AULIA
DR. REZA | DR. CEMARA | DR. AARON | DR. CLARISSA
OFFICE ADDRESS:
Jakarta Medan
Jl. Layur Kompleks Perhubungan VIII No.52 RT.001/007 Jl. Setiabudi Kompleks Setiabudi Square No. 15 Kel. Tanjung
Kel. Jati, Pulogadung, Jakarta Timur Tlp 021-22475872 Sari, Kec. Medan Selayang 2013
WA. 081380385694/081314412212 WA/Line 082122727364
w w w. o p t i m a p re p . co . i d
ILMU
P E N YA K I T
DALAM
Soal no 1
Tn. Shigeo Kageyama, 55 tahun, datang ke IGD
dengan keluhan sesak dan batuk kering. Sesak
terutama dirasakan oleh pasien saat
beraktivitas. Pasien memiliki riwayat hipertensi
sejak 10 tahun terakhir. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan TD 150/90 mmHg, HR 89x/mnt, RR
18x/mnt dan suhu 37,1 C. Pada pemeriksaan lab
didapatkan peningkatan kadar serum brain
natriuretic peptide. Apakah temuan klinis yang
mungkin didapatkan pada pasien ini?
A. Sianosis
B. Edema ekstremitas
C. Bruit leher
D. Bruit periumbilicus
E. Bunyi jantung S3
– leading eventually to
chronic gouty arthritis &
the appearance of tophi.
Inflamasi - + + +
Temuan Sendi Bouchard’s nodes Ulnar dev, Swan Kristal urat En bloc spine
Heberden’s nodes neck, Boutonniere enthesopathy
Gout histopathology
Kristal Birefringent
Ekskresi fosfat
2. Sindrom uremia,
– merupakan sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi
pada semua organ, akibat penurunan fungsi ginjal
pada penyakit ginjal kronik.
– Dialisis dapat menurunkan insidensi dan keparahan
dari gangguan ini, namun seperti disebutkan pada
tabel di bawah ini, dialisis tidak dapat memberikan
efek seefektif terapi pengganti ginjal.
• FOKUS: mencari penyakit • USG ginjal (paling membantu): • Pada pasien dengan pengerutan
dasarnya. dapat melihat simetrisitas, ginjal bilateral, biopsi ginjal
• Tingkat penurunan fungsi perkiraan ukuran ginjal, adanya tidak disarankan karena sulit
ginjal→ berupa peningkatan obstruksi, dan menyingkirkan dan sangat berisiko terjadi
kadar ureum dan kreatinin kemungkinan massa. pendarahan dan komplikasi
serum, serta penurunan LFG. • Foto polos abdomen, dapat lain. Banyaknya jaringan parut
• Kelainan biokimiawi darah, melihat adanya batu radioopak. juga membuat penyakit
meliputi penurunan Hb, • Pielografi intravena jarang dasarnya tak tampak lagi. Selain
peningkatan kadar asam urat, dilakukan karena untuk itu, kesempatan untuk
hiper atau hipokalemia, memasukkan kontras perlu memberikan terapi sesuai
hiponatremia, hiper atu fungsi ginjal yang baik karena penyakit dasarnya jugasudah
hipokloremia, hiperfosfatemia, bila tidak bisa melewati filter tidak memungkinkan dilakukan
hipokalsemia, asidosis glomerulus maka akan pada kondisi itu. Kontraindikasi
metabolik. menyebabkan toksik. lainnya meliputi hipertensi tak
terkontrol, penyakit ginjal
• Kelainan urinalisis meliputi • Pielografi antegrad atau
polikistik, infeksi saluran kemih,
proteinuria, hematuria, retrograd dapat dilkakukan
diatesis pendarahan, gagal
leukosuria, cast, isostenuria. sesuai indikasi.
napas, dan obesitas morbid.
• Pemeriksaan penyakit
renovaskular dapat dilakukan
menggunakan sonografi
Doppler, teknik kedokteran
nuklir, CT scan atau MRI.
Soal no 4
• Seorang laki-laki berusia 48 tahun datang dengan
keluhan BAK sedikit, kaki bengkak. Pasien juga
mengeluh mual muntah. Sekitar 15 tahun yang lalu
pasien mengalami keluhan BAK berpasir dan sulit BAK,
pasien didiagnosis sakit kencing batu dan disarankan
operasi. Namun pasien belum dioperasi karena tidak
ada biaya. Pada pemeriksaan kesadaran compos
mentis, TD 150/90 mmHg, nadi 80x/menit, nafas
20x/menit. Konjungtiva pucat (+), sklera ikterik (-),
ankle edema pitting bilateral (+). Hasil laboratorium
kadar ureum 115, kreatinin 5,8, glukosa 168. Apa yang
menyebabkan keluhan mual muntah pada pasien ini?
A. Sindrom uremikum
B. Sindrom metabolik
C. Batu saluran kemih
D. Infeksi saluran kemih
E. Gula yang tidak terkontrol
2. Sindrom uremia,
– merupakan sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua organ,
akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik.
– Dialisis dapat menurunkan insidensi dan keparahan dari gangguan ini,
namun seperti disebutkan pada tabel di bawah ini, dialisis tidak dapat
memberikan efek seefektif terapi pengganti ginjal.
4. lemas, mual, muntah, sesak napas, pucat, BAK berkurang, pucat, kulit
kering, edema tungkai atau palpebra, tanda bendungan paru
UREMIC SYNDROME SYMPTOMS
Soal no 5
• Ny. Orihime Inoue, 65 tahun, datang dengan
keluhan sulit mengingat. Pasien juga
mengeluhkan konsentrasi turun, mengantuk pada
siang hari dan mudah lelah. Pasien khawatir
karena ibunya menderita stroke berulang dan
mengalami gangguan memori yang berat. Pasien
juga mengalami penurunan nafsu makan namun
berat badannya naik sebanyak 8 Kg dalam 3 bulan
terakhir. Pasien saat ini pasien mengkonsumsi
obat pencahar karena konstipasi. Tidak ada obat-
obatan lain yang dikonsumsi oleh pasien. Apakah
kemungkinan diagnosis pasien tersebut?
A. Demensia alzheimer
B. Hipotiroidisme
C. Pseudodemensia
D. Defisiensi thiamine
E. Demensia diinduksi obat
Jawaban: B. Hipotiroidisme
Hipotiroid
• Deficiency of thyroid
hormone.
• Autoimmune thyroid
disease (Hashimoto
disease) is the most
common cause of
hypothyroidism.
• Myxedema coma:
hipotermia,
hipotensi,
hipoventilasi,
↓kesadaran
Hipotiroid
Etiologi
• Primer (90%; ↓free T4, ↑ TSH)
– Goiter/struma
• Hashimoto’s thyroiditis
– Penyebab hipotiroid terbanyak
– Kerusakan akibat Autoimmun dengan gambaranpatchy lymphocytic
infiltration
– antithyroid peroxidase (anti-TPO)(+)& antithyroglobulin (anti-Tg) Abs (+),
pd 90% kasus
• Penyembuhan pasca thyroiditis, defisiensi iodin, Li, amiodarone
– Nongoiter:
• destruksi post op, pasca pemberian radioactive iodine
• Sekunder/sentral (↓free T4, ↓/normalatausedikit naik
TSH):
– kerusakan hipotalamus atau hipofisis
Hashimoto thyroiditis
• Faktor risiko: • Diagnosis
– genetik (anggota – kadar anti-thyroid peroxidase
antibodies, TSH, fT3, fT4, anti
keluarga dengan riwayat thyroglobulin antibodies
kelainan thyroid)
• Dekompensasi hipotiroid
– hormon (wanita lebih dapat menyebabkan koma
sering terkena) miksedema.
– Paparan radiasi
• Kelenjar thyroid dapat
membesar dan berlobul
atau dapat juga tidak
terpalpasi pembesaran
Gambaran Histopatologi Tiroiditis Hashimoto
Tumor Pituitari
• Patofisiologi:
– jika fungsional, adenoma ↑hormon tropik tertentu &menyebabkan
defisiensi hormon tropik lain karena kompresi
– dapat juga terjadi kosekresi seperti PRL (Prolaktin) & growth hormone
pada 10% prolactinoma
– 30–40%adenoma non fungsional
• Manifestasi klinis:
– sindrom tergantung hormon yang disekresikan (lihat di bawah); efek
massasakit kepala, penurunan lapang pandang, diplopia, neuropati
kranial
• Pemeriksaan Penunjang
– MRI, hormon,lapang pandang
6. Hipertiroid
Hipertiroidisme
Struma
Difusa Nodosa
Konsumsi goitrogen :
Hashimoto Tiroidiitis,
PTU atau litihium dan Adenoma toksik,
Iodium Defisiensi Grave’s Disease
Iodium defisiensi (late Plummer’s Disease
(Early), Paparan radiasi
stage)
Soal no 7
• Tn. Toichiro Suzuki, 75 tahun dengan DM tipe 2 datang ke
IGD dengan badan terasa lemas dan penurunan kesadaran
sejak 1 hari smrs. Selama beberapa hari pasien mengeluh
batuk-batuk kering, nyeri tenggorokkan dan nafsu makan
turun. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 100/60
mmHg, HR 112x/mnt, RR 18x/mnt dan suhu 38C. Pada
pemeriksaan auskultasi paru-paru normal dan tidak ada
murmur. Pada pemeriksaan abdomen tidak ditemukan
kelainan. Pada pemeriksaan neurologis didapatkan
kelemahan pada seluruh tubuh. Hasil pemeriksaan
laboratorium didapatkan Na 134 mEq/L (135-145 mmol/L),
K 5.9 mEq/L (3.5-5 mmol/L), Cl 101 mEq/L (95-105 mmol/L),
HCO3 22 mEq/L (18-22 mmol/L), BUN 52 mg/dL (8-21
mg/dL), Cr 1,5 mg/dL (0.8-1.3 mg/dL), Calsium 9,1 mg/dL
(8.8-10.3 mg/dl), GDS 1070 mg/dL, SGOT 17 U/L (5-30 U/L)
dan SGPT 15 U/L (5-30 U/L). Apa kemungkinan kondisi yang
akan terjadi pada pasien tersebut?
A. Penurunan kadar serum kalsium
B. Retensi fosfat oleh ginjal
C. Kehilangan natrium dari ginjal yang melebihi
kehilangan air
D. Supresi pengeluaran ADH
E. Deplesi total kalium tubuh
47
Diabetic Hyperglycemic Crises
No hyperosmolality Hyperosmolality
Acidosis No acidosis
48
Pemeriksaan Elektrolit
• Pada HHS terjadi osmotic diuresis sehingga elektrolit
terbuang ke dalam urin.
– Natrium
• Hiponatremia atau hypernatremia dapat terjadi.
• Pada hiperglikemia, pseudohyponatremia dapat terjadi akibat efek
osmosis dari glukosa yang menarik air ke vascular. Result of the
osmotic effect of glucose drawing water into the vascular space.
– Kalium
• Pasien KAD dan HHS akan mengalami osmotic diuresis yang akan
menyebabkan ekskresi berlebihan dari kalium.
• Pada pemeriksaan awal akan didapatkan peningkatan kadar kalium
serum akibat shifting dari kalsium intrasel ke dalam vasukular karena
kurangnya insulin namun demikian kadar total kalium tubuh
sebenarnya berkurang akibat osmotic diuresis yang terjadi pada pasien
KAD dan HHS.
– Kalsium
• Biasanya tidak berubah.
Soal no 8
• Tn. Ryo Shimazaki, 54 tahun, datang untuk
kontrol rutin ke RS. Pasien memiliki riwayat
hipertensi. Pasien tidak merokok ataupun
konsumsi alcohol. Saat ini pasien rutin
mengkonsumsi enalapril dan HCT. Pada
pemeriksaan fisik ddiapatkan TD 140/90 mmHg,
HR 80x/menit, RR 22x/mnt dan BMI 27 Kg/m2
serta lingkar pinggang 105 cm. Pada pemeriksaan
laboratorium didapatkan GDP 112 mg/dL,
Kolesterol total 220 mg/dL, LDL 140 mg/dL,
Trigliserida 240 mg/dL. Apa yang menjadi
penyebab dari kondisi pasien tersebut?
A. Gangguan sekresi insulin
B. Defisiensi insulin absolut
C. Resistensi insulin
D. Hipertensi
E. Autoimun
• Farmakologi
– IBS-C
• bulking agent, laksatif, antagonis reseptor 5HT3 (prucalopride),
aktivator kanal klorida C2 selektif (lubiprostone)
– IBS-D
• antidiare (loperamide), antagonis reseptor 5HT3, antidepresan
– Nyeri, kembung dan distensi
• antispasmodik, antibiotik (rifaximin), probiotik, antidepresan
Jawaban: D. Osteoartritis
Soal no 12
• Ibu Susi, 65 tahun, datang ke poliklinik dengan
keluhan nyeri pada lutut kiri. Nyeri dirasakan
terutama saat naik tangga. Pada pemeriksaan,
didapatkan TTV dalam batas normal, BB 70kg,
TB 155 cm. Krepitasi (+) pada pemeriksaan
lutut kiri. Dokter menduga pasien menderita
OA. Edukasi apa yang dapat diberikan pada
pasien tersebut?
a. Membatasi aktivitas fisik
b. Menurunkan berat badan
c. Olahraga
d. Memperbanyak minum susu kalsium
e. Konsumsi obat rutin
Penipisan kartilago
Sklerosis
Inflamasi - + + +
Temuan Sendi Bouchard’s nodes Ulnar dev, Swan Kristal urat En bloc spine
Heberden’s nodes neck, Boutonniere enthesopathy
Perubahan Osteofit Osteopenia erosi Erosi
tulang erosi ankilosis
• Angina stabil:
Umumnya dicetuskan aktivtas fisik atau emosi (stres, marah, takut),
berlangsung 2-5 menit,
Angina karena aktivitas fisik reda dalam 1-5 menit dengan beristirahat &
nitrogliserin sublingual.
Jawaban: A. Spirometri
15-16. PPOK
• Definisi PPOK
– Ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel
– Bersifat progresif & berhubungan dengan respons inflamasi paru
terhadap partikel atau gas yang beracun/berbahaya
– Disertai efek ekstraparu yang berkontribusi terhadap derajat penyakit
Jawaban: A. Kolelitiasis
17. PENYAKIT HEPATOBILIER
Lokasi Nyeri Anamnesis Pemeriksaan Pemeriksaan Diagnosis Terapi
Fisis Penunjang
Urea breath test (+): H.
pylori
Membaik dgn makan PPI: ome/lansoprazol
Endoskopi:
Nyeri epigastrik (ulkus duodenum), H. pylori:
Tidak spesifik eritema (gastritis akut) Dispepsia
Kembung Memburuk dgn makan klaritromisin+amoksili
atropi (gastritis kronik)
(ulkus gastrikum) n+PPI
luka sd submukosa
(ulkus)
Prodromal (demam,
Nyeri kanan atas/ Transaminase, Serologi
malaise, mual) Ikterus, Hepatomegali Hepatitis Akut Suportif
epigastrium HAV, HBSAg, Anti HBS
kuning.
Risk: Female, Fat,
Fourty, Hamil Nyeri tekan abdomen
Nyeri kanan atas/ USG: hiperekoik dgn Kolesistektomi
Prepitasi makanan Berlangsung 30-180 Kolelitiasis
epigastrium acoustic window Asam ursodeoksikolat
berlemak, Mual, TIDAK menit
Demam
Resusitasi cairan
Nyeri epigastrik/ USG: penebalan dinding
Mual/muntah, AB: sefalosporin gen.
kanan atas menjalar Murphy Sign kandung empedu Kolesistitis
Demam 3 + metronidazol
ke bahu/ punggung (double rims)
Kolesistektomi
Kolelitiasis
• Definisi
– Batu di kandung empedu
– Empedu – garam empedu, phospholipid,
kolesterol; ↑ saturasi kolseterol di empedu +
mempercepat nukleasi + hypomotilitas kandung
empedu batu empedu
• Klinis
– Tipe: batu kolesterol 90%, batu pigmen 10%
– Kolik bilier: nyeri perut kanan atas atau
epigastrium, tiba2, bertahan 30 menit sd 3 jam,
menjalar ke scapula, mual
– Dipicu makanan berlemak
• Tata laksana
– Cholecystectomy (CCY), laparoscopic, jika
symptomatik
– Ursodeoxycholic acid (jarang) untuk batu
cholesterol jika tidak bisa operasi
• Komplikasi
– Kolesistitis
– Koledokolitiasis kolangitis
Koledokolitiasis
• Definisi
– Batu di duktus biliaris
koledokus
• Klinis
– Asymptomatic (50%)
– Kolik bilier: nyeri perut
kanan atas atau
epigastrium, tiba2,
bertahan 30 menit sd 3
jam, menjalar ke scapula,
mual
– Obstruksi bilier ikterik,
pruritis, mual
• Tata laksana
– ERCP & papillotomy
– CCY
• Komplikasi
– Cholangitis, cholecystitis,
pancreatitis, stricture
Kolesistitis
• Definisi
– Inflamasi dari kandung empedu
• Etiologi
– Obstruksi dari duktus sistikus akibat batu kantung
empedu (kolelitiasis)
• Manifestasi klinis:
– nyeri perut kuadran kanan atas, mual, muntah,
demam.
– Dapat ditemukan ikterik pada 15% pasien.
– Murphy’s sign positif spesifisitas 79-96% untuk
kolesistitis akut.
• Penunjang
– Lab: leukositosis, CRP meningkat. aminotransferase
meningkat sedang (biasanya <5 kali batas atas),
bilirubin meningkat ringan (<5 mg/dL)
– USG: ditemukan batu (90-95% kasus), tanda
inflamasi kandung empedu (penebalan
dinding/double rim cairan perikolesistik, dilatasi
duktus biliaris)
Harrison’s principles of internal medicine. 19th ed. McGraw-Hill
Pocket medicine. 4th ed. Lippincott Williams & Wilkins.
Diagnostic criteria and severity assessment of acute cholecystitis: Tokyo Guidelines. J Hepatobiliary Pancreat Surg. 2007 Jan; 14(1): 78–82.
Penyakit Hepatobilier
• Temuan USG kolesistitis:
– Sonographic Murphy sign
(nyeri tekan timbul ketika
probe USG ditekan ke arah
kandung empedu)
– Penebalan dinding kandung
empedu (>4 mm)
– Pembesaran kandung
empedu (long axis diameter
>8 cm, short axis diameter
>4 cm)
– Impacted stone,
pericholecystic fluid
collection
Diagnostic criteria and severity assessment of acute cholecystitis: Tokyo Guidelines. J Hepatobiliary Pancreat
Surg. 2007 Jan; 14(1): 78–82.
Penyakit Hepatobilier
Kolesistitis
• Terapi Medik
– Puasa, NGT, tatalaksana cairan & elektrolit
– NSAID untuk analgesik karena lebih sedikit menimbulkan
spasme sfingter Oddi daripada morfin.
– Antibiotik IV: piperacillin, ampicillin sulbactam,
ciprofloxacin, moxifloxacin, & sefalosporin generasi 3.
• Terapi Bedah
– Waktu optimal untuk operasi tergantung kestabilan pasien.
– Kolesistektomi dini (dalam 72 jam) merupakan terapi
pilihan pada sebagian besar pasien kolesistitis akut.
Kolangitis
• Definisi
– Obstruction duktus koledokus biliar infeksi
sisi proximal dari obstruksi
• Etiologi:
– Batu duktus bilier/ koledokolitiasia (85%)
– Keganasan (biliar, pancreas) atau striktur jinak
– Infiltrasi cacing (Clonorchis sinensis,
Opisthorchis viverrini)
• Klinis
– Charcot’s triad: nyeri perut kanan atas, ikterik,
demam/menggigil; 70%
– Reynold’s pentad: Charcot’s triad + shock dan
gangguan kesadaran;15%
• Tata laksana
– Antibiotik (broad spectrum) :ampicillin +
gentamicin (atau levofloxacin) + MNZ (jika
berat); carbapenems; pip/tazo
– 20% butuh dekompresi bilier cito via ERCP
(papillotomy, extraksi, stent).
Soal no 18
• Seorang laki-laki usia 50 tahun datang dengan
keluhan batuk sejak 1 bulan terakhir. Keluhan
disertai sesak yang tidak membaik dengan
istirahat. Pada pemeriksaan fisik pasien CM, TD
130/70, HR 90x/mnt, RR 22x/mnt. Pemeriksaan
perkusi paru didapatkan pekak pada seluruh
lapangan hemithoraks kanan. Pada pemeriksaan
foto polos toraks didapatkan trakea dan
mediastinum tampak bergeser ke sisi kanan, dan
terdapat perselubungan homogen pada seluruh
hemithoraks dekstra. Diagnosis dari kasus
tersebut adalah...
a. Efusi pleura dextra
b. Atelektasis
c. Emfisema paru
d. Malignansi pada paru kanan
e. Bronkopneumonia
Jawaban: B. Atelektasis
18. Atelektasis
• Atelectasis describes the loss of lung volume due
to the collapse of lung tissue.
• Atelectasis can be divided pathophysiologically
into:
– Obstructive atelectasis
• consequence of blockage of an airway the affected
regions become gasless and then collapse.
– Non obstructive atelectasis.
• loss of contact between the parietal and visceral pleurae,
parenchymal compression, surfactant dysfunction,
replacement of lung tissue by scarring or infiltrative disease,
and strong vertical acceleration forces.
Atelectasis
• Clinical manifestation (depends on
rapidity of occlusion
development)
– Pain on the affected side, sudden
onset of dyspnea, and cyanosis.
– Hypotension, tachycardia, fever,
and shock may also occur.
• Lung examination
– Dullness to percussion over the
involved area and diminished or
absent breath sounds. Mediastinal displacement,
opacification, and loss of volume
– The trachea and the heart may be are present in the right
deviated toward the affected side. hemithorax
Treatment
• Depends on etiology.
• Nonpharmacologic therapies for improving cough and
clearance of secretions from the airways:
– chest physiotherapy + postural drainage
– chest wall percussion and vibration
– forced expiration technique (huffing)
• Medication:
– Bronchodilators (beta agonists, methylxantine, anticholinergics)
• decrease muscle tone in both the small and large airways in the lungs,
thereby increasing ventilation
– Mucolytics (N-acetylsistein)
• May promote sputum removal of thick mucous plugs
– Antibiotics
• To treat underlying bronchitis or postobstructive infection
• Chronic atelectasis is treated with segmental resection or
lobectomy.
Soal no 19
• Ny. Capten Marvell, 22 tahun, datang dengan keluhan
mimisan sejak 30 menit SMRS. Pasien memiliki keluhan
yang sama 1 minggu yang lalu dan perdarahan berhenti
dengan penekanan. Pasien juga mengeluhkan mudah
memar sejak beberapa bulan belakangan. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan TD 120/90mmHg, HR
87x/mnt, RR 22x/mnt dan Suhu 37,2 C. Pada
pemeriksaan abdomen liver span 8 cm dan lien tidak
teraba. Terdapat ekimosis pada kedua kaki. Pada
pemeriksaan lab didapatkan Ht 45%, leukosit 5500,
trombosit 9000, fibrinogen 250 mg/dL (normal 150-
350 mg/dL) dan prothrombin time 13 detik. Apakah
kemungkinan penyebab kondisi pasien tersebut?
a. Aplasia sumsum tulang
b. Infiltrasi sumsum tulang oleh keganasan
c. Disseminated intravascular coagulation (DIC)
d. Destruksi platelet oleh imun
e. Von Willebrand disease
Hiperpigmentasi mukosa
• 90% disebabkan oleh autoimun
• Penyebab lain: tuberkulosis, adrenalektomi, neoplasia, genetik,
iatrogenik, obat (eg. Etomidadinhibisi sintesis kortisol)
ILMU
BEDAH
Soal no 21
• Pasien usia 70 tahun datang dengan keluhan
BAB berdarah dan keluar benjolan sejak 2
bulan yang lalu dan memberat 5 hari ini,
pasien sering merasa BAB nya keras dan harus
mengedan agar BAB bisa dan keluar keluar
darah menetes setelah feses. Pada
pemeriksaan RT terdapat benjolan pada jam 6,
benjolan pasien saat ini menetap. Apakah
faktor risiko pada pasien tersebut?
a. Konstipasi
b. Karsinoma rectum
c. Fistula recti
d. Fissura recti
e. Abses perianal
Jawaban: A. Konstipasi
21. Hemoroid
Soal no 22
• Seorang anak laki-laki, 4 tahun, diantar ibunya ke
IGD RS dengan keluhan nyeri pada scrotum
kirinya sejak 2 jam yang lalu. Nyeri dirasakan
mendadak saat ia sedang bermain dengan
teman-temannya. Pada PF: TTV normal, scrotum
kiri tampak lebih pendek di banding scrotum
kontralateral. Pada pemeriksaan USG tidak
tampak vaskularisasi pada scrotum kiri. Berapa
lama sisa waktu optimal (golden periode) untuk
dilakukan tatalaksana pada pasien ini?
a. 6 jam
b. 4 jam
c. 8 jam
d. 2 jam
e. Tidak terbatas
Jawaban: B. 4 jam
22. Torsio Testis
Gejala dan tanda:
• Nyeri hebat pada skrotum yang mendadak
• Pembengkakan skrotum
• Nyeri abdomen
• Mual dan muntah
• Testis terletak lebih tinggi dari biasanya atau
pada posisi yang tidak biasa
RINGDAHL ERIKA,et al. Testicular Torsion
Am Fam Physician. 2006 Nov 15;74(10):1739-1743. Columbia, Missouri. In
http://www.aafp.org/afp/2006/1115/p1739.html
Ultrasound
• Normal: homogenous symmetric
E. Exposure/Environment
1. Buka pakaian penderita, periksa jejas
2. Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan
tempatkan pada ruangan yang cukup hangat.
ATLS Coursed 9th Edition
Soal no 24
• James May, Anak laki-laki, 4 tahun, diantar
oleh ibunya ke poli dengan keluhan kulit pada
kelamin ditarik dan tidak bisa kembali sejak 2
jam yang lalu, anak belum dilakukan
sirkumsisi. Anak menangis karena nyeri, pada
pemeriksaan fisik didapatkan glans penis
terlihat sebagian, saat diperiksa preputium
tidak dapat ditarik dan menjepit pada corona
glandis. Diagnosis pada kasus ini adalah…
a. Fimosis
b. Parafimosis
c. Epispadia
d. Hipospadia
e. Balanitis
Jawaban: B. Parafimosis
24. Parafimosis
• Prepusium yang diretraksi Tatalaksana Parafimosis
hingga sulkus koronarius • Mengembalikan prepusium
tidak dapat dikembalikan secara manual dengan
pada posisi semula. memijat glans penis selama
3-5 menit untuk
• Retraksi prepusium ke prox mengurangi edema.
secara berlebihan tidak • Bila tidak berhasil, perlu
dapat dikembalikan seperti dilakukan dorsum insisi.
semula menjepit penis • Setelah edema dan reaksi
obstruksi aliran balik inflamasi hilang
vena superfisial edema, sirkumsisi.
nyeri nekrosis glans
penis.
Phimosis vs Paraphimosis
Phimosis Paraphimosis
• Prepusium tidak dapat • Prepusium tidak dapat
ditarik kearah proksimal ditarik kembali dan
• Fisiologis pada neonatus terjepit di sulkus
• Komplikasiinfeksi koronarius
– Balanitis • Gawat darurat bila
– Postitis – Obstruksi vena
– Balanopostitis superfisial edema dan
nyeri Nekrosis glans
• Treatment penis
– Dexamethasone 0.1% (6
weeks) for spontaneous
• Treatment
retraction – Manual reposition
– Dorsum incisionbila – Dorsum incision
telah ada komplikasi
Tatalaksana Fimosis
• Tidak dianjurkan melakukan dilatasi atau retraksi yang dipaksakan pada
penderita fimosis, karena akan menimbulkan luka dan terbentuk sikatriks
pada ujung prepusium sebagai fimosis sekunder.
• Bila fimosis tidak menimbulkan ketidaknyamanan dapat diberikan
penatalaksanaan non-operatif, misalnya seperti pemberian krim steroid
topikal yaitu betamethasone selama 4-6 minggu pada daerah glans penis.
• Pada fimosis yang menimbulkan keluhan miksi, menggelembungnya ujung
prepusium pada saat miksi, atau fimosis yang disertai dengan infeksi postitis
merupakan indikasi untuk dilakukan sirkumsisi. Tentunya pada balanitis
atau postitis harus diberi antibiotika dahulu sebelum dilakukan sirkumsisi.
• Fimosis yang harus ditangani dengan melakukan sirkumsisi bila terdapat
obstruksi dan balanopostitis. Bila ada balanopostitis, sebaiknya dilakukan
sayatan dorsal terlebih dahulu yang disusul dengan sirkumsisi sempurna
setelah radang mereda.
Purnomo, Basuki B. Dasar-Dasar Urologi. Edisi ketiga. Malang :Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya. 2011 : 14, 236-237
Definisi
Balanitis
• Balanitis adalah radang pada glans penis
• Posthitis adalah radang pada kulup.
• Radang pada kepala penis dan kulup (balanoposthitis) bisa juga terjadi.
• Pria yang mengalami balanoposthitis mengalami peningkatan resiko
berkembangnya balanitis xerotica obliterans, phimosis, paraphimosis, dan
kanker di kemudian hari.
Etiologi
• Penyebab paling umum dari balanitis
adalah kebersihan yang buruk.
• Lebih sering pada pasien dengan fimosis
Gejala
• Penderita merasa nyeri dan gatal, warna
kepala penis kemerahan dan bengkak.
Pengobatan
• Salah satu pengobatan terbaik balanitis adalah
menjaga kebersihan di kepala penis dan antibiotik.
• Saat fase akut tidak dilakukan tindakan operasi
• Jika sudah terlanjur kulup menutup maka harus
dilakukan penyunatan.
Soal no 25
• Seorang laki laki, 46 tahun, mengeluhkan keluar
benjolan dari sela paha kanan. Pasien bekerja
sebagai kuli bangunan sudah 30 tahun. Benjolan
keluar masuk. Benjolan keluar terutama saat
pasien batuk atau mengejan. Terkadang benjolan
mencapai scrotum kanan. Pemeriksaan tanda
vital TD 120/80 mmHG, Nadi 80x/ menit, RR 16x/
menit, dan suhu 36OC. Pada pemeriksaan tampak
benjolan di inguinal kanan, hiperemis (-), nyeri
tekan (-), Finger test (+). Kemungkinan diagnosis
pasien ini adalah…
a. Hernia inguinalis reponibel
b. Hernia inguinalis ireponibel
c. Hernia inguinalis medial
d. Hernia femoralis
e. Hernia scrotalis
Inkarserata Obstruksi dari pasase usus halus yang terdapat di dalam kantong
hernia
Strangulata Obstruksi dari pasase usus dan obstruksi vaskular dari kantong
hernia tanda-tanda iskemik usus: bengkak, nyeri, merah,
demam
Test Keterangan
Finger test Untuk palpasi menggunakan jari telunjuk atau jari kelingking pada anak dapat
teraba isi dari kantong hernia, misalnya usus atau omentum (seperti karet). Dari
skrotum maka jari telunjuk ke arah lateral dari tuberkulum pubicum, mengikuti
fasikulus spermatikus sampai ke anulus inguinalis internus. Dapat dicoba
mendorong isi hernia dengan menonjolkan kulit skrotum melalui anulus
eksternus sehingga dapat ditentukan apakah isi hernia dapat direposisi atau
tidak. Pada keadaan normal jari tidak bisa masuk. Dalam hal hernia dapat
direposisi, pada waktu jari masih berada dalam anulus eksternus, pasien diminta
mengedan. Bila hernia menyentuh ujung jari berarti hernia inguinalis lateralis,
dan bila hernia menyentuh samping ujung jari berarti hernia inguinalis medialis.
Siemen test Dilakukan dengan meletakkan 3 jari di tengah-tengah SIAS dengan tuberculum
pubicum dan palpasi dilakukan di garis tengah, sedang untuk bagian medialis
dilakukan dengan jari telunjuk melalui skrotum. Kemudian pasien diminta
mengejan dan dilihat benjolan timbal di annulus inguinalis lateralis atau annulus
inguinalis medialis dan annulus inguinalis femoralis.
Thumb test Sama seperti siemen test, hanya saja yang diletakkan di annulus inguinalis
lateralis, annulus inguinalis medialis, dan annulus inguinalis femoralis adalah ibu
jari.
Valsava test Pasien dapat diperiksa dalam posisi berdiri. Pada saat itu benjolan bisa saja
sudah ada, atau dapat dicetuskan dengan meminta pasien batuk atau
melakukan manuver valsava.
Soal no 26
• Tn. Mark Marquez, Seorang laki-laki, 26 tahun,
jatuh tertabrak mobil saat mengendarai sepeda
motor. Pasien ditolong oleh warga dan langsung
dibawa ke rumah sakit. Pasien mengeluh nyeri
pada bahu kiri, pada primary survey tidak
didapatkan kelainan. Pada Secondary survey
tampak deformitas pada area bahu kiri, nyeri
tekan (+), dan krepitasi (+), tidak tampak kelainan
di bagian tubuh lainnya. Dilakukan pemeriksaan
foto radiologi dengan hasil sebagai berikut:
Diagnosis yang tepat adalah…
a. Fraktur midclavicula
b. Fraktur clavicular 1/3 proksimal
c. Fraktur clavicula 1/3 distal
d. Fraktur costae
e. Fraktur humeri
https://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMicm0805190
https://www.uptodate.com/contents/diagnosis-and-acute-management-of-suspected-
nephrolithiasis-in-adults
Modalitas radiologi dalam diagnosis
Modalitas Sensitivitas (%) Spesifisitas (%) Kelebihan Kekurangan
Tidak meradiasi
BNO 45-59 71-77 Terjangkau dan murah Kurang baik untuk melihat batu di
ureter media dan batu radiolusen
Digunakan sebagai pemeriksaan awal
BNO
• Foto polos abdomen dengan atau tanpa
persiapan (*persiapan berupa puasa agar
gambaran batu tidak terhalang usus).
• Baik untuk melihat bayangan, ukuran, dan posisi
batu.
• Indikasi:
– skrining untuk pemeriksaan kelainan-kelainan urologi
• Sensitivitas antara 44%-77%
• Baik untuk diagnosis batu kalsium dan batu
xystine radio-opaque.
Batu Ginjal Batu Ureter Batu Staghorn Batu Ginjal
https://www.uptodate.com/contents/diagnosis-and-acute-management-of-suspected-
nephrolithiasis-in-adults
IVP (Intravenous Pyelography)
30menit
15 menit
5 menit
Post miksi
https://www.uptodate.com/contents/diagnosis-and-acute-management-of-suspected-
nephrolithiasis-in-adults
USG (Ultrasonografi)
Jawaban: A. Appendisitis
28. Appendisitis
Sign of Appendicitis
Alvarado Score
Soal no 29
• Seorang anak laki-laki, usia 12 tahun,
mengeluhkan nyeri pada kaki kanan sejak 2
minggu yang lalu. Keluhan dirasa memberat
sejak 1 hari yang lalu. Pasien juga
mengeluhkan keterbatasan gerak oleh karena
nyeri. Riwayat trauma disangkal. Pada
pemeriksaan radiologi di dapatkan gambaran
brodies abcess pada metafisis.
Apa diagnosis pasien tersebut?
a. Osteomyelitis akut
b. Osteomyelitis subakut
c. Osteomyelitis kronis
d. Osteosarcoma
e. Ewing Sarcoma
Jawaban: B. MRI
30. Cedera Meniskus
• Sering terjadi pada
olahraga yang melibatkan
gerakan berputar dan
squat seperti pada bola
basket, sepak bola atau
bulu tangkis.
• Mekanisme cedera
meniskus
– akibat gerakan berputar
dari sendi lutut
– akibat gerakan squat atau
fleksi (menekuknya) sendi
lutut yang berlebihan.
Tes-tes Meniskus Pada Regio Knee (Lutut)
Tes Apley
• Posisi pasien : telungkup,
dengan lutut fleksi ± 90˚.
• Pegangan : pada kaki disertai
dengan pemberian tekanan
vertikal ke bawah
• Gerakan:
• Putar kaki ke eksorotasikompresi
pada meniscus lateralis
• Putar kaki endorotasikompresi
pada meniscus medialis
• Positif bila ada nyeri dan bunyi
“kIik”.
Tes McMurray
• Posisi pasien : telentang dengan
pancjgul ± 110˚ fIeksi, tungkai
bawah maksimal feksi.
• Pegangan : tangan pasif pada
tungkai atas sedekat mungkin
dengan lutut, tangan aktif
memegang kaki.
• Gerakan :
• Tungkai bawah ekstensi disertai
dengan tekanan ke valgus dan
eksorotasiprovokasi nyeri pada
meniscus Iateralis dan bunyi “kIik”
• Gerakan tungkai bawah ekstensi
disertai dengan tekanan ke varus dan
endorotasi provokasi nyeri pada
meniscus medialis dan bunyi “kIik”
Tes Steinman
• Posisi pasien : telentang,
dengan lutut lurus
• Pegangan: tangan aktif pada
kaki, tangan pasif memegang
lutut dari arah depan dengan
ibu jari memberi tekanan pada
celah sendi bagian medial (letak
berpindah-pindah) untuk
provokasi nyeri tekan.
• Gerakan :
• Gerakkan tungkai bawah ke arah
fleksi dan ekstensi
• Positif bila ada nyeri tekan yang
berpindah letak saat posisi lutut
(ROM) berubah.
Pemeriksaan Penunjang
• X Ray:
– tidak dapat digunakan untuk melihat struktur meniscus
– pada beberapa kasus dapat ditemukan tanda sekunder dari rupture
meniscus berupa soft tissue swelling, namun sangat jarang.
• USG:
– memiliki keterbatasan dalam diagnosis rupture meniscus, karena
struktur meniscus terletak sangat dalam.
– Namun pada beberapa studi dalam diagnosis rupture meniscus, USG
memiliki sensitifitas 83-100% dan spesifisitas 71-89%.
– Hasil pemeriksaan USG masih perlu dibandingkan dengan MRI.
• MRI:
– merupakan gold standard dalam menegakkan diagnosis rupture
meniscus.
– MRI dapat menentukan derajat berat rupture dan tipe rupture dari
meniscus.
– MRI juga merupakan pemeriksaan yang paling sensitive dalam
mendeteksi rupture meniscus yang sangat kecil.
https://www.uptodate.com/contents/meniscal-injury-of-the-
knee?search=meniscus%20tear&source=search_result&selectedTitle=1~55&usage_type=default&display_rank=1
USG
USG
Penanganan Awal Cedera Muskuloskeletal
Fase Akut: Surgical Intervention
• Lakukan RICE (Rise, Ice, • Most meniscal tears do not
heal without intervention
Compression, Elevation) • Indication:
• untuk mencegah pembengkakan – symptoms persist
• Pemberian NSAID untuk – if the patient cannot risk the delay
of a potentially unsuccessful period
mengurangi nyeri of observation (eg, elite athletes),
– in cases of a locked knee, surgical
• Fisioterapi • Untreated tears may increase
• to strengthen muscles around the in size and may abrade
knee to prevent joint instability articular cartilage, resulting in
• Goals are to: arthritis
• minimize the effusion • The basic principle of
• normalize gait meniscus surgery is to save the
• normalize pain-free range of meniscus
motion – preserving as much normal
meniscus as possible
• prevent muscular atrophy
• maintain proprioception
• maintain cardiovascular fitness http://emedicine.medscape.com/article/90661-treatment
Tatalaksana Cedera Ringan
Tahap I Tahap II
• Segera setelah terjadi • Pemberian kompres
cedera 0 - 24 jam panas dilakukan dalam
• Gunakan metode RICE waktu 24-36 jam setelah
Yaitu : cedera hampir normal
– R- Rest- diistirahatkan • Jika cedera hampir
– I – Ice -didinginkan, normal :
kompres dingin membiasakan melepas
– C- Compression- balut deker/pembalut tekan
tekan
– E - Elevation
dilatih dari gerak pasif ke
aktif
• Jika sudah sembuh
latihan dapat dilanjutkan
Soal no 31
• Pria, 28 tahun, datang ke UGD dlm keadaan
lemah setelah terjatuh dari motor 2 jam yang
lalu. Vital sign, TD 90/50mmHg, terdapat
jejas/luka memar dan nyeri perut pada
hipokondrium sinistra. Nyeri drasakan pada
puncak bahu kiri (Kehr’s sign). Teraba massa di
abdomen kiri dengan perkusi pekak dan perut
mengalami distensi tegang. Diagnosis pasien
ini adalah…
a. Trauma lambung
b. Trauma colon desenden
c. Trauma limpa
d. Trauma hepar
e. Trauma ginjal sinistra
adalah pertumbuhan
berlebihan dari sel-sel
prostat yang tidak ganas.
Pembesaran prostat jinak
diakibatkan sel-sel prostat
memperbanyak diri
melebihi kondisi normal,
biasanya dialami laki-laki
berusia di atas 50 tahun
yang menyumbat saluran
kemih.
NORMAL TIDAK NORMAL
Diagnosis of BPH
• Symptom assessment
– the International Prostate Symptom Score (IPSS) is recommended as it is used
worldwide
– IPSS is based on a survey and questionnaire developed by the American Urological
Association (AUA). It contains:
• seven questions about the severity of symptoms; total score 0–7 (mild), 8–19 (moderate),
20–35 (severe)
• eighth standalone question on QoL
• Digital rectal examination(DRE)
– inaccurate for size but can detect shape and consistency
• Prostat Volume determination- ultrasonography
• Urodynamic analysis
– Qmax >15mL/second is usual in asymptomatic men from 25 to more than 60 years of
age
• Measurement of prostate-specific antigen (PSA)
– high correlation between PSA and Prostat Volume, specifically Trantitional Zone
Volume
– men with larger prostates have higher PSA levels 1
CT Scan:
• Tampak ukuran prostat
membesar di atas ramus superior
simfisis pubis.
Derajat BPH, Dibedakan menjadi 4
Stadium :
Stadium 1 :
Obstruktif tetapi kandung kemih masih
mengeluarkan urin sampai habis.
Stadium 4 :
retensi urin total, buli-buli penuh pasien tampak
kesakitan urin menetes secara periodik.
Grade Pembesaran Prostat
Rectal Grading
Dilakukan pada waktu vesika urinaria kosong :
• Grade 0 : Penonjolan prostat 0-1 cm ke dalam rectum.
• Grade 1 : Penonjolan prostat 1-2 cm ke dalam rectum.
• Grade 2 : Penonjolan prostat 2-3 cm ke dalam rectum.
• Grade 3 : Penonjolan prostat 3-4 cm ke dalam rectum.
• Grade 4 : Penonjolan prostat 4-5 cm ke dalam rectum.
Kategori Keparahan Penyakit BPH Berdasarkan
Gejala dan Tanda (WHO)
Keparahan Skor gejala AUA Gejala khas dan tanda-tanda
penyakit (Asosiasi Urologis
Amerika)
Ringan ≤7 • Asimtomatik (tanpa gejala)
• Kecepatan urinari puncak < 10 mL/s
• Volume urine residual setelah
pengosongan 25-50 mL
• Peningkatan BUN dan kreatinin serum
Watchful Operasi
waiting
α-adrenergik α-adrenergik
antagonis atau antagonis dan 5-α
5-α Reductace
Reductace inhibitor inhibitor
Faktor genetik
ETIOLOGI
Kegagalan
perkembangan Tidak terdapatnya sel Terbentuknya
pleksus submukosa ganglion parasimpatis panjang terminal
Meissner dan pleksus dari pleksus Auerbach aganglionik usus
mienteric Auerbach di colon besar yang bervariasi
di usus besar
PATOFISIOLOGI
Gagal migrasi bakal sel
ganglion dari cranio- caudal
Minggu 5 – 12
Segmen
aganglionik
Peristaltik propulsif Ganglion
tidak ada, sfingter ani parasimpatik
internus gagal intramural tidak ada
mengendur pada
distensi rectum
Colon tidak
Defekasi terganggu
mengembang
MUNTAH HIJAU
DISTENSI ABDOMEN
DIAGNOSA
GAMBARAN KLINIS
COLOK DUBUR
PEM.PENUNJANG :
BNO POLOS BARIUM
Gambaran ENEMA
hearing bone Gambaran
zona transisi
• Darm kontur: terlihatnya bentuk usus pada
abdomen
• Darm Steifung: terlihatnya gerakan peristaltik
pada abdomen
Rontgen :
• Abdomen polos
– Dilatasi usus
– Air-fluid levels.
– Empty rectum
• Contrast enema
– Transition zone
– Abnormal, irregular contractions of
aganglionic segment
– Delayed evacuation of barium
• Biopsy :
– absence of ganglion cells
– hypertrophy and hyperplasia of nerve
fibers,
PENATALAKSANAAN
• Prinsip terapi
– mengatasi obstruksi,
– mencegah terjadinya enterocolitis
– membuang segmen aganglionik
– mengembalikan kontinuitas usus
TERAPI
SEMENTARA COLOSTOMY
PEMBEDAHAN
RECTOSIGMOIDESTOMY
CARA SWENSON
DEFINITIF
ANASTOMOSE
COLOANAL CARA
DUHAMEL DAN SOAVE
Soal no 35
• Tn Erwin, 26 tahun, datang ke poli paru dengan
keluhan sesak napas sejak 2 hari yang lalu.
Keluhan sesak muncul secara spontan. Keluhan
sesak dirasakan semakin lama semakin berat. TD
110/70 mmHg, Nadi 80x/ menit, RR 30x/ menit,
dan suhu afebris. Pemeriksaan fisik toraks
asimetris. Paru kiri : vesikuler menurun,
hipersonor, suara napas menurun. Paru kanan:
suara napas vesikuler dan tidak ada suara napas
tambahan. Diagnosisnya adalah…
a. Pneumotoraks kiri
b. Pneumonia
c. Bronkiektasis
d. Efusi pleura kiri
e. Tumor paru kiri
P. traumatik
P. iatrogenik ( oleh karena efek samping
tindakan )
P. katamenial
Terapeutik
Udara
Ruptur / kebocoran
dinding alveol
Intertisial paru
Septa lobuler
Perifer Sentral
Bleb Pneumomediastinum
Distensi
Pecah Pato fisiologi
Pneumotoraks
Diagnosis pneumotorak
Anamnesis
o Gejala penyakit dasar Ro: -Paru kolaps
o Sesak napas mendadak -Pleural line
o Nyeri dada -Daerah avascular
o Tanpa atau dg penyakit paru
sebelumnya
-Hiper radiolusen
• PF ; Takipnea Taki kardi
-Sela iga melebar
• PF Paru -tanda-tanda
In : Tertinggal pada pendorongan
pergerakan napas lebih
cembung , sela iga Kalau kurang jelas ro
melebar
torak CT Scan Thorak
Pal : Fremitus melemah ,
Deviasi trakea
Per : Hipersonor, tanda 2 NB: tidak dilakukan pada
pendorongan organ kasus tension
Aus : Suara napas melemah / pneumotoraks
tidak terdengar
PNEUMOTORAKS
WSD
WSD (Water Seal Drainage)
• Tindakan invasive yang dilakukan untuk
mengeluarkan udara, cairan (darah,pus) dari
rongga pleura, rongga thorax; dan
mediastinum dengan menggunakan pipa
penghubung.
• Indikasi: Pneumothorax, Hematothorax,
Thoracotomy, Efusi Pleura, Empyema.
Tujuan
• Mengeluarkan cairan atau darah, udara dari
rongga pleura dan rongga thorak
• Mengembalikan tekanan negative pada
rongga pleura
• Mengembangkan kembali paru yang kolaps
• Mencegah refluks drainage kembali ke dalam
rongga dada
Referensi: https://www.aao.org/focalpointssnippetdetail.aspx?id=248e1998-310a-4f6a-b6a9-b470c60c9773
Penanganan Hifema
1. Lindungi mata, pasang protective eye shield
2. Bed rest
3. Elevasi kepala 300 - 450
4. Kortikosteroid topical Dexametason 0.1% atau Prednisolon acetate 1% 4x1 gtt
– Tujuan:
• untuk stabilisasi blood ocular barrier,
• inhibisi langsung fibrinolysis,
• mengurangi inflamasimencegah sinekia posterior
5. Sikloplegik Atropine sulfate 1% 1-2 gtt
– Tujuan:
• untuk mengurangi gerak struktur intraokuler,
• mencegah sinekia posterior, dan spasme siliar yang terkait iritis :
6. Penggunaan antifibrinolitik untuk 5 hari Asam traneksamat 3x25 mg/kgBB tidak
lebih dari 1.5 gram/hari
– masih kontroversial, namun berpotensi menurunkan perdarahan ulang
7. Analgesikhindari NSAID serta aspirin, bisa gunakan acetaminophene 500-1000 mg
p.o tiap 6 jam
8. Paracentesis bila tidak respon dengan medikamentosa
Referensi: https://www.aao.org/focalpointssnippetdetail.aspx?id=248e1998-310a-4f6a-b6a9-b470c60c9773
Bila terdapat peningkatan TIO
• Beta bloker topical:
– timolol maleate 0.5% 2x/hari
• Alfa agonis:
– brimonidine tartrate 0.2% 3x/hari (hidari pada anak <3
tahun)
• Inhibitor carbonic anhydrase
– dorzolamide 2.0% 3x/hari topical atau
– sistemik seperti acetazolamide 5 mg/kgBB tiap 6 jam atau
250 mg tiap 6 jam
• Agen hiperosmotik pada peningkatan TIO hebat jangka
waktu pendek:
– mannitol 20% IV infus lambat 30-60 menit.
Referensi: https://www.aao.org/focalpointssnippetdetail.aspx?id=248e1998-310a-4f6a-b6a9-b470c60c9773
Penanganan pembedahan
• Dilakukan bila: • Penanganan
– TIO tetap tinggi meski
pembedahan:
dengan penanganan – Paracentesis (terutama
medikamentosa untuk peningkatan TIO,
– TIO ≥25 mmHg selama 5 sehingga mengurangi
hari dengan hifema total tekanan)
(untuk cegah pewarnaan – Metode lain sesuai
kornea oleh darah) kondisi pasien dan
– TIO ≥60 mmHg selama 2 operator: clot removal via
hari (untuk cegah optic vitrectomy or irrigation,
atrophy) trabculectomies, anterior
chamber washout
Referensi: https://www.aao.org/focalpointssnippetdetail.aspx?id=248e1998-310a-4f6a-b6a9-b470c60c9773
Prognosis dan komplikasi hifema
• Tidak umum sebabkan • Komplikasi:
kebutaan permanen. 1. Perdarahan sekunder atau
• Namun trauma terkait rebleeding
yang sebabkan kerusakan 2. Glaukoma
pada kornea, lensa, atau 3. Sinekia anterior perifer
saraf optikus, misalnya 4. Pewarnaan kornea
corneal staining, katarak 5. Atrofi optik
traumatik, glaucoma, bisa
sebabkan penurunan
tajam penglihatan
permanen.
Soal no 37
• Pasien laki-laki, usia 22 tahun, datang ke Puskesmas
dengan keluhan penurunan penglihatan pada mata kiri
sejak 1 hari yang lalu. Keluhan ini disertai dengan mata
merah, berair dan sakit, dan juga seperti melihat
pelangi pada sekitar sumber cahaya (halo). Pasien juga
mengeluh nyeri kepala. Sebelumnya tidak ada
gangguan penglihatan. Pasien sering menggunakan
soft lens dan sering berenang menggunakan soft lens.
Pada pemeriksaan fisik mata, ditemukan kornea yang
keruh karena adanya infiltrat. Gejala halo pada pasien
ini disebabkan oleh…
a. Berkurangnya transparasi kornea
b. Bertambahnya tebal kornea
c. Defraksi cahaya yang disebabkan adanya edema
epitel
d. Kelainan penerimaan cahaya di retina
e. Refleks pada neuron di kornea
Dyavaiah M, et.al Microbial Keratitis in Contact Lens Wearers. JSM Ophthalmol 3(3): 1036 (2015)
Bacterial keratitis Fungal keratitis Acanthamoba
Risk factor - Sleeping with CLs among Possible risk factors of CL storage cases and poor
CL wearers fungal keratitis are ocular hygiene practices such as usage
- Patients with diabetes injury, long-term therapy of homemade saline rinsing
mellitus, dementia or with topical or systemic solutions and rinsing of lenses
chronic alcoholism steroids, with tap water Other risk
appeared to be at higher immunosuppressive agents, factors include CL solution
risk and underlying diseases reuse/topping off, rub to clean
- Trauma was rarely a such as pre-existing corneal lenses, shower wearing lenses,
factor surface abnormality and lens replaced (quarterly), age of
wearing CLs case at replacement (<3
months), extended wear and
lens material type
Clinical The predominant clinical CL associated Fusarium Itching, redness, pain, burning
manifestation features reported in keratitis include central sensation, ring infiltrate in
bacterial keratitis were lesions, paraxial lesions, and corneal, multiple
eye pain and redness the peripheral lesions in the pseudodendritic lesions, loss of
with a decrease in visual eye [31]. Patients with vision. Painless acantamoeba
acuity and stromal Candida infections were keratitis fotofobia but no
infiltration reported to have a severe ocular pain
visual outcome
Jawaban: A. Kalazion
38. Kalazion
• Inflamasi idiopatik, steril, dan kronik dari kelenjar Meibom
• Ditandai oleh pembengkakan yang tidak nyeri, muncul berminggu-
minggu.
• Dapat diawali oleh hordeolum, dibedakan dari hordeolum oleh
ketiadaan tanda-tanda inflamasi akut.
• Pada pemeriksaan histologik ditemukan proliferasi endotel asinus
dan peradangan granullomatosa kelenjar Meibom
• Tanda dan gejala:
– Benjolan tidak nyeri pada bagian dalam kelopak mata. Kebanyakan
kalazion menonjol ke arah permukaan konjungtiva, bisa sedikit merah.
Jika sangat besar, dapat menekan bola mata, menyebabkan
astigmatisma.
• Tatalaksana: steroid intralesi (bisa membuat remisi terutama untuk
kalazion lesi kecil), Insisi dan kuretase untuk lesi kecil; eksisi
(pengangkatan granuloma untuk lesi yang besar)
Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 17th ed. Philadephia:
McGraw-Hill, 2007.
Teknik Bedah Definisi
http://www.peralatankedokteran.com/2012/01/definisi-teknik-bedah-minor.html
HORDEOLUM
• Peradangan supuratif kelenjar kelopak mata
• Infeksi staphylococcus pada kelenjar sebasea
• Gejala: kelopak bengkak dengan rasa sakit dan mengganjal,
merah, nyeri bila ditekan, ada pseudoptosis/ptosis akibat
bertambah berat kelopak
• Gejala
– nampak adanya benjolan pada kelopak mata bagian atas atau
bawah
– berwarna kemerahan.
– Pada hordeolum interna, benjolan akan nampak lebih jelas
dengan membuka kelopak mata.
– Rasa mengganjal pada kelopak mata
– Nyeri takan dan makin nyeri saat menunduk.
– Kadang mata berair dan peka terhadap sinar.
Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas
• 2 bentuk :
Hordeolum internum: infeksi kelenjar Meibom di dalam
tarsus. Tampak penonjolan ke daerah kulit kelopak, pus
dapat keluar dari pangkal rambut
Hordeolum eksternum: infeksi kelenjar Zeiss atau Moll.
Penonjolan terutama ke daerah konjungtiva tarsal
http://www.huidziekten.nl/zakboek/dermatosen/htxt/Hordeolum.htm
Azari A, Barney N. Conjunctivitis A Systematic Review of Diagnosis and Treatment. JAMA: 310(16).2013
Classification
• infectious and noninfectious
causes.
– Infectious : Viruses, bacteria the
most common infectious causes.
– Noninfectious conjunctivitis :
allergic, toxic, and cicatricial
conjunctivitis, as well as
inflammation secondary to
immunemediated diseases and
neoplastic processes.1
• Acute, hyperacute, and chronic
according to the mode of onset
and the severity of the clinical
response.
• Primary or secondary to systemic
diseases such graft-vs-host
disease, and Reiter syndrome,
Viral Conjunctivitis
• Etiology : Adenovirus (65-90% of cases) • Viral conjunctivitis secondary to
– produce 2 of the common clinical adenoviruses highly contagious, and
entities associated with viral the risk of transmission 10% - 50%
conjunctivitis : • The virus spreads through direct contact
1. pharyngoconjunctival fever via contaminated fingers, medical
• Abrupt onset of high instruments, swimming pool water,or
fever, pharyngitis, bilateral personal items
conjunctivitis and • Incubation and communicability are
periauricular lymphnode estimated to be 5 to 12 days and 10 to 14
enlargement days, respectively
2. epidemic keratoconjunctivitis
• More severe and presents • Treatment
with watery discharge, – artificial tears, topical antihistamines,
hyperemia, chemosis, and or cold compresses alleviating
ipsilateral lymphadenopathy some of the symptoms
– Available antiviral medications are
not useful and topical antibiotics are
not indicated
Follicularis vs Papillaris Conjunctivitis
Folicularis Papillaris
• Seen ini variety condition: • Most commonly associated with
inflamation caused by viruses, an allergic immune response (AKC
atypical bacteria, toxin, topical & VKC), response to foreign body
medication (glaucoma medication (CL, prosthetic ocular), and
brimonidine) bacterial infection
• Follicle small, dome shaped • Shows a cobblestone
nodules without prominent arrangement of flattened nodules
central vessels. Pale on its with central vascular cores
surface,red at base – Papillae tarsal Giant papillary
• Most prominent in the inferior conjunctivitis
palpebral and forniceal – Limbal papillae horner trantas
conjunctiva dots in VKC
• Histology : • Closely packed, flat topped
projections with numerous
– Lymphoid follicle is situated in the
subepitelial region and consists of eosinophil, lymphocyte, plasma
germinal center immature and mast cells.
proliferating lymphocyte • More red in surface, pale at base
Soal no 40
• Bayi laki-laki usia 1 bulan dibawa ibunya dengan
keluhan muncul bintik putih pada kedua matanya,
anak tampak tenang dan tidak rewel apabila
pintu dibanting. Ibu mengaku saat hamil pernah
mengalami demam di masa awal kehamilannya
dan diberi vitamin oleh dokter karena diduga
infeksi virus. Dari pemeriksaan fisik bayi suhu
37,5ºC, sianosis (-), anak tampak tenang, katarak
(+), dikhawatirkan terjadinya gangguan
pendengaran. Hal yang mungkin menjadi
penyebabnya adalah…
a. Rubella
b. Varicella
c. Toksoplasma
d. Sitomegalovirus
e. Herpes
Jawaban: A. Rubella
40. Congenital/Infantile Cataract
• opacity in the lens of the eye that is present at, or develops shortly after
birth.
• About 1 in 10,000 baby is affected by congenital cataracts. It can affects
one eye (unilateral), but often both eyes are affected (bilateral).
• Unilateral cataracts
– Most children with a cataract in only one eye have good vision in the other.
– no history of childhood cataracts in the family, the child is healthy in every
other way and no cause for the cataract can be found.
– Sometimes there are other structural problems in the eye besides the
cataract, such as it being smaller than the other, which suggest that a problem
occurred during the development of the eye before birth.
A. Episodik
Dalam tipe ini, cluster headache terjadi setiap hari selama satu minggu
sampai satu tahun diikuti oleh remisi tanpa nyeri yang berlangsung
beberapa minggu sampai beberapa tahun sebelum berkembangnya
periode cluster selanjutnya.
B. Kronik
Dalam tipe ini, cluster headache terjadi setiap hari selama lebih dari
satu tahun dengan tidak ada remisi atau dengan periode tanpa nyeri
berlangsung kurang dari dua minggu.
Soal no 42
• Nn Mellisa, 22 tahun, datang ke RS tempat Anda
praktek dengan keluhan mulut mencong. Sehari
sebelumnya, pasien mengaku dibonceng naik
sepeda motor ketika menghadiri acara kantor di
puncak. Saat itu hari sudah gelap dan hujan.
Pemeriksaan TD 110/70 mmHg, nadi 80x/ menit,
RR 18x/ menit, suhu afebris. Dari pemeriksaan
dijumpai sudut mulut jatuh ke kiri, mata kiri tidak
dapat tertutup sempurna dan kerut kening tidak
simetris. Fungsi saraf yang mengalami gangguan
adalah…
a. Nervus trigeminus perifer
b. Nervus trigeminus sentral
c. Nervus facialis perifer
d. Nervus facialis sentral
e. Nervus labialis
• Pleksus brakhialis
dibentuk oleh radiks C5
– T1
• Cedera pleksus
Brakhialis dapat dibagi
menjadi cedera pleksus
bagian atas dan bawah
Upper Brachial Plexus Injury – Erb’s Palsy
• Appearance: drooping, wasted shoulder; pronated and
extended limb hangs limply (“waiter’s tip palsy”)
• Loss of innervation to abductors, flexors, & lateral
rotators of shoulder and flexors & supinators of
elbow
• Loss of sensation to lateral aspect of UE
• More common; better prognosis
Netter 1997
Lower Brachial Plexus Injury – Klumpke’s Palsy
• Much rarer than UBPIs and Erb’s Palsy
• Loss of C8 & T1 results in major motor deficits in the
muscles working the hand: “claw hand”
• Loss of sensation to medial aspect of UE
• Sometimes ptosis or full Horner’s syndrome
• Much rarer (1%) but poorer prognosis
“claw
hand”
Netter 1997
Soal no 44
• Ny Puput, usia 40 tahun, datang ke praktek
dokter dengan keluhan nyeri pada pinggang
kanan yang menjalar ke kaki kanan sejak 1
minggu yang lalu. Nyeri disertai rasa kebas dan
baal di paha belakang. Pasien bekerja sebagai
tukang cuci sudah 20 tahun. TD 120/80 mmHg,
nadi 80x/ menit, RR 18x/ menit, dan suhu afebris.
Nyeri bertambah jika mengangkat beban berat,
berkurang jika istirahat. TTV dalam batas normal,
tes laseque (+), Patrick (-), Contra Patrick (-).
Diagnosis pasien ini adalah…
a. HNP
b. Spondilosis
c. Spondilitis
d. Spondilolisthesis
e. Spondilitis TB
Jawaban: A. HNP
44. HNP
• HNP (Hernia Nukleus Pulposus) yaitu : keluarnya
nucleus pulposus dari discus melalui robekan annulus
fibrosus keluar ke belakang/dorsal menekan medulla
spinalis atau mengarah ke dorsolateral menakan saraf
spinalis sehingga menimbulkan gangguan.
Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000, hal; 54-57.
Gejala Klinis
• Adanya nyeri di pinggang bagian bawah yang menjalar ke
bawah (mulai dari bokong, paha bagian belakang, tungkai
bawah bagian atas). Dikarenakan mengikuti jalannya N.
Ischiadicus yang mempersarafi kaki bagian belakang.
1. Nyeri mulai dari pantat, menjalar kebagian belakang lutut,
kemudian ke tungkai bawah. (sifat nyeri radikuler).
2. Nyeri semakin hebat bila penderita mengejan, batuk,
mengangkat barang berat.
3. Nyeri bertambah bila ditekan antara daerah disebelah L5 – S1
(garis antara dua krista iliaka).
4. Nyeri Spontan, sifat nyeri adalah khas, yaitu dari posisi
berbaring ke duduk nyeri bertambah hebat. Sedangkan bila
berbaring nyeri berkurang atauhilang.
Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000, hal; 54-57.
Pemeriksaan
• Motoris
– Gaya jalan yang khas, membungkuk dan miring ke sisi tungkai yang nyeri dengan fleksi di sendi panggul
dan lutut, serta kaki yang berjingkat.
– Motilitas tulang belakang lumbal yang terbatas.
• Sensoris
– Lipatan bokong sisi yang sakit lebih rendah dari sisi yang sehat.
– Skoliosis dengan konkavitas ke sisi tungkai yang nyeri, sifat sementara.
Tes-tes Khusus
1. Tes Laseque (Straight Leg Raising Test = SLRT)
– Tungkai penderita diangkat secara perlahan tanpa fleksi di lutut sampai sudut 90°.
2. Tes Bragard: Modifikasi yang lebih sensitif dari tes laseque. Caranya sama seperti tes
laseque dengan ditambah dorsofleksi kaki.
3. Tes Sicard: Sama seperti tes laseque, namun ditambah dorsofleksi ibu jari kaki.
4. Gangguan sensibilitas, pada bagian lateral jari ke 5 (S1), atau bagian medial dari ibu jari
kaki (L5).
5. Gangguan motoris, penderita tidak dapat dorsofleksi, terutama ibu jari kaki (L5), atau
plantarfleksi (S1).
6. Tes dorsofleksi : penderita jalan diatas tumit
7. Tes plantarfleksi : penderita jalan diatas jari kaki
8. Kadang-kadang terdapat gangguan autonom, yaitu retensi urine, merupakan indikasi
untuk segera operasi.
9. Kadang-kadang terdapat anestesia di perineum, juga merupakan indikasi untuk operasi.
Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000, hal; 54-57.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/arti
cles/PMC2647081/
http://www.healingartscenter.info/wp-content/uploads/2010/01
Bragard’s Test
• Prosedur: pasien supine. Kaki
pasien lurus kemudian elevasi
hingga titik dimana rasa nyeri
dirasakan. Turunkan 5o dan
dorsofleksi kaki.
• Positive Test: nyeri akibat traksi
nervus sciatik.
– Nyeri dengan dorsiflexion 0° to
35° – extradural sciatic nerve
irritation.
– Nyeri dengan dorsiflexion from
35° – 70° – intradural problem
(usually IVD lesion).
– Nyeri tumpul paha posterior -
tight hamstring.
Sicard's Sign
• If the SLR is positive, lower the leg to just
below the point of pain and quickly dorsiflex
the great toe
• Patrick Test (FABER) and contra-patrick test
– Deteksi kondisi patologis dari sendi paggul dan sakroiliaka.
– Pemeriksaan (+) jika terasa nyeri pada salah satu atau kedua
sendi tersebut.
Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000, hal; 54-57.
X-Ray AP & Lateral View
MRI
Tatalaksana
• Medikamentosa: anti nyeri NSAID/ opioid, muscle relaxant, transquilizer.
• Fisioterapi
– Tirah baring (bed rest) 3 – 6 minggu dan maksud bila anulus fibrosis masih
utuh (intact), sel bisa kembali ke tempat semula.
– Simptomatis dengan menggunakan analgetika, muscle relaxan trankuilizer.
– Kompres panas pada daerah nyeri atau sakit untuk meringankan nyeri.
– Bila setelah tirah baring masih nyeri, atau bila didapatkan kelainan neurologis,
indikasi operasi.
– Bila tidak ada kelainan neurologis, kerjakan fisioterapi, jangan mengangkat
benda berat, tidur dengan alas keras atau landasan papan.
– Fleksi lumbal
– Pemakaian korset lumbal untuk mencegah gerakan lumbal yang berlebihan.
– Latihan, seperti jalan kaki, naik sepeda atau berenang. Berenang adalah
pilihan terbaik dengan very low impact environment untuk meningkatkan
denyut jantung dan pembakaran kalori yang efektif tanpa membuat
persendian dan tulan belakang cedera.
– Jika gejala sembuh, aktifitas perlahan-lahan bertambah setelah beberapa hari
atau lebih dan pasien diobati sebagai kasus ringan.
• Operasi
Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000, hal; 54-57.
Soal no 45
• Scarlett Jonathan, Seorang wanita berusia 27
tahun datang dengan keluhan kedua
tangannya berkurang dalam sensasi dan
terasa nyeri sejak 2 hari yang lalu. Tidak ada
riwayat trauma, riwayat hipertensi dan
diabetes disangkal. Hasil pemeriksaan fisik
status generalis dalam batas normal, pada
pemeriksaan neurologi terdapat parestesia
stocking & gloves pada kedua tangan, Organ
yang terkena ialah...
a. serabut saraf perifer
b. Medulla spinalis
c. Medulla oblongata
d. Basal ganglia
e. Cortex
Sumber: https://www.uptodate.com/contents/approach-to-
the-patient-with-sensory-loss
Sensory loss
1. Hypoesthesia
– berkurang kemampuan merasakan sensasi nyeri, suhu,
sentuhan, getaran
2. Anesthesia
– tidak mampu sepenuhnya merasakan sensasi nyeri, suhu,
sentuhan, getaran
3. Hypalgesia
– menurun sensitivitas terhadap stimulus nyeri
4. Analgesia
– insensivitas sepenuhnya terhadap stimulus nyeri
Brain
Central
Nervous System
Spinal cord
Sensory loss
Nerve root
Nerve
Jaras somatosensorik
Pola temuan klinis sesuai letak lesi
Perbedaan klinis menentukan
perkiraan letak lesi
Lihat diagram alur pendekatan diagnosis slide sebelumnya
• Mononeuropati
– Melibatkan satu saraf perifer (nerve), keluhan sesuai distribusi saraf. Contoh:
Carpal Tunnel Syndrome pada saraf medianus
• Radikulopati
– Melibatkan nerve root, menyebabkan tanda dan gejala sesuai dermatome
dan myotome. Bisa ditemukan kelemahan dan hilang sensorik bersamaan.
• Distal sensory polyneuropathy
– Stocking glove sensory loss, pada length dependent axonal neuropathy.
Contoh: neuropati DM, defisiensi vitamin B12, sipilis, lyme disease, uremia,
dll
• Sensory neuronopathies (tambahan)
– Jarang ditemukan, sensory loss akibat degenerasi pada tingkat dorsal root
ganglion. Sebabkan sensory ataxia, reflex (-), dysesthesia. Contoh: Sjogrens’s
syndrome, Friedreich ataxia
Sensory loss
pada CNS
Perbedaan klinis menentukan
perkiraan letak lesi
Lihat diagram alur pendekatan diagnosis slide sebelumnya
Catatan:
• Catat bila terdapat waham bizzare
Soal no 47
• Perempuan, 28 tahun, datang ke RS dengan keluhan
mimpi buruk sejak 2 bulan. Keluhan dirasakan sejak
pasien tidak sengaja melihat kejadian seorang pria
ditodong dan dibunuh di jalanan sepulangnya dari
kantor 2 bulan yang lalu. Sejak saat itu tidurnya kurang
nyaman dan jantung berdebar berkeringat dingin serta
kaget bila melihat pria bertubuh kekar dan tinggi.
Setiap melihat berita kejahatan di televisi pasien selalu
terbayang tentang kejadian tersebut. Pasien tidak
berani pulang kantor sendirian dan tidak mau lewat
daerah itu lagi. Diagnosa pasien ini adalah...
a. Reaksi stres akut
b. Gangguan penyesuaian
c. PTSD
d. Panik
e. Disosiatif
Jawaban: C. PTSD
47. GANGGUAN MENTAL SESUDAH TRAUMA/
STRESS BERAT (F43)
GANGGUAN MENTAL SESUDAH TRAUMA
Gangguan Karaktristik
Reaksi stres pasca trauma Adanya bayang-bayang kejadian yang persisten, mengalami
(Post traumatic stress gejala penderitaan bila terpajan pada ingatan akan trauma
disorder/ PTSD) aslinya, menimbulkan hendaya pada kehidupan sehari-hari.
Gejala terjadi selama 1-6 bulan.
Diagnosis Post Traumatic Stress Disorder
(PTSD)
• Diagnosis baru bisa ditegakkan apabila gangguan stres pasca
trauma ini timbul dalam kurun waktu 6 bulan setelah kejadian
traumatik berat.
PPDGJ-III
Reaksi Stres Akut vs PTSD vs Gangguan Penyesuaian
49. SKIZOFRENIA
Skizofrenia Gangguan isi pikir, waham, halusinasi, minimal 1
bulan
Paranoid merasa terancam/dikendalikan
Hebefrenik 15-25 tahun, afek tidak wajar, perilaku tidak dapat diramalkan,
senyum sendiri
Katatonik stupor, rigid, gaduh, fleksibilitas cerea
Skizotipal perilaku/penampilan aneh, kepercayaan aneh, bersifat magik, pikiran
obsesif berulang
Waham menetap hanya waham
Psikotik akut gejala psikotik <2 minggu.
Skizoafektif gejala skizofrenia & afektif bersamaan
Residual Gejala negatif menonjol, ada riwayat psikotik di masa lalu yang
memenuhi skizofrenia
Simpleks Gejala negatif yang khas skizofrenia (apatis, bicara jarang, afek
tumpul/tidak wajar) tanpa didahului halusinasi/waham/gejala
psikotik lain. Disertai perubahan perilaku pribadi yang bermakna
(tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, penarikan diri).
Gangguan Psikotik Akut (DSM 5)
Kriteria Diagnosis
A. Terdapat satu atau lebih dari gejala berikut, minimal satu harus
merupakan gejala 1, 2 atau 3:
1. Waham
2. Halusinasi
3. Bicara tidak terkoordinasi (inkoherensia, dsb)
4. Perilaku aneh atau katatonia
B. Durasi gangguan minimal satu hari namun kurang dari 1 bulan,
dengan kembalinya kemampuan fungsional hingga normal, seperti
sebelum gejala timbul
C. Gangguan tidak disebabkan oleh gangguan depresi mayor atau
bipolar dengan gejala psikotik, atau gangguan psikotik lainnya
seperti skizofrenia atau katatonia, dan bukan merupakan efek obat-
obatan atau kondisi medis lain.
Pedoman Diagnostik Skizofrenia
• Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat
jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-
gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
– Thought echo, atau thought insertion or withdrawal, atau
thought broadcasting
– Delusion of control/ passivity/ influence/ perception
– Halusinasi auditorik
– Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut
budaya setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang
mustahil (misalnya mampu mengendalikan cuaca atau
berkomunikasi dengan mahluk asing atau dunia lain)
Referensi: PPDGJ-III
Pedoman Diagnostik Skizofrenia
• Atau paling sedikitnya dua gejala dibawah ini yang
harus selalu ada secara jelas:
– Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja
– Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami
sisipan (interpolation) yang berakibat inkoherensia atau
pembicaraan yang tidak relevan atau neologisme.
– Perilaku katatonik seperti keadaan gaduh gelisah
(excitement), posisi tubuh tertentu (posturing) atay
fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor.
– Gejala negatif seperti sikap apatis, bicara yang jarang dan
respons emosional yang menumpul tidak wajar
Jawaban: D. Kerion
51. Tinea Kapitis
• Kelainan pada kulit dan rambut kepala yang
disebabkan oleh dermatofit
• Tanda kardinal untuk menegakkan diagnosis tinea
kapitis:
– Populasi risiko tinggi
– Terdapat kerion atau gejala klinis yang khas berupa
skuama tipikal, alopesia dan pembesaran kelenjar
getah bening.
• Gejala klinis: gatal, kulit kepala berisisik, alopesia
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit
FKUI; 2007.
Tinea Kapitis
Bentuk klinis:
• Grey patch ringworm (biasanya disebabkan Microsporum)
– Inflamasi minimal, rambut pada daerah terkena berubah
warna menjadi abu- abu dan tidak berkilat, rambut mudah
patah di atas permukaan skalp. Lesi tampak berskuama,
hiperkeratosis, dan berbatas tegas karena rambut yang patah.
Berfluoresensi hijau kekuningan dengan lampu Wood.
• Kerion (Microsporum atau Tricophyton)
– Biasa disebabkan oleh patogen zoofilik atau geofilik. Spektrum
klinis mulai dari folikulitis pustular hingga furunkel atau kerion.
Sering terjadi alopesia sikatrisial. Lesi biasanya gatal, dapat
disertai nyeri dan limfadenopati servikalis posterior.
Fluoresensi lampu Wood dapat positif pada spesies tertentu.
• Black dot ringworm (biasanya disebabkan Tricophyton
tonsurans dan Trycophyton violaceum)
– Disebabkan oleh organisme endotriks antropofilik. Rambut
mudah patah pada permukaan skalp, meninggalkan kumpulan
titik hitam pada daerah alopesia (black dot). Kadang masih
terdapat sisa rambut normal di antara alopesia. Skuama difus
juga umum ditemui
Tinea Kapitis
Bentuk klinis:
• Favus
– Bentuk yang berat dan kronis
berupa plak eritematosa
perifolikular dengan skuama.
Awalnya berbentuk papul kuning
kemerahan yang kemudian
membentuk krusta tebal
berwarna kekuningan (skutula).
Skutula dapat berkonfluens
membentuk plak besar dengan
mousy odor. Plak dapat meluas
dan meninggalkan area sentral
yang atrofi dan alopesia
3 Pola Invasi Rambut pada Tinea Kapitis
Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan lampu Wood: fluoresensi berwarna
kuning kehijauan. Organisme endotriks tidak
menunjukkan fluoresensi.
• Pemeriksaan KOH: rambut dicabut, ditambahkan
larutan KOH 10-20% dan dievaluasi dengan
mikroskop:
– Ektotriks:arthroconidiakecil/besar membentuk lapisan
di sekitar batang rambut, atau
– Endotriks: arthroconidia di dalam batang rambut.
• Kultur pada agar Saboraud: hifa panjang
bersepta.
Tatalaksana
• Topikal:
– Tidak disarankan bila hanya terapi topikal sajakombinasi dengan
sistemik
– Rambut dicuci dengan sampo antimikotik:
• selenium sulfida 1% dan 2,5% 2- 4 kali/minggu, atau
• Sampo ketokonazol 2% 2 hari sekali selama 2-4 minggu
• Sistemik:
– Spesies Microsporum DOC: griseofulvin fine particle/microsize
20-25 mg/kgBB/hari atau ultramicrosize 10-15 mg/kgBB/hari
selama 8 minggu.
• Alternatif: Itrakonazol 50-100 mg/hari atau 5 mg/kgBB/hari selama 6
minggu atau Terbinafin 62,5 mg/hari untuk BB 10-20 kg, 125 mg untuk BB
20-40 kg dan 250 mg/hari untuk BB >40 kg selama 4 minggu.
– Spesies Trichophyton DOC: terbinafin 62,5 mg/hari untuk BB
10-20 kg, 125 mg untuk BB 20- 40 kg dan 250 mg/hari untuk BB
>40 kg selama 2-4 minggu
• Alternatif : Griseofulvin 8 minggu atau Itrakonazol 2 minggu atau Flukonazol
6 mg/kgBB/hari selama 3-4 minggu
Soal no 52
• Nyonya Wipol, 22 tahun, datang ke poliklinik
dengan keluhan timbul bercak kemerahan
bersisik di daerah siku tangan kanan sejak 2 hari.
Keluhan serupa juga pernah dirasakan di bagian
siku, lutut, dan telapak tangan serta biasanya
hilang timbul sejak 3 tahun belakangan.
Pemeriksaan fisik dalam batas normal. Status
dermatologis didapatkan gambaran plak
eritematosa berbatas tegas dengan skuama di
siku kanan ukuran 4x4 cm. Tatalaksana yang tepat
untuk kasus tersebut adalah…
a. Terapi emolien dengan kombinasi kortikosteroid
potensi sedang
b. Ultraviolet B Broadband
c. Ultraviolet B Narrowband
d. Metotreksat dengan kombinasi kortikosteroid
e. Siklosporin
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit
FKUI; 2010.
Psoriasis Vulgaris
Tanda dan Gejala:
• Perburukan lesi skuama kronik
• Onset cepat pada banyak area kecil
• dengan skuama dan kemerahan
• Baru terinfeksi radang tenggorokan
(streps), virus, imunisasi, obat
antimalaria, trauma
• Nyeri (terutama pada kasus psoriasis
eritrodermis atau pada sendi yang
terkena arthritis psoriasis)
• Pruritus
• Afebril
• Kuku distrofik
• Ruam yang responsif terhadap steroid
• Konjungtivitis atau blepharitis Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit
FKUI; 2010.
Psoriasis Vulgaris
Tipe Psoriasis Vulgaris
Soal no 53
• Tuan Sanyo, laki-laki, usia 30 tahun, datang ke
Puskesmas dengan keluhan timbul bercak kemerahan
yang membengkak dan nyeri di siku kiri pada bercak
yang sebelumnya sudah membaik sejak 3 hari lalu.
Pasien menjelaskan bahwa saat ini ia sedang menjalani
program kusta dengan menerima pengobatan di
Puskesmas berupa PB MDT bulan ke-4. Pasien juga
mengeluhkan rasa tidak nyaman di tubuhnya yang
diserta demam ringan yang masih dapat ditahan oleh
dirinya. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda
neuritis. Tatalaksana reaksi kusta tersebut adalah…
a. Memberhentikan MDT sementara
b. Parasetamol
c. Aspirin
d. Klorokuin
e. MDT tetap dilanjutkan dengan tambahan
prednisolon.
MDT harus segera dimulai atau teiap dilanjutkan Reaksi ringan Aspirin atau OAINS
Reaksi Ringan Aspirin atau Parcetamol Reaksi sedang antimalaria (klorokuin), antimonial
(stibophen), dan kolkisin
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Tzank Test
PJB
Asianotik Cyanotic
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0002103/
Acyanotic Congenital HD:
General Pathophysiology
Fluid leaks into the interstitial space & Pulmonary edema, tachypnea, chest
alveoly retraction, wheezing
Reparasi coarct
Reparasi Coarct Reparasi coarct +
+ tutup VSD + PAB Reparasi intracardiac
Ventricular Septal Defect
Atrial Septal Defect
Patent Ductus Arteriosus
Cyanotic Congenital HD
Cyanotic lesions with ↓ pulmonary blood flow must include both:
an obstruction to pulmonary blood flow & a shunt from R to L
Common lesions:
Tricuspid atresia, ToF, single ventricle with pulmonary stenosis
Trofozoit
Kista
Trofozoit:
- Pear shaped
Flagel Inti - Sepasang
nukleusseperti mata
- Pada bagian ventral
Posterior tajam terdapat alat
isapuntuk menempel
di mukosa usus
Giardiasis
• Etiologi: protozoa Giardia lamblia
• Gejala klinis
– Dapat asimtomatik
– Diare dengan gambaran ekskresi lemak meningkat (steatorrhea)
• Akut berbau, mual, distensi abdomen, demam, tidak ada darah
dalam tinja
• Kronis nyeri dan distensi abdomen, tinja berlendir, penurunan
berat badan
• Diagnosis:
– Pemeriksaan feses untuk memeriksa stadium kista atau trofozoit
apabila sampel segar
– Bila sulit dilakukan, dapat menggunakan pemeriksaan imuno-
enzim feses untuk mendeteksi Antigen Giardia
• Terapi:
– DOC: Metronidazole 3x250 mg selama 5-7 hari (anak 3x15
mg/kgBB selama 5 hari)
– Alternatif: Tinidazole 2 g PO SD (anak 50 mg/kgBB PO SD)
pemeriksaan imuno-enzim feses
Soal no 59
• Anak Ratu, perempuan, usia 13 tahun, dibawa
oleh kedua orang tuanya untuk kontrol lanjutan
ke Klinik Endokrin Anak. Sebelumnya pasien
sudah rutin berobat ke klinik tersebut. Kondisi
saat ini, pasien menunjukkan tanda-tanda berupa
hirsutisme, amenorea, dan virilisasi. Oleh dokter
tersebut pasien sebelumnya didiagnosis
menderita Sindrom Polikistik Ovarium.
Berdasarkan pemaparan tersebut, kemungkinan
etiologi apa yang mendasari patofisiologi pada
pasien tersebut?
a. Estrogen
b. FSH
c. LH
d. Testosteron
e. TSH
Jawaban: D. Testosteron
59. Sindrom Polikistik Ovarium
• Gangguan ini disebabkan malfungsi abnormal aksis
hipotalamus-hipofisis-ovarium.
• Wanita dengan gangguan ini mengalami gangguan
metabolisme androgen dan estrogen serta dalam
kontrol produksi androgen.
• Karakteristik utama gangguan ini adalah sekresi
gonadotropin yang tidak sesuai akibat disfungsi
ovarium terjadi peningkatan kadar hormon
androgenik seperti testosterone, androstenedione, dan
dehidroepiandrosterone sulfat.
• Seorang wanita didiagnosis sebagai sindrom polikistik
ovarium bila memiliki 12 atau lebih folikel dalam 1
ovarium.
Lucidi RS. Policystic ovarian syndrome. Emedicine. 2018.
Sindrom Polikistik Ovarium
• Tanda utama gangguan ini berupa disfungsi menstruasi
(amenorea atau oligomenorea), anovulasi, dan
munculnya tanda hiperandrogenisme virilisasi
• Hirsutisme
• Akantosis nigrikans
• Infertilitas jika sudah dewasa
• Resistensi insulin perifer dan hiperinsulinemia
Obesitas, diabetes, hipertensi, dan sindrom metabolik
• Obstructive sleep apnea
• Pembesaran ovarium
• Alopesia
• Acne
Lucidi RS. Policystic ovarian syndrome. Emedicine. 2018.
Lucidi RS. Policystic ovarian syndrome. Emedicine. 2018.
Kriteria
Diagnosis
Sindrom
Polikistik
Ovarium
Sindrom Polikistik Ovarium
• Pemeriksaan penunjang mengeksklusi gangguan lain
yang dapat menyebabkan gangguan menstruasi dan
hiperandrogensisme seperti:
– Tumor ovarium
– Disfungsi tiroid TSH dan fT4
– Hiperplasia adrenal kongenital
– Hiperprolaktinemia kadar serum prolaktin
– Sindrom Cushing kadar kortisol urin
• Kadar total testosterone
• Indeks androgen bebas
• Serum hCG
• USG, CT Scan, atau MRI untuk visualisasi ovarium
Lucidi RS. Policystic ovarian syndrome. Emedicine. 2018.
Tatalaksana
• Nonmedikamentosa:
– Modifikasi gaya hidup: diet, olah raga, penurunan
berat badan
• Medikamentosa:
– Kontrasepsi oral seperti etinil estradiol atau
medroksiprogesterone induksi menstruasi
– Jika gejala hiperandrogenisme seperti hirsutisme
belum hilang diberikan agen penghambat
androgen letrozole atau klomifene sitrat.
– Antiandrogen lain spironolactone, leuprolide,
finasteride
– Agen hipoglikemik metformin, insulin
The American Heritage® Stedman's Medical Dictionary Copyright © 2002, 2001, 1995 by Houghton Mifflin
Company. Published by Houghton Mifflin Company.
Soal no 62
• Bayi Giro, laki-laki, usia 1 minggu, datang
untuk kontrol paska kelahiran. Saat
pemeriksaan, tampak seperti ada benjolan di
daerah sekitar pusar. Bayi juga tampak lemas
dan jarang menetek. Pada pemeriksaan fisik
tampak kulit kering, hipotonus, perut buncit,
dan makroglosi. Diagnosis yang mungkin
menyebabkan gejala pada bayi tersebut
adalah…
a. Hipertiroid
b. Hipotiroid
c. Hipoglikemia
d. DM Tipe 1
e. Sindrom Down
Jawaban: B. Hipotiroid
62. Hipotiroid Kongenital
• Hipotiroid kongenital adalah kelainan fungsi dari kelenjar tiroid yang
didapat sejak bayi baru lahir.
• Kondisi ini dapat terjadi karena kelainan anatomi atau gangguan
metabolisme pembentukan hormon tiroid atau defisiensi iodium.
• Selama kehamilan, plasenta berperan sebagai media transportasi
elemen-elemen penting untuk perkembangan janin. Thyroid Releasing
Hormone (TRH) dan iodium – yang berguna untuk membantu
pembentukan Hormon Tiroid (HT) janin – bisa bebas melewati plasenta.
Demikian juga hormon tiroksin (T4). Namun disamping itu, elemen yang
merugikan tiroid janin seperti antibodi (TSH receptor antibody) dan obat
anti tiroid yang dimakan ibu, juga dapat melewati plasenta. Sementara,
TSH, yang mempunyai peranan penting dalam pembentukan dan
produksi HT, justru tidak bisa melewati plasenta.
1. Konsensus Nasional Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 1. UKK Endokrinologi Anak dan Remaja, IDAI World Diabetes Foundation. 2009
2. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan AnaK. Diabetes Melitus pada Anak(DM tipe-1). RSCM. 2007
Kriteria Diagnosis DM pada Anak
• Glukosa darah puasa dianggap normal bila kadar
glukosa darah kapiler < 126 mg/dL (7 mmol/L).
Glukosuria saja tidak spesifik untuk DM sehingga perlu
dikonfirmasi dengan pemeriksaan glukosa darah.
• Diagnosis DM dapat ditegakkan apabila memenuhi
salah satu kriteria sebagai berikut:
– Ditemukannya gejala klinis poliuria, polidpsia, polifagia,
berat badan yang menurun, dan kadar glukasa darah
sewaktu >200 mg/ dL (11.1 mmol/L).
Pada penderita yang asimtomatis ditemukan kadar glukosa
darah sewaktu >200 mg/dL atau kadar glukosa darah puasa
lebih tinggi dari normal dengan tes toleransi glukosa yang
terganggu pada lebih dari satu kali pemeriksaan.
1. Konsensus Nasional Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 1. UKK Endokrinologi Anak dan Remaja, IDAI World Diabetes Foundation. 2009
2. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan AnaK. Diabetes Melitus pada Anak(DM tipe-1). RSCM. 2007
Tes Toleransi Glukosa
• Pada anak biasanya tes toleransi glukosa (TTG) tidak perlu dilakukan
untuk mendiagnosis DM tipe-1, karena gambaran klinis yang khas.
• Indikasi TTG pada anak adalah pada kasus-kasus yang meragukan
yaitu ditemukan gejala-gejala klinis yang khas untuk DM, namun
pemeriksaan kadar glukosa darah tidak menyakinkan.
• Dosis glukosa yang digunakan pada TTG adalah 1,75 g/kgBB
(maksimum 75 g).
• Glukosa tersebut diberikan secara oral (dalam 200-250 ml air)
dalam jangka
• waktu 5 menit.
• Tes toleransi glukosa dilakukan setelah anak mendapat diet tinggi
karbohidrat (150-200 g per hari) selama tiga hari berturut-turut dan
anak puasa semalam menjelang TTG dilakukan.
– Selama tiga hari sebelum TTG dilakukan, aktifitas fisik anak tidak
dibatasi.
– Anak dapat melakukan kegiatan rutin sehari- hari.
• Sampel glukosa darah diambil pada menit ke 0 (sebelum diberikan
glukosa oral), 60 dan 120.
Penilaian Hasil Tes Toleransi Glukosa
• Anak menderita DM apabila:
Kadar glukosa darah puasa ≥140 mg/dL (7,8 mmol/L) atau
Kadar glukosa darah pada jam ke 2 ≥200 mg/dL (11,1
mmol/L)
• Anak dikatakan menderita toleransi gula terganggu apabila:
Kadar glukosa darah puasa <140 mg/dL (7,8 mmol/L) dan
Kadar glukosa darah pada jam ke 2: 140-199 mg/dL (7,8-11
mmol/L)
• Anak dikatakan normal apabila :
Kadar glukosa darah puasa (plasma) <110 mg/dL (6,7
mmol/L) dan
Kadar glukosa darah pada jam ke 2: <140 mg/dL (7,8-11
mmol/L)
1. Konsensus Nasional Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 1. UKK Endokrinologi Anak dan Remaja, IDAI World Diabetes Foundation. 2009
2. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan AnaK. Diabetes Melitus pada Anak(DM tipe-1). RSCM. 2007
DM Tipe 1
• Pemeriksaan Penunjang:
• Penderita baru: serum glukosa, urin reduksi dan
keton urin, HbA1C, C- Peptide (untuk
membedakan diabetes tipe 1 dan tipe 2),
pemeriksaan autoantibodi yaitu: cytoplasmic
antibodies (ICA), insulin autoantibodies (IAA), dan
glutamic acid decarboxylase (GAD).
• Penderita lama: HbA1c Setiap 3 bulan sebagai
parameter kontrol metabolik
– HbA1c < 7% baik
– HbA1c < 8% cukup
– HbA1c > 8% buruk
1. Konsensus Nasional Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 1. UKK Endokrinologi Anak dan Remaja, IDAI World Diabetes Foundation. 2009
2. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan AnaK. Diabetes Melitus pada Anak(DM tipe-1). RSCM. 2007
Tatalaksana DM Tipe 1
• Insulin kerja cepat :
– Setelah makan
– Snack sore
– Saat hiperglikemi dan ketosis
– Pada CSII (continuous subcutaneous insulin infusion)
• Insulin kerja pendek:
– Sebelum makan
– Pilihan pada balita
• Insulin kerja menengah:
– Pilihan pada penderita yang memiliki pola hidup teratur
• Insulin kerja panjang:
– Masa kerja lebih dari 24 jam
– Digunakan dalam regimen basal-bolus
• Insulin kerja campuran:
– Dianjurkan bagi penderita yang memiliki kontrol metabolik baik.
1. Konsensus Nasional Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 1. UKK Endokrinologi Anak dan Remaja, IDAI World Diabetes Foundation. 2009
2. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan AnaK. Diabetes Melitus pada Anak(DM tipe-1). RSCM. 2007
Jenis Insulin
Soal no 64
• Anak Baroud, laki-laki, usia 6 tahun, dibawa oleh orang
tuanya ke IGD karena tiba-tiba tidak sadar sejak 1 jam
lalu. Pasien demam tinggi sejak 4 hari. Pasien
sebelumnya mengeluhkan nyeri kepala lalu sempat
beberapa kali kejang kelojotan sebelum akhirnya tidak
sadar. Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran
koma, tekanan darah 110/70 mmHg, suhu 400C, nadi
110x/menit, nafas 28x/menit. Tanda rangsang
meningeal negatif. Tampak tanda gangguan berupa
spastisitas, hiperrefleks, disertai adanya refleks
patologis. Diagnosis apa yang mungkin terjadi pada
pasien tersebut?
a. Meningitis
b. Epilepsi
c. Tumor intrakranial
d. Kejang demam kompleks
e. Ensefalitis
Jawaban: E. Ensefalitis
64. Ensefalitis
• Infeksi jaringan otak akibat mikroorganisme
– Virus (tersering VZV, EBV, CMV), bakteri, jamur, protozoa
• Manifestasi klinis:
– Demam tinggi mendadak, sering hiperpireksia
– Penurunan kesadaran dengan cepat hingga koma
– Nyeri kepala
– Perubahan kepribadian dan perilaku
– Kejang bersifat umum atau fokal hingga status konvulsivus
– Dapat disertai gejala peningkatan tekanan intrakranial
karena terjadi edema otak
– Kelumpuhan tipe UMN (spastis, hiperrefleks, refleks
patologis positif, dan klonus)
PPM IDAI 2010.
Ensefalitis
• Kecurigaan karena VZV, EBV, virus mumps jika:
– Ruam kulit
– Limfadenopati
– Hepatosplenomegali
– Pembesaran parotis
• Kecurigaan infeksi pada neonatus disebabkan oleh herpes
simpleks virus jika:
– Lesi herpetik
– Keratokonjungtivitis
– Keterlibatan orofaringeal, mukosa bukal, dan lidah
– Gejala ensefalitis seperti kejang, iritabel, penurunan atensi, dan
fontanel menonjol.
– Ikterik, hepatomegali, tanda syok
Ensefalitis
• Pemeriksaan penunjang:
– Darah perifer lengkap
– Pemeriksaan gula darh
– Elektrolit
– Pungsi lumbal dapat normal atau terdapat abnormalitas
ringan-sedang berupa peningkatan jumlah sel 50-
200/mm3, sel dominasi limfosit, protein meningkat tapi
tidak signifikan, dan glukosa normal.
– Kultur bila terdapat lesi, tes Tzanck, kultur CSF, kultur darah
bila kecurigaan bakterial, tes serologi toksoplasma
– CT Scan atau MRI edema otak umum atau fokal
– Elektroensefalografi penting pada pasien ensefalitis
karena dapat menunjukkan perlambatan atau gelombang
epileptiform baik umum atau fokal.
PPM IDAI 2010.
Ensefalitis
• Tatalaksana:
– Suportif
• Hiperpireksia antipiretik
• Keseimbangan cairan dan elektrolit IVFd
• Peningkatan tekanan intrakranial manitol 0,5-1 g/kg/kali
atau furosemide 1 mg/kg/kali.
• Tatalaksana kejang fenitoin atau fenobarbital untuk
mencegah kejang berulang
• Apabila terdapat neuritis optika, mielitis, vaskulitis inflamasi,
atau acute disseminated encephalomyelitis (ADEM)
kortikosteroid selama 2 minggu: metilprednisolon dosis
tinggi 15 mg/kg/hari tiap 6 jam selama 3-5 hari dan
dilanjutkan prednison oral 1-2 mg/kg/hari selama 7-10 hari.
PPM IDAI 2010.
Soal no 65
• Anak Badrun, laki-laki, usia 6 tahun, dibawa oleh orang
tuanya ke poliklinik karena keluhan masih sering
mengompol sejak bayi. Berdasarkan pemaparan orang
tuanya, pasien belum pernah berhenti mengompol
terutama siang hari. Biasanya anaknya mengompol 3-
4x dalam seminggu. Orang tua khawatir karena
anaknya akan segera masuk SD dan akan mengompol
di sekolah. Anaknya sempat tidak mengompol saat usia
4 tahun, namun hanya bertahan sekitar 2-3 bulan saja.
Saat ini anaknya tidak minum obat apapun. Tumbuh
kembang anak dalam batas normal. Pemeriksaan fisik
dalam batas normal. Apa diagnosis pasien tersebut?
a. Enuresis primer
b. Enuresis sekunder
c. Diabetes insipidus
d. ISK kronis
e. Enuresis diurnal
• Diagnosis
Terapi Darurat:
Jawaban: C. Amoksisilin
67. Glomerulonefritis akut
• Glomerulonefritis akut kondisi yang ditandai dengan edema, hematuria,
hipertensi dan penurunan fungsi ginjal (sindrom nefritik) di mana terjadi
inflamasi pada glomerulus
• Glomerulonefritis disebabkan oleh beberapa macam kelainan yang
memiliki karakteristik berupa kerusakan glomerulus akibat inflamasi
• Glomerulonefritis akut post streptococcal merupakan salah satu bentuk
tersering dari glomerulonefritis akut
• Gejala klinis:
Gross hematuria: urin berwarna seperti the atau coca-cola
Oliguria
Edema
Nyeri kepala, merupakan gejala sekunder akibat hipertensi
Dyspneabisa akibat edema paru atau gagal jantung yang mungkin terjadi
Hipertensi
Niaudet P. Overview of the pathogenesis and causes of glomerulonephritis in children. UpToDate, 2016
Parmar MS. Acute glomerulonephritis. Emedicine, 2016
Mekanisme GNAPS
• Terdapat 4 mekanisme yang mungkin menimbulkan
GNAPS:
1. Adanya kompleks imun dengan antigen streptokokal
yang bersirkulasi dan kemudian terdeposisi.
2. Deposisi dari antigen streptokokus pada membrane
basal glomerulus yang berikatan dengan antibody
sehingga terbentuk kompleks imun.
3. Adanya antibody terhadap antigen streptokokal yang
bereaksi terhadap komponen glomerulus yang
menyerupai antigen streptokokus (molecular mimicry)
4. Adanya proses autoimun
• Dari keempat mekanisme tersebut, mekanisme kedua
adalah mekanisme pathogenic yang paling banyak
ditemukan.
Patogenesis dan Patofisiologi
Streptococcal infection
Immune injuries
Proliferasi selular
Destruksi membran basal glomerulus
Lumen kapiler menyempit
hematuria
Aliran darah glomerular menurun
oliguria
Retensi air dan natrium
edema
rambut kemerahan, mudah
dicabut
kurang aktif, rewel/cengeng
pengurusan otot
Kelainan kulit berupa bercak
merah muda yg meluas &
berubah warna menjadi coklat
kehitaman dan terkelupas (crazy
pavement dermatosis)
Marasmik-kwashiorkor
• Terdapat tanda dan gejala klinis marasmus dan
kwashiorkor secara bersamaan
Kriteria Gizi Kurang dan Gizi Buruk
• Z-score → menggunakan • BB/IBW (Ideal Body Weight)
kurva WHO weight-for- → menggunakan kurva CDC
height • ≥80-90% mild
• <-2 – moderate wasted malnutrition
• <-3 – severe wasted gizi • ≥70-80% moderate
buruk malnutrition
• ≤70% severe
• Lingkar Lengan Atas < 11,5 malnutrition Gizi Buruk
cm
Kwashiorkor
Protein
Serum Albumin
Edema
Marasmus
Karbohidrat
Lemak subkutan
2. Atasi/cegah hipotermia
3. Atasi/cegah dehidrasi
5. Obati infeksi
6. Perbaiki def. nutrien mikro tanpa Fe + Fe
8. Makanan Tumb.kejar
9. Stimulasi
– Observasi kemajuan rehidrasi tiap 30 menit selama 2 jam pertama, lalu tiap 1 jam untuk
6-12 jam selanjutnya. Observasi HR, RR, frekuensi miksi, frekuensi defekasi/muntah
4. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit
Semua anak dengan malnutrisi berat mengalami hipernatremia
5. Obati/cegah infeksi tanda umum infeksi sering tidak dijumpai pada
malnutrisi
Saat rawat inap, berikan secara rutin: antibiotik spektrum luas , vaksinasi campak
jika usia >6 bulan dan belum mendapat imunisasi (tunda jika klinis buruk)
Antibiotik spektrum luas:
6. Koreksi defisiensi mikronutrien
Hari pertama:
– Vit A (usia 0-5 bln 50.000 IU, 6-12 bulan 100.000 IU, >12 bulan 200.000 IU)
– Asam folat 5 mg PO
Pemberian harian selama 2 minggu:
– Multivitamin
– Asam folat 1 mg/hari
– Zinc 2 mg/kgBB/hari
– Copper 0,3 mg/kgBB/hari
– Besi 3 mg/kg/hari (pada fase rehabilitasi)
7. Pemberian makan
Fase stabilisasi
– Porsi kecil, osmolaritas rendah, rendah laktosa F75
– Peroral/NGT
– Energi: 80-100 kkal/kgBB/hari
– Protein: 1-1,5 g/kgBB/hari
– Cairan: 130 mL/kgbb/hari
– Lanjutkan pemberian ASI setelah formula dihabiskan
8. Mencapai kejar-tumbuh
– Target peningkatan berat badan >10 g/kg/hari
Bila kenaikan berat badan <5g/kgBB/hari, lakukan penilaian ulang apakah target
asupan makanan memenuhi kebutuhan dan cek tanda-tanda infeksi
Soal no 69
• Anak Pinky, perempuan, usia 7 tahun, datang dibawa
oleh ibunya ke Puskesmas dengan keluhan berat badan
tidak naik sejak 5 bulan terakhir. Nafsu makan anak
memang tampak kurang. Pasien juga mengeluhkan
sering demam naik turun sejak 1 bulan ini. Keluhan
batuk-batuk juga sudah sejak 2 bulan terakhir. Ayahnya
pernah berobat TB paru BTA (+) dan sudah selesai
sekitar 6 bulan lalu.Pada pemeriksaan fisik didapatkan
status gizi BB/U 70% berdasarkan kurva dan tidak
terdapat pembesaran kelenjar getah bening maupun
sendi. Pada pemeriksaan Rontgen toraks hasil tidak
menunjukkan tanda khas. Pemeriksaan uji tuberkulin 4
mm. Berapa skor TB anak pada pasien tersebut?
a. 5
b. 6
c. 7
d. 8
e. 9
Jawaban: B. 6
69. Tuberkulosis Anak
• Pada umumnya anak yang terinfeksi tidak
menunjukkan gejala yang khas
over/underdiagnosed
• Batuk BUKAN merupakan gejala utama TB pada
anak
• Pertimbangkan tuberkulosis pada anak jika :
– BB berkurang dalam 2 bulan berturut-turut tanpa
sebab yang jelas atau gagal tumbuh
– Demam sampai 2 minggu tanpa sebab yang jelas
– Batuk kronik 3 ≥ minggu
– Riwayat kontak dengan pasien TB paru dewasa
Petunjuk Teknis Tatalaksana TB Anak
Depkes 2016
• Penegakan diagnosis TB anak didasarkan 4 hal:
– Konfirmasi bakteriologis TB
– Gejala klinis yang khas TB
– Adanya bukti infeksi TB (tuberculin atau kontak TB)
– Foto thorax sugestif TB
• Sistem skoring:
– Telah digunakan untuk diagnosis TB anak
– Bila tidak terdapat fasilitas pemeriksaan tuberculin dan
foto thoraks, maka skoring ini akan tidak dapat terpenuhi
seluruh komponennya
– Sehingga dibuat alur diagnostik berdasarkan klinis dan
pemeriksaan bakteriologis
Sistem Skoring
Sistem Skoring
• Diagnosis oleh dokter
• Perhitungan BB dinilai saat pasien datang (moment
opname)
• Demam dan batuk yang tidak respons terhadap terapi baku
• Cut-of f point: ≥ 6
• Anak dgn skor 6 yg diperoleh dari kontak dgn pasien BTA +
dan hasil uji tuberkulin positif, tetapi TANPA gejala klinis,
maka dilakukan observasi atau diberi INH profilaksis
tergantung dari umur anak tersebut
• Foto toraks bukan merupakan alat diagnostik utama pada
TB anak
• Adanya skrofuloderma langsung didiagnosis TB
• Reaksi cepat BCG harus dievaluasi dengan sistem skoring
• Total nilai 4 pada anak balita atau dengan kecurigaan besar
dirujuk ke rumah sakit
Uji Tuberkulin
• Menentukan adanya respon imunitas selular terhadap TB. Reaksi
berupa indurasi (vasodilatasi lokal, edema, endapan fibrin, dan
akumulasi sel-sel inflamasi)
• Tuberkulin yang tersedia : PPD (purified protein derived) RT-23 2TU,
PPD S 5TU, PPD Biofarma
• Cara : Suntikkan 0,1 ml PPD intrakutan di bagian volar lengan bawah.
Pembacaan 48-72 jam setelah penyuntikan
• Pengukuran (pembacaan hasil)
– Dilakukan terhadap indurasi yang timbul, bukan eritemanya
– Indurasi dipalpasi, tandai tepi dengan pulpen. Catat diameter transversal.
– Hasil dinyatakan dalam milimeter. Jika tidak timbul = 0 mm
• Hasil:
– Positif jika indurasi >= 10mm
– Ragu-ragu jika 5-9 mm
– Negatif < 5 mm
ALUR DIAGNOSIS
BILA DIDAPATKAN
GEJALA KLINIS
Prinsip Pengobatan TB Anak
Petunjuk Teknis Manajemen TB Anak. 2016. Depkes.
Kortikosteroid pada TB Anak
Pengobatan Profilaksis
• Pengobatan profilaksis hanya diberikan pada
pasien dengan kontak TB dan tidak bergejala,
yaitu:
– kelompok infeksi laten TB (tuberculin positif)
– Terpajan (tuberculin negative)
• Untuk menentukan kelompok pasien tersebut
dilakukan investigasi kontak
ALUR INVESTIGASI KONTAK
TB RO: kontakTB
tersangka resisten
Obat (RO) atau
terbukti resisten Obat
Profilaksis TB pada Anak
KETERANGAN
• ILTBInfeksi Laten TB
• Obat yang diberikan adalah INH (Isoniazid) dengan dosis 10 mg/kgBB (7-15 mg/kg) setiap hari
selama 6 bulan.
• Setiap bulan (saat pengambilan obat Isoniazid) dilakukan pemantauan terhadap adanya gejala
TB. Jika terdapat gejala TB pada bulan ke 2, ke 3, ke 4, ke 5 atau ke 6, maka harus segera
dievaluasi terhadap sakit TB dan jika terbukti sakit TB, pengobatan harus segera ditukar ke
regimen terapi TB anak dimulai dari awal
• Jika rejimen Isoniazid profilaksis selesai diberikan (tidak ada gejala TB selama 6 bulan
pemberian), maka rejimen isoniazid profilaksis dapat dihentikan.
• Bila anak tersebut belum pernah mendapat imunisasi BCG, perlu diberikan BCG setelah
pengobatan profilaksis dengan INH selesai.
Soal no 70
• Anak Leo, laki-laki, usia 4 tahun, dibawa oleh
orang tuanya karena batuk hebat sejak 1 minggu.
Gejala mulanya hanya demam dan pilek, namun
makin bertambah parah batuknya. Dokter
kemudian mendiagnosisnya sebagai pertusis.
Orang tua pasien merupakan keluarga kurang
mampu yang belum pernah membawa anaknya
imunisasi. Penyakit ini dapat dicegah apabila
orang tua mendapatkan informasi mengenai
imunisasi pertusis yang dilakukan pada usia…
a. 2, 3, dan 4 bulan
b. saat lahir, 2, 3, dan 4 bulan
c. cukup 1 kali usia 0 hingga 2 bulan
d. 9 bulan
e. 15 bulan
Jawaban: C. Kala II
71. Persalinan normal
• Persalinan dan kelahiran dikatakan normal
jika:
– Usia kehamilan cukup bulan (37- <42 minggu)
– Persalinan terjadi spontan
– Presentasi belakang kepala
– Berlangsung tidak lebih dari 18 jam
– Tdak ada komplikasi pada ibu maupun janin
Kala Persalinan
PERSALINAN dipengaruhi 3 • PEMBAGIAN FASE / KALA
FAKTOR “P” UTAMA PERSALINAN
1. Power Kala 1
His (kontraksi ritmis otot polos Pematangan dan pembukaan
uterus), kekuatan mengejan ibu, serviks sampai lengkap (kala
keadaan kardiovaskular respirasi pembukaan)
metabolik ibu. Kala 2
2. Passage Pengeluaran bayi (kala
Keadaan jalan lahir pengeluaran)
Kala 3
3. Passanger Pengeluaran plasenta (kala uri)
Keadaan janin (letak, presentasi, Kala 4
ukuran/berat janin, ada/tidak Masa 1 jam setelah partus,
kelainan anatomik mayor) terutama untuk observasi
(++ faktor2 “P” lainnya :
psychology, physician, position)
Kala Persalinan: Sifat HIS
Kala 1 awal (fase laten)
• Tiap 10 menit, amplitudo 40 mmHg, lama 20-30 detik. Serviks terbuka sampai 3 cm
• Frekuensi dan amplitudo terus meningkat
Kala 2
• Amplitudo 60 mmHg, frekuensi 3-4 kali / 10 menit.
• Refleks mengejan akibat stimulasi tekanan bagian terbawah menekan anus dan rektum
Kala 3
• Amplitudo 60-80 mmHg, frekuensi kontraksi berkurang, aktifitas uterus menurun.
Plasenta dapat lepas spontan dari aktifitas uterus ini, namun dapat juga tetap
menempel (retensio) dan memerlukan tindakan aktif (manual aid).
Kala Persalinan: Kala I
Fase Laten
• Pembukaan sampai mencapai 3 cm (8 jam)
Fase Aktif
• Pembukaan dari 3 cm sampai lengkap (+ 10 cm), berlangsung
sekitar 6 jam
• Fase aktif terbagi atas :
1. Fase akselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 3 cm sampai 4
cm.
2. Fase dilatasi maksimal (sekitar 2 jam), pembukaan 4 cm
sampai 9 cm.
3. Fase deselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 9 cm sampai
lengkap (+ 10 cm).
Kala Persalinan: Kala II
• Dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan
berakhir dengan lahirnya bayi
Jawaban: E. Teh
72. ANEMIA
• Anemia adalah suatu kondisi dimana terdapat
kekurangan sel darah merah atau hemoglobin.
• Diagnosis :
– Kadar Hb < 11 g/dl (pada trimester I dan III) atau <
10,5 g/dl (pada trimester II)
• Faktor Predisposisi :
– Diet rendah zat besi, B12, dan asam folat
– Kelainan gastrointestinal
– Penyakit kronis
– Riwayat Keluarga
Tatalaksana Umum
• Apabila diagnosis anemia telah ditegakkan, lakukan
pemeriksaan apusan darah tepi untuk melihat morfologi sel
darah merah.
• Bila pemeriksaan apusan darah tepi tidak tersedia, berikan
suplementasi besi dan asam folat.
– Tablet yang saat ini banyak tersedia di Puskesmas adalah tablet
tambah darah yang berisi 60 mg besi elemental dan 250 µg
asam folat.
– Pada ibu hamil dengan anemia, tablet tersebut dapat diberikan
3 kali sehari. Bila dalam 90 hari muncul perbaikan, lanjutkan
pemberian tablet sampai 42 hari pascasalin.
– Apabila setelah 90 hari pemberian tablet besi dan asam folat
kadar hemoglobin tidak meningkat, rujuk pasien ke pusat
pelayanan yang lebih tinggi untuk mencari penyebab anemia.
• Tabel jumlah kandungan besi elemental yang
terkandung dalam berbagai jenis sediaan
suplemen besi yang beredar:
Tatalaksana Khusus
• Anemia mikrositik hipokrom dapat ditemukan pada keadaan:
– Defisiensi besi: lakukan pemeriksaan ferritin. Apabila ditemukan kadar ferritin < 15
ng/ml, berikan terapi besi dengan dosis setara 180 mg besi elemental per hari. Apabila
kadar ferritin normal, lakukan pemeriksaan SI dan TIBC.
– Thalassemia: Pasien dengan kecurigaan thalassemia perlu dilakukan tatalaksana
bersama dokter spesialis penyakit dalam untuk perawatan yang lebih spesifik
• Anemia normositik normokrom dapat ditemukan pada keadaan:
– Perdarahan: tanyakan riwayat dan cari tanda dan gejala aborsi, mola, kehamilan
ektopik, atau perdarahan pasca persalinan
– Infeksi kronik
• Anemia makrositik hiperkrom dapat ditemukan pada keadaan:
– Defisiensi asam folat dan vitamin B12: berikan asam folat 1 x 2 mg dan vitamin B12 1 x
250 – 1000 μg
– Transfusi untuk anemia dilakukan pada pasien dengan kondisi berikut:
• Kadar Hb <7 g/dl atau kadar hematokrit <20 %
• Kadar Hb >7 g/dl dengan gejala klinis: pusing, pandangan berkunang-kunang, atau takikardia
(frekuensi nadi >100x per menit)
• Lakukan penilaian pertumbuhan dan kesejahteraan janin dengan memantau
pertambahan tinggi fundus, melakukan pemeriksaan USG, dan memeriksa denyut
jantung janin secara berkala.
Tatalaksana Khusus
• Absorpsi besi non-heme dapat dihambat oleh:
– asam phytic (inositol hexaphosphate dan inositol
pentaphosphate) yang terdapat dalam sereal dan
biji-bijian
– Polifenol yang terdapat dalam beberapa jenis
sayuran, kopi, teh, dan minuman anggur (wine).
• Substansi tersebut mengikat besi non-heme
sehingga tidak dapat diserap oleh tubuh.
Beck, K. L., Conlon, C. A., Kruger, R., & Coad, J. (2014). Dietary determinants of and possible solutions to
iron deficiency for young women living in industrialized countries: a review. Nutrients, 6(9), 3747–3776.
doi:10.3390/nu6093747
Komplikasi Maternal dari Anemia
• Anemia berat dapat menimbulkan sejumlah komplikasi pada ibu
dan fetus.
• Komplikasi maternal mayor akibat anemia umumnya terjadi pada
ibu hamil dengan kadar Hb kurang dari 6 gr/dL.
• Meski demikian, kadar Hb yang rendah dapat meningkatkan
morbiditas dalam kehamilan seperti infeksi, peningkatan lama
rawat di rumah sakit, dan masalah kesehatan umum lainnya.
• Pada kondisi berat, terutama pada wanita dengan Hb < 6 gr/dL,
komplikasi berbahaya dapat terjadi akibat gagal jantung kongestif
dan penurunan oksigenasi jaringan, termasuk pada otot jantung.
• Anemia defisiensi besi berat atau anemia methemorragik dapat
mengakibatkan komplikasi pada kehamilan seperti plasenta previa,
solusoi plasenta, persalinan melalui tindakan section caesaria, dan
perdarahan post partum.
Sifakis S. Anemia in Pregnancy. Annals of the New York Academy of Sciences. February 2000.
Komplikasi Fetal dari Anemia
• Efek anemia pada ibu hamil terhadap janin
masih belum jelas. Namun, pada beberapa
literatur disebutkan anemia berhubungan
dengan penurunan kadar hemoglobin pada
bayi premature, abortus spontaneous, bayi
berat lahir rendah, dan kematian janin.
Sifakis S. Anemia in Pregnancy. Annals of the New York Academy of Sciences. February 2000.
Soal no 73
• Ny. Sariati Fujilah, usia 26 tahun, G1P0A0
hamil 34 minggu datang untuk memeriksa
kehamilan. Selama ini pemeriksaan antenatal
care selalu normal. Saat ini tekanan darah
120/90 mmHg, nadi 89 x/menit, frekuensi
napas 12 x/menit. Pemeriksaan Leopold:
Leopold 1 teraba keras, leopold II punggung
kiri, leopold III lunak. Letak janin pada wanita
tersebut adalah...
a. Letak memanjang
b. Letak kepala
c. Letak melintang
d. Letak sungsang
e. Letak ekstremitas
• Persalinan spontan hanya terjadi bila janin kecil atau mati dan
maserasi
• Etiologi
• Multiparitas, hamil kembar,
hidramnion, hidrosefal,
plasenta previa, CPD
9-12
4-7
4-6
16 (multiparitas)
20 (nullipara)
Tanda & Gejala Kehamilan
• Quickening: gerakan awal janin, biasanya terasa pada usia kehamilan 16 minggu
pada multiparitas, dan 18-20 minggu pada nullipara
• Rasa nyeri dan tegang pada payudara dapat muncul 1-2 minggu setelah
konsepsi, atau sekitar waktu dimana seharusnya terjadi haid, sehingga menyaru
dengan gejala pre menstruasi. Rasa nyeri dan tegang pada payudara ini adalah
akibat dari peningkatan hormon progesteron, sehingga akan menetap cukup
lama
Reduced Fetal Movements. RCOG
Pregnancy Sickness. RCOG
https://www.uptodate.com/contents/clinical-manifestations-and-diagnosis-of-early-pregnancy#H8964695
Fisiologi Kehamilan
Tanda Awal Kehamilan (Presumptive/Probable Pemeriksaan
Signs) Penunjang
• Serviks & vagina kebiruan (Chadwick's sign) • HCG terdeteksi
• Perlunakan serviks (konsistensi yang seharusnya seperti pada test pack
hidung berubah menjadi lunak seperti bibir) (Goodell’s
sign) (kualitatif) atau
• Perlunakan uterus (Ladin's sign dan Hegar's sign) Plano Test
• Ladin: perlunakan teraba di 1/3 midline anterior uterus (kuantitatif)
• Hegar: isthmus menjadi lunak dan tipis seperti kertas jika dijepit
dengan jari, korpus uteri seakan-akan terpisah dari serviks
• McDonald: karena perlunakan isthmus, uterus dan serviks bisa USG
ditekuk
• Pembesaran uterus yang asimetris/ iregular (Piskacek’s • Adanya kantong
sign/ vonFernwald’s sign) janin
• Tanda Hartman: perdarahan spotting akibat implantasi dari • Adanya DJJ
blastula pada endometrium
• Puting berwarna lebih gelap, kolostrum (16 minggu)
• Massa di pelvis atau abdomen
• Rasa tegang pada putting dan payudara
• Mual terutama pagi hari
• Sering berkemih
Diagnosis Kehamilan: Deteksi -hCG
Testpack Plano Test
• Di rumah • Di laboratorium
• Bentuk: Strip & compact
• Bentuk: Kit neo planotest
• Sampel: Urin duoclon
• Metode: antibodi HCG akan • Sampel: urin
berubah warna bila terkena HCG
(min. kadar 10-25 IU/ml) • Metode: melihat adanya
menjadi 2 strip
• Apabila masih negatif dan belum aglutinasi saat
haid diulang 1 minggu lagi pencampuran (positif)
Soal no 75
• Ny. Tai binti Abdullah Syafruddin, 25 tahun,
datang menanyakan tentang kontrasepsi yang
cocok untuknya. Pasien baru melahirkan anak
pertama 3 bulan yang lalu secara pervaginam
dan ia bermaksud menyusui bayinya secara
eksklusif dan dilanjutkan sampai 2 tahun.
Kontrasepsi yang relatif tidak mengganggu
produksi ASI yang sesuai untuk kondisi
tersebut adalah...
a. Pil kombinasi
b. Pil sekuensial
c. Pil kombinasi bifasik
d. Pil mini
e. Morning after pil
IUD
Berbantu
Kondom/
Barrier
diafragma
Spermisida
Metode Sementara
Kontrasepsi
Implan
MAL
Hormonal Pil/suntik
Pantang
Alami
berkala
Kondar
Senggama
terputus
KB: Metode Barrier
• Menghalangi bertemunya
sperma dan sel telur
• Efektivitas: 98 %
• Mencegah penularan PMS
• Efek samping
– Dapat memicu reaksi alergi
lateks, ISK dan keputihan
(diafragma)
• Harus sedia sebelum
berhubungan
Kontrasepsi Hormonal
No Jenis kontrasepsi Mekanisme Kerja
1 Pil Kombinasi menekan ovulasi, mencegah implantasi,
mengentalkan lendir serviks sehingga sulit dilalui oleh
sperma, dan menganggu pergerakan tuba sehingga
transportasi telur terganggu
2 Pil progestin Supresi ovulasi, menekan puncak LH dan FSH,
meningkatkan kekentalan lendir servix, menurunkan
jumlah dan ukuran kelenjar endometrium, menurunkan
motilitas cilia di tuba falopi
3 Suntik kombinasi menekan ovulasi, mengentalkan lendir
serviks sehingga penetrasi sperma terganggu, atrofi pada
endometrium sehingga implantasi terganggu, dan
menghambat transportasi gamet oleh tuba. Suntikan ini
diberikan sekali tiap bulan
4. Suntik Progestin Kerja utama mencegah ovulasi dengan menekan FSH dan
LH serta LH surge
• Suntikan Progestin
– Depo Medroksiprogesteron Asetat (Depo Provera)
150mg DMPA, IM di bokong/ 3 bulan
– Depo Norestisteron Enantat (Depo Norissterat)
200mg Noretdron Enantat,IM di bokong/ 2 bulan
Aturan Minum Pil KB
KB Alamiah • Tidak dianjurkan • Tidak ada pengaruh • Suhu basal tubuh kurang
sampai siklus haid terhadap laktasi akurat jika klien sering
kembali teratur terbangun malam untuk
menyusui
KB: Usia > 35 Tahun
Metode Catatan
Jawaban: C. Kloramfenikol
76. Demam Tifoid
Jawaban: B. Estrogen
78. Siklus Menstruasi
& Ovulasi
• Siklus menstruasi terdiri atas 2
komponen yaitu siklus ovarian
dan siklus uterine
• Siklus Ovarian :
• Fase folikular
• Ovulasi
• Fase luteal
• Siklus Uterine :
• Fase menstruasi
• Fase proliferatif
• Fase sekresi
Siklus Ovarian
• Rata – rata berkisar sekitar
28 hari.
• Dimulai saat menarche,
dapat diinterupsi secara
normal oleh kehamilan dan
terhenti saat menopause.
• Terdiri atas 3 fase :
– Fase Follicular :
• Didominasi oleh pertumbuhan
dan pematangan folikel.
– Ovulasi
– Luteal phase
• Dicirikan dengan hadirnya
corpus luteum. Durasi selalu
konstan yaitu 14 hari
Ovulasi
• Ruptur dinding folikel Graff, cairan di dalam
folike dan oocyte keluar dari folikel.
• Dipacu oleh LH surge
• Dua atau lebih folikel dominan dapat
mengalami ovulasi.
• Bila keduanya mengalami fertilisasi kembar
fraternal atau kembar dizigotik
Fase luteal
• Folikel yang telah pecah akan berubah struktur menjadi
corpus luteum (gland)
• Corpus luteum akan berfungsi sempurna dalam waktu
4 hari post ovulasi.
• Bila tidak terjadi fertilisasi dan implantasi, corpus
luteum akan mengalami degenerasi dalam waktu 14
hari setelah terbentuk
• LH mempengaruhi pembentukan corpus luteum.
• Durasi fase luteal bersifat konstan yaitu 14 hari. Bila
terjadi abnormalitas menstruasi, yang mengalami
pemanjangan atau pemendekan adalah fase folikular
Siklus Uterine
• Menggambarkan perubahan endometrium selama siklus ovarium
• Terdiri atas 3 fase yaitu:
– Fase menstruasi
• Terjadi penurunan hormon estrogen dan progesteron
• Endometrium luruh selama 5-7 hari
– Fase proliferasi
• Endometrium kembali tumbuh (menebal) untuk persiapan
implantasi bila terjadi kehamilan
– Fase sekresi / progestational
• Berbarengan dengan fase luteal.
Siklus uterine
• Fase Menstruasi • Fase Proliferasi
– Terjadi pengeluaran darah serta – Mulai bersamaan dengan hari –
debris endometrium melalui vagina hari terakhir fase folikular ovarium
– Hari pertama menstruasi dihitung – Pada fase ini uterus bersiap untuk
sebagai hari pertama dari siklus menerima ovum yang sudah
baru fertilisasi
– Terjadi bersamaan dengan • Endometrium mulai
berakhirnya fase luteal dari siklus berproliferasi (tumbuh) dengan
ovarium dan awal dari fase folikular dipengaruhi oleh estrogen dari
siklus ovarium folikel yang tumbuh
– Dipicu oleh penurunan hormon – Estrogen mendomniasi fase
esterogen dan progesteron proliferasi dari akhir fase
– Pelepasan prostaglandin uterin menstruasi hingga ovulasi
vasokontriksi pembuluh darah – Puncak dari kadar esterogen akan
endometrium kematian dari mencetuskan LH surge Ovulasi
endometrium darah menstruasi
Siklus uterine
• Fase sekresi
– Endometrium bersiap untuk mengalami implantasi
– Peningkatan suplay darah endometrium
– Dipicu oleh progesteron
– Bertepatan dengan fase luteal (saat terbentuknya
corpus luteum)
– Progesterone meningkatkan vaskularisasi
endometrium, dan kelenjar endometrium
mensekresikan glycogen secara aktif.
– Jika tidak terjadi fertilisasi dan implantasi, corpus
luteum akan berdegenerasi akan terjadi lagi fase
folikular dan fase menstrual yang baru
Soal no 79
• Wanita, 26 tahun, P1A0 datang dengan keluhan
nyeri pada payudara. Pasien sedang aktif
menyusui anak pertamanya dalam 5 minggu
terakhir, dan saat ini merasakan demam dan
sedikit menggigil. Dari pemeriksaan fisik
ditemukan tanda vital stabil dengan suhu badan
38oC. Pada pemeriksaan fisik payudara ditemukan
payudara menegang dan membengkak, nyeri,
kulit bewarna kemerahan, dan hanya pada
payudara sebelah kiri. Saran yang dapat anda
berikan pada pasien adalah...
a. Tetap menyusui dan bergantian payudara
b. Memberikan kombinasi kompres dingin dan
kompres hangat pada payudara
c. Memberian antibiotik
d. Memberikan kompres hangat untuk melancarkan
pengeluaran ASI
e. Breast pump bila bayi tidak nyeri bila menyusui
Diagnosis
• Payudara (biasanya unilateral) keras,
memerah, dan nyeri
• Dapat disertai benjolan lunak
• Dapat disertai demam > 38 C
• Paling sering terjadi di minggu ke-3 dan
ke-4 postpartum, namun dapat terjadi
kapan saja selama menyusui
Faktor Predisposisi
• Bayi malas menyusu atau tidak menyusu
• Menyusui selama beberapa minggu setelah melahirkan
• Puting yang lecet
• Menyusui hanya pada satu posisi, sehingga drainase payudara tidak sempurna
• Bra yang ketat dan menghambat aliran ASI
• Riwayat mastitis sebelumnya saat menyusui
Mastitis & Abses Payudara: Tatalaksana
Tatalaksana Umum Abses Payudara
• Tirah baring & >> asupan cairan • Stop menyusui pada payudara yang
• Sampel ASI: kultur dan diuji sensitivitas abses, ASI tetap harus dikeluarkan
Tatalaksana Khusus • Bila abses >> parah & bernanah
• Berikan antibiotika : antibiotika
– Kloksasilin 500 mg/6 jam PO , 10-14 hari • Rujuk apabila keadaan tidak
ATAU membaik.
– Eritromisin 250 mg, PO 3x/hari, 10-14
• Terapi: insisi dan drainase
hari
• Tetap menyusui, mulai dari payudara sehat. • Periksa sampel kultur resistensi
Bila payudara yang sakit belum kosong dan pemeriksaan PA
setelah menyusui, pompa payudara untuk • Jika abses diperkirakan masih banyak
mengeluarkan isinya. tertinggal dalam payudara, selain
• Kompres dingin untuk <<bengkak dan nyeri. drain, bebat juga payudara dengan
• Kompres hangat untuk lancarkan aliran ASI elastic bandage 24 jam tindakan
• Berikan parasetamol 3x500mg PO kontrol kembali untuk ganti kassa.
• Sangga payudara ibu dengan bebat atau bra • Berikan obat antibiotika dan obat
yang pas. penghilang rasa sakit
• Lakukan evaluasi setelah 3 hari.
Kompres pada Mastitis
• Pada mastitis, kompres hangat dan dingin
dilakukan secara bergantian.
– Kompres dingin dilakukan untuk mengurangi
bengkak dan nyeri.
– Kompres hangat dilakukan sesaat sebelum
menyusui untuk melancarkan aliran ASI.
• Setelah sesi menyusui, bila payudara masih
terasa sakit, kompres dingin dapat kembali
dilakukan.
Mastitis. Australian Breastfeeding Association. https://www.breastfeeding.asn.au/bf-
info/common-concerns%E2%80%93mum/mastitis
Soal no 80
• Ny. Uniratunia Putriatmaja, usia 42 tahun,
P3A0. Datang untuk melakukan skrining
kanker serviks. Saat ini pasien tidak ada
keluhan apapun seperti perdarahan pasca
hubungan intim, nyeri saat hubungan seksual,
ataupun penurunan berat badan. Pada
pemeriksaan ginekologis ditemukan sebuah
kista di portio pada bagian zona transformasi,
yaitu kista nabothi. Bagaimana proses
terbentuknya kista tersebut?
a. Sisa dari perkembangan duktus wolfian
b. Kripta yang tertutup sel gepeng pada serviks uteri
c. Karsinogenesis
d. Debris sel serviks yang mengumpul
e. Sisa dari paramesonefrik
• Pemeriksaan
- Pemeriksaan pelvis, kadang dengan kolposkopi
Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia. 2013
Asuhan Antenatal
• Panduan ANC
berdasarkan WHO
tahun 2016
rekomendasi ANC untuk
setiap ibu hamil adalah
minimal 8 kali selama
kehamilan.
WHO recommendations on antenatal care for a positive pregnancy experience. WHO, 2016
Asuhan Antenatal: Kehamilan Risiko
Tinggi
• Ada empat faktor yang disebut dengan “4-
Terlalu” yang menandakan kehamilan risiko
tinggi:
– Terlalu muda (kurang dari 20 tahun)
– Terlalu tua (di atas 35 tahun)
– Terlalu banyak (lebih dari 3 anak)
– Terlalu sering (jarak anak kurang dari 2 tahun)
Kehamilan usia ibu terlalu muda
Kehamilan usia terlalu tua
Jarak anak terlalu dekat
Jumlah anak terlalu banyak
Soal no 82
• Wanita, 25 tahun, G1P0A0 datang dengan
keluhan perdarahan bercak dari vagina dan
tidak ada mulas-mulas. Sebelumnya pasien
terlambat haid selama 8 minggu dan test pack
(+). Dari inspekulo, ostium uteri tertutup.
Namun dari pemeriksaan USG ditemukan
hanya ada kantong gestasi pada cavum uteri.
Diagnosis yang tepat pada kasus ini adalah…
a. Kehamilan ektopik
b. Kehamilan tuba
c. Mola hidatidosa
d. Mioma pada kehamilan
e. Blighted ovum
http://www.acog.org/Resources-And-Publications/Committee-Opinions/Committee-on-
Obstetric-Practice/Placenta-Accreta
Soal no 84
• Wanita, 27 tahun, G1P0 hamil 37 minggu, datang
dengan keluhan mulas-mulas yang dirasakan
sejak 1 jam yang lalu, ketuban sudah pecah.
Tanda-tanda vital ibu masih dalam batas normal.
Dari pemeriksaan abdomen, presentasi kepala,
kontraksi uterus 6x/40”/10 menit. DJJ 138. Dari
VT ditemukan pembukaan 4 cm, ketuban sudah
pecah. 1 jam kemudian ibu sudah tidak tahan lagi
untuk mengedan, dan sudah tampak kepala bayi
pada vulva. Lalu ibu dipimpin meneran selama 1
jam, kemudian bayi lahir. Disebut persalinan apa
kasus ini?
a. Persalinan normal
b. Persalinan precipitous
c. Persalinan lama
d. Persalinan sungsang
e. Distosia
Suzuki S. (2014). Clinical significance of precipitous labor. Journal of clinical medicine research, 7(3), 150–153.
doi:10.14740/jocmr2058w
Sheiner, Eyal & Levy, Amalia & Mazor, Moshe. (2004). Precipitate labor: Higher rates of maternal complications. European
journal of obstetrics, gynecology, and reproductive biology. 116. 43-7. 10.1016/j.ejogrb.2004.02.006.
Partus Presipitatus
• Komplikasi persalinan presipitatus:
– Robekan serviks dan robekan perineum grade III
– Perdarahan post partum
– Atonia uteri
– Retensio plasenta
– Anemia berat
Suzuki S. (2014). Clinical significance of precipitous labor. Journal of clinical medicine research, 7(3), 150–153.
doi:10.14740/jocmr2058w
Sheiner, Eyal & Levy, Amalia & Mazor, Moshe. (2004). Precipitate labor: Higher rates of maternal complications. European
journal of obstetrics, gynecology, and reproductive biology. 116. 43-7. 10.1016/j.ejogrb.2004.02.006.
Soal no 85
• Ny. Minah Astutiwatina, berusia 28 tahun,
hamil G6P5A0 39 minggu datang ke
Puskesmas dengan keluhan mulas dan
kontraksi yang teratur. Pemeriksaan fisik TD
120/70 mmHg, pemeriksaan dalam
pembukaan 3 cm. Empat jam kemudian VT
tetap 3 cm, 4 jam kemudian VT jadi 6 cm.
Kemajuan persalinan telah dicatat dalam
partograf. Apa tindakan yang dapat Anda
lakukan?
a. Mencatat his dan kemajuan partus pada partograf
b. Segera merujuk bila masuk ke sebelah kiri garis
waspada
c. Segera merujuk bila masuk sebelah kanan garis
waspada
d. Melakukan pemeriksaan dalam sewaktu-waktu
e. Melakukan partus percobaan
• Garis waspada
– Jika pembukaan serviks mengarah ke sebelah kanan garis waspada waspadai
kemungkinan adanya penyulit persalinan
– Jika persalinan telah berada di sebelah kanan garis bertindak yang sejajar dengan
garis waspada perlu segera dilakukan tindakan penyelesaian persalinan
• Kondisi Ibu
– Catat nadi ibu setiap 30 menit dan beri tanda titik
pada kolom yang sesuai. Ukur tekanan darah ibu tiap
10 menit dan beri tanda ↕ pada kolom yang sesuai.
Temperatur dinilai setiap dua jam dan catat di tempat
yang sesuai
STUDY
DESIGNS
Analytical Descriptive
Case series
Observational Experimental
Cross-sectional
Cohort study
– Individu dengan pajanan/ faktor risiko diketahui, diikuti
sampai waktu tertentu, kemudian dinilai apakah outcome
terjadi atau tidak.
Case-control study
– Individu dengan outcome diketahui, kemudian digali
riwayat masa lalunya apakah memiliki pajanan/ faktor
risiko atau tidak.
Prinsip Desain Studi Analitik
Observasional
Assess Known
Case -control study exposure outcome
Known Assess
Prospective cohort exposure outcome
Known Assess
Retrospective cohort exposure outcome
Contoh: Penelitian ingin mengetahui Hubungan
ASI Eksklusif dengan Diare pada Anak 1-3 tahun
• Bila menggunakan desain cross sectional, maka dalam
satu waktu peneliti mengumpulkan data semua anak
berusia 1-3 tahun dan ditanyakan apakah mendapat
ASI eksklusif dan berapa frekuensi diare selama ini
secara bersamaan.
• Studi kohort selalu dimulai dari subyek yang tidak sakit. Kelompok subyek
dibagi menjadi subyek yang terpajan dan tidak terpajan. Kemudian
dilakukan pengamatan sampai terjadinya penyakit atau sampai waktu
yang ditentukan.
Kohort Prospektif vs Retrospektif
• Baik kohort prospektif
maupun retrospektif selalu
dimulai dari menjadi subyek
yang tidak sakit.
KELEBIHAN: KELEMAHAN:
• Mengukur angka prevalensi • Sulit membuktikan
• Mudah dan cepat hubungan sebab-akibat,
• Sumber daya dan dana yang karena kedua variabel
efisien karena pengukuran paparan dan outcome
dilakukan dalam satu waktu direkam bersamaan.
KELEBIHAN: KEKURANGAN:
• Dapat membuktikan • Pengukuran variabel secara
hubungan sebab-akibat. retrospektif, sehingga
• Tidak menghadapi kendala rentan terhadap recall bias.
etik, seperti halnya • Kadang sulit untuk memilih
penelitian kohort dan subyek kontrol yang
eksperimental. memiliki karakter serupa
• Waktu tidak lama, dengan subyek kasus
dibandingkan desain kohort. (case)nya.
• Mengukur odds ratio (OR).
Desain Kohort
KELEBIHAN: KEKURANGAN:
• Mengukur angka insidens. • Memerlukan waktu penelitian
• Keseragaman observasi yang relative cukup lama.
terhadap faktor risiko dari • Memerlukan sarana dan
waktu ke waktu sampai terjadi prasarana serta pengolahan
outcome, sehingga merupakan data yang lebih rumit.
cara yang paling akurat untuk • Kemungkinan adanya subyek
membuktikan hubungan penelitian yang drop out/ loss
sebab-akibat. to follow up besar.
• Mengukur Relative Risk (RR). • Menyangkut masalah etika
karena faktor risiko dari
subyek yang diamati sampai
terjadinya efek, menimbulkan
ketidaknyamanan bagi subyek.
Soal no 87
• Ny. Nana Budiman, 45 tahun memiliki 2 orang
anak. Ia memiliki riwayat dermatitis atopi saat
masih kecil. Ia sering datang ke puskesmas
bersama anak pertamanya yang menderita
asma untuk pengobatan rutin. Ny. Nana
khawatir anaknya yang lain yang masih kecil
juga akan menderita asma, sehingga saat
kunjungan Ibu ingin membicarakan
pencegahan asma untuk anaknya tersebut.
Jenis kunjungan ibu itu adalah...
a. Kunjungan preventif
b. Kunjungan promotif
c. Kunjungan sehat
d. Kunjungan sakit
e. Kunjungan keluarga
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR TARIF PELAYANAN
KESEHATAN DALAM PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN
Tarif Kapitasi
• Tarif Kapitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
huruf a diberlakukan pada FKTP yang melakukan
pelayanan:
a. administrasi pelayanan;
b. promotif dan preventif;
c. pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis;
d. tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun
non operatif;
e. obat dan bahan medis habis pakai;
f. pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium
tingkat pratama.
Tarif Non Kapitasi
• Tarif Non Kapitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b
diberlakukan pada FKTP yang melakukan pelayanan kesehatan di
luar lingkup pembayaran kapitasi, yang meliputi:
a. pelayanan ambulans
b. pelayanan obat program rujuk balik;
c. pemeriksaan penunjang pelayanan rujuk balik;
d. pelayanan penapisan (screening) kesehatan tertentu termasuk
pelayanan terapi krio untuk kanker leher rahim;
e. rawat inap tingkat pertama sesuai indikasi medis;
f. jasa pelayanan kebidanan dan neonatal yang dilakukan oleh
bidan atau dokter, sesuai kompetensi dan kewenangannya; dan
g. pelayanan Keluarga Berencana di FKTP
Penyakit yang Termasuk dalam
Program Rujuk Balik
https://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/dmdocuments/4238e7d5f66ccef4ccd89883c46fcebc.pdf
Pembayaran BPJS di Faskes Sekunder
& Tersier (Rumah Sakit)
• Indonesian-Case Based Groups (INA-CBGs): besaran
pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan kepada Fasilitas
Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan atas paket layanan
yang didasarkan kepada pengelompokan diagnosis
penyakit dan prosedur.
3. Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui
konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca
tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan, sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan PASAL 76.
Abortus Provokatus Menurut
UU No.36 Tahun 2009
PASAL 76
• Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat
dilakukan :
a) sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari
pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;
b) oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan
kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh
menteri;
c) dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
d) dengan izin suami, kecuali korban perkosaan;
e) penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang
ditetapkan oleh Menteri
ABORSI ATAS INDIKASI MEDIS
• Immersion syndrome
– Korban meninggal tiba-tiba saat tenggelam pada air
yang sangat dingin
– Akibat refleks vagal
Berdasarkan Lokasi Tenggelam
AIR TAWAR AIR LAUT
• Air dengan cepat diserap • Pertukaran elektrolit dari
dalam jumlah besar air asin ke darah
hemodilusi natrium plasma
hipervolemia dan meningkat air akan
hemolisis massif dari sel- ditarik dari sirkulasi
sel darah merah hipovolemia dan
kalium intrasel akan hemokonsentrasi
dilepas hiperkalemia hipoksia dan anoksia
fibrilasi ventrikel dan
anoksia yang hebat pada
miokardium.
Tanda Tenggelam
Tanda korban masih hidup saat tenggelam:
• Ditemukannya tanda cadaveric spasme
• Perdarahan pada liang telinga
• Adanya benda asing (lumpur, pasir, tumbuhan dan binatang
air) pada saluran pernapasan dan pencernaan
• Adanya bercak paltouf di permukaan paru
• Berat jenis darah pada jantung kanan dan kiri berbeda
• Ditemukan diatome
• Adanya tanda asfiksia
• Ditemukannya mushroom-like mass
Pemeriksaan Luar Korban Tenggelam
• Mayat dalam keadaan basah berlumuran pasir dan benda-benda
asing lainnya yang terdapat di dalam air laut dan kadang-kadang
bercampur lumpur.
Budiyanto A dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Indonesia.
DECOMPOSITION:
Affecting Factors
EXTERNAL: INTERNAL:
• germs age
• temperature condition
• air cause
• water sex
• medium
Determining time of death
EXAMINATIONS OF:
• corpse;
• witnesses;
• location
TANATOLOGI FORENSIK
20 30 2 6 8 12 24 36
0 mnt mnt jam jam jam jam jam jam
Budiyanto A dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Indonesia.
PENURUNAN SUHU TUBUH (ALGOR
MORTIS)
• Tes bisik
– Syarat ruangan sunyi, tidak ada echo, serta ada jarak
sepanjang 6 M
– Penderita
• Mata ditutup agar tidak bisa lihat gerak bibir pemeriksa
• Telinga yang akan diperiksa dihadapkan ke pemeriksa
• Telinga yang tidak diperiksa ditutup agar tidak salah hasil
• Minta penderita mengulang dengan keras, kata – kata yang
dibisikkan
• Teknik pemeriksaan :
– Penderita dan pemeriksa sama – sama berdiri, penderita
tetap ditempat, pemeriksa yang berpindah tempat
– Mulai jarak 1 m, dibisikkan 5 atau 10 kata
– Bila semua kata dapat didengar pemeriksa mundur kejarak
2 m disibisikkan lagi sampai jarak dimana penderita
mendengar 80% kata – kata mendengar 4 dari 5 kata yang
dibisikkan), pada jarak itulah tajam pendengaran pasien.
Uji Penala
• Cara Pemeriksaan :
– Tes Rinne penala digetarkan, tangkainya diletakkan pada prosesus
mastoid, setelah tidak terdengar penala diletakkan depan telinga
• Positif (+) bila masih terdengar
• Negatif (-) bila tidak terdengar
– Tes Weber penala digetarkan dan tangkai penala dilerakkan di garis
tengah kepala
– Tes Swabach penala digetarkan, tangkai penala diletakkan pada
prosesus mastoideus sampai tidak terdengar bunyi, lalu segera pindahkan
pada prosesus mastoid pemeriksa.
• Memendek bila pemeriksa masih mendengar
• Jika pemeriksa tidak mendengar maka penala digetarkan pada processus mastoid
pemeriksa lebih dulu. Sampai tidak terdengar bunyi, tangkai penala segera
dipindahkan pada proc mastoideus telinga pasien, bila pasien masih dapat
mendengar bunyi maka swabach pasien memanjang.
Tes Penala
Rinne Weber Schwabach
Sources: Soepardi EA, et al, editor. Buku Ajar Ilmu THT-KL. Ed 6. Jakarta: FKUI. 2009
Audiologi Nada Murni
Audiometri nada murni:
• Ambang Dengar (AD): bunyi nada murni terlemah pada
frekuensi tertentu yang masih dapat didengar oleh telinga
seseorang.
• Perhitungan derajat ketulian:
(AD 500 Hz + AD 1000 Hz + AD 2000 Hz + AD 4000 Hz) / 4
• Derajat ketulian:
– 0-25 dB : normal
– >25-40 dB : tuli ringan
– >40-55 dB : tuli sedang
– >55-70 dB : tuli sedang berat
– >70-90 dB : tuli berat
– >90 dB : tuli sangat berat
Soal no 97
• Ny. Hanabi Resplendent Iris, 24 tahun,
mengeluh nyeri pada pangkal hidung sejak 3
hari smrs. Keluhan diawali keluar dengan ingus
yang berbau. Pemeriksaan fisik didapatkan
nyeri tekan kantus. Pasien mengaku tidak ada
keluhan yang sama sebelumnya. Riwayat
alergi dan asma disangkal. Keluhan ini
dirasakan mengganggu dan membuat pasien
sulit tidur pada malam hari. Diagnosis yang
tepat pada pasien ini adalah…
a. Rhinitis akut
b. Sinusitis frontalis akut
c. Sinusitis maxillaris akut
d. Sinusitis ethmoidalis akut
e. Sinusitis sphenoidalis akut
https://id.pinterest.com/yamahafreddy/skull-sinuses-facial-bones/ imageradiology.blogspot.co.id/2012/09/x-ray-pns-position-occipito-frontal.html
Modalitas X-Ray
Foto Deskripsi
Waters Maxillary, frontal, & ethmoidal sinus
Patel ZM. Uncomplicated acute sinusitis and rhinosinusitis in adults: Treatment. Uptodate 2018
Tatalaksana Acute Bacterial Rhinosinusitis
(ABRS)
Soal no 98
• An. Lesley Dangerous Love, 4 tahun, dibawa
orang tuanya ke RS karena mengorok saat
tidur sejak 3 bulan smrs. Menurut orang tua
pasien, anak mengorok makin lama makin
keras. Anak pasien juga tampak sering
megantuk pada siang hari. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan mulut membuka, gigi atas
prominen, pandangan kosong. Tampak nafas
dari mulut. Diagnosis yang tepat adalah…
a. Abses submandibular
b. Hipertofi adenoid
c. Faringitis akut
d. Sinusitis
e. Abses peritonsillar
Fungsi:
• Sistem pertahanan tubuh pertama (lokal) sal. nafas
• Memproduksi limfosit
• Membentuk antibodi spesifik (Ig)
ADENOIDITIS KRONIS
Etiologi : Akibatnya:
– rinolalia oklusa ( bindeng ) krn
– Post nasal drip sekret koane tertutup
kavum nasi jatuh ke belakang – mulut terbuka utk bernapas
muka terkesan bodoh ( adenoid
– Sekret berasal dari : sinus face )
maksilaris & ethmoid
– aproseksia nasalisSulit
berkonsentrasi
– Sefalgi
Gejala klinis : – pilek dan batuk
– nafsu makan menurun
– Disebabkan oleh hipertrofi
adenoid buntu hidung – oklusio tuba pendengaran
menurun
– tidur ngorok
893
Pemeriksaan
• Rinoskopi anterior : Adenoid membesar
• Phenomena palatum mole (-)
– Pergerakan palatum molle pada saat pasien diminta untuk
mengucapkan huruf “ i “
– Akan negatif bila
• terdapat massa di dalam rongga nasofaring yang menghalangi pergerakan palatum
molle
• kelumpuhan otot-otot levator dan tensor velli palatini
895
Indikasi Adenoidektomi
• Pembesaran menyebabkan obstruksi jalan nafas hidung yang
dapat menyebabkan obstruksi pernafasan, gejala obstructive
sleep apnea, dan pernafasan lewat mulut kronik (dapat
menyebabkan abnormalitas palatum dan gigi-geligi).
http://emedicine.medscape.com/article/872216-overview#a10
Soal no 99
• Seorang perempuan datang ke Puskesmas
dengan keluhan hidung tersumbat sejak 2
tahun yang lalu. Keluhan dirasakan hilang
timbul. Riwayat berobat ke dokter dengan
keluhan serupa dan mendapatkan obat
oxymetazoline. Pasien kemudian sering
menggunakan obat tersebut tanpa kontrol ke
dokter terlebih dahulu. Diagnosis pasien ini
adalah...
a. Rinitis alergika
b. Rinitis vasomotor
c. Rinitis medikamentosa
d. Sinusitis
e. Asma alergika
Sources: Soepardi EA, et al, editor. Buku Ajar Ilmu THT-KL. Ed 6. Jakarta: FKUI. 2009
Rhinitis Medikamentosa
• Patofisiologi rhinitis medikamentosa tidak diketahui sepenuhnya.
• Diduga karena penurunan produksi norepinefrin endogen oleh mekanisme
feedback. Pada pemakaian dekongestan jangka panjang/penghentian pemakaian,
saraf simpatis tidak bisa menjaga vasokonstriksi karena produksi norepinefrin
tersupresi.
Rinitis Medikamentosa
Tatalaksana
Pada minggu pertama: pemberian kortikosteroid
intranasal sambil pasien diedukasi untuk
menghentikan penggunaan vasokonstriktor secara
perlahan.
Solusio garam buffer dpt diberikan untuk irigasi untuk
melembabkan.
Dekongestan sistemik.
Kortikosteroid oral tidak selalu diberikan.
Operasi jika terdapat polip atau deviasi septum.
DIAGNOSIS CLINICAL FINDINGS
Riwayat atopi. Gejala: bersin, gatal, rinorea, kongesti. Tanda: mukosa
RINITIS ALERGI
edema, basah, pucat atau livid, sekret banyak.
http://www.who.int/immunization/policy/position_papers/wer_31_diphtheria_updated_position_paper.pdf?ua=1
http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/68334/1/WHO_V-B_03.01_eng.pdf?ua=1
PPM RSCM Dept IKA 2015
Komplikasi
• Biasanya karena keterlambatan pemberian antitoksin
• Komplikasi:
– Miokarditis (muncul umumnya minggu ke-2, rerata 1-6 minggu),
takikardia, bunyi jantung 1 menjauh, murmur, aritmia
– Gangguan system saraf neuropati perifer, paralisis palatum molle
– Otitis media
– Gawat napas akibat obstruksi jalan napas atas
• Ringan: batuk menggonggong hilang timbul, stridor (-), retraksi (-)/ringan
• Sedang: batuk menggonggong lebih sering, stridor istirahat, retraksi tanpa
distress napas/agitasi
• Berat: batuk menggonggong lebih sering, stridor inspirasi, retraksi jelas
dengan distress napas dan agitasi signifikan
• Gagal napas terjadi segera: stridor kadang sulit didengar, retraksi, letargi,
penurunan kesadaran, sianosis
Pencegahan
• Pada kondisi KLB, orang yang kontak erat di nilai status vaksinasi
nya. Anaka dapat imunisasi dasar: booster toksoid difteria
• Dapat diberikan vaksin serta antibiotik profilaksis
WHO