akut
• Faringitis viral
– Demam, rinorea, mual, nyeri tenggorok, sulit
menelan
– Disebabkan oleh rinovirus atau adenovirus
– Terapi:
• istirahat dan minum air yang cukup, analgetik,
• antivirus metisoprinol (Isoprinosine) 60-100 mg/kg
dibagi dalam 4-6 kali pada dewasa
• Pada anak < 5 tahun diberikan 50 mg/kg dibagi dalam
4-6 kali
Faringitis akut
• Faringitis bacterial
– Disebabkan paling banyak oleh grup A
streptokokus beta hemolitikus. (dewasa 30%, anak
15%)
– Nyeri kepala hebat, muntah, demam dengan suhu
tinggi, jarang disertai batuk
– Tonsil membesar, faring dan tonsil hiperemis,
terdapat eksudat di permukaannya.
– Kelenjar limfa leher anterior membesar, kenyal,
dan nyeri pada penekanan
Tonsilopharyngitis
• Modified Centor score and
management options using clinical
decision rule.

• Other factors should be


considered (e.g., a score of 1, but
recent family contact with
documented streptococcal
infection).

• GABHS = group A beta-hemolytic


streptococcus;
• RADT = rapid antigen detection
testing.

• Adapted with permission from


McIsaac WJ, White D,
Tannenbaum D, Low DE. A clinical
score to reduce unnecessary
antibiotic use in patients with sore
throat. CMAJ. 1998;158(1):79.
Terapi faringitis bakterial
• Antibiotik
– Penisilin G benzatin 50.000 U/kgBB IM dosis tunggal
atau amoksisilin 50 mg/kgBB dosis dibagi 3 kali sehari
selama 10 hari (anak) atau pada dewasa 3 x 500 mg
selama 6-10 hari
– Eritromisin 4 x 500 mg
• Kortikosteroid
– Dexamethasone 8-16 mg, IM 1 kali; pada anak 0,08-
0,3 mg/kgBB IM 1 kali
• Analgetik
• Kumur dengan air hangat atau antiseptik
DRUG CLASS ROUTE DOSAGE DURATION
PRIMARY TREATMENT (RECOMMENDED BY CURRENT GUIDELINES) (AAFP)

Children: 250 mg two to three times per day


Adolescents and adults: 250 mg three to four times per day
Penicillin V Penicillin Oral 10 days
or
500 mg two times per day

Children (mild to moderate GABHS pharyngitis):


12.25 mg per kg two times per day
or
10 mg per kg three times per day
Children (severe GABHS pharyngitis): 22.5 mg per kg two times / day
Penicillin (broad or
Amoxicillin Oral 10 days
spectrum) 13.3 mg per kg three times per day
Adults (mild to moderate GABHS pharyngitis):
250 mg three times per day
or
500 mg two times per day
Adults (severe GABHS pharyngitis): 875 mg two times per day

Penicillin G Children: < 60 lb (27 kg): 6.0 × 105 units


Penicillin Intramuscular One dose
benzathine Adults: 1.2 × 106 units

TREATMENT FOR PATIENTS WITH PENICILLIN ALLERGY (RECOMMENDED BY CURRENT GUIDELINES)

Erythromycin Children: 30 to 50 mg per kg per day in two to four divided doses


Macrolide Oral 10 days
ethylsuccinate Adults: 400 mg four times per day or 800 mg two times per day

Erythromycin Children: 20 to 40 mg per kg per day in two to four divided doses


Macrolide Oral 10 days
estolate Adults: not recommended‡

Cephalosporin Children: 30 mg per kg per day in two divided doses


Cefadroxil Oral 10 days
(first generation) Adults: 1 g one to two times per day

Cephalosporin Children: 25 to 50 mg per kg per day in two to four divided doses


Cephalexin Oral 10 days
(first generation) Adults: 500 mg two times per day
197. Mastoiditis
• Mastoiditis merupakan infeksi yang meluas ke tulang
berongga di belakang telinga. Peradangan terjadi pada
mukosa antrum mastoid.
• Mastoid merupakan salah satu komplikasi otitis media
akut.
• Etiologi: Streptococcus pneumonia, streptococcus
pyogenes, staphylococcus aureus dan haemophilus
influenza.
• Gejala: umumnya pasien mengeluh nyeri tekan
mastoid dan pembengkakan mastoid. Tulang eritem
terlihat kemerahan. Gejala demam juga dan sakit
kepala juga akan dikeluhkan pasien.
Mastoiditis
• Diagnosis mastoiditis berdasarkan gejala klinis
pasien. Selain itu, pemeriksaan penunjang dapat
dilakukan seperti CT scan atau MRI.
• Pengobatan mastoiditis meliputi pemberian
antibitoik empiris sebelum ada kultur antibiotik
(broad spectrum antibiotic seperti ceftriaxone
dapat digunakan).
• Apabila mastoiditis tidak berespon dengan
pengobatan, dapat dipertimbangkan
mastoidektomi (pengambilan tulang mastoid).
198. Tonsilitis Kronik
• Disebabkan oleh rangsangan terus menerus
seperti merokok, berbagai jenis makanan ,
kebersihan mulut yang buruk dna pengobatan
tonsilitis akut yang tidak adekuat.
• Peradangan berulang epitel mukosa limfoid
terkikis jaringan parut pelebaran kripta.
Kripta dapat diisi oleh detritus. Dapat disertai
pembesaran kelenjar limfa submandibula.
• Terapi: tergantung penyebab dan ditujukan pada
menjaga kebersihan rongga mulut.
Tonsilitis
• Indikasi tonsilektomi pada Tonsilitis:
– Serangan lebih dari 3 kali/tahun walaupun telah mendapatkan terapi
adekuat.
– Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan
gangguan pertumbuhan orofasial.
– Sumbatan jalan nafas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan
nafas, sleep apnea, gangguan menelan, gangguan bicara, dan cor
pulmonale.
– Rinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak
berhasil hilang dengan pengobatan.
– Napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan.
– Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A streptococcus
beta hemoliticus.
– Hipertrofi tonsil yang dicurigai keganasan.
– Otitis media efusa/otitis media supuratif.
Buku ajar ilmu THT 2007
Tonsilektomi

Current diagnosis & treatment in otolaryngology. 2nd ed. McGraw-Hill.


199. Diagnosis banding SNHL

Sources: Isaacson JE, Vora NM. Differential diagnosis and treatment of hearing loss. Am Fam
Physcian 2003;68:1125—32
Audiometri nada murni
Tes Audiometri Keterangan
Tes garpu tala Tes pendengaran kualitatif dengan menggunakan penala: tes
Rinne, Weber, Schwabach
Pure tone Tes pendengaran kuantitatif. PTA dapat menilai: pendengaran
audiometry (PTA) normal atau tuli, jenis ketulian (CHL, SNHL, atau campuran), dan
derajat ketulian dengan indeks Fletcher
Otoacosutic Tes audiologi khusus, menilai fungsi koklea secara obyektif. Baik
emission (OAE) untuk program skirining pendengaran pada bayi dan anak
Brainstem evoked Tes audiologi khusus, untuk menilai fungsi pendengaran dan
response nervus VIII, dapat dilakukan pada bayi, anak yang tidak kooperatif
audiometry yang sulit diperiksa dengan tes konvensional, atau dewasa yang
(BERA) malingering atau ada kecurigaan tuli retrokoklea
Speech Tes audiologi khusus, terutama menilai kemampuan pasien dalam
audiometry pembicaraan sehari-hari dan menilai pemberian hearing aid

Sumber: Soepardi EA, et al, editor. Buku Ajar Ilmu THT-KL. Ed 6. Jakarta: FKUI. 2009
199. Audiologi dasar
Audiometri nada murni:
• Ambang Dengar (AD): bunyi nada murni terlemah pada
frekuensi tertentu yang masih dapat didengar oleh telinga
seseorang.
• Perhitungan derajat ketulian:
(AD 500 Hz + AD 1000 Hz + AD 2000 Hz + AD 4000 Hz) / 4
• Derajat ketulian:
– 0-25 dB : normal
– >25-40 dB : tuli ringan
– >40-55 dB : tuli sedang
– >55-70 dB : tuli sedang berat
– >70-90 dB : tuli berat
– >90 dB : tuli sangat berat
Audiologi Khusus
• Audiometri impedans
– Memeriksa kelenturan membran timpani dengan tekanan
tertentu pada meatus akustikus eksterna, meliputi
timpanometri, fungsi tuba, & refleks tapedius

• Audiometri tutur
– Menilai kemampuan pasien dalam pembicaraan sehari-hari
– Pasien mengulangi kata-kata yang didengar melalui tape
– Jumlah kata yang benar speech discrimination score:
• 90-100%: normal
• 75-90%: tuli ringan
• 60-75%: tuli sedang
• 50-60%: sukar mengikuti pembicaraan seharihari
• <50%: tuli berat
200. Otitis Media Efusi
• Kumpulan cairan non-purulent (mucoid dan
serosa) di telingan tengah tanpa disertai tanga
indlamasi akut dan perforasi membran
timpani.
200. Barotrauma (aerotitis)
• Salah satu penyebab OME akut
• Perubahan tekanan tiba-tiba di luar telinga tengah sewaktu di
pesawat atau menyelam, menyebabkan tuba gagal membuka
tekanan menjadi negatif di telinga tengah cairan keluar
dari kapiler mukosa
• Keluhan berupa: kurang dengar, nyeri dalam telinga, autofoni,
sensasi ada air dalam telinga, kadang tinitus dan vertigo
• Terapi: sama dengan OME akut
• Preventif: mengunyah permen atau lakukan perasat Valsava
saat pesawat naik/turun

Sumber: Soepardi EA, et al, editor. Buku Ajar Ilmu THT-KL. Ed 6. Jakarta: FKUI. 2009

Anda mungkin juga menyukai