Anda di halaman 1dari 917

DR. SEPRIANI | DR. YOLINA | DR. OKTRIAN | DR. RIFDA | DR.

AULIA
DR. REZA | DR. CEMARA | DR. AARON | DR. CLARISSA

OFFICE ADDRESS:
Jakarta Medan
Jl. Layur Kompleks Perhubungan VIII No.52 RT.001/007 Jl. Setiabudi Kompleks Setiabudi Square No. 15 Kel. Tanjung
Kel. Jati, Pulogadung, Jakarta Timur Tlp 021-22475872 Sari, Kec. Medan Selayang 2013
WA. 081380385694/081314412212 WA/Line 082122727364

w w w. o p t i m a p re p . co . i d
ILMU
P E N YA K I T
DALAM
Soal no 1
Tn. Shigeo Kageyama, 55 tahun, datang ke IGD
dengan keluhan sesak dan batuk kering. Sesak
terutama dirasakan oleh pasien saat
beraktivitas. Pasien memiliki riwayat hipertensi
sejak 10 tahun terakhir. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan TD 150/90 mmHg, HR 89x/mnt, RR
18x/mnt dan suhu 37,1 C. Pada pemeriksaan lab
didapatkan peningkatan kadar serum brain
natriuretic peptide. Apakah temuan klinis yang
mungkin didapatkan pada pasien ini?
A. Sianosis
B. Edema ekstremitas
C. Bruit leher
D. Bruit periumbilicus
E. Bunyi jantung S3

JAWABAN : E. Bunyi jantung S3


Gagal Jantung Kongestif
• Adanya 2 kriteria mayor,
atau 1 kriteria mayor dan 2
kriteria minor
• Kriteria minor dapat
diterima bila tidak
disebabkan oleh kondisi
medis lain seperti hipertensi
pulmonal, penyakit paru
kronik, asites, atau sindrom
nefrotik
• Kriteria Framingham Heart
Study 100% sensitif dan
78% spesifik untuk
mendiagnosis
Sources: Heart Failure. Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th Edition.
Archives of Family Medicine 1999.
Gagal Jantung

Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. LWW; 2011.


Gagal Jantung

• B-type Natriuretic Peptide (BNP) adalah hormon yang dihasilkan


oleh otot jantung ketika otot bilik (ventrikel) jantung meregang
atau mengalami tekanan. BNP berfungsi mengatur keseimbangan
pengeluaran garam dan air, termasuk mengatur tekanan darah.
BNP diproduksi sebagai pre-hormon yang disebut proBNP.
• Jika jantung, khususnya ventrikel kiri fungsinya terganggu, kadar
NT-ProBNP di dalam darah akan meningkat. Karena itu, NT-proBNP
digunakan sebagai penanda untuk deteksi gagal jantung.
Soal no 2
• Tn. Arataka Reigen, 50 tahun, datang ke IGD dengan keluhan nyeri dan
bengkak pada lutut kiri sejak 1 hari SMRS. Pasien memiliki riwayat DM
sejak 10 tahun, hiperkolesterolemia dan hipertensi. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan TD 140/86 mmHg, HR 90x/mnt dan BMI 34 kg/m2. Pada
lutut kiri didapatkan efusi dengan kulit kemerahan dan teraba hangat.
Pada pemeriksaan mikroskopik cairan sendi didapatkan hasil sebagai
berikut :

Apakah kemungkinan etiologi dari efusi sendi pada pasien tersebut?


A. Deposit kompleks imun
B. Infeksi sendi akibat jamur
C. Infeksi sendi akibat staphylococcus aureus
D. Reaksi inflamasi akibat kristal kalsium pirofosfat
E. Reaksi inflamasi akibat kristal monosodium urat

Jawaban: E. Reaksi inflamasi akibat kristal


monosodium urat
Nyeri Sendi
Gout:
– Transient attacks of acute
arthritis initiated by
crystallization of urates
within & about joints,

– leading eventually to
chronic gouty arthritis &
the appearance of tophi.

– Tophi: large aggregates of


urate crystals & the
surrounding
inflammatory reaction.

Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed.


McGraw-Hill; 2011.
Robbins’ pathologic basis of disease. 2007.
Ciri OA RA Gout Spondilitis
Ankilosa

Prevalens Female>male, >50


Arthritis
Female>male Male>female, >30 Male>female,
tahun, obesitas 40-70 tahun thn, hiperurisemia dekade 2-3

Awitan gradual gradual akut Variabel

Inflamasi - + + +

Patologi Degenerasi Pannus Mikrotophi Enthesitis

Jumlah Sendi Poli Poli Mono-poli Oligo/poli

Tipe Sendi Kecil/besar Kecil Kecil-besar Besar

Predileksi Pinggul, lutut, MCP, PIP, MTP, kaki, Sacroiliac


punggung, 1st CMC, pergelangan pergelangan kaki & Spine
DIP, PIP tangan/kaki, kaki tangan Perifer besar

Temuan Sendi Bouchard’s nodes Ulnar dev, Swan Kristal urat En bloc spine
Heberden’s nodes neck, Boutonniere enthesopathy
Gout histopathology
Kristal Birefringent

• Positive birefringent pseudogout


• Negative birefringent  gout
Soal no 3
• Tn. Ritsu Kageyama, 60 tahun, dirawat di RS
dengan diangnosis pneumonia lobaris. Pasien
memiliki riwayat hipertensi, DM, CKD stadium 3
dan hipotirodisme karena riwayat tiroidektomi 5
tahun yang lalu. Terdapat riwayat merokok sejak
40 tahun yang lalu. Selama perawatan didapatkan
penurunan serum kalsium dan peningkatan kadar
fosfat serta peningkatan kadar serum hormone
paratiroid. Apakah kondisi medis dari pasien ini
yang menyebabkan keadaan tersebut?
A. Hipomagnesium
B. Hiperparatiroid primer
C. Gagal ginjal
D. Tiroidektomi
E. Defisiensi vitamin D

Jawaban: C. Gagal ginjal


Soal no 3
Gagal ginjal Penurunan GFR Retensi fosfat

Ekskresi fosfat

Kalsitriol Fosfat berikatan


Absorbsi kalsium usus
berkurang dengan kalsium

Hipokalsemia & Stimulasi Hiperparatiroid


hipofosfatemia pengeluaran PTH sekunder
TABEL KLASIFIKASI PGK BERDASARKAN
Gagal Ginjal DERAJATNYA
Derajat Deskripsi LFG (ml/mnt/1,73m2)
Kronik
Definisi
• Kerusakan ginjal (renal damage) yang 1 LFG normal atau ↑ ≥ 90
terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan
struktural atau fungsional, dengan atau
2 Penurunan LFG ↓ ringan 60-89
tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus
(LFG), dengan manifestasi:
– Kelainan patologis 3a Penurunan LFG ↓ ringan 30-59
– Terdapat tanda kelainan ginjal, hingga sedang
termasuk kelainan dalam komposisi
3b Penurunan LFG ↓
darah atau urin, atau kelainan dalam
tes pencitraan (imaging test). sedang hingga berat
• LFG kurang dari 60 ml/menit/1,73m2 4 15-29
selama 3 bulan, dengan atau tanpa Penurunan LFG ↓ berat
kerusakan ginjal.
5 Gagal ginjal <15 atau dialisis
Stage Kreatinin Terapi
Sumber: KDIGO 2012
1 Early ♀: < 1,5 ♂: < 2 Reserve progression
Klasifikasi di samping banyak digunakan, berdasarkan
guideline dari National Kidney Foundation. Rumus
2 Latent 1,5-2,5 Stop progression Kockroft-Gault dijadikan dasar penghitungan LFG.
3 Emergent 2,5-3,5 Slow progression

4 Imminent 3,5-5,0 Persiapan ESRD


LFG (ml/mnt/1,73m2) =
(140-umur) x BB* / 72x kretinin plasma (mg/dl)
5 ESRD > 5,0 Dialysis/
Transplantasi *pada perempuan dikalikan 0,85
GAMBARAN KLINIS pasien PGK sangat bervariasi, meliputi:
1. Penyakit yang mendasarinya,seperti diabetes
melitus, infeksi atau batu traktus urinarius,
hipertensi, hiperurikemi, SLE, dll.

2. Sindrom uremia,
– merupakan sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi
pada semua organ, akibat penurunan fungsi ginjal
pada penyakit ginjal kronik.
– Dialisis dapat menurunkan insidensi dan keparahan
dari gangguan ini, namun seperti disebutkan pada
tabel di bawah ini, dialisis tidak dapat memberikan
efek seefektif terapi pengganti ginjal.

3. Gejala komplikasinya yang meliputi anemia,


termasuk defisiensi besi fungsional; hipertensi;
penurunan absorpsi kalsium; dislipidemia/gagal
jantung/volume overload; hiperkalemia;
hiperparatiroidisme; hiperfosfatemia; hipertrofi
ventrikel kiri; asidosis metabolik; malnutrisi
(lambat).

4. lemas, mual, muntah, sesak napas, pucat, BAK


berkurang, pucat, kulit kering, edema tungkai atau
palpebra, tanda bendungan paru
Diagnosis PGK
PEMERIKSAAN PENUNJANG

LABORATORIUM RADIOLOGI BIOPSI GINJAL

• FOKUS: mencari penyakit • USG ginjal (paling membantu): • Pada pasien dengan pengerutan
dasarnya. dapat melihat simetrisitas, ginjal bilateral, biopsi ginjal
• Tingkat penurunan fungsi perkiraan ukuran ginjal, adanya tidak disarankan karena sulit
ginjal→ berupa peningkatan obstruksi, dan menyingkirkan dan sangat berisiko terjadi
kadar ureum dan kreatinin kemungkinan massa. pendarahan dan komplikasi
serum, serta penurunan LFG. • Foto polos abdomen, dapat lain. Banyaknya jaringan parut
• Kelainan biokimiawi darah, melihat adanya batu radioopak. juga membuat penyakit
meliputi penurunan Hb, • Pielografi intravena jarang dasarnya tak tampak lagi. Selain
peningkatan kadar asam urat, dilakukan karena untuk itu, kesempatan untuk
hiper atau hipokalemia, memasukkan kontras perlu memberikan terapi sesuai
hiponatremia, hiper atu fungsi ginjal yang baik karena penyakit dasarnya jugasudah
hipokloremia, hiperfosfatemia, bila tidak bisa melewati filter tidak memungkinkan dilakukan
hipokalsemia, asidosis glomerulus maka akan pada kondisi itu. Kontraindikasi
metabolik. menyebabkan toksik. lainnya meliputi hipertensi tak
terkontrol, penyakit ginjal
• Kelainan urinalisis meliputi • Pielografi antegrad atau
polikistik, infeksi saluran kemih,
proteinuria, hematuria, retrograd dapat dilkakukan
diatesis pendarahan, gagal
leukosuria, cast, isostenuria. sesuai indikasi.
napas, dan obesitas morbid.
• Pemeriksaan penyakit
renovaskular dapat dilakukan
menggunakan sonografi
Doppler, teknik kedokteran
nuklir, CT scan atau MRI.
Soal no 4
• Seorang laki-laki berusia 48 tahun datang dengan
keluhan BAK sedikit, kaki bengkak. Pasien juga
mengeluh mual muntah. Sekitar 15 tahun yang lalu
pasien mengalami keluhan BAK berpasir dan sulit BAK,
pasien didiagnosis sakit kencing batu dan disarankan
operasi. Namun pasien belum dioperasi karena tidak
ada biaya. Pada pemeriksaan kesadaran compos
mentis, TD 150/90 mmHg, nadi 80x/menit, nafas
20x/menit. Konjungtiva pucat (+), sklera ikterik (-),
ankle edema pitting bilateral (+). Hasil laboratorium
kadar ureum 115, kreatinin 5,8, glukosa 168. Apa yang
menyebabkan keluhan mual muntah pada pasien ini?
A. Sindrom uremikum
B. Sindrom metabolik
C. Batu saluran kemih
D. Infeksi saluran kemih
E. Gula yang tidak terkontrol

Jawaban : A. Sindrom uremikum


TABEL KLASIFIKASI PGK BERDASARKAN
Gagal Ginjal DERAJATNYA
Derajat Deskripsi LFG (ml/mnt/1,73m2)
Kronik
Definisi
• Kerusakan ginjal (renal damage) yang 1 LFG normal atau ↑ ≥ 90
terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan
struktural atau fungsional, dengan atau
2 Penurunan LFG ↓ ringan 60-89
tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus
(LFG), dengan manifestasi:
– Kelainan patologis 3a Penurunan LFG ↓ ringan 30-59
– Terdapat tanda kelainan ginjal, hingga sedang
termasuk kelainan dalam komposisi
3b Penurunan LFG ↓
darah atau urin, atau kelainan dalam
tes pencitraan (imaging test). sedang hingga berat
• LFG kurang dari 60 ml/menit/1,73m2 4 15-29
selama 3 bulan, dengan atau tanpa Penurunan LFG ↓ berat
kerusakan ginjal.
5 Gagal ginjal <15 atau dialisis
Stage Kreatinin Terapi
Sumber: KDIGO 2012
1 Early ♀: < 1,5 ♂: < 2 Reserve progression
Klasifikasi di samping banyak digunakan, berdasarkan
guideline dari National Kidney Foundation. Rumus
2 Latent 1,5-2,5 Stop progression Kockroft-Gault dijadikan dasar penghitungan LFG.
3 Emergent 2,5-3,5 Slow progression

4 Imminent 3,5-5,0 Persiapan ESRD


LFG (ml/mnt/1,73m2) =
(140-umur) x BB* / 72x kretinin plasma (mg/dl)
5 ESRD > 5,0 Dialysis/
Transplantasi *pada perempuan dikalikan 0,85
GAMBARAN KLINIS pasien PGK sangat bervariasi, meliputi:
1. Penyakit yang mendasarinya,seperti diabetes melitus, infeksi atau batu
traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, SLE, dll.

2. Sindrom uremia,
– merupakan sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua organ,
akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik.
– Dialisis dapat menurunkan insidensi dan keparahan dari gangguan ini,
namun seperti disebutkan pada tabel di bawah ini, dialisis tidak dapat
memberikan efek seefektif terapi pengganti ginjal.

3. Gejala komplikasinya yang meliputi anemia, termasuk defisiensi besi


fungsional; hipertensi; penurunan absorpsi kalsium; dislipidemia/gagal
jantung/volume overload; hiperkalemia; hiperparatiroidisme;
hiperfosfatemia; hipertrofi ventrikel kiri; asidosis metabolik; malnutrisi
(lambat).

4. lemas, mual, muntah, sesak napas, pucat, BAK berkurang, pucat, kulit
kering, edema tungkai atau palpebra, tanda bendungan paru
UREMIC SYNDROME SYMPTOMS
Soal no 5
• Ny. Orihime Inoue, 65 tahun, datang dengan
keluhan sulit mengingat. Pasien juga
mengeluhkan konsentrasi turun, mengantuk pada
siang hari dan mudah lelah. Pasien khawatir
karena ibunya menderita stroke berulang dan
mengalami gangguan memori yang berat. Pasien
juga mengalami penurunan nafsu makan namun
berat badannya naik sebanyak 8 Kg dalam 3 bulan
terakhir. Pasien saat ini pasien mengkonsumsi
obat pencahar karena konstipasi. Tidak ada obat-
obatan lain yang dikonsumsi oleh pasien. Apakah
kemungkinan diagnosis pasien tersebut?
A. Demensia alzheimer
B. Hipotiroidisme
C. Pseudodemensia
D. Defisiensi thiamine
E. Demensia diinduksi obat

Jawaban: B. Hipotiroidisme
Hipotiroid

• Deficiency of thyroid
hormone.
• Autoimmune thyroid
disease (Hashimoto
disease) is the most
common cause of
hypothyroidism.
• Myxedema coma:
hipotermia,
hipotensi,
hipoventilasi,
↓kesadaran
Hipotiroid
Etiologi
• Primer (90%; ↓free T4, ↑ TSH)
– Goiter/struma
• Hashimoto’s thyroiditis
– Penyebab hipotiroid terbanyak
– Kerusakan akibat Autoimmun dengan gambaranpatchy lymphocytic
infiltration
– antithyroid peroxidase (anti-TPO)(+)& antithyroglobulin (anti-Tg) Abs (+),
pd 90% kasus
• Penyembuhan pasca thyroiditis, defisiensi iodin, Li, amiodarone
– Nongoiter:
• destruksi post op, pasca pemberian radioactive iodine
• Sekunder/sentral (↓free T4, ↓/normalatausedikit naik
TSH):
– kerusakan hipotalamus atau hipofisis
Hashimoto thyroiditis
• Faktor risiko: • Diagnosis
– genetik (anggota – kadar anti-thyroid peroxidase
antibodies, TSH, fT3, fT4, anti
keluarga dengan riwayat thyroglobulin antibodies
kelainan thyroid)
• Dekompensasi hipotiroid
– hormon (wanita lebih dapat menyebabkan koma
sering terkena) miksedema.
– Paparan radiasi
• Kelenjar thyroid dapat
membesar dan berlobul
atau dapat juga tidak
terpalpasi pembesaran
Gambaran Histopatologi Tiroiditis Hashimoto

• Extensive lymphocytic infiltrate


with germinal center formation
• Lymphocytes are predominantly T
cells and plasma cells (polyclonal)
• Atrophic follicles with abundant
Hürthle cells / oncocytes but no /
reduced colloid
• Fibrosis may be increased but does
not extend beyond capsule
• May see giant cells
• Epithelium may have enlarged or
overlapping nuclei with partial
nuclear clearing, large squamous
nests, hyperplastic follicles, ductal
metaplasia

(Am J Surg Pathol 2006;30:774)


Pemeriksaan Penunjang Tatalaksana
• ↓FT4; ↑TSH pada hipothyroid primer;
• Levothyroxine (1.5–1.7 µg/kg/hari)
• Antithyroid Ab (+) pada Hashimoto’s
thyroiditis – Periksa ulang TSH q5–6minggu &
• Dapat terjadi hiponatremia, titrasi hingga euthyroid
hipoglikemia, anemia, ↑ LDL, ↓ HDL, – gejala klinis butuh waktu bulanan
and ↑CK utk resolusi
• Skrining sangat dianjurkan untuk wanita
– turunkan dosis awal jika beresiko PJK
hamil
(0.3–0.5 µg/kg/d)
• Apabila ibu dicurigai menderita
hipotiroid, bayi perlu diperiksa antibodi – ↑dosis jika dibutuhkan: kehamilan
antitiroid. (↑30% pd minggu ke 8)
• Kadar thyroid binding globulin (TBG) • Koma Myxedema:
diperiksa bila ada dugaan defisiensi TBG
yaitu bila dengan pengobatan hormon – loading 5–8 µg/kg T4 IV, kemudian
tiroid
Usiatidak ada respons.
Dosis (mikrogram/kg/hari) 50–100 µg IV qhari
– karena konversi T4 T3 di perifer
terganggu berikan 5–10 µg T3 IV
0 – 3 bulan 10 – 15 q8jam;
3 – 6 bulan 8 – 10
• Hipotiroid Subklinis
6 – 12 bulan 6–8
– ↑ TSH &free T4 normal dengan
1 – 5 tahun 4–6
gejala ringan atau tanpa gejala
6 – 12 tahun 3–5
>12 2–4
Soal no 6
• Ny. Retsu Unohana, 36 tahun, datang dengan keluhan sakit
kepala yang hilang timbul sejak 2 bulan SMRS. Pasien juga
mengeluh tidak haid. Terdapat penurunan berat badan,
berdebar-debar dan gangguan penglihatan. Pasien
menarche pada usia 12 tahun dan riwayat menstruasi
teratur. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 130/60
mmHg, HR 103x/mnt, BB 69 Kg (setahun yang lalu 76 Kg).
Pada pemeriksaan leher didapatkan pembesaran simetris
yang tidak nyeri pada kelenjar tiroid. Pemeriksaan
auskultasi jantung menunjukkan takikardia dengan irama
regular. Pada tangan pasien didapatkan tremor halus. Hasil
pemeriksaan lab didapatkan T3 222ng/dL, Serum T4 13,9
ug/dL dan serum TSH 6 uU/mL. Apakah kemungkinan
diagnosis pasien ini?
A. Resistensi terhadap hormone tiroid
B. Graves disease
C. Tiroiditis Hashimoto
D. Goiter endemik
E. Adenoma hipofisis

Jawaban: E. Adenoma hipofisis


Sindrom Hiperpituitari/ Hiperhipofisis

Tumor Pituitari
• Patofisiologi:
– jika fungsional, adenoma ↑hormon tropik tertentu &menyebabkan
defisiensi hormon tropik lain karena kompresi
– dapat juga terjadi kosekresi seperti PRL (Prolaktin) & growth hormone
pada 10% prolactinoma
– 30–40%adenoma non fungsional
• Manifestasi klinis:
– sindrom tergantung hormon yang disekresikan (lihat di bawah); efek
massasakit kepala, penurunan lapang pandang, diplopia, neuropati
kranial
• Pemeriksaan Penunjang
– MRI, hormon,lapang pandang
6. Hipertiroid
Hipertiroidisme

Kumar and Clark Clinical Medicine


Graves’ disease(penyebab Manifestasi klinis hipertiroid
hipertiroid terbanyak) • Apathetic thyrotoxicosis
• Pr:Lk5–10:1, usia terbanyak – dpt terjadi pada org tua dengan
40 - 60 thn satu2nya gejala berupa letargi

• Antibodi tiroid (+): TSI atauTBII • Thyroid storm/krisis


(+pada 80%), anti-TPO, tiroid(mengancam jiwa,
antithyroglobulin; ANA mortalitas 20–50%):
• Manifestasi klinis yaitu gejala – delirium, demam, takikardia,
hipertiroid ditambah: – hipertensisistolik dengan tekanan
nadi melebar &↓MAP, gejala
– Goiter
pencernaan;
• diffusa, tdk nyeri, terdengar
bruit
– ophthalmopati: 90% kasus
• Edema periorbital, retraksi
kelopak, proptosis
– myxedema pretibial (3%):
• edema di tungkai bawah akibat
dermopati infiltratif
Pemeriksaan penunjang • Hipertiroid Subklinis
• ↑FT4 &FT3; ↓TSH (↑ pada sebab
sekunder) – ↓TSH ringan &free T4
• RAIU scan utk menentukan normal,tanpa gejala klinis
penyebab – 15%  hipertiroid dlm 2 thn;
• Tidak perlu periksa autoantibodi ↑resiko AF & osteoporosis
kecuali pada kehamilan (resiko fetal
Graves)
• Dapat terjadi hipercalciuria,
hipercalcemia, anemia
• Indeks Wayne
– Skor>19 hipertiroid
– Skor<11 eutiroid
– Antara 11-19 equivocal
20.
Radioactive Iodine
Klasifikasi Struma

Struma

Difusa Nodosa

Non Toksik Toksik Non Toksik Toksik

Konsumsi goitrogen :
Hashimoto Tiroidiitis,
PTU atau litihium dan Adenoma toksik,
Iodium Defisiensi Grave’s Disease
Iodium defisiensi (late Plummer’s Disease
(Early), Paparan radiasi
stage)
Soal no 7
• Tn. Toichiro Suzuki, 75 tahun dengan DM tipe 2 datang ke
IGD dengan badan terasa lemas dan penurunan kesadaran
sejak 1 hari smrs. Selama beberapa hari pasien mengeluh
batuk-batuk kering, nyeri tenggorokkan dan nafsu makan
turun. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 100/60
mmHg, HR 112x/mnt, RR 18x/mnt dan suhu 38C. Pada
pemeriksaan auskultasi paru-paru normal dan tidak ada
murmur. Pada pemeriksaan abdomen tidak ditemukan
kelainan. Pada pemeriksaan neurologis didapatkan
kelemahan pada seluruh tubuh. Hasil pemeriksaan
laboratorium didapatkan Na 134 mEq/L (135-145 mmol/L),
K 5.9 mEq/L (3.5-5 mmol/L), Cl 101 mEq/L (95-105 mmol/L),
HCO3 22 mEq/L (18-22 mmol/L), BUN 52 mg/dL (8-21
mg/dL), Cr 1,5 mg/dL (0.8-1.3 mg/dL), Calsium 9,1 mg/dL
(8.8-10.3 mg/dl), GDS 1070 mg/dL, SGOT 17 U/L (5-30 U/L)
dan SGPT 15 U/L (5-30 U/L). Apa kemungkinan kondisi yang
akan terjadi pada pasien tersebut?
A. Penurunan kadar serum kalsium
B. Retensi fosfat oleh ginjal
C. Kehilangan natrium dari ginjal yang melebihi
kehilangan air
D. Supresi pengeluaran ADH
E. Deplesi total kalium tubuh

Jawaban: E. Deplesi total kalium tubuh


Diabetes Mellitus
• Hyperglycemic hyperosmolar state
– Pasien biasanya adalah geriatric dengan DM tipe 2,
terdapat riwayat beberapa hari/minggu mengalami
polyuria, BB turun dan berkurangnya intake per oral
yang menyebabkan menurunnya kesadaran, letargis
dan koma.
– Pemeriksaan fisik akan ditemukan dehidrasi,
hyperosmolalitas, hipotensi, takikardia dan penurunan
kesadaran.
– Tidak ditemukan pola napas kussmaul.
– HHS dicetuskan oleh keadaan seperti sepsis, infark
miokard, pneumonia dan lain-lain.

Harrison’s principles of internal medicine


DKA and HHS

Diabetic Ketoacidosis (DKA) Hyperglycemic Hyperosmolar State (HHS)

Plasma glucose >250 mg/dL Plasma glucose >600 mg/dL

Arterial pH <7.3 Arterial pH >7.3

Bicarbonate <15 mEq/L Bicarbonate >15 mEq/L

Moderate ketonuria or ketonemia Minimal ketonuria and ketonemia

Anion gap >12 mEq/L Serum osmolality >320 mosm/L

47
Diabetic Hyperglycemic Crises

Diabetic Ketoacidosis Hyperglycemic Hyperosmolar State


(DKA) (HHS)

Younger, type 1 diabetes Older, type 2 diabetes

No hyperosmolality Hyperosmolality

Volume depletion Volume depletion

Electrolyte disturbances Electrolyte disturbances

Acidosis No acidosis

48
Pemeriksaan Elektrolit
• Pada HHS terjadi osmotic diuresis sehingga elektrolit
terbuang ke dalam urin.
– Natrium
• Hiponatremia atau hypernatremia dapat terjadi.
• Pada hiperglikemia, pseudohyponatremia dapat terjadi akibat efek
osmosis dari glukosa yang menarik air ke vascular. Result of the
osmotic effect of glucose drawing water into the vascular space.
– Kalium
• Pasien KAD dan HHS akan mengalami osmotic diuresis yang akan
menyebabkan ekskresi berlebihan dari kalium.
• Pada pemeriksaan awal akan didapatkan peningkatan kadar kalium
serum akibat shifting dari kalsium intrasel ke dalam vasukular karena
kurangnya insulin namun demikian kadar total kalium tubuh
sebenarnya berkurang akibat osmotic diuresis yang terjadi pada pasien
KAD dan HHS.
– Kalsium
• Biasanya tidak berubah.
Soal no 8
• Tn. Ryo Shimazaki, 54 tahun, datang untuk
kontrol rutin ke RS. Pasien memiliki riwayat
hipertensi. Pasien tidak merokok ataupun
konsumsi alcohol. Saat ini pasien rutin
mengkonsumsi enalapril dan HCT. Pada
pemeriksaan fisik ddiapatkan TD 140/90 mmHg,
HR 80x/menit, RR 22x/mnt dan BMI 27 Kg/m2
serta lingkar pinggang 105 cm. Pada pemeriksaan
laboratorium didapatkan GDP 112 mg/dL,
Kolesterol total 220 mg/dL, LDL 140 mg/dL,
Trigliserida 240 mg/dL. Apa yang menjadi
penyebab dari kondisi pasien tersebut?
A. Gangguan sekresi insulin
B. Defisiensi insulin absolut
C. Resistensi insulin
D. Hipertensi
E. Autoimun

Jawaban: C. Resistensi insulin


Sindrom Metabolik
Pemeriksaan Penunjang

• Profil lipid, glukosa darah, Tes fungsi


hati, Urine lengkap , Tes fungsi ginjal,
TSH, EKG

• Skrining dianjurkan pada semua


pasien berusia ≥ 20 tahun, setiap 5
tahun sekali
Soal no 9
• Tn. Gilgamesh, 57 tahun, datang dengan keluhan mudah
lelah dan turun nafsu makan sejak 6 bulan SMRS. Pasien
juga mengalami penurunan berat badan sebanyak 7 kg.
Walaupun berat badan turun pasien merasa kedua kaki nya
bengkak. Terdapat riwayat hipertensi dan pasien rutin
konsumsi amlodipine. Pasien juga memiliki riwayat
merokok sejak 30 tahun terakhir dan pernah menggunakan
narkoba suntik. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD
130/80 mmHg, HR 84x/mnt, RR 22x/mnt, BMI 23 Kg/m2
dan JVP normal. Pada badan pasien didapatkan
ginekomastia dan spider nevi. Pada pemeriksaan jantung
didapatkan bunyi jantung normal dan tidak ada murmur.
Pada pemeriksaan abdomen didapatkan tidak ada nyeri
tekan dan shifting dullness (+). Pada tungkai didapatkan
pitting edema. Apakah kemungkinan penyebab dari kondisi
pasien tersebut?
A. Efek samping obat
B. Infeksi virus kronis
C. Cor pulmonal
D. Hipotiroidisme
E. Sindrom nefrotik

Jawaban: B. Infeksi virus kronis


Sirosis Hepatis
• Sirosis hepatis adalah stadium akhir fibrosis hepatik progresif
ditandai dengan distorsi arsitektur hepar dan pembentukan
nodul regeneratif.
• Terjadi akibat nekrosis hepatoseluler
– Sirosis hati kompensatabelum ada gejala klinis, namun
dapat ditemukan gejala awal mudah lelah, lemas, nafsu
makan berkurang, mual, BB turun
– Sirosis hati dekompensata gejala klinis yang jelas
(komplikasi gagal hati dan hipertensi porta)
• Etiologi:
- Alkohol, hepatitis, biliaris, gagal jantung, metabolik, obat
- Etiologi tersering di Indonesia: hepatitis B (40-50%)
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Soal no 10
• Ny.Najenda, 34 tahun, datang dengan keluhan
nyeri perut sejak 2 tahun SRMS. Nyeri dirasakan
sesekali setelah pasien makan namun tidak
selalu. Nyeri perut kadang diikuti dengan BAB
yang agak cair dan pasien merasa keluhan
membaik setelah BAB. Tidak ada demam, BB
turun atau darah pada BAB pasien. Pasien kadang
membeli obat di warung jika perut terasa
kembung dan sulit BAB. Apakah gambaran yang
akan ditemukan pada pemeriksaan pasien ini?
A. Abses kripta
B. Ulkus duodenum
C. Defisiensi asam folat
D. Atrofi vilus usus
E. Mukosa kolon normal

Jawaban: E. Mukosa kolon normal


IBS
• Irritable Bowel Syndrome (IBS)
– kelainan fungsional usus kronik berulang dengan
nyeri atau rasa tidak nyaman pada abdomen yang
berkaitan dengan defekasi atau perubahan
kebiasaan buang air besar setidaknya selama 3
bulan.
• Rasa kembung, distensi, dan gangguan
defekasi merupakan ciri-ciri umum dari IBS.
• Tidak ada bukti kelainan organik.
Konsensus IBS. Perhimpunan Gastroenterologi Indonesia. 2013
IBS

Konsensus IBS. Perhimpunan Gastroenterologi Indonesia. 2013


IBS
Kriteria diagnostik

New England Journal Of Medicine. 2017.


Pemeriksaan
• Pemeriksaan imaging:
– rontgen atau CT abdomen dan pelvis  normal
dan tidak diperlukan untuk diagnosis
• Colonoscopic  normal
– hanya dilakukan pada pasien dengan tanda
bahaya untuk menyingkirkan sebab organic
Tatalaksana IBS
• Non farmakologi
– IBS tipe konstipasi
• diet tinggi serat
– IBS tipe diare
• membatasi makanan yang mencetuskan gejala

• Farmakologi
– IBS-C
• bulking agent, laksatif, antagonis reseptor 5HT3 (prucalopride),
aktivator kanal klorida C2 selektif (lubiprostone)
– IBS-D
• antidiare (loperamide), antagonis reseptor 5HT3, antidepresan
– Nyeri, kembung dan distensi
• antispasmodik, antibiotik (rifaximin), probiotik, antidepresan

Konsensus IBS. Perhimpunan Gastroenterologi Indonesia. 2013


Soal no 11
• Ny.Recovery Girl, 68 tahun, datang dengan
keluhan kaku pada jari-jari yang dirasakan sejak 5
tahun SMRS. Kaku terutama dirasakan pada sendi
proksimal dan distal interphalang. Terdapat
riwayat DM, grave disease yang saat ini diobati
dengan terapi iodin radioaktif, perlemakkan
hepar non alkoholik dan hipertensi. Pada
pemeriksaan tanda-tanda vital dalam batas
normal dan BMI pasien 34 Kg/m2. Pemeriksaan
rheumatoid faktor negatif. Dari pemeriksaan
ekstremitas didapatkan gambaran berikut:
Apakah kemungkinan diagnosis pasien
tersebut?
a. Pseudogout
b. Gout
c. Ankylosing spondilitis
d. Osteoarthritis
e. Rheumatoid arthritis

Jawaban: D. Osteoartritis
Soal no 12
• Ibu Susi, 65 tahun, datang ke poliklinik dengan
keluhan nyeri pada lutut kiri. Nyeri dirasakan
terutama saat naik tangga. Pada pemeriksaan,
didapatkan TTV dalam batas normal, BB 70kg,
TB 155 cm. Krepitasi (+) pada pemeriksaan
lutut kiri. Dokter menduga pasien menderita
OA. Edukasi apa yang dapat diberikan pada
pasien tersebut?
a. Membatasi aktivitas fisik
b. Menurunkan berat badan
c. Olahraga
d. Memperbanyak minum susu kalsium
e. Konsumsi obat rutin

Jawaban: B. Menurunkan berat badan


11-12. Osteoartritis
• Kartilago: bantalan antara tulang untuk menyerap tekanan & agar
tulang dapat digerakkan.
• Osteoarthritis: degenerasi sendi  fungsi bantalan menghilang 
tulang bergesekan satu sama lain.

Harrison’s principles of internal medicine.


Pembebanan repetitif, obesitas, usia tua
Heberden’s & Bouchard’s nodes

Penyempitan celah sendi

Penipisan kartilago

Osteofit (spur formation)

Sklerosis

Harrison’s principles of internal medicine.


Tatalaksana OA
• Terapi Non farmakologi
– Edukasi pasien. (Level of evidence: II)
– Program penatalaksanaan mandiri (self-management
programs):modifikasi gaya hidup. (Level of evidence: II)
– Bila berat badan berlebih (BMI > 25), program penurunan
berat badan, minimal penurunan 5% dari berat badan,
dengan target BMI 18,5-25. (Level of evidence: I).
– Program latihan aerobik (low impact aerobic fitness
exercises). Level of Evidence: I)
– Terapi fisik meliputi latihan perbaikan lingkup gerak sendi,
penguatan otot- otot (quadrisep/pangkal paha) dan alat
bantu gerak sendi (assistive devices for ambulation): pakai
tongkat pada sisi yang sehat. (Level of evidence: II)
– Terapi okupasi meliputi proteksi sendi dan konservasi energi,
menggunakan splint dan alat bantu gerak sendi untuk
aktivitas fisik sehari-hari. (Level of evidence: II)
• Terapi Farmakologi: (lebih efektif bila
dikombinasi dengan terapi nonfarmakologi)
• Pendekatan terapi awal
– Untuk OA dengan gejala nyeri ringan hingga sedang,
dapat diberikan salah satu obat berikut ini, bila tidak
terdapat kontraindikasi pemberian obat tersebut:
• Acetaminophen (kurang dari 4 gram per hari).
• Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS). (Level of Evidence:
II)
– Paracetamol 4x500mg,
– Ibuprofen 3x 600-800 mg
– Na Diclofenac 50 mg t.i.d, Piroksikam 20 mg o.d, Meloksikam 7.5
mg o.d
– at risk for GI bleeding, may add PPI or use COX-2 inhibitors :
celecoxib
Tatalaksana OA
• Untuk OA dengan gejala nyeri ringan hingga sedang, yang memiliki
risiko pada sistim pencernaan (usia >60 tahun, disertai penyakit
komorbid dengan polifarmaka, riwayat ulkus peptikum, riwayat
perdarahan saluran cerna, mengkonsumsi obat kortikosteroid dan
atau antikoagulan), dapat diberikan salah satu obat berikut ini:
– Acetaminophen ( kurang dari 4 gram per hari).
– Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) topikal
– Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) non selektif, dengan
pemberian obat pelindung gaster (gastro- protective agent).
– Cyclooxygenase-2 inhibitor.
• Terapi pembedahan
– Artroskopi, Menisektomi, Artroplasti
Prinsip Tatalaksana Osteoartritis

Osteoarthritis: Diagnosis and Treatment.Am Fam Physician. 2012 Jan 1;85(1):49-56.


Ciri OA RA Gout Spondilitis
Ankilosa
Prevalens Arthritis
Female>male, >50
tahun, obesitas
Female>male
40-70 tahun
Male>female, >30
thn, hiperurisemia
Male>female,
dekade 2-3
Awitan gradual gradual akut Variabel

Inflamasi - + + +

Patologi Degenerasi Pannus Mikrotophi Enthesitis

Jumlah Sendi Poli Poli Mono-poli Oligo/poli

Tipe Sendi Kecil/besar Kecil Kecil-besar Besar

Predileksi Pinggul, lutut, MCP, PIP, MTP, kaki, Sacroiliac


punggung, 1st CMC, pergelangan pergelangan kaki & Spine
DIP, PIP tangan/kaki, kaki tangan Perifer besar

Temuan Sendi Bouchard’s nodes Ulnar dev, Swan Kristal urat En bloc spine
Heberden’s nodes neck, Boutonniere enthesopathy
Perubahan Osteofit Osteopenia erosi Erosi
tulang erosi ankilosis

Temuan - Nodul subkutan, Tophi, Uveitis, IBD,


Extraartikular pulmonari cardiac olecranon bursitis, konjungtivitis, insuf
splenomegaly batu ginjal aorta, psoriasis

Lab Normal RF +, anti CCP Asam urat


Soal no 13
• Tn.Berserker, 60 tahun, datang ke IGD dengan
keluhan nyeri dada kiri sejak 3 jam SMRS. Nyeri
dada disertai dengan mual, muntah dan keringat
dingin. Terdapat riwayat hypertensi, DM tipe 2
dan stenosis aorta. Riwayat merokok (+) sejak 45
tahun yang lalu. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan TD 85/55 mmHg, HR 50x/mnt, RR
18x/menit dan suhu 37.2C serta saturasi oksigen
98%. Pada pemeriksaan auskultasi didapatkan
bunyi jantung normal dan paru-paru tidak ada
kelainan. Pada pemeriksaan EKG didapatkan hasil
sebagai berikut:
13. Gambar EKG

Apakah kemungkinan mekanisme dari keluhan


pasien tersebut?
a. Inflamasi pericardium
b. Oklusi left anterior descending artery
c. Oklusi left circumflex artery
d. Oklusi left main coronary artery
e. Oklusi right coronary artery

Jawaban: E. Oklusi right coronary artery


13. Sindrom Koroner Akut
• Gejala khas
 Rasa tertekan/berat di bawah dada, menjalar ke lengan
kiri/leher/rahang/bahu/ulu hati.
 Dapat disertai berkeringat, mual/muntah, nyeri perut, sesak napas, & pingsan.

• Gejala tidak khas:


 Nyeri dirasakan di daerah penjalaran (lengan kiri/leher/rahang/bahu/ulu hati).
 Gejala lain berupa rasa gangguan pencernaan, sesak napas atau rasa lemah
yang sulit dijabarkan.
 Terjadi pada pasien usia 25-40 tahun / >75thn / wanita / diabetes / penyakit
ginjal kronik/demensia.

• Angina stabil:
 Umumnya dicetuskan aktivtas fisik atau emosi (stres, marah, takut),
berlangsung 2-5 menit,
 Angina karena aktivitas fisik reda dalam 1-5 menit dengan beristirahat &
nitrogliserin sublingual.

Penatalaksanaan STEMI, PERKI


13. Sindrom Koroner Akut
Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. Lipincott Williams & Wilkins; 2011.
13. ACS
13. ACS
Soal no 14
• Ny. Seryu, 40 tahun, datang dengan keluhan nyeri
perut sejak 1 tahun terakhir. Nyeri dirasakan pada
ulu hati dan sering membuat pasien terbangun
dari tidur malam. Tidak ada pernurunan berat
badan, mual atau muntah. Pasien lebih sering
makan sayur dan buah. Akhir-akhir ini pasien
mengeluh adanya keinginan untuk memakan
kertas dan es. Pada pemeriksaan endoskopi
didapatkan gambaran eritema dan ulkus pada
duodenum. Adanya keinginan pasien untuk
memakan kertas dan es berhubungan dengan…
a. Perdarahan kronis
b. Infeksi Helicobacter pylori
c. Intoleransi laktosa
d. GERD
e. Defisiensi vitamin B12

Jawaban: A. Perdarahan kronis


14. Anemia
• Menurut WHO, anemia merupakan keadaan
dimana terjadi pengurangan jumlah sel darah
merah, baik itu dalam kadar hemoglobin dan
atau hematokrit, selama volume darah total
dalam batas normal
• WHO memakai standard kadar Hb < 12,5 g/dL
untuk dapat menegakkan diagnosis anemia
• Di Amerika, digunakan batas Hb < 13,5 g/ dL
untuk laki-laki dan <12,5 dL untuk perempuan.
14. Gejala anemia
• Gejala dapat bervariasi
• Pada anemia karena
kehilangan darah yang akut,
lemah atau pun tidak
sadar.
• Sementara pada keadaan
pendarahan kronisbadan
lemah atau bahkan tidak
bergejala sama sekali.
• Pada anemia hemolisis
perubahan warna kulit
menjadi warna kuning
(ikterus) karena proses
hemolisis yang menghasilkan
bilirubin
14. Anemia Defisiensi Besi
• Kegagalan pembentukan hb akibat defisiensi besi yang
berperan dalam pembentukan heme.
Etiologi
• Perdarahan saluran cerna atau menstruasi
• Kurangnya besi dalam diet
• Gangguan penyerapan besi pada pasien dengan
gastrektomi
• Phlebotomi berulang
• Meningkatnya kebutuhan besi (terutama saat
hamil)
• Hemosiderosis
• hemoglobinuria (hemolysis intravaskular)
• Infeksi cacing tambang
Anemia Defisiensi Besi (tahapan
klinis)
14. Anemia Defisiensi besi

Harrison’s principles of internal medicine.


Anemia Defisiensi Besi (Tatalaksana)
• Suplemen Besi (Ferrous Sulfat)
– 300 mg/hari selama 6-12 bulan Atau sampai Hb normal + 8 minggu
(WHO)
– dapat ditambah suplemen vitamin C untuk menambah penyerapan
besi

• Terapi besi parenteral


 Iron dextran dapat diberikan secara IV atau IM
 Jarang diperlukan karena biasanya pasien berespon dengan terapi oral.
 Terapi ini berguna pada pasien yang absorbs besinya buruk.

• Transfusi PRC dibutuhkan


– bila Hb < 6g/dl atau
– Hb > 6g/dl dengan penyerta (dehidrasi, persiapan operasi, infeksi
berat, gagal jantung dan distress pernapasan)
Soal no 15
• Tn. Dr. Stylish, 60 tahun, datang dengan keluhan sesak
sejak 5 bulan SMRS. Pasien juga mengeluh batuk-batuk
berdahak. Terdapat riwayat hipertensi dan merokok
sejak 40 tahun yang lalu. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan TD 130/80 mmHg, HR 75x/mny dan RR
18x/mnt serta saturasi oksigen 95%. Pada pemeriksaan
auskultasi didapatkan penurunan suara napas paru.
Pada pemeriksaan spirometri didapatkan hasil FEV1
75% dan FEV1/FVC < 70%. Tidak ada perubahan berarti
dengan terapi bronkodilator. Apakah tindakan dibawah
ini yang paling efektif dalam menurunkan mortalitas
pasien tersebut?
a. Inhalasi kortikosteroid
b. Kortikosteroid oral
c. Antiboitik profilaksis
d. SABA
e. Berhenti merokok

Jawaban: E. Berhenti merokok


Soal no 16
• Seorang laki-laki berusia 65 tahun datang dengan
keluhan sesak nafas yang dirasakan sejak 3 bulan
terakhir. Setiap sesak, pasien mendengar suara
napasnya “ngik-ngik”. Sejak SMP pasien merokok
3 bungkus per hari. Riwayat sesak sebelumnya
disangkal. Pada pemeriksaan fisis pasien CM, TD
140/90, HR 90x/mnt, RR 20x/mnt, S 37 C.
Pemeriksaan paru didapatkan barrel chest, sela
iga melebar, pursed lip breathing (+), clubbing
finger (+). Pada auskultasi paru didapatkan
wheezing (+). Pemeriksaan baku emas untuk
menegakkan diagnosis pada kasus ini adalah…
a. Spirometri
b. Foto toraks
c. Pemeriksaan Gram sputum
d. Analisis gas darah
e. Kadar serum a1 antitripsin

Jawaban: A. Spirometri
15-16. PPOK
• Definisi PPOK
– Ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel
– Bersifat progresif & berhubungan dengan respons inflamasi paru
terhadap partikel atau gas yang beracun/berbahaya
– Disertai efek ekstraparu yang berkontribusi terhadap derajat penyakit

• Karakteristik hambatan aliran udara pada PPOK disebabkan oleh


gabungan antara obstruksi saluran napas kecil (obstruksi
bronkiolitis) & obstruksi parenkim (emfisema) yang bervariasi pada
setiap individu.

• Bronkitis kronik & emfisema tidak dimasukkan definisi PPOK


karena:
– Emfisema merupakan diagnosis patologi (pembesaran jalan napas
distal)
– Bronkitis kronik merupakan diagnosis klinis (batuk berdahak selama 3
bulan berturut-turut, dalam 2 tahun)
PPOK (klasifikasi)
Dalam penilaian derajat PPOK diperlukan beberapa penilaian seperti
• Penilaian gejala dengan menggunakan kuesioner COPD Assesment
Test (CAT) serta The modified British Medical Research Council
(mMRC) untuk menilai sesak nafas;
• Penilaian derajat keterbatasan aliran udara dengan spirometri
– GOLD 1: Ringan: FEV1 >80% prediksi
– GOLD 2: Sedang: 50% < FEV1 < 80% prediksi
– GOLD 3: Berat: 30% < FEV1 < 50% prediksi
– GOLD 4: Sangat Berat: FEV1 <30% prediksi
• Penilaian risiko eksaserbasi
15. PPOK
Anamnesis Pengukuran gejala sesak napas
• Sesak yang bersifat progresif dengan atau dapat dilakukan dengan
tanpa bunyi mengi beberapa kuesioner, yaitu:
• Riwayat merokok atau bekas perokok – COPD Assessment Test (CAT TM
dengan atau tanpa gejala pernapasan )
• Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna – Chronic Respiratory
di tempat kerja Questionnaire
• Riwayat penyakit emfisema pada keluarga – (CCQ® )
• Terdapat faktor predisposisi pada masa – St George’s Respiratory
bayi/anak, mis berat badan lahir rendah – Questionnaire (SGRQ)
(BBLR), infeksi saluran napas berulang, – Chronic Respiratory
lingkungan asap rokok dan polusi udara Questionnaire
• Batuk berulang dengan atau tanpa dahak – (CRQ)
• Penyakit komorbid seperti jantung, – Modified Medical Research
osteoporosis, keganasan Council
• Keterbatasan aktivitsd – (mMRC) questionnaire
• Riwayat pengobatan akibat penyakit paru

PPOK: diagnosis dan penatalaksanaan. PDPI 2016


Pemeriksaan Fisik PPOK
Inspeksi
• Pink puffer
– Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup
– Gambaran yang khas pada emfisema, mencucu)
penderita kurus, kulit kemerahan dan – Barrel chest (diameter antero - posterior dan
pernapasan pursed transversal sebanding)
– lips breathing – Penggunaan otot bantu napas
• Blue bloater – Hipertropi otot bantu napas
– Gambaran khas pada bronkitis kronik, – Pelebaran sela igaku
penderita gemuk sianosis, terdapat – Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat
denyut
edema tungkai dan ronki basah di basal
– vena jugularis di leher dan edema tungkai
paru, sianosis sentral dan perifer
• Palpasi: pada emfisema fremitus melemah, sela iga
• Pursed - lips breathing melebar
– Adalah sikap seseorang yang bernapas • Perkusi: pada emfisema hipersonor dan batas jantung
dengan mulut mencucu dan ekspirasi mengecil, letak diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah
yang memanjang. Sikap ini terjadi • Auskultasi
sebagai mekanisme tubuh untuk – suara napas vesikuler normal, atau melemah
mengeluarkan retensi CO2 yang yang – terdapat ronki dan atau mengi pada waktu
terjadi pada gagal napas kronik. bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa ekspirasi
memanjang
– bunyi jantung terdengar jauh, gagal jantung kanan
– terlihat denyut vena jugularis di leher dan edema
– tungkai
PPOK: diagnosis dan penatalaksanaan. PDPI 2016
Pemeriksaan Penunjang PPOK
• Uji spirometri  merupakan gold standar
– FEV1 / FVC < 70 % (GOLD); <75% (pneumobile Indonesia)
• Uji bronkodilator harus dilakukan ketika pasien secara klinis stabil dan bebas
dari infeksi pernapasan:
– FEV1 pasca bronkodilator < 80 % prediksi dan FEV1/FVC < 75%
menandakan ada hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversible
– Obstruksi saluran napas dinyatakan reversibel bila setelah pemberian
bronkodilator didapatkan FEV1 meningkat > 12% dan 200 ml dari nilai
awal
• Apabila spirometri tidak ada atau tidak memungkinkan:
– APE (arus puncak ekspirasi/ PEF Peak Expiratory Flow) dapat dipakai
sebagai alternatif untuk menunjang diagnosis
– memantau variabilitas harian pagi dan sore tidak lebih dari 20%
• Laboratorium darah: HB, Ht, trombosit, Leukosit, dan AGD
• Radiologi foto thoraks: Foto toraks PA dan lateral berguna untuk
menyingkirkan penyakit paru lain.
Penyakit Paru

Spirometri penyakit obstruktif


paru:
• Forced expiratory volume/FEV1 ↓
• Vital capacity ↓
• Hiperinflasi mengakibatkan:
– Residual volume ↑ Normal COPD
– Functional residual capacity ↑
Nilai FEV1 pascabronkodilator <80% prediksi memastikan ada
hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel.
1. Color Atlas of Patophysiology. 1st ed. Thieme: 2000.
2. Current Diagnosis & Treatment in Pulmonary Medicine. Lange: 2003.
3. Murray & Nadel’s Textbook of respiratory medicine. 4th ed. Elsevier: 2005.
4. PPOK: diagnosis dan penatalaksanaan. PDPI 2011
Radiologi PPOK
A. Pada emfisema terlihat:
– Hiperinflasi, Hiperlusen,
– Ruang retrosternal
melebar,
– Diafragma mendatar,
Jantung menggantung
(jantung
pendulum/teardrop/eye
drop).

B. Pada bronkitis kronik:


– Normal, Corakan
bronkovaskular bertambah
pada 21% kasus.
15. PPOK Eksaserbasi
• Eksaserbasi PPOK didefinisikan sebagai kondisi
akut yang ditandai dengan perburukan gejala
respirasi dan variasi gejala normal haran dan
membutuhkan perubahan terapi.
• Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi, polusi
udara, kelelahan atau timbulnya komplikasi
• Gejala eksaserbasi:
– Sesak bertambah
– Produksi sputum meningkat
– Perubahan warna sputum (sputum menjadi purulent)

PPOK Diagnosis dan Penatalaksanaan. PDPI. 2016


15. PPOK Eksaserbasi
• Eksaserbasi akut dibagi menjadi 3 menurut
Anthonisen 1987:
– Tipe I (eksaserbasi berat), memiliki 3 gejala
eksaserbasi
– Tipe 2 (eksaserbasi sedang), memiliki 2 gejala
eksaserbasi
– Tipe 3 (eksaserbasi ringan), memiliki 1 gejala
ditambah infeksi saluran napas atas lebih dari 5 hari,
demam tanpa sebab lain, peningkatan batuk,
peningkatan mengi atau peningkatan frekuensi
pernapasan >20% dari nilai dasar, atau frekuensi nadi
>20% dari nilai dasar.

PPOK Diagnosis dan Penatalaksanaan. PDPI. 2016


15. PPOK Eksaserbasi
• Tujuan tatalaksana akut adalah mengatasi segera
eksaserbasi yang terjadi dan mencegah terjadinya
gagal napas.
• Hal yang harus diperhatikan:
– derajat sesak,
– frekuensi nafas,
– pernafasan paradoksal,
– kesadaran, TTV,
– analisis gas darah,
– pneumonia

PPOK Diagnosis dan Penatalaksanaan. PDPI. 2016


15. Tatalaksana PPOK Eksaserbasi
• Terapi oksigen
– pertahankan saturasi 88-92%
– Sungkup venturi lebih akurat dan dapat mengontrol
pemberian oksigen dibanding kanula hidung
– Ventilasi mekanik. Indikasi: gagal nafas akut atau kronik.
• Bronkodilator  short acting beta-2 agonist (SABA)
• Kortikosteroid
– oral prednisone 40 mg/hari selama 5 hari atau
metilprednisolon 32 mg/hari dosis tunggal atau terbagi.
– Jika IV diberikan metilprednisolon 3 x30 mg sampai bisa
disulih ke oral.

PPOK Diagnosis dan Penatalaksanaan. PDPI. 2016


15. Tatalaksana PPOK Eksaserbasi
• Antioksidan
– N-asetilsistein 1200 mg/hari IV selama 5 hari atau
– erdostein 2 x300 mg/hari selama 7 hari
• Mukolitik
• Imunomodulator
– Echinacea purpurea 500 mg dan vitamin C 50 mg serta
mikronutrien (selenium 15 ug dan zink 10 mg) selama
2 minggu terutama yang disebabkan ISPA.
• Nutrisi
• Pemberian antibiotic adekuat
– terhadap S pneumonie, H influenzae, M catarrhalis

PPOK Diagnosis dan Penatalaksanaan. PDPI. 2016


15. PPOK Eksaserbasi
• Antibiotik diberikan pada
– Pasien PPOK eksaserbasi dengan semua gejala
cardinal (sesak napas yang bertambah, meningkatnya
jumlah sputum, dan bertambahnya purulensi sputum)
– Pasien PPOK eksaserbasi dengan dua dari gejala
cardinal, apabila salah satunya adalah bertambahnya
purulensi sputum
– Pasien PPOK eksaserbasi berat yang membutuhkan
ventilasi mekanis (invasive atau non-invasive)

PPOK Diagnosis dan Penatalaksanaan. PDPI. 2016


15. Berhenti Merokok
• Intervensi terapetik terpenting dalam manajemen PPOK
• Terdiri dari 5 fase :
– Prekontemplasi  Seseorang belum merencanakan perubahan
perilaku dalam enam bulan kedepan.
– Contemplasi  Seseorang mulai mempertimbangkan
perubahan perilaku dan berniat mengubah perilaku dalam enam
bulan.
– Persiapan  Seseorang telah berencana mengubah perilakunya
dalam enam bulan kemudian.
– Aksi  Seseorang telah melakukan perubahan selama lebih
kurang enam bulan.
– Maintenance  Seseorang telah mempertahankan perubahan
perilaku selama
– setidaknya enam bulan tetapi kurang dari lima tahun.
• Dapat dikombinasikan dengan nicotine replacement
therapy
Farmakologis
• Terapi pengganti nicotine : permen karet
nicotine, nicotine transdermal
• Antidepressant  bupropion (Zyban)
• Partial nicotine agonist  Varenicline
(Chantix).
• Agen lini ke 2  Nortryptiline
(antidepressant)
Soal no 17
• Seorang perempuan, usia 42 tahun, datang
dengan keluhan nyeri perut kanan atas sepulang
dari pesta. Terakhir di pesta dia mengonsumsi
steak sapi. Pada pemeriksaan didapatkan pasien
tampak sakit ringan, CM, tekanan darah 110/70
mm Hg, nadi 90x/menit, nafas 16x/menit, suhu
36 C, BB 65 kg, TB 152 cm. Konjungtiva tidak
pucat, sklera anikterik. Pada pemeriksaan
abdomen didapatkan nyeri tekan pada kuadran
kanan atas, bising usus normal. Kemungkinan
diagnosis pada pasien ini adalah...
a. Kolelitiasis
b. Koledokolitiasis
c. Kolesistitis
d. Kolangitis
e. Ulkus peptic

Jawaban: A. Kolelitiasis
17. PENYAKIT HEPATOBILIER
Lokasi Nyeri Anamnesis Pemeriksaan Pemeriksaan Diagnosis Terapi
Fisis Penunjang
Urea breath test (+): H.
pylori
Membaik dgn makan PPI: ome/lansoprazol
Endoskopi:
Nyeri epigastrik (ulkus duodenum), H. pylori:
Tidak spesifik eritema (gastritis akut) Dispepsia
Kembung Memburuk dgn makan klaritromisin+amoksili
atropi (gastritis kronik)
(ulkus gastrikum) n+PPI
luka sd submukosa
(ulkus)

Nyeri tekan & defans,


Gejala: mual &
perdarahan
muntah, Demam Peningkatan enzim Resusitasi cairan
Nyeri epigastrik retroperitoneal
Penyebab: alkohol amylase & lipase di Pankreatitis Nutrisi enteral
menjalar ke punggung (Cullen: periumbilikal,
(30%), batu empedu darah Analgesik
Gray Turner:
(35%)
pinggang), Hipotensi

Prodromal (demam,
Nyeri kanan atas/ Transaminase, Serologi
malaise, mual)  Ikterus, Hepatomegali Hepatitis Akut Suportif
epigastrium HAV, HBSAg, Anti HBS
kuning.
Risk: Female, Fat,
Fourty, Hamil Nyeri tekan abdomen
Nyeri kanan atas/ USG: hiperekoik dgn Kolesistektomi
Prepitasi makanan Berlangsung 30-180 Kolelitiasis
epigastrium acoustic window Asam ursodeoksikolat
berlemak, Mual, TIDAK menit
Demam

Resusitasi cairan
Nyeri epigastrik/ USG: penebalan dinding
Mual/muntah, AB: sefalosporin gen.
kanan atas menjalar Murphy Sign kandung empedu Kolesistitis
Demam 3 + metronidazol
ke bahu/ punggung (double rims)
Kolesistektomi
Kolelitiasis
• Definisi
– Batu di kandung empedu
– Empedu – garam empedu, phospholipid,
kolesterol; ↑ saturasi kolseterol di empedu +
mempercepat nukleasi + hypomotilitas kandung
empedu batu empedu
• Klinis
– Tipe: batu kolesterol 90%, batu pigmen 10%
– Kolik bilier: nyeri perut kanan atas atau
epigastrium, tiba2, bertahan 30 menit sd 3 jam,
menjalar ke scapula, mual
– Dipicu makanan berlemak
• Tata laksana
– Cholecystectomy (CCY), laparoscopic, jika
symptomatik
– Ursodeoxycholic acid (jarang) untuk batu
cholesterol jika tidak bisa operasi
• Komplikasi
– Kolesistitis
– Koledokolitiasis  kolangitis
Koledokolitiasis
• Definisi
– Batu di duktus biliaris
koledokus
• Klinis
– Asymptomatic (50%)
– Kolik bilier: nyeri perut
kanan atas atau
epigastrium, tiba2,
bertahan 30 menit sd 3
jam, menjalar ke scapula,
mual
– Obstruksi bilier  ikterik,
pruritis, mual
• Tata laksana
– ERCP & papillotomy
– CCY
• Komplikasi
– Cholangitis, cholecystitis,
pancreatitis, stricture
Kolesistitis
• Definisi
– Inflamasi dari kandung empedu
• Etiologi
– Obstruksi dari duktus sistikus akibat batu kantung
empedu (kolelitiasis)
• Manifestasi klinis:
– nyeri perut kuadran kanan atas, mual, muntah,
demam.
– Dapat ditemukan ikterik pada 15% pasien.
– Murphy’s sign positif spesifisitas 79-96% untuk
kolesistitis akut.
• Penunjang
– Lab: leukositosis, CRP meningkat. aminotransferase
meningkat sedang (biasanya <5 kali batas atas),
bilirubin meningkat ringan (<5 mg/dL)
– USG: ditemukan batu (90-95% kasus), tanda
inflamasi kandung empedu (penebalan
dinding/double rim cairan perikolesistik, dilatasi
duktus biliaris)
Harrison’s principles of internal medicine. 19th ed. McGraw-Hill
Pocket medicine. 4th ed. Lippincott Williams & Wilkins.
Diagnostic criteria and severity assessment of acute cholecystitis: Tokyo Guidelines. J Hepatobiliary Pancreat Surg. 2007 Jan; 14(1): 78–82.
Penyakit Hepatobilier
• Temuan USG kolesistitis:
– Sonographic Murphy sign
(nyeri tekan timbul ketika
probe USG ditekan ke arah
kandung empedu)
– Penebalan dinding kandung
empedu (>4 mm)
– Pembesaran kandung
empedu (long axis diameter
>8 cm, short axis diameter
>4 cm)
– Impacted stone,
pericholecystic fluid
collection
Diagnostic criteria and severity assessment of acute cholecystitis: Tokyo Guidelines. J Hepatobiliary Pancreat
Surg. 2007 Jan; 14(1): 78–82.
Penyakit Hepatobilier
Kolesistitis
• Terapi Medik
– Puasa, NGT, tatalaksana cairan & elektrolit
– NSAID untuk analgesik karena lebih sedikit menimbulkan
spasme sfingter Oddi daripada morfin.
– Antibiotik IV: piperacillin, ampicillin sulbactam,
ciprofloxacin, moxifloxacin, & sefalosporin generasi 3.
• Terapi Bedah
– Waktu optimal untuk operasi tergantung kestabilan pasien.
– Kolesistektomi dini (dalam 72 jam) merupakan terapi
pilihan pada sebagian besar pasien kolesistitis akut.
Kolangitis
• Definisi
– Obstruction duktus koledokus biliar  infeksi
sisi proximal dari obstruksi

• Etiologi:
– Batu duktus bilier/ koledokolitiasia (85%)
– Keganasan (biliar, pancreas) atau striktur jinak
– Infiltrasi cacing (Clonorchis sinensis,
Opisthorchis viverrini)

• Klinis
– Charcot’s triad: nyeri perut kanan atas, ikterik,
demam/menggigil; 70%
– Reynold’s pentad: Charcot’s triad + shock dan
gangguan kesadaran;15%

• Tata laksana
– Antibiotik (broad spectrum) :ampicillin +
gentamicin (atau levofloxacin) + MNZ (jika
berat); carbapenems; pip/tazo
– 20% butuh dekompresi bilier cito via ERCP
(papillotomy, extraksi, stent).
Soal no 18
• Seorang laki-laki usia 50 tahun datang dengan
keluhan batuk sejak 1 bulan terakhir. Keluhan
disertai sesak yang tidak membaik dengan
istirahat. Pada pemeriksaan fisik pasien CM, TD
130/70, HR 90x/mnt, RR 22x/mnt. Pemeriksaan
perkusi paru didapatkan pekak pada seluruh
lapangan hemithoraks kanan. Pada pemeriksaan
foto polos toraks didapatkan trakea dan
mediastinum tampak bergeser ke sisi kanan, dan
terdapat perselubungan homogen pada seluruh
hemithoraks dekstra. Diagnosis dari kasus
tersebut adalah...
a. Efusi pleura dextra
b. Atelektasis
c. Emfisema paru
d. Malignansi pada paru kanan
e. Bronkopneumonia

Jawaban: B. Atelektasis
18. Atelektasis
• Atelectasis describes the loss of lung volume due
to the collapse of lung tissue.
• Atelectasis can be divided pathophysiologically
into:
– Obstructive atelectasis
• consequence of blockage of an airway  the affected
regions become gasless and then collapse.
– Non obstructive atelectasis.
• loss of contact between the parietal and visceral pleurae,
parenchymal compression, surfactant dysfunction,
replacement of lung tissue by scarring or infiltrative disease,
and strong vertical acceleration forces.
Atelectasis
• Clinical manifestation (depends on
rapidity of occlusion
development)
– Pain on the affected side, sudden
onset of dyspnea, and cyanosis.
– Hypotension, tachycardia, fever,
and shock may also occur.
• Lung examination
– Dullness to percussion over the
involved area and diminished or
absent breath sounds. Mediastinal displacement,
opacification, and loss of volume
– The trachea and the heart may be are present in the right
deviated toward the affected side. hemithorax
Treatment
• Depends on etiology.
• Nonpharmacologic therapies for improving cough and
clearance of secretions from the airways:
– chest physiotherapy + postural drainage
– chest wall percussion and vibration
– forced expiration technique (huffing)
• Medication:
– Bronchodilators (beta agonists, methylxantine, anticholinergics)
• decrease muscle tone in both the small and large airways in the lungs,
thereby increasing ventilation
– Mucolytics (N-acetylsistein)
• May promote sputum removal of thick mucous plugs
– Antibiotics
• To treat underlying bronchitis or postobstructive infection
• Chronic atelectasis is treated with segmental resection or
lobectomy.
Soal no 19
• Ny. Capten Marvell, 22 tahun, datang dengan keluhan
mimisan sejak 30 menit SMRS. Pasien memiliki keluhan
yang sama 1 minggu yang lalu dan perdarahan berhenti
dengan penekanan. Pasien juga mengeluhkan mudah
memar sejak beberapa bulan belakangan. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan TD 120/90mmHg, HR
87x/mnt, RR 22x/mnt dan Suhu 37,2 C. Pada
pemeriksaan abdomen liver span 8 cm dan lien tidak
teraba. Terdapat ekimosis pada kedua kaki. Pada
pemeriksaan lab didapatkan Ht 45%, leukosit 5500,
trombosit 9000, fibrinogen 250 mg/dL (normal 150-
350 mg/dL) dan prothrombin time 13 detik. Apakah
kemungkinan penyebab kondisi pasien tersebut?
a. Aplasia sumsum tulang
b. Infiltrasi sumsum tulang oleh keganasan
c. Disseminated intravascular coagulation (DIC)
d. Destruksi platelet oleh imun
e. Von Willebrand disease

Jawaban: D. Destruksi platelet oleh imun


19. Idiopathic (Immune) Thrombocytopenic
Purpura
• Purpura trombositopenia imun merupakan penyakit autoimun yang
ditandai dengan trombositopenia menetap (angka trombosit darah
tepi <150.000 ml/dl) akibat autoantibodi yang mengikat antigen
trombosit menyebabkan destruksi prematur trombosit dalam
sistem retikuloendotelial terutama di limpa
• 10% ITP + anemia hemolitik autoimun  Evan’s syndrome
• Etiologi
– Primer: dx eksklusi
– Sekunder: virus (HIV, HCV, HBV, EBV), H. Pylori, ANA
– Anak: akut pasca infeksi
– Dewasa: kronik
• Manifestasi klinis: perdarahan mukokutan, petechiae, purpura.
Perdarahan spontan bila Tr <20,000/mm3
• Pemeriksaan lab
– BT, CT
– Hapus darah tepi: megakariosit
– Biopsi sumsum tulang: ↑ megakariosit
Mekanisme ITP
• Diawali dari adanya autoantibodi (sebagian besar
merupakan IgG) → melawan membran trombosit
glikoprotein IIb-IIIa atau Ib-IX.
• Antibodi antiplatelet berkerja sebagai opsonin yang dikenali
oleh reseptor IgG Fc pada makrofag → apabila ia melekat
pada trombosit, makrofag akan mengenali kompleks
tersebut sebagai substansi yang harus dihancurkan →
terjadi peningkatan destruksi platelet.
• ITP ringan:
• hanya trombosit yang diserang, dan
• megakariosit mampu mengkompensasi kondisi itu dengan jalan
meningkatkan produksi trombosit.
• ITP berat:
• autoantibodi juga menyerang megakariosit, sehingga produksi
trombosit juga menurun.
Anamnesis
• Onset pendarahan : ITP akut atau kronik.
• Ada tidaknya gejala sistemik: ITP primer atau sekunder.
• ITP akut:
• trombositopenia terjadi 1-3 minggu setelah infeksi virus atau
bakteri,
• biasanya pada anak-anak.
• ITP kronik:
• fluktuatif, episode pendarahan dapat berlangsung beberapa hari
sampai minggu, dapat intermiten atau bahkan terus-menerus.
• Umumnya pada usia 18-40 tahun dan
• 2-3 kali lebih sering terjadi pada wanita.
• Obat-obat pemacu kekambuhan: heparin, sulfonamid,
kuinin, dan aspirin
Pemeriksaan Fisik
• ITP akut:
• umumnya ringan dan
• lebih dari 90% penderita sembuh dalam 3-6 bulan karena
merupakan self-limited disease,
• bentuk pendarahannya adalah purpura pada kulit dan
mukosa (hidung, gusi, saluran cerna dan traktus
urogenital).
• ITP kronik:
• pendarahannya dapat berupa ekimosis, peteki, purpura;
• umumnya berat.
• Traktus urogenital merupakan tempat pendarahan paling
sering.
• Spleenomegali ringan tanpa limfadenopati dapat
dijumpai pada kedua ITP, namun hanya 10-20% kasus.
Pemeriksaan Penunjang
• Trombositopenia.
• Morfologi eritrosit, leukosit, dan retikulosit biasanya
normal, kadang dapat dijumpai adanya megatrombosit
• Bleeding time memanjang.
• Additional tests may be ordered to exclude other causes
of the thrombocytopenia when clinically indicated (e.g.,
HIV, ANA, TSH [hypothyroidism and hyperthyroidism can
cause thrombocytopenia], liver enzymes, Hep C ab).
• Pemeriksaan aspirasi sum-sum tulang hanya dilakukan pada
dewasa tua (>40 tahun), gambaran klinis tidak khas, atau
pasien yang tidak berespon baik terhadap terapi.
• Kecurigaan ITP sekunder → pemeriksaan laboratoris
diperlukan untuk menginvestigasi penyakit dasarnya.
Terapi ITP
• Pasien dengan angka trombosit (AT) >30.000/µL, asimptomatik atau
purpura minimal tidak diterapi rutin.
• Pengobatan dengan kortikosteroid diberikan bila terdapat
– pendarahan mukosa dengan AT <20.000/µL atau
– pendarahan ringan dengan AT <10.000/µL.
• Steroid yang diberikan adalah Prednison 1-2 mg/kgBB/hari, dievaluasi 1-2
minggu
– Bila responsif, dosin diturunkan perlahan hingga AT stabil atau dipertahankan
30.000-50.000/ µL.
– Prednison juga dapat diberikan dosis tinggi 4 mg/kgBB/hari selama 4 hari,
– bila tidak ada respon maka pengobatan yang diberikan hanya suportif.
• Pemberian suspensi trombosit dilakukan bila:
– AT <20.000/µL dengan pendarahan mukosa berulang;
– pendarahan retina;
– pendarahan berat;
– AT <50.000/µL;
– kecurigaan pendarahan intrakranial;
– menjalani operasi dengan AT <150.000/µL.
Soal no 20
• Ny. Rukia Kuchiki, 37 tahun datang dengan keluhan
penurunan berat badan, muntah, nyeri perut dan pusing saat
berdiri sejak 3 minggu SMRS. Terapat riwayat asma yang
terkontrol dengan inhalasi B2 agonist dan kortikosteroid
inhalasi. Selama 2 tahun terakhir pasien terkadang minum
prednisone oral jika asmanya kambuh. Pasien juga mengalami
hipotiroid yang diobati dengan levotiroksin. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan TD 90/60 mmHg dan HR 96x/mnt. Kulit pasien
tampak mengalami hiperpigmentasi dan beberapa bercak
vitiligo. Pada pemeriksaan lab didapatkan hyponatremia
ringan dan hyperkalemia dengan fungsi ginjal yang normal.
Pada pemeriksaan lanjutan didapatkan kadar serum kortisol
menurun. Apa kemungkinan penyebab insufisiensi adrenal
pada pasien tersebut?
a. Perdarahan adrenal
b. Tumor adrenal
c. Addison Disease
d. Insufisiensi adrenal sentral karena
penggunaan glukokortikoid
e. Infeksi HIV

Jawaban: C. Addison Disease


Addison Disease
• Addison disease (or Addison's
disease) is adrenocortical
insufficiency due to the destruction
or dysfunction of the entire adrenal
cortex.
• Sign and symptoms:
– Hyperpigmentation of the skin and
mucous membranes
– Dizziness
– Myalgias and flaccid muscle paralysis
– Impotence and decreased libido
– progressive weakness, fatigue, poor
appetite, and weight loss
• Defisiensi kortisol  penurunan
umpan balik pada aksis
hipotalamus-pituitary
meningkatkan kadar ACTH plasma
• Defisiensi mineralokortikoid
produksi renin meningkat oleh sel
juxtaglomerular di ginjal
Hiperpigmentasi daerah
friksi

Hiperpigmentasi mukosa
• 90% disebabkan oleh autoimun
• Penyebab lain: tuberkulosis, adrenalektomi, neoplasia, genetik,
iatrogenik, obat (eg. Etomidadinhibisi sintesis kortisol)
ILMU
BEDAH
Soal no 21
• Pasien usia 70 tahun datang dengan keluhan
BAB berdarah dan keluar benjolan sejak 2
bulan yang lalu dan memberat 5 hari ini,
pasien sering merasa BAB nya keras dan harus
mengedan agar BAB bisa dan keluar keluar
darah menetes setelah feses. Pada
pemeriksaan RT terdapat benjolan pada jam 6,
benjolan pasien saat ini menetap. Apakah
faktor risiko pada pasien tersebut?
a. Konstipasi
b. Karsinoma rectum
c. Fistula recti
d. Fissura recti
e. Abses perianal

Jawaban: A. Konstipasi
21. Hemoroid
Soal no 22
• Seorang anak laki-laki, 4 tahun, diantar ibunya ke
IGD RS dengan keluhan nyeri pada scrotum
kirinya sejak 2 jam yang lalu. Nyeri dirasakan
mendadak saat ia sedang bermain dengan
teman-temannya. Pada PF: TTV normal, scrotum
kiri tampak lebih pendek di banding scrotum
kontralateral. Pada pemeriksaan USG tidak
tampak vaskularisasi pada scrotum kiri. Berapa
lama sisa waktu optimal (golden periode) untuk
dilakukan tatalaksana pada pasien ini?
a. 6 jam
b. 4 jam
c. 8 jam
d. 2 jam
e. Tidak terbatas

Jawaban: B. 4 jam
22. Torsio Testis
Gejala dan tanda:
• Nyeri hebat pada skrotum yang mendadak
• Pembengkakan skrotum
• Nyeri abdomen
• Mual dan muntah
• Testis terletak lebih tinggi dari biasanya atau
pada posisi yang tidak biasa
RINGDAHL ERIKA,et al. Testicular Torsion
Am Fam Physician. 2006 Nov 15;74(10):1739-1743. Columbia, Missouri. In
http://www.aafp.org/afp/2006/1115/p1739.html
Ultrasound
• Normal: homogenous symmetric

Late ischemia/infarct: Early ischemia: enlargement, no Δ


hypoechoic echogenicity

• Hemorrhage: hyperechoic areas


in an infarcted testis,
heterogenous, extra testicular
fluids
• Penurunan Vaskularisasi
http://emedicine.medscape.com/article/2036003-treatment#a1156

Tatalaksana Torsio Testis


• Manual detorsion
– Dapat dilakukan saat pasien di IGD dan merupakan terapi
sementara
– Cara manual detorsion
• Seperti Opening of a book bila dokter berdiri di kaki pasien
• Sebagian besar torsio testis , terpelintir kearah dalam dan medial, sehingga
manual detorsion akan memutar testis kearah luar dan lateral
• Bila testis kiri yang terkena, dokter memegang testis dengan ibu jari dan
telunjuk kanan kemudian memutar kearah luar dan lateral 180derajat
• Rotasi testis mungkin memerlukan pengulangan 2-3 kali sampai detorsi
terpenuhi
– Bila berhasil (dikonfirmasi dengan USG color Doppler dan gejala
yang membaik)  terapi definitif masih harus dilakukan sebelum
keluar dari RS
• Surgical detorsion  Terapi definitif
• Untuk memfiksasi testis
• Tetap dilakukan walaupun,manual detorsion berhasil
• CITO bila manual detorsion tidak berhasil dilakukan
• Bila testis yang terkena sudah terlihat, testis dibungkus
kassa hangatuntuk memperbaiki sirkulasi dan menentukan testis
masih hidup atau tidak
• Orchiectomy  Bila testis telah nekrosis
Epididymitis
• Inflamasi dari epididimis
• Bila ada keterlibatan
testisepididymoorchit
is
• Biasanya disebabkan
oleh STD
• Common sexually
transmitted pathogen,
Chlamydia
PRESENTATION TREATMENT
• Nyeri skrotum yang • Oral antibiotic.
menjalar ke lipat paha dan • Scrotal elevation, bed rest,
pinggang.
&use of NSAID.
• Pembengkakan skrotum
karena inflamasi atau • Admission & IV drugs used.
hidrokel • In STD treat partner.
• Gejala dari uretritis, • In chronic pain do
sistitis, prostatitis.
epididymectomy.
• O/E tendered red scrotal
swelling.
• Elevation of scrotum
relieves painphren sign
(+)
Soal no 23
• Tn Harris, 30 tahun, mengalami kecelakaan lalu
lintas. Pasien korban tabrak lari, dan segera
dibawa ke IGD RS oleh keluarganya. Pasien
ditabrak dari samping ketika menyebrang jalan,
kesadaran pasien menurun serta mulut dan
hidung penuh darah. Saat pemeriksaan
didapatkan kesadaran somnolen, TD 100/70
mmHg, Nadi 96x/ menit, RR 30x/ menit, dan suhu
afebris. Dari pemeriksaan radiologis diadapatkan
fraktur le fort II. Tindakan pertama saat pasien
sampai UGD?
a. Pasang kateter uretra
b. Evaluasi tanda vital
c. Beri oksigen
d. Pasang pulse oximetri
e. Evaluasi jalan nafas

Jawaban: E. Evaluasi jalan nafas


23. Initial Assessment
Penderita trauma/multitrauma memerlukan penilaian dan pengelolaan yang
cepat dan tepat untuk menyelamatkan jiwa penderita. Waktu berperan
sangat penting, oleh karena itu diperlukan cara yang mudah, cepat dan tepat.
Proses awal ini dikenal dengan Initial assessment ( penilaian awal ).

Penilaian awal meliputi:


1. Persiapan
2. Triase
3. Primary survey (ABCDE)
4. Resusitasi
5. Tambahan terhadap primary survey dan resusitasi
6. Secondary survey
7. Tambahan terhadap secondary survey
8. Pemantauan dan re-evaluasi berkesinarnbungan
9. Transfer ke pusat rujukan yang lebih baik

ATLS Coursed 9th Edition


Primary Survey
A. Airway dengan kontrol servikal
1. Penilaian
a) Mengenal patensi airway ( inspeksi, auskultasi, palpasi)
b) Penilaian secara cepat dan tepat akan adanya obstruksi
2. Pengelolaan airway
a) Lakukan chin lift dan atau jaw thrust dengan kontrol servikal in-line
immobilisasi
b) Bersihkan airway dari benda asing bila perlu suctioning dengan alat yang
rigid
c) Pasang pipa nasofaringeal atau orofaringeal
d) Pasang airway definitif sesuai indikasi ( lihat tabell )
3. Fiksasi leher
4. Anggaplah bahwa terdapat kemungkinan fraktur servikal pada setiap
penderita multi trauma, terlebih bila ada gangguan kesadaran atau
perlukaan diatas klavikula.
5. Evaluasi

ATLS Coursed 9th Edition


ATLS Coursed 9th Edition
Cervical in-line immobilization
Indikasi Airway definitif
B. Breathing dan Ventilasi-Oksigenasi
1. Penilaian
a) Buka leher dan dada penderita, dengan tetap memperhatikan
kontrol servikal in-line immobilisasi
b) Tentukan laju dan dalamnya pernapasan
c) Inspeksi dan palpasi leher dan thoraks untuk mengenali
kemungkinan terdapat deviasi trakhea, ekspansi thoraks simetris
atau tidak, pemakaian otot-otot tambahan dan tanda-tanda cedera
lainnya.
d) Perkusi thoraks untuk menentukan redup atau hipersonor
e) Auskultasi thoraks bilateral
2. Pengelolaan
a) Pemberian oksigen konsentrasi tinggi ( nonrebreather mask 11-12
liter/menit)
b) Ventilasi dengan Bag Valve Mask
c) Menghilangkan tension pneumothorax
d) Menutup open pneumothorax
e) Memasang pulse oxymeter
3. Evaluasi

ATLS Coursed 9th Edition


C. Circulation dengan kontrol perdarahan
1. Penilaian
a) Mengetahui sumber perdarahan eksternal yang fatal
b) Mengetahui sumber perdarahan internal
c) Periksa nadi : kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoksus.
d) Tidak diketemukannya pulsasi dari arteri besar merupakan pertanda
diperlukannya resusitasi masif segera.
e) Periksa warna kulit, kenali tanda-tanda sianosis.
f) Periksa tekanan darah
2. Pengelolaan
a) Penekanan langsung pada sumber perdarahan eksternal
b) Kenali perdarahan internal, kebutuhan untuk intervensi bedah serta
konsultasi pada ahli bedah.
c) Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar sekaligus mengambil sampel darah
untuk pemeriksaan rutin, kimia darah, tes kehamilan (pada wanita usia
subur), golongan darah dan cross-match serta Analisis Gas Darah (BGA).
d) Beri cairan kristaloid yang sudah dihangatkan dengan tetesan cepat.
e) Pasang PSAG/bidai pneumatik untuk kontrol perdarahan pada pasienpasien
fraktur pelvis yang mengancam nyawa.
f) Cegah hipotermia
3. Evaluasi
ATLS Coursed 9th Edition
Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah
D. Disability
1. Tentukan tingkat kesadaran memakai skor
GCS/PTS
2. Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, reflek
cahaya dan awasi tanda-tanda lateralisasi
3. Evaluasi dan Re-evaluasi aiway, oksigenasi,
ventilasi dan circulation.

E. Exposure/Environment
1. Buka pakaian penderita, periksa jejas
2. Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan
tempatkan pada ruangan yang cukup hangat.
ATLS Coursed 9th Edition
Soal no 24
• James May, Anak laki-laki, 4 tahun, diantar
oleh ibunya ke poli dengan keluhan kulit pada
kelamin ditarik dan tidak bisa kembali sejak 2
jam yang lalu, anak belum dilakukan
sirkumsisi. Anak menangis karena nyeri, pada
pemeriksaan fisik didapatkan glans penis
terlihat sebagian, saat diperiksa preputium
tidak dapat ditarik dan menjepit pada corona
glandis. Diagnosis pada kasus ini adalah…
a. Fimosis
b. Parafimosis
c. Epispadia
d. Hipospadia
e. Balanitis

Jawaban: B. Parafimosis
24. Parafimosis
• Prepusium yang diretraksi Tatalaksana Parafimosis
hingga sulkus koronarius • Mengembalikan prepusium
tidak dapat dikembalikan secara manual dengan
pada posisi semula. memijat glans penis selama
3-5 menit untuk
• Retraksi prepusium ke prox mengurangi edema.
secara berlebihan  tidak • Bila tidak berhasil, perlu
dapat dikembalikan seperti dilakukan dorsum insisi.
semula  menjepit penis • Setelah edema dan reaksi
 obstruksi aliran balik inflamasi hilang 
vena superfisial  edema, sirkumsisi.
nyeri  nekrosis glans
penis.
Phimosis vs Paraphimosis
Phimosis Paraphimosis
• Prepusium tidak dapat • Prepusium tidak dapat
ditarik kearah proksimal ditarik kembali dan
• Fisiologis pada neonatus terjepit di sulkus
• Komplikasiinfeksi koronarius
– Balanitis • Gawat darurat bila
– Postitis – Obstruksi vena
– Balanopostitis superfisial  edema dan
nyeri  Nekrosis glans
• Treatment penis
– Dexamethasone 0.1% (6
weeks) for spontaneous
• Treatment
retraction – Manual reposition
– Dorsum incisionbila – Dorsum incision
telah ada komplikasi
Tatalaksana Fimosis
• Tidak dianjurkan melakukan dilatasi atau retraksi yang dipaksakan pada
penderita fimosis, karena akan menimbulkan luka dan terbentuk sikatriks
pada ujung prepusium sebagai fimosis sekunder.
• Bila fimosis tidak menimbulkan ketidaknyamanan dapat diberikan
penatalaksanaan non-operatif, misalnya seperti pemberian krim steroid
topikal yaitu betamethasone selama 4-6 minggu pada daerah glans penis.
• Pada fimosis yang menimbulkan keluhan miksi, menggelembungnya ujung
prepusium pada saat miksi, atau fimosis yang disertai dengan infeksi postitis
merupakan indikasi untuk dilakukan sirkumsisi. Tentunya pada balanitis
atau postitis harus diberi antibiotika dahulu sebelum dilakukan sirkumsisi.
• Fimosis yang harus ditangani dengan melakukan sirkumsisi bila terdapat
obstruksi dan balanopostitis. Bila ada balanopostitis, sebaiknya dilakukan
sayatan dorsal terlebih dahulu yang disusul dengan sirkumsisi sempurna
setelah radang mereda.

Purnomo, Basuki B. Dasar-Dasar Urologi. Edisi ketiga. Malang :Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya. 2011 : 14, 236-237
Definisi
Balanitis
• Balanitis adalah radang pada glans penis
• Posthitis adalah radang pada kulup.
• Radang pada kepala penis dan kulup (balanoposthitis) bisa juga terjadi.
• Pria yang mengalami balanoposthitis mengalami peningkatan resiko
berkembangnya balanitis xerotica obliterans, phimosis, paraphimosis, dan
kanker di kemudian hari.

Etiologi
• Penyebab paling umum dari balanitis
adalah kebersihan yang buruk.
• Lebih sering pada pasien dengan fimosis
Gejala
• Penderita merasa nyeri dan gatal, warna
kepala penis kemerahan dan bengkak.

Pengobatan
• Salah satu pengobatan terbaik balanitis adalah
menjaga kebersihan di kepala penis dan antibiotik.
• Saat fase akut tidak dilakukan tindakan operasi
• Jika sudah terlanjur kulup menutup maka harus
dilakukan penyunatan.
Soal no 25
• Seorang laki laki, 46 tahun, mengeluhkan keluar
benjolan dari sela paha kanan. Pasien bekerja
sebagai kuli bangunan sudah 30 tahun. Benjolan
keluar masuk. Benjolan keluar terutama saat
pasien batuk atau mengejan. Terkadang benjolan
mencapai scrotum kanan. Pemeriksaan tanda
vital TD 120/80 mmHG, Nadi 80x/ menit, RR 16x/
menit, dan suhu 36OC. Pada pemeriksaan tampak
benjolan di inguinal kanan, hiperemis (-), nyeri
tekan (-), Finger test (+). Kemungkinan diagnosis
pasien ini adalah…
a. Hernia inguinalis reponibel
b. Hernia inguinalis ireponibel
c. Hernia inguinalis medial
d. Hernia femoralis
e. Hernia scrotalis

Jawaban: A. Hernia inguinalis reponibel


25. Hernia
Tipe Hernia Definisi
Reponible Kantong hernia dapat dimasukan kembali ke dalam rongga
peritoneum secara manual atau spontan
Irreponible Kantong hernia tidak adapat masuk kembali ke rongga peritoneum

Inkarserata Obstruksi dari pasase usus halus yang terdapat di dalam kantong
hernia
Strangulata Obstruksi dari pasase usus dan obstruksi vaskular dari kantong
hernia  tanda-tanda iskemik usus: bengkak, nyeri, merah,
demam
Test Keterangan
Finger test Untuk palpasi menggunakan jari telunjuk atau jari kelingking pada anak dapat
teraba isi dari kantong hernia, misalnya usus atau omentum (seperti karet). Dari
skrotum maka jari telunjuk ke arah lateral dari tuberkulum pubicum, mengikuti
fasikulus spermatikus sampai ke anulus inguinalis internus. Dapat dicoba
mendorong isi hernia dengan menonjolkan kulit skrotum melalui anulus
eksternus sehingga dapat ditentukan apakah isi hernia dapat direposisi atau
tidak. Pada keadaan normal jari tidak bisa masuk. Dalam hal hernia dapat
direposisi, pada waktu jari masih berada dalam anulus eksternus, pasien diminta
mengedan. Bila hernia menyentuh ujung jari berarti hernia inguinalis lateralis,
dan bila hernia menyentuh samping ujung jari berarti hernia inguinalis medialis.

Siemen test Dilakukan dengan meletakkan 3 jari di tengah-tengah SIAS dengan tuberculum
pubicum dan palpasi dilakukan di garis tengah, sedang untuk bagian medialis
dilakukan dengan jari telunjuk melalui skrotum. Kemudian pasien diminta
mengejan dan dilihat benjolan timbal di annulus inguinalis lateralis atau annulus
inguinalis medialis dan annulus inguinalis femoralis.
Thumb test Sama seperti siemen test, hanya saja yang diletakkan di annulus inguinalis
lateralis, annulus inguinalis medialis, dan annulus inguinalis femoralis adalah ibu
jari.
Valsava test Pasien dapat diperiksa dalam posisi berdiri. Pada saat itu benjolan bisa saja
sudah ada, atau dapat dicetuskan dengan meminta pasien batuk atau
melakukan manuver valsava.
Soal no 26
• Tn. Mark Marquez, Seorang laki-laki, 26 tahun,
jatuh tertabrak mobil saat mengendarai sepeda
motor. Pasien ditolong oleh warga dan langsung
dibawa ke rumah sakit. Pasien mengeluh nyeri
pada bahu kiri, pada primary survey tidak
didapatkan kelainan. Pada Secondary survey
tampak deformitas pada area bahu kiri, nyeri
tekan (+), dan krepitasi (+), tidak tampak kelainan
di bagian tubuh lainnya. Dilakukan pemeriksaan
foto radiologi dengan hasil sebagai berikut:
Diagnosis yang tepat adalah…
a. Fraktur midclavicula
b. Fraktur clavicular 1/3 proksimal
c. Fraktur clavicula 1/3 distal
d. Fraktur costae
e. Fraktur humeri

Jawaban: A. Fraktur midclavicula


26. Fraktur Klavikula
Tipe I: Fraktur mid klavikula (Fraktur 1/3
tengah klavikula)
• Fraktur pada bagian tengah clavicula
• Lokasi yang paling sering terjadi
fraktur, paling banyak ditemui

Tipe II : Fraktur 1/3 lateral klavikula


Fraktur klavikula lateral dan ligament
korako-kiavikula, yang dapat dibagi:
– type 1: undisplaced jika ligament intak
– type 2: displaced jika ligamen korako-
kiavikula ruptur.
– type 3: fraktur yang mengenai sendi
akromioklavikularis.

Tipe III : Fraktur pada bagian proksimal


clavicula. Fraktur yang paling jarang
terjadi
Pemeriksaan Radiologis
• Pemeriksaan radiologis yang biasa dilakukan
adalah foto X-ray clavicle Anteroposterior (AP) 
pilihan utama dan cephalic tilt (15-45 derajat).
– Pada kasus trauma biasa digunakan min 2 sudut
berbeda PA/ AP dan axial view.
• Kelebihan foto clavicle AP pada kasus fraktur
klavikula antara lain:
– Gambar clavicula lebih terlihat jelas secara
keseluruhan.
– Melihat struktur lain yang terlibat dalam mekanisme
trauma: fraktur scapula, fraktur iga, atau
pneumothorax.
Soal no 27
• Laki-laki, 35 tahun, datang dengan keluhan
nyeri pada pinggang kanan menjalar sampai
buah zakar pada sisi yang sama. Pasien juga
mengeluh mual tapi tidak muntah. Pasien
mengeluh ada riwayat BAK berdarah dan
berpasir. Pada PF: tanda vital dalam batas
normal, nyeri ketok CVA kanan (+).
Kemungkinan diagnosis pasien ini adalah…
a. Batu ureter proksimal
b. Batu ureter media
c. Batu ureter distal
d. Batu kandung kemih
e. Batu uretra posterior

Jawaban: C. Batu ureter distal


27. Urolithiasis
• Urolitiasis  pembentukan batu
didalam sistem traktus urinarius
sehingga menimbulkan
manifestasi sesuai dengan
derajat penyumbatan yang
terjadi ginjal, ureter, kandung
kemih atau uretra.
• Gejala umum:
– Nyeri pada area flank
– Gejala iritatif saat BAK
– Nausea
– Hematuria  bila terjadi obstruksi
• Jenis batu saluran kemih:
– Kalsium Oksalat (56,3%),
– Kalsium Fosfat 9,2%,
– Batu Struvit 12,5%,
– Batu Urat 5,5% dan
– sisanya campuran.
Ginjal
• Ginjal  batas atas ginjal adalah vertebra
toraks kedua belas, dan batas bawah ginjal
adalah lumbal ketiga. Ginjal kanan terletak
sedikit lebih rendah (kurang lebih 1 cm)
dibanding ginjal kiri
• Fungsi ginjal :
– Eksresi produk sisa metabolik dan
bahkan kimia asing
– Pengaturan keseimbangan air dan
elektrolit, osmoalitas cairan tubuh dan
konsentrasi elektrolit, tekanan arteri,
keseimbangan asam-basa dan
metabolisme ion kalisum dan vitamin D
– Sekresi, metabolisme, dan eksresi
homon
– Glukoneogenesis
– Menghasilkan hormon antara lain:
eritropoetin, yang berperan dalam
pembentukan sel darah merah. Renin
yang berperan dalam mengatur tekanan
darah, serta hormon prostaglandin.
Ureter
• Ureter  berbentuk tabung kecil
yang berfungsi mengalirkan urine
dari pielum ginjal ke dalam buli-buli
• terdapat beberapa tempat yang
ukuran diameternya relatif lebih
sempit dari pada tempat lain
fungsinya  mencegah terjadinya
aliran balik urine dari vesika urinria
ke ureter atau refluks vesiko-ureter
pada saat buli-buli berkontaksi
Tempat-tempat penyempitan itu antara lain
adalah:
• Pada perabatasan antara pelvis renalis dan ureter atau pelvi
ureter junction
• Tempat ureter menyilang arteri iliaka di ronggo pelvis
• Pada saat ureter masuk ke vesika urinaria dalam posisi miring
dan berada di dalam otot vesika urinaria (intramural)

Ureter dibagi menjadi dua bagian

• ureter pars abdominalis (ureter proksimal), yaitu yang berada


dari pelvis renalis sampai menyilang vasa iliaka,
• ureter pars pelvika (ureter distal), yaitu mulai dari persilangan
dengan vasa iliaka sampai masuk buli-buli.
Vesika urinaria
• Vesika urinaria terdiri atas 3
permukaan, yaitu :
• Permukaan superior yang
berbatasan dengan ronggo
peritoneum
• Dua permukaan inferolateral
• Permukaan superior.
Permukaan superior
merupakan lokus minoris
(daerah terlemah) dinding
vesika urinaria.
• Vesika urinaria berfungsi
menampung urine dari
ureter dan kemudian
mengeluarkannya melalui
uretra dalam mekanisme
miksi
Uretra
• Uretra merupakan tabung yang
menyalurkan urine ke luar dari
vesika urinaria melalui proses
miksi.
• Secara anatomis uretra dibagi
menjadi 2 bagian yaitu
– uretra posterior tdd uretra pars
prostatia dan uretra pars
membranesa
– Uretra anterior tdd pars bulbosa, pars
penularis, fossa navukularis dan
meatus uretra eksterna
• Panjang uretra
– wanita  kurang lebih 3-5 cm
– uretra pria dewasa kurang lebih 23-25
cm (Perbedaan panjang inilah yang
menyebabkan keluhan hambatan
pengeluaran urine lebih sering ada
pria)
Nyeri Alih
Gambaran urolithiasis
Staghorn Stone
• Batu staghorn
seringkali tanpa
disertai gejala.
• Staghorn merupakan
batu saluran kemih
yang bercabang
menempati renal pelvis
dan setidaknya
menempati 1 sistem
kaliks.
• Gejala yang sering
pada pasien berupa ISK
dan hematuria.

https://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMicm0805190
https://www.uptodate.com/contents/diagnosis-and-acute-management-of-suspected-
nephrolithiasis-in-adults
Modalitas radiologi dalam diagnosis
Modalitas Sensitivitas (%) Spesifisitas (%) Kelebihan Kekurangan

USG 19 97 Terjangkau Kurang baik dalam visualisasi batu


ureter
Baik untuk melihat hidronefrosis

Tidak meradiasi
BNO 45-59 71-77 Terjangkau dan murah Kurang baik untuk melihat batu di
ureter media dan batu radiolusen
Digunakan sebagai pemeriksaan awal

IVP 64-87 92-94 Terjangkau Kualitas foto bervariasi

Memberikan informasi yang adekuat Butuh persiapan dan penggunaan


tentang batu (lokasi, radiodensitas, & kontras
ukuran), anatomi, dan fungsi kedua
ginjal
CT non-kontras 95-100 94-96 Paling definitif dan spesifik Mahal dan kurang terjangkau

Tidak menunjukkan derajat obstruksi Tidak mengukur fungsi ginjal


dengan jelas

Memberikan informasi tentang


kondisi selain sistem genitourinari
CT-urografi 100 100 Paling sensitif dan spesifik, dengan Mahal dan kurang terjangkau
dengan kontras mengevaluasi fungsi ginjal
https://www.uptodate.com/contents/diagnosis-and-acute-management-of-suspected-
nephrolithiasis-in-adults

BNO
• Foto polos abdomen dengan atau tanpa
persiapan (*persiapan berupa puasa agar
gambaran batu tidak terhalang usus).
• Baik untuk melihat bayangan, ukuran, dan posisi
batu.
• Indikasi:
– skrining untuk pemeriksaan kelainan-kelainan urologi
• Sensitivitas antara 44%-77%
• Baik untuk diagnosis batu kalsium dan batu
xystine  radio-opaque.
Batu Ginjal Batu Ureter Batu Staghorn Batu Ginjal
https://www.uptodate.com/contents/diagnosis-and-acute-management-of-suspected-
nephrolithiasis-in-adults
IVP (Intravenous Pyelography)

• Tipe X-ray yang dapat menggambarkan keadaan system


urinaria melalui bahan kontras radio-opak.
• Kontraindikasi:
– pasien dengan kelainan anatomi dan kelainan fungsi ginjal.
• Indikasi IVP :
– Nyeri pinggang
– Hematuria
– Frequency (sering miksi)
– Dysuria
– Suspected renal calculus
– Tumor ginjal
Pembacaan IVP :
Menit Uraian

0 Foto Polos Perut


5 Melihat fungsi ekskresi ginjal. Pada ginjal normal system pelvikaliseal sudah
tampak
15 Kontras sudah mengisi ureter dan buli-buli
30 Foto dalam keadaan berdiri, dimaksudkan untuk menilai kemungkinan
terdapat perubahan posisi ginjal (ren mobilis)
60 Melihat keseluruhan anatomi saluran kemih, antara lain: filling
defect,hidronefrosis, double system, atau kelainan lain.
Pasca Pada buli-buli diperhatikan adanya identasi prostat, trabekulasi, penebalan
miksi otot detrusor, dan sakulasi buli-buli.
Menilai sisa kontras (residu urine) dan divertikel pada buli-buli.
60 menit

30menit

15 menit

5 menit

Post miksi
https://www.uptodate.com/contents/diagnosis-and-acute-management-of-suspected-
nephrolithiasis-in-adults

USG (Ultrasonografi)

Gelombang suara Batu non opak Batu >5mm


(ultrasound) terdeteksi sebagai sensitifitas 95%
frekuensi 1-10 echoic shadow. dan dengan
MHz. spesifitas hampir
Mendeteksi batu 100%, batu yang
Aman, berkali- kali kaliks, pelvis,PUJ , lain 78% dan 31%
VUJ dan
Membedakan pelebaran sistem
antara massa traktur urinarius
padat (hiperekoik) bagian atas.
dengan massa
kistik (hipoekoik),
Indikasi :
• Kolik renal/ureter
• Suspek masa ginjal
• Ginjal yang tidak berfungsi pada urografi
• Hematuria
• Infeksi kemih yang rekuren
• Trauma
• Suspek penyakit polikistik
• Gagal ginjal dengan penyebab yang tidak diketahui
• Batu > 5 mm
• USG sukar untuk mendeteksi kalkuli
ureter, karena gas usus di atasnya, kecuali
kalkuli dalam ureter distal, di mana
kandung kemih penuh bertindak sebagai
akustik window
• Kalkuli tampak echogenic
Batu ginjal kiri Batu UVJ kiri
https://www.uptodate.com/contents/diagnosis-and-acute-management-of-suspected-
nephrolithiasis-in-adults

CT Scan tanpa kontras

• Diagnostik yang akurat


• 99% batu termasuk batu radiolusen akan
terlihat
• Membedakan komposisi batu
• Mengenal secondary sign
• Mahal dan tidak tersedia pada setiap daerah
CT Scan normal batu pelvis renal batu ureter
staghorn stone pelvocalic ginjal kiri. dilatasi ureter ,pelvocalic proximal ureter
Soal no 28
• Laki-laki, 40 tahun, datang ke RS dengan keluhan
nyeri ulu hati sejak 1 hari yang lalu, disertai
dengan mual dan muntah, dan terkadang diare.
TD 130/90 mmHg, Nadi 90x/ menit, RR 20x/
menit, dan suhu 38OC. Pada pemeriksaan fisik
bising usus menurun dan terdapat nyeri pada
epigastrium dan titik Mc Burney. Pemeriksaan
lab: Hb 14 g/dL, Ht 40%, Leukosit 18.000, hitung
jenis shift to the left, dan trombosit 300.000. Apa
kemungkinan diagnosis pasien tersebut?
a. Appendisitis
b. Kolesistitis
c. Kolangitis
d. Pankreatitis
e. Peritonitis

Jawaban: A. Appendisitis
28. Appendisitis
Sign of Appendicitis
Alvarado Score
Soal no 29
• Seorang anak laki-laki, usia 12 tahun,
mengeluhkan nyeri pada kaki kanan sejak 2
minggu yang lalu. Keluhan dirasa memberat
sejak 1 hari yang lalu. Pasien juga
mengeluhkan keterbatasan gerak oleh karena
nyeri. Riwayat trauma disangkal. Pada
pemeriksaan radiologi di dapatkan gambaran
brodies abcess pada metafisis.
Apa diagnosis pasien tersebut?
a. Osteomyelitis akut
b. Osteomyelitis subakut
c. Osteomyelitis kronis
d. Osteosarcoma
e. Ewing Sarcoma

Jawaban: B. Osteomyelitis subakut


29. Osteomyelitis
• Osteomyelitis is an inflammation of bone caused by an
infecting organism.
• It may remain localized, or it may spread through the
bone to involve the marrow, cortex, periosteum, and
soft tissue surrounding the bone.
• Based on the duration and type of symptoms:
Organisms Isolated in Bacterial
Osteomyelitis
Organism Comments
Staphylococcus aureus Organism most often isolated in all types
of osteomyelitis
Coagulase-negative staphylococci or Foreign-body–associated infection
Propionibacterium species
Enterobacteriaceae species Common in nosocomial infections and
orPseudomonas aeruginosa punchured wounds
Streptococci or anaerobic bacteria Associated with bites, fist injuries caused
by contact with another person’s mouth,
diabetic foot lesions, decubitus ulcers
Salmonella species orStreptococcus Sickle cell disease
pneumoniae

Lew DP, Waldvogel FA. Osteomyelitis. N Engl J Med 1997;336:999-1007.


Local signs (Acute)
• Calor, rubor, dolor, tumor
• Heat, red, pain or tenderness, swelling
• Initially, the lesion is within the medually cavity,
there is no swelling, soft tissue is also normal.
• The merely sign is deep tenderness.
• Localized finger-tip tenderness is felt over or
around the metaphysis.
• It is necessary to palpate carefully all metaphysic
areas to determine local tenderness,
pseudoparalysis
X-ray findings
• X-ray films are negative within 1-2 weeks
• Careful comparison with the opposite side may
show abnormal soft tissue shadows.
• It must be stressed that x-ray appearances are
normal in the acute phase.
• There are little value in making the early
diagnosis.
• By the time there is x-ray evidence of bone
destruction, the patient has entered the chronic
phase of the disease.
SUBACUTE HEMATOGENOUS
OSTEOMYELITIS
• More insidious onset and lacks the severity of
symptoms
• Diagnosis typically is delayed for more than 2
weeks.
• a pathogen is identified only 60% of the time
• S. aureus and Staphylococcus epidermidis
• The diagnosis often must be established by an
open biopsy and culture
Subacute Osteomyelitis Classification
Brodie’s abcess
• Bone abscess containing pus or jelly like
granulation tissue surrounded by a zone
of sclerosis
• Age 11-20 yrs, metaphyseal area, usually
upper tibia or lower femur
• Deep boring pain, worse at night,
relieved by rest
• Circular or oval luscency surrounded by
zone of sclerosis
• Treatment:
– Conservative if no doubt - rest +
antibiotic for 6 wks.
– if no response – surgical evacuation &
curettage, if large cavity - packed with
cancellous bone graft
Chronic osteomyelitis
• If any of sequestrum, abscess cavity, sinus tract
or cloaca is present. (Dead bone is present)

• Hematogenous infection with an organism of


low virulence may be present by chronic onset.
– Infection introduced through an external wound
usually causing a chronic osteomyelitis.
– It is due to the fact that the causative organism can lie
dormant in
– avascular necrotic areas occasionally becoming
reactive from a flare up.
PEMERIKSAAN RADIOLOGI
 Sekuestrum (bangunan dense dikelilingi
lusentulang yang mati dikelilingi oleh pus)
 Involucrum (pembentukan tulang baru di
sekitar tulang yang mengalami destruksi)
 Korteks menebal/sklerotik dan berkelok-kelok
 Kanalis medularis menyempit hingga
gambaran medula menghilang
Osteomyelitis, chronic. Sclerosing osteomyelitis
Osteomyelitis, chronic. Sequestrum of the lower tibia of the lower tibia. Note the bone expansion an
marked sclerosis.
TERAPI
Antibiotik Tindakan Operatif
• Bertujuan untuk : • Bertujuan untuk :
• Mencegah terjadinya – Mengeluarkan seluruh jaringan
penyebaran infeksi pada nekrotik, baik jaringan lunak
tulang sehat lainnya. maupun jaringan tulang (
• Mengontrol eksaserbasi sequesterum) sampai ke
jaringan sehat sekitarnya.
Selanjutnya dilakukan drainase
dan irigasi secara kontinu
selama beberapa hari.
– Sebagai dekompresi pada
tulang dan mencegah
penyebaran osteomyelitis lebih
lanjut
– Gips untuk mencegah patah
tulang patologik
Komplikasi
• Anemia
• Penurunan berat badan
• Kelemahan dan amiloidosis.
• Arhtritis purulenta
• Fraktur patologis
Soal no 30
• Pasien laki-laki, 20 tahun, datang ke UGD
diantar keluarganya dengan keluhan nyeri
lutut sebelah kiri sejak 1 jam yang lalu. Pasien
terjatuh pada pertandingan bola basket. TD:
120/80 mmHg, RR: 22 x/mnt, N: 88 x/mnt, S:
36,6OC. Pemeriksaan status lokalis: lutut kiri
nyeri, bengkak, ngilu, dan terdengar bunyi klik
saat digerakan. Pemeriksaan penunjang yang
tepat untuk mendiagnosis penyakit pasien ini
adalah…
a. EMG
b. MRI
c. CT Scan
d. USG
e. Foto polos genue AP/Lat

Jawaban: B. MRI
30. Cedera Meniskus
• Sering terjadi pada
olahraga yang melibatkan
gerakan berputar dan
squat seperti pada bola
basket, sepak bola atau
bulu tangkis.
• Mekanisme cedera
meniskus
– akibat gerakan berputar
dari sendi lutut
– akibat gerakan squat atau
fleksi (menekuknya) sendi
lutut yang berlebihan.
Tes-tes Meniskus Pada Regio Knee (Lutut)

Tes Apley
• Posisi pasien : telungkup,
dengan lutut fleksi ± 90˚.
• Pegangan : pada kaki disertai
dengan pemberian tekanan
vertikal ke bawah
• Gerakan:
• Putar kaki ke eksorotasikompresi
pada meniscus lateralis
• Putar kaki endorotasikompresi
pada meniscus medialis
• Positif bila ada nyeri dan bunyi
“kIik”.
Tes McMurray
• Posisi pasien : telentang dengan
pancjgul ± 110˚ fIeksi, tungkai
bawah maksimal feksi.
• Pegangan : tangan pasif pada
tungkai atas sedekat mungkin
dengan lutut, tangan aktif
memegang kaki.
• Gerakan :
• Tungkai bawah ekstensi disertai
dengan tekanan ke valgus dan
eksorotasiprovokasi nyeri pada
meniscus Iateralis dan bunyi “kIik”
• Gerakan tungkai bawah ekstensi
disertai dengan tekanan ke varus dan
endorotasi provokasi nyeri pada
meniscus medialis dan bunyi “kIik”
Tes Steinman
• Posisi pasien : telentang,
dengan lutut lurus
• Pegangan: tangan aktif pada
kaki, tangan pasif memegang
lutut dari arah depan dengan
ibu jari memberi tekanan pada
celah sendi bagian medial (letak
berpindah-pindah) untuk
provokasi nyeri tekan.
• Gerakan :
• Gerakkan tungkai bawah ke arah
fleksi dan ekstensi
• Positif bila ada nyeri tekan yang
berpindah letak saat posisi lutut
(ROM) berubah.
Pemeriksaan Penunjang
• X Ray:
– tidak dapat digunakan untuk melihat struktur meniscus
– pada beberapa kasus dapat ditemukan tanda sekunder dari rupture
meniscus berupa soft tissue swelling, namun sangat jarang.
• USG:
– memiliki keterbatasan dalam diagnosis rupture meniscus, karena
struktur meniscus terletak sangat dalam.
– Namun pada beberapa studi dalam diagnosis rupture meniscus, USG
memiliki sensitifitas 83-100% dan spesifisitas 71-89%.
– Hasil pemeriksaan USG masih perlu dibandingkan dengan MRI.
• MRI:
– merupakan gold standard dalam menegakkan diagnosis rupture
meniscus.
– MRI dapat menentukan derajat berat rupture dan tipe rupture dari
meniscus.
– MRI juga merupakan pemeriksaan yang paling sensitive dalam
mendeteksi rupture meniscus yang sangat kecil.
https://www.uptodate.com/contents/meniscal-injury-of-the-
knee?search=meniscus%20tear&source=search_result&selectedTitle=1~55&usage_type=default&display_rank=1
USG
USG
Penanganan Awal Cedera Muskuloskeletal
Fase Akut: Surgical Intervention
• Lakukan RICE (Rise, Ice, • Most meniscal tears do not
heal without intervention
Compression, Elevation) • Indication:
• untuk mencegah pembengkakan – symptoms persist
• Pemberian NSAID untuk – if the patient cannot risk the delay
of a potentially unsuccessful period
mengurangi nyeri of observation (eg, elite athletes),
– in cases of a locked knee, surgical
• Fisioterapi • Untreated tears may increase
• to strengthen muscles around the in size and may abrade
knee to prevent joint instability articular cartilage, resulting in
• Goals are to: arthritis
• minimize the effusion • The basic principle of
• normalize gait meniscus surgery is to save the
• normalize pain-free range of meniscus
motion – preserving as much normal
meniscus as possible
• prevent muscular atrophy
• maintain proprioception
• maintain cardiovascular fitness http://emedicine.medscape.com/article/90661-treatment
Tatalaksana Cedera Ringan
Tahap I Tahap II
• Segera setelah terjadi • Pemberian kompres
cedera 0 - 24 jam panas dilakukan dalam
• Gunakan metode RICE waktu 24-36 jam setelah
Yaitu : cedera hampir normal
– R- Rest- diistirahatkan • Jika cedera hampir
– I – Ice -didinginkan, normal :
kompres dingin membiasakan melepas
– C- Compression- balut deker/pembalut tekan
tekan
– E - Elevation
dilatih dari gerak pasif ke
aktif
• Jika sudah sembuh
latihan dapat dilanjutkan
Soal no 31
• Pria, 28 tahun, datang ke UGD dlm keadaan
lemah setelah terjatuh dari motor 2 jam yang
lalu. Vital sign, TD 90/50mmHg, terdapat
jejas/luka memar dan nyeri perut pada
hipokondrium sinistra. Nyeri drasakan pada
puncak bahu kiri (Kehr’s sign). Teraba massa di
abdomen kiri dengan perkusi pekak dan perut
mengalami distensi tegang. Diagnosis pasien
ini adalah…
a. Trauma lambung
b. Trauma colon desenden
c. Trauma limpa
d. Trauma hepar
e. Trauma ginjal sinistra

Jawaban: C. Trauma limpa


31. Abdominal Injuries
Ruptur organ berongga Ruptur Organ Solid
• Akan mengeluarkan udara • Menyebabkan perdarahan
dan cairan/sekret GIT yang internal yang berat
infeksius • Darah pada rongga
• Sangat mengiritasi peritoneum peritonitis
peritoneumperitonitis • Terlihat gejala syok akibat
perdarahan hebat
– Gejala peritonitis dapat tidak
terlalu terlihat
Pattern of Injury in Blunt Abdominal Trauma

Spleen 40.6% Colorectal 3.5%

Liver 18.9% Diaphragm 3.1%

Retroperitoneum 9.3% Pancreas 1.6%

Small Bowel 7.2% Duodenum 1.4%

Kidneys 6.3% Stomach 1.3%

Bladder 5.7% Biliary Tract 1.1%

* Rosen: Emergency Medicine (1998)


Trauma Abdomen
Soal no 32
• Ruud van Nistelroy, laki-laki usia 35 tahun, sedang
bermain sepak bola. Tiba-tiba lututnya di tendang
oleh lawannya. Keluhan nyeri dan terdapat
bengkak di bawah lutut kanan. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan kesadaran compos mentis, tanda
vital dalam batas normal, status lokalis: arteri
dorsalis pedis tidak teraba, gerakan tungkai
bawah terbatas karena nyeri. Berdasarkan
anatomi yang anda ketahui, arteri manakah yang
mengalami cedera?
a. Arteri tibialis posterior
b. Arteri tibialis anterior
c. Arteri peroneus
d. Arteri femoralis
e. Arteri poplitea

Jawaban: B. Arteri tibialis anterior


32. Vaskularisasi Tungkai Bawah
Soal no 33
• Seorang pria usia 61 tahun datang ke poliklinik
dengan keluhan berkemih tidak lampias sejak
dua bulan yang lalu. Keluhan disertai nyeri
saat berkemih dan kadang berdarah saat
berkemih. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
nyeri regio suprapubik. Pada colok bubur
didapatkan pool atas prostat tidak teraba,
permukaan licin, dan tidak nyeri. Diagnosis
yang paling mungkin adalah…
a. Pembesaran prostat jinak
b. Prostatitis akut
c. Prostatitis kronik
d. Vesikolithiasis
e. Uretrolithiasis

Jawaban: A. Pembesaran prostat jinak


33. BPH
BPH

adalah pertumbuhan
berlebihan dari sel-sel
prostat yang tidak ganas.
Pembesaran prostat jinak
diakibatkan sel-sel prostat
memperbanyak diri
melebihi kondisi normal,
biasanya dialami laki-laki
berusia di atas 50 tahun
yang menyumbat saluran
kemih.
NORMAL TIDAK NORMAL
Diagnosis of BPH
• Symptom assessment
– the International Prostate Symptom Score (IPSS) is recommended as it is used
worldwide
– IPSS is based on a survey and questionnaire developed by the American Urological
Association (AUA). It contains:
• seven questions about the severity of symptoms; total score 0–7 (mild), 8–19 (moderate),
20–35 (severe)
• eighth standalone question on QoL
• Digital rectal examination(DRE)
– inaccurate for size but can detect shape and consistency
• Prostat Volume determination- ultrasonography
• Urodynamic analysis
– Qmax >15mL/second is usual in asymptomatic men from 25 to more than 60 years of
age
• Measurement of prostate-specific antigen (PSA)
– high correlation between PSA and Prostat Volume, specifically Trantitional Zone
Volume
– men with larger prostates have higher PSA levels 1

– PSA is a predictor of disease progression and screening tool for CaP


– as PSA values tend to increase with increasing PV and increasing age, PSA may be
used as a prognostic marker for BPH
Gambaran BNO IVP
Pada BNO IVP dapat ditemukan:
• Indentasi caudal buli-buli
• Elevasi pada intraureter
menghasilkan bentuk J-ureter
(fish-hook appearance)
• Divertikulasi dan trabekulasi
vesika urinaria

“Fish Hook appearance”(di tandai


dengan anak panah)

Indentasi caudal buli-buli


Pada USG (TRUS, Transrectal
Ultrasound)
• Pembesaran kelenjar
pada zona sentral
• Nodul hipoechoid atau
campuran echogenic
• Kalsifikasi antara zona
sentral
• Volume prostat > 30 ml 8

CT Scan:
• Tampak ukuran prostat
membesar di atas ramus superior
simfisis pubis.
Derajat BPH, Dibedakan menjadi 4
Stadium :
 Stadium 1 :
Obstruktif tetapi kandung kemih masih
mengeluarkan urin sampai habis.

 Stadium 2 : masih tersisa urin 60-150 cc.

 Stadium 3 : setiap BAK urin tersisa kira-kira 150 cc.

 Stadium 4 :
retensi urin total, buli-buli penuh pasien tampak
kesakitan urin menetes secara periodik.
Grade Pembesaran Prostat
Rectal Grading
Dilakukan pada waktu vesika urinaria kosong :
• Grade 0 : Penonjolan prostat 0-1 cm ke dalam rectum.
• Grade 1 : Penonjolan prostat 1-2 cm ke dalam rectum.
• Grade 2 : Penonjolan prostat 2-3 cm ke dalam rectum.
• Grade 3 : Penonjolan prostat 3-4 cm ke dalam rectum.
• Grade 4 : Penonjolan prostat 4-5 cm ke dalam rectum.
Kategori Keparahan Penyakit BPH Berdasarkan
Gejala dan Tanda (WHO)
Keparahan Skor gejala AUA Gejala khas dan tanda-tanda
penyakit (Asosiasi Urologis
Amerika)
Ringan ≤7 • Asimtomatik (tanpa gejala)
• Kecepatan urinari puncak < 10 mL/s
• Volume urine residual setelah
pengosongan 25-50 mL
• Peningkatan BUN dan kreatinin serum

Sedang 8-19 Semua tanda di atas ditambah obstruktif


penghilangan gejala dan iritatif
penghilangan gejala (tanda dari detrusor
yang tidak stabil)
Parah ≥ 20 Semua hal di atas ditambah satu atau
lebih komplikasi BPH
Algoritma manajemen terapi BPH
BPH

Menghilangkan gejala Menghilangkan gejala Menghilangkan gejala parah


ringan sedang dan komplikasi BPH

Watchful Operasi
waiting
α-adrenergik α-adrenergik
antagonis atau antagonis dan 5-α
5-α Reductace
Reductace inhibitor inhibitor

Jika respon Jika respon Jika respon Jika respon tidak


berlanjut tidak berlanjut, berlanjut berlanjut, operasi
operasi
Soal no 34
• Bayi umur 2 hari datang ke IGD RS dengan
keluhan muntah-muntah dan tidak mau
minum susu. Muntah berwarna hijau dan
sejak 2 hari belum buang air besar. Bayi
tampak dehidrasi, pemeriksaan fisik
ditemukan anus normal, perut distensi, dan
peristaltic meningkat. Pemeriksaan colok
dubur didapatkan tinja menyemprot.
Manakah penanganan pasien yang paling
tepat?
a. Bayi tetap diberi ASI
b. Pemeriksaan yang paling akurat untuk diagnosis pasti
adalah CT scan abdomen
c. Rectal biopsy dapat dilakukan pada keadaan acute
d. Rectal biopsy harus dilakukan secepatnya untuk
diagnosis pasti
e. Abdominal X-ray dan barium enema harus dilakukan
setelah kondisi akut dapat ditangani

Jawaban: E. Abdominal X-ray dan barium enema harus


dilakukan setelah kondisi akut dapat ditangani
34. Hirschsprung
• Suatu kelainan bawaan
berupa aganglionik usus,
mulai dari spinchter ani
interna kearah proksimal
dengan panjang yang
bervariasi, tetapi selalu
termasuk anus dan setidak-
tidaknya sebagian rectum
dengan gejala klinis berupa
gangguan pasase usus.
• Tidak terdapat ganglion
Meisner dan Auerbach
EPIDEMIOLOGI
1 diantara 5000
kelahiran hidup

Laki-laki > wanita

Faktor genetik
ETIOLOGI

Kegagalan
perkembangan Tidak terdapatnya sel Terbentuknya
pleksus submukosa ganglion parasimpatis panjang terminal
Meissner dan pleksus dari pleksus Auerbach aganglionik usus
mienteric Auerbach di colon besar yang bervariasi
di usus besar
PATOFISIOLOGI
Gagal migrasi bakal sel
ganglion dari cranio- caudal
Minggu 5 – 12

Segmen
aganglionik
Peristaltik propulsif Ganglion
tidak ada, sfingter ani parasimpatik
internus gagal intramural tidak ada
mengendur pada
distensi rectum
Colon tidak
Defekasi terganggu
mengembang

obstruksi Distensi abdomen konstipasi


MANIFESTASI KLINIS

KETERLAMBATAN EVAKUASI MEKONIUM

MUNTAH HIJAU

DISTENSI ABDOMEN
DIAGNOSA

GAMBARAN KLINIS

COLOK DUBUR

PEM.PENUNJANG :
BNO POLOS BARIUM
Gambaran ENEMA
hearing bone Gambaran
zona transisi
• Darm kontur: terlihatnya bentuk usus pada
abdomen
• Darm Steifung: terlihatnya gerakan peristaltik
pada abdomen
Rontgen :
• Abdomen polos
– Dilatasi usus
– Air-fluid levels.
– Empty rectum
• Contrast enema
– Transition zone
– Abnormal, irregular contractions of
aganglionic segment
– Delayed evacuation of barium
• Biopsy :
– absence of ganglion cells
– hypertrophy and hyperplasia of nerve
fibers,
PENATALAKSANAAN
• Prinsip terapi
– mengatasi obstruksi,
– mencegah terjadinya enterocolitis
– membuang segmen aganglionik
– mengembalikan kontinuitas usus
TERAPI

SEMENTARA COLOSTOMY

PEMBEDAHAN
RECTOSIGMOIDESTOMY
CARA SWENSON

DEFINITIF

ANASTOMOSE
COLOANAL CARA
DUHAMEL DAN SOAVE
Soal no 35
• Tn Erwin, 26 tahun, datang ke poli paru dengan
keluhan sesak napas sejak 2 hari yang lalu.
Keluhan sesak muncul secara spontan. Keluhan
sesak dirasakan semakin lama semakin berat. TD
110/70 mmHg, Nadi 80x/ menit, RR 30x/ menit,
dan suhu afebris. Pemeriksaan fisik toraks
asimetris. Paru kiri : vesikuler menurun,
hipersonor, suara napas menurun. Paru kanan:
suara napas vesikuler dan tidak ada suara napas
tambahan. Diagnosisnya adalah…
a. Pneumotoraks kiri
b. Pneumonia
c. Bronkiektasis
d. Efusi pleura kiri
e. Tumor paru kiri

Jawaban: A.Pneumotoraks kiri


35. Pneumothorax
Definisi: Pneumotoraks udara bebas di dalam rongga pleura

KIRCHER & SWARTEL

• A.B–a.b X 100% = LUAS PNEUMOTORAK


• A.B
Jenis pneumotorak berdasarkan fistel

• Pneumotorak tertutup (Simple Pneumothorax)


– Setelah terjadi pneumotorak vistel tertutup secara
spontan
• Pneumotorak terbuka (Open Penumothorax)
– Ada hub antara pleura dengan brokus
– Ada hub antara pleura dengan dinding dada
• Pneumotorak ventil (Tension Pneumothorax)
– Berbahaya oleh karena termasuk kegawatan paru
– Sifat ventil dimana udara bisa masuk tapi tidak
bisa keluar
– Gejala mendadak dan makin lama makin berat
– Segera pasang wsd atau mini wsd ( kontra ventil )
Jenis Pneumotorak Menurut kejadian
 P. spontan
 Primer ( idio patik )

 Sekunder ( disertai py dasar )

 P. traumatik
 P. iatrogenik ( oleh karena efek samping
tindakan )
 P. katamenial
 Terapeutik
Udara

Ruptur / kebocoran
dinding alveol

Intertisial paru

Septa lobuler

Perifer Sentral
 
Bleb Pneumomediastinum

Distensi

Pecah Pato fisiologi

Pneumotoraks
Diagnosis pneumotorak
 Anamnesis
o Gejala penyakit dasar Ro: -Paru kolaps
o Sesak napas mendadak -Pleural line
o Nyeri dada -Daerah avascular
o Tanpa atau dg penyakit paru
sebelumnya
-Hiper radiolusen
• PF ; Takipnea Taki kardi
-Sela iga melebar
• PF Paru -tanda-tanda
In : Tertinggal pada pendorongan
pergerakan napas lebih
cembung , sela iga Kalau kurang jelas ro
melebar
torak CT Scan Thorak
Pal : Fremitus melemah ,
Deviasi trakea
Per : Hipersonor, tanda 2 NB: tidak dilakukan pada
pendorongan organ kasus tension
Aus : Suara napas melemah / pneumotoraks
tidak terdengar
PNEUMOTORAKS

WSD
WSD (Water Seal Drainage)
• Tindakan invasive yang dilakukan untuk
mengeluarkan udara, cairan (darah,pus) dari
rongga pleura, rongga thorax; dan
mediastinum dengan menggunakan pipa
penghubung.
• Indikasi: Pneumothorax, Hematothorax,
Thoracotomy, Efusi Pleura, Empyema.

Tujuan
• Mengeluarkan cairan atau darah, udara dari
rongga pleura dan rongga thorak
• Mengembalikan tekanan negative pada
rongga pleura
• Mengembangkan kembali paru yang kolaps
• Mencegah refluks drainage kembali ke dalam
rongga dada

Tempat Pemasangan WSD:


linea mid-axillaris, sela iga 5-6
Indikasi pengangkatan WSD
1. Paru-paru sudah reekspansi yang ditandai
dengan :
– Tidak ada undulasi
– Tidak ada cairan yang keluar
– Tidak ada gelembung udara yang keluar
– Tidak ada kesulitan bernafas
– Dari rontgen foto tidak ada cairan atau udara
2. Selang WSD tersumbat dan tidak dapat diatasi
dengan spooling atau pengurutan pada selang.
ILMU
P E N YA K I T
M ATA
Soal no 36
• Ny. Nayatiuratmi, berusia 30 tahun datang
dengan keluhan mata kanan merah dan
bengkak setelah sebelumnya dipukul oleh
suaminya. Dari pemeriksaan fisik tampak
edema palpebra, perdarahan konjungtiva,
terdapat darah kurang dari sepertiga bilik
mata depan. Tindakan penanganan yang
paling tepat untuk kasus di atas adalah....
a. Berbaring dengan sudut 30 derajat
b. Asam tranexamat
c. Atropin tetes
d. kortikosteroid tetes
e. Semua benar

Jawaban: E. Semua benar


36. Hifema
• Kondisi ketika darah masuk
terkumpul pada bilik mata depan,
antara kornea dan iris
• Paling sering disebabkan ruptur
pembuluh darah iris atau badan
siliaris anterior
• Bisa terjadi perdarahan sekunder
dalam 3-5 hari setelah kejadian
karena lisis bekuan darah serta
retraksi pada pembuluh darah
• Diagnosis:
1. Penurunan tajam penglihatan mendadak
tergantung derajat hifema
2. Ditemukan darah pada bilik mata depan,
bisa dengan pemeriksaan slit lamp
3. Gonioskopi untuk menilai luas trauma bisa
ditunda sampai setelah fase akut 5 hari
Penyebab
1. Hifema traumatika
2. Hifema spontan
– Rubeosis iridis (penderita retinopati diabetes, central
retinal vein occlusion, carotid occlusive disease)
– Tumor intra ocular
– Tumor iris (juvenile xanthogranuloma)
– Keratouveitis (herpes zoster)
– Leukemia
– Hemofilia
– Penggunaan anti platelet (aspirin, warfarin).
Pasien rawat jalan atau rawat inap?
• Rawat jalan
– Kooperatif, hifema ringan derajat 2 atau kurang
dari derajat 2, tidak ada kondisi sickle cell disease
• Rawat inap
– Bisa dilakukan pada semua pasien yang tidak
memenuhi kriteria diatas atau sulit merawat
luka/tanpa dukungan keluarga yang merawat

Referensi: https://www.aao.org/focalpointssnippetdetail.aspx?id=248e1998-310a-4f6a-b6a9-b470c60c9773
Penanganan Hifema
1. Lindungi mata, pasang protective eye shield
2. Bed rest
3. Elevasi kepala 300 - 450
4. Kortikosteroid topical Dexametason 0.1% atau Prednisolon acetate 1% 4x1 gtt
– Tujuan:
• untuk stabilisasi blood ocular barrier,
• inhibisi langsung fibrinolysis,
• mengurangi inflamasimencegah sinekia posterior
5. Sikloplegik  Atropine sulfate 1% 1-2 gtt
– Tujuan:
• untuk mengurangi gerak struktur intraokuler,
• mencegah sinekia posterior, dan spasme siliar yang terkait iritis :
6. Penggunaan antifibrinolitik untuk 5 hari  Asam traneksamat 3x25 mg/kgBB tidak
lebih dari 1.5 gram/hari
– masih kontroversial, namun berpotensi menurunkan perdarahan ulang
7. Analgesikhindari NSAID serta aspirin, bisa gunakan acetaminophene 500-1000 mg
p.o tiap 6 jam
8. Paracentesis bila tidak respon dengan medikamentosa
Referensi: https://www.aao.org/focalpointssnippetdetail.aspx?id=248e1998-310a-4f6a-b6a9-b470c60c9773
Bila terdapat peningkatan TIO
• Beta bloker topical:
– timolol maleate 0.5% 2x/hari
• Alfa agonis:
– brimonidine tartrate 0.2% 3x/hari (hidari pada anak <3
tahun)
• Inhibitor carbonic anhydrase
– dorzolamide 2.0% 3x/hari topical atau
– sistemik seperti acetazolamide 5 mg/kgBB tiap 6 jam atau
250 mg tiap 6 jam
• Agen hiperosmotik pada peningkatan TIO hebat jangka
waktu pendek:
– mannitol 20% IV infus lambat 30-60 menit.

Referensi: https://www.aao.org/focalpointssnippetdetail.aspx?id=248e1998-310a-4f6a-b6a9-b470c60c9773
Penanganan pembedahan
• Dilakukan bila: • Penanganan
– TIO tetap tinggi meski
pembedahan:
dengan penanganan – Paracentesis (terutama
medikamentosa untuk peningkatan TIO,
– TIO ≥25 mmHg selama 5 sehingga mengurangi
hari dengan hifema total tekanan)
(untuk cegah pewarnaan – Metode lain sesuai
kornea oleh darah) kondisi pasien dan
– TIO ≥60 mmHg selama 2 operator: clot removal via
hari (untuk cegah optic vitrectomy or irrigation,
atrophy) trabculectomies, anterior
chamber washout

Referensi: https://www.aao.org/focalpointssnippetdetail.aspx?id=248e1998-310a-4f6a-b6a9-b470c60c9773
Prognosis dan komplikasi hifema
• Tidak umum sebabkan • Komplikasi:
kebutaan permanen. 1. Perdarahan sekunder atau
• Namun trauma terkait rebleeding
yang sebabkan kerusakan 2. Glaukoma
pada kornea, lensa, atau 3. Sinekia anterior perifer
saraf optikus, misalnya 4. Pewarnaan kornea
corneal staining, katarak 5. Atrofi optik
traumatik, glaucoma, bisa
sebabkan penurunan
tajam penglihatan
permanen.
Soal no 37
• Pasien laki-laki, usia 22 tahun, datang ke Puskesmas
dengan keluhan penurunan penglihatan pada mata kiri
sejak 1 hari yang lalu. Keluhan ini disertai dengan mata
merah, berair dan sakit, dan juga seperti melihat
pelangi pada sekitar sumber cahaya (halo). Pasien juga
mengeluh nyeri kepala. Sebelumnya tidak ada
gangguan penglihatan. Pasien sering menggunakan
soft lens dan sering berenang menggunakan soft lens.
Pada pemeriksaan fisik mata, ditemukan kornea yang
keruh karena adanya infiltrat. Gejala halo pada pasien
ini disebabkan oleh…
a. Berkurangnya transparasi kornea
b. Bertambahnya tebal kornea
c. Defraksi cahaya yang disebabkan adanya edema
epitel
d. Kelainan penerimaan cahaya di retina
e. Refleks pada neuron di kornea

Jawaban : C. Defraksi cahaya yang disebabkan


adanya edema epitel
37. Infeksi Mata Akibat Lensa Kontak
• Keratitis adalah komplikasi • Faktor risiko:
paling serius dari – Penggunaan lensa kontak
penggunaan lensa kontak. jangka lama
• Hampir 90% dari keratitis – Tidur menggunakan lensa
kontak
akibat mikrobakterial pada
pengguna lensa kontak – Berkurangnya air mata
berhubungan dengan infeksi – Higienitas buruk
bakteri.
• Gejala
– Penglihatan kabur
– Mata merah dan nyeri
– Mata berair
– Fotofobia
– Sensasi ada benda asing.
Keratitis Mikrobakterial dan
Penggunaan Lensa Kontak
• Etiology :
– Bakteri penyebab tersering
 Staphylococcus dan
Pseudomonas species 
sering terjadi di daerah
iklim sedang
– Keratitis jamur  sering di
daerah tropis. Penyebab
utama Fusaria
– Keratitis Acanthamoeba 
juga banyak terjadi pada
pengguna lensa kontak
– Keratitis viral  belum
banyak data

Dyavaiah M, et.al Microbial Keratitis in Contact Lens Wearers. JSM Ophthalmol 3(3): 1036 (2015)
Bacterial keratitis Fungal keratitis Acanthamoba
Risk factor - Sleeping with CLs among Possible risk factors of CL storage cases and poor
CL wearers fungal keratitis are ocular hygiene practices such as usage
- Patients with diabetes injury, long-term therapy of homemade saline rinsing
mellitus, dementia or with topical or systemic solutions and rinsing of lenses
chronic alcoholism steroids, with tap water Other risk
appeared to be at higher immunosuppressive agents, factors include CL solution
risk and underlying diseases reuse/topping off, rub to clean
- Trauma was rarely a such as pre-existing corneal lenses, shower wearing lenses,
factor surface abnormality and lens replaced (quarterly), age of
wearing CLs case at replacement (<3
months), extended wear and
lens material type
Clinical The predominant clinical CL associated Fusarium Itching, redness, pain, burning
manifestation features reported in keratitis include central sensation, ring infiltrate in
bacterial keratitis were lesions, paraxial lesions, and corneal, multiple
eye pain and redness the peripheral lesions in the pseudodendritic lesions, loss of
with a decrease in visual eye [31]. Patients with vision. Painless acantamoeba
acuity and stromal Candida infections were keratitis  fotofobia but no
infiltration reported to have a severe ocular pain
visual outcome

Diagnosis Microscopic observation CL associated Fusarium Corneal scraping and CL


of corneal scraping using keratitis include central solution  cyst and
stained smears is useful lesions, paraxial lesions, and trophozoyte
for diagnosis of bacterial the peripheral lesions in the
keratitis. eye [31]. Patients with
Candida infections were
reported to have a severe
visual outcome
Keratitis dan Glaukoma
• Keratitis dapat memicu terjadinya glaukoma.
Pad akeratitis terjadi inflamasi yang
menyebabkan rusaknya blood aqueous barrier
(BAB) sehingga sel-sel inflamasi dapat masuk
ke aqueous humor dan menyebabkan
sumbatan trabecular meshwork.
• Akibatnya, terjadi peningkatan tekanan
intraokular  glaukoma.
Bodh, S. A., Kumar, V., Raina, U. K., Ghosh, B., & Thakar, M. (2011). Inflammatory glaucoma. Oman journal
of ophthalmology, 4(1), 3–9. doi:10.4103/0974-620X.77655
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16845263
37. Glaukoma Akut
Ilmu Penyakit Mata Ed 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2006

Tatalaksana Glaukoma Akut


• Tujuan : merendahkan tekanan bola mata secepatnya kemudian bila
tekanan normal dan mata tenang → operasi
• Supresi produksi aqueous humor
– Beta bloker topikal: Timolol maleate 0.25% dan 0.5%, betaxolol 0.25%
dan 0.5%, levobunolol 0.25% dan 0.5%, metipranolol 0.3%, dan
carteolol 1% dua kali sehari dan timolol maleate 0.1%, 0.25%, dan
0.5% gel satu kali sehari
• bekerja dalam 20 menit, reduksi maksimum TIO 1-2 jam stlh diteteskan
• Pemberian timolol topikal tidak cukup efektif dalam menurunkan TIO glaukoma akut
sudut tertutup.
– Apraclonidine: 0.5% tiga kali sehari
– Brimonidine: 0.2% dua kali sehari
– Inhibitor karbonat anhidrase:
• DOC: Topikal: Dorzolamide hydrochloride 2% dan brinzolamide 1% (2-3 x/hari)
• Sistemik: Acetazolamide 500 mg iv dan 4x125-250 mg oral (pada glaukoma akut sudut
tertutup harus segera diberikan, efek mulai bekerja 1 jam, puncak pada 4 jam)
Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007.

Tatalaksana Glaukoma Akut


• Fasilitasi aliran keluar aqueous humor
– Analog prostaglandin: bimatoprost 0.003%, latanoprost 0.005%, dan
travoprost 0.004% (1x/hari), dan unoprostone 0.15% 2x/hari
– Agen parasimpatomimetik: Pilocarpine
– Epinefrin 0,25-2% 1-2x/hari
• Pilokarpin 2% setiap menit selama 5 menit,lalu 1 jam selama 24 jam
– Biasanya diberikan satu setengah jam pasca tatalaksana awal
– Mata yang tidak dalam serangan juga diberikan miotik untuk mencegah
serangan
• Pengurangan volume vitreus
– Agen hiperosmotik: Dapat juga diberikan Manitol 1.5-2MK/kgBB dalam larutan
20% atau urea IV; Gliserol 1g/kgBB badan dalam larutan 50%
– isosorbide oral, urea iv
• Extraocular symptoms:
– analgesics
– antiemetics
– Placing the patient in the supine position → lens falls away from the iris
decreasing pupillary block
– Pemakaian simpatomimetik yang melebarkan pupil berbahaya
Pharmacologic therapy
No. Drugs class Mechanism of action
1. Prostaglandin Increase aquos humor outflow  increase in uveoscleral outflow, increase
(latanoprost, travoprost, trabecular outflow, regulate matrix metaloproteinase and remodelling of
bimatoprost) Extracellular matrix, widening connective tissue filled spaces and changes
in the shapes of cells.
Topical prostaglandin are chosen over topical beta blocker and other class
of medication as initial therapy in open angle glaucoma
2. Beta blocker (timolol, Decreasing aquos humor production --> blockade of symphatetic nerve
levobunolol, endings in the cilliary epithelium
metipranolo)
3. Alpha adrenergic Increasing aquos humor outflow and decresasing the production. Simillary
agonist effective to beta blockers but are associated with a number ocular side
effect including allergic conjunctivitis, ocular pruritus, and hyperemia
4. Carbonic anhidrase Decreasing aquos humor production. Systemic CAI have been replaced by
inhibitor newer topical drugs whic have fewer systemic side effects. Topical CAI
(Acetazolamide) don`t appear to be as effective in treating open angle glaucoma compared
to other topical drugs.
5. Cholinergic agonist Increasing aquos humor outflow. Have fewer systemic side effect
compared to beta blocker, but ocular side effect is higher (myopia, small
pupils, visual distrubance related to coexistent cataract)
Soal no 38
• Ny. Wuinta Utami Sari, 23 tahun, datang
dengan keluhan benjolan di kelopak mata
kanan sejak 3 bulan yang lalu tanpa disertai
nyeri. Tajam penglihatan pasien tidak
menurun. Pada pemeriksaan ditemukan visus
ODS, 6/6, tampak benjolan di palpebra kanan,
konsistensi keras, tidak nyeri, warna sama
dengan sekitar. Diagnosis yang paling tepat
untuk kasus tersebut adalah…..
a. Kalazion
b. Hordeolum
c. Keratitis numularis
d. Konjungtivitis alergika
e. Konjungtivitis bakterial

Jawaban: A. Kalazion
38. Kalazion
• Inflamasi idiopatik, steril, dan kronik dari kelenjar Meibom
• Ditandai oleh pembengkakan yang tidak nyeri, muncul berminggu-
minggu.
• Dapat diawali oleh hordeolum, dibedakan dari hordeolum oleh
ketiadaan tanda-tanda inflamasi akut.
• Pada pemeriksaan histologik ditemukan proliferasi endotel asinus
dan peradangan granullomatosa kelenjar Meibom
• Tanda dan gejala:
– Benjolan tidak nyeri pada bagian dalam kelopak mata. Kebanyakan
kalazion menonjol ke arah permukaan konjungtiva, bisa sedikit merah.
Jika sangat besar, dapat menekan bola mata, menyebabkan
astigmatisma.
• Tatalaksana: steroid intralesi (bisa membuat remisi terutama untuk
kalazion lesi kecil), Insisi dan kuretase untuk lesi kecil; eksisi
(pengangkatan granuloma untuk lesi yang besar)

Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 17th ed. Philadephia:
McGraw-Hill, 2007.
Teknik Bedah Definisi

Insisi Sayatan yang dilakukan pada jaringan dengan instrumen


yang tajam tanpa melakukan pengangkatan organ atau
jaringan tersebut

Eksisi Suatu tindakan pengangkatan seluruh massa tumor atau


pengangkatan sebagian dari jaringan dari organ dalam
tubuh.
Eksisi luas Suatu tindakan pengangkatan seluruh massa tumor disertai
pengangkatan jaringan sehat di sekitarnya

Ekstirpasi Tindakan pengangkatan seluruh massa tumor beserta


kapsulnya atau pengangkatan seluruh jaringan atau organ
yang rusak.
Biopsi Prosedur medis yang dilakukan dengan mengambil contoh
jaringan dari suatu massa tumor atau organ untuk diperiksa
di bawah mikroskop

http://www.peralatankedokteran.com/2012/01/definisi-teknik-bedah-minor.html
HORDEOLUM
• Peradangan supuratif kelenjar kelopak mata
• Infeksi staphylococcus pada kelenjar sebasea
• Gejala: kelopak bengkak dengan rasa sakit dan mengganjal,
merah, nyeri bila ditekan, ada pseudoptosis/ptosis akibat
bertambah berat kelopak
• Gejala
– nampak adanya benjolan pada kelopak mata bagian atas atau
bawah
– berwarna kemerahan.
– Pada hordeolum interna, benjolan akan nampak lebih jelas
dengan membuka kelopak mata.
– Rasa mengganjal pada kelopak mata
– Nyeri takan dan makin nyeri saat menunduk.
– Kadang mata berair dan peka terhadap sinar.
Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas
• 2 bentuk :
 Hordeolum internum: infeksi kelenjar Meibom di dalam
tarsus. Tampak penonjolan ke daerah kulit kelopak, pus
dapat keluar dari pangkal rambut
 Hordeolum eksternum: infeksi kelenjar Zeiss atau Moll.
Penonjolan terutama ke daerah konjungtiva tarsal

http://www.huidziekten.nl/zakboek/dermatosen/htxt/Hordeolum.htm

Hordeolum Eksterna Hordeolum Interna


Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas
• Pengobatan
– Self-limited dlm 1-2 mingu
– Kompres hangat selama sekitar 10-15 menit, 4x/hari
– Antibiotik topikal (salep, tetes mata), misalnya:
Gentamycin, Neomycin, Polimyxin B,
Chloramphenicol
– Jika tidak menunjukkan perbaikan : Antibiotika oral
(diminum), misalnya: Ampisilin, Amoksisilin,
Eritromisin, Doxycyclin
– Insisi bila pus tidak dapat keluar
• Pada hordeolum interna, insisi vertikal terhadap margo
palpebra supaya tidak memotong kelenjar meibom lainnya
• Pada hordeolum eksterna, insisi horizontal supaya kosmetik
tetap baik
Diagnosis Banding
• Kalazion
– Inflamasi idiopatik, steril, dan kronik dari kelenjar Meibom
– Ditandai oleh pembengkakan yang tidak nyeri, muncul
berminggu-minggu.
– Dibedakan dari hordeolum oleh ketiadaan tanda-tanda inflamasi
akut
– Jika sangat besar, kalazion dapat menekan bola mata,
menyebabkan astigmatisma
• Blefaritis
– Radang kronik pada kelopak mata, disebabkan peradangan
kronik tepi kelopak mata (blefaritis anterior) atau peradangan
kronik kelenjar Meibom (blefaritis posterior)
– Gejala: kelopak mata merah, edema, nyeri, eksudat lengket,
epiforia, dapat disertai konjungtivitis dan keratitis
• Selulitis palpebra
– Infiltrat difus di subkutan dengan tanda-tanda radang akut,
biasanya disebabkan infeksi Streptococcus.
Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007.
Soal no 39
• Seorang anak laki-laki berusia 7 tahun,
kemerahan pada kedua mata sejak 2 hari yang
lalu, keluar kotoran berwarna hijau
kekuningan. Teman sekelas pasien juga
mempunyai keluhan yang sama. Pemeriksaan
COA dan kornea jernih, ada injeksi konjungtiva
dan reaksi papilaris. Diagnosis...
a. Konjungtivitis viral
b. Konjungtivitis vernal
c. Konjungtivitis atopi
d. Konjungtivitis bakteri
e. Konjungtivitis toksik

Jawaban: D. Konjungtivitis bakteri


39. Conjunctivitis
• Inflammationor infection of the
conjunctiva  conjunctivitis
• Characterized by : dilatation of
the conjunctival vessels, resulting
in hyperemia and edema of the
conjunctiva, typically with
associated discharge
• Viral conjunctivitis is the most
common cause of infectious
conjunctivitis both overall and in
the adult population
• Bacterial conjunctivitis is the
second most common cause and
is responsible for the majority
(50%-75%) of cases in children
The conjunctiva is a thin membrane covering the sclera
(bulbar conjunctiva, labeled with purple) and the inside
of the eyelids (palpebral conjunctiva, labeled with blue

Azari A, Barney N. Conjunctivitis A Systematic Review of Diagnosis and Treatment. JAMA: 310(16).2013
Classification
• infectious and noninfectious
causes.
– Infectious : Viruses, bacteria  the
most common infectious causes.
– Noninfectious conjunctivitis :
allergic, toxic, and cicatricial
conjunctivitis, as well as
inflammation secondary to
immunemediated diseases and
neoplastic processes.1
• Acute, hyperacute, and chronic
according to the mode of onset
and the severity of the clinical
response.
• Primary or secondary to systemic
diseases such graft-vs-host
disease, and Reiter syndrome,
Viral Conjunctivitis
• Etiology : Adenovirus (65-90% of cases) • Viral conjunctivitis secondary to
– produce 2 of the common clinical adenoviruses  highly contagious, and
entities associated with viral the risk of transmission 10% - 50%
conjunctivitis : • The virus spreads through direct contact
1. pharyngoconjunctival fever via contaminated fingers, medical
• Abrupt onset of high instruments, swimming pool water,or
fever, pharyngitis, bilateral personal items
conjunctivitis and • Incubation and communicability are
periauricular lymphnode estimated to be 5 to 12 days and 10 to 14
enlargement days, respectively
2. epidemic keratoconjunctivitis
• More severe and presents • Treatment
with watery discharge, – artificial tears, topical antihistamines,
hyperemia, chemosis, and or cold compresses  alleviating
ipsilateral lymphadenopathy some of the symptoms
– Available antiviral medications are
not useful and topical antibiotics are
not indicated
Follicularis vs Papillaris Conjunctivitis
Folicularis Papillaris
• Seen ini variety condition: • Most commonly associated with
inflamation caused by viruses, an allergic immune response (AKC
atypical bacteria, toxin, topical & VKC), response to foreign body
medication (glaucoma medication (CL, prosthetic ocular), and
 brimonidine) bacterial infection
• Follicle  small, dome shaped • Shows a cobblestone
nodules without prominent arrangement of flattened nodules
central vessels. Pale on its with central vascular cores
surface,red at base – Papillae tarsal  Giant papillary
• Most prominent in the inferior conjunctivitis
palpebral and forniceal – Limbal papillae  horner trantas
conjunctiva dots in VKC
• Histology : • Closely packed, flat topped
projections with numerous
– Lymphoid follicle is situated in the
subepitelial region and consists of eosinophil, lymphocyte, plasma
germinal center  immature and mast cells.
proliferating lymphocyte • More red in surface, pale at base
Soal no 40
• Bayi laki-laki usia 1 bulan dibawa ibunya dengan
keluhan muncul bintik putih pada kedua matanya,
anak tampak tenang dan tidak rewel apabila
pintu dibanting. Ibu mengaku saat hamil pernah
mengalami demam di masa awal kehamilannya
dan diberi vitamin oleh dokter karena diduga
infeksi virus. Dari pemeriksaan fisik bayi suhu
37,5ºC, sianosis (-), anak tampak tenang, katarak
(+), dikhawatirkan terjadinya gangguan
pendengaran. Hal yang mungkin menjadi
penyebabnya adalah…
a. Rubella
b. Varicella
c. Toksoplasma
d. Sitomegalovirus
e. Herpes

Jawaban: A. Rubella
40. Congenital/Infantile Cataract
• opacity in the lens of the eye that is present at, or develops shortly after
birth.
• About 1 in 10,000 baby is affected by congenital cataracts. It can affects
one eye (unilateral), but often both eyes are affected (bilateral).

• Unilateral cataracts
– Most children with a cataract in only one eye have good vision in the other.
– no history of childhood cataracts in the family, the child is healthy in every
other way and no cause for the cataract can be found.
– Sometimes there are other structural problems in the eye besides the
cataract, such as it being smaller than the other, which suggest that a problem
occurred during the development of the eye before birth.

• Bilateral cataracts (80%)


1. Inherited, genetic cataract conditions
2. Infection of the unborn baby in the womb
3. Conditions that affect the normal metabolism of the child
4. Some specific eye conditions that cause cataract

Joseph E. Management of congenital cataract. Kerala Journal of Ophthalmology. 2006


Examination of Congenital Cataract
• History • Ocular Examination
– 1. Duration – 1. Visual Acquity and Fixation Pattern
– 2. F/H of Congenital Cataract – 2. Refraction
– 3. Visual Status: Ambulation in familiar – 3. Cover – Uncover test (Hirschberg’s)
and unfamiliar surroundings – 4. Note Nystagmus if any
– 4. Behavioural Pattern and School – 5. SLIT LAMP EXAMINATION
Performance • Associated Congenital Anomalies of
iris, lens
• Birth History • Type of Cataract
• Iridodonesis / Phacodonesis
– 1. History and Degree of consanguinity
– 6. Tension applanation if possible
– 2. H/O maternal infection in 1st
Trimester – 7. Fundus examination if possible
– 3. Gestational Age & Birth Weight – 8. B.Scan USG if there is no fundus view.
– 4. Birth trauma
– 5. Supplemental O2 therapy in Perinatal
period
– 6. Developmental Milestones.
Management
• Dense Congenital Cataract
– The optimal time to remove a dense congenital
cataract in an infant and to initiate treatment is when
the child is 4-8 weeks of age.
– Cataract surgery before 4 weeks of age  increase the
risk of secondary glaucoma, whereas waiting beyond
8 weeks of age compromises visual outcome.
– The visual system which is immature at birth has a
latent period of approximately 6 weeks before it
becomes sensitive to visual deprivation, and binocular
vision first appears at approximately 3 months of age
• Surgical technicque
– disisio lensa, ekstraksi linier, ekstraksi dengan aspirasi
Clinical manifestations that are suggestive of specific
congenital infections in the neonate
Uptodate. 2017

Congenital toxoplasmosis Congenital rubella


• Intracranial calcifications (diffuse) • Cataracts, congenital glaucoma,
pigmentary retinopathy
• Hydrocephalus
• Chorioretinitis • Congenital heart disease (most
commonly patent ductus arteriosus or
• Otherwise unexplained mononuclear CSF peripheral pulmonary artery stenosis)
pleocytosis or elevated CSF protein
• Radiolucent bone disease
Congenital syphilis • Sensorineural hearing loss
• Skeletal abnormalities (osteochondritis & Congenital cytomegalovirus
periostitis)
• Thrombocytopenia
• Pseudoparalysis • Periventricular intracranial calcifications
• Persistent rhinitis • Microcephaly
• Maculopapular rash (particularly on palms • Hepatosplenomegaly
and soles or in diaper area) • Sensorineural hearing loss
Clinical manifestations that are suggestive of specific
congenital infections in the neonate
Uptodate. 2017

Herpes simplex virus Congenital varicella


Perinatally acquired HSV infection • Cicatricial or vesicular skin lesions
• Mucocutaneous vesicles
• Microcephaly
• CSF pleocytosis
Congenital Zika syndrome
• Thrombocytopenia
• Elevated liver transaminases • Microcephaly

• Conjunctivitis or keratoconjuctivitis • Intracranial calcifications

Congenital (in utero) HSV infection (rare) • Arthrogryposis


• Skin vesicles, ulcerations, or scarring • Hypertonia/spasticity
• Eye abnormalities (eg, micro-ophthalmia)
• Ocular abnormalities
• Brain abnormalities (eg, hydranencephaly,
microcephaly) • Sensorineural hearing loss
Congenital Rubella Syndrome Classic
Triad
• Sensorineural hearing loss is the most common manifestation of congenital
rubella syndrome. It occurs in approximately 58% of patients.
• Ocular abnormalities including cataract, infantile glaucoma, and pigmentary
retinopathy occur in approximately 43% of children with congenital rubella
syndrome.
– Both eyes are affected in 80% of patients, and the most frequent findings are
cataract and rubella retinopathy.
– Rubella retinopathy consists of a salt-and-pepper pigmentary change or a mottled,
blotchy, irregular pigmentation, usually with the greatest density in the macula.
– The retinopathy is benign and nonprogressive and does not interfere with vision (in
contrast to the cataract) unless choroid neovascularization develops in the macula.
• Congenital heart disease including patent ductus arteriosus (PDA) and
pulmonary artery stenosis is present in 50% of infants infected in the first 2
months' gestation.
Rubella Congenital Infection
• Blueberry Muffin” rash due to extramedullary
hematopoiesis
• “Salt and Pepper” retinopathy
• Radiolucent bone disease (long bones)
• IUGR, glaucoma, hearing loss, pulmonic
stenosis, patent ductus arteriosus,
lymphadenopathy, jaundice,
hepatosplenomegaly, thrombocytopenia,
interstitial pneumonitis, diabetes mellitus
Congenital cataract

Blueberry muffin baby Salt pepper retinopathy


NEUROLOGI
Soal no 41
• Tn Ahong, 40 tahun, bekerja sebagai dosen di
salah satu perguruan tinggi negeri ternama.
Pasien datang ke ruang praktek saudara dengan
keluhan nyeri di kedua pelipis. Nyeri seperti
ditekan, menjalar hingga belakang kepala dan
leher. Keluhan disertai mata kiri seperti tertusuk,
mata berair, dan hidung berair. TD 120/80 mmHg,
nadi 80x/ menit, RR 16x/ menit, dan suhu afebris.
Tidak ada riwayat diabetes mellitus maupun
hipertensi. Diagnosis pasien ini adalah…
a. Tension type headache
b. Migrain dengan aura
c. Migrain tanpa aura
d. Paroxysmal hemicranial neuralgia
e. Cluster type headache

Jawaban: E. Cluster type headache


41. Cluster Type Headache
Klasifikasi
Berdasarkan jangka waktu periode cluster dan periode remisi,
International Headache Society telah mengklasifikasikan cluster
headache menjadi dua tipe :

A. Episodik
Dalam tipe ini, cluster headache terjadi setiap hari selama satu minggu
sampai satu tahun diikuti oleh remisi tanpa nyeri yang berlangsung
beberapa minggu sampai beberapa tahun sebelum berkembangnya
periode cluster selanjutnya.

B. Kronik
Dalam tipe ini, cluster headache terjadi setiap hari selama lebih dari
satu tahun dengan tidak ada remisi atau dengan periode tanpa nyeri
berlangsung kurang dari dua minggu.
Soal no 42
• Nn Mellisa, 22 tahun, datang ke RS tempat Anda
praktek dengan keluhan mulut mencong. Sehari
sebelumnya, pasien mengaku dibonceng naik
sepeda motor ketika menghadiri acara kantor di
puncak. Saat itu hari sudah gelap dan hujan.
Pemeriksaan TD 110/70 mmHg, nadi 80x/ menit,
RR 18x/ menit, suhu afebris. Dari pemeriksaan
dijumpai sudut mulut jatuh ke kiri, mata kiri tidak
dapat tertutup sempurna dan kerut kening tidak
simetris. Fungsi saraf yang mengalami gangguan
adalah…
a. Nervus trigeminus perifer
b. Nervus trigeminus sentral
c. Nervus facialis perifer
d. Nervus facialis sentral
e. Nervus labialis

Jawaban: C. Nervus fascialis perifer


42. Bell’s Palsy
Soal no 43
• Tn Dani, 18 tahun, mengalami kecelakaan lalu
lintas jatuh dari motor dengan bahu kiri terbentur
aspal 2 jam yang lalu. Pasien segera dilarikan ke
rumah sakit terdekat. Tanda vital dalam batas
normal. Kesadaran compos mentis, TD 130/90
mmHg, Nadi 100x/ menit, RR 20x/ menit, suhu
36,5OC. Pada pemeriksaan neurologis didapatkan
paresis pada lengan kiri mulai dari bahu hingga
jari-jari tangan kiri. Dimanakah letak kelainan
tersebut…
a. N. Medianus
b. N. Radialis
c. N. Ulnaris
d. Plexus Brachialis
e. Lumbosacral

Jawaban: D. Plexus Brachialis


43. Cedera Pleksus Brakhialis

• Pleksus brakhialis
dibentuk oleh radiks C5
– T1
• Cedera pleksus
Brakhialis dapat dibagi
menjadi cedera pleksus
bagian atas dan bawah
Upper Brachial Plexus Injury – Erb’s Palsy
• Appearance: drooping, wasted shoulder; pronated and
extended limb hangs limply (“waiter’s tip palsy”)
• Loss of innervation to abductors, flexors, & lateral
rotators of shoulder and flexors & supinators of
elbow
• Loss of sensation to lateral aspect of UE
• More common; better prognosis

Bayne & Costas


(1990)

Netter 1997
Lower Brachial Plexus Injury – Klumpke’s Palsy
• Much rarer than UBPIs and Erb’s Palsy
• Loss of C8 & T1 results in major motor deficits in the
muscles working the hand: “claw hand”
• Loss of sensation to medial aspect of UE
• Sometimes ptosis or full Horner’s syndrome
• Much rarer (1%) but poorer prognosis

“claw
hand”

2006 Moore & Dalley COA

Netter 1997
Soal no 44
• Ny Puput, usia 40 tahun, datang ke praktek
dokter dengan keluhan nyeri pada pinggang
kanan yang menjalar ke kaki kanan sejak 1
minggu yang lalu. Nyeri disertai rasa kebas dan
baal di paha belakang. Pasien bekerja sebagai
tukang cuci sudah 20 tahun. TD 120/80 mmHg,
nadi 80x/ menit, RR 18x/ menit, dan suhu afebris.
Nyeri bertambah jika mengangkat beban berat,
berkurang jika istirahat. TTV dalam batas normal,
tes laseque (+), Patrick (-), Contra Patrick (-).
Diagnosis pasien ini adalah…
a. HNP
b. Spondilosis
c. Spondilitis
d. Spondilolisthesis
e. Spondilitis TB

Jawaban: A. HNP
44. HNP
• HNP (Hernia Nukleus Pulposus) yaitu : keluarnya
nucleus pulposus dari discus melalui robekan annulus
fibrosus keluar ke belakang/dorsal menekan medulla
spinalis atau mengarah ke dorsolateral menakan saraf
spinalis sehingga menimbulkan gangguan.

Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000, hal; 54-57.
Gejala Klinis
• Adanya nyeri di pinggang bagian bawah yang menjalar ke
bawah (mulai dari bokong, paha bagian belakang, tungkai
bawah bagian atas). Dikarenakan mengikuti jalannya N.
Ischiadicus yang mempersarafi kaki bagian belakang.
1. Nyeri mulai dari pantat, menjalar kebagian belakang lutut,
kemudian ke tungkai bawah. (sifat nyeri radikuler).
2. Nyeri semakin hebat bila penderita mengejan, batuk,
mengangkat barang berat.
3. Nyeri bertambah bila ditekan antara daerah disebelah L5 – S1
(garis antara dua krista iliaka).
4. Nyeri Spontan, sifat nyeri adalah khas, yaitu dari posisi
berbaring ke duduk nyeri bertambah hebat. Sedangkan bila
berbaring nyeri berkurang atauhilang.

Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000, hal; 54-57.
Pemeriksaan
• Motoris
– Gaya jalan yang khas, membungkuk dan miring ke sisi tungkai yang nyeri dengan fleksi di sendi panggul
dan lutut, serta kaki yang berjingkat.
– Motilitas tulang belakang lumbal yang terbatas.
• Sensoris
– Lipatan bokong sisi yang sakit lebih rendah dari sisi yang sehat.
– Skoliosis dengan konkavitas ke sisi tungkai yang nyeri, sifat sementara.

Tes-tes Khusus
1. Tes Laseque (Straight Leg Raising Test = SLRT)
– Tungkai penderita diangkat secara perlahan tanpa fleksi di lutut sampai sudut 90°.
2. Tes Bragard: Modifikasi yang lebih sensitif dari tes laseque. Caranya sama seperti tes
laseque dengan ditambah dorsofleksi kaki.
3. Tes Sicard: Sama seperti tes laseque, namun ditambah dorsofleksi ibu jari kaki.
4. Gangguan sensibilitas, pada bagian lateral jari ke 5 (S1), atau bagian medial dari ibu jari
kaki (L5).
5. Gangguan motoris, penderita tidak dapat dorsofleksi, terutama ibu jari kaki (L5), atau
plantarfleksi (S1).
6. Tes dorsofleksi : penderita jalan diatas tumit
7. Tes plantarfleksi : penderita jalan diatas jari kaki
8. Kadang-kadang terdapat gangguan autonom, yaitu retensi urine, merupakan indikasi
untuk segera operasi.
9. Kadang-kadang terdapat anestesia di perineum, juga merupakan indikasi untuk operasi.
Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000, hal; 54-57.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/arti
cles/PMC2647081/

• Terdapat banyak sekali


Pemeriksaan fisik untuk
mengetahui adanya
radikulopati pada lumbal
• Pemeriksaan ini memiliki
nama yang berbeda-beda,
dengan sinonim yang
berbeda-beda, dan dapat
memiliki nama yang mirip
namun artinya berbeda
• Hal ini akan menyebabkan
kebingungan
Straight leg raise test

• The knee is extended and the hip • Reproduction of symptoms in


is flexed until a complaint of pain the opposite leg being tested
or tightness is reached. is termed crossed straight
• The leg is then carefully returned leg and indicates a large
to the table and the contralateral central lumbar disc herniation
leg is tested in a similar fashion • Sensitivity of 28%-29% and a
• A positive test is demonstrated specificity of 88%-90% for
when reproduction of symptoms nerve root impingement
radiating down the leg is
produced at 30-70° of leg
elevation
• Sensitivity of 91% and specificity
of 26%
• If pain radiates below the knee,
L4-S1 nerve root impingement
has been identified
• Menurut Deyo dan Rainville, untuk pasien dengan
keluhan Nyeri Pinggang Bawah dan nyeri yang
dijalarkan ke tungkai, pemeriksaan awal cukup
meliputi:
– Tes laseque
– Tes kekuatan dorsofleksi pergelangan kaki dan ibu jari kaki.
Kelemahan menunjukkan gangguan akar saraf L4-5
– Tes refleks tendon achilles untuk menilai radiks saraf S1
– Tes sensorik kaki sisi medial (L4), dorsal (L5) dan lateral (S1)
– Tes laseque silang merupakan tanda yang spesifik untuk
HNP
• Bila tes ini positif, berarti ada HNP, namun bila negatif tidak berarti
tidak ada HNP.
– Pemeriksaan yang singkat ini cukup untuk menjaring HNP
L4-S1 yang mencakup 90% kejadian HNP
• Namun pemeriksaan ini tidak cukup untuk menjaring HNP yang
jarang di L2-3 dan L3-4 yang secara klinis sulit didiagnosis hanya
dengan pemeriksaan fisik saja.
– Tes Konfirmasi untuk SLR adalah test Bragard
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2647081/
Lasegue’s Test (Straight Leg Raising
Test)
• Prosdur: pasien supine.
Fleksikan sendi pinggul pasien
dengan lutut tertekuk. Jaga
pinggul tetap dalam keadaan
fleksi, kemudian ekstensikan
tungkai bawah.
• Tes positif: radikulopati sciatik
(+), jika:
– Nyeri tidak ada pada
kondisi pinggul dan lutut
fleksi.
– Nyeri muncul saat pinggul
fleksi, dan kemudian lutut
diekstensikan.
Straight Leg Raising Test

http://www.healingartscenter.info/wp-content/uploads/2010/01
Bragard’s Test
• Prosedur: pasien supine. Kaki
pasien lurus kemudian elevasi
hingga titik dimana rasa nyeri
dirasakan. Turunkan 5o dan
dorsofleksi kaki.
• Positive Test: nyeri akibat traksi
nervus sciatik.
– Nyeri dengan dorsiflexion 0° to
35° – extradural sciatic nerve
irritation.
– Nyeri dengan dorsiflexion from
35° – 70° – intradural problem
(usually IVD lesion).
– Nyeri tumpul paha posterior -
tight hamstring.
Sicard's Sign
• If the SLR is positive, lower the leg to just
below the point of pain and quickly dorsiflex
the great toe
• Patrick Test (FABER) and contra-patrick test
– Deteksi kondisi patologis dari sendi paggul dan sakroiliaka.
– Pemeriksaan (+) jika terasa nyeri pada salah satu atau kedua
sendi tersebut.

Patrick Test Contra-patrick Test


Valsalva Maneuver
• Increases intrathecal
pressure.
• Aggravates pain caused
by pressure on cord or
roots.
Pemeriksaan Penunjang
• Radiologi
– Foto X-ray tulang belakang. X-Ray tidak dapat menggambarkan
struktur jaringan lunak secara akurat. Nucleus pulposus tidak
dapat ditangkap di X-Ray dan tidak dapat mengkonfirmasikan
herniasi diskus maupun jebakan akar saraf. Namun, X-Ray dapat
memperlihatkan kelainan pada diskus dengan gambaran
penyempitan celah atau perubahan alignment dari vertebra.
– Myelogram mungkin disarankan untuk menjelaskan ukuran dan
lokasi dari hernia. Bila operasi dipertimbangkan maka
myelogram dilakukan untuk menentukan tingkat protrusi diskus.
– CT scan untuk melihat lokasi HNP
– Diagnosis ditegakan dengan MRI setinggi radiks yang dicurigai.
• EMG
– Untuk membedakan kompresi radiks dari neuropati perifer

Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000, hal; 54-57.
X-Ray AP & Lateral View
MRI
Tatalaksana
• Medikamentosa: anti nyeri NSAID/ opioid, muscle relaxant, transquilizer.
• Fisioterapi
– Tirah baring (bed rest) 3 – 6 minggu dan maksud bila anulus fibrosis masih
utuh (intact), sel bisa kembali ke tempat semula.
– Simptomatis dengan menggunakan analgetika, muscle relaxan trankuilizer.
– Kompres panas pada daerah nyeri atau sakit untuk meringankan nyeri.
– Bila setelah tirah baring masih nyeri, atau bila didapatkan kelainan neurologis,
indikasi operasi.
– Bila tidak ada kelainan neurologis, kerjakan fisioterapi, jangan mengangkat
benda berat, tidur dengan alas keras atau landasan papan.
– Fleksi lumbal
– Pemakaian korset lumbal untuk mencegah gerakan lumbal yang berlebihan.
– Latihan, seperti jalan kaki, naik sepeda atau berenang. Berenang adalah
pilihan terbaik dengan very low impact environment untuk meningkatkan
denyut jantung dan pembakaran kalori yang efektif tanpa membuat
persendian dan tulan belakang cedera.
– Jika gejala sembuh, aktifitas perlahan-lahan bertambah setelah beberapa hari
atau lebih dan pasien diobati sebagai kasus ringan.
• Operasi

Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000, hal; 54-57.
Soal no 45
• Scarlett Jonathan, Seorang wanita berusia 27
tahun datang dengan keluhan kedua
tangannya berkurang dalam sensasi dan
terasa nyeri sejak 2 hari yang lalu. Tidak ada
riwayat trauma, riwayat hipertensi dan
diabetes disangkal. Hasil pemeriksaan fisik
status generalis dalam batas normal, pada
pemeriksaan neurologi terdapat parestesia
stocking & gloves pada kedua tangan, Organ
yang terkena ialah...
a. serabut saraf perifer
b. Medulla spinalis
c. Medulla oblongata
d. Basal ganglia
e. Cortex

Jawaban: A. Serabut saraf perifer


45. Neuropati perifer
• Pada neuropati perifer terjadi mekanisme length dependent
axonal neuropathies
• Awalnya, suatu kondisi medis tertentu misalnya diabetes
mellitus menyebabkan kerusakan pada akson terpanjang 
transport nutrisi dari badan sel ke bagian distal terganggu 
lebih banyak kerusakan serabut saraf tepi di distal  pasien
alami mati rasa mulai dari jari kaki dan telapak kaki 
progesif hingga ke betis  diikuti mati rasa pada jari tangan
karena Panjang serabut saraf dari spinal cord hingga betis
sama dengan ke jari tangan  sebabkan tanda
klasik "stocking-glove" pada neuropati perifer karena mati
rasa awal pada kaki hingga betis baru disusul tangan

Sumber: https://www.uptodate.com/contents/approach-to-
the-patient-with-sensory-loss
Sensory loss
1. Hypoesthesia
– berkurang kemampuan merasakan sensasi nyeri, suhu,
sentuhan, getaran
2. Anesthesia
– tidak mampu sepenuhnya merasakan sensasi nyeri, suhu,
sentuhan, getaran
3. Hypalgesia
– menurun sensitivitas terhadap stimulus nyeri
4. Analgesia
– insensivitas sepenuhnya terhadap stimulus nyeri
Brain
Central
Nervous System
Spinal cord

Sensory loss
Nerve root

Peripheral Dorsal root


Nervous System ganglion

Nerve
Jaras somatosensorik
Pola temuan klinis sesuai letak lesi
Perbedaan klinis menentukan
perkiraan letak lesi
Lihat diagram alur pendekatan diagnosis slide sebelumnya

• Mononeuropati
– Melibatkan satu saraf perifer (nerve), keluhan sesuai distribusi saraf. Contoh:
Carpal Tunnel Syndrome pada saraf medianus
• Radikulopati
– Melibatkan nerve root, menyebabkan tanda dan gejala sesuai dermatome
dan myotome. Bisa ditemukan kelemahan dan hilang sensorik bersamaan.
• Distal sensory polyneuropathy
– Stocking glove sensory loss, pada length dependent axonal neuropathy.
Contoh: neuropati DM, defisiensi vitamin B12, sipilis, lyme disease, uremia,
dll
• Sensory neuronopathies (tambahan)
– Jarang ditemukan, sensory loss akibat degenerasi pada tingkat dorsal root
ganglion. Sebabkan sensory ataxia, reflex (-), dysesthesia. Contoh: Sjogrens’s
syndrome, Friedreich ataxia
Sensory loss
pada CNS
Perbedaan klinis menentukan
perkiraan letak lesi
Lihat diagram alur pendekatan diagnosis slide sebelumnya

- Keterlibatan kedua sisi tubuh


- polineuropati (bagian atas lesi terpengaruh) atau
- spinal cord disease (bagian atas lesi tidak terpengaruh)
- Keterlibatan satu sisi tubuh
- gangguan kontralateral pada batang otak, thalamus, dan korteks
serebri (CNS)
- Sensory loss pada wajah dan tubuh satu sisi
- lesi pada upper brainstem, thalamus, atau hemisfer serebri.
- Sensory loss wajah berlawanan dengan tubuh
- pada lateral medullary syndrome, kerusakan lower brainstem.
- Hilang sensasi getaran dan proprioseptif >> nyeri dan
temperatur
- kerusakan pada kolumna dorsalis spinal cord dan demyelinating
polyneuropathy
ILMU
PSIKIATRI
Soal no 46
• Seorang laki-laki, 35 tahun, dibawa ke rumah sakit oleh
istrinya. Menurut istri, pasien suka marah-marah, cemburu,
dan menuduh istrinya selingkuh. Keluhan dirasakan sejak 3
tahun yang lalu ketika isterinya naik pangkat menjadi
manager di kantor. Istri pasien merasa terganggu karena
pasien sering menelepon ke kantor istri dan menanyakan
tentang aktivitas istrinya. Akhir-akhir ini istri tidak
diperbolehkan untuk membawa ponsel ke kantor. Pasien
masih bisa melakukan aktivitas sehari-hari dan bergaul
dengan orang lain dengan baik. Kecurigaan pasien hanya
pada istrinya saja. Istri dan teman kantornya sudah
berulang kali menjelaskan bahwa tidak ada perselingkuhan,
namun pasien sangat yakin istrinya berselingkuh. Apakah
diagnosis pasien?
a. Psikotik Akut lir schizophrenia
b. Schizophrenia paranoid
c. Schizoafektif
d. Gangguan waham menetap
e. Gangguan penyesuaian

Jawaban: D. Gangguan waham menetap


46. WAHAM
• Waham merupakan suatu perasaan keyakinan
atau kepercayaan yang keliru, berdasarkan
simpulan yang keliru tentang kenyataan
eksternal, tidak konsisten dengan intelegensia
dan latar belakang budaya pasien, dan tidak
bisa diubah lewat penalaran atau dengan jalan
penyajian fakta.
Gangguan Waham (DSM 5)
Kriteria Diagnosis
A. Terdapat satu atau lebih waham dengan durasi 1 bulan atau lebih
B. Tidak pernah memenuhi kriteria diagnosis A untuk skizofrenia
Catatan: jika terdapat halusinasi, gejala tidak dominan dan masih
berhubungan dengan waham
C. Terlepas dari dampak waham dan gejala lainnya, tidak terdapat
gangguan fungsi yang signifikan, serta perilaku aneh tidak terlalu
jelas terlihat.
D. Jika terdapat episode mania atau depresi, episode berlangsung
singkat dibandingkan dengan periode gejala waham.
E. Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis dari obat-obatan
atau kondisi medis, dan bukan merupakan kelainan mental yang
lain seperti gangguan dismorfik tubuh atau gangguan obsesif-
kompulsif.
Gangguan Waham (DSM 5)
Klasifikasikan lebih lanjut:
• Erotomania: tema utama waham adalah adanya orang lain yang menyukai dirinya
• Grandios: tema utama waham adalah keyakinan memiliki bakat/kelebihan yang
tidak diakui orang lain, atau keyakinan telah menemukan penemuan penting
• Cemburu: tema utama waham adalah keyakinan pasangannya tidak setia
• Rujukan: tema utama waham adalah keyakinan orang-orang berkonspirasi untuk
mencelakakannya, yakin dirinya dicurangi, dibuntutui, diracuni, atau perbuatan
jahat lainnya yang menghambat individu untuk mencapai tujuan jangka-
panjangnya.
• Somatik: tema utama waham meliputi fungsi atau sensasi tubuh.
• Tipe campuran: terdapat lebih dari satu tema waham
• Tidak terspesifikasi

Catatan:
• Catat bila terdapat waham bizzare
Soal no 47
• Perempuan, 28 tahun, datang ke RS dengan keluhan
mimpi buruk sejak 2 bulan. Keluhan dirasakan sejak
pasien tidak sengaja melihat kejadian seorang pria
ditodong dan dibunuh di jalanan sepulangnya dari
kantor 2 bulan yang lalu. Sejak saat itu tidurnya kurang
nyaman dan jantung berdebar berkeringat dingin serta
kaget bila melihat pria bertubuh kekar dan tinggi.
Setiap melihat berita kejahatan di televisi pasien selalu
terbayang tentang kejadian tersebut. Pasien tidak
berani pulang kantor sendirian dan tidak mau lewat
daerah itu lagi. Diagnosa pasien ini adalah...
a. Reaksi stres akut
b. Gangguan penyesuaian
c. PTSD
d. Panik
e. Disosiatif

Jawaban: C. PTSD
47. GANGGUAN MENTAL SESUDAH TRAUMA/
STRESS BERAT (F43)
GANGGUAN MENTAL SESUDAH TRAUMA
Gangguan Karaktristik

Reaksi stres akut Kesulitan berkonsentrasi, merasa terlepas dari tubuh,


mengingat detail spesifik dari peristiwa traumatik (prinsipnya
gejala serupa dengan PTSD), terjadinya beberapa jam setelah
kejadian traumatis, dan paling lama gejala tersebut bertahan
selama 1 bulan.

Reaksi stres pasca trauma Adanya bayang-bayang kejadian yang persisten, mengalami
(Post traumatic stress gejala penderitaan bila terpajan pada ingatan akan trauma
disorder/ PTSD) aslinya, menimbulkan hendaya pada kehidupan sehari-hari.
Gejala terjadi selama 1-6 bulan.
Diagnosis Post Traumatic Stress Disorder
(PTSD)
• Diagnosis baru bisa ditegakkan apabila gangguan stres pasca
trauma ini timbul dalam kurun waktu 6 bulan setelah kejadian
traumatik berat.

• Gejala yang harus muncul sebagai bukti tambahan selain trauma


bahwa seseorang telah mengali gangguan ini adalah:
1. Individu tersebut mengalami mimpi-mimpi atau bayang-
bayang dari kejadian traumatik tersebut secara berulang-ulang
kemabali (flashback)
2. Muncul gangguan otonomik, gangguan afek dan kelainan
tingkah laku, gejala ini mungkin saja mewarnai hasil diagnosis
akan tetapi sifatnya tidak khas.

PPDGJ-III
Reaksi Stres Akut vs PTSD vs Gangguan Penyesuaian

Reaksi Stres Akut Ggn. Penyesuaian PTSD


Tipe stresor Berat (kejadian Ringan-sedang Berat (kejadian
traumatis, traumatis,
kehilangan orang kehilangan orang
terdekat) terdekat)

Waktu antara Beberapa hari Maksimal 3 bulan Bisa bertahun-


stresor dan hingga maksimal 4 tahun
timbulnya gejala minggu

Durasi gejala Maksimal 1 bulan Maksimal 6 bulan >1 bulan


setelah stresor
berakhir
Soal no 48
• Seorang wanita 23 tahun diantar ibunya
karena sering menangis dan tidak mau
beraktivitas, enggan keluar kamar. Pasien tidak
nafsu makan dan selalu tampak murung.
Pasien baru melahirkan anak pertamanya 7
hari yang lalu dan tidak mau mengurus anak
karena belum siap. Suami pasien sering tugas
luar kota. Apa diagnosis pasien ini?
a. Post partum blues
b. Depresi post partum
c. Post partum psikotik
d. Gangguan penyesuaian
e. Gangguan cemas

Jawaban: B. Depresi post partum


48. GANGGUAN PSIKIATRI POST PARTUM

• Post partum blues


– Sering dikenal sebagai baby blues
– Mempengaruhi 50-75% ibu setelah proses melahirkan
– Sering menangis secara terus-menerus tanpa sebab
yang pasti dan mengalami kecemasan
– Berlangsung pada minggu pertama setelah
melahirkanbiasanya kembali normal setalah 2
minggu tanpa penanganan khusus
– Tindakan yang diperlukanmenentramkan dan
membantu ibu
• Post partum Depression
– Kondisi yang lebih serius dari baby blues
– Mempengaruhi 1 dari 10 ibu baru
– Mengalami perasaan sedih, emosi yang
meningkat, tertekan, lebih sensitif, lelah, merasa
bersalah, cemas dan tidak mampu merawat diri
dan bayi
– Timbul beberapa hari setelah melahirkan sampai
setahun sejak melahirkan
– Tatalaksanapsikoterapi dan antidepresan
• Postpartum Psychosis
– Kondisi ini jarang terjadi
– 1 dari 1000 ibu yang melahirkan
– Gejala timbul beberapa hari dan berlangsung
beberapa minggu hingga beberapa bulan setelah
melahirkan
– Agitasi, kebingungan, hiperaktif, perasaan hilang
harapan dan malu, insomnia, paranoia, delusi,
halusinasi, bicara cepat, mania
– Tatalaksanaharus segera dilakukan, dapat
membahayakan diri dan bayi
Baby Blues vs Postpartum Depression
POSTPARTUM MAJOR
CHARACTERISTIC BABY BLUES DEPRESSION
Duration Less than 10 days More than two weeks

Onset Within two to three days Often within first month;


postpartum may be up to one year

Prevalence 80 percent 5 to 7 percent


Severity Mild dysfunction Moderate to severe
dysfunction

Suicidal ideation Not present May be present

Postpartum Depression, Am Fam Physician. 2010 Oct 15;82(8):926-933


Tatalaksana Postpartum Depression
• Tatalaksana utama: PSIKOTERAPI

• Tatalaksana farmakologis terutama digunakan untuk


depresi sedang dan berat.
– Drug of choice: antidepresan golongan SSRI
– Pada ibu menyusui, secara umum antidepresan dapat
ditemukan dalam ASI. Namun pada penggunaan Sertraline,
Paroxetine, dan Nortryptiline, kadar obat tidak terdeteksi
dalam serum bayi. Sedangkan penggunaan Fluoxetine dan
Citalopram terdeteksi dalam serum bayi namun dalam kadar
yang sangat rendah dan secara umum tidak menimbulkan
bahaya bagi bayi.
Postpartum Depression, Am Fam Physician. 2010 Oct 15;82(8):926-933
Dosis Obat Golongan SSRI
pada Postpartum Depression
USUAL
STARTING TREATMENT MAXIMAL ADVERSE
DRUG DOSAGE DOSAGE DOSAGE EFFECTS
Selective serotonin reuptake inhibitors
Citalopram 10 mg 20 to 40 mg 60 mg Headache,
(Celexa) nausea,
diarrhea,
Escitalopram 5 mg 10 to 20 mg 20 mg
sedation,
(Lexapro)
insomnia,
Fluoxetine 10 mg 20 to 40 mg 80 mg tremor,
(Prozac) nervousness,
Paroxetine 10 mg 20 to 40 mg 50 mg loss of libido,
(Paxil) delayed
orgasm
Sertraline 25 mg 50 to 100 mg 20
(Zoloft)
Postpartum Depression, Am Fam Physician. 2010 Oct 15;82(8):926-933
Soal no 49
• Seorang perempuan berusia 20 tahun dibawa ke
IGD karena berperilaku aneh sejak 10 hari yang
lalu. Pasien sering tertawa sendiri, melompat-
lompat, dan terkadang menangis. Pasien
mengatakan pacarnya yang sudah meninggal
mendatanginya dan akan membunuhnya. Pasien
juga sering mendengar bisikan untuk
menyuruhnya bunuh diri. Pada saat pemeriksaan,
pasien kooperatif, mood labil, kesan afek
terbatas. Kejadian seperti ini baru pertama kali
dirasakan. Diagnosis yang tepat pada pasien ini
adalah...
a. Gangguan halusinasi
b. Gangguan waham
c. Gangguan psikotik akut
d. Gangguan skizofrenia
e. Gangguan bipolar episode kinimanik

Jawaban: C. Gangguan psikotik akut


PPDGJ

49. SKIZOFRENIA
Skizofrenia Gangguan isi pikir, waham, halusinasi, minimal 1
bulan
Paranoid merasa terancam/dikendalikan
Hebefrenik 15-25 tahun, afek tidak wajar, perilaku tidak dapat diramalkan,
senyum sendiri
Katatonik stupor, rigid, gaduh, fleksibilitas cerea
Skizotipal perilaku/penampilan aneh, kepercayaan aneh, bersifat magik, pikiran
obsesif berulang
Waham menetap hanya waham
Psikotik akut gejala psikotik <2 minggu.
Skizoafektif gejala skizofrenia & afektif bersamaan
Residual Gejala negatif menonjol, ada riwayat psikotik di masa lalu yang
memenuhi skizofrenia
Simpleks Gejala negatif yang khas skizofrenia (apatis, bicara jarang, afek
tumpul/tidak wajar) tanpa didahului halusinasi/waham/gejala
psikotik lain. Disertai perubahan perilaku pribadi yang bermakna
(tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, penarikan diri).
Gangguan Psikotik Akut (DSM 5)
Kriteria Diagnosis
A. Terdapat satu atau lebih dari gejala berikut, minimal satu harus
merupakan gejala 1, 2 atau 3:
1. Waham
2. Halusinasi
3. Bicara tidak terkoordinasi (inkoherensia, dsb)
4. Perilaku aneh atau katatonia
B. Durasi gangguan minimal satu hari namun kurang dari 1 bulan,
dengan kembalinya kemampuan fungsional hingga normal, seperti
sebelum gejala timbul
C. Gangguan tidak disebabkan oleh gangguan depresi mayor atau
bipolar dengan gejala psikotik, atau gangguan psikotik lainnya
seperti skizofrenia atau katatonia, dan bukan merupakan efek obat-
obatan atau kondisi medis lain.
Pedoman Diagnostik Skizofrenia
• Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat
jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-
gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
– Thought echo, atau thought insertion or withdrawal, atau
thought broadcasting
– Delusion of control/ passivity/ influence/ perception
– Halusinasi auditorik
– Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut
budaya setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang
mustahil (misalnya mampu mengendalikan cuaca atau
berkomunikasi dengan mahluk asing atau dunia lain)

Referensi: PPDGJ-III
Pedoman Diagnostik Skizofrenia
• Atau paling sedikitnya dua gejala dibawah ini yang
harus selalu ada secara jelas:
– Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja
– Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami
sisipan (interpolation) yang berakibat inkoherensia atau
pembicaraan yang tidak relevan atau neologisme.
– Perilaku katatonik seperti keadaan gaduh gelisah
(excitement), posisi tubuh tertentu (posturing) atay
fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor.
– Gejala negatif seperti sikap apatis, bicara yang jarang dan
respons emosional yang menumpul tidak wajar

• Telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau


lebih
Referensi: PPDGJ-III
Soal no 50
• Maria, 32 tahun, datang ke IGD dibawa oleh
ibunya dengan keluhan mengamuk sejak 2
hari yang lalu. Pada pemeriksaan status
mental, didapatkan mood labil, afek labil,
psikomotor meningkat, verbalisasi kesan
membanjir, dan dellusion of control. Sejak 1
bulan sebelumnya pasien sering bicara sendiri,
marah-marah, merusak barang di rumahnya,
dan memukul adiknya. Diagnosis pasien dia
tas adalah...
a. Skizoafektif tipe mania
b. Skizoafektif tipe depresif
c. Skizoafektif tipe campuran
d. Ganguan afektif bipolar episode kini mania
dengan gejala psikotik
e. Ganguan afektif bipolar episode kini mania tanpa
gejala psikotik

Jawaban: A. Skizoafektif tipe mania


50. Schizoaffective vs Bipolar dengan ciri
psikotik
Skizoafektif
 Prognosis lebih buruk, jarang
keluhan sampai baseline meski
diterapi
 Waham tidak sejalan dengan
mood, bisa waham bizzare

Bipolar dengan ciri psikotik


 Prognosis lebih baik, sering
capai baseline
 Waham sejalan dengan mood,
misalnya waham kebesaran
saat manik, waham nihilistic
saat depresi
Kriteria
diagnosis
skizoafektif
(DSM 5)
Skizoafektif
• Kondisi perjalan penyakit kombinasi dari gejala afek dan
psikotik, meliputi suatu gangguan mood (major depressive
disorder atau bipolar disorder) dan schizophrenia.
• Penanganan:
1. Farmakologi:
 Bila ada depresi, kombinasi antara antidepresan (sertraline,
fluoxetine) dan antipsikotik (haloperidol, risperidone,
olanzapine, aripriprazole)
 Bila ada manik, kombinasi antara mood stabilizer (lithium,
carbamazepine, divalproex), dan antipsikotik
2. Psikoterapi
3. Monitor jangka panjang
KULIT & KELAMIN,
MIKROBIOLOGI,
PARASITOLOGI
Soal no 51
• Anak Morina, laki-laki, 4 tahun, dibawa oleh
orang tua ke klinis karena perih di kulit kepala
yang disadari ketika mencukur rambut. Berat
badan anak 18 kg. Tanda vital dalam batas
normal. Pada pemeriksaan fisik tampak pustul
berkelompok di regio parietal kanan. Daerah
sekitarnya tampak lembab dan sangat lunak,
serta terdapat hilangnya rambut secara anular di
sekitarnya. Kelenjar getah bening servikal tampak
membesar. Tidak ditemukan kelainan lainnya.
Apa kemungkinan diagnosis pada pasien
tersebut?
a. Alopesia areata
b. Dermatitis atopi
c. Herpes simpleks
d. Kerion
e. Mastositosis

Jawaban: D. Kerion
51. Tinea Kapitis
• Kelainan pada kulit dan rambut kepala yang
disebabkan oleh dermatofit
• Tanda kardinal untuk menegakkan diagnosis tinea
kapitis:
– Populasi risiko tinggi
– Terdapat kerion atau gejala klinis yang khas berupa
skuama tipikal, alopesia dan pembesaran kelenjar
getah bening.
• Gejala klinis: gatal, kulit kepala berisisik, alopesia
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit
FKUI; 2007.
Tinea Kapitis
Bentuk klinis:
• Grey patch ringworm (biasanya disebabkan Microsporum)
– Inflamasi minimal, rambut pada daerah terkena berubah
warna menjadi abu- abu dan tidak berkilat, rambut mudah
patah di atas permukaan skalp. Lesi tampak berskuama,
hiperkeratosis, dan berbatas tegas karena rambut yang patah.
Berfluoresensi hijau kekuningan dengan lampu Wood.
• Kerion (Microsporum atau Tricophyton)
– Biasa disebabkan oleh patogen zoofilik atau geofilik. Spektrum
klinis mulai dari folikulitis pustular hingga furunkel atau kerion.
Sering terjadi alopesia sikatrisial. Lesi biasanya gatal, dapat
disertai nyeri dan limfadenopati servikalis posterior.
Fluoresensi lampu Wood dapat positif pada spesies tertentu.
• Black dot ringworm (biasanya disebabkan Tricophyton
tonsurans dan Trycophyton violaceum)
– Disebabkan oleh organisme endotriks antropofilik. Rambut
mudah patah pada permukaan skalp, meninggalkan kumpulan
titik hitam pada daerah alopesia (black dot). Kadang masih
terdapat sisa rambut normal di antara alopesia. Skuama difus
juga umum ditemui
Tinea Kapitis
Bentuk klinis:
• Favus
– Bentuk yang berat dan kronis
berupa plak eritematosa
perifolikular dengan skuama.
Awalnya berbentuk papul kuning
kemerahan yang kemudian
membentuk krusta tebal
berwarna kekuningan (skutula).
Skutula dapat berkonfluens
membentuk plak besar dengan
mousy odor. Plak dapat meluas
dan meninggalkan area sentral
yang atrofi dan alopesia
3 Pola Invasi Rambut pada Tinea Kapitis
Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan lampu Wood: fluoresensi berwarna
kuning kehijauan. Organisme endotriks tidak
menunjukkan fluoresensi.
• Pemeriksaan KOH: rambut dicabut, ditambahkan
larutan KOH 10-20% dan dievaluasi dengan
mikroskop:
– Ektotriks:arthroconidiakecil/besar membentuk lapisan
di sekitar batang rambut, atau
– Endotriks: arthroconidia di dalam batang rambut.
• Kultur pada agar Saboraud: hifa panjang
bersepta.
Tatalaksana
• Topikal:
– Tidak disarankan bila hanya terapi topikal sajakombinasi dengan
sistemik
– Rambut dicuci dengan sampo antimikotik:
• selenium sulfida 1% dan 2,5% 2- 4 kali/minggu, atau
• Sampo ketokonazol 2% 2 hari sekali selama 2-4 minggu
• Sistemik:
– Spesies Microsporum  DOC: griseofulvin fine particle/microsize
20-25 mg/kgBB/hari atau ultramicrosize 10-15 mg/kgBB/hari
selama 8 minggu.
• Alternatif: Itrakonazol 50-100 mg/hari atau 5 mg/kgBB/hari selama 6
minggu atau Terbinafin 62,5 mg/hari untuk BB 10-20 kg, 125 mg untuk BB
20-40 kg dan 250 mg/hari untuk BB >40 kg selama 4 minggu.
– Spesies Trichophyton  DOC: terbinafin 62,5 mg/hari untuk BB
10-20 kg, 125 mg untuk BB 20- 40 kg dan 250 mg/hari untuk BB
>40 kg selama 2-4 minggu
• Alternatif : Griseofulvin 8 minggu atau Itrakonazol 2 minggu atau Flukonazol
6 mg/kgBB/hari selama 3-4 minggu
Soal no 52
• Nyonya Wipol, 22 tahun, datang ke poliklinik
dengan keluhan timbul bercak kemerahan
bersisik di daerah siku tangan kanan sejak 2 hari.
Keluhan serupa juga pernah dirasakan di bagian
siku, lutut, dan telapak tangan serta biasanya
hilang timbul sejak 3 tahun belakangan.
Pemeriksaan fisik dalam batas normal. Status
dermatologis didapatkan gambaran plak
eritematosa berbatas tegas dengan skuama di
siku kanan ukuran 4x4 cm. Tatalaksana yang tepat
untuk kasus tersebut adalah…
a. Terapi emolien dengan kombinasi kortikosteroid
potensi sedang
b. Ultraviolet B Broadband
c. Ultraviolet B Narrowband
d. Metotreksat dengan kombinasi kortikosteroid
e. Siklosporin

Jawaban: A. Terapi emolien dengan kombinasi


kortikosteroid potensi sedang
52. Psoriasis Vulgaris
• Bercak eritema berbatas tegas dengan skuama
kasar berlapis-lapis dan transparan
• Predileksi  Skalp, perbatasan skalp-muka,
ekstremitas ekstensor (siku & lutut), lumbosakral
• Patofisiologi:
– Genetik: berkaitan dengan HLA
– Imunologik: diekspresikan oleh limfosit T, sel penyaji
antigen dermal, dan keratinosit
– Pencetus: stress, infeksi fokal, trauma, endokrin,
gangguan metabolisme, obat, alkohol, dan merokok

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit
FKUI; 2010.
Psoriasis Vulgaris
Tanda dan Gejala:
• Perburukan lesi skuama kronik
• Onset cepat pada banyak area kecil
• dengan skuama dan kemerahan
• Baru terinfeksi radang tenggorokan
(streps), virus, imunisasi, obat
antimalaria, trauma
• Nyeri (terutama pada kasus psoriasis
eritrodermis atau pada sendi yang
terkena arthritis psoriasis)
• Pruritus
• Afebril
• Kuku distrofik
• Ruam yang responsif terhadap steroid
• Konjungtivitis atau blepharitis Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit
FKUI; 2010.
Psoriasis Vulgaris
Tipe Psoriasis Vulgaris
Soal no 53
• Tuan Sanyo, laki-laki, usia 30 tahun, datang ke
Puskesmas dengan keluhan timbul bercak kemerahan
yang membengkak dan nyeri di siku kiri pada bercak
yang sebelumnya sudah membaik sejak 3 hari lalu.
Pasien menjelaskan bahwa saat ini ia sedang menjalani
program kusta dengan menerima pengobatan di
Puskesmas berupa PB MDT bulan ke-4. Pasien juga
mengeluhkan rasa tidak nyaman di tubuhnya yang
diserta demam ringan yang masih dapat ditahan oleh
dirinya. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda
neuritis. Tatalaksana reaksi kusta tersebut adalah…
a. Memberhentikan MDT sementara
b. Parasetamol
c. Aspirin
d. Klorokuin
e. MDT tetap dilanjutkan dengan tambahan
prednisolon.

Jawaban: E. MDT tetap dilanjutkan dengan


tambahan prednisolon
53. Reaksi Kusta
• Interupsi dengan episode akut pada perjalanan
penyakit yang sebenarnya sangat kronik
• Dapat menyebabkan kerusakan syaraf tepi
terutama gangguan fungsi sensorik (anestesi)
sehingga dapat menimbulkan kecacatan pada
pasien kusta
• Reaksi kusta dapat terjadi sebelum mendapat
pengobatan, pada saat pengobatan, maupun
sesudah pengobatanpaling sering terjadi pada
6 bulan sampai satu tahun sesudah dimulainya
pengobatan.
Tipe Reaksi Kusta
Reaksi Kusta Tipe 1
(Reaksi Reversal)
• Reaksi hipersensitivitas tipe IV (Delayed Type
Hypersensitivity Reaction)
• Terutama terjadi pada kusta tipe borderline
(BT, BB, BL)
• Biasanya terjadi dalam 6 bulan pertama
ataupun sedang mendapat pengobatan
• Patofisiologi  Terjadi peningkatan respon
kekebalan seluler secara cepat terhadap
kuman kusta dikulit dan syaraf  berkaitan
dengan terurainya M.leprae yang mati akibat
pengobatan yang diberikan
Gambaran Reaksi Kusta Tipe 1
Reaksi Kusta Tipe 2 (ENL)

• Termasuk reaksi hipersensitivitas tipe III


• Terutama terjadi pada kusta tipe lepromatous
(BL, LL)
• Diperkirakan 50% pasien kusta tipe LL Dan 25%
pasien kusta tipe BL mengalami episode ENL
• Umumnya terjadi pada 1-2 tahun setelah
pengobatan tetapi dapat juga timbul pada pasien
kusta yang belum mendapat pengobatan Multi
Drug Therapy (MDT)
• Patofisiologi: Manifestasi pengendapan kompleks
antigen antibodi pada pembuluh darah.
Gambaran Reaksi Kusta Tipe 2
Faktor Pencetus Reaksi
Karakteristik Reaksi
Tatalaksana Reaksi Kusta
Reaksi Tipe 1 Reaksi Tipe 2

MDT harus segera dimulai atau teiap dilanjutkan Reaksi ringan  Aspirin atau OAINS

Reaksi Ringan  Aspirin atau Parcetamol Reaksi sedang  antimalaria (klorokuin), antimonial
(stibophen), dan kolkisin

Reaksi Berat dan Neuritis Akut  kortikosteroid Reaksi berat:


(Prednisolon) • ENL episode pertama:
• Prednisolon jangka pendek 40-60 mg hingga
Minggu Pemberian Prednison Dosis Harian yang Dianjurkan perbaikan klinis lalu di tapering off. Lanjut dosis
rumatan 5-10 mg beberapa minggu.
• Minggu 1-2 40 mg
• Kombinasi prednisolon dan klofazimin (300
• Minggu 3-4 30 mg
• Minggu 5-6 20 mg mg/hari selama 1 bulan, 200 mg/hari selama 3-6
• Minggu 7-8 15 mg bulan, dan 100 mg/hari selama gejala masih ada)
• Minggu 9-10 10 mg • Talidomid 4x100 mg selama 3-7 hari atau hingga
• Minggu 11-12 5 mg reaksi terkontrol  obat pilihan terakhir

Alternatif: • ENL ulangan atau kronik:


• Azatioprin • Kombinasi prednisolon (30 mg/hari selama 2
• Siklosporin minggu) dan klofazimin klofazimin (300 mg/hari
• Metotreksat selama 3 bulan, 200 mg/hari selama 3 bulan, dan
100 mg/hari selama gejala masih ada)
• Talidomid 2x200 mg selama 3-7 hari lalu tapering
off.

• Alternatif: pentoksifilin, siklosporin, metotreksat


Soal no 54
• Tuan Anton, laki-laki, usia 42 tahun, datang dengan
keluhan muncul bintil-bintil di sekitar bahu kiri sejak 2
hari. Kulit juga tampak kemerahan. Keluhan mulanya
hanya demam dan rasa tidak nyaman di seluruh tubuh.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah
120/70 mmHg, nadi 90x/menit, nafas 22x/menit, dan
suhu 38,50C. Pemeriksaan fisik lainnya dalam batas
normal. Status dermatologis didapatkan vesikel
berkelompok dengan dasar kulit eritematosa dan
edema. Vesikel berisi cairan jernih dan sebagian keruh.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk
mengkonfirmasi diagnsosis adalah...
a. Kultur virus
b. Deteksi antigen
c. Serologi IgM dan IgG
d. Pewarnaan Unna Pappenheim
e. Tzank test

Jawaban: E. Tzank test


54. Herpes zoster

Herpes Zoster Lesi Kulit pada Herpes Zoster


• Penemuan utama dari PF: • Pemeriksaan:
kemerahan yang terdistribusi • Identifikasi antigen/asam
unilateral sesuai dermatom nukleat dengan PCR
• Rash dapat berupa • Tzank Test
eritematosa, makulopapular,
vesikular, pustular, atau krusta
tergantung tahapan penyakit
• Komplikasi
– Neuralgia pasca herpes, herpes
zoster oftalmika, sindrom
Ramsay-Hunt

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Tzank Test

• Sel tzanck pad apemeriksaan


Tzanck test merupakan sel-sel
epitel raksasa berinti banyak
atau sel Tzanck.
• Sel Tzanck biasa ditemukan di
herpes simpleks, varicella dan
herpes zoster, Pemphigus
vulgaris, dan Cytomegalovirus.
• Terkadang tes ini disebut
Chikenpox skin test atau herpes
skin test karena sering
digunakan pada virus-virus
tersebut.
TZANCK SMEAR
• Kegunaan untuk:
o Immunobullous disorders: pemphigus vulgaris, SSSS, TEN
o Cutaneous infections:
• herpers simplex, herpes zoster, varricella, CMV multinucleated
giant cells
• Moluscum contagiosum
o Genodermatoses (inherited genetic skin conditions example:
ichthyosis; often grouped into three categories: chromosomal,
single gene, and polygenetic)
o Suspected tumors: basal cell epitelioma, paget’s disease,
squamous cell carcinoma
Cytodiagnosis of cutaneous infections with
Tzanck Test

• Herpes simplex, varicella, herpes zoster


– The typical features include characteristic multinucleated syncytial
giant cells and acantholytic cells. The cells appear as if they have
been inflated ("ballooning degeneration")
– Eosinophilic Intranuclear inclusion bodies
• Molluscum contagiosum
– Intracytoplasmic molluscum bodies (Henderson-Patterson
bodies)
• Viral warts:
– koilocytes
• Hand foot and mouth disease
– syncytial nuclei, absence of acantholytic cells
Tatalaksana
 Terapi sistemik
Antivirus diberikan tanpa melihat waktu timbulnya lesi pada:
- Usia >50 tahun
- Dengan risiko terjadinya NPH
- HZO/sindrom Ramsay Hunt/HZ servikal/HZ sakral
- Imunokompromais, diseminata/generalisata, dengan komplikasi
- Anak-anak, usia <50 tahun dan ibu hamil diberikan terapi anti-virus bila disertai
NPH, sindrom Ramsay Hunt (HZO), imunokompromais, diseminata/generalisata,
dengan komplikasi
 Pilihan antivirus
- Asiklovir oral 5x800 mg/hari selama 7-10 hari.
- Dosis asiklovir anak <12 tahun 30 mg/kgBB/hari selama 7 hari, anak >12 tahun 60
mg/kgBB/hari selama 7 hari.
- Valasiklovir 3x1000 mg/hari selama 7 hari.
- Famsiklovir 3x250 mg/hari selama 7 hari.
 Simptomatik
- Nyeri ringan: parasetamol 3x500 mg/hari atau NSAID.
- Nyeri sedang-berat: kombinasi dengan tramadol atau opioid ringan.
PPK PERDOSKI 2017
PPK PERDOSKI 2017
Soal no 55
• Anak Miyako, perempuan, usia 12 tahun, dibawa
oleh orang tua ke Puskesmas karena muncul
bercak putih di wajah sejak 1 bulan. Keluhan
tidak terasa gatal ataupun nyeri. Riwayat trauma
pada daerah tersebut disangkal. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan gambaran kelainan
berupa macula hipopigmentasi dengan batas
tidak tegas disertai skuama putih halus pada
permukaannya dengan ukuran diameter 1,5 cm.
Tatalaksana yang tepat pada kasus di atas
adalah…
a. Salep takrolimus 0,1%
b. Pramoxine
c. Krim betametasone
d. Dosepine
e. Terapi tunggal krim emolien

Jawaban: A. Salep tacrolimus 0.1%


55. Pityriasis alba
• Pityriasis : skuama halus, alba: warna pucat/hipopigmentasi,
biasanya macula hipopigmentasi berbatas tidak tegas dan tidak
gatal
• Kebanyakan pasien memiliki riwayat atopi, dan pityriasis alba bisa
merupakan manifestasi minor dari dermatitis atopic
• Penyebab pasti tidak diketahui, bukan kondisi menular
• Dapat hilang sendiri secara spontan (butuh berbulan bulan hingga
bertahun tahun)
• Predileksi: muka, mulut, dahi, pipi, dan dagu
• Banyak dijumpai pada anak usia 3-16 tahun
• Penanganan bisa dengan penggunaan immunomodulator seperti
tacrolimus dan pimekrolimus, atau penggunaan kortikosteroid
potensi rendah dan emolien
Ptiriasis Alba
• Perjalanan klinis terdiri dari tiga fase:
1. Fase pertama yaitu timbul makula berwarna merah muda
dengan tepi menimbul.
2. Fase kedua timbul dalam beberapa minggu berupa macula
hipopigmentasi dengan skuama putih halus (powdery
white scale) pada permukaannya.
3. Fase ketiga berupa makula hipopigmentasi tanpa skuama
yang dapat menetap hingga beberapa bulan/tahun.
• Ketiga tahap tersebut dapat ditemukan secara bersamaan
• Lesi umumnya berukuran 0,5-3 cm. Dapat berbentuk bulat,
oval atau ireguler.
• Tempat predileksi utama yaitu daerah wajah, dapat pula
ditemukan di leher, batang tubuh, dan ekstremitas.
Rekomendasi PERDOSKI 2017
• Topikal (urutan berdasarkan prioritas)
 Salep takrolimus 0,1% dua kali sehari selama 8 minggu
(Rekomendasi A1)
 Salep kalsitriol 0,0003% dua kali sehari selama 8 minggu
(Rekomendasi A1)
 Pelembab (Rekomendasi C4)
 Kortikosteroid potensi ringan (Rekomendasi C4)
 Krim pimekrolimus 1% dua kali sehari selama 12 minggu
(Rekomendasi C4)
• Fototerapi
• Terapi dengan laser excimer 308 nm dua kali seminggu selama 12
minggu
Bercak hipopigmentasi: diagnosis
banding
Bercak hipopigmentasi: diagnosis
banding
ILMU
KESEHATAN
ANAK
Soal no 56
• Anak Rogi, laki-laki, usia 2 minggu, dibawa
oleh orang tuanya untuk kontrol rutin paska
melahirkan. Pasien mendapatkan ASI eksklusif
hingga usia 6 bulan lalu mulai diperkenalkan
dengan makanan padat setelah usia 6 bulan.
Sang Ibu merupakan seorang model yang
menjalani hidup vegetarian dan berencana
menerapkan hal tersebut pada anaknya sejak
dini. Risiko defisiensi zat apa yang mungkin
terjadi pada bayi tersebut?
a. Vitamin B1
b. Vitamin B6
c. Vitamin B12
d. Vitamin C
e. Vitamin K

Jawaban: C. Vitamin B12


56. Defisiensi Vitamin B12
• Defisiensi vitamin B12 merupakan penyebab
tersering anemia megaloblastik, gangguan
neuropsikiatrik, serta gangguan lainnya.
• Skrining perlu dilakukan pada pasien dengan:
– Reseksi gastrik atau duodenal-jejunum
– Inflammatory bowel disease
– Penggunaan metformin di atas 4 bulan
– Penggunan proton pump inhibitor atau histamine H2
blocker di atas 12 bulan
– Vegetarian termasuk bayi dengan ASI eksklusif dari ibu
vegetarian
– Geriatri

Langan RC. Vitamin B12 Deficiency. Am Fam Physician. 2017.


Defisiensi Vitamin B12
Manifestasi klinis: – Trombositopenia
• Sistemik: – Trombositosis
– Mudah lelah • Neuropsikiatri:
– Palpitasi – Arefleksia
– pucat, – Gangguan kognitif
– Infertilitas – Gangguan berjalan
• Kulit: – Irritable
– Hiperpigmentasi – Gangguan proprioseptif dan
– Jaundice sensasi vibrasi
– Vitiligo – Gangguan olfaktori
– Neuropati perifer
• Gastrointestinal:
– Glossitis • Ibu Hamil dan menyusui:
– Risiko defek tabung neural
• Hematologi (supresi sumsum
tulang): – Menghambat perkembangan
– Anemia makrositik, – Gagal tumbuh
megaloblastik – Hipotonia
– Leukopenia – Ataksia
– Pansitopenia – Anemia
Langan RC. Vitamin B12 Deficiency. Am Fam Physician. 2017.
Defisiensi
Vitamin B12
• Skrining:
– Darah perifer lengkap
 gambaran
makrositosis
– Serum vitamin B12 
< 150 pg/mL
didefinisikan sebagai
defisiensi

Langan RC. Vitamin B12 Deficiency. Am Fam Physician. 2017.


Sumber Vitamin B12
Tatalaksana
• Vitamin B12 oral 1-2 mg/hari
• Injeksi intramuskular sianokobalamin 1 mg 
penggantian vitamin secara cepat 
diindikasikan pada kasus defisiensi berat atau
dengan gejala neurologis berat
– 3x/minggu selama 2 minggu pada pasien tanpa defisit
neurologis
– Jika terdapat defisit neurologis  Diberikan setiap
hari selamat 3 minggu atau hingga gejala membaik
• Pencegahan:
– Rekomendasi minimal konsumsi 2,4 mcg/hari
– Vegetarian direkomendasikan konsumsi suplemen
– Pasien pasca reseksi gastrointestinal konsumsi vitamin
B12 orang 1mg/hari
Langan RC. Vitamin B12 Deficiency. Am Fam Physician. 2017.
Soal no 57
• Anak Lani, perempuan, usia 6 hari, dibawa oleh orang
tuanya ke IGD RSUD Jakarta karena tiba-tiba tampak sesak.
Pasien tidak demam serta tidak menunjukkan gejala
sistemik lainnya. Pasien dilahirkan pervaginam dan cukup
bulan di RSIA dekat rumahnya. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan suhu 370C, nadi 200x/menit, nafas 50x/menit,
dan tekanan darah sulit diukur karena tidak ada manset
bayi. Saat auskultasi regio toraks didapatkan murmur mid-
to-late sistolik derajat 3/6 di daerah batas atas sternal kiri
yang menjalar ke daerah interskapula kiri. Pada palpasi
abdomen menujukkan pembesaran hepar. Ketika dilakukan
pemeriksaan pulsasi femoral, tidak teraba pulsasi arteri dan
tungkai bawah tampak lebih sianotik dibandingkan tangan.
Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal. Apa
kemungkinan besar diagnosis pasien tersebut?
a. Koarktasi aorta
b. Tetralogy of Fallot (ToF)
c. Patent Ductus Arteriosus (PDA)
d. Defek septal atrial (ASD)
e. Defek septal ventrikel (VSD)

Jawaban: A. Koarktasi aorta


Tekanan di dalam Jantung

57. Penyakit Jantung


Bawaan

PJB

Asianotik Cyanotic

↓ aliran darah ↑ aliran darah


↑ volume: pulmonal: pulmonal:
↑ pressure:
- ASD - ToF - Transposition
- Valve stenosis
- VSD - Atresia of the great
- Coarctation of pulmonal vessels
- PDA aorta
- Atresia - Truncus
- Valve
tricuspid arteriosus
regurgitation

1. Nelson’s textbook of pediatrics. 18th ed.


2. Pathophysiology of heart disease. 5t ed.
Penyakit jantung kongenital
• Asianotik: L-R shunt
– ASD: fixed splitting S2,
murmur ejeksi sistolik
– VSD: murmur pansistolik
– PDA: continuous murmur
• Sianotik: R-L shunt
– TOF: PS, VSD, overriding
aorta, RVH. Boot like heart
pada radiografi
– TGA

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0002103/
Acyanotic Congenital HD:
General Pathophysiology

With ↑ volume load Clinical Findings


The most common: left to right e.g. ASD, VSD, PDA
shunting

Blood back into the lungs ↓ compliance & ↑ work of breathing

Fluid leaks into the interstitial space & Pulmonary edema, tachypnea, chest
alveoly retraction, wheezing

↑ Heart rate & stroke volume


High level of ventricular output -> ↑Oxygen consumption -> sweating,
↑sympathetic nervous system irritability, FTT
Remodelling: dilatation & hypertrophy

If left untreated, ↑ volume load will Eventually leads to Eisenmenger


increase pulmonary vascular resistance Syndrome

1. Nelson’s textbook of pediatrics. 18th ed.


Acyanotic Congenital HD:
General Pathophysiology
With ↑ pressure load Clinical Findings

Obstruction to normal blood Murmur PS & PS: systolic


flow: pulmonic stenosis, aortic
stenosis, coarctation of aorta. murmur;

Hypertrophy & dilatation of


Dilatation happened in the later
ventricular wall
stage

Severe pulmonic stenosis in newborn


Defect location determine  right-sided HF (hepatomegaly,
the symptoms peripheral edema)

Severe aortic stenosis  left-sided


(pumonary edema, poor perfusion)
& right-sided HF
1. Nelson’s textbook of pediatrics. 18th ed.
Koarktasio Aorta
• Patofisiologi:
– Penyempitan aorta yang
menyebabkan
peningkatan afterload
dan wall stress, hipertrofi
ventrikel kiri, dan gagal
jantung kongestif.
– Koarktasio dapat muncul
sendiri ataupun terkait
dengan penyakit jantung
bawaan lainnya.
– Pada koarktasio yang
parah  perfusi sistemik
bergantung pada aliran
duktus arteriosus dan
kolateral lainnya.
Manifestasi Klinis
• Neonatus  asimtomatik bila terdapat PDA
atau koarktasio tidak berat
• Balita dan Anak  diagnosis sulit bila pasien
asimtomatik dan koarktasio ringan
• Dapat timbul nyeri dada, ekstremitas dingin,
dan klaudikasio saat aktivitas fisik.
• Gagal jantung jarang terjadi setelah periode
neonatus
Manifestasi Klinis (2)
Pemeriksaan fisik:
• Temuan klasik:
– hipertensi sistolik pada ekstremitas atas atau tekanan
darah sistolik pada ekstremitas bawah lebih rendah
dibandingkan brakial atau dapat pula terjadi
– Pulsasi femoral tidak ada atau melemah atau
terlambat munculnya (delay) dibandingkan dengan
pulsasi brakial
• Sianosis diferensial akibat koarktasio berat atau
pirau kanan ke kiri pada PDA menuju aorta
torakalis desenden
• Dapat terjadi gagal jantung
• Pucat, rewel, diaforesis, sesak
• Hepatomegali
Manifestasi Klinis (3)
Pemeriksaan fisik:
• Auskultasi dapat normal
bisa koarktasio ringan
• Bising ejeksi sistolik dan
ejection systolic click yang
berasal dari katup aortik
bikuspid, dengan
pungtum maksimum di
apeks atau batas sternal
kiri.
• Murmur kontinu juga
dapat terjadi apabila
terdapat kolateral
pembuluh besar di sekitar
koarktasio.
COARCTATIO Klinis, EKG, Ro,
Ekokardiografi
AORTA

COARCTATIO COARCTATIO + VSD COARCTATIO


SEDERHANA KOMPLEKS
Reparasi : Arcus Aorta Arkus Aorta Disertai
- E to E normal hipoplastik hipoplastik LV & MV
- Flap subklavia (HLH)
- Patch

VSD VSD Reparasi Norwood


tunggal multipel komplit tahap I
dalam CPB

Reparasi coarct
Reparasi Coarct Reparasi coarct +
+ tutup VSD + PAB Reparasi intracardiac
Ventricular Septal Defect
Atrial Septal Defect
Patent Ductus Arteriosus
Cyanotic Congenital HD
Cyanotic lesions with ↓ pulmonary blood flow must include both:
an obstruction to pulmonary blood flow & a shunt from R to L

Common lesions:
Tricuspid atresia, ToF, single ventricle with pulmonary stenosis

The degree of cyanosis depends on:


the degree of obstruction to pulmonary blood flow

If the obstruction is mild:


Cyanosis may be absent at rest
These patient may have hypercyanotic spells during condition of stress

If the obstruction is severe:


Pulmonary blood flow may be dependent on patency of the ductus arteriosus.
When the ductus closes  hypoxemia & shock
Cyanotic Congenital HD
Cyanotic lesions with ↑ pulmonary blood flow is not associated
with obstruction to pulmonary blood flow

Cyanosis is caused by:


Total mixing of systemic venous &
Abnormal ventricular-arterial pulmonary venous within the heart:
connections: - Common atrium or ventricle
- Total anomolous pulmonary venous
- TGA return
- Truncus arteriosus

1. Nelson’s textbook of pediatrics. 18th ed.


Tetralogi Fallot
Soal no 58
• Anak Doel, laki-laki, 6 tahun, dibawa oleh orang tuanya
ke klinik karena mengeluhkan diare dan konstipasi
hilang timbul sejak 3 minggu terakhir. Keluhan juga
disertai nyeri perut. Awalnya feses encer seperti air,
namun kemudian berubah menjadi berminyak dan
berbau busuk. Keluhan demam ataupun muntah tidak
dialami pasien. Orang tua pasien menyebutkan bahwa
beberapa anak di lingkungan rumahnya mengalami hal
serupa. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan tanda vital
dalam batas normal, nyeri tekan saat palpasi umum
abdomen tanpa temuan defans. Pemeriksaan lanjutan
yang perlu dilakukan untuk menegakkan dugaan
diagnosis Anda adalah…
a. Pemeriksaan kontras enema
b. Kolonoskopi
c. Pemeriksaan imuno-enzim feses
d. Esofagogastriduodenoskopi
e. Pemeriksaan leukosit feses

Jawaban: C. Pemeriksaan imuno-enzim feses


58. Giardiasis
Anerior membulat

Trofozoit
Kista

Trofozoit:
- Pear shaped
Flagel Inti - Sepasang
nukleusseperti mata
- Pada bagian ventral
Posterior tajam terdapat alat
isapuntuk menempel
di mukosa usus
Giardiasis
• Etiologi: protozoa  Giardia lamblia
• Gejala klinis
– Dapat asimtomatik
– Diare dengan gambaran ekskresi lemak meningkat (steatorrhea)
• Akut  berbau, mual, distensi abdomen, demam, tidak ada darah
dalam tinja
• Kronis  nyeri dan distensi abdomen, tinja berlendir, penurunan
berat badan
• Diagnosis:
– Pemeriksaan feses untuk memeriksa stadium kista atau trofozoit
apabila sampel segar
– Bila sulit dilakukan, dapat menggunakan pemeriksaan imuno-
enzim feses untuk mendeteksi Antigen Giardia
• Terapi:
– DOC: Metronidazole 3x250 mg selama 5-7 hari (anak 3x15
mg/kgBB selama 5 hari)
– Alternatif: Tinidazole 2 g PO SD (anak 50 mg/kgBB PO SD)
pemeriksaan imuno-enzim feses
Soal no 59
• Anak Ratu, perempuan, usia 13 tahun, dibawa
oleh kedua orang tuanya untuk kontrol lanjutan
ke Klinik Endokrin Anak. Sebelumnya pasien
sudah rutin berobat ke klinik tersebut. Kondisi
saat ini, pasien menunjukkan tanda-tanda berupa
hirsutisme, amenorea, dan virilisasi. Oleh dokter
tersebut pasien sebelumnya didiagnosis
menderita Sindrom Polikistik Ovarium.
Berdasarkan pemaparan tersebut, kemungkinan
etiologi apa yang mendasari patofisiologi pada
pasien tersebut?
a. Estrogen
b. FSH
c. LH
d. Testosteron
e. TSH

Jawaban: D. Testosteron
59. Sindrom Polikistik Ovarium
• Gangguan ini disebabkan malfungsi abnormal aksis
hipotalamus-hipofisis-ovarium.
• Wanita dengan gangguan ini mengalami gangguan
metabolisme androgen dan estrogen serta dalam
kontrol produksi androgen.
• Karakteristik utama gangguan ini adalah sekresi
gonadotropin yang tidak sesuai akibat disfungsi
ovarium  terjadi peningkatan kadar hormon
androgenik seperti testosterone, androstenedione, dan
dehidroepiandrosterone sulfat.
• Seorang wanita didiagnosis sebagai sindrom polikistik
ovarium bila memiliki 12 atau lebih folikel dalam 1
ovarium.
Lucidi RS. Policystic ovarian syndrome. Emedicine. 2018.
Sindrom Polikistik Ovarium
• Tanda utama gangguan ini berupa disfungsi menstruasi
(amenorea atau oligomenorea), anovulasi, dan
munculnya tanda hiperandrogenisme  virilisasi
• Hirsutisme
• Akantosis nigrikans
• Infertilitas jika sudah dewasa
• Resistensi insulin perifer dan hiperinsulinemia 
Obesitas, diabetes, hipertensi, dan sindrom metabolik
• Obstructive sleep apnea
• Pembesaran ovarium
• Alopesia
• Acne
Lucidi RS. Policystic ovarian syndrome. Emedicine. 2018.
Lucidi RS. Policystic ovarian syndrome. Emedicine. 2018.
Kriteria
Diagnosis
Sindrom
Polikistik
Ovarium
Sindrom Polikistik Ovarium
• Pemeriksaan penunjang  mengeksklusi gangguan lain
yang dapat menyebabkan gangguan menstruasi dan
hiperandrogensisme seperti:
– Tumor ovarium
– Disfungsi tiroid  TSH dan fT4
– Hiperplasia adrenal kongenital
– Hiperprolaktinemia  kadar serum prolaktin
– Sindrom Cushing  kadar kortisol urin
• Kadar total testosterone
• Indeks androgen bebas
• Serum hCG
• USG, CT Scan, atau MRI untuk visualisasi ovarium
Lucidi RS. Policystic ovarian syndrome. Emedicine. 2018.
Tatalaksana
• Nonmedikamentosa:
– Modifikasi gaya hidup: diet, olah raga, penurunan
berat badan
• Medikamentosa:
– Kontrasepsi oral seperti etinil estradiol atau
medroksiprogesterone  induksi menstruasi
– Jika gejala hiperandrogenisme seperti hirsutisme
belum hilang  diberikan agen penghambat
androgen  letrozole atau klomifene sitrat.
– Antiandrogen lain  spironolactone, leuprolide,
finasteride
– Agen hipoglikemik  metformin, insulin

Lucidi RS. Policystic ovarian syndrome. Emedicine. 2018.


Soal no 60
• Anak Konyaku, 1 tahun, dibawa oleh orang
tuanya ke poliklinik karena seperti tampak sesak
sejak 2 hari. Orang tua pasien juga mengatakan
anaknya demam, beringus, dan disertai batuk
kering. Riwayat keluhan sebelumnya seperti ini
dan keluhan serupa di keluarga disangkal. Pada
pemeriksaan fisik, suhu 38,50C, nadi 110x/menit,
nafas 40x/menit. Pada auskultasi toraks
terdengar suara wheezing serta tampak retraksi
subkostal. Etiologi tersering penyakit ini adalah…
a. Adenovirus
b. Parainfluenzae virus
c. Enterovirus
d. Respiratory Syncytial Virus
e. Influenza virus

Jawaban: D. Respiratory Syncytial Virus


60. Bronkiolitis
• Infeksi pada bronchioli akibat
infeksi virus yang menyerang anak
di bawah usia 2 tahun, terutama
usia 2-6 bulan.
• Etiologi:
– Respiratory syncytial virus (RSV) 
tersering
– Virus influenza
– Virus parainfluenza
– Adenovirus
Patofisiologi
Bronkiolitis
Bronkiolitis
Bronkiolitis
Bronkiolitis

• Tampak hiperinflasi dengan diafragma yang mendatar


dan opasifikasi pada paru kanan (lingkaran merah)
• Tampat atelektasis (lingkaran biru)
Tatalaksana Bronkiolitis
• Penyakit Ringan:
– Terapi simtomatis
• Penyakit sedang-berat:
– Tatalaksana life support  O2 dan IVFd
– Etiologi: Terapi antivirus jarang tersedia, antibiotik
bila ternyata etiologinya bakteri
– Terapi simtomatik:
• Bronkodilator  kontroversial namun masih bisa
diberikan dengan alasan terjadinya inflamasi serta
bronkospasme dan meningkatkan mukosiler
• Kortikosteroid  kontroversial (tidak efektif)
Soal no 61
• Anak Bigen, laki-laki, 4 tahun, dibawa oleh
orang tuanya karena tampak darah di urin
ketika buang air kecil. Orang tua juga
mengatakan bahwa anaknya kadang tampak
kesakitan di daerah perut selama 2 bulan
terakhir. Pada pemeriksaan fisik, perut tampak
agak distensi dan teraba massa pada kuadran
kanan atas. Pada urinalisis ditemukan adanya
darah dan protein. Apa kemungkinan
diagnosis pada pasien tersebut?
a. Kistik nefroma
b. Sistitis
c. Sindrom nefrotik
d. Neuroblastoma
e. Tumor Wilms

Jawaban: E. Tumor Wilms


61. Tumor Wilms
• Tumor ganas ginjal pada anak yang terdiri dari sel
spindel dan jaringan lain, disebut juga
adenomiosarkoma, embrioma ginjal,
nefroblastoma, atau renal karsinosarkoma.
• Merupakan tumor solid pada renal yang
terbanyak pada masa kanak-kanak
• Puncak usia 3 tahun
• Biasanya unilateral ginjal
• Etiologi:
– Non-familial: 2 postzygotic mutatiion pada single cell
– Familial: 1 prezygotic mutation dan subsequent
postzygotic event
– Mutasi pada lengan pendek kromosom 11 (11p13)
The American Heritage® Stedman's Medical Dictionary Copyright © 2002, 2001, 1995 by Houghton Mifflin
Company. Published by Houghton Mifflin Company.
Tumor Wilms
• Gejala:
– Massa dan nyeri abdomen
– Hematuria makroskopik
– Hipertensi
– Anoreksia, mual, muntah
• Pemeriksaan Penunjang:
– Lab: Urinalisis: hematuria, anemia, perdarahan
subkapsular. Jika sudah metastasis ke liver terdapat
peningkatan kreatinin.
– CT scan  memantau ekstensi tumor
– X Ray Toraks  melihat metastasis ke paru
– Biopsi
The American Heritage® Stedman's Medical Dictionary Copyright © 2002, 2001, 1995 by Houghton Mifflin
Company. Published by Houghton Mifflin Company.
Tumor Wilms

The American Heritage® Stedman's Medical Dictionary Copyright © 2002, 2001, 1995 by Houghton Mifflin
Company. Published by Houghton Mifflin Company.
Soal no 62
• Bayi Giro, laki-laki, usia 1 minggu, datang
untuk kontrol paska kelahiran. Saat
pemeriksaan, tampak seperti ada benjolan di
daerah sekitar pusar. Bayi juga tampak lemas
dan jarang menetek. Pada pemeriksaan fisik
tampak kulit kering, hipotonus, perut buncit,
dan makroglosi. Diagnosis yang mungkin
menyebabkan gejala pada bayi tersebut
adalah…
a. Hipertiroid
b. Hipotiroid
c. Hipoglikemia
d. DM Tipe 1
e. Sindrom Down

Jawaban: B. Hipotiroid
62. Hipotiroid Kongenital
• Hipotiroid kongenital adalah kelainan fungsi dari kelenjar tiroid yang
didapat sejak bayi baru lahir.
• Kondisi ini dapat terjadi karena kelainan anatomi atau gangguan
metabolisme pembentukan hormon tiroid atau defisiensi iodium.
• Selama kehamilan, plasenta berperan sebagai media transportasi
elemen-elemen penting untuk perkembangan janin. Thyroid Releasing
Hormone (TRH) dan iodium – yang berguna untuk membantu
pembentukan Hormon Tiroid (HT) janin – bisa bebas melewati plasenta.
Demikian juga hormon tiroksin (T4). Namun disamping itu, elemen yang
merugikan tiroid janin seperti antibodi (TSH receptor antibody) dan obat
anti tiroid yang dimakan ibu, juga dapat melewati plasenta. Sementara,
TSH, yang mempunyai peranan penting dalam pembentukan dan
produksi HT, justru tidak bisa melewati plasenta.

Pedoman skrining hipotiroid kongenital kemenkes 2014


Hipotiroid kongenital pada Anak
• Merupakan salah satu penyebab retardasi
mental yang dapat dicegah. Bila terdeteksi
setelah usia 3 bulan, akan terjadi penurunan IQ
bermakna.
• Tata laksana tergantung penyebab. Sebaiknya
diagnosis etiologi ditegakkan sebelum usia 2
minggu dan normalisasi hormon tiroid
(levotiroksin)sebelum usia 3 minggu.

Postellon DC. Congenital hypothyroidism. http://emedicine.medscape.com/article/919758-overview


Gambaran klinis
• Most affected infants have few or no symptoms,
because their thyroid hormone level is only
slightly low. However, infants with severe
hypothyroidism often have a unique
appearance, including:
– Dull look
– Puffy face
– Thick tongue that sticks out
• This appearance usually develops as the disease
gets worse. The child may also have:
– Choking episodes
– Constipation
– Dry, brittle hair
– Jaundice
– Lack of muscle tone (floppy infant)
– Low hairline
– Poor feeding
– Short height (failure to thrive)
– Sleepiness
– Sluggishness

Neeonatal hypothyroidism. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0002174/


Quebec Clinical Scoring
for Congenital Hypothyroid
Figure 3 Diagnostic algorithm for the detection of primary congenital hypothyroidism

Grüters, A. & Krude, H. (2011) Detection and treatment of congenital hypothyroidism


Nat. Rev. Endocrinol. doi:10.1038/nrendo.2011.160
Skrining
• Pengambilan spesimen darah yang paling ideal adalah ketika umur
bayi 48 sampai 72 jam.
• Namun, pada keadaan tertentu pengambilan darah masih bisa
ditolerir antara 24–48 jam (contoh: ibu pulang paksa).
• Akan tetapi, sebaiknya darah tidak diambil dalam 24 jam pertama
setelah lahir karena pada saat itu kadar TSH masih tinggi, sehingga
akan memberikan sejumlah hasil tinggi/positif palsu (false positive).
• Jika bayi sudah dipulangkan sebelum 24 jam, maka spesimen perlu
diambil pada saat kontrol, tepatnya saat bayi berusia 48 sampai 72
jam
• Sampel darah diteteskan di kertas saring dan diperiksa di
laboratorium
• Hasil sudah bisa diperoleh dalam 1 minggu

Pedoman skrining hipotiroid kongenital kemenkes 2014


Intepretasi hasil
• Kadar TSH < 20 μU/mL berarti normal
• Jika kadar TSH antara ≥ 20 μU/mL , perlu pengambilan
spesimen ulang (resample) atau dilakukan
pemeriksaan DUPLO (diperiksa dua kali dengan
spesimen yang sama, kemudian diambil nilai rata-
rata). Bila pada hasil pengambilan ulang didapatkan:
 Kadar TSH < 20 μU/mL, maka hasil tersebut
dianggap normal.
 Kadar TSH ≥ 20 μU/mL, maka harus dilakukan
pemeriksaan TSH dan FT4 serum

Pedoman skrining hipotiroid kongenital kemenkes 2014


Tatalaksana
• Pengobatan dengan L-T4 diberikan segera setelah hasil tes
konfirmasi.
• Bayi dengan hipotiroid berat diberi dosis tinggi, sedangkan bayi
dengan hipotiroid ringan atau sedang diberi dosis lebih rendah.
• Bayi yang menderita kelainan jantung, mulai pemberian 50% dari
dosis, kemudian dinaikkan setelah 2 minggu.
Dosis levotiroksin (L-T4)

Pedoman skrining hipotiroid kongenital kemenkes 2014


Evaluasi terapi
• Pemantauan pertama setelah 2 minggu sejak pengobatan
tiroksin
• Selanjutnya tiap 4 minggu sampai kadar TSH normal
• Tiap 2 bulan sampai umur 12 bulan
• Dari umur 1 – 3 tahun, pemantauan klinis dan
laboratorium tiap 4 bulan
• Selanjutnya tiap 6 bulan sampai selesai masa
pertumbuhan.
• Setelah umur 18 tahun, dialihrawatkan pada ahli penyakit
• dalam.
• Pemeriksaan sebaiknya dilakukan lebih sering bila
kepatuhan minum obat meragukan, atau ada perubahan
dosis (4 – 6 minggu setelah perubahan dosis.
Pedoman skrining hipotiroid kongenital kemenkes 2014
Target pengobatan

• Nilai T4 serum,130 – 206 nmol/L (10 – 16


μg/dl )
• FT4 18 – 30 pmol/L (1,4 - 2,3 μg/dl) kadar FT4
ini dipertahankan pada nilai di atas 1,7 μg/dl
(75% dari kisaran nilai normal). Kadar ini
merupakan kadar optimal.
• Kadar TSH serum, sebaiknya dipertahankan di
bawah 5 μU/mL

Pedoman skrining hipotiroid kongenital kemenkes 2014


Soal no 63
• Anak Haciko, perempuan, 12 tahun, dibawa oleh
orang tuanya untuk pemeriksaan karena selama 2
bulan terakhir pasien sering merasa kelelahan.
Orang tua pasien juga menyebutkan pasien
menjadi lebih sering buang air kecil. Pasien
kadang mengeluhkan nyeri perut yang tidak jelas
munculnya. Anak juga menjadi sulit konsentrasi di
sekolahnya. Selain itu pasien juga merasa bahwa
berat badannya semakin turun dalam 2 bulan
terakhir hingga 3 kg. Pemeriksaan lanjutan apa
yang diperlukan untuk konfirmasi diagnosis
tersebut?
a. Pemeriksaan darah lengkap
b. Pemeriksaan fungsi hati
c. Pengukuran serum amilase
d. Pengukuran serum glukosa
e. Pemeriksaan fungsi tiroid

Jawaban: D. Pengukuran serum glukosa


63. Diabetes Melitus Tipe 1
• Merupakan kelainan sistemik akibat gangguan metabolisme
glukosa yang ditandai oleh hiperglikemia kronik.
• Etiologi: Suatu proses autoimun yang merusak sel β pankreas
sehingga produksi insulin berkurang, bahkan terhenti. Dipengaruhi
faktor genetik dan lingkungan.
• Insidensi tertinggi pada usia 5-6 tahun dan 11 tahun
• Komplikasi : Hipoglikemia, ketoasidosis diabetikum, retinopathy ,
nephropathy and hypertension, peripheral and autonomic
neuropathy, macrovascular disease
• Manifestasi Klinik:
– Poliuria,polidipsia, polifagia ,dan penurunan berat badan
– Pada keadaan akut yang berat: muntah, nyeriperut, napascepat dan
dalam, dehidrasi, gangguan kesadaran

1. Konsensus Nasional Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 1. UKK Endokrinologi Anak dan Remaja, IDAI World Diabetes Foundation. 2009
2. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan AnaK. Diabetes Melitus pada Anak(DM tipe-1). RSCM. 2007
Kriteria Diagnosis DM pada Anak
• Glukosa darah puasa dianggap normal bila kadar
glukosa darah kapiler < 126 mg/dL (7 mmol/L).
Glukosuria saja tidak spesifik untuk DM sehingga perlu
dikonfirmasi dengan pemeriksaan glukosa darah.
• Diagnosis DM dapat ditegakkan apabila memenuhi
salah satu kriteria sebagai berikut:
– Ditemukannya gejala klinis poliuria, polidpsia, polifagia,
berat badan yang menurun, dan kadar glukasa darah
sewaktu >200 mg/ dL (11.1 mmol/L).
Pada penderita yang asimtomatis ditemukan kadar glukosa
darah sewaktu >200 mg/dL atau kadar glukosa darah puasa
lebih tinggi dari normal dengan tes toleransi glukosa yang
terganggu pada lebih dari satu kali pemeriksaan.

1. Konsensus Nasional Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 1. UKK Endokrinologi Anak dan Remaja, IDAI World Diabetes Foundation. 2009
2. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan AnaK. Diabetes Melitus pada Anak(DM tipe-1). RSCM. 2007
Tes Toleransi Glukosa
• Pada anak biasanya tes toleransi glukosa (TTG) tidak perlu dilakukan
untuk mendiagnosis DM tipe-1, karena gambaran klinis yang khas.
• Indikasi TTG pada anak adalah pada kasus-kasus yang meragukan
yaitu ditemukan gejala-gejala klinis yang khas untuk DM, namun
pemeriksaan kadar glukosa darah tidak menyakinkan.
• Dosis glukosa yang digunakan pada TTG adalah 1,75 g/kgBB
(maksimum 75 g).
• Glukosa tersebut diberikan secara oral (dalam 200-250 ml air)
dalam jangka
• waktu 5 menit.
• Tes toleransi glukosa dilakukan setelah anak mendapat diet tinggi
karbohidrat (150-200 g per hari) selama tiga hari berturut-turut dan
anak puasa semalam menjelang TTG dilakukan.
– Selama tiga hari sebelum TTG dilakukan, aktifitas fisik anak tidak
dibatasi.
– Anak dapat melakukan kegiatan rutin sehari- hari.
• Sampel glukosa darah diambil pada menit ke 0 (sebelum diberikan
glukosa oral), 60 dan 120.
Penilaian Hasil Tes Toleransi Glukosa
• Anak menderita DM apabila:
Kadar glukosa darah puasa ≥140 mg/dL (7,8 mmol/L) atau
Kadar glukosa darah pada jam ke 2 ≥200 mg/dL (11,1
mmol/L)
• Anak dikatakan menderita toleransi gula terganggu apabila:
Kadar glukosa darah puasa <140 mg/dL (7,8 mmol/L) dan
Kadar glukosa darah pada jam ke 2: 140-199 mg/dL (7,8-11
mmol/L)
• Anak dikatakan normal apabila :
Kadar glukosa darah puasa (plasma) <110 mg/dL (6,7
mmol/L) dan
Kadar glukosa darah pada jam ke 2: <140 mg/dL (7,8-11
mmol/L)

1. Konsensus Nasional Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 1. UKK Endokrinologi Anak dan Remaja, IDAI World Diabetes Foundation. 2009
2. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan AnaK. Diabetes Melitus pada Anak(DM tipe-1). RSCM. 2007
DM Tipe 1
• Pemeriksaan Penunjang:
• Penderita baru: serum glukosa, urin reduksi dan
keton urin, HbA1C, C- Peptide (untuk
membedakan diabetes tipe 1 dan tipe 2),
pemeriksaan autoantibodi yaitu: cytoplasmic
antibodies (ICA), insulin autoantibodies (IAA), dan
glutamic acid decarboxylase (GAD).
• Penderita lama: HbA1c Setiap 3 bulan sebagai
parameter kontrol metabolik
– HbA1c < 7% baik
– HbA1c < 8% cukup
– HbA1c > 8% buruk
1. Konsensus Nasional Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 1. UKK Endokrinologi Anak dan Remaja, IDAI World Diabetes Foundation. 2009
2. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan AnaK. Diabetes Melitus pada Anak(DM tipe-1). RSCM. 2007
Tatalaksana DM Tipe 1
• Insulin kerja cepat :
– Setelah makan
– Snack sore
– Saat hiperglikemi dan ketosis
– Pada CSII (continuous subcutaneous insulin infusion)
• Insulin kerja pendek:
– Sebelum makan
– Pilihan pada balita
• Insulin kerja menengah:
– Pilihan pada penderita yang memiliki pola hidup teratur
• Insulin kerja panjang:
– Masa kerja lebih dari 24 jam
– Digunakan dalam regimen basal-bolus
• Insulin kerja campuran:
– Dianjurkan bagi penderita yang memiliki kontrol metabolik baik.
1. Konsensus Nasional Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 1. UKK Endokrinologi Anak dan Remaja, IDAI World Diabetes Foundation. 2009
2. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan AnaK. Diabetes Melitus pada Anak(DM tipe-1). RSCM. 2007
Jenis Insulin
Soal no 64
• Anak Baroud, laki-laki, usia 6 tahun, dibawa oleh orang
tuanya ke IGD karena tiba-tiba tidak sadar sejak 1 jam
lalu. Pasien demam tinggi sejak 4 hari. Pasien
sebelumnya mengeluhkan nyeri kepala lalu sempat
beberapa kali kejang kelojotan sebelum akhirnya tidak
sadar. Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran
koma, tekanan darah 110/70 mmHg, suhu 400C, nadi
110x/menit, nafas 28x/menit. Tanda rangsang
meningeal negatif. Tampak tanda gangguan berupa
spastisitas, hiperrefleks, disertai adanya refleks
patologis. Diagnosis apa yang mungkin terjadi pada
pasien tersebut?
a. Meningitis
b. Epilepsi
c. Tumor intrakranial
d. Kejang demam kompleks
e. Ensefalitis

Jawaban: E. Ensefalitis
64. Ensefalitis
• Infeksi jaringan otak akibat mikroorganisme
– Virus (tersering VZV, EBV, CMV), bakteri, jamur, protozoa
• Manifestasi klinis:
– Demam tinggi mendadak, sering hiperpireksia
– Penurunan kesadaran dengan cepat hingga koma
– Nyeri kepala
– Perubahan kepribadian dan perilaku
– Kejang bersifat umum atau fokal hingga status konvulsivus
– Dapat disertai gejala peningkatan tekanan intrakranial
karena terjadi edema otak
– Kelumpuhan tipe UMN (spastis, hiperrefleks, refleks
patologis positif, dan klonus)
PPM IDAI 2010.
Ensefalitis
• Kecurigaan karena VZV, EBV, virus mumps jika:
– Ruam kulit
– Limfadenopati
– Hepatosplenomegali
– Pembesaran parotis
• Kecurigaan infeksi pada neonatus disebabkan oleh herpes
simpleks virus jika:
– Lesi herpetik
– Keratokonjungtivitis
– Keterlibatan orofaringeal, mukosa bukal, dan lidah
– Gejala ensefalitis seperti kejang, iritabel, penurunan atensi, dan
fontanel menonjol.
– Ikterik, hepatomegali, tanda syok
Ensefalitis
• Pemeriksaan penunjang:
– Darah perifer lengkap
– Pemeriksaan gula darh
– Elektrolit
– Pungsi lumbal  dapat normal atau terdapat abnormalitas
ringan-sedang berupa peningkatan jumlah sel 50-
200/mm3, sel dominasi limfosit, protein meningkat tapi
tidak signifikan, dan glukosa normal.
– Kultur bila terdapat lesi, tes Tzanck, kultur CSF, kultur darah
bila kecurigaan bakterial, tes serologi toksoplasma
– CT Scan atau MRI  edema otak umum atau fokal
– Elektroensefalografi  penting pada pasien ensefalitis
karena dapat menunjukkan perlambatan atau gelombang
epileptiform baik umum atau fokal.
PPM IDAI 2010.
Ensefalitis
• Tatalaksana:
– Suportif
• Hiperpireksia  antipiretik
• Keseimbangan cairan dan elektrolit  IVFd
• Peningkatan tekanan intrakranial  manitol 0,5-1 g/kg/kali
atau furosemide 1 mg/kg/kali.
• Tatalaksana kejang  fenitoin atau fenobarbital untuk
mencegah kejang berulang
• Apabila terdapat neuritis optika, mielitis, vaskulitis inflamasi,
atau acute disseminated encephalomyelitis (ADEM) 
kortikosteroid selama 2 minggu: metilprednisolon dosis
tinggi 15 mg/kg/hari tiap 6 jam selama 3-5 hari dan
dilanjutkan prednison oral 1-2 mg/kg/hari selama 7-10 hari.
PPM IDAI 2010.
Soal no 65
• Anak Badrun, laki-laki, usia 6 tahun, dibawa oleh orang
tuanya ke poliklinik karena keluhan masih sering
mengompol sejak bayi. Berdasarkan pemaparan orang
tuanya, pasien belum pernah berhenti mengompol
terutama siang hari. Biasanya anaknya mengompol 3-
4x dalam seminggu. Orang tua khawatir karena
anaknya akan segera masuk SD dan akan mengompol
di sekolah. Anaknya sempat tidak mengompol saat usia
4 tahun, namun hanya bertahan sekitar 2-3 bulan saja.
Saat ini anaknya tidak minum obat apapun. Tumbuh
kembang anak dalam batas normal. Pemeriksaan fisik
dalam batas normal. Apa diagnosis pasien tersebut?
a. Enuresis primer
b. Enuresis sekunder
c. Diabetes insipidus
d. ISK kronis
e. Enuresis diurnal

Jawaban: A. Enuresis primer


65. Enuresis
• Normalnya anak berhenti mengompol sejak 2 ½ tahun, dan
hanya 10-15% yang masih mengompol hingga usia 5 tahun.
• Anak mengompol minimal 2x dalam seminggu dalam
periode paling sedikit 3 bulan pada usia 5 tahun atau lebih
• Tidak disebabkan oleh efek obat-obatan
• Enuresis berlangsung melalui proses berkemih yang
normal, namun tempat dan waktu tidak tepat.
– Tempat: kasur atau masih mengenakan pakaian
– Waktu: malam hari (nokturnal monosimtomatik), siang hari
(diurnal), campuran.
• Klasifikasi:
– Primer  anak yang belum pernah berhenti mengompol sejak
massa bayi
– Sekunder  anak berusia lebih dari 5 tahun yang sebelumnya
pernah bebas masa mengompol minimal selama 12 bulan.
PPM IDAI 2010.
Enuresis
• Promotif/Preventif

• Diagnosis

PPM IDAI 2010.


Enuresis
• Pemeriksaan Fisik  eksklusi gangguan organik
– Inspeksi dan palpasi abdomen
– Pemeriksaan genital
– Pengamatan berkemih
– Pemeriksaan neurologis  refleks perifer, sensasi
perineal, tonus sfingter ani, pemeriksaan daerah
punggung, dan refleks lumbosakral
• Pemeriksaan penunjang:
– Urinalisis  kemungkinan infeksi
– USG
Enuresis
• Tatalaksana:
– Terapi perilaku:
• memotivasi anak, identifikasi faktor yang mempersulit
penyembuhan seperti masalah sosial dan keluarga
• Pengaturan perilaku:
– Minum dan berkemih teratur dan berkemih sebelum tidur
– Lifting and night awakening
– Retention control training
– Dry bed training
– Hipnoterapi
• Penggunaan enuresis alarm
– Farmakoterapi  hanya pada anak yang gagal dengan
terapi perilaku
• Desmopresin (DDAVP) dengan dosis 5-40 ug sebagai obat
semprot hidung
• Oksibutinin 5-10 mg
Soal no 66
• Bayi Upin, laki-laki, usia 1 hari, dirawat di
perinatologi karena lahir secara prematur
melalui SC atas indikasi PPROM dan
mengalami asfiksia. Pada pemeriksaan rutin di
perinatologi, kadar glukosa darah bayi 25
mg/dL. Bayi tampak apatis dan sudah sulit
diberikan asupan nutrisi. Saat ini bayi masih
dalam keadaan sesak dan terpasang CPAP.
Tatalaksana yang sesuai adalah…
a. Berikan infus Dekstrosa 10% sebagai tambahan
asupan oral
b. Dilakukan pemberian kortikosteroid
c. Berikan bolus IV Dekstrosa 10% 2 cc/kg
d. Berikan bolus IV Dekstrosa 40% 10 cc
e. Berikan bolus IV Dekstrosa 5% 4 cc/kg

Jawaban: C. Berikan bolus IV Desktrosa 10% 2


cc/kg
66. Hipoglikemia Neonatus
• Hipoglikemia adalah kondisi bayi • Insulin dalam aliran darah fetus tidak
dengan kadar glukosa darah <45 mg/dl bergantung dari insulin ibu, tetapi
(2.6 mmol/L), baik bergejala atau tidak dihasilkan sendiri oleh pankreas bayi
• Hipoglikemia berat (<25 mg/dl) dapat • Pada Ibu DM terjadi hiperglikemia
menyebabkan palsi serebral, retardasi dalam peredaran darah uteroplasental
mental, dan lain-lain bayi mengatasinya melalui
• Etiologi hiperplasia sel B langerhans yang
– Peningkatan pemakaian glukosa menghasilkan insulininsulin tinggi
(hiperinsulin): Neonatus dari ibu • Begitu lahir, aliran glukosa yang
DM, Besar masa kehamilan, menyebabkan hiperglikemia tidak ada,
eritroblastosis fetalis sedangkan insulin bayi tetap tinggi
– Penurunan produksi/simpanan hipoglikemia
glukosa: Prematur, IUGR, asupan
tidak adekuat
– Peningkatan pemakaian glukosa:
stres perinatal (sepsis, syok,
asfiksia, hipotermia), defek
metabolisme karbohidrat,
defisiensi endokrin, dsb
Pedoman Pelayanan Medis IDAI 2010
Hipoglikemia Neonatus
Diagnosis:
– Anamnesis: tremor, iritabilitas, kejang/koma, letargi/apatis, sulit
menyusui, apneu, sianosis, menangis lemah/melengking
– PF: BBL >4000 gram, lemas/letargi/kejang beberapa saat sesudah lahir
– Penunjang: Pemeriksaan glukosa darah baik strip maupun darah vena,
reduksi urin, elektrolit darah

Pedoman Pelayanan Medis IDAI 2010


Tatalaksana

Terapi Darurat:

Pedoman Pelayanan Medis IDAI 2010


Tatalaksana
Soal no 67
• Anak Magie, perempuan, usia 7 tahun, dibawa
oleh orang tuanya karena urin tampak berwarna
merah sejak 2 hari. 10 hari lalu, pasien sempat
batuk-batuk dan kemudian beli obat batuk di
minimarket. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
tekanan darah 140/90 mmHg, nadi 90x/menit,
suhu 370C. Kedua kelopak mata tampak agak
sembab. Pemeriksaan lainnya dalam batas
normal. Pada pemeriksaan urin didapatkan darah
+4 dan protein +2. Tatalaksana yang tepat untuk
kasus di atas adalah...
a. Deksametason
b. Siklofosfamid
c. Amoksisilin
d. Ciprofloksasin
e. Kloramfenikol

Jawaban: C. Amoksisilin
67. Glomerulonefritis akut
• Glomerulonefritis akut kondisi yang ditandai dengan edema, hematuria,
hipertensi dan penurunan fungsi ginjal (sindrom nefritik) di mana terjadi
inflamasi pada glomerulus
• Glomerulonefritis disebabkan oleh beberapa macam kelainan yang
memiliki karakteristik berupa kerusakan glomerulus akibat inflamasi
• Glomerulonefritis akut post streptococcal merupakan salah satu bentuk
tersering dari glomerulonefritis akut
• Gejala klinis:
 Gross hematuria: urin berwarna seperti the atau coca-cola
 Oliguria
 Edema
 Nyeri kepala, merupakan gejala sekunder akibat hipertensi
 Dyspneabisa akibat edema paru atau gagal jantung yang mungkin terjadi
 Hipertensi

Niaudet P. Overview of the pathogenesis and causes of glomerulonephritis in children. UpToDate, 2016
Parmar MS. Acute glomerulonephritis. Emedicine, 2016
Mekanisme GNAPS
• Terdapat 4 mekanisme yang mungkin menimbulkan
GNAPS:
1. Adanya kompleks imun dengan antigen streptokokal
yang bersirkulasi dan kemudian terdeposisi.
2. Deposisi dari antigen streptokokus pada membrane
basal glomerulus yang berikatan dengan antibody
sehingga terbentuk kompleks imun.
3. Adanya antibody terhadap antigen streptokokal yang
bereaksi terhadap komponen glomerulus yang
menyerupai antigen streptokokus (molecular mimicry)
4. Adanya proses autoimun
• Dari keempat mekanisme tersebut, mekanisme kedua
adalah mekanisme pathogenic yang paling banyak
ditemukan.
Patogenesis dan Patofisiologi
Streptococcal infection

Aktivasi komplemen Komplemen serum turun

Immune injuries
Proliferasi selular
Destruksi membran basal glomerulus
Lumen kapiler menyempit
hematuria
Aliran darah glomerular menurun

GFR turun Reabsorbsi natrium distal

oliguria
Retensi air dan natrium

Volume darah meningkat

Edema dan hipertensi


Pemeriksaan penunjang
• Urinalisis
Proteinuria, hematuria, dan adanya silinder
eritrosit
• Peningkatan ureum dan kreatinin
• ASTO meningkat (ASTO: antibodi terhadap
streptolysin O, yang merupakan toxin yang
diproduksi oleh kuman grup A)
• Komplemen C3 menurun pada minggu pertama
• Hiperkalemia, asidosis metabolik, hiperfosfatemia,
dan hipokalsemia pada komplikasi gagal ginjal akut
Tatalaksana
• Golongan penisilin dapat diberikan untuk eradikasi
kuman, yaitu amoksisilin 50 mg/kgBB/hari dibagi
dalam 3 dosis selama 10 hari.
– Jika alergi penisilin, dapat diberikan eritromisin 30
mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis.
• Diuretik diberikan untuk mengatai retensi cairan dan
hipertensi  loop diuretik  furosemide 1 mg/kg/kali,
2-3x/hari
• Jika terdapat hipertensi berikan obat anti hipertensi 
CCB atau ACE inhibitor
• Diet nefritis untuk mengurangi retensi cairan dan
meningkatkan fungsi ginjal  restriksi garam dan
cairan
Pedoman Pelayanan Medis IDAI 2010
Soal no 68
• Anak Morina, laki-laki, usia 4 tahun, dibawa oleh
ibunya ke Poli MTBS Puskesmas karena berat badannya
tidak sesuai dengan usianya. Ibu juga menjelaskan
bahwa anaknya juga tampak rewel serta sulit makan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital dalam
batas normal. Pemeriksaan fisik lanjutan didapatkan
penampilan wajah seperti orang tua, kulit tampak
kering dan keriput, lemak subkutan tampak
menghilang sehingga turgor kulit berkurang. Otot-otot
tampak atrofi. Tatalaksana awal yang termasuk dalam
fase stabilisasi untuk pasien tersebut, kecuali…
a. Mengatasi dan mencegah hipoglikemia
b. Melakukan pemberian kotrimoksasol
c. Melakukan pemberian F-75
d. Melakukan pemberian Fe
e. Pemberian vitamin A

Jawaban: D. Melakukan pemberian Fe


68. Malnutrisi Energi Protein
• Malnutrisi: Ketidakseimbangan seluler antara asupan dan kebutuhan
energi dan nutrien tubuh untuk tumbuh dan mempertahankan fungsinya
(WHO)
• Dibagi menjadi 3:
– Overnutrition (overweight, obesitas)
– Undernutrition (gizi kurang, gizi buruk)
– Defisiensi nutrien spesifik
• Malnutrisi energi protein (MEP):
– MEP derajat ringan-sedang (gizi kurang)
– MEP derajat berat (gizi buruk)
• Malnutrisi energi protein berdasarkan klinis:
– Marasmus
– Kwashiorkor
– Marasmik-kwashiorkor

Sjarif DR. Nutrition management of well infant, children, and


adolescents.
Scheinfeld NS. Protein-energy malnutrition.
http://emedicine.medscape.com/article/1104623-overview
Marasmus

 wajah seperti orang tua


 kulit terlihat longgar
 tulang rusuk tampak
terlihat jelas
 kulit paha berkeriput
 terlihat tulang belakang
lebih menonjol dan kulit
di pantat berkeriput
( baggy pant )
Kwashiorkor

 edema
 rambut kemerahan, mudah
dicabut
 kurang aktif, rewel/cengeng
 pengurusan otot
 Kelainan kulit berupa bercak
merah muda yg meluas &
berubah warna menjadi coklat
kehitaman dan terkelupas (crazy
pavement dermatosis)
Marasmik-kwashiorkor
• Terdapat tanda dan gejala klinis marasmus dan
kwashiorkor secara bersamaan
Kriteria Gizi Kurang dan Gizi Buruk
• Z-score → menggunakan • BB/IBW (Ideal Body Weight)
kurva WHO weight-for- → menggunakan kurva CDC
height • ≥80-90%  mild
• <-2 – moderate wasted malnutrition
• <-3 – severe wasted  gizi • ≥70-80%  moderate
buruk malnutrition
• ≤70%  severe
• Lingkar Lengan Atas < 11,5 malnutrition  Gizi Buruk
cm
Kwashiorkor
Protein 

Serum Albumin 

Tekanan osmotik koloid serum 

Edema
Marasmus
Karbohidrat 

Pemecahan lemah + pemecahan protein

Lemak subkutan 

Muscle wasting, kulit keriput

Turgor kulit berkurang


Emergency Signs in Severe
Malnutrition
• Dibutuhkan tindakan resusitasi
• Tanda gangguan airway and breathing :
– Tanda obstruksi
– Sianosis
– Distress pernapasan
• Tanda dehidrasi berat → rehidrasi secara ORAL.
Dehidrasi berat sulit dinilai pada malnutrisi berat.
Terdapat risiko overhidrasi
• Tanda syok : letargis, penurunan kesadaran
– Berikan rehidrasi parenteral (Resusitasi Cairan)
Cause difference
MARASMUS K WA S H I O R KO R
Marasmus is multi nutritional Kwashiorkor occurs due to the lack of
deficiency proteins in a person's diet
Marasmus usually affects very young Kwashiorkor affects slightly older
children children mainly children who are
weaned away from their mother's
milk
Marasmus is usually the result of a Kwashiorkor can occur rapidly
gradual process
10 Langkah Utama Penatalaksaan Gizi Buruk
No Tindakan Stabilisasi Transisi Rehabilitasi Tindaklanjut
H 1-2 H 3-7 H 8-14 mg 3-6 mg 7-26
1. Atasi/cegah hipoglikemia

2. Atasi/cegah hipotermia

3. Atasi/cegah dehidrasi

4. Perbaiki gangguan elektrolit

5. Obati infeksi
6. Perbaiki def. nutrien mikro tanpa Fe + Fe

7. Makanan stab & trans

8. Makanan Tumb.kejar
9. Stimulasi

10. Siapkan tindak lanjut


1. Atasi/cegah hipoglikemia (<54 mg/dL)

– Monitor kadar gula darah setelah 2 jam


– Pencegahan dengan pemberian makanan F-75 tiap 2 jam, selalu berikan makanan pada
malam hari
2. Atasi/cegah hipotermia:

– Monitor suhu tiap 30 menit hingga mencapai suhu >36,5 C


– Tutupi anak dari paparan langsung dengan udara, jaga agar anak tetap kering
3. Atasi/cegah dehidrasi  asumsikan dehidrasi pada setiap anak dengan
diare cair.

– Observasi kemajuan rehidrasi tiap 30 menit selama 2 jam pertama, lalu tiap 1 jam untuk
6-12 jam selanjutnya. Observasi HR, RR, frekuensi miksi, frekuensi defekasi/muntah
4. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit
Semua anak dengan malnutrisi berat mengalami hipernatremia
5. Obati/cegah infeksi  tanda umum infeksi sering tidak dijumpai pada
malnutrisi
Saat rawat inap, berikan secara rutin: antibiotik spektrum luas , vaksinasi campak
jika usia >6 bulan dan belum mendapat imunisasi (tunda jika klinis buruk)
Antibiotik spektrum luas:
6. Koreksi defisiensi mikronutrien
Hari pertama:
– Vit A (usia 0-5 bln 50.000 IU, 6-12 bulan 100.000 IU, >12 bulan 200.000 IU)
– Asam folat 5 mg PO
Pemberian harian selama 2 minggu:
– Multivitamin
– Asam folat 1 mg/hari
– Zinc 2 mg/kgBB/hari
– Copper 0,3 mg/kgBB/hari
– Besi 3 mg/kg/hari (pada fase rehabilitasi)

7. Pemberian makan
Fase stabilisasi
– Porsi kecil, osmolaritas rendah, rendah laktosa  F75
– Peroral/NGT
– Energi: 80-100 kkal/kgBB/hari
– Protein: 1-1,5 g/kgBB/hari
– Cairan: 130 mL/kgbb/hari
– Lanjutkan pemberian ASI setelah formula dihabiskan
8. Mencapai kejar-tumbuh
– Target peningkatan berat badan >10 g/kg/hari

Bila kenaikan berat badan <5g/kgBB/hari, lakukan penilaian ulang apakah target
asupan makanan memenuhi kebutuhan dan cek tanda-tanda infeksi
Soal no 69
• Anak Pinky, perempuan, usia 7 tahun, datang dibawa
oleh ibunya ke Puskesmas dengan keluhan berat badan
tidak naik sejak 5 bulan terakhir. Nafsu makan anak
memang tampak kurang. Pasien juga mengeluhkan
sering demam naik turun sejak 1 bulan ini. Keluhan
batuk-batuk juga sudah sejak 2 bulan terakhir. Ayahnya
pernah berobat TB paru BTA (+) dan sudah selesai
sekitar 6 bulan lalu.Pada pemeriksaan fisik didapatkan
status gizi BB/U 70% berdasarkan kurva dan tidak
terdapat pembesaran kelenjar getah bening maupun
sendi. Pada pemeriksaan Rontgen toraks hasil tidak
menunjukkan tanda khas. Pemeriksaan uji tuberkulin 4
mm. Berapa skor TB anak pada pasien tersebut?
a. 5
b. 6
c. 7
d. 8
e. 9

Jawaban: B. 6
69. Tuberkulosis Anak
• Pada umumnya anak yang terinfeksi tidak
menunjukkan gejala yang khas
over/underdiagnosed
• Batuk BUKAN merupakan gejala utama TB pada
anak
• Pertimbangkan tuberkulosis pada anak jika :
– BB berkurang dalam 2 bulan berturut-turut tanpa
sebab yang jelas atau gagal tumbuh
– Demam sampai 2 minggu tanpa sebab yang jelas
– Batuk kronik 3 ≥ minggu
– Riwayat kontak dengan pasien TB paru dewasa
Petunjuk Teknis Tatalaksana TB Anak
Depkes 2016
• Penegakan diagnosis TB anak didasarkan 4 hal:
– Konfirmasi bakteriologis TB
– Gejala klinis yang khas TB
– Adanya bukti infeksi TB (tuberculin atau kontak TB)
– Foto thorax sugestif TB
• Sistem skoring:
– Telah digunakan untuk diagnosis TB anak
– Bila tidak terdapat fasilitas pemeriksaan tuberculin dan
foto thoraks, maka skoring ini akan tidak dapat terpenuhi
seluruh komponennya
– Sehingga dibuat alur diagnostik berdasarkan klinis dan
pemeriksaan bakteriologis
Sistem Skoring
Sistem Skoring
• Diagnosis oleh dokter
• Perhitungan BB dinilai saat pasien datang (moment
opname)
• Demam dan batuk yang tidak respons terhadap terapi baku
• Cut-of f point: ≥ 6
• Anak dgn skor 6 yg diperoleh dari kontak dgn pasien BTA +
dan hasil uji tuberkulin positif, tetapi TANPA gejala klinis,
maka dilakukan observasi atau diberi INH profilaksis
tergantung dari umur anak tersebut
• Foto toraks bukan merupakan alat diagnostik utama pada
TB anak
• Adanya skrofuloderma langsung didiagnosis TB
• Reaksi cepat BCG harus dievaluasi dengan sistem skoring
• Total nilai 4 pada anak balita atau dengan kecurigaan besar
dirujuk ke rumah sakit
Uji Tuberkulin
• Menentukan adanya respon imunitas selular terhadap TB. Reaksi
berupa indurasi (vasodilatasi lokal, edema, endapan fibrin, dan
akumulasi sel-sel inflamasi)
• Tuberkulin yang tersedia : PPD (purified protein derived) RT-23 2TU,
PPD S 5TU, PPD Biofarma
• Cara : Suntikkan 0,1 ml PPD intrakutan di bagian volar lengan bawah.
Pembacaan 48-72 jam setelah penyuntikan
• Pengukuran (pembacaan hasil)
– Dilakukan terhadap indurasi yang timbul, bukan eritemanya
– Indurasi dipalpasi, tandai tepi dengan pulpen. Catat diameter transversal.
– Hasil dinyatakan dalam milimeter. Jika tidak timbul = 0 mm
• Hasil:
– Positif jika indurasi >= 10mm
– Ragu-ragu jika 5-9 mm
– Negatif < 5 mm
ALUR DIAGNOSIS
BILA DIDAPATKAN
GEJALA KLINIS
Prinsip Pengobatan TB Anak
Petunjuk Teknis Manajemen TB Anak. 2016. Depkes.
Kortikosteroid pada TB Anak
Pengobatan Profilaksis
• Pengobatan profilaksis hanya diberikan pada
pasien dengan kontak TB dan tidak bergejala,
yaitu:
– kelompok infeksi laten TB (tuberculin positif)
– Terpajan (tuberculin negative)
• Untuk menentukan kelompok pasien tersebut
dilakukan investigasi kontak
ALUR INVESTIGASI KONTAK

TB RO: kontakTB
tersangka resisten
Obat (RO) atau
terbukti resisten Obat
Profilaksis TB pada Anak

KETERANGAN
• ILTBInfeksi Laten TB
• Obat yang diberikan adalah INH (Isoniazid) dengan dosis 10 mg/kgBB (7-15 mg/kg) setiap hari
selama 6 bulan.
• Setiap bulan (saat pengambilan obat Isoniazid) dilakukan pemantauan terhadap adanya gejala
TB. Jika terdapat gejala TB pada bulan ke 2, ke 3, ke 4, ke 5 atau ke 6, maka harus segera
dievaluasi terhadap sakit TB dan jika terbukti sakit TB, pengobatan harus segera ditukar ke
regimen terapi TB anak dimulai dari awal
• Jika rejimen Isoniazid profilaksis selesai diberikan (tidak ada gejala TB selama 6 bulan
pemberian), maka rejimen isoniazid profilaksis dapat dihentikan.
• Bila anak tersebut belum pernah mendapat imunisasi BCG, perlu diberikan BCG setelah
pengobatan profilaksis dengan INH selesai.
Soal no 70
• Anak Leo, laki-laki, usia 4 tahun, dibawa oleh
orang tuanya karena batuk hebat sejak 1 minggu.
Gejala mulanya hanya demam dan pilek, namun
makin bertambah parah batuknya. Dokter
kemudian mendiagnosisnya sebagai pertusis.
Orang tua pasien merupakan keluarga kurang
mampu yang belum pernah membawa anaknya
imunisasi. Penyakit ini dapat dicegah apabila
orang tua mendapatkan informasi mengenai
imunisasi pertusis yang dilakukan pada usia…
a. 2, 3, dan 4 bulan
b. saat lahir, 2, 3, dan 4 bulan
c. cukup 1 kali usia 0 hingga 2 bulan
d. 9 bulan
e. 15 bulan

Jawaban: A. 2, 3, dan 4 bulan


70.
Imunisasi
IDAI
2017

• Vaksin DTP pertama diberikan paling cepat pada usia 6 minggu


• Dapat berupa DTPw atau DTPa
• DTPw optimal diberikan 2, 3, dan 4 bulan.
• DTPA optimal diberikan pada usia 2, 4, dan 6 bulan.
• Anak usia lebih dari 7 tahun, diberikan vasin Td atau Tdap.
• DTP 6 dapat diberikan Td/Tdap pada usia 10-12 tahun dan booster Td diberikan setiap 10
tahun.
Pertusis
• Batuk rejan (pertusis) adalah penyakit akibat
infeksi Bordetella pertussis (basil gram -)
• Karakteristik : uncontrollable, batuk keras yang
membuat kesulitan bernafas. Setelah beberapa
kali batuk secara berturut-turut, butuh menarik
napas panjang yang menimbulkan suara
“whooping”.
• Anak yang menderita pertusis bersifat infeksius
selama 2 minggu sampai 3 bulan setelah
terjadinya penyakit
Stadium Pertusis
• Stadium katarrhal: hidung tersumbat, rinorrhea, demam
subfebris. Sulit dibedakan dari infeksi biasa. Penularan
terjadi dalam stadium ini.
• Stadium paroksismal: Batuk paroksismal yang dicetuskan
oleh pemberian makan (bayi) dan aktivitas; fase inspiratori
batuk atau batuk rejan (inspiratory whooping); post-tussive
vomiting. Dapat pula dijumpai: muka merah atau sianosis;
mata menonjol; lidah menjulur; lakrimasi; hipersalivasi;
distensi vena leher selama serangan; apatis; penurunan
berat badan
• Stadium konvalesens: gejala akan berkurang dalam
beberapa minggu sampai dengan beberapa bulan; dapat
terjadi petekia pada kepala/leher, perdarahan konjungtiva,
dan terdengar crackles difus.
Pemeriksaan Penunjang
• Leukosit dan hitung jenis sel: Leukositosis
(15.000-100.000/mm3) dengan limfositosis
absolut
• IgG terhadap toksin pertusis: Didapatkan
antibodinya (IgG terhadap toksin pertusis)
• Foto toraks: Infiltrat perihiler atau edema,
atelektasis, atau empiema
• Diagnosis pasti apabila ditemukan organisme
pada apus nasofaring (bahan media Bordet-
Gengou) dengan menggunakan media transpor
(Regan-Lowe)
Tatalaksana
• Suportif umum (terapi oksigen dan ventilasi mekanik jika
dibutuhkan)
• Observasi ketat diperlukan pada bayi, untuk mencegah/mengatasi
terjadinya apnea, sianosis, atau hipoksia
• Pasien diisolasi (terutama bayi) selama 4 minggu, diutamakan
sampai 5-7 hari selesai pemberian antibiotik. Gejala batuk
paroksismal setelah terapi antibiotik tidak berkurang, namun terjadi
penurunan transmisi setelah pemberian terapi hari ke-5
• Belum ada studi berbasis bukti untuk pemberian kortikosteroid,
albuterol, dan beta- 2-adrenergik lainnya, serta belum terbukti
efektif sebagai terapi pertusis.
• Dilakukan penilaian kondisi pasien, apakah terjadi apnea, spel
sianotik, hipoksia dan/ atau dehidrasi.
• Terapi antibiotik: Tujuan farmakoterapi adalah menghilangkan
infeksi, mengurangi morbiditas, dan mencegah kompilkasi.
• Beri imunisasi DPT pada pasien pertusis dan setiap anak dalam
keluarga
Antibiotik pada Pertusis
OBSTETRI &
GINEKOLOGI
Soal no 71
• Ny. Ana, 28 tahun, G2P1A0 hamil 39 minggu
dibawa oleh keluarganya dengan keluhan
mules dan keluar lendir darah dari jalan lahir.
Pasien rutin melakukan pemeriksaan
kehamilan di Puskesmas. Pemeriksan fisik TD
120/80 mmHg, Nadi 89 x/menit. Pemeriksaan
dalam pembukaan lengkap, janin sudah
masuk PAP kepala di introitus vagina.
Diagnosisnya adalah…
a. Kala I fase aktif
b. Kala I fase laten
c. Kala II
d. Kala III
e. Kala IV

Jawaban: C. Kala II
71. Persalinan normal
• Persalinan dan kelahiran dikatakan normal
jika:
– Usia kehamilan cukup bulan (37- <42 minggu)
– Persalinan terjadi spontan
– Presentasi belakang kepala
– Berlangsung tidak lebih dari 18 jam
– Tdak ada komplikasi pada ibu maupun janin
Kala Persalinan
PERSALINAN dipengaruhi 3 • PEMBAGIAN FASE / KALA
FAKTOR “P” UTAMA PERSALINAN
1. Power Kala 1
His (kontraksi ritmis otot polos Pematangan dan pembukaan
uterus), kekuatan mengejan ibu, serviks sampai lengkap (kala
keadaan kardiovaskular respirasi pembukaan)
metabolik ibu. Kala 2
2. Passage Pengeluaran bayi (kala
Keadaan jalan lahir pengeluaran)
Kala 3
3. Passanger Pengeluaran plasenta (kala uri)
Keadaan janin (letak, presentasi, Kala 4
ukuran/berat janin, ada/tidak Masa 1 jam setelah partus,
kelainan anatomik mayor) terutama untuk observasi
(++ faktor2 “P” lainnya :
psychology, physician, position)
Kala Persalinan: Sifat HIS
Kala 1 awal (fase laten)
• Tiap 10 menit, amplitudo 40 mmHg, lama 20-30 detik. Serviks terbuka sampai 3 cm
• Frekuensi dan amplitudo terus meningkat

Kala 1 lanjut (fase aktif) sampai kala 1 akhir


• Terjadi peningkatan rasa nyeri, amplitudo makin kuat sampai 60 mmHg, frekuensi 2-4
kali / 10 menit, lama 60-90 detik (minimal 40”) . Serviks terbuka sampai lengkap
(+10cm).

Kala 2
• Amplitudo 60 mmHg, frekuensi 3-4 kali / 10 menit.
• Refleks mengejan akibat stimulasi tekanan bagian terbawah menekan anus dan rektum

Kala 3
• Amplitudo 60-80 mmHg, frekuensi kontraksi berkurang, aktifitas uterus menurun.
Plasenta dapat lepas spontan dari aktifitas uterus ini, namun dapat juga tetap
menempel (retensio) dan memerlukan tindakan aktif (manual aid).
Kala Persalinan: Kala I
Fase Laten
• Pembukaan sampai mencapai 3 cm (8 jam)

Fase Aktif
• Pembukaan dari 3 cm sampai lengkap (+ 10 cm), berlangsung
sekitar 6 jam
• Fase aktif terbagi atas :
1. Fase akselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 3 cm sampai 4
cm.
2. Fase dilatasi maksimal (sekitar 2 jam), pembukaan 4 cm
sampai 9 cm.
3. Fase deselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 9 cm sampai
lengkap (+ 10 cm).
Kala Persalinan: Kala II
• Dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan
berakhir dengan lahirnya bayi

• Gejala dan tanda kala II persalinan


– Dor-Ran  Ibu merasakan ingin meneran bersamaan dengan
terjadinya kontraksi
– Tek-Num  Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada
rektum dan/atau vaginanya.
– Per-Jol Perineum menonjol
– Vul-Ka  Vulva-vagina dan sfingter ani membuka
– Meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah

• Tanda pasti kala II ditentukan melalui periksa dalam


(informasi objektif)
– Pembukaan serviks telah lengkap, atau
– Terlihatnya bagian kepala bayi melalui introitus vagina
Kala Persalinan: Kala III
• Dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya
plasenta dan selaput ketuban

• Tanda pelepasan plasenta


– Semburan darah dengan tiba-tiba: Karena penyumbatan
retroplasenter pecah saat plasenta lepas
– Pemanjangan tali pusat: Karena plasenta turun ke segmen
uterus yang lebih bawah atau rongga vagina
– Perubahan bentuk uterus dari diskoid menjadi globular
(bulat): Disebabkan oleh kontraksi uterus
– Perubahan dalam posisi uterus, yaitu uterus didalam
abdomen: Sesaat setelah plasenta lepas TFU akan naik, hal ini
disebabkan oleh adanya pergerakan plasenta ke segmen
uterus yang lebih bawah
(Depkes RI. 2004. Buku Acuan Persalinan Normal. Jakarta: Departemen Kesehatan)
Manajemen Aktif Kala III

Peregangan Tali Massase


Uterotonika Pusat Terkendali Uterus
• 1 menit setelah bayi • Tegangkan tali pusat ke arah • Letakkan telapak
lahir bawah sambil tangan yang tangan di fundus 
• Oksitosin 10 unit IM di lain mendorong uterus ke masase dengan
sepertiga paha atas arah dorso-kranial secara gerakan melingkar
bagian distal lateral hati-hati secara lembut hingga
• Dapat diulangi setelah uterus berkontraksi
15 menit jika plasenta (fundus teraba keras).
belum lahir
Soal no 72
• Ny. Tibra Kavani Putri, 27 tahun, G1P0A0 hamil
28 minggu. Pasien sering mengeluh lemas
selama kehamilannya ini. Pada pemeriksaan
pasien tampak pucat, konjungtiva anemis,
pemeriksaa Hb 9. Oleh dokter ia didiagnosis
anemia dan diharuskan meminum tablet zat
besi (Fe). Makanan apa yang sebaiknya
dihindari oleh pasien selama terapi tersebut
diberikan?
a. Jeruk
b. Pisang
c. Apel
d. Telur
e. Teh

Jawaban: E. Teh
72. ANEMIA
• Anemia adalah suatu kondisi dimana terdapat
kekurangan sel darah merah atau hemoglobin.
• Diagnosis :
– Kadar Hb < 11 g/dl (pada trimester I dan III) atau <
10,5 g/dl (pada trimester II)

• Faktor Predisposisi :
– Diet rendah zat besi, B12, dan asam folat
– Kelainan gastrointestinal
– Penyakit kronis
– Riwayat Keluarga
Tatalaksana Umum
• Apabila diagnosis anemia telah ditegakkan, lakukan
pemeriksaan apusan darah tepi untuk melihat morfologi sel
darah merah.
• Bila pemeriksaan apusan darah tepi tidak tersedia, berikan
suplementasi besi dan asam folat.
– Tablet yang saat ini banyak tersedia di Puskesmas adalah tablet
tambah darah yang berisi 60 mg besi elemental dan 250 µg
asam folat.
– Pada ibu hamil dengan anemia, tablet tersebut dapat diberikan
3 kali sehari. Bila dalam 90 hari muncul perbaikan, lanjutkan
pemberian tablet sampai 42 hari pascasalin.
– Apabila setelah 90 hari pemberian tablet besi dan asam folat
kadar hemoglobin tidak meningkat, rujuk pasien ke pusat
pelayanan yang lebih tinggi untuk mencari penyebab anemia.
• Tabel jumlah kandungan besi elemental yang
terkandung dalam berbagai jenis sediaan
suplemen besi yang beredar:
Tatalaksana Khusus
• Anemia mikrositik hipokrom dapat ditemukan pada keadaan:
– Defisiensi besi: lakukan pemeriksaan ferritin. Apabila ditemukan kadar ferritin < 15
ng/ml, berikan terapi besi dengan dosis setara 180 mg besi elemental per hari. Apabila
kadar ferritin normal, lakukan pemeriksaan SI dan TIBC.
– Thalassemia: Pasien dengan kecurigaan thalassemia perlu dilakukan tatalaksana
bersama dokter spesialis penyakit dalam untuk perawatan yang lebih spesifik
• Anemia normositik normokrom dapat ditemukan pada keadaan:
– Perdarahan: tanyakan riwayat dan cari tanda dan gejala aborsi, mola, kehamilan
ektopik, atau perdarahan pasca persalinan
– Infeksi kronik
• Anemia makrositik hiperkrom dapat ditemukan pada keadaan:
– Defisiensi asam folat dan vitamin B12: berikan asam folat 1 x 2 mg dan vitamin B12 1 x
250 – 1000 μg
– Transfusi untuk anemia dilakukan pada pasien dengan kondisi berikut:
• Kadar Hb <7 g/dl atau kadar hematokrit <20 %
• Kadar Hb >7 g/dl dengan gejala klinis: pusing, pandangan berkunang-kunang, atau takikardia
(frekuensi nadi >100x per menit)
• Lakukan penilaian pertumbuhan dan kesejahteraan janin dengan memantau
pertambahan tinggi fundus, melakukan pemeriksaan USG, dan memeriksa denyut
jantung janin secara berkala.
Tatalaksana Khusus
• Absorpsi besi non-heme dapat dihambat oleh:
– asam phytic (inositol hexaphosphate dan inositol
pentaphosphate) yang terdapat dalam sereal dan
biji-bijian
– Polifenol yang terdapat dalam beberapa jenis
sayuran, kopi, teh, dan minuman anggur (wine).
• Substansi tersebut mengikat besi non-heme
sehingga tidak dapat diserap oleh tubuh.

Beck, K. L., Conlon, C. A., Kruger, R., & Coad, J. (2014). Dietary determinants of and possible solutions to
iron deficiency for young women living in industrialized countries: a review. Nutrients, 6(9), 3747–3776.
doi:10.3390/nu6093747
Komplikasi Maternal dari Anemia
• Anemia berat dapat menimbulkan sejumlah komplikasi pada ibu
dan fetus.
• Komplikasi maternal mayor akibat anemia umumnya terjadi pada
ibu hamil dengan kadar Hb kurang dari 6 gr/dL.
• Meski demikian, kadar Hb yang rendah dapat meningkatkan
morbiditas dalam kehamilan seperti infeksi, peningkatan lama
rawat di rumah sakit, dan masalah kesehatan umum lainnya.
• Pada kondisi berat, terutama pada wanita dengan Hb < 6 gr/dL,
komplikasi berbahaya dapat terjadi akibat gagal jantung kongestif
dan penurunan oksigenasi jaringan, termasuk pada otot jantung.
• Anemia defisiensi besi berat atau anemia methemorragik dapat
mengakibatkan komplikasi pada kehamilan seperti plasenta previa,
solusoi plasenta, persalinan melalui tindakan section caesaria, dan
perdarahan post partum.

Sifakis S. Anemia in Pregnancy. Annals of the New York Academy of Sciences. February 2000.
Komplikasi Fetal dari Anemia
• Efek anemia pada ibu hamil terhadap janin
masih belum jelas. Namun, pada beberapa
literatur disebutkan anemia berhubungan
dengan penurunan kadar hemoglobin pada
bayi premature, abortus spontaneous, bayi
berat lahir rendah, dan kematian janin.

Sifakis S. Anemia in Pregnancy. Annals of the New York Academy of Sciences. February 2000.
Soal no 73
• Ny. Sariati Fujilah, usia 26 tahun, G1P0A0
hamil 34 minggu datang untuk memeriksa
kehamilan. Selama ini pemeriksaan antenatal
care selalu normal. Saat ini tekanan darah
120/90 mmHg, nadi 89 x/menit, frekuensi
napas 12 x/menit. Pemeriksaan Leopold:
Leopold 1 teraba keras, leopold II punggung
kiri, leopold III lunak. Letak janin pada wanita
tersebut adalah...
a. Letak memanjang
b. Letak kepala
c. Letak melintang
d. Letak sungsang
e. Letak ekstremitas

Jawaban: A. Letak Memanjang


73. Letak, presentasi, posisi dan
habitus janin
• Letak
– Hubungan antara sumbu panjang fetus terhadap sumbu panjang ibu.
Letak janin yang dapat dijumpai adalah letak lintang (transverse),
longitudinal dan oblique
• Presentasi
– Bagian terbawah janin yang berada/mendekati jalan lahir
– Terdiri atas presentasi kepala, bokong, transversal, ganda, wajah dan
dahi
• Posisi
– Hubungan antara bagian terbawah janin terhadap tubuh ibu. Pada
presentasi kepala yang menjadi penanda adalah vertex. Normalnya
vertex berada di bagian anterior tubuh ibu
• Habitus
– Sikap tubuh janin selama dalam uterus.
– Normalnya sikap janin adalah kepala flexi dan dagu menyentuh
sternum, punggung convex, paha melipat ke arah perut, tungkai flexi
pada lutut,
Malpresentasi Janin
• Malpresentasi adalah semua presentasi janin selain verteks

• Malposisi adalah kelainan posisi kepala janin relatif


terhadap pelvis ibu dengan oksiput sebagai titik referensi

• Posisi normal: oksiput anterior

• Masalah: janin yg dalam keadaan malpresentasi dan


malposisi kemungkinan menyebabkan partus lama atau
partus macet

Irmansyah, Frizar. Malpresentasi dan Malposisi


Malposisi Oksiput Posterior
• Oksiput berada didaerah posterior dari diameter
transversal pelvis
• Rotasi spontan: 90% kasus
• Persalinan yg terganggu terjadi bila kepala janin tidak
rotasi atau turun
• Pada persalinan dapat terjadi robekan perineum
yang luas/tidak teratur

Irmansyah, Frizar. Malpresentasi dan Malposisi


Malposisi Oksiput Posterior

• Etiologi usaha penyesuaian kepala terhadap bentuk dan


ukuran panggul

• Pada diameter antero-posterior >tranversa pada panggul


antropoid,atau segmen depan menyempit seperti pada
panggul android, uuk akan sulit memutar kedepan

• Sebab lain: otot-otot dasar panggul lembek pada multipara


atau kepala janin yg kecil dan bulat sehingga tak ada paksaan
pada belakang kepala janin untuk memutar kedepan

Irmansyah, Frizar. Malpresentasi dan Malposisi


Presentasi Dahi

• Presentasi dahi adalah keadaan dimana kedudukan kepala


berada diantara fleksi maksimal dan defleksi maksimal
• Pada umumnya merupakan kedudukan yg sementara dan
sebagian besar akan berubah menjadi presentasi muka atau
belakang kepala
• Penyebabnya CPD, janin besar, anensefal,tumor didaerah
leher,multiparitas dan perut gantung

Irmansyah, Frizar. Malpresentasi dan Malposisi


Presentasi Dahi

• Diagnosis pada periksa dalam dapat diraba sutura frontalis,


pakal hidung dan lingkaran orbita. Mulut dan dagu tidak dapat
diraba.
• Biasanya penurunan dan persalinan macet. Konversi kearah
verteks atau muka jarang terjadi. Persalinan spontan dapat
terjadi jika bayi kecil atau mati dgn maserasi
• Bila janin hidup lakukan SC
• Bila janin mati, pembukaan belum lengkapSC
• Bila pembukaan lengkaplakukan embriotomi

Irmansyah, Frizar. Malpresentasi dan Malposisi


Presentasi Muka
• Disebabkan oleh terjadinya ekstensi yang penuh dari kepala
janin .
• Penolong akan meraba muka, mulut , hidung dan pipi
• Etiologi: panggul sempit,janin besar,multiparitas,perut
gantung,anensefal,tumor dileher,lilitan talipusat
• Dagu merupakan titik acuan, sehingga ada presentasi muka
dengan dagu anterior dan posterior
• Sering terjadi partus lama. Pada dagu anterior kemungkinan
persalinan dengan terjadinya fleksi.

Irmansyah, Frizar. Malpresentasi dan Malposisi


Presentasi Muka

• Pada presentasi muka dengan dagu posterior


akan terjadi kesulitan penurunan karena
kepala dalam keadaan defleksi maksimal

• Posisi dagu anterior, bila pembukaan lengkap :


- lahirkan dengan persalinan spontan pervaginam
- bila kemajuan persal lambat lakukan oksitosin drip
- bila penurunan kurang lancar, lakukan forsep

Irmansyah, Frizar. Malpresentasi dan Malposisi


Presentasi Ganda
• Bila ekstremitas (bag kecil janin) prolaps disamping bag terendah
janin

• Persalinan spontan hanya terjadi bila janin kecil atau mati dan
maserasi

• Lakukan koreksi dengan jalan Knee Chest Position,dorong bag yg


prolaps ke atas, dan pada saat kontraksi masukkan kepala memasuki
pelvis.Bila koreksi tidak berhasil lakukan SC

Irmansyah, Frizar. Malpresentasi dan Malposisi


Presentasi Bokong
• Bila bokong merupakan bagian terendah janin
• Ada 3 macam presentasi bokong: complete breech(bokong
sempurna),Frank breech(bokong murni), incomplete breech
• Partus lama merupakan indikasi utk melakukan SC, karena
kelainan kemajuan persalinan merupakan salah satu tanda
disproporsi

• Etiologi
• Multiparitas, hamil kembar,
hidramnion, hidrosefal,
plasenta previa, CPD

Irmansyah, Frizar. Malpresentasi dan Malposisi


Letak Lintang
• Persalinan akan macet
• Lakukan versi luar bila permulaan inpartu dan ketuban intak
• Bila ada kontraindikasi versi luar lakukan SC
• Lakukan pengawasan adanya prolaps funikuli
• Dapat terjadi ruptura uteri
• Dalam obsteri modern, pada letak
lintang inpartu dilakukan SC
walaupun janin mati

Irmansyah, Frizar. Malpresentasi dan Malposisi


Pemeriksaan Leopold
Palpasi abdomen menggunakan
manuver Leopold I-IV:
– Leopold I: menentukan tinggi
fundus uteri dan bagian janin yang
terletak di fundus uteri (dilakukan
sejak awal trimester I)
– Leopold II: menentukan bagian
janin pada sisi kiri dan kanan ibu
(dilakukan mulai akhir trimester II)
– Leopold III: menentukan bagian
janin yang terletak di bagian bawah
uterus (dilakukan mulai akhir
trimester II)
– Leopold IV: menentukan berapa
jauh masuknya janin ke pintu atas
panggul (dilakukan bila usia
kehamilan >36 minggu)
Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan
Rujukan. WHO, Kementerian Kesehatan RI
Soal no 74
• Ny. Tuti Astutiwati, 24 tahun, G1P0A0 datang
ke praktik umum dengan keluhan tidak haid
selama 3 bulan. Pasien sudah menikah dan
rutin melakukan hubungan intim dengan
suaminya. Saat ini terdapat keluhan mual,
muntah terutama di pagi hari juga badan
lemas. Pasien bertanya apakah dirinya hamil.
Manakah di bawah ini yang menjadi tanda
pasti kehamilan?
Soal no 74
a. DJJ dengan USG Doppler
b. Quickening
c. Hegar sign
d. Amenorea
e. Pemeriksaan β-HCG positif

Jawaban: A. DJJ dengan USG Doppler


74. Diagnosis kehamilan
• Kehamilan biasanya diidentifikasi ketika seorang wanita
mengalami gejala tertentu dan pemeriksaan kehamilan
melalui urin yang positif (indikasi adanya hormone b-hCG di
urin atau darah).
Tanda & Gejala Kehamilan
Minggu (Sejak
HPHT)
0
1-2

9-12

4-7

4-6

16 (multiparitas)
20 (nullipara)
Tanda & Gejala Kehamilan
• Quickening: gerakan awal janin, biasanya terasa pada usia kehamilan 16 minggu
pada multiparitas, dan 18-20 minggu pada nullipara

• Ballotement uterus: usia kehamilan 16-20 minggu

• Perubahan warna kulit muka mengarah kepada kloasma (topeng kehamilan)


yang dapat muncul sekitar usia kehamilan 9-12 minggu, namun tidak semua
wanita hamil akan mengalaminya

• Kolostrum akan keluar paling cepat pada usia kehamilan 16 minggu

• Rasa nyeri dan tegang pada payudara dapat muncul 1-2 minggu setelah
konsepsi, atau sekitar waktu dimana seharusnya terjadi haid, sehingga menyaru
dengan gejala pre menstruasi. Rasa nyeri dan tegang pada payudara ini adalah
akibat dari peningkatan hormon progesteron, sehingga akan menetap cukup
lama
Reduced Fetal Movements. RCOG
Pregnancy Sickness. RCOG
https://www.uptodate.com/contents/clinical-manifestations-and-diagnosis-of-early-pregnancy#H8964695
Fisiologi Kehamilan
Tanda Awal Kehamilan (Presumptive/Probable Pemeriksaan
Signs) Penunjang
• Serviks & vagina kebiruan (Chadwick's sign) • HCG terdeteksi
• Perlunakan serviks (konsistensi yang seharusnya seperti pada test pack
hidung berubah menjadi lunak seperti bibir) (Goodell’s
sign) (kualitatif) atau
• Perlunakan uterus (Ladin's sign dan Hegar's sign) Plano Test
• Ladin: perlunakan teraba di 1/3 midline anterior uterus (kuantitatif)
• Hegar: isthmus menjadi lunak dan tipis seperti kertas jika dijepit
dengan jari, korpus uteri seakan-akan terpisah dari serviks
• McDonald: karena perlunakan isthmus, uterus dan serviks bisa USG
ditekuk
• Pembesaran uterus yang asimetris/ iregular (Piskacek’s • Adanya kantong
sign/ vonFernwald’s sign) janin
• Tanda Hartman: perdarahan spotting akibat implantasi dari • Adanya DJJ
blastula pada endometrium
• Puting berwarna lebih gelap, kolostrum (16 minggu)
• Massa di pelvis atau abdomen
• Rasa tegang pada putting dan payudara
• Mual terutama pagi hari
• Sering berkemih
Diagnosis Kehamilan: Deteksi -hCG
Testpack Plano Test
• Di rumah • Di laboratorium
• Bentuk: Strip & compact
• Bentuk: Kit neo planotest
• Sampel: Urin duoclon
• Metode: antibodi HCG akan • Sampel: urin
berubah warna bila terkena HCG
(min. kadar 10-25 IU/ml)  • Metode: melihat adanya
menjadi 2 strip
• Apabila masih negatif dan belum aglutinasi saat
haid  diulang 1 minggu lagi pencampuran (positif)
Soal no 75
• Ny. Tai binti Abdullah Syafruddin, 25 tahun,
datang menanyakan tentang kontrasepsi yang
cocok untuknya. Pasien baru melahirkan anak
pertama 3 bulan yang lalu secara pervaginam
dan ia bermaksud menyusui bayinya secara
eksklusif dan dilanjutkan sampai 2 tahun.
Kontrasepsi yang relatif tidak mengganggu
produksi ASI yang sesuai untuk kondisi
tersebut adalah...
a. Pil kombinasi
b. Pil sekuensial
c. Pil kombinasi bifasik
d. Pil mini
e. Morning after pil

Jawaban: D. Pil mini


75. Konseling KB
• Prinsip pelayanan kontrasepsi saat ini adalah memberikan kemandirian
pada ibu dan pasangan untuk memilih metode yang diinginkan.
• Pemberi pelayanan berperan sebagai konselor dan fasilitator, sesuai
langkah-langkah di bawah ini.
1. Jalin komunikasi yang baik dengan ibu
– Beri salam kepada ibu, tersenyum, perkenalkan diri Anda.
– Gunakan komunikasi verbal dan non-verbal sebagai awal interaksi
dua arah.
– Tanya ibu tentang identitas dan keinginannya pada kunjungan ini.
2. Nilailah kebutuhan dan kondisi ibu
– Tanyakan tujuan ibu berkontrasepsi dan jelaskan pilihan metode
yang dapat diguakan untuk tujuan tersebut.
– Tanyakan juga apa ibu sudah memikirkan pilihan metode tertentu.

Buku pelayanan Kesehatan Ibu di Faskes Dasar dan Rujukan. 2013.


Vasektomi
Permanen
Tubektomi

IUD
Berbantu
Kondom/
Barrier
diafragma

Spermisida
Metode Sementara
Kontrasepsi
Implan
MAL
Hormonal Pil/suntik
Pantang
Alami
berkala
Kondar
Senggama
terputus
KB: Metode Barrier

• Menghalangi bertemunya
sperma dan sel telur
• Efektivitas: 98 %
• Mencegah penularan PMS
• Efek samping
– Dapat memicu reaksi alergi
lateks, ISK dan keputihan
(diafragma)
• Harus sedia sebelum
berhubungan
Kontrasepsi Hormonal
No Jenis kontrasepsi Mekanisme Kerja
1 Pil Kombinasi menekan ovulasi, mencegah implantasi,
mengentalkan lendir serviks sehingga sulit dilalui oleh
sperma, dan menganggu pergerakan tuba sehingga
transportasi telur terganggu
2 Pil progestin Supresi ovulasi, menekan puncak LH dan FSH,
meningkatkan kekentalan lendir servix, menurunkan
jumlah dan ukuran kelenjar endometrium, menurunkan
motilitas cilia di tuba falopi
3 Suntik kombinasi menekan ovulasi, mengentalkan lendir
serviks sehingga penetrasi sperma terganggu, atrofi pada
endometrium sehingga implantasi terganggu, dan
menghambat transportasi gamet oleh tuba. Suntikan ini
diberikan sekali tiap bulan
4. Suntik Progestin Kerja utama mencegah ovulasi dengan menekan FSH dan
LH serta LH surge

5. Implan Kombinasi antara supresi LH surge, supresi ovulasi,


mengentalkan lendir servix, mencegah pertumbuhan dan
perkembangan endometrium
Jenis Progestin pada Kontrasepsi
No. Generasi Jenis

1 Generasi pertama • Norethindrone acetate


• Ethynodiol diacetate
• Lynestrenol
• Norethynodrel

2 Generasi kedua • Norgestrel


• Levonorgestrel

3 Generasi ketiga • Desogesthrel


• Gestodene
• Norgestimate

4 Generasi keempat • Drospirenone


• Cyproterone acetate
Pil kontrasepsi kombinasi (esterogen
dan progesteron)

No. Jenis Esterogen Jenis Progesteron

1 Etinil estradiol 30 mcg Levonorgestrel

2 Etinil estradiol 35 mcg Cyproterone acetate

3 Etinil estradiol 30 mcg Drospirenone

4 Etinil estradiol 20 mcg Drospirenone


Metode Hormonal:
Pil & Suntikan Kombinasi
• Jenis Pil Kombinasi
– Monofasik (21 tab): E/P dalam dosis yang
sama, dengan 7 tablet tanpa hormon aktif
(placebo).
– Bifasik (21 tab): E/P dengan dua dosis yang
berbeda, dengan 7 tablet tanpa hormon aktif.
– Trifasik (21 tab) : E/P dengan tiga dosis yang
berbeda, dengan 7 tablet tanpa hormon aktif

• Jenis Suntikan Kombinasi


– 25mg Depo Medroksiprogesteron Asetat + 5
mg Estradiol Sipionat, IM sebulan sekali
– 50mg Noretindron Enantat + 5 mg Estradiol
Valerat, IM sebulan sekali
Metode
Pil dan Hormonal:
Suntikan Progestin
Pil & Suntikan Kombinasi
• Pil Progestin
– Isi 35 pil: 300 µg levonorgestrel atau 350 µg
noretindron
– Isi 28 pil: 75 µg norgestrel
– Contoh
• Micrinor, NOR-QD, noriday, norod (0,35 mg
noretindron)
• Microval, noregeston, microlut (0,03 mg
levonogestrol)
• Ourette, noegest (0,5 mg norgestrel)
• Exluton (0,5 mg linestrenol)
• Femulen (0,5 mg etinodial diassetat)

• Suntikan Progestin
– Depo Medroksiprogesteron Asetat (Depo Provera)
 150mg DMPA, IM di bokong/ 3 bulan
– Depo Norestisteron Enantat (Depo Norissterat) 
200mg Noretdron Enantat,IM di bokong/ 2 bulan
Aturan Minum Pil KB

• Pil KB Andalan diminum di hari pertama haid


• Satu tablet setiap hari pada waktu yang sama untuk
mengurangi kemungkinan efek samping
• Bila lupa minum 1 butir pil hormonal (berwarna kuning)
harus minum 2 butir pil hormonal segera setelah Anda
mengingatnya
• Apabila lupa meminum 2 butir/ lebih pil hormonal (berwarna
kuning)  minum 2 pil selama 2 hari berturut-turut dan+
gunakan kondom bila melakukan hubungan seksual atau
hindari hubungan seksual selama 7 hari
• Apabila lupa meminum 1 butir pil pengingat (berwarna putih)
maka buang pil pengingat yang terlupakan
Metode Hormonal: Implan
• Implan (Saifuddin, 2006) • Cara Kerja
– Norplant: 36 mg levonorgestrel dan lama • menekan ovulasi,
kerjanya 5 tahun. mengentalkan lendir
serviks, menjadikan
selaput rahim tipis dan
atrofi, dan mengurangi
– Implanon: 68 mg ketodesogestrel dan lama transportasi sperma
kerjanya 3 tahun.
• Efek Samping
• Serupa dengan
hormonal pil dan
suntikan
– Jadena dan Indoplant: 75 mg
levonorgestrel dengan lama kerja 3 tahun
• Kontra Indikasi
• Serupa dengan
hormonal pil dan
suntikan
KB: Kontrasepsi Pasca Persalinan

• Pada klien yang tidak menyusui, masa infertilitas


rata-rata sekitar 6 minggu
• Pada klien yang menyusui, masa infertilitas lebih
lama, namun, kembalinya kesuburan tidak dapat
diperkirakan
• Metode yang langsung dapat digunakan adalah :
Spermisida
Kondom
Koitus Interuptus
KB: Kontrasepsi Pasca Persalinan
Metode Waktu Pascapersalinan Ciri Khusus Catatan

MAL Mulai segera • Manfaat kesehatan bagi • Harus benar-benar ASI


ibu dan bayi eksklusif
• Efektivitas berkurang jika
sudah mulai suplementasi
Kontrasepsi • Jangan sebelum 6- • Akan mengurangi ASI • Merupakan pilihan terakhir
Kombinasi 8mg pascapersalinan • Selama 6-8mg bagi klien yang menyusui
• Jika tidak menyusui pascapersalinan • Dapat diberikan pada klien
dapat dimulai 3mg mengganggu tumbuh dgn riw.preeklamsia
pascapersalinan kembang bayi • Sesudah 3mg
pascapersalinan akan
meningkatkan resiko
pembekuan darah

Kontrasepsi • Bila menyusui, • Selama 6mg pertama • Perdarahan ireguler dapat


Progestin jangan mulai pascapersalinan, progestin terjadi
sebelum 6mg mempengaruhi tumbuh
pascapersalinan kembang bayi
• Bila tidak menyusui • Tidak ada pengaruh pada
dapat segera dimulai ASI
KB: Kontrasepsi Pasca Persalinan
Metode Waktu Pascapersalinan Ciri Khusus Catatan

AKDR • Dapat dipasang • Tidak ada pengaruh • Insersi postplasental


langsung terhadap ASI memerlukan petugas
pascapersalinan • Efek samping lebih terlatih khusus
sedikit pada klien yang
menyusui
Kondom/S • Dapat digunakan Tidak pengaruh terhadap Sebaiknya dengan kondom
permisida setiap saat laktasi dengan pelicin
pascapersalinan
Diafragma Tunggu sampai 6mg • Tidak ada pengaruh • Perlu pemeriksaan dalam
pascapersalinan terhadap laktasi oleh petugas

KB Alamiah • Tidak dianjurkan • Tidak ada pengaruh • Suhu basal tubuh kurang
sampai siklus haid terhadap laktasi akurat jika klien sering
kembali teratur terbangun malam untuk
menyusui
KB: Usia > 35 Tahun
Metode Catatan

Pil/suntik • Tidak untuk perokok


Kombinasi • Dapat digunakan sebagai terapi sulih hormon pada masa
perimenopause
Kontrasepsi • Dapat digunakan pada masa perimenopause (40-50 tahun)
Progestin (implan, • Dapat untuk perokok
pil, suntikan) • Implan cocok untuk kontrasepsi jangka panjang yang belum
siap dengan kontap
AKDR • Tidak terpapar pada infeksi saluran reproduksi dan IMS
• Sangat efektif, tidak perlu tindak lanjut, efek jangka panjang
Kondom • Satu-satunya metode kontrasepsi yang dapat mencegah
infeksi saluran reproduksi dan IMS
• Perlu motivasi tinggi bagi pasangan untuk mencegah
kehamilan
Kontrasepsi Benar-benar tidak ingin tambahan anak lagi
Mantap
Soal no 76
• Ny. Asmorowati Tikuna, 32 tahun, P1A0 baru
saja melahirkan anak pertamanya. Saat lahir
bayi tersebut kulitnya berwarna keabuan,
sianosis mukosa bibir, dan hipotensi. Selama
hamil, ibu pernah mengalami demam disertai
mual dan muntah dan diduga sakit tifoid.
Kemudian ibu mengonsumsi antibiotik tanpa
resep dokter. Antibiotik yang dapat
menyebabkan kondisi bayi tersebut adalah...
a. Cefotaxim
b. Tetrasiklin
c. Kloramfenikol
d. Kotrimoksazol
e. Amoksisilin

Jawaban: C. Kloramfenikol
76. Demam Tifoid

• Penyebab: bakteri Salmonella • Paparan ringan  menjadi karier


typhi (Salmonella enterica tifoid; tidak ada gejala
erovar Typhy) dan Salmonella • Nafsu makan menurun
paratyphy (jarang) • Sakit kepala
• Infeksi general akut pada • Nyeri di seluruh tubuh
system retikuloendotelial, • Demam
jaringan limfoid intestinal, dan
kantung empedu. • Letargi
• Infeksi selalu ditularkan dari • Diare
penderita lain ataupun • Demam tinggi 39-40oC dalam 5-7
seseorang yang menjadi karier hari.
bakteri. Bakteri disebarkan • Kongesti paru, disertai nyeri dan
melalui air dan makanan dan rasa tidak nyaman di perut
mampu bertahan dalam • Konstipasi, muntah
kondisi kering dan dalam • Frekuensi nadi melambat
lemari pendingin.
Penggunaan Antibiotik dalam
Kehamilan
Beberapa pedoman harus diikuti sebelum meresepkan
antibiotik untuk pasien hamil, termasuk:
• Hanya gunakan antibiotik jika tidak ada pilihan pengobatan
lain yang cukup.
• Hindari pemberian resep antibiotik selama trimester
pertama jika memungkinkan.
• Pilih obat yang aman (biasanya antibiotik yang lebih lama
telah diuji pada wanita hamil).
• Pilih satu obat dibandingkan polifarmasi jika
memungkinkan.
• Dosis pada jumlah serendah mungkin yang terbukti efektif.
• Anjurkan pasien untuk tidak menggunakan obat bebas
selama perawatan antibiotik.
Beberapa antibiotik yang mungkin diresepkan
dengan aman selama kehamilan meliputi:
• Amoksisilin
• Ampisilin
• Klindamisin
• Eritromisin
• Penisilin
• Gentamicin
• Ampisilin-Sulbaktam
• Cefoxitin
• Cefotetan
• Cefazolin
Penatalaksanaan Demam tifoid dalam
Kehamilan
• Pelayanan kesehatan Ibu di Faskes Dasar dan Rujukan 2013
:
– Berikan sefotaksim 200 mg/kgBB IV per 24 jam dibagi menjadi
3-4 dosis, ATAU seftriakson 100 mg/kgBB IV per 24 jam
(maksimal 4 g/24 jam) dibagi menjadi 1-2 dosis.
– Berikan parasetamol 3x500 mg per oral bila demam.

• PPK Dokter Umum di Faskes Primer (IDI, 2014)


– Obat lini pertama : Ampisilin atau Amoxicilin (aman untuk ibu
hamil), Kotrimoksazol (sebaiknya dihindari dalam kehamilan),
kloramfenikol (sebaiknya dihindari terutama menjelang
persalinan, Pregnancy Class C)
– Obat Lini kedua : Seftriakson, Sefiksim (sefalosporin aman untuk
ibu hamil), Kuinolon (tidak dianjurkan untuk ibu hamil dan anak
<18 tahun)
– Obat lini kedua digunakan bila lini pertama tidak efektif
Kloramfenikol
• Kloramfenikol dapat melewati plasenta dan
konsentrasi obat akan mendekati konsentrasi
plasma ibu.
• Peningkatan resiko teratogenisitas tidak
terkait dengan penggunaan kloramfenikol
dalam kehamilan.
• Penggunaan kloramfenikol perlu diwaspadai
bila diberikan pada ibu hamil yang mendekati
masa persalinan
Gray Baby Syndrome
• Merupakan komplikasi yang fatal pada neonatus akibat
penggunaan kloramfenikol dosis tinggi.
• Gejala dan tanda :
– Bayi tampak pucat kebiruan, tidak mau menyusu, akral dan
tubuh dingin
– Paling sering terjadi pada beberapa hari pertama setelah
dilahirkan
• Faktor resiko :
– Penggunaan kloramfenikol pada neonatus (biasanya pada 3 hari
pertama setelah lahir) tanpa pengawasan yang baik dan ketat
– Bayi prematur dan BBLR
– Ibu hamil yang menggunakan kloramfenikol pada saat
mendekati persalinan (1 minggu sebelum bersalin)
Soal no 77
• Ny. Asni Juniar Dilawati, 24 tahun, diantar oleh
keluarganya ke puskesmas karena mengalami
perdarahan dari jalan lahirnya. Pasien
mengaku sudah terlambat haid selama 4
bulan. Riwayat trauma atau kecelakaan
sebelum keluhan timbul disangkal. Dokter
puskesmas merujuk ke rumah sakit dengan
diagnosis abortus iminens. Dari data berikut,
manakah yang paling menunjang diagnosis
abortus iminens?
a. Pembukaan cerviks 2 cm
b. Perdarahan jalan lahir
c. DJJ 140x/menit
d. Kontraksi uterus
e. Hipotensi

Jawaban: C. DJJ 140 x/menit


77. Abortus
• Definisi:
– ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum
janin dapat hidup di luar kandungan.
– WHO IMPAC menetapkan batas usia kehamilan
kurang dari 22 minggu, namun beberapa acuan
terbaru menetapkan batas usia kehamilan kurang
dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500
gram
• Diagnosis • Faktor predisposisi :
– Perdarahan pervaginam dari bercak – Faktor dari janin (fetal) : kelainan
hingga berjumlah banyak genetik (kromosom)
– Perut nyeri dan kaku – Faktor dari ibu (maternal) : infeksi,
– Pengeluaran sebagian produk kelainan hormonal seperti
konsepsi hipotiroidisme, diabetes mellitus,
– Serviks dapat tertutup maupun malnutrisi, penggunaan obat-
terbuka obatan, merokok, konsumsi
alkohol, faktor immunologis dan
– Ukuran uterus lebih kecil dari yang defek anatomis seperti uterus
seharusnya didelfis,inkompetensia serviks
– Diagnosis ditegakkan dengan (penipisan dan pembukaan serviks
bantuan pemeriksaan sebelum waktu in partu, umumnya
ultrasonografi pada trimester kedua) dan
sinekhiae uteri karena sindrom
Asherman.
– Faktor dari ayah (paternal):
kelainan sperma
Abortus Imminens Abortus Insipiens Abortus Inkomplit

Abortus Komplit Missed Abortion


Jenis Abortus
Abortus: Tatalaksana Umum
• Lakukan penilaian secara cepat mengenai keadaan umum ibu termasuk
tanda-tanda vital (nadi, tekanan darah, pernapasan, suhu).
• Periksa tanda-tanda syok (akral dingin, pucat, takikardi, tekanan sistolik
<90 mmHg). Jika terdapat syok, lakukan tatalaksana awal syok
• Jika tidak terlihat tanda-tanda syok, tetap pikirkan kemungkinan
tersebut saat penolong melakukan evaluasi mengenai kondisi ibu karena
kondisinya dapat memburuk dengan cepat
• Bila terdapat tanda-tanda sepsis atau dugaan abortus dengan komplikasi,
berikan kombinasi antibiotika sampai ibu bebas demam untuk 48 jam:
– Ampicillin 2 g IV/IM kemudian 1 g diberikan setiap 6 jam
– Gentamicin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam
– Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam
• Segera rujuk ibu ke rumah sakit .
• Semua ibu yang mengalami abortus perlu mendapat dukungan emosional
dan konseling kontrasepsi pasca keguguran.
• Lakukan tatalaksana selanjutnya sesuai jenis abortus
Tatalaksana Abortus Imminens
• Pertahankan kehamilan.
• Tidak perlu pengobatan khusus.
• Jangan melakukan aktivitas fisik berlebihan atau hubungan
seksual.
• Jika perdarahan berhenti, pantau kondisi ibu selanjutnya
pada pemeriksaan antenatal termasuk pemantauan kadar
Hb dan USG panggul serial setiap 4 minggu. Lakukan
penilaian ulang bila perdarahan terjadi lagi.
• Jika perdarahan tidak berhenti, nilai kondisi janin dengan
USG. Nilai kemungkinan adanya penyebab lain.
Tatalaksana Abortus Insipiens
• Jika usia kehamilan kurang dari 16 minggu: lakukan evakuasi isi uterus (dengaan
AVM) Jika evakuasi tidak dapat dilakukan segera:
– Berikan ergometrin 0,2 mg IM (dapat diulang 15 menit kemudian bila perlu)
– Rencanakan evakuasi segera.
• Jika usia kehamilan lebih dari 16 minggu:
– Tunggu pengeluaran hasil konsepsi secara spontan dan evakuasi sisa hasil konsepsi dari dalam
uterus (lakukan dengan AVM).
– Bila perlu, berikan infus 40 IU oksitosin dalam 1 liter NaCl 0,9% atau Ringer Laktat dengan
kecepatan 40 tetes per menit untuk membantu pengeluaran hasil konsepsi
• Lakukan pemantauan pascatindakan setiap 30 menit selama 2 jam. Bila kondisi ibu
baik, pindahkan ibu ke ruang rawat.
• Lakukan pemeriksaan jaringan secara makroskopik dan kirimkan untuk
pemeriksaan patologi ke laboratorium.
• Lakukan evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam, tanda akut abdomen, dan
produksi urin setiap 6 jam selama 24 jam. Periksa kadar hemoglobin setelah 24
jam. Bila hasil pemantauan baik dan kadar Hb >8 g/dl, ibu dapat diperbolehkan
pulang.
Tatalaksana Abortus Inkomplit
• Jika perdarahan ringan atau sedang dan kehamilan usia kehamilan kurang dari 16
minggu, gunakan jari atau forsep cincin untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang
mencuat dari serviks.
• Jika perdarahan berat dan usia kehamilan kurang dari 16 minggu, lakukan evakuasi isi
uterus. Aspirasi vakum manual (AVM) adalah metode yang dianjurkan. Kuret tajam
sebaiknya hanya dilakukan bila AVM tidak tersedia. Jika evakuasi tidak dapat segera
dilakukan, berikan ergometrin 0,2 mg IM (dapat diulang 15 menit kemudian bila perlu).
• Jika usia kehamilan lebih dari 16 minggu, berikan infus 40 IU oksitosin dalam 1 liter NaCl
0,9% atau Ringer Laktat dengan kecepatan 40 tetes per menit untuk membantu
pengeluaran hasil konsepsi.
– Lebih disarankan untuk memakai kuret tajam jika usia kehamilan >16 minggu
• Lakukan evaluasi tanda vital pascatindakan setiap 30 menit selama 2 jam. Bila kondisi ibu
baik, pindahkan ibu ke ruang rawat.
• Lakukan pemeriksaan jaringan secara makroskopik dan kirimkan untuk pemeriksaan
patologi ke laboratorium.
• Lakukan evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam, tanda akut abdomen, dan produksi
urin setiap 6 jam selama 24 jam. Periksa kadar hemoglobin setelah 24 jam. BIla hasil
pemantauan baik dan kadar Hb >8 g/dl, ibu dapat diperbolehkan pulang
Tatalaksana Abortus Komplit
• Tidak diperlukan evakuasi lagi.
• Konseling untuk memberikan dukungan
emosional dan menawarkan KB pasca keguguran.
• Observasi keadaan ibu.
• Apabila terdapat anemia sedang, berikan tablet
sulfas ferosus 600 mg/hari selama 2 minggu, jika
anemia berat berikan transfusi darah.
• Evaluasi keadaan ibu setelah 2 minggu.
Soal no 78
• Ny. Vinyorita Lumbangu, 23 tahun, datang
dengan keluhan terlambat haid sejak 1 bulan
yang lalu. Pasien sudah menikah dan tidak
menggunakan kontrasepsi apapun saat ini.
Hari pertama haid terakhir pasien adalah
tanggal 5 Februari 2019. Dari pemeriksaan tes
kehamilan didapatkan hasil positif. Hormon
apa yang berperan dalam fase proliferasi siklus
menstruasi pada endometrium?
a. Progesteron
b. Estrogen
c. FSH
d. beta HCG
e. LH

Jawaban: B. Estrogen
78. Siklus Menstruasi
& Ovulasi
• Siklus menstruasi terdiri atas 2
komponen yaitu siklus ovarian
dan siklus uterine
• Siklus Ovarian :
• Fase folikular
• Ovulasi
• Fase luteal
• Siklus Uterine :
• Fase menstruasi
• Fase proliferatif
• Fase sekresi
Siklus Ovarian
• Rata – rata berkisar sekitar
28 hari.
• Dimulai saat menarche,
dapat diinterupsi secara
normal oleh kehamilan dan
terhenti saat menopause.
• Terdiri atas 3 fase :
– Fase Follicular :
• Didominasi oleh pertumbuhan
dan pematangan folikel.
– Ovulasi
– Luteal phase
• Dicirikan dengan hadirnya
corpus luteum. Durasi selalu
konstan yaitu 14 hari
Ovulasi
• Ruptur dinding folikel Graff, cairan di dalam
folike dan oocyte keluar dari folikel.
• Dipacu oleh LH surge
• Dua atau lebih folikel dominan dapat
mengalami ovulasi.
• Bila keduanya mengalami fertilisasi  kembar
fraternal atau kembar dizigotik
Fase luteal
• Folikel yang telah pecah akan berubah struktur menjadi
corpus luteum (gland)
• Corpus luteum akan berfungsi sempurna dalam waktu
4 hari post ovulasi.
• Bila tidak terjadi fertilisasi dan implantasi, corpus
luteum akan mengalami degenerasi dalam waktu 14
hari setelah terbentuk
• LH mempengaruhi pembentukan corpus luteum.
• Durasi fase luteal bersifat konstan yaitu 14 hari. Bila
terjadi abnormalitas menstruasi, yang mengalami
pemanjangan atau pemendekan adalah fase folikular
Siklus Uterine
• Menggambarkan perubahan endometrium selama siklus ovarium
• Terdiri atas 3 fase yaitu:
– Fase menstruasi
• Terjadi penurunan hormon estrogen dan progesteron
• Endometrium luruh selama 5-7 hari
– Fase proliferasi
• Endometrium kembali tumbuh (menebal) untuk persiapan
implantasi bila terjadi kehamilan
– Fase sekresi / progestational
• Berbarengan dengan fase luteal.
Siklus uterine
• Fase Menstruasi • Fase Proliferasi
– Terjadi pengeluaran darah serta – Mulai bersamaan dengan hari –
debris endometrium melalui vagina hari terakhir fase folikular ovarium
– Hari pertama menstruasi dihitung – Pada fase ini uterus bersiap untuk
sebagai hari pertama dari siklus menerima ovum yang sudah
baru fertilisasi
– Terjadi bersamaan dengan • Endometrium mulai
berakhirnya fase luteal dari siklus berproliferasi (tumbuh) dengan
ovarium dan awal dari fase folikular dipengaruhi oleh estrogen dari
siklus ovarium folikel yang tumbuh
– Dipicu oleh penurunan hormon – Estrogen mendomniasi fase
esterogen dan progesteron proliferasi dari akhir fase
– Pelepasan prostaglandin uterin  menstruasi hingga ovulasi
vasokontriksi pembuluh darah – Puncak dari kadar esterogen akan
endometrium  kematian dari mencetuskan LH surge  Ovulasi
endometrium  darah menstruasi
Siklus uterine
• Fase sekresi
– Endometrium bersiap untuk mengalami implantasi
– Peningkatan suplay darah endometrium
– Dipicu oleh progesteron
– Bertepatan dengan fase luteal (saat terbentuknya
corpus luteum)
– Progesterone meningkatkan vaskularisasi
endometrium, dan kelenjar endometrium
mensekresikan glycogen secara aktif.
– Jika tidak terjadi fertilisasi dan implantasi, corpus
luteum akan berdegenerasi  akan terjadi lagi fase
folikular dan fase menstrual yang baru
Soal no 79
• Wanita, 26 tahun, P1A0 datang dengan keluhan
nyeri pada payudara. Pasien sedang aktif
menyusui anak pertamanya dalam 5 minggu
terakhir, dan saat ini merasakan demam dan
sedikit menggigil. Dari pemeriksaan fisik
ditemukan tanda vital stabil dengan suhu badan
38oC. Pada pemeriksaan fisik payudara ditemukan
payudara menegang dan membengkak, nyeri,
kulit bewarna kemerahan, dan hanya pada
payudara sebelah kiri. Saran yang dapat anda
berikan pada pasien adalah...
a. Tetap menyusui dan bergantian payudara
b. Memberikan kombinasi kompres dingin dan
kompres hangat pada payudara
c. Memberian antibiotik
d. Memberikan kompres hangat untuk melancarkan
pengeluaran ASI
e. Breast pump bila bayi tidak nyeri bila menyusui

Jawaban: B. Memberikan kombinasi kompres


dingin dan kompres hangat pada payudara
79. Gangguan Proses Menyusui: Mastitis
• Inflamasi / infeksi payudara

Diagnosis
• Payudara (biasanya unilateral) keras,
memerah, dan nyeri
• Dapat disertai benjolan lunak
• Dapat disertai demam > 38 C
• Paling sering terjadi di minggu ke-3 dan
ke-4 postpartum, namun dapat terjadi
kapan saja selama menyusui
Faktor Predisposisi
• Bayi malas menyusu atau tidak menyusu
• Menyusui selama beberapa minggu setelah melahirkan
• Puting yang lecet
• Menyusui hanya pada satu posisi, sehingga drainase payudara tidak sempurna
• Bra yang ketat dan menghambat aliran ASI
• Riwayat mastitis sebelumnya saat menyusui
Mastitis & Abses Payudara: Tatalaksana
Tatalaksana Umum Abses Payudara
• Tirah baring & >> asupan cairan • Stop menyusui pada payudara yang
• Sampel ASI: kultur dan diuji sensitivitas abses, ASI tetap harus dikeluarkan
Tatalaksana Khusus • Bila abses >> parah & bernanah 
• Berikan antibiotika : antibiotika
– Kloksasilin 500 mg/6 jam PO , 10-14 hari • Rujuk apabila keadaan tidak
ATAU membaik.
– Eritromisin 250 mg, PO 3x/hari, 10-14
• Terapi: insisi dan drainase
hari
• Tetap menyusui, mulai dari payudara sehat. • Periksa sampel  kultur resistensi
Bila payudara yang sakit belum kosong dan pemeriksaan PA
setelah menyusui, pompa payudara untuk • Jika abses diperkirakan masih banyak
mengeluarkan isinya. tertinggal dalam payudara, selain
• Kompres dingin untuk <<bengkak dan nyeri. drain, bebat juga payudara dengan
• Kompres hangat untuk lancarkan aliran ASI elastic bandage  24 jam tindakan
• Berikan parasetamol 3x500mg PO  kontrol kembali untuk ganti kassa.
• Sangga payudara ibu dengan bebat atau bra • Berikan obat antibiotika dan obat
yang pas. penghilang rasa sakit
• Lakukan evaluasi setelah 3 hari.
Kompres pada Mastitis
• Pada mastitis, kompres hangat dan dingin
dilakukan secara bergantian.
– Kompres dingin dilakukan untuk mengurangi
bengkak dan nyeri.
– Kompres hangat dilakukan sesaat sebelum
menyusui untuk melancarkan aliran ASI.
• Setelah sesi menyusui, bila payudara masih
terasa sakit, kompres dingin dapat kembali
dilakukan.
Mastitis. Australian Breastfeeding Association. https://www.breastfeeding.asn.au/bf-
info/common-concerns%E2%80%93mum/mastitis
Soal no 80
• Ny. Uniratunia Putriatmaja, usia 42 tahun,
P3A0. Datang untuk melakukan skrining
kanker serviks. Saat ini pasien tidak ada
keluhan apapun seperti perdarahan pasca
hubungan intim, nyeri saat hubungan seksual,
ataupun penurunan berat badan. Pada
pemeriksaan ginekologis ditemukan sebuah
kista di portio pada bagian zona transformasi,
yaitu kista nabothi. Bagaimana proses
terbentuknya kista tersebut?
a. Sisa dari perkembangan duktus wolfian
b. Kripta yang tertutup sel gepeng pada serviks uteri
c. Karsinogenesis
d. Debris sel serviks yang mengumpul
e. Sisa dari paramesonefrik

Jawaban: B. Kripta yang tertutup sel gepeng pada


serviks uteri
80. Kista Nabothi
• Etiologi
– Terjadi bila kelenjar
penghasil mukus di
permukaan serviks
tersumbat epitel skuamosa

• Gejala & Tanda


– Berbentuk seperti beras
dengan permukaan licin

• Pemeriksaan
- Pemeriksaan pelvis, kadang dengan kolposkopi

• Terapi: observasi ; Bila simptomatik  drainase


https://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001514.htm
Kista Pada Alat Reproduksi Wanita
Kista Bartholin Kista pada kelenjar bartholin yang terletak di kiri-kanan bawah
vagina,di belakang labium mayor. Terjadi karena sumbatan muara
kelenjar e.c trauma atau infeksi
Kista Nabothi (ovula) Terbentuk karena proses metaplasia skuamosa, jaringan endoserviks
diganti dengan epitel berlapis gepeng. Ukuran bbrp mm, sedikit
menonjol dengan permukaan licin (tampak spt beras)
Polip Serviks Tumor dari endoserviks yang tumbuh berlebihan dan bertangkai,
ukuran bbrp mm, kemerahan, rapuh. Kadang tangkai panjang sampai
menonjol dari kanalis servikalis ke vagina dan bahkan sampai
introitus. Tangkai mengandung jar.fibrovaskuler, sedangkan polip
mengalami peradangan dengan metaplasia skuamosa atau ulserasi
dan perdarahan.
Karsinoma Serviks Tumor ganas dari jaringan serviks. Tampak massa yang berbenjol-
benjol, rapuh, mudah berdarah pada serviks. Pada tahap awal
menunjukkan suatu displasia atau lesi in-situ hingga invasif.
Mioma Geburt Mioma korpus uteri submukosa yang bertangkai, sering mengalami
nekrosis dan ulserasi.
Soal no 81
• Ny. Unirawima Sikilamnta, 20 tahun, G1P0
mengaku terlambat haid satu bulan. Pasien
baru menikah sekitar 3 bulan yang lalu. Pasien
datang ke puskesmas untuk mendapatkan
pelayanan antenatal. Di Puskesmas, dilakukan
test pack dan hasilnya positif. Dokter
mengatakan pasien termasuk Dibawah ini
adalah hal-hal yang berkaitan dengan risiko
tinggi kehamilan, KECUALI…
a. Terlalu muda saat hamil pertama
b. Terlalu rapat jarak kehamilan
c. Terlalu pendek tinggi badannya
d. Terlalu banyak anak
e. Terlalu miskin

Jawaban: E. Terlalu miskin


81. Asuhan Antenatal
Kunjungan ANC adalah :
• setiap bulan sampai umur kehamilan 28
minggu
• setiap 2 minggu sampai umur kehamilan 36
minggu
• setiap 1 minggu sejak kehamilan 37 minggu
sampai terjadi kelahiran.
Pemeriksaan khusus jika ada keluhan tertentu.
Asuhan Antenatal
• Untuk menghindari
risiko komplikasi pada
kehamilan dan
persalinan, setiap ibu
hamil perlu melakukan
kunjungan antenatal
komprehensif yang
berkualitas minimal 4
kali .

Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia. 2013
Asuhan Antenatal
• Panduan ANC
berdasarkan WHO
tahun 2016 
rekomendasi ANC untuk
setiap ibu hamil adalah
minimal 8 kali selama
kehamilan.

WHO recommendations on antenatal care for a positive pregnancy experience. WHO, 2016
Asuhan Antenatal: Kehamilan Risiko
Tinggi
• Ada empat faktor yang disebut dengan “4-
Terlalu” yang menandakan kehamilan risiko
tinggi:
– Terlalu muda (kurang dari 20 tahun)
– Terlalu tua (di atas 35 tahun)
– Terlalu banyak (lebih dari 3 anak)
– Terlalu sering (jarak anak kurang dari 2 tahun)
Kehamilan usia ibu terlalu muda
Kehamilan usia terlalu tua
Jarak anak terlalu dekat
Jumlah anak terlalu banyak
Soal no 82
• Wanita, 25 tahun, G1P0A0 datang dengan
keluhan perdarahan bercak dari vagina dan
tidak ada mulas-mulas. Sebelumnya pasien
terlambat haid selama 8 minggu dan test pack
(+). Dari inspekulo, ostium uteri tertutup.
Namun dari pemeriksaan USG ditemukan
hanya ada kantong gestasi pada cavum uteri.
Diagnosis yang tepat pada kasus ini adalah…
a. Kehamilan ektopik
b. Kehamilan tuba
c. Mola hidatidosa
d. Mioma pada kehamilan
e. Blighted ovum

Jawaban: E. Blighted ovum


82. Blighted Ovum
• Sel telur mengalami fertilisasi dan terimplantasi sempurna.
• Plasenta dan struktur lain terbentuk sempurna, akan tetapi
embrio tidak terbentuk
• Bedanya dengan missed abortion, pada missed abortion,
semua jaringan embrio beserta plasenta dan struktur
lainnya keluar dari uterus
Soal no 83
• Pasien, 34 tahun, G5P4 datang dengan
perdarahan jalan lahir tanpa adanya nyeri
pada perut. Pada pemeriksaan ditemukan
kondisi ibu dan janin masih baik. Dokter
mendiagonsis ibu dengan plasenta previa, dan
dilakukan tindakan section caesaria. Saat
tindakan, dokter menyadari implantasi
plasenta sudah menembus lapisan
miometrium hingga ke lapisan serosa.
Diagnosa pada ibu ini adalah...
a. Plasenta previa
b. Solusio plasenta
c. Plasenta akreta
d. Plasenta inkreta
e. Plasenta perkreta

Jawaban: E. Plasenta perkreta


83. Plasenta Akreta
• Plasenta akreta adalah istilah umum yang digunakan untuk
menggambarkan kondisi klinis ketika bagian dari plasenta, atau
seluruh plasenta menembus dan tidak dapat dipisahkan dari
dinding rahim.
– Plasenta inkreta: vilus korionik hanya menyerang miometrium.
– Plasenta percreta: invasi melalui miometrium hingga ke lapisan serosa
dan kadang-kadang ke organ yang berdekatan seperti kandung kemih.
• Plasenta akreta secara klinis menjadi bermasalah selama persalinan
ketika plasenta tidak sepenuhnya terpisah dari rahim dan diikuti
oleh perdarahan masif.
• Kehilangan darah rata-rata saat melahirkan pada wanita dengan
plasenta akreta adalah 3000-5000 ml
• Insidensi: 1 dari 533 kehamilan
Plasenta Akreta: Faktor Risiko
• Wanita yang mengalami kerusakan miometrium
disebabkan oleh persalinan caesar sebelumnya dengan
plasenta previa anterior atau posterior yang menutupi
bekas luka rahim.
• Placenta previa
• Tindakan sectio caesar berulang
• Usia dan multiparitas ibu
• Kondisi yang mengakibatkan kerusakan miometrium
diikuti oleh perbaikan kolagen sekunder seperti,
miomektomi sebelumnya, sindrom Asherman,
embolisasi arteri uterin, leiomioma
Diagnosis
• Diagnosis prenatal biasanya ditetapkan oleh USG dan kadang-
kadang oleh MRI
• Ultrasonografi :
– Transvaginal atau transabdominal dapat digunakan. USG transvaginal
aman untuk pasien dengan plasenta previa
– Situs perlekatan plasenta normal ditandai dengan batas hypoechoic
normal antara plasenta dan kandung kemih.
• Gambaran USG pada plasenta akreta:
– lacunae plasenta (ruang vaskular) tidak teratur di dalam plasenta
– penipisan miometrium yang menutupi plasenta,
– hilangnya ruang retroplacental,
– tonjolan plasenta ke kandung kemih
– peningkatan vaskularisasi pada ruang antara kandung kemih serosa
uterus
– aliran darah turbulen melalui lacunae
• Adanya peningkatan jumlah
lacunae dalam plasenta
akreta  sensitivitas 79%
dan PPV 92%
• Lacuna ini dapat membuat
plasenta memiliki gambaran
moth-eaten dimakan atau
keju swiss
• USG cukup untuk
mendiagnosis plasenta
akreta dengan sensitivitas
77-87%, spesifisitas 96-98%,
PPV 65-93%.

http://www.acog.org/Resources-And-Publications/Committee-Opinions/Committee-on-
Obstetric-Practice/Placenta-Accreta
Soal no 84
• Wanita, 27 tahun, G1P0 hamil 37 minggu, datang
dengan keluhan mulas-mulas yang dirasakan
sejak 1 jam yang lalu, ketuban sudah pecah.
Tanda-tanda vital ibu masih dalam batas normal.
Dari pemeriksaan abdomen, presentasi kepala,
kontraksi uterus 6x/40”/10 menit. DJJ 138. Dari
VT ditemukan pembukaan 4 cm, ketuban sudah
pecah. 1 jam kemudian ibu sudah tidak tahan lagi
untuk mengedan, dan sudah tampak kepala bayi
pada vulva. Lalu ibu dipimpin meneran selama 1
jam, kemudian bayi lahir. Disebut persalinan apa
kasus ini?
a. Persalinan normal
b. Persalinan precipitous
c. Persalinan lama
d. Persalinan sungsang
e. Distosia

Jawaban: B. Persalinan precipitous.


84. Partus Presipitatus
• Partus presipitatus merupakan persalinan yang berlangsung sangat cepat,
yaitu dalam 3 jam setelah mulainya kontraksi dan dilatasi serviks.
• Faktor risiko:
– Solusio plasenta
– Hipertensi kronik
– IUGR
– Induksi persalinan
– Berat janin <2500 gr
– Nulipara
• Gejala:
– Kontraksi yang terjadi secara intens, dengan waktu recovery yang singkat di
antara kontraksi
– Kontraksi disertai nyeri tanda ada waktu pemulihan
– Rasa ingin mengedan yang tidak tertahankan

Suzuki S. (2014). Clinical significance of precipitous labor. Journal of clinical medicine research, 7(3), 150–153.
doi:10.14740/jocmr2058w
Sheiner, Eyal & Levy, Amalia & Mazor, Moshe. (2004). Precipitate labor: Higher rates of maternal complications. European
journal of obstetrics, gynecology, and reproductive biology. 116. 43-7. 10.1016/j.ejogrb.2004.02.006.
Partus Presipitatus
• Komplikasi persalinan presipitatus:
– Robekan serviks dan robekan perineum grade III
– Perdarahan post partum
– Atonia uteri
– Retensio plasenta
– Anemia berat

Suzuki S. (2014). Clinical significance of precipitous labor. Journal of clinical medicine research, 7(3), 150–153.
doi:10.14740/jocmr2058w
Sheiner, Eyal & Levy, Amalia & Mazor, Moshe. (2004). Precipitate labor: Higher rates of maternal complications. European
journal of obstetrics, gynecology, and reproductive biology. 116. 43-7. 10.1016/j.ejogrb.2004.02.006.
Soal no 85
• Ny. Minah Astutiwatina, berusia 28 tahun,
hamil G6P5A0 39 minggu datang ke
Puskesmas dengan keluhan mulas dan
kontraksi yang teratur. Pemeriksaan fisik TD
120/70 mmHg, pemeriksaan dalam
pembukaan 3 cm. Empat jam kemudian VT
tetap 3 cm, 4 jam kemudian VT jadi 6 cm.
Kemajuan persalinan telah dicatat dalam
partograf. Apa tindakan yang dapat Anda
lakukan?
a. Mencatat his dan kemajuan partus pada partograf
b. Segera merujuk bila masuk ke sebelah kiri garis
waspada
c. Segera merujuk bila masuk sebelah kanan garis
waspada
d. Melakukan pemeriksaan dalam sewaktu-waktu
e. Melakukan partus percobaan

Jawaban: C. Segera merujuk bila masuk sebelah kanan


garis waspada
85. Partograf
Tujuan Utama Tidak boleh digunakan pada:
• Mencatat hasil observasi 1. Wanita pendek, tinggi
dan menilai kemajuan kurang dari 145 cm
persalinan 2. Perdarahan antepartum
• Mendeteksi apakah 3. Pre-eklampsia – eklampsia
persalinan berjalan normal 4. Persalinan prematur
atau terdapat 5. Bekas sectio sesarea
• penyimpangan, dengan 6. Kehamilan ganda
demikian dapat melakukan 7. Kelainan letak janin
deteksi dini setiap 8. Fetal distress
kemungkinan terjadinya 9. Dugaan distosia karena
partus lama panggul sempit
Partograf: Umum
• Denyut jantung janin: setiap 1⁄2 jam
• Frekuensi dan lamanya kontraksi uterus: setiap
1⁄2 jam
• Nadi: setiap 1⁄2 jam
• Pembukaan serviks: setiap 4 jam
• Penurunan: setiap 4 jam
• Tekanan darah dan temperatur tubuh: setiap 4
jam
• Produksi urin, aseton dan protein: setiap 2-4 jam
Partograf: Pencatatan Kondisi Bayi
• Denyut jantung janin: setiap 1⁄2 jam
– DJJ Normal: 110-160 x/menit

• Menilai Air Ketuban


– U : selaput ketuban utuh (belum pecah)
– J : selaput ketuban telah pecah dan air ketuban jernih
– M : selaput ketuban telah pecah dan air ketuban bercampur mekonium
– D : selaput ketuban telah pecah dan air ketuban bercampur darah
– K : selaput ketuban telah pecah dan air ketuban kering (tidak mengalir lagi)

• Molase Tulang Kepala Janin


– Semakin besar penyusupan semakin besar kemungkinan disporposi kepala panggul. Lambang yang
digunakan:
• 0: tulang –tulang kepala janin terpisah, sutura mudah dipalpasi
• 1: tulang-tulang kepa janin sudah saling bersentuhan
• 2: tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih tapi masih bisa dipisahkan
• 3: tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih dan tidak dapat dipisahkan
Partograf: Kemajuan Persalinan
• Pembukaan Serviks
– Angka pada kolom kiri 0-10  pembukaan serviks
– Menggunakan tanda X pada titik silang antara angka yang sesuai dengan temuan
pertama pembukaan serviks pada fase aktif dengan garis waspada
– Hubungan tanda X dengan garis lurus tidak terputus

• Penurunan bagian terbawah janin


– Tulisan “turunnya kepala” dan garis tidak terputus dari 0-5 pada sisi yang sama
dengan angka pembukaan serviks
– Berikan tanda “●” pada waktu yang sesuai dan hubungkan dengan garis lurus.

• Garis waspada
– Jika pembukaan serviks mengarah ke sebelah kanan garis waspada  waspadai
kemungkinan adanya penyulit persalinan
– Jika persalinan telah berada di sebelah kanan garis bertindak yang sejajar dengan
garis waspada  perlu segera dilakukan tindakan penyelesaian persalinan

• Garis bertindak dan waktu


– Waktu mulainya fase aktif persalinan diberi angka 1-16, setiap kotak: 1 jam yang
digunakan untuk menentukan lamanya proses persalinan telah berlangsung
– Waktu aktual saat pemeriksaan merupakan kotak kosong di bawahnya yang harus
diisi dengan waktu yang sebenarnya saat kita melakukan pemeriksaan
Partograf: Kontraksi Uterus

• Terdapat lima kotak mendatar untuk kontraksi


• Pemeriksaan dilakukan setiap 30 menit, raba
dan catat jumlah dan durasi kontaksi dalam 10
menit
• Misal jika dalam 10 menit ada 3 kontraksi yang
lamanya 20 setik maka arsirlah angka tiga
kebawah dengan warna arsiran yang sesuai
untuk menggambarkan kontraksi 20 detik
(arsiran paling muda warnanya)
Partograf
• Obat-obatan dan cairan yang diberikan
– Catat obat dan cairan yang diberikan di kolom yang
sesuai. Untuk oksitosin dicantumkan jumlah tetesan
dan unit yang diberikan

• Kondisi Ibu
– Catat nadi ibu setiap 30 menit dan beri tanda titik
pada kolom yang sesuai. Ukur tekanan darah ibu tiap
10 menit dan beri tanda ↕ pada kolom yang sesuai.
Temperatur dinilai setiap dua jam dan catat di tempat
yang sesuai

• Volume urine, protein dan aseton


– Lakukan tiap 2 jam jika memungkinkan
Persalinan Lama
• Definisi: Waktu persalinan memanjang karena kemajuan
persalinan yang terhambat.

• Definisi berbeda sesuai fase kehamilan, klasifikasi diagnosisnya:


– Distosia pada kala I fase aktif: grafik pembukaan serviks pada partograf
antara garis waspada - garis bertindak/ sudah memotong garis bertindak,
ATAU
– Fase ekspulsi (kala II) memanjang: Bagian terendah janin pada persalinan
kala II tidak maju. Batasan waktu:
• Maks 2 jam untuk nulipara dan 1 jam untuk multipara, ATAU
• Maks 3 jam untuk nulipara dan 2 jam untuk multipara bila
menggunakan analgesia epidural
Kriteria Diagnosis untuk Gangguan proses Persalinan
Tatalaksana
a. Tatalaksana Umum
– Segera rujuk ibu ke rumah sakit yang memiliki pelayanan seksio sesarea.
b. Tatalaksana Khusus
– Tentukan penyebab persalinan lama.
• Power: His tidak adekuat (his dengan frekuensi <3x/10 menit dan durasi setiap
kontraksinya <40 detik)
• Passenger: malpresentasi, malposisi, janin besar
• Passage: panggul sempit, kelainan serviks atau vagina, tumor jalan lahir
• Gabungan dari faktor-faktor di atas
– Sesuaikan tatalaksana dengan penyebab dan situasi.
– Lakukan tindakan operatif (forsep, vakum, atau seksio sesarea) untuk gangguan Passenger
dan/atau Passage, serta untuk gangguan Power yang tidak dapat diatasi oleh augmentasi
persalinan
– Jika ditemukan obstruksi atau CPD, tatalaksananya adalah seksio sesarea.
– Berikan antibiotika (kombinasi ampisilin 2 g IV tiap 6 jam dan gentamisin 5 mg/kgBB tiap 24
jam) jika ditemukan:
• Tanda-tanda infeksi (demam, cairan pervaginam berbau), ATAU
• Ketuban pecah lebih dari 18 jam, ATAU
• Usia kehamilan <37 minggu
IKK &
FO R E N S I K
Soal no 86
• Pada tahun 2015, di suatu kecamatan di
Jakarta terdapat peningkatan kejadian DBD.
Peningkatan tersebut dicurigai berhubungan
dengan musim hujan. Kepala puskesmas ingin
meneliti faktor risiko yang mempengaruhi dan
pengaruhnya terhadap penyakit tersebut.
Karena kesibukannya, kepala puskesmas
memiliki waktu yang terbatas untuk
melakukan penelitian. Apa metode penelitian
yang tepat?
a. Cross sectional
b. Cohort
c. Case control
d. Descriptive
e. Eksperimental

Jawaban: C. Case control


86. DESAIN PENELITIAN
Secara umum dibagi menjadi 2:
• DESKRIPTIF: memberi gambaran distribusi dan
frekuensi penyakit saja. Misalnya prevalensi
DM tipe 2 di DKI Jakarta, 10 penyakit
terbanyak di Puskesmas X.

• ANALITIK: mencari hubungan antara paparan


dengan penyakit. Misalnya penelitian
hubungan antara obesitas dengan DM tipe 2.
DESAIN PENELITIAN

STUDY
DESIGNS

Analytical Descriptive

Case report (E.g. Cholera)

Case series
Observational Experimental
Cross-sectional

1. Cross-sectional Clinical trial (parc vs. aspirin


in Foresterhill)
2. Cohort
3. Case-control Field trial (preventive
programmes )
4. Ecological
Prinsip Desain Studi Analitik
Observasional
Cross-sectional
– Pajanan/ faktor risiko dan outcome dinilai dalam waktu
yang bersamaan.

Cohort study
– Individu dengan pajanan/ faktor risiko diketahui, diikuti
sampai waktu tertentu, kemudian dinilai apakah outcome
terjadi atau tidak.

Case-control study
– Individu dengan outcome diketahui, kemudian digali
riwayat masa lalunya apakah memiliki pajanan/ faktor
risiko atau tidak.
Prinsip Desain Studi Analitik
Observasional

PAST PRESENT FUTURE


Time
Assess exposure
Cross -sectional study and outcome

Assess Known
Case -control study exposure outcome

Known Assess
Prospective cohort exposure outcome

Known Assess
Retrospective cohort exposure outcome
Contoh: Penelitian ingin mengetahui Hubungan
ASI Eksklusif dengan Diare pada Anak 1-3 tahun
• Bila menggunakan desain cross sectional, maka dalam
satu waktu peneliti mengumpulkan data semua anak
berusia 1-3 tahun dan ditanyakan apakah mendapat
ASI eksklusif dan berapa frekuensi diare selama ini
secara bersamaan.

• Bila menggunakan desain case control, dimulai dengan


peneliti menentukan subyek anak 1-3 tahun yang
pernah mengalami diare dengan yang tidak pernah
mengalami diare. Kemudian ibu diwawancara apakah
sebelumnya memberi ASI eksklusif atau tidak.
Contoh: Penelitian ingin mengetahui Hubungan
ASI Eksklusif dengan Diare pada Anak 1-3 tahun
• Bila menggunakan desain kohort (prospektif), maka dimulai
dengan peneliti mengumpulkan subyek penelitian berusia 6
bulan yang diberi ASI eksklusif dan yang tidak diberi ASI
eksklusif. Kemudian, subyek tersebut diamati selama 1
tahun untuk dilihat apakah mengalami diare atau tidak.

• Bila menggunakan desain kohort (retrospektif), dari catatan


rekam medis RS tahun 2015 dimulai dengan dikumpulkan
data bayi yang diberi ASI eksklusif dan yang tidak diberi ASI
eksklusif. Kemudian rekam medis ditelusuri, dari tahun
2015-2016 apakah subyek pernah mengalami diare atau
tidak.
Prinsip
Kohort

• Studi kohort selalu dimulai dari subyek yang tidak sakit. Kelompok subyek
dibagi menjadi subyek yang terpajan dan tidak terpajan. Kemudian
dilakukan pengamatan sampai terjadinya penyakit atau sampai waktu
yang ditentukan.
Kohort Prospektif vs Retrospektif
• Baik kohort prospektif
maupun retrospektif selalu
dimulai dari menjadi subyek
yang tidak sakit.

• Kohort prospektif dimulai


saat ini dan diikuti ke depan
sampai terjadi penyakit.

• Pada kohort retrospektif,


peneliti “kembali ke masa
lalu” melalui rekam medik,
mencari subyek yang sehat
pada tahun tertentu
kemudian mengikuti
perkembangannya melalui
catatan rekam medik hingga
terjadinya penyakit.
Desain Cross Sectional

KELEBIHAN: KELEMAHAN:
• Mengukur angka prevalensi • Sulit membuktikan
• Mudah dan cepat hubungan sebab-akibat,
• Sumber daya dan dana yang karena kedua variabel
efisien karena pengukuran paparan dan outcome
dilakukan dalam satu waktu direkam bersamaan.

• Kerjasama penelitian • Desain ini tidak efisien


(response rate) dengan untuk faktor paparan atau
desain ini umumnya tinggi. penyakit (outcome) yang
jarang terjadi.
Desain Case Control

KELEBIHAN: KEKURANGAN:
• Dapat membuktikan • Pengukuran variabel secara
hubungan sebab-akibat. retrospektif, sehingga
• Tidak menghadapi kendala rentan terhadap recall bias.
etik, seperti halnya • Kadang sulit untuk memilih
penelitian kohort dan subyek kontrol yang
eksperimental. memiliki karakter serupa
• Waktu tidak lama, dengan subyek kasus
dibandingkan desain kohort. (case)nya.
• Mengukur odds ratio (OR).
Desain Kohort
KELEBIHAN: KEKURANGAN:
• Mengukur angka insidens. • Memerlukan waktu penelitian
• Keseragaman observasi yang relative cukup lama.
terhadap faktor risiko dari • Memerlukan sarana dan
waktu ke waktu sampai terjadi prasarana serta pengolahan
outcome, sehingga merupakan data yang lebih rumit.
cara yang paling akurat untuk • Kemungkinan adanya subyek
membuktikan hubungan penelitian yang drop out/ loss
sebab-akibat. to follow up besar.
• Mengukur Relative Risk (RR). • Menyangkut masalah etika
karena faktor risiko dari
subyek yang diamati sampai
terjadinya efek, menimbulkan
ketidaknyamanan bagi subyek.
Soal no 87
• Ny. Nana Budiman, 45 tahun memiliki 2 orang
anak. Ia memiliki riwayat dermatitis atopi saat
masih kecil. Ia sering datang ke puskesmas
bersama anak pertamanya yang menderita
asma untuk pengobatan rutin. Ny. Nana
khawatir anaknya yang lain yang masih kecil
juga akan menderita asma, sehingga saat
kunjungan Ibu ingin membicarakan
pencegahan asma untuk anaknya tersebut.
Jenis kunjungan ibu itu adalah...
a. Kunjungan preventif
b. Kunjungan promotif
c. Kunjungan sehat
d. Kunjungan sakit
e. Kunjungan keluarga

Jawaban: A. Kunjungan preventif


87. Macam Kunjungan dalam
Pelayanan Kesehatan
• Kunjungan sakit
– Pasien datang dalam kondisi sakit, kunjungan
bertujuan untuk pelaksanaan pemeriksaan dan
terapi
• Kunjungan sehat
– Meliputi pelayanan imunisasi, penyuluhan
kesehatan perorangan atau kelompok, home visit,
pemeriksaan kesehatan Ibu dan anak serta
Keluarga Berencana (KB), atau senam sehat
• Kunjungan preventif
– Kunjungan rutin (bisa tahunan/bulanan) yang
bertujuan untuk mencegah penyakit atau
mendeteksi gejala penyakit lebih dini.
• Kunjungan rumah
– Kunjungan yang dilakukan dokter keluarga ke
rumah pasien untuk dapat menilai lebih baik
faktor-faktor yang berperan dalam kesehatan
pasien (pendekatan holistic)
Soal no 88
• Di sebuah kabupaten yang bernama Negeri
Atas Awan akan didirikan sebuah rumah sakit
untuk meningkatkan pelayanan kesehatan
bagi masyarakat setempat. Rumah sakit yang
dibangun direncanakan akan memiliki dokter
spesialis penyakit dalam, obgin, bedah, anak,
dan anestesi. Sesuai dengan Permenkes no 56
tahun 2014, jenis rumah sakit apakah ini?
a. Rumah sakit tipe A
b. Rumah sakit tipe B
c. Rumah sakit tipe C
d. Rumah sakit tipe D
e. Rumah sakit tipe D pratama

Jawaban: D. Rumah sakit tipe D


88. Klasifikasi Rumah Sakit
• Klasifikasi rumah sakit • RS Umum diklasifikasikan
ditentukan berdasarkan menjadi:
Permenkes No. 56 tahun – RS Umum Kelas A
2014. – RS Umum Kelas B
• Berdasarkan layanan – RS Umum Kelas C
kesehatan yang diberikan: – RS Umum Kelas D
– Rumah sakit umum: pada • RS Umum Kelas D
semua bidang dan jenis • RS Umum Kelas D pratama
penyakit • RS Khusus diklasifikasikan
– Rumah sakit khusus: satu menjadi:
bidang atau satu jenis – RS Khusus Kelas A
penyakit tertentu
berdasarkan disiplin ilmu, – RS Khusus Kelas B
golongan umur, organ, jenis – RS Khusus Kelas C
penyakit, atau kekhususan
lainnya.

Permenkes No. 56 Tahun 2014


Pelayanan di Rumah Sakit Umum
• Pelayanan di rumah sakit meliputi:
– Pelayanan medik
– Pelayanan kefarmasian
– Pelayanan keperawatan dan kebidanan
– Pelayanan penunjang klinik
– Pelayanan penunjang non klinik
– Pelayanan rawat inap
• Pelayanan medik antara lain:
– Pelayanan gawat darurat  kelas A-D
– Pelayanan medik spesialis dasar (IPD, Anak, Obgyn, Bedah)  kelas A-D
– Pelayanan medik spesialis penunjang (anestesiologi, radiologi, patologi klinik,
patologi anatomi, rehabilitasi medik)  kelas A, B, C
– Pelayanan medik spesialis lain (mata, THT, neuro, jantung dan pembuluh darah,
kulit dan kelamin, psikiatri, paru, ortopedi, urologi, bedah saraf, bedah plastik,
forensik)  kelas A, B
– Pelayanan medik subspesialis  kelas A, B
– Pelyanan medik spesialis gigi mulut (bedah mulut, konservasi, periodonti,
ortodonti, prostodonti, pedodonsi, penyakit mulut)  kelas A, B
Permenkes No. 56 Tahun 2014
Klasifikasi Rumah Sakit Umum Berdasarkan
Tenaga Medis yang Tersedia (minimal)
A B C D,
D pratama**
Dokter umum 18 12 9 4
Dokter gigi umum 4 3 2 1
Dokter spesialis dasar* 6 3 2 1
Dokter spesialis penunjang* 3 2 1
Dokter spesialis lain* 3 1
Dokter subspesialis* 2 1
Dokter gigi spesialis* 1 1 1
*jumlah untuk masing-masing jenis pelayanan. Contoh: RS kelas A ketentuan minimal 6 dokter
spesialis dasar  6 dokter IPD, 6 dokter anak, 6 dokter obgyn, 6 dokter bedah.
**RS kelas D pratama:
• didirikan di daerah tertinggal, perbatasan, atau kepulauan, atau jika:
• Belum tersedia RS di kabupaten/kota yang bersangkutan
• RS yang telah beroperasi di kabupaten/kota ybs kapasitas belum mencukupi
• RS yang telah beroperasi sulit dijangkau secara geografis oleh penduduk kabupaten/kota ybs

Permenkes No. 56 Tahun 2014


Soal no 89
• Saat sedang jaga malam, seorang dokter IGD
mendapat pasien wanita hamil yang mengalami
pendarahan. Pasien sedang hamil 30 minggu,
tidak pernah mengalami hal seperti ini
sebelumnya. Karena panik, suami mengantar
istrinya ke IGD terdekat karena mengalami
perdarahan. Istri merupakan peserta BPJS yang
rutin membayar iuran. Namun, rumah sakit
tersebut ternyata tidak bekerja sama dengan
BPJS. Bagaimana penanganan yang tepat pada
pasien tersebut?
a. Ditangani segera kondisi emergencynya lalu dirujuk ke
rumah sakit yang menerima BPJS, biaya tindakan
dibebankan kepada pasien sepenuhnya
b. Pasien diobati dan biaya rumah sakit dibebankan ke
pihak rumah sakit
c. Mengobati pasien dan meminta pasien membayar
pengobatan
d. Pasien ditangani sesuai penyakitnya dan rumah sakit
tersebut mengklaim ke BPJS
e. Menolak pasien dan menyuruh pasien untuk ke rumah
sakit yang bekerjasama dengan BPJS

Jawaban: D. Pasien ditangani sesuai penyakitnya dan


rumah sakit tersebut mengklaim ke BPJS
89. PELAYANAN
KEGAWATDARURATAN BPJS
• Peserta BPJS yang memerlukan pelayanan gawat
darurat dapat langsung memperoleh pelayanan di
setiap fasilitas kesehatan.

• Peserta yang menerima pelayanan kesehatan di


fasilitas kesehatan yang tidak bekerjasama dengan BPJS
Kesehatan, akan segera dirujuk ke fasilitas kesehatan
yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan setelah
keadaan gawat daruratnya teratasi dan pasien dalam
kondisi dapat dipindahkan.
– Biaya akibat pelayanan kegawatdaruratan ditagihkan
langsung oleh Fasilitas Kesehatan kepada BPJS Kesehatan.
Soal no 90
• Untuk keperluan akreditasi puskesmas, seorang
dokter di puskesmas kelurahan XYZ sedang
melakukan evaluasi kegiatan posyandu di wilayah
cakupan puskesmas tersebut. Diketahui bahwa
sebuah posyandu di RT 12 memiliki 5 orang kader.
Posyandu tersebut menjalankan program
imunisasi, penimbangan balita, dan kesehatan ibu
dengan cakupan program <50%, dan dana sehat
<50%. Disebut apakah jenis posyandu ini?
a. Posyandu pratama
b. Posyandu madya
c. Posyandu purnama
d. Posyandu mandiri
e. Posyandu paripurna

Jawaban: B. Posyandu madya


90. JENIS POSYANDU
• Terdapat 4 jenis posyandu:
– Posyandu pratama (warna merah)
– Posyandu madya (warna kuning)
– Posyandu purnama (warna hijau)
– Posyandu mandiri (warna biru)
Posyandu Pratama
• Posyandu tingkat pratama adalah posyandu
yang masih belum mantap, kegiatannya belum
bisa rutin tiap bulan dan kader aktifnya
terbatas.
• Keadaan ini dinilai ‘gawat’ sehingga
intervensinya adalah pelatihan kader ulang.
Artinya kader yang ada perlu ditambah dan
dilakukan pelatihan dasar lagi.
Posyandu Madya
• Rata-rata jumlah kader tugas 5 orang atau lebih.
• Akan tetapi cakupan program utamanya (KB, KIA, Gizi,
dan Imunisasi) masih rendah yaitu kurang dari 50%.
• Kelestarian posyandu sudah baik tetapi masih rendah
cakupannya.
• Intervensi untuk posyandu madya ada 2 yaitu :
– Pelatihan Toma dengan modul eskalasi posyandu yang
sekarang sudah dilengkapi dengan metoda simulasi.
– Penggarapan dengan pendekatan PKMD (SMD dan MMD)
untuk menentukan masalah dan mencari penyelesaiannya,
termasuk menentukan program tambahan yang sesuai
dengan situasi dan kondisi setempat.
Posyandu Purnama
• Posyandu yang frekuensinya lebih dari 8 kali per tahun,
rata-rata jumlah kader tugas 5 orang atau lebih, dan
cakupan 5 program utamanya (KB, KIA, Gizi dan
Imunisasi) lebih dari 50%.
• Sudah ada program tambahan.
• Intervensi pada posyandu di tingkat ini adalah :
– Penggarapan dengan pendekatan PKMD untuk
mengarahkan masyarakat menetukan sendiri
pengembangan program di posyandu
– Pelatihan Dana Sehat, agar di desa tersebut dapat tumbuh
Dana Sehat yang kuat dengan cakupan anggota minimal
50% KK atau lebih.
Posyandu Mandiri
• Posyandu ini berarti sudah dapat melakukan
kegiatan secara teratur, cakupan 5 program
utama sudah bagus, ada program tambahan
dan Dana Sehat telah menjangkau lebih dari
50% KK.
• Intervensinya adalah pembinaan Dana Sehat.
Keberhasilan Posyandu
• Cakupan SKDN
– S: semua balita di wilayah kerja Posyandu
– K: semua balita yang terdaftar dan memiliki KMS
– D: jumlah balita yang datang dan ditimbang
– N: jumlah balita yang naik berat badannya

Indikator cakupan program posyandu:


• Liputan program = K/S
– Kemampuan program untuk menjangkau balita yang ada di masing-
masing wilayah
• Tingkat kelangsungan penimbangan = D/K
– Kemantapan pengertian dan motivasi orang tua balita untuk
menimbang anak secara teratur
• Tingkat partisipasi masyarakat terhadap program posyandu = D/S
• Dampak program = N/D
– Berhasil/tidaknya program posyandu
Soal no 91
• Ny. Mardiana Sitompul, 28 tahun, G2P1A0,
sedang hamil 38 minggu. Ia rutin
memeriksakan kehamilannya di sebuah
puskesmas dekat rumahnya. Ia diantar
suaminya ke puskesmas karena perut terasa
kencang-kencang dan keluar lender darah dari
jalan lahir. Pasien kemudian melahirkan di
puskesmas tersebut. Pasien adalah seorang
peserta BPJS. Apakah jenis Sistem pembayaran
yang dianut BPJS pada kasus tersebut?
a. Kapitasi
b. Non kapitasi
c. INA - CBG
d. Non INA-CBG
e. Out of pocket

Jawaban: B. Non kapitasi


91. PEMBAYARAN BPJS DI FASKES PRIMER

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR TARIF PELAYANAN
KESEHATAN DALAM PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN
Tarif Kapitasi
• Tarif Kapitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
huruf a diberlakukan pada FKTP yang melakukan
pelayanan:
a. administrasi pelayanan;
b. promotif dan preventif;
c. pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis;
d. tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun
non operatif;
e. obat dan bahan medis habis pakai;
f. pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium
tingkat pratama.
Tarif Non Kapitasi
• Tarif Non Kapitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b
diberlakukan pada FKTP yang melakukan pelayanan kesehatan di
luar lingkup pembayaran kapitasi, yang meliputi:
a. pelayanan ambulans
b. pelayanan obat program rujuk balik;
c. pemeriksaan penunjang pelayanan rujuk balik;
d. pelayanan penapisan (screening) kesehatan tertentu termasuk
pelayanan terapi krio untuk kanker leher rahim;
e. rawat inap tingkat pertama sesuai indikasi medis;
f. jasa pelayanan kebidanan dan neonatal yang dilakukan oleh
bidan atau dokter, sesuai kompetensi dan kewenangannya; dan
g. pelayanan Keluarga Berencana di FKTP
Penyakit yang Termasuk dalam
Program Rujuk Balik

https://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/dmdocuments/4238e7d5f66ccef4ccd89883c46fcebc.pdf
Pembayaran BPJS di Faskes Sekunder
& Tersier (Rumah Sakit)
• Indonesian-Case Based Groups (INA-CBGs): besaran
pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan kepada Fasilitas
Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan atas paket layanan
yang didasarkan kepada pengelompokan diagnosis
penyakit dan prosedur.

• Non INA-CBGs: tarif diluar tarif paket INACBG untuk


beberapa item pelayanan tertentu meliputi alat bantu
kesehatan, obat kemoterapi, obat penyakit kronis,
CAPD dan PET Scan, dengan proses pengajuan klaim
dilakukan secara terpisah dari tarif INA-CBG

Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) No. 52 tahun 2016


Sistem Pembayaran Kesehatan (WHO)
Fee for service Pembayaran per item pelayanan (pemeriksaan, terapi, pelayanan
pengobatan/tindakan diidentifikasi satu persatu) kemudian
dijumlahkan dan ditagihkan kepada pasien
Case payment Pembayaran bagi paket pelayanan atau episode pelayanan. Tidak
berdasarkan item
Daily charge Pembayaran langsung dengan jumlah tetap per hari bagi pelayanan
rawat inap
Bonus payment Pembayaran langsung sejumlah yang disepakati (biasanya global)
bagi tipe pelayanan yang diberikan
Capitation Pembayaran berdasarkan jumlah orang yang menjadi tanggung
jawab dokter (tiap tahun)
Salary Pendapatan per tahun tidak berdasarkan beban kerja atau biaya
pelayanan yang diberikan
Global budget Seluruh anggaran pelaksanaan ditetapkan di awal yang dirancang
untuk menyediakan pengeluaran tertinggi, tetapi memungkinkan
pemanfaatan dana secara fleksibel dalam batas tertentu
Soal no 92-93
• 92. Berdasarkan keputusan pemerintah, sebuah
rumah sakit ditunjuk untuk menjadi pusat aborsi
di suatu kota. Suatu hari, seorang wanita usia 23
tahun dibawa ke rumah sakit tersebut oleh
keluarganya karena perilakunya berubah, tidak
mau makan dan sulit berinteraksi dengan orang
lain sejak ia menjadi korban pemerkosaan dan
diketahui hamil. Jika diajukan permintaan untuk
dilakukan tindakan aborsi, siapa yang berhak
merekomendasikan untuk dilakukan aborsi?
a. Dokter spesialis obgin yang memiliki SIP
b. Komite medik rumah sakit
c. Komite etik rumah sakit
d. Direktur rumah sakit
e. Tim kelayakan aborsi rumah sakit

Jawaban: E. Tim kelayakan aborsi rumah sakit


Soal no 93
• 93. Ny. Sonia Budiastuti, berusia 22 tahun,
datang ke praktik dokter kandungan karena
ingin menggugurkan kandungannya. Pasien
belum pernah memeriksakan kandungannya
sebelumnya. Pasien mengatakan sekitar 5
bulan yang lalu ia menjadi korban
pemerkosaan. Pasien mengatakan ia
terganggu dengan kehamilan tersebut.
Tindakan apa yang sebaiknya dilakukan
dokter?
a. Melapor pada pengadilan setelah melakukan
tindakan
b. Langsung melakukan abortus
c. Memberi informasi tentang efek aborsi dan
meminta pasien berpikir ulang
d. Menolak untuk melakukan aborsi
e. Meminta pasien berdiskusi dengan keluarga

Jawaban: D. Menolak untuk melakukan aborsi


92-93. ABORTUS PROVOKATUS
• Abortus menurut pengertian kedokteran terbagi
dalam:
– Abortus spontan
– Abortus provokatus, yang terbagi lagi ke dalam:
Abortus provokatus terapeutikus & Abortus
provokatus kriminalis

• Abortus provokatus kriminalis sajalah yang


termasuk ke dalam lingkup pengertian
pengguguran kandungan menurut hukum.
Indikasi Medis Abortus Provocatus
• Abortus yang mengancam (threatened abortion) disertai dengan perdarahan yang
terus menerus, atau jika janin telah meninggal (missed abortion).
• Mola Hidatidosa
• Infeksi uterus akibat tindakan abortus kriminalis.
• Penyakit keganasan pada saluran jalan lahir, misalnya kanker serviks atau jika
dengan adanya kehamilan akan menghalangi pengobatan untuk penyakit
keganasan lainnya pada tubuh seperti kanker payudara.
• Prolaps uterus gravid yang tidak bisa diatasi.
• Telah berulang kali mengalami operasi caesar.
• Penyakit-penyakit dari ibu yang sedang mengandung, misalnya penyakit
jantung organik dengan kegagalan jantung, hipertensi, nephritis, tuberkulosis paru
aktif, toksemia gravidarum yang berat.
• Penyakit-penyakit metabolik, misalnya diabetes yang tidak terkontrol yang
disertaikomplikasi vaskuler, hipertiroid, dan lain-lain.
• Epilepsi yang luas dan berat.
• Hiperemesis gravidarum yang berat dengan chorea gravidarum.
• Gangguan jiwa
Payung Hukum Abortus Provokatus
Medisinalis/ Abortus Terapeutik
• UU Kesehatan No.23 Tahun 1992
– Mengatur indikasi dapat dilakukan abortus provokatus
dan syaratnya

• UU Kesehatan No.36 Tahun 2009


– Ditambahkan mengenai diperbolehkannya abortus
provokatus pada kasus kehamilan akibat pemerkosaan
– Dilakukan sebelum usia kehamilan 6 minggu, kecuali
pada kasus gawat darurat
Abortus Provokatus Menurut
UU No.23 Tahun 1992 Pasal 15
1. Dalam kedaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan
jiwa ibu hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan
medis tertentu
2. Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) hanya dapat dilakukan:
– Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya
tindakkan tersebut.
– Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan
untuk itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta
berdasarkan pertimbangan tim ahli.
– Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau
keluarganya.
– Pada sarana kesehatan tertentu
Abortus Provokatus Menurut
UU No.36 Tahun 2009
PASAL 75
1. Setiap orang dilarang melakukan aborsi.

2. Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:


– indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang
mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat
dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan
bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
– kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban
perkosaan.

3. Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui
konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca
tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.

4. Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan, sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan PASAL 76.
Abortus Provokatus Menurut
UU No.36 Tahun 2009
PASAL 76
• Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat
dilakukan :
a) sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari
pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;
b) oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan
kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh
menteri;
c) dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
d) dengan izin suami, kecuali korban perkosaan;
e) penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang
ditetapkan oleh Menteri
ABORSI ATAS INDIKASI MEDIS

PERATURAN MENTERI KESEHATAN


REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3
TAHUN 2016
Faskes yang
Dapat
Melakukan
Abortus
Provokatus
Medisinalis

PERATURAN MENTERI KESEHATAN


REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3
TAHUN 2016
Tim Kelayakan Aborsi
Soal no 94
• Seorang warga melapor ke kepolisian
setempat karena ia menemukan mayat laki-
laki yang mengambang di sungai dekat
rumahnya. Polisi kemudian membawa mayat
tersebut ke rumah sakit dengan surat
permintaan visum agar dilakukan otopsi untuk
mengetahui sebab kematian. Jika korban mati
tenggelam di sungai tersebut, apa yang akan
ditemukan dalam pemeriksaan?
a. Osmolalitas ventrikel kanan lebih besar dari
ventrikel kiri
b. Elektrolit ventrikel kanan lebih tinggi
dibandingkan ventrikel kiri
c. Edema paru
d. Diatom di paru
e. Bercak perdarahan di paru

Jawaban: B. Elektrolit ventrikel kanan lebih tinggi


dibandingkan ventrikel kiri
94. TIPE TENGGELAM
• Tipe Kering (Dry drowning):
– akibat dari reflek vagal yang dapat menyebabkan henti jantung
atau akibat dari spasme laring karena masuknya air secara tiba-
tiba kedalam hidung dan traktus respiratorius bagian atas.
– Banyak terjadi pada anak-anak dan dewasa yang banyak
dibawah pengaruh obat-obatan (Hipnotik sedatif) atau alkohol
 tidak adausaha penyelamatan diri saat tenggelam.

• Tipe Basah (Wet drowning)


– terjadi aspirasi cairan
– Aspirasi air sampai paru menyebabkan vasokonstriksi pembuluh
darah paru. Air bergerak dengan cepat ke membran kapiler
alveoli. Surfaktan menjadi rusak sehingga menyebabkan
instabilitas alveoli, ateletaksis dan menurunnya kemampuan
paru untuk mengembang.
Tipe Tenggelam
• Secondary drowning/near drowning
– Korban masih hidup atau masih bisa diselamatkan
saat hampir tenggelam. Namun setelah dilakukan
resusitasi selama beberapa jam, akhirnya korban
meninggal.

• Immersion syndrome
– Korban meninggal tiba-tiba saat tenggelam pada air
yang sangat dingin
– Akibat refleks vagal
Berdasarkan Lokasi Tenggelam
AIR TAWAR AIR LAUT
• Air dengan cepat diserap • Pertukaran elektrolit dari
dalam jumlah besar air asin ke darah 
hemodilusi  natrium plasma
hipervolemia dan meningkat  air akan
hemolisis massif dari sel- ditarik dari sirkulasi 
sel darah merah  hipovolemia dan
kalium intrasel akan hemokonsentrasi 
dilepas  hiperkalemia hipoksia dan anoksia
 fibrilasi ventrikel dan
anoksia yang hebat pada
miokardium.
Tanda Tenggelam
Tanda korban masih hidup saat tenggelam:
• Ditemukannya tanda cadaveric spasme
• Perdarahan pada liang telinga
• Adanya benda asing (lumpur, pasir, tumbuhan dan binatang
air) pada saluran pernapasan dan pencernaan
• Adanya bercak paltouf di permukaan paru
• Berat jenis darah pada jantung kanan dan kiri berbeda
• Ditemukan diatome
• Adanya tanda asfiksia
• Ditemukannya mushroom-like mass
Pemeriksaan Luar Korban Tenggelam
• Mayat dalam keadaan basah berlumuran pasir dan benda-benda
asing lainnya yang terdapat di dalam air laut dan kadang-kadang
bercampur lumpur.

• Busa halus putih yang berbentuk jamur (mush room-like mass).


– Masuknya cairan kedalam saluran pernafasan merangsang terbentuknya
mukus, substansi ini ketika bercampur dengan air dan surfaktan dari paru-
paru dan terkocok oleh karena adanya upaya pernafasan yang hebat. Busa
dapat meluas sampai trakea, bronkus utama dan alveoli.

• Cutis anserina pada ekstremitas akibat kontraksi otot erector pilli


yang dapat terjadi karena rangsangan dinginnya air.
Pemeriksaan Luar Korban Tenggelam
• Washer woman hand. Telapak tangan dan kaki berwarna
keputihan dan berkeriput yang disebabkan karena inhibisi
cairan ke dalam cutis dan biasanya membutuhkan waktu yang
lama.
• Cadaveric spasme. Merupakan tanda vital yang terjadi pada
waktu korban berusaha menyelamatkan diri., dengan cara
memegang apa saja yang terdapat dalam air.
• Luka lecet akibat gesekan benda-benda dalam air.
• Penurunan suhu mayat
• Lebam mayat terutama pada kepala dan leher
Pemeriksaan Dalam Korban Tenggelam
• Pemeriksaan terutama ditujukan pada sistem pernapasan, busa halus putih
dapat mengisi trakhea dan cabang-cabangnya, air juga dapat ditemukan,
demikian pula halnya dengan benda-benda asing yang ikut terinhalasi bersama
benda air.
• Benda asing dalam trakhea dapat tampak secara makroskopis misalnya pasir,
lumpur, binatang air, tumbuhan air dan lain sebagainya; sedangkan yang tampak
secara mikroskopis diantaranya telur cacing dan diatome (ganggang kersik).
• Pleura dapat berwarna kemerahan dan terdapat bintik-bintik perdarahan.
Perdarahan ini dapat terjadi karena adanya kompresi terhadap septum
interalveoli, atau oleh karena terjadinya fase konvulsi akibat kekurangan oksigen.
• Bercak perdarahan yang besar (diameter 3-5 cm), terjadi karena robeknya partisi
inter alveolar, dan sering terlihat di bawah pleura; bercak ini disebut sebagai
bercak ”Paltauf”.
– Bercak berwarna biru kemerahan dan banyak terlihat pada bagian bawah paru-paru,
yaitu pada permukaan anterior dan permukaan antar bagian paru-paru.
Pemeriksaan Dalam Korban Tenggelam
• Kongesti pada laring
• Emphysema aquosum atau emphysema
hyroaerique yaitu paru-paru tampak pucat
dengan diselingi bercak-bercak merah di antara
daerah yang berwarna kelabu;
• Obstruksi pada sirkulasi paru-paru akan
menyebabkan distensi jantung kanan dan
pembuluh vena besar dan keduanya penuh berisi
darah yang merah gelap dan cair, tidak ada
bekuan.
PEMERIKSAAN KHUSUS
PADA KASUS TENGGELAM
• Terdapat pemeriksaan khusus pada kasus mati
tenggelam (drowning), yaitu :
– Percobaan getah paru (lonset proef)
– Pemeriksaan diatome (destruction test)
– Pemeriksaan kimia darah (gettler test & Durlacher
test).
Tes getah paru (lonset proef)
• Kegunaan melakukan percobaan paru (lonsef proef)
yaitu mencari benda asing (pasir, lumpur, tumbuhan,
telur cacing) dalam getah paru-paru mayat.
• Syarat melakukannya adalah paru-paru mayat
harus segar / belum membusuk.
• Cara melakukan percobaan getah paru (lonsef proef)
yaitu permukaan paru-paru dikerok (2-3 kali) dengan
menggunakan pisau bersih lalu dicuci dan iris
permukaan paru-paru. Kemudian teteskan diatas objek
gelas. Syarat sediaan harus sedikit mengandung
eritrosit.
Tes Diatom
TES DIATOM 4 CARA PEMERIKSAAN DIATOM:
• Diatom adalah alga atau ganggang bersel • Pemeriksaan mikroskopik langsung.
satu dengan dinding terdiri dari silikat Pemeriksaan permukaan paru disiram
(SiO2) yang tahan panas dan asam kuat. dengan air bersih iris bagian perifer ambil
sedikit cairan perasan dari jaringan perifer
• Bila seseorang mati karena tenggelam paru, taruh pada gelas objek tutup dengan
maka cairan bersama diatome akan masuk kaca penutup. Lihat dengan mikroskop.
ke dalam saluran pernafasan atau
pencernaan kemudian diatome akan • Pemeriksaan mikroskopik jaringan dengan
masuk kedalam aliran darah melalui metode Weinig dan Pfanz.
kerusakan dinding kapiler pada waktu
korban masih hidup dan tersebar • Chemical digestion. Jaringan dihancurkan
keseluruh jaringan organ dalam (seperti dengan menggunakan asam kuat sehingga
ginjal, hepar, otak) diharapkan diatom dapat terpisah dari
jaringan tersebut.
• Ada/tidaknya diatom pada air sangat
bergantung pada banyak faktor seperti • Inseneration. Bahan organik dihancurkan
suhu, pH, kelembaban, musim, dan lain- dengan pemanasan dalam oven.
lain sehingga pemeriksaan ini kurang
sensitif. Apabila tidak ditemukan diatom,
tidak berarti kasus tersebut bukan kasus
tenggelam.
Tes Kimia Darah
TEST KIMIA DARAH • Test Gettler: Menunjukan
• Mengetahui ada tidaknya adanya perbedaan kadar
hemodilusi atau klorida dari darah yang diambil
hemokonsentrasi pada dari jantung kanan dan
masing-masing sisi dari jantung kiri. Pada korban
jantung, dengan cara tenggelam di air laut kadar
memeriksa gaya berat spesifik klorida darah pada jantung kiri
dari kadar elektrolit antara lain lebih tinggi dari jantung kanan.
kadar sodium atau clorida dari
serum masing-masing sisi. • Tes Durlacher: Penentuan
perbedaan berat plasma
• Dianggap reliable jika jantung kanan dan kiri. Pada
dilakukan dalam waktu 24 jam semua kasus tenggelam berat
setelah kematian jenis plasma jantung kiri lebih
tinggi daripada jantung kanan .
Soal no 95
• Seorang mayat atas nama Tn. Johnson
Kaversky, 29 tahun, dibawa ke unit forensic di
suatu RS. Mayat dikatakan ditemukan
meninggal di kamarnya. Pada pemeriksaan
ditemukan lebam pada bagian punggung.
Ditemukan sendi jari-jari tangan dan rahang
sudah mulai kaku, tetapi sendi di bagian siku
dan lutut masih dapat digerakkan. Apa
penyebab perbedaan kekakuan tersebut?
a. Glikogen banyak, ATP lebih cepat habis
b. Glikogen banyak, ATP lebih lama habis
c. Glikogen sedikit, ADP lebih lama habis
d. Glikogen sedikit, ATP lebih lama habis
e. Glikogen sedikit, ADP lebih cepat habis

Jawaban: B. Glikogen banyak, ATP lebih lama


habis
95. TANATOLOGI
Thanatologi adalah topik dalam ilmu kedokteran forensik yang mempelajari
hal mati serta perubahan yang terjadi pada tubuh setelah seseorang mati

Tanda Kematian tidak pasti :


1. Pernafasan berhenti lebih dari 10 menit
2. Sirkulasi berhenti lebih dari 15 menit
3. Kulit pucat
4. Tonus otot menghilang dan relaksasi
5. Pembuluh darah retina mengalami segmentasi
6. Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit yang masih dapat
dihilangkan dengan menggunakan air

Tanda Kematian Pasti


1. Lebam Mayat (Livor mortis)
2. Kaku Mayat (Rigor mortis)
3. Penurunan suhu tubuh (algor mortis)
4. Pembusukan (decomposition)

Budiyanto A dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Indonesia.
DECOMPOSITION:
Affecting Factors

EXTERNAL: INTERNAL:
• germs  age
• temperature  condition
• air  cause
• water  sex
• medium
Determining time of death

EXAMINATIONS OF:
• corpse;
• witnesses;
• location
TANATOLOGI FORENSIK

• Livor mortis atau lebam mayat


– terjadi akibat pengendapan eritrosit sesudah
kematian akibat berentinya sirkulasi dan adanya
gravitasi bumi .
– Eritrosit akan menempati bagian terbawah badan
dan terjadi pada bagian yang bebas dari tekanan.
– Muncul pada menit ke-30 sampai dengan 2 jam.
Intensitas lebam jenazah meningkat dan menetap
8-12 jam.
Rigor mortis atau kaku mayat

• terjadi akibat hilangnya ATP.


• Rigor mortis akan mulai muncul 2 jam postmortem semakin
bertambah hingga mencapai maksimal pada 12 jam
postmortem.
• Kemudian dipertahankan selama 12 jam, setelah itu akan
berangsur-angsur menghilang sesuai dengan kemunculannya.
• Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kaku jenazah
adalah suhu tubuh, volume otot dan suhu lingkungan.
• Makin tinggi suhu tubuh makin cepat terjadi kaku jenazah.
• Rigor mortis diperiksa dengan cara menggerakkan sendi fleksi
dan antefleksi pada seluruh persendian tubuh.
Penurunan suhu badan

• Pada saat sesudah mati, terjadi proses pemindahan


panas dari badan ke benda-benda di sekitar yang lebih
dingin secara radiasi, konduksi, evaporasi dan konveksi.
• dipengaruhi oleh suhu lingkungan, konstitusi tubuh dan
pakaian.
• Bila suhu lingkugan rendah, badannya kurus dan
pakaiannya tipis maka suhu badan akan menurun lebih
cepat.
• Lama kelamaan suhu tubuh akan sama dengan suhu
lingkungan.
Pembusukan mayat (dekomposisi)

• Terjadi akibat proses degradasi jaringan karena autolisis dan kerja


bakteri.
• Mulai muncul 24 jam postmortem, berupa warna kehijauan dimulai
dari daerah sekum menyebar ke seluruh dinding perut dan berbau
busuk karena terbentuk gas seperti HCN, H2S dan lain-lain.
• RUMUS CASPER untuk perbedaan kecepatan pembusukan udara:
air: tanah = 8:2:1
• Ini disebabkan karena suhu di dalam tanah yang lebih rendah
terutama bila dikubur ditempat yang dalam, terlindung dari
predators seperti binatang dan insekta, dan rendahnya oksigen
menghambat berkembang biaknya organisme aerobik.
Thanatologi

Livor mortis Livor mortis lengkap


mulai muncul dan menetap

20 30 2 6 8 12 24 36
0 mnt mnt jam jam jam jam jam jam

Rigor mortis Pembus


Rigor mortis Pembusuk ukan
lengkap (8-10
mulai muncul an mulai tampak
jam)
tampak di di
caecum seluruh
tubuh

Budiyanto A dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Indonesia.
PENURUNAN SUHU TUBUH (ALGOR
MORTIS)

Approximate times for algor and rigor mortis in temperate regions


Body temperature Body stiffness Time since death
warm not stiff dead not more than three
hours
warm stiff dead 3 to 8 hours
cold stiff dead 8 to 36 hours
cold not stiff dead more than 36 hours
SOURCE: Stærkeby, M. "What Happens after Death?" In the University of Oslo
Forensic Entomology [web site]. Available from
http://folk.uio.no/mostarke/forens_ent/afterdeath.shtml.
THT-KL
Soal no 96
• An. Jawhead Steel Sweetheart, 12 tahun,
mengeluh penurunan pendengaran sejak 5
hari smrs. Dokter menduga pasien mengalami
kelainan yang mengarah ke gangguan di
telinga tengah. Pada pemeriksaan garpu tala,
telinga kanan hanya bisa mendengar ketika
digetarkan di tulang mastoid. Bila garpu tala
digetarkan di tengah kepala, maka akan
didapatkan hasil berupa…
a. Telinga kanan lebih lemah kiri
b. Kedua telinga sama mendengar
c. Telinga kanan lebih kuat dari kiri
d. Telinga kiri lebih kuat dari kanan
e. Kedua telinga tidak dapat mendengar

Jawaban: C. Telinga kanan lebih kuat dari kiri


96. Tes Pendengaran

• Tes bisik
– Syarat ruangan sunyi, tidak ada echo, serta ada jarak
sepanjang 6 M
– Penderita
• Mata ditutup agar tidak bisa lihat gerak bibir pemeriksa
• Telinga yang akan diperiksa dihadapkan ke pemeriksa
• Telinga yang tidak diperiksa ditutup agar tidak salah hasil
• Minta penderita mengulang dengan keras, kata – kata yang
dibisikkan
• Teknik pemeriksaan :
– Penderita dan pemeriksa sama – sama berdiri, penderita
tetap ditempat, pemeriksa yang berpindah tempat
– Mulai jarak 1 m, dibisikkan 5 atau 10 kata
– Bila semua kata dapat didengar pemeriksa mundur kejarak
2 m disibisikkan lagi sampai jarak dimana penderita
mendengar 80% kata – kata mendengar 4 dari 5 kata yang
dibisikkan), pada jarak itulah tajam pendengaran pasien.
Uji Penala
• Cara Pemeriksaan :
– Tes Rinne  penala digetarkan, tangkainya diletakkan pada prosesus
mastoid, setelah tidak terdengar penala diletakkan depan telinga
• Positif (+) bila masih terdengar
• Negatif (-) bila tidak terdengar
– Tes Weber  penala digetarkan dan tangkai penala dilerakkan di garis
tengah kepala
– Tes Swabach  penala digetarkan, tangkai penala diletakkan pada
prosesus mastoideus sampai tidak terdengar bunyi, lalu segera pindahkan
pada prosesus mastoid pemeriksa.
• Memendek bila pemeriksa masih mendengar
• Jika pemeriksa tidak mendengar maka penala digetarkan pada processus mastoid
pemeriksa lebih dulu. Sampai tidak terdengar bunyi, tangkai penala segera
dipindahkan pada proc mastoideus telinga pasien, bila pasien masih dapat
mendengar bunyi maka swabach pasien memanjang.
Tes Penala
Rinne Weber Schwabach

Normal (+) Tidak ada Sama dengan


lateralisasi pemeriksa
CHL (-) Lateralisasi Memanjang
ke telinga
sakit
SNHL (+) Lateralisasi Memendek
ke telinga
sehat
Note: Pada CHL <30 dB, Rinne masih bisa positif

Sources: Soepardi EA, et al, editor. Buku Ajar Ilmu THT-KL. Ed 6. Jakarta: FKUI. 2009
Audiologi Nada Murni
Audiometri nada murni:
• Ambang Dengar (AD): bunyi nada murni terlemah pada
frekuensi tertentu yang masih dapat didengar oleh telinga
seseorang.
• Perhitungan derajat ketulian:
(AD 500 Hz + AD 1000 Hz + AD 2000 Hz + AD 4000 Hz) / 4
• Derajat ketulian:
– 0-25 dB : normal
– >25-40 dB : tuli ringan
– >40-55 dB : tuli sedang
– >55-70 dB : tuli sedang berat
– >70-90 dB : tuli berat
– >90 dB : tuli sangat berat
Soal no 97
• Ny. Hanabi Resplendent Iris, 24 tahun,
mengeluh nyeri pada pangkal hidung sejak 3
hari smrs. Keluhan diawali keluar dengan ingus
yang berbau. Pemeriksaan fisik didapatkan
nyeri tekan kantus. Pasien mengaku tidak ada
keluhan yang sama sebelumnya. Riwayat
alergi dan asma disangkal. Keluhan ini
dirasakan mengganggu dan membuat pasien
sulit tidur pada malam hari. Diagnosis yang
tepat pada pasien ini adalah…
a. Rhinitis akut
b. Sinusitis frontalis akut
c. Sinusitis maxillaris akut
d. Sinusitis ethmoidalis akut
e. Sinusitis sphenoidalis akut

Jawaban: D. Sinusitis ethmoidalis akut


97. Rhinosinusitis
Diagnosis Clinical Findings
Rinosinusitis 2/lebih gejala: obstruksi nasal/rhinorea ditambah nyeri wajah atau
akut hiposmia/anosmia.
• Nyeri pipi: sinusitis maksilaris
• Nyeri retroorbital: sinusitis etmoidalis
• Nyeri dahi atau kepala: sinusitis frontalis
Akut bila gejala sampai 4 minggu, lebih dari 3 minggu sampai 3 bulan
disebut subakut.
Sinusitis kronik Kronik: > 3 bulan. Gejala tidak spesifik, dapat hanya ada 1 atau 2 dari
gejala berikut: sakit kepala kronik, postnasal drip, batuk kronik,
gangguan tenggorok, gangguan telinga akibat sumbatan tuba,
sinobronkitis, pada anak gastroenteritis akibat mukopus yang tertelan.
Sinusitis Dasar sinus maksila adalah prosesus alveolaris, dan hanya terpisahkan
dentogen oleh tulang tipis. Infeksi gigi rahang atas mudah menyebar secara
langsung ke sinus, atau melalui pembuluh darah dan limfe.
Sinusitis jamur Faktor risiko:pemakaian antibiotik, kortikosteroid, imunosupresan, dan
radioterapi.Ciri: sinusitis unilateral, sulit sembuh dengan antibiotik,
terdapat gambaran kerusakan tulang dinding sinus, atau bila ada
membran berwarna putih keabuan pada irigasi antrum.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
• Normal sinonasal mucociliary clearance is predicated on
(1) ostial patency, (2) ciliary function, and (3) mucus
consistency. Impairment of any of these factors at the
osteomeatal complex may result in mucus stasis, which
under the proper conditions induces bacterial growth.
97. Rhinosinusitis
• Sebagian besar sinusitis akut, terjadi sekunder karena:
 common cold;
 influenza;
 measles, whooping cough, etc.

• Pada 10% kasus infeksi berasal dari gigi:


 Abses apikal,
 Cabut gigi.

• Organisme penyebab umumnya: Streptococcus pneumoniae,


Haemophilus influenzae, Moraxella catarrhalis. Pada infeksi gigi,
bakteri anaerob dapat ditemukan.
Sinus trans-illumination test
97. Rhinosinusitis
• Pemeriksaan penunjang rhinosinusitis:
– Foto polos: posisi waters, caldwell, lateral 
menilai sinus-sinus besar (maksila & frontal).
Kelainan yang tampak: perselubungan, air fluid level,
penebalan mukosa.
– CT scan: mampu menilai anatomi hidung & sinus,
adanya penyakit dalam hidung & sinus, serta
perluasannya  gold standard.
Karena mahal, hanya dikerjakan untuk penunjang
sinusitis kronik yang tidak membaik atau pra-operasi
untuk panduan operator.

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.


Waters Caldwell

https://id.pinterest.com/yamahafreddy/skull-sinuses-facial-bones/ imageradiology.blogspot.co.id/2012/09/x-ray-pns-position-occipito-frontal.html
Modalitas X-Ray
Foto Deskripsi
Waters Maxillary, frontal, & ethmoidal sinus

Schedel PA & lateral PA: frontal sinus


Lateral: frontal, sphenoidal, & ethmoidal sinus

Schuller Lateral mastoid


Towne Posterior wall of maxillary sinus
Stenver Os Temporal
Caldwell Frontal sinus,inferior and posterior orbital rim
Rhese/oblique Posterior of ethmoidal sinus, optic canal, &
floor of orbit.
Rhinosinusitis
• Terapi rhinosinusitis
– Tujuan:
• Mempercepat penyembuhan
• Mencegah komplikasi
• Mencegah perubahan menjadi kronik
– Prinsip:
• Membuka sumbatan di kompleks osteomeatal (KOM) → drainasi &
ventilasi pulih
– Farmakologi:
• (Lihat slide selanjutnya)
– Operasi
• untuk sinusitis kronik yang tidak membaik, sinusitis disertai kista
atau kelainan ireversibel, polip ekstensif, komplikasi (kelainan
orbita, intrakranial, osteomielitis, kelainan paru), sinusitis jamur.

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.


Tatalaksana Sinusitis Akut

• Acute Viral Rhinosinusitis


– Analgesik dan antipiretik
– Irigasi saline
– Intranasal glucocorticoids
– Oral decongestan  berguna saat terjadi disfungsi
tuba eustachius.
– Intranasal decongestan  tidak lebih dari 3 hari
berturut-turut.
– Antihistamin
– Mucolytics  guaifenesin

Patel ZM. Uncomplicated acute sinusitis and rhinosinusitis in adults: Treatment. Uptodate 2018
Tatalaksana Acute Bacterial Rhinosinusitis
(ABRS)
Soal no 98
• An. Lesley Dangerous Love, 4 tahun, dibawa
orang tuanya ke RS karena mengorok saat
tidur sejak 3 bulan smrs. Menurut orang tua
pasien, anak mengorok makin lama makin
keras. Anak pasien juga tampak sering
megantuk pada siang hari. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan mulut membuka, gigi atas
prominen, pandangan kosong. Tampak nafas
dari mulut. Diagnosis yang tepat adalah…
a. Abses submandibular
b. Hipertofi adenoid
c. Faringitis akut
d. Sinusitis
e. Abses peritonsillar

Jawaban: B. Hipertrofi adenoid


98. ADENOID
o Jaringan limfoid di dinding nasofaring
o Letak di dinding posterior, tidak berkapsul
o Bagian dari cincin Waldeyer
o Pada anak sampai pubertas
o Umur 12 tahun mengecil
o Umur 17 – 18 tahun menghilang

Fungsi:
• Sistem pertahanan tubuh pertama (lokal) sal. nafas
• Memproduksi limfosit
• Membentuk antibodi spesifik (Ig)
ADENOIDITIS KRONIS
 Etiologi :  Akibatnya:
– rinolalia oklusa ( bindeng ) krn
– Post nasal drip  sekret koane tertutup
kavum nasi jatuh ke belakang – mulut terbuka utk bernapas 
muka terkesan bodoh ( adenoid
– Sekret berasal dari : sinus face )
maksilaris & ethmoid
– aproseksia nasalisSulit
berkonsentrasi
– Sefalgi
 Gejala klinis : – pilek dan batuk
– nafsu makan menurun
– Disebabkan oleh hipertrofi
adenoid  buntu hidung – oklusio tuba  pendengaran
menurun
– tidur ngorok

893
Pemeriksaan
• Rinoskopi anterior : Adenoid membesar
• Phenomena palatum mole (-)
– Pergerakan palatum molle pada saat pasien diminta untuk
mengucapkan huruf “ i “
– Akan negatif bila
• terdapat massa di dalam rongga nasofaring yang menghalangi pergerakan palatum
molle
• kelumpuhan otot-otot levator dan tensor velli palatini

• Rinoskopi posterior : Adenoid membesar dan tidak hiperemi


 Pemeriksaan tambahan:
– Endoskopi, foto skull lateral soft tissue (adenoid), CTScan

895
Indikasi Adenoidektomi
• Pembesaran menyebabkan obstruksi jalan nafas hidung yang
dapat menyebabkan obstruksi pernafasan, gejala obstructive
sleep apnea, dan pernafasan lewat mulut kronik (dapat
menyebabkan abnormalitas palatum dan gigi-geligi).

• Otitis media rekuren atau persisten pada anak berusia >3-4


tahun.

• Sinusitis kronik dan/atau rekuren.

http://emedicine.medscape.com/article/872216-overview#a10
Soal no 99
• Seorang perempuan datang ke Puskesmas
dengan keluhan hidung tersumbat sejak 2
tahun yang lalu. Keluhan dirasakan hilang
timbul. Riwayat berobat ke dokter dengan
keluhan serupa dan mendapatkan obat
oxymetazoline. Pasien kemudian sering
menggunakan obat tersebut tanpa kontrol ke
dokter terlebih dahulu. Diagnosis pasien ini
adalah...
a. Rinitis alergika
b. Rinitis vasomotor
c. Rinitis medikamentosa
d. Sinusitis
e. Asma alergika

Jawaban: C. Rhinitis medikamentosa


99. Rinitis medikamentosa
• Kelainan hidung berupa gangguan respons normal vasomotor
akibat pemakaian vasokonstriktor topikal (tetes hidung atau
semprot hidung) dalam waktu lama dan berlebihan, sehingga
menyebabkan sumbatan menetap  terjadi rebound
dilatation dan rebound congestion
• Anjuran: pemakaian obat topikal sebaiknya tidak lebih dari 1
minggu
• PF: edema/hipertrofi konka dengan sekret berlebihan. Apabila
diberi tampon, edema tidak berkurang

Sources: Soepardi EA, et al, editor. Buku Ajar Ilmu THT-KL. Ed 6. Jakarta: FKUI. 2009
Rhinitis Medikamentosa
• Patofisiologi rhinitis medikamentosa tidak diketahui sepenuhnya.
• Diduga karena penurunan produksi norepinefrin endogen oleh mekanisme
feedback. Pada pemakaian dekongestan jangka panjang/penghentian pemakaian,
saraf simpatis tidak bisa menjaga vasokonstriksi karena produksi norepinefrin
tersupresi.
Rinitis Medikamentosa
Tatalaksana
 Pada minggu pertama: pemberian kortikosteroid
intranasal sambil pasien diedukasi untuk
menghentikan penggunaan vasokonstriktor secara
perlahan.
 Solusio garam buffer dpt diberikan untuk irigasi untuk
melembabkan.
 Dekongestan sistemik.
 Kortikosteroid oral  tidak selalu diberikan.
 Operasi  jika terdapat polip atau deviasi septum.
DIAGNOSIS CLINICAL FINDINGS
Riwayat atopi. Gejala: bersin, gatal, rinorea, kongesti. Tanda: mukosa
RINITIS ALERGI
edema, basah, pucat atau livid, sekret banyak.

Gejala: hidung tersumbar dipengaruhi posisi, rinorea, bersin. Pemicu:


RINITIS
asap/rokok, pedas, dingin, perubahan suhu, lelah, stres. Tanda: mukosa
VASOMOTOR
edema, konka hipertrofi merah gelap.
Hipertrofi konka inferior karena inflamasi kronis yang disebabkan oleh
infeksi bakteri, atau dapat juga akrena rinitis alergi & vasomotor. Gejala:
RINITIS HIPERTROFI
hidung tersumbat, mulut kering, sakit kepala. Sekret banyak &
mukopurulen.
Disebabkan Klesiella ozaena atau stafilokok, streptokok, P. Aeruginosa pada
RINITIS ATROFI / pasien ekonomi/higiene kurang. Sekret hijau kental, napas bau, hidung
OZAENA tersumbat, hiposmia, sefalgia. Rinoskopi: atrofi konka media & inferior,
sekret & krusta hijau.

Hidung tersumbat yang memburuk terkait penggunaan vasokonstriktor


RINITIS
topikal. Perubahan: vasodilatasi, stroma edema,hipersekresi mukus.
MEDIKAMENTOSA
Rinoskopi: edema/hipertrofi konka dengan sekret hidung yang berlebihan.

Rhinitis akut: umumnya disebabkan oleh rhinovirus, sekret srosa,


RINITIS AKUT
demam, sakit kepala, mukosa bengkak dan merah.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Soal no 100
• Seorang anak perempuan berusia 8 tahun
diantar oleh ibunya ke IGD dengan keluhan
sulit menelan. Keluhan dirasakan sejak 2 hari
yang lalu. keluhan disertai demam, lemas,
serta bagian leher membesar sejak 4 hari yang
lalu. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan tanda
vital denyut nadi 100 x/menit, frekuensi napas
20x/menit, suhu tubuh 38,7oC. Hasil
pemeriksaan tenggorokan didapatkan hasil
seperti gambar:
Apakah penatalaksanaan awal yang paling
tepat kepada pasien pada kasus tersebut di
atas?
a. Segera berikan injeksi antibiotik golongan Penisilin, kemudian
berikan injeksi ADS (Anti Difteri Serum) 20.000-100.000 IU, lalu dirujuk.

b. Bebaskan jalan nafas, lakukan oksigenasi, resusitasi cairan dengan


memasang infus, sambil persiapkan sarana merujuk dengan pasien
terisolasi.

c. Secepatnya diberikan injeksi ADS (Anti Difteri Serum) 20.000-


100.000 IU.

d. Segera berikan eritromisin, kemudian berikan injeksi ADS (Anti


Difteri Serum) 20.000-100.000 IU, lalu dirujuk.

e. Segera ditempatkan di ruang isolasi karena penyakit cepat menular

Jawaban: E. Segera ditempatkan di ruang isolasi


karena penyakit cepat menular
100. Diphtheria
• Penyebab: Corynebacterium diphtheria (bakteri
aerob Gram positif yang memproduksi toksin),
ada 3 tipe utama:
– tipe gravis (produksi eksotoksin invasive,
gejala berat)
– tipe intermedius
– tipe mitis Pseudomembran difteri
• Menyebabkan infeksi saluran napas atas (paling
sering), dengan adanya pseudo-membrane.
Pada kasus berat infeksi menyebar ke trakea
hingga sebabkan adenopati servikal yang
mengancam jalan napas.
• Inkubasi: rerata 2-5 hari (rentang 1-10 hari)
• Penularan: droplet respiratorik, kontak langsung
dengan sekret respiratorik atau lesi kulit
100. Gambar Soal
Presentasi klinis • Gejala awal infeksi saluran
napas atas: malaise, nyeri
tenggorokan, pilek, sekret
hidung berdarah, suara serak,
batuk, nyeri menelan, demam,
cutaneous diphtheria, pada
anak anak bisa sulit menelan
liur (drooling)
• Pada kasus berat: suara napas
Cutaneous diphtheria stridor inspiratorik, sesak
napas
• Inspeksi tampak bull neck
(pembengkakan nodus limfatik
servikal), faring hiperemis
• Pseudomembran: membrane
keabuan asimetris, sulit
diangkat dan mudah berdarah
Bull-neck pada difteri
Pemeriksaan penunjang
• Saat KLB tidak rutin dilakukan. Kecuali diagnosis tidak jelas
(pembengkakan leher tanpa pseudomembran), atau dicurigai
adanya resistensi antimikroba
• Bisa lakukan swab tepi lesi mukosa dan masukkan dalam media
transport (Amies atau Stuart), kemudian inokulasi dalam:
– blood agar
– media mengandung tellurit (setelah periode inkubasi 18-24 jam)
– isolasi dalam media Loeffler
• Koloni bisa diperiksa produksi toksinnya menggunakan tes
immunopresipitat Elek (24-48 jam)
• Bila kultur positif dan ditemukan toksin, konfirmasi etiologi
diagnosis

WHO: Operational protocol for clinical management of Diphtheria, 2017


Manajemen klinis awal untuk semua
kasus probable
1. Tempatkan segera di ruang isolasi dan lakukan
pencegahan standar (isolasi sampai masa akut
terlampaui dan biakan hapus tenggorok negatif 2x
berturut)
2. Berikan segera Diphtheria Antitoxin (DAT)
3. Berikan segera antibiotic (penisilin, eritromisin, atau
azitromisin)
4. Monitor ketat hemodinamik dan berikan terapi
suportif untuk komplikasi berat (airway management,
cardiac, neurologic, and renal failure)
5. Vaksinasi dengan vaksin difteri toksoid sesuai usia
http://www.who.int/immunization/policy/position_papers/wer_31_diphtheria_updated_position_paper.pdf?ua=1
http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/68334/1/WHO_V-B_03.01_eng.pdf?ua=1
PPM RSCM Dept IKA 2015
Antitoksin (DAT/ADS)
• ADS atau anti difteria serum adalah equine serum yang jadi
standar baku pengobatan difteri, diberikan segera setelah
ditemukan kasus difteri berdasarkan klinis (tidak perlu tunggu
pemeriksaan laboratorium)
• Pemberian antitoksin hari pertama menurunkan angka
kematian <1%, penundaan lebih dari hari ke 6 menyebabkan
angka kematian meningkat sampai 30%
• Kontraindikasi: wanita hamil, reaksi alergi
• Dosis anak dan dewasa sama
• Uji kulit sebelum pemberian ADS karena bisa terjadi reaksi
anafilaktik, suntikkan 0.1 ml ADS dalam larutan garam fisiologis
1:1000 intrakutan (positif bila indurasi >10 mm)
http://www.who.int/immunization/policy/position_papers/wer_31_diphtheria_updated_position_paper.pdf?ua=1
http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/68334/1/WHO_V-B_03.01_eng.pdf?ua=1
PPM RSCM Dept IKA 2015
Dosis ADS

PPM RSCM Dept IKA 2015


Antibiotik
• Harus diberikan segera
pada kasus dicurigai atau
terkonfirmasi untuk
eradikasi kuman difteri
– 1st: Penicillin
prokain
– 2nd Eritromisin
(bila hipersensitif
terhadap penisilin)
• Umumnya kondisi tidak
menular setelah 48 jam
pemberian antibiotic
adekuat

http://www.who.int/immunization/policy/position_papers/wer_31_diphtheria_updated_position_paper.pdf?ua=1
http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/68334/1/WHO_V-B_03.01_eng.pdf?ua=1
PPM RSCM Dept IKA 2015
Komplikasi
• Biasanya karena keterlambatan pemberian antitoksin
• Komplikasi:
– Miokarditis (muncul umumnya minggu ke-2, rerata 1-6 minggu),
takikardia, bunyi jantung 1 menjauh, murmur, aritmia
– Gangguan system saraf  neuropati perifer, paralisis palatum molle
– Otitis media
– Gawat napas akibat obstruksi jalan napas atas
• Ringan: batuk menggonggong hilang timbul, stridor (-), retraksi (-)/ringan
• Sedang: batuk menggonggong lebih sering, stridor istirahat, retraksi tanpa
distress napas/agitasi
• Berat: batuk menggonggong lebih sering, stridor inspirasi, retraksi jelas
dengan distress napas dan agitasi signifikan
• Gagal napas terjadi segera: stridor kadang sulit didengar, retraksi, letargi,
penurunan kesadaran, sianosis
Pencegahan
• Pada kondisi KLB, orang yang kontak erat di nilai status vaksinasi
nya. Anaka dapat imunisasi dasar: booster toksoid difteria
• Dapat diberikan vaksin serta antibiotik profilaksis

WHO

Anda mungkin juga menyukai